Anda di halaman 1dari 8

MANAJEMEN ANEMIA PADA PASIEN HEMODIALISIS

A. PENDAHULUAN

DEFINISI
Kuantitatif : secara kualitas berkurangnya jumlah sel darah merah.
Fungsional : secara fungsi berkurangnya kecukupan sel darah merah untuk
menghasilkan O2 ke jaringan.
Anemia merupakan masalah yang signifikan untuk ditangani pada pasien
dengan penyakit ginjal kronis (CKD) pada hemodialisis (HD). Anemia ginjal
biasanya merupakan anemia normokromik terisolasi, normositik tanpa
leukopenia atau trombositopenia. Anemia ini komplikasi yang sering dan
berkontribusi banyak terhadap penurunan kualitas hidup (QoL) pasien CKD dan
menyokong peningkatan morbiditas serta mortalitas. Anemia ginjal tidak
tergantung pada etiologi penyakit ginjal, ada dua pengecualian penting. Anemia
ginjal pada pasien diabetes berkembang lebih sering, dan muncul pada tahap
awal CKD. Pasien dengan penyakit ginjal polikistik, Hb lebih tinggi daripada
pasien lain dengan derajat gagal ginjal yang serupa, dan kadang-kadang
polisitemia dapat berkembang. Anemia pada pasien CKD kecuali dari kurangnya
EPO, ada proses multifaktor. Umur sel darah merah pendek, defisiensi besi dan
vitamin karena pembatasan diet, dan jarang perdarahan yang menyertai uremia
tampaknya menjadi faktor penting lainnya. Dialisis yang adekuat dapat
berkontribusi pada koreksi anemia melalui banyak mekanisme, termasuk
pengangkatan molekul yang dapat menghambat erythropoiesis menggunakan
dialyzer high fluks. Fungsi ginjal residual penting pada pasien dialisis,
peradangan, dan malnutrisi juga berkontribusi secara signifikan terhadap anemia
pasien dialisis. Hal ini juga dipengaruhi oleh penyakit yang mendasarinya,
kondisi komorbiditas, keganasan, infeksi, gagal jantung, sebagaimana
disebutkan di atas, lingkungan dan beberapa faktor lain (terapi pengobatan
dengan inhibitor enzyme-converting enzyme (ACE)
Anemia merupakan masalah utama, dan komplikasi yang sudah biasa terjadi
pada pasien hemodialisis regular. Anemia terjadi pada 80 – 90% pada pasien
gagal ginjal kronik yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan
penyakit kardiovaskuler. Banyak factor penyebab anemia yang biasa terjadi pada
pasien cronik kidney desease antara lain:
1. Uremia, Faktor utama kontribusi anemia terkait uremia (uremia
associated anemia) yaitu defisiensi erythropoietin oleh sel-sel peritubular
sebagai respon hipoksia local, akibat penurunan masa parenkhim
fungsional. Uremia juga mempunyai efek bermacam-macam pada tubuh,

1
yang mempengaruhi hemoglobin, termasuk cenderung meningkatkan
perdarahan dan menekan sumsum tulang.
2. Berkurangnya produksi erythropoiesis dari ginjal
Defisiensi EPO merupakan penyebab utama anemia pada pasien gagal
ginjal kronik
3. Kehilangan darah:

Kehilangan darah biasanya berhubungan dengan:

a. Perdarahan karena prosedur hemodialisis dan pengambilan sample darah


b. Perdarahan dari sistim urinary, gastrointestinal, hidung dan mulut.
Pasien uremic mempunyai kecenderungan meningkatkan perdarahan
dan beberapa kehilangan darah selalu dihubungkan dengan prosedur
hemodialisis, walaupun itu memiliki kontribusi minimum.
4. Berkurangnya masa hidup cell darah merah. Penurunan masa hidup
erytrocit disebabkan guandine coumpounds, khloramin, Nitrit, atau
sekuetrasi cell darah merah (eritrosit). Pasien uremia masa hidup cell
darah merahnya mungkin rendah, ½ dibawah masa hidup cell darah
merah normal (60 hari cukup dari 120 hari). Kontribusi untuk terjadinya
anemia.
5. Deficiensi besi.
Pasien CKD mengalami peningkatan kehilangan zat besi yang
diperkirakan 1 – 3 gr/th pada pasien dengan hemodialysis, karena
perdarahan kronis dari disfungsi platelet terkait uremia, flebotomi yang
sering, dan darah yang tertinggal di alat hemodialysis. Diet renal
biasanya agak rendah besi. Penambahan zat besi pada pasien mungkin
tidak diabsorbsi dengan baik dan unsur pada darah yang hilang terus-
menerus termasuk juga zat besi, pasien malnutrisi. Akibat preparat
binders penyerapan zat besi juga mengalami gangguan.
6. Deficiency vit B12 dan asam folat., pasien ketergantungan dialysis
mungkin juga kekurangan vit B12 atau as folat. Sebagaian besar karena
diet yang kurang. Pada penambahan as folat mungkin hilang selama
prosedur dialysis. Pasien dengan kekurangan vit B12 at as folat
mempunyai cell lebih besar dari pada normal (anemia hipokrom
makrosister)
7. Bilateral neprectomy
8. Faktor lain: yaitu keracunan aluminium dan Hyperparathyroidism

Derajat Anemia

2
Diagnosis anemia dan penilaian tingkat keparahannya paling baik dilakukan
dengan mengukur konsentrasi Hb daripada hematokrit. Hb adalah analit stabil
yang diukur secara langsung dengan cara yang terstandarisasi, sedangkan
hematokrit relatif tidak stabil, diturunkan secara tidak langsung oleh penganalisa
otomatis, dan kurangnya standarisasi

ANEMIA

RINGAN SEDANG BERAT


Hb >10 - < 12 gr/dlHb > 8 - < 10 gr/dl Hb < 8 gr/dl

Gejala Anemia
► Kulit dan membran mukosa pucat
► Cepat lelah / letih / lesu
► Cepat mengantuk
► Sakit kepala
► Kapasitas berolah raga menurun
► Sesak napas
► Nafsu makan menurun
► Gairah seksual menurun
► Sensitif terhadap udara dingin
► Susah berkonsentrasi
► Jantung berdebar-debar
► Gangguan menstruasi

B. MANAJEMEN ANEMIA PASIEN CHRONIC KIDNEY DEASIS.

Manajemen anemia pasien CKD yang bisa diikuti oleh semua adalah sebagai
berikut:
1. Pastikan pasien mendapatkan dialysis adequate

3
2. Tambahan zat besi oral maupun parenteral
Zat besi adalah bahan penting untuk sintesis heme, dan jumlah yang
cukup dari mineral ini diperlukan untuk pembuatan sel darah merah
baru. Peningkatan erythropoietic membutuhkan jumlah zat besi lebih
besar yang digunakan, dan banyak pasien CKD memiliki jumlah zat
besi yang tidak memadai untuk memenuhi peningkatan permintaan
sumsum tulang
3. Kehilangan darah diminimalis: prosedur HD atau pengambilan sample
darah
4. Pemeriksaan lain yang menyebabkan kehilangan darah dihindari
5. Suplemen vit B12, C, dan As Folat
Kekurangan dan / atau perubahan metabolisme vitamin pasien ESRD
disebabkan oleh racun uremik, pembatasan diet, penyakit katabolik,
kehilangan selama dialisis dan interaksi obat. Kehilangan asam folat
dan asam askorbat selama dialisis membutuhkan suplementasi oral L-
karnitin menstabilkan membran eritrosit dan memperpanjang usia
eritrosit. Asam folat (10 mg / hari) meningkatkan respons terhadap
EPO. Suplemen pyridoxine dalam dosis 20 mg / hari dan asam folat 5
mg / minggu pada pasien hemodialisis selama pengobatan
eritropoietin diperlukan
6. Menghindari bilateral neprectomy
7. Koreksi faktor lain yang bisa pulih kembali: Al toxicity,
hyperparathyroidism
8. Hindari/ minimalis hemolisis saat hemodialisis
9. Transplantasi ginjal
10. Transfusi darah
11. Pemberian EPO

C. PEMBERIAN TRANFUSI DARAH

Transfusi darah ( PRC ) merupakan salah satu pilihan terapi alternative


murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati dapat
menyebabkan kematian mendadak

1. Indikasi transfusi PRC


 PVC ( HCT ) ≤20%
 Pasien dengan keluhan-keluhan:
1. High output heart failure
2. Angina pictoris
3. Gejala umum anemia
2. Panduan terapi transfusi darah (PRC)

4
 Memenuhi salah satu criteria indikasi
 Diluar terapi HD: Segera setelah transfusi darah berikan diuretic
fursemide I.V dan glukonas calsicus I.V
 Transfusi darah lebih aman selama HD. Bila pada akhir HD
ditemukan bendungan paru, harus dilanjutkan tindankan
ultrafiltrasi (manual atau sequensial)
3. Guideline pemberian transfuse darah selama HD
Pemberian transfusi darah dilaksanakan setelah konsultasi dengan
staff medis. Semua darah harus ditentukan, direncanakan balance
cairannya
Jika darah tidak digunakan harus dikembalikan ke PMI ± 30 menit

Transfusi Darah diberikan Jika

► Perdarahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik.


► Hb < 7g/dL.
► Hb < 8g/dL dengan gangguan hemodinamik.
► Defisiensi besi dan akan menggunakan EPA, tetapi belum
tersedia preparat besi i.m / i.v.
► Target Hb dengan transfusi : 7-9 g/dl

► Pemberian tranfusi pada anak, target HgB 10 gr/dl

Target Hb – Hb sekarang x 80 x BB = cc
22
Pemberian tranfusi pada orang dewasa

Rumus : PRC = (HB target – HB tercatat) x BB x 4ml

4. Komplikasi transfusi darah


 Hemosiderosis ( transfusi darah berulang)
 Supresi sumsum tulang (transfusi darah berulang)
 Bahaya overhydration, acidosis dan hiperkalemia
 Bahaya infeksi HVB (non-A dan non-B) dan CMV, penyakit
parasit
 Pola humen leucocyte antigen (HLA) berubah, penting untuk
rencana trasplantasi ginjal

D. MANAJEMEN PEMBERIAN ESA ( Erythropoiesis- Stimulating Agent)

5
Erythropoeitin adalah endogenous glycoprotein, perangsang produksi sel
darah merah. Normal diproduksi oleh ginjal dan diatur oleh tingkat lapisan
oxygen. Terapi recombinant erythropoietin merupakan konsep terapi
dasar yang cepat memperbaiki kualitas hidup, termasuk mencegah
penyakit kardiovaskuler pasien hemodialisis regular

1. Indikasi pemberian EPO


 Bila Hb ≤ 8 gr% dengan atau tanpa keluhan angina dan
kelemahan umum
 Diberikan pada pasien pre dialysis dan pasien yang sudah
menggunakan therapy pengganti

2. Keuntungan pemberian EPO


Pasien diterapi dengan EPO dapat memperbaiki kualitas hidup.
Termasuk juga memperbaiki nafsu makan, Fungsi sexual, tingkat
energy, pikiran, dan mengurangi depresi, pola tidur, serta mengurangi
kebutuhan tranfusi darah. Beberapa pasien mengalami menstruasi
kembali, dan hypertrofi ventricular kiri berkurang jika tekanan darah
juga dikontrol dengan baik

3. Methode Pemberian EPO


EPO dapat diberikan secara Intravena, Untuk pasien peritoneal
dialysis Intraperitonial juga bisa, tetapi lebih mahal karena memerlukan
dosis lebih tinggi. Sebagian besar pemberian EPO secara subcutan,
yang mempunyai absorbsi lambat, dan lebih efektif, oleh karena itu
EPO dosis rendah dapat diberikan sampai mencapai Hb tinggi.
Standart pemberian dibeberapa unit dialysis, EPO diberikan setelah
dialysis, karena waktunya tepat, mengurangi potensial perdarahan, 7%
hilang saat dialysis. Literatur lain mengatakan EPO dapat diberikan 30
menit setelah hemodialysis, ukuran molekul besar dan diabsorbsi
lambat. Pemberian EPO bermasalah jika pasien dilakukan dialysis
dengan hi-flux, sehingga molecule dapat pindah dari dialyzer.
EPO dapat diberikan pada jaringan normal menggunakan injecti
subcutan. Biasa diberikan pada daerah abdomen, penting untuk
berpindah tempat injeksi, dibawah tempat biasanya untuk mengurangi
reaksi kulit setempat.
Dosis EPO dititrasi tiap individu responnya berbeda-beda. Respon
dapat diukur dengan menggunakan jumlah reticulocyte untuk
kenaikkan Hb

6
4. Resistance terhadap EPO
 Dibawah dosis
 Defisienci besi
 Toxicity Aluminium
 Kehilangan darah
 Infeksi kronis atau inflamasi
 Secondary Hyperparathyridism
 Kelainan hematology yang lain atau gangguan sumsum tulang

5. Kontraindikasi
 Hypertensi tidak terkontrol
 Sensitiv terhadap produk cell mamalia
6. Dosis
Tahap koreksi diberikan dosis 50iu/kg 3 x minggu secara IV (intra vena)
Hemoglobin (HgB) pasien akan bertambah setelah 1 (satu) bulan
dengan pemberian erytropoeiti 1gm/ Jika tidak naik dosis ditambah menjadi
75iu/kg Jika hemoglobin belum naik karena dosis tidak mencukupi maka akan
ditambah lagi dosis sebanyak 25iu/kg dengan jarak 1 bulan. Apabila target
hemoglobin sudah terpenuhi maka tahap mentenen akan di berikan separo
dosis tahap koreksi. Target menaikkan hemoglobin pasien gagal ginjal yang
menjalai dialysis adalah 12 mg/dl. Jika target hemoglobin sudah tercapai
maka dosis EPO diturunkan dengan: per dosis dapat dikurangi atau tiap
injeksi per minggu dikurangi atau keduanya. karena HgB >12gm/dl bisa
mengakibatkan stroke.
Respon EPO individual dan berhubungan dengan dosis

7. Efek Samping
 HYPERTENSI, Hypertensi mungkin berhubungan dengan bertambah
kentalnya darah dan terjadi pada kira-kira 30% pasien dengan terapi EPO,
pemakaian 3 bulan pertama
 SEIZURE, 4% pasien memulai EPO, akan terjadi pada satu ampai tiga
bulan therapy. Mungkin berhubungan dengan hypertensi. Controversial
 THROMBOTIC EVENTS (gangguan pembekuan darah), penambahan
pada acces pembekuan bisa terjadi ketika terjadi peningkatan Hb. Acces
cloting biasanya terjadi pasien dengan Hb tinggi, baik dengan hypotensi
atau komplikasi AVF
 MENINGKATKAN KEBUTUHAN DIALYSIS. Jika pasien makan
protein lebih dan membuat haematokrit tinggi, maka akan membutuhkan
dialysis lebih untuk mempertahankan eficiensi pengobatan. Eficiensi
dialysis hal yang sangat penting pada pasien dengan terapi EPO

7
 MENAMBAH NAFSU MAKAN,
Meningkatkan protein dan intake potassium. Problem utama dengan
meningkatnya nafsu makan adalah resiko aritmia, jika potassium juga
menjadi tinggi. Potassium pada dialysate diperiksa dan pasien
diperingatkan jika nafsu makan meningkat, harus hati-hati menghindari
makanan yang mengandung potassium tinggi
 MENAMBAH BERAT BADAN IDEAL
Jika menaikkan nafsu makan, mungkin pasien dapat mengalami
peningkatan BB ideal. Perlu hati-hati, perkiraan pasien yang memakai
EPO mengalami hypertensi, mungkin lebih berhubungan dengan EPO dari
pada kelebihan volume cairan.

E. DAFTAR PUSTAKA

1. Nissenson RAllen, Fine N. Richard. Handbook of Dialisis


Therapi. 4th Edition Tahun 2002
2. Suhail Ahmad, Manual of Clinical Dialysis; Second Edition,
Springer Science LLC 2009
3. Nefrology Nursing Certificate, Renal Replacement
Therapies. The Queen Elizabeth Hospital
4. Daugirdas T John, Blake J Peter, Todd S.,” Handbook of
Dialysis” fifth edition
5. Levy Jeremy, Brown Edwina, LawrenceAnastacia “
Handbook of Dialysis” oxford

Anda mungkin juga menyukai