Anda di halaman 1dari 23

RENCANA TUGAS MAHASISWA STUDI BIOFARMASETIKA

SEDIAAN OBAT MELALUI MATA

OLEH:
KELOMPOK IV/A4A

1. I Komang Aryawan (19021015)


2. I Nyoman Aditya Putra Waisnawa (19021016)
3. I Nyoman Bayu Krisna (19021017)
4. I Putu Agus Adi Pranata (19021018)
5. I Putu Agus Wiguna (19021019)
6. I Putu Aris Septa Permana (19021020)
7. I Wayan Happy Candra Dinata (19021021)

Dosen Pengampu : Apt. I Gusti Ayu Agung Septiari, S.Farm., M.s

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2021
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puji syukur penulis haturkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan
Yang Maha Esa), karena atas rahmat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Study Biofarmasetika Sediaan Obat Melalui Mata”.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok dalam menempuh
pembelajaran mata kuliah Biofarmasetika dan Farmakokinetika pada semester Genap
tahun akademik 2021.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mengalami beberapa kesulitan dan


hambatan, namun berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, hambatan tersebut dapat
diatasi. Oleh karena itu melalui pengantar ini penulis mengucapkan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada Bapak I Gusti Ngurah Agung Windra W.P.
S.Farm.,M.Sc.,Apt. sebagai Dosen pengampu mata kuliah Biofarmasetika dan
Farmakokinetika di Universitas Bali Internasional

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih sederhana, baik dari segi isi maupun
tata penulisannya. Segala kritik dan saran-saran dari para pembaca sangat diharapkan
demi sempurnanya tulisan ini dan karya penulis berikutnya. Akhirnya penulis berharap,
semoga karya tulis ini ada manfaatnya.

Om Santih Santih Santih Om

Denpasar, 29 Juni 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i

DAFTAR ISI ....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................2
1.3 Tujuan ....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................3

2.1 Anatomi dan Fisiologi ............................................................................3


2.2 Keuntungan dan Kekurangan Sediaan Mata ............................................4
2.2.1 Keuntungan ...................................................................................4
2.2.2 Kekurangan ...................................................................................4
2.3 Rute Penghantaran Obat Melalui Mata ...................................................5
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Obat Mata....................7
2.4.1 Faktor Fisiologi .............................................................................7
2.4.2 Faktor Fisikokimia ........................................................................9
2.4.3 Faktor Formulasi ...........................................................................11
2.5 Strategi Untuk Meningkatkan Bioavailabilitas Obat Melalui Mata ..........14
2.6 Evaluasi Biofarmasetika Sediaan Obat Memalui Mata ............................15
BAB III PENUTUP ..........................................................................................18
3.1 Kesimpulan ............................................................................................18
3.2 Saran ......................................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata adalah organ yang paling menarik karena karakteristik fitrahnya
obat. Untuk penyakit mata, administrasi topikal biasanya lebih dipilih daripada
administrasi sistemik, sebelum mencapai penghalang anatomi komea, setiap
molekul obat yang diberikan melalui rute okuler harus stabil hambatan
precorneal. Ini adalah hambatan pertama yang memperlambat penetrasi bahan
aktif ke dalam mata dan terdiri dari film air mata dan konjungtiva. Obat, setelah
pembangkitan pembangkitan-angsur, membangun mekanisme fisiologis
pelindung, yaitu, produksi air mata, yang meningkatkan pertahanan terhadap
pemberian obat tetes mata. Lain dengan serius tentang penghapusan obat yang
dioleskan dari daerah precorneal adalah rongga hidung, dengan luas permukaan
yang lebih besar dan permeabilitas yang lebih tinggi dari membran mukosa
hidung dibandingkan dengan pemandangan. Penetes nomal digunakan dengan
solusi mata konvensional memberikan sekitar 50-75µl per tetes dan sebagian
dari tetes cepat menguras mata kembali ke volume normal 7µl penduduk. karena
dari obat di depan mata, obat yang sangat tersedia untuk masuk ke jaringan dan
bagian dalam mata. Permeabilitas pengetahuan obat yang cukup rendah dan
kontak sangat kecil waktu sekitar 1-2 menit pada manusia untuk solusi
menanamkan lensa umumnya dari 10% hanya 1-3. Dari jumlah kecil yang
benar-benar menembus koma dan mencapai jaringan intraokular. Pengiriman
obat tidak dibatasi oleh mata yang dibatasi, karena keterbatasan ini dipaksakan
oleh mekanisme pelindung yang efisien.
Obat biasanya dipakai pada mata untuk tujuan pengobatan lokal pada
bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Pengobatan dengan
menyisipkan dan meresapkan obat telah dikembangkan untuk memberikan
penglepasan obat secara terus – menerus. obat ini memiliki kegunaan yang
khusus pada obat-obat yang memberikannya diperlukan siang dan malam.
Karena kapasitas mata untuk menahan atau menyimpan cairan dan salep

1
2

terbatas, umumnya obat mata diberikan dalam volume yang kecil. Preparat
cairan sering diberikan dalam bentuk sediaan tetes dan salep dengan
mengoleskan salep yang tipis pada pelupuk mata. Volume sediaan cair yang
dapat digunakan untuk menyegarkan atau mencuci mata.
Maka sangat penting bagi kita sebagai seorang farmasis untuk bisa dan
mampu memformulasi suatu sediaan obat tetes mata yang harus dibuat steril dan
bebas pirogen.

