Abstrak
Terapi erythropoietin stimulating agent (ESA) merupakan bagian penting manajemen penyakit ginjal kronik. Berbagai evidences menunjukkan
bahwa terapi ESA dapat memperbaiki parameter hematologi, menurunkan mortalitas dan morbiditas, serta meningkatkan kualitas hidup pasien
penyakit ginjal. Perkembangan produk ESA ditujukan untuk memperpanjang keberadaan obat di dalam tubuh, sehingga efek yang dihasilkan
makin panjang dan mengurangi frekuensi penyuntikan, yang tentunya dapat meningkatkan kenyamanan pasien.
Abstract
Erythropoietin stimulating agent (ESA) treatment is an important part in the management of chronic kidney disease. Various evidences showed
that ESA therapy may improve hematologic parameters, reduce mortality and morbidity, and improve quality of life. ESA product development
aimed to prolong drug availability to maintain effects and to reduce frequency of injection that will improve patient’s comfort. Dedyanto Henky
Saputra. Developments of Erythropoietin Stimulating Agent Therapy for Anemia in Chronic Kidney Disease
Anemia pada Penyakit Ginjal Kronik Anemia pada pasien PGK memiliki gambaran malnutrisi, defisiensi besi, asam folat, vitamin
Anemia merupakan komplikasi yang umum histologis normokrom normositer dengan B, tingginya kadar sitokin pro-inflamasi serta
dijumpai pada penderita penyakit ginjal penyebab multifaktorial. Faktor utama anemia penyakit penyerta, seperti infeksi, dapat ikut
kronik (PGK). Kategori anemia pada pengidap pada PGK adalah tidak adekuatnya produksi memperburuk anemia pasien PGK.2-4
PGK menurut konsensus PERNEFRI 2011 dapat eritropoietin karena berkurangnya massa
menggunakan parameter hemoglobin (Hb), ginjal fungsional. Eritropoietin adalah suatu Anemia pada pasien PGK dapat menimbulkan
yaitu apabila kadar Hb kurang dari 14 g/dL hormon yang dihasilkan oleh sel peritubular berbagai manifestasi, seperti penurunan
untuk pria dan kurang dari 12 g/dL untuk ginjal untuk menstimulasi sumsum tulang fungsi kognitif dan kualitas hidup, stroke,
wanita. Berdasarkan data United States Renal agar melakukan proses eritropoiesis, juga gangguan fungsi seksual, sindrom kardiorenal
Data System (USRDS) tahun 2010, frekuensi berperan dalam proses proliferasi, maturasi, dan percepatan progresivitas kerusakan
anemia PGK pada stadium 1 hingga 4 adalah dan pelepasan retikulosit. Faktor penyumbang ginjal.5
mencapai 51,8%, sedangkan kadar rerata Hb terjadinya anemia pada PGK lainnya antara
pada pasien PGK stadium terminal adalah lain memendeknya masa hidup sel darah Tatalaksana Anemia PGK Melalui Terapi
9,9 g/dL. Meskipun angka pasti prevalensi merah hingga 70-80 hari akibat akumulasi Eritropoietin
penderita PGK di Indonesia tidak diketahui, toksin di ginjal (masa hidup sel darah normal Tujuan penanganan anemia pada pasien
sekitar 60% pasien PGK diperkirakan pada penderita gagal ginjal yang menjalani PGK adalah untuk mengurangi kebutuhan
menderita anemia, dan sekitar 80% di dialisis), kehilangan darah akibat penggunaan transfusi darah, menghilangkan gejala
antaranya memerlukan pengobatan. Pada heparin selama dialisis serta antikoagulan anemia, mencegah komplikasi kardiovaskular,
data Rumah sakit Cipto Mangunkusmo tahun oral di antara periode dialisis. Kadar tinggi menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
2010, anemia ditemukan pada 100% pasien hepcidin yang mengganggu absorpsi zat besi anemia, serta meningkatkan kualitas hidup.
yang pertama kali menjalani HD, dengan dan blokade pada sel retikuloendotelial juga Prosedur transfusi darah berulang berisiko
kadar rerata Hb 7,7 g/dL.1 terjadi pada banyak pasien PGK. Selain itu, hemosiderosis, penularan infeksi, dan risiko
rejeksi pada calon transplantasi ginjal.1,8 adalah pada pola glikosilasi dari bentuk rekombinan dari ovarium chinese hamster.
rekombinan lebih besar, sehingga aktivitas Perbedaan dari pendahulunya adalah pada
Saat ini NKF-K/DOQI merekomendasikan biologis in vivo eritropoietin endogen (70.000 rantai karbohidrat (oligosakarida) yang lebih
untuk segera mengatasi anemia apabila kadar IU/mg) lebih rendah daripada eritropoietin panjang, sehingga memiliki masa kerja lebih
Hb atau Hematokrit (Ht) turun hingga 80% rekombinan (200.000 IU/mg). Rantai glikosilasi lama juga dan aktivitas biologis lebih baik
batas normal, yaitu pada kadar Hb < 12,5 g/ rHEPO memiliki peran penting dalam hal (Gambar 1). Penambahan rantai karbohidrat
dL (Ht < 37%) untuk pria dewasa dan wanita biosintesis, struktur molekul, dan aktivitas meningkatkan berat molekul glikoprotein dari
pasca-menapouse, dan kadar Hb < 11 g/ biologis.10,11 30.000 menjadi 37.000 Dalton. 12, 13
dL (Ht < 33%) untuk wanita pre-menopause
dan pre-pubertas. Selanjutnya kadar Hb harus Terapi rHEPO dapat mengurangi kebutuhan Mekanisme kerjasama dengan sediaan rHEPO
dipertahankan 11-12 g/dL.6 Perhimpunan transfusi darah, meskipun tidak dapat umumnya, yaitu dengan menstimulasi proses
Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) pada tahun menggantikan kebutuhan transfusi darah eritropoiesis; peningkatan Hb terlihat setelah
2011 juga merekomendasikan target yang akut (emergency transfusion), sehingga tidak 2-6 minggu setelah pemberian. Terkait regulasi
sama. Meningkatkan kadar Hb di atas 12 g/ diindikasikan untuk pasien anemia berat yang berbeda antara Amerika dan Eropa,
dL pada pasien PGK tidak menghasilkan yang memerlukan pengobatan segera. Target terdapat dua pelarut untuk darbepoietin
perbaikan kualitas hidup yang klinis bermakna, terapi rHEPO adalah untuk mencapai kadar alfa ini, yaitu polisorbat dan albumin. Pelarut
sebaliknya meningkatkan risiko hipertensi dan Hb 11-12 g dL dengan tingkat peningkatan polisorbat (mengandung 0,05 mg polysorbate
trombosis vaskular serta angka kematian total 0,5% setiap minggunya dan meningkatkan 80 untuk tiap 1 mL nya) digunakan di Eropa
akibat penyakit kardiovaskular.1,7 hematokrit hingga 30-35%.1 (karena produk mengandung albumin tidak
boleh dipasarkan di Eropa), sedangkan
Eritropoietin memiliki interaksi langsung Sejak diperkenalkan pertama kali pada tahun pelarut albumin (mengandung 2,5 mg human
dengan reseptor eritropoietin yang berada 1989, rHEPO telah mengalami serangkaian albumin untuk tiap 1 mL nya) digunakan
di permukaan eritrosit, dan memicu aktivasi perkembangan. Bentuk awal rHEPO yang untuk produk yang dipasarkan di luar Eropa.14
beberapa jalur transduksi signal, sehingga dipasarkan adalah eritropoietin alfa, beta,
menghasilkan proliferasi dan diferensiasi delta, dan gamma; rHEPO alfa dan beta yang Darbepoietin alfa diberikan dengan dosis
terminal sel prekursor eritrosit serta paling banyak tersedia. Pengembangan awal 0,45 mcg/kgBB, secara subkutan atau
memberikan efek proteksi prekursor apoptosis produk-produk rHEPO selanjutnya ditujukan intravena, frekuensi rerata 1 kali seminggu.
eritrosit. Saat ini pemberian erythropoietin untuk memperlama keberadaan obat di dalam Dosis pemeliharaan bertujuan menjaga
stimulating agent (ESA) telah masuk dalam tubuh, sehingga efek yang dihasilkan menjadi kadar Hb antara 10-12 g/dL, pada beberapa
panduan tatalaksana anemia pada pasien makin panjang dan frekuensi penyuntikan pasien dapat diberikan subkutan 2 minggu
PGK dan berbagai evidences menunjukkan berkurang, dengan demikian akan sekali. Bagi pasien yang sebelumnya telah
bahwa eritropoietin rekombinan (rHEPO) meningkatkan kenyamanan pasien khususnya mendapatkan terapi rHEPO alfa, dosis dapat
dapat memperbaiki parameter hematologi, apabila diberikan secara subkutan.10 dikonversi sesuai tabel 1.14
menurunkan mortalitas dan morbiditas,
serta meningkatkan kualitas hidup pasien.9 Berikut ini penjabaran beberapa jenis ESA Locatelli, et al, (2001) membandingkan
Eritropoetin rekombinan adalah bentuk baru, yaitu darbepoietin alfa, continuous darbepoietin alfa (0,45 ug/kgBB/minggu
sediaan eritropoietin yang diproduksi dengan erythropoietin receptor activator (CERA), subkutan) dengan rHEPO konvensional (50 U/
teknik rekombinan DNA, mempunyai sifat eritropoietin hibrida, dan roxadustat terkait kgBB 2 kali seminggu) pada 166 pasien secara
biologis dan kimia yang sama dengan aplikasinya pada kasus anemia pada PGK. acak selama 24 minggu. Hasil menunjukkan
eritropoietin endogen yang terdiri dari 165 bahwa kedua kelompok dapat mencapai
asam amino dengan berat molekul 30.000 Darbepoietin Alfa kadar Hb 11-13 g/dL yang sebanding, yaitu
Dalton. Faktor yang membedakan antara Merupakan pengembangan dari eritropoietin sebesar 93% (darbepoietin) dan 92% (rHu-
bentuk rekombinan dan eritropoietin endogen alfa, diproduksi dengan teknologi DNA EPO). Studi Vanreterghem, et al, (1999) pada
522 pasien HD dan PD yang sebelumnya
mendapat terapi rHu-EPO 1-3 kali seminggu
(kadar Hb 9,25-12,5 g/dL) kemudian dialihkan
mendapat darbepoietin 2 minggu sekali
selama 52 minggu; menunjukkan bahwa
kadar Hb dapat dipertahankan. Studi Graf, et
al, (2000) selama 36 minggu dengan jumlah
pasien lebih banyak (n=703) hasilnya serupa.15
Dosis rHEPO alfa sebelumnya Darbepoietin alfa Dewasa Darbepoietin alfa Anak
Continuous Erythropoietin Receptor Activator (Unit/minggu) (mcg/minggu) (mcg/minggu)
(CERA) <1500 6,25 Belum ada data
Jenis stimulator eritropoiesis yang merupakan 1500-2499 6,25 6,25
gabungan antara bentuk kimia N terminal dari 2500-4999 12,5 12,5
gugus asam amino atau gugus ε asam amino 5000-10999 25 20
lysine pada eritropoietin dengan methioxy 11000-17999 40 40
aktivasi komplemen. Fragmen Fc rHEPO pasien dialisis peritoneal serta dosis 5 ug/ memberikan lonjakan aktivitas HIF sementara
hibrid juga memiliki afinitas ikatan terhadap kgBB dan 8 ug/kgBB dengan interval 2 atau 4 yang akan menstimulasi proses eritropoiesis
FcRn (reseptor neonatus) dari sel endotel minggu yang diberikan secara intravena pada secara efektif. 27
tubuh, sehingga akan memicu proses daur pasien hemodialisis; lama intervensi adalah
ulang. Menurunnya aktivitas ADCC (antibody selama 12 minggu.26 Hasil studi fase 2 menyimpulkan bahwa
dependent cell mediated cytotoxicity) dan roxadustat dapat ditoleransi dengan baik
CDC (complement dependent cytotoxicity) Roxadustat dan dapat mempertahankan kadar Hb
menghasilkan profil keamanan yang lebih Roxadustat (juga dikenal sebagai FG- hingga minggu ke-19 pada pasien penyakit
baik dan lebih rendahnya risiko reaksi 4592) adalah suatu penghambat hypoxia- ginjal kronik tahap terminal dan anemia. Efek
imunologi. Karena ukurannya 3 kali lebih besar inducible factors (HIFs) prolyl hydroxylases roxadustat bersifat independen terhadap
daripada eritropoietin konvensional, secara (PHs) dalam bentuk sediaan oral. HIF adalah inflamasi, yang merupakan kondisi yang
signifikan akan menurunkan bersihan di ginjal; faktor transkripsi yang meregulasi ekspresi sering membutuhkan peningkatan dosis
adanya kandungan asam sialat meningkatkan gen-gen yang merespons kondisi hipoksia, eritropoietin alfa. Terapi roxadustat secara
ukuran menjadi sekitar 20 mol/mol atau lebih, termasuk gen yang dibutuhkan untuk proses signifikan menurunkan kadar hepcidin,
sehingga menurunkan laju metabolisme eritropoiesis dan metabolisme zat besi. suatu regulator penentu metabolisme
di hati dan memperpanjang waktu paruh, Pada konsentrasi oksigen normal, golongan besi yang sering menjadi penyebab
dengan demikian menjadikannya long acting prolyl hydroxylases (HIF-PHs) menghidrolisis kondisi hiporesponsif terhadap terapi ESA
eritropoietin.24,25 HIF-αsubunit, yang akan berdampak pada (erythropoiesis-stimulating agents).28,29
degradasi proteosomal yang cepat. Pada
Saat ini, eritropoietin hibrida telah lolos studi saat kadar oksigen menurun, aktivitas HIF-PH PENUTUP
preklinis dan studi klinis fase 1. Studi in vitro berkurang dan HIF-α terakumulasi, mengalami Manajemen terapi anemia pada penyakit
pada tikus menunjukkan profil bioaktivitas dimerisasi dengan HIF- β,dan bertranslokasi ginjal kronik saat ini terus berkembang dan
yang lebih tinggi dibandingkan darbepoietin ke dalam nukleus mengaktifkan program menjadi tantangan tersendiri. Terapi berbasis
alfa. Keamanan, tolerabilitas, farmakokinetik, transkripsi sebagai respons terhadap hipoksia, ESA saat ini berusaha menciptakan suatu
dan farmakodinamik juga telah melalui uji sehingga akan meningkatkan eritropoesis. sediaan yang memiliki masa kerja yang lebih
acak, tersamar ganda, dan kontrol plasebo Dengan menghambat HIF-PHs dan meniru panjang dan cara pemberian yang lebih
pada fase 1. Uji klinik fase 2 sedang berjalan respons penurunan kadar oksigen di dalam simpel, sehingga tingkat kenyamanan dan
untuk melihat efikasi dosis 3 ug/kgBB, 5 ug/ sel, roxadustat meningkatkan aktivitas HIF dan kepatuhan pasien akan semakin baik.
kgBB, dan 8 ug/kgBB dengan interval 2 atau 4 menstimulasi eritropoiesis. Masa kerja yang
minggu yang diberikan secara subkutan pada singkat, disertai regimen dosis intermiten akan
Daftar Pustaka:
1. Perhimpunan Nefrologi Indonesia. Konsensus manajemen anemia pada pasien gagal ginjal kronik [Internet]. 2001 [cited 2016 Jul 1]. Available from: https://www.
scribd.com/doc/262543327/Pernefri-Konsensus-Manajemen-Anemia-Pada-Pasien-Gagal-Ginjal-Kronik
2. Babitt JL, Lin HY. Mechanisms of anemia in CKD. J Am Soc Nephrol. 2012;23(10):1631–4.
3. Medscape. Anemia of chronic disease and renal failure: Overview, mechanism of anemia of chronic disease, prevalence of anemia of chronic disease and CKD
[Internet]. 2016 Jun 1 [cited 2016 Jul 1]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1389854-overview#a2
4. Pinevich AJ, Petersen J. Erythropoietin therapy in patients with chronic renal failure. West J Med. 1992;157(2):154–7.
5. Schmidt RJ, Dalton CL. Treating anemia of chronic kidney disease in the primary care setting: Cardiovascular outcomes and management recommendations.
Osteopath Med Prim Care. 2007;1:14.
6. NKF KDOQI guidelines [Internet]. 2006 [cited 2016 Jul 1]. Available from: http://www2.kidney.org/professionals/KDOQI/guidelines_anemia/
7. NKF KDOQI guidelines [Internet]. 2006 [cited 2016 Jul 1]. Available from: http://www2.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_anemiaup/guide1.htm
8. Tanhehco YC, Berns JS. Red blood cell transfusion risks in patients with end-stage renal disease. Semin Dial. 2012;25(5):539–44.
9. Fink J. Treatment for the anemia of chronic kidney disease. Medscape [Internet]. 2002 [cited 2016 Oct 5]. Available from: http://www.medscape.com/
viewarticle/445253
10. Ng T, Marx G, Littlewood T, Macdougall I. Recombinant erythropoietin in clinical practice. Postgrad Med J. 2003;79(933):367–76.
11. Elliott S, Pham E, Macdougall IC. Erythropoietins: A common mechanism of action. Exp Hematol. 2008;36(12):1573–84.
12. Macdougall IC, Padhi D, Jang G. Pharmacology of darbepoetin alfa. Nephrol Dial Transplant. 2007;22(suppl 4):iv2–iv9.
13. Egrie JC, Browne JK. Development and characterization of darbepoetin alfa. Cancer Network [Internet]. 2002 [cited 2016 Oct 6]. Available from: http://www.
cancernetwork.com/cancer-complications/development-and-characterization-darbepoetin-alfa
14. Aranesp - FDA prescribing information, side effects and uses [Internet]. [cited 2016 Oct 6]. Available from: https://www.drugs.com/pro/aranesp.html
15. Portolés J, Krisper P, Choukroun G, de Francisco ALM. Exploring dosing frequency and administration routes in the treatment of anaemia in CKD patients. Nephrol
Dial Transplant Off Publ Eur Dial Transpl Assoc - Eur Ren Assoc. 2005;20(Suppl 8):13–7.
16. Amgen launches aranespR darbepoetin alfa prefilled sureClickTM autoinjector for treatment of anemia associated with chemotherapy and chronic kidney disease
[Internet]. [cited 2016 Oct 5]. Available from: http://www.amgen.com/media/news-releases/2006/09/amgen-launches-aranespr-darbepoetin-alfa-prefilled-
sureclicktm-autoinjector-for-treatment-of-anemia-associated-with-chemotherapy-and-chronic-kidney-disease/
17. Macdougall IC. CERA (Continuous Erythropoietin Receptor Activator): A new erythropoiesis-stimulating agent for the treatment of anemia. Curr Hematol Rep.
2005;4(6):436–40.
18. Ohashi N, Sakao Y, Yasuda H, Kato A, Fujigaki Y. Methoxy polyethylene glycol-epoetin beta for anemia with chronic kidney disease. Int J Nephrol Renov Dis.
2012;5:53–60.
19. Takahashi T, Yamamoto N, Tamura T, Kunitoh H, Nishiwaki Y, Negoro S. Pharmacokinetic and pharmacodynamic profiles of subcutaneous administration of
continuous erythropoietin receptor activator in lung cancer patients with anemia induced by chemotherapy. Oncol Lett. 2011;2(6):1033–40.
20. Mircera - FDA prescribing information, side effects and uses [Internet]. [cited 2016 Oct 6]. Available from: https://www.drugs.com/pro/mircera.html
21. Levin NW, Fishbane S, Cañedo FV, Zeig S, Nassar GM, Moran JE, et al. Intravenous methoxy polyethylene glycol-epoetin beta for haemoglobin control in patients
with chronic kidney disease who are on dialysis: A randomised non-inferiority trial (MAXIMA). Lancet Lond Engl. 2007;370(9596):1415–21.
22. Kessler M, Martínez-Castelao A, Siamopoulos KC, Villa G, Spinowitz B, Dougherty FC, et al. C.E.R.A. once every 4 weeks in patients with chronic kidney disease not on
dialysis: The ARCTOS extension study. Hemodial Int Int Symp Home Hemodial. 2010;14(2):233–9.
23. Bonomini M, Del Vecchio L, Sirolli V, Locatelli F. New treatment approaches for the anemia of CKD. Am J Kidney Dis Off J Natl Kidney Found. 2016;67(1):133–42.
24. Im SJ, Yang SI, Yang SH, Choi DH, Choi SY, Kim HS, et al. Natural form of noncytolytic flexible human Fc as a long-acting carrier of agonistic ligand, erythropoietin.
PLOS ONE. 2011;6(9):24574.
25. Genexine [Internet]. [cited 2016 Oct 6]. Available from: http://www.genexine.com/
26. Yang SH, Yang SI, Chung YK. A long-acting erythropoietin fused with noncytolytic human Fc for the treatment of anemia. Arch Pharm Res. 2012;35(5):757–9.
27. FibroGen Inc - SEC Filing [Internet]. [cited 2016 Oct 6]. Available from: http://investor.fibrogen.com/mobile.view?c=253783&v=202&d=3&id=aHR0cDovL2F
w a S 5 0 Z W 5 r d 2 l 6 Y X J k L m N v b S 9 m a W x p b m c u e G 1 s P 2 l w Y Wd l P T k 5 M D Q 0 N z Q m R F N F U T 0 x J l N F U T 0 x M D M m U 1 F E R V N D P V N F Q 1 R J T 0 5 f U
EFHRSZleHA9JnN1YnNpZD01Nw%3D%3D
28. Besarab A, Chernyavskaya E, Motylev I, Shutov E, Kumbar LM, Gurevich K, et al. Roxadustat (FG-4592): Correction of anemia in incident dialysis patients. J Am Soc
Nephrol JASN. 2016;27(4):1225–33.
29. Renal and Urology News. ESRD anemia responds to investigational oral drug [Internet]. 2016 [cited 2016 Oct 6]. Available from: http://www.renalandurologynews.
com/anemia/esrd-anemia-responds-to-investigational-oral-drug/article/471105/