Anda di halaman 1dari 13

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM JOURNAL READING

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

Anemia penyakit ginjal kronis: Protokol penelitian, manajemen dan rujukan


ke Nefrologi
(Anemia of chronic kidney disease: Protocol of study,
management and referral to Nephrology)

Oleh
Muhammad Arief Billah Hasanusi
(2018-84-053)

Pembimbing
dr. Siti Hadjar Malawat, Sp. PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
Anemia penyakit ginjal kronis: Protokol penelitian,
manajemen dan rujukan ke Nefrologi
Aleix Casesa , M. Isabel Egocheagab , Salvador Tranchec , Vicente Pallarésd ,
Raquel Ojedaa , José Luis Górriza , José María Portolésa

Abstrak: Tujuan protokol ini adalah untuk mengetahui tes mana yang diperlukan
untuk mempelajari anemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis, diagnosis
banding anemia dengan penyakit ginjal kronis, untuk mengetahui dan memperbaiki
anemia defisiensi lain, dan kriteria untuk rujukan ke Nefrologi atau spesialisasi lain
pada pasien anemia dengan penyakit ginjal kronis.

Anemia adalah komplikasi penyakit ginjal kronis (CKD) yang sering terjadi

dan dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup pasien serta menyebabkan

peningkatan morbiditas dan mortalitas serta mempercepat laju perkembangan

CKD. Pada pasien dengan CKD, anemia didefinisikan sebagai situasi di mana

konsentrasi hemoglobin (Hb) dalam darah di bawah 2 kali SD dari rata-rata Hb pada

populasi, dan di bedakan untuk usia dan jenis kelamin.

Penyebab utama anemia pada CKD adalah produksi eritropoietin endogen

yang tidak mencukupi, diamana eritropoietin merupakan hormon yang bekerja pada

diferensiasi dan pematangan prekursor sel darah merah. Faktor-faktor lain yang

berkontribusi telah diakui dalam beberapa tahun terakhir sebagai terganggunya

respons erythropoietin dari sumsum tulang yang disebabkan oleh racun uremik,

peradangan, berkurangnya kadar zat besi untuk erythropoiesis dan peningkatan

kadar hepcidin, pendeknya masa hidup dari sel darah merah (RBC) atau defisiensi

vitamin (vitamin B12 atau asam folat).

1
Pada pasien dengan CKD, anemia dapat terjadi pada CKD tahap awal (CKD

stadium 2 dan 3 menurut pedoman KDIGO). Tingkat Hb berkurang ketika

perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR) sekitar 70ml / menit / 1,73m2 (pria) dan

50ml / mnt / 1.73m2 (wanita). Namun anemia lebih umum ditemukan pada CKD

stadium 4 (bahkan lebih awal pada pasien dengan diabetes) dan memburuk saat

CKD berkembang. Pada CKD stadium lanjut dan pada populasi dialisis, anemia

hadir pada 90% pasien

Kehadiran anemia pada pasien dengan penurunan eGFR ringan sampai

sedang dapat diartikan sebagai anemia yang berasal dari ginjal, namun faktor-faktor

lain mungkin berkontribusi, Dalam kasus ini penting untuk mengidentifikasi

anemia defisiensi besi, yang merupakan penyebab paling sering anemia, terutama

pada pasien yang menerima pengobatan antiplatelet atau antikoagulan, atau jenis

anemia lainnya seperti defisiensi vitamin B12 atau asam folat. Terkadang kedua

jenis anemia ini dapat diemukan bersamaan.

1. Tujuan

 Dapat menyadari pasien dengan penurunan eGFR (<60ml / min / 1.73m2)

mungkin ada anemia, yang frekuensinya meningkat dengan tingkat

keparahan penyakit (stadium ≥4) dan, oleh karena itu, hitung darah harus

diminta secara berkala.

 Untuk mempelajari tes tambahan mana yang harus diminta jika terjadi

anemia pada pasien CKD, untuk menyingkirkan penyebab anemia yang

lainnya (terutama anemia defisiensi besi).

2
 Untuk mengetahui apa dan bagaimana cara memperbaiki kekurangan zat

pembentuk eritrosit (terutama besi) sebelum mengklasifikasikan anemia

yang disebebkan karena gangguan ginjal dan dirujuk ke Ahli Nefrologi.

 Menentukan kapan pasien CKD dengan anemia harus dirujuk ke

nephrologist untuk pemberian zat intravena besi atau agen perangsang

erythropoiesis (ESA) dan ketika pasien harus dirujuk ke spesialisasi lain

(Hematologi, Obat Penyakit Dalam atau lainnya).

 Untuk mengetahui target parameter Hb, besi dan lainnya pada pasien anemia

dengan CKD, dengan dan tanpa pengobatan ESA.

2. Defenisi anemia pada penyakit ginjal kronik

Nilai ambang batas Hb (Hb <13 g / dl pada pria, Hb <12 g / dl pada wanita)

membuat diagnosis anemia, tetapi mengindikasikan perlunya pengobatan. Dalam

hal level Hb yang rendah dan tidak dapat dijelaskan penyebabnya, disarankan untuk

mengkonfirmasi nilai Hb sebelum menentukan diagnosis kerja.

3. Diagnosis anemia penyakit ginjal kronik

a. Karakteristik

Anemia yang terkait dengan CKD biasanya normositik dan normokromik

dan tanpa defisiensi besi (ferritin> 100ng / ml dan indeks saturasi transferrin

[TSAT] >20%). Jika parameter lain ditemukan tidak normal, penyebab

anemia harus dicurigai. Harus selalu didalam pikiran bahwa diagnosis

anemia ginjal adalah diagnosis dengan pengecualian, yaitu ketika pasien

menderita CKD dan anemia dan penyebab lainnya telah disingkirkan.

3
b. Kapan memulai evaluasi anemia pada penyakit ginjal kronis?

Pasien harus menjalani evaluasi untuk anemia segera setelah adanya

penurunan Hb (Hb <13 g / dl pada pria atau <12 g / dl pada wanita), atau

setidaknya menurut dokumen konsensus tentang CKD:

• Ketika nilai Hb <11 g / dl pada wanita premenopause dan pasien

prapubertas.

• Ketika nilai Hb <12 g / dl pada pria dewasa dan wanita

pascamenopause.

c. Frekuensi pengukuran Hb pada pasien dengan penyakit ginjal kronis?

Menurut pedoman KDIGO, kadar hemoglobin harus diukur pada pasien

dengan CKD:

a) Pada pasien tanpa anemia yang diketahui, kadar Hb harus diukur ketika

menunjukkan gejala klinis (timbulnya gejala anemia: asthenia, dispnea,

takikardia, dll.) dan:

• Setidaknya setahun sekali pada pasien dengan CKD stadium 3

(eGFR 60-30ml / min / 1,73m2).

• Setidaknya 2 kali setahun pada pasien dengan CKD stadium 4-5

yang tidak menjalani dialisis (eGFR <30ml / min / 1,73m2).

• Setidaknya setiap 3 bulan pada pasien dengan dialisis tahap 5

(CKD-5D) dalam hemodialisis (HD) atau dialisis peritoneal (PD)

b) Pada pasien dengan anemia dan tidak diobati dengan ESA, kadar Hb

harus diukur ketika menunjukkan gejala klinis dan:

4
• Setidaknya setiap 3 bulan pada pasien dengan CKD stadium 3–5

yang tidak menggunakan dialisis (CKD-ND) atau stadium 5D

pada PD.

• Setiap bulan pada pasien dengan CKD 5D dalam HD.

c) Pada pasien dengan anemia yang menerima ESA, kadar Hb harus diukur

ketika menunjukkan gejala klinis dan:

• Bulanan dalam fase koreksi.

• Pada fase pemeliharaan: pada pasien dengan CKD-ND (tidak

dalam dialisis) setidaknya setiap 3 bulan dan pada pasien dengan

CKD-5D (dalam Hemodialisis) setiap bulan dan setiap 2 bulan

pada pasien dengan CKD-5D (dalam Dialisis Peritoneal).

• Studi awal anemia yang diduga berasal dari ginjal harus selalu

meliputi:

- Hitung darah lengkap dengan hemoglobin, indeks sel darah

merah (MCV, MCH), leukosit (dan jumlah diferensial) dan

jumlah trombosit.

- Retikulosit absolut.

- Parameter metabolisme Besi: besi, ferritin, transferrin dan

indeks saturasi trasnferrin (TSAT).

- Vitamin B12 dan asam folat. Pada pasien-pasien dengan

CKD-5D dalam Hemodialisis, direkomendasikan bahwa

sampel-sampel diperoleh segera sebelum sesi dialisis

perminggu.

5
4. Pengobatan anemia pada penyakit ginjal kronis

Pengobatan anemia terkait dengan CKD didasarkan pada pemberian zat besi dan

ESA.

a. Indikasi terapi besi

Kekurangan zat besi sering terjadi pada pasien dengan CKD dan dapat

menyebabkan anemia dan hyporesponsiveness untuk ESA-EPO, sehingga harus

diperbaiki untuk memastikan optimalisasi erythropoiesis. Pemberian zat besi

dapat menghasilkan peningkatan kadar Hb (bahkan tanpa adanya bukti

kekurangan zat besi) dan, pada beberapa pasien memungkinkan untuk mencapai

target kadar Hb. Parameter zat besi harus diperbaiki sebelum dan selama

perawatan AEE, untuk mencapai respon yang memadai yang bahkan dapat

memungkinkan pengurangan dosis AEE dan EPO. Namun, meskipun

keseimbangan risiko-manfaatnya baik, tidak boleh dilupakan bahwa terapi zat

besi menimbulkan risiko potensial (terutama intravena) (Tabel 1).

b. Definisi defisiensi besi pada penyakit ginjal kronis

6
 Defisiensi absolut: menipisnya cadangan besi. Konsentrasi feritin serum

<100ng / ml dan TSAT <20%.

 Defisiensi fungsional: TSAT <20% dan konsentrasi feritin normal /

tinggi. Dalam hal ini kebutuhan zat besi untuk eritropoiesis di sumsum

tulang melebihi kapasitas untuk melepaskan zat besi dari sistem retikulo-

endotel.

c. Terapi besi: indikasi terapi besi pada pasien dengan CKD

 Kekurangan zat besi absolut (ferritin <100ng / ml dan TSAT <20%).

 Untuk meningkatkan konsentrasi Hb sebelum memulai ESA jika TSAT

<25% dan feritin <200ng / ml dalam CKD-ND (atau ferritin <300mg /

ml dalam CKD-5D).

 Pada pasien dengan CKD yang menerima ESA untuk meningkatkan

kadar Hb atau mengurangi dosis ESA jika TSAT <30% dan ferritin

<300ng / ml.

d. Tujuan: ferritin 200-500mg / ml; IST ∼30%.

Selama pengobatan dengan zat besi, TSAT 30% dan ferritin 500mg / ml

tidak boleh secara sengaja dilampaui pada pasien dengan CKD-ND, atau

dengan ERC-5D.4 Parameter zat besi harus ditentukan setidaknya setelah 15

hari dari intravena terakhir. dosis zat besi; jika tidak, nilai yang diperoleh

mungkin tidak dapat diandalkan.

e. Pemberian zat besi oral

Pada pasien dengan CKD yang tidak menggunakan dialisis atau dialisis

peritoneal, lebih baik untuk memulai pengobatan dengan zat besi oral. Dosis

7
yang diresepkan pada pasien dewasa adalah sekitar 200mg / hari unsur besi

dibagi menjadi 2-3 dosis (lebih disukai garam besi untuk penyerapan yang lebih

baik), dan lebih disukai dalam kondisi puasa.

Masalah utama yang terkait dengan terapi besi oral pada CKD adalah intoleransi

gastrointestinal, masalah penyerapan usus atau kurangnya kepatuhan, yang

mungkin mengharuskan pasien untuk dikirim ke rumah sakit untuk menerima

zat besi secara intravena (Tabel 2).

f. Pemberian besi intravena

Pada pasien dengan CKD-bukan pada dialisis, pemberian zat besi intravena

diindikasikan jika:

 Target parameter Besi tidak tercapai dengan terapi besi oral selama 3

bulan atau ketika ada intoleransi terhadap besi oral atau malabsorpsi.

 Pada pasien dengan anemia berat dan defisiensi besi yang memerlukan

respons Hb cepat.

8
 Pasien dengan proses inflamasi kronis menunjukkan defisiensi besi

fungsional (TSAT <20% dengan ferritin normal), terutama jika mereka

membutuhkan ESA.

Pada kebanyakan pasien dengan CKD-5D dalam hemodialisis, karena

diberikan persyaratan tinggi mereka dianggap tidak mungkin mencapai target

zat besi menggunakan zat besi oral, sehingga mereka akan memerlukan

pengobatan dengan zat besi intravena. Pada pasien dengan CKD-5D dalam

dialisis peritoneum yang menunjukkan defisiensi besi absolut atau fungsional,

terutama jika mereka menerima ESA

Karena terapi besi intravena memerlukan pemberiannya di pusat rumah

sakit, indikasinya adalah alasan untuk rujukan ke ahli nefrologi.

g. Indikasi pengobatan dengan ESA-EPO pada penyakit ginjal kronis

Jika setelah mengesampingkan atau mengoreksi penyebab anemia lainnya,

pasien memiliki parameter zat besi yang memadai dan Hb ≤10 g / dl, pasien

harus dirujuk ke Nefrologi untuk menilai pengobatan dengan ESA

(pertimbangkan nilai Hb <11 g / dl jika pasien masih muda, aktif atau dengan

gejala anemia). ESA termasuk dalam kelompok obat pengeluaran rumah sakit

rawat jalan.

Ahli nefrologi harus menilai manfaat dan risiko pengobatan dengan ESA

pada pasien anemia dengan CKD. Sebagai aturan umum, pada pasien dewasa

CKD yang diobati dengan ESA, target Hb harus antara 10 dan 12mg / dl dan

selalu menilai gejala dan komorbiditas. Koreksi total anemia (Hb ≥13 g / dl)

selama pengobatan dengan ESA-EPO tidak diindikasikan, karena tingkat Hb ini

9
tidak dikaitkan dengan peningkatan prognosis sementara ada peningkatan risiko

efek samping (hipertensi, stroke, trombosis akses vaskular, perkembangan

kanker, dll.) (Tabel 3).

Tujuan tingkat Hb akan diindividualisasikan pada setiap pasien sesuai

dengan usia, tingkat aktivitas dan komorbiditas yang terkait, namun nilai Hb

≥13 g / dl tidak boleh secara sengaja dicapai.

5. Rujukan ke Nefrologi untuk pengelolaan anemia

Indikasi untuk rujukan pasien CKD dengan anemia harus (Gbr. 1):

 Indikasi terapi besi intravena (kegagalan / intoleransi terhadap zat besi

oral).

 Indikasi pengobatan dengan ESA.

 Pada pasien yang diobati dengan ESA dengan konfirmasi Hb ≥13 g / dl

atau Hb ≤9 g / dl yang membutuhkan penyesuaian dosis.

10
6. Konflik kepentingan

Penulis tidak memiliki konflik kepentingan untuk dinyatakan.

7. Ucapan Terima Kasih

Para penulis ingin mengakui berbagai masyarakat ilmiah atas dukungan dan

keterlibatan mereka dalam pelaksanaan dokumen ini.

8. Kesimpulan

- Anemia adalah komplikasi yang sering terjadi pada pasien dengan CKD

(eGFR <60 ml / menit / 1,73 m2), terutama pada CKD stadium 4 atau lebih

besar.

- Diagnosis anemia karena CKD adalah diagnosis eksklusi, sehingga perlu

untuk menyingkirkan penyebab anemia lainnya, terutama defisiensi besi.

- Jika setelah koreksi semua penyebab anemia pasien tetap menderita anemia

(Hb ≤10 g / dl), ia harus dirujuk ke Layanan Nefrologi untuk menilai

11
pengobatan dengan ESA. Pasien juga harus dirujuk ke Nefrologi jika ada

indikasi terapi besi intravena atau jika pasien diobati dengan ESA dan

memiliki Hb ≥13 atau ≤9 g / dl untuk penyesuaian dosis.

12

Anda mungkin juga menyukai