1.2 Rumusan Masalah


1. Anatomi dan Fisiologi yang berperan dalam penyerapan sediaan mata ?
2. Keuntungan dan kekurangan sediaan obat melalui mata ?
3. Rute/jalur penghantaran obat melalui mata?
4. Factor - factor yang mempengaruhi proses penyerapan obat mata?
5. Strategi untuk meningkatkan bioavailabilitas obat melalui mata?
6. Evaluasi biofarmasetika sediaan obat yang diberikan melalui mata?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fisiologi yang berperan
dalam penyerapan sediaan mata
2. Mahasiswa mampu mengetahui keuntungan dan kekurangan pemberian
sediaan obat melalui mata
3. Mahasiswa mampu mengetahui rute perjalanan obat melalui parenteral
4. Mahasiswa mampu mengetahui faktor – faktor yang dapat mempenaruhi
proses penghantaran obat melalui mata
5. Mahasiswa mampu menjelaskan strategi meningkatkan bioavailabilitas
obat melalui mata
6. Mahasiswa mampu menjelaskan evaluasi biofarmasetika sediaan obat
yang diberikan melalui mata
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi

Kornea merupakan membran transparan multilayer yang terletak paling


luar pada bagian mata, tidak disuplai darah dan mendapatkan nutrisi yang
diperoleh dari humor aquos dan kapiler limbal. Kornea manusia terdiri atas 5
lapisan, yaitu epitelium comeal, membran bowman, stroma, membran descemet,
endotelium. Humor aquor merupakan cairan yang terdapat pada segmen anterior
pada mata, merupakan sumber nutrisi terbesar untuk lensa dan lensa.
Iris merupakan bagian berwarna dari mata, terdiri atas sel epitel
berpigmen dan otot sirkular. Bagian tengan dari iris adalah pupil. Sfingter iris
dan otot dilator membantu dalam menyesuaikan ukuran murid yang mengatur
jumlah cahaya yang masuk ke mata badan siliari, otot berbentuk cincin yang
menempel pada iris terdiri dari otot siliari. Kontraksi dan relaksasi dari otot
ciliary mengontrol bentuk lensa.
Lensa adalah unit kristal dan fleksibel yang terdiri dari lapisan jaringan
tertutup dalam kapsul. Konjungtiva adalah membran mukosa yang melapisi
bagian dalam kelopak mata yang jelas dan menyebar dari sklera anterior hingga
limbus. Hal ini memfasilitasi pelumasan mata karena adanya mukus dan tear
film.
Sclera adalah selubung putih sekitar bola mata dan disebut "bagian putih
mata". Ini bertindak sebagai pelindung utama untuk melindungi organ internal.

3
4

Sclera ini disandingkan dengan jaringan vaskular yang dikenal sebagai koroid,
yang terdapat di antara retina dan sclera. Koroid menyediakan nutrisi sel sel
fotoreseptor di retina.
Retina adalah sensori multilayer, jaringan sensitif terhadap lapisan yang
melapisi bagian dalam mata, berisi jutaan fotoreseptor atau elemen fotosensitif
yang menangkap cahaya dan konversinya menjadi impuls listrik. Impuls ini
menjalar di sepanjang saraf
Konjungtiva adalah selaput tipis bening yang menutupi sklera.
Konjungtiva melapisi permukaan bagian dalam kelopak mata yang terdiri dari
epitel berlapis tidak berkeratin dan sel goblet. Sel goblet menghasilkan mukus
untuk mencegah masuknya mikroorganisme dan sebagai pelumas mata.
Konjungtiva mengisi area permukaan depan mata lebih luas dibandingkan
kornea sehingga memungkinkan penyerapan obat yang lebih besar terjadi
melalui konjungtiva. Absorpsi obat melalui konjungtiva belum signifikan karena
terdapat kapiler darah dan pembuluh limfatik. Kapiler dan limfatik
menyebabkan hilangnya obat ke dalam sirkulasi sistemik. (Netty H, 2016)

2.2 Keuntungan dan Kekurangan Sediaan Mata


2.2.1 Keuntungan
1. Mudah digunakan tanpa bantuan tenaga medis.
2. Meningkatkan kepatuhan pasien dibandingkan rute parenteral
3. Luas permukaan penyerapan besar
4. Menghindari metabolisme hepatik lintas pertama
5. Dosis lebih kecil dibandingkan pemberian peroral
2.2.2 Kekurangan
1. Rendahnya penyerapan obat tetes mata karena permeabilitas kornea

2. Sebagian besar dosis menuju saluran lakrimal dan dapat menyebabkan


efek samping sistemik yang tidak diinginkan.

3. Eliminasi cepat.
5

2.3 Rute Penghantaran Obat Melalui Mata


Rute pemberian obat pada mata dibagi menjadi topikal, lokal, dan
sistemik. Pemberian obat topikal dapat berupa tetes mata atau salep mata,
sedangkan pemberian obat mata lokal dapat diberikan melalui suntikan
periokular dan intraokular. Pemberian obat topikal dan lokal merupakan
pemberian obat terbaik karena obat langsung menuju target jaringan. Pemberian
obat sistemik diberikan melalui oral dan intravena. (Awwad S dkk 2017)
a. Topikal
Pemberian obat mata topikal dapat berupa obat tetes mata dan salep
mata. Tetes mata merupakan rute pemberian topikal yang banyak
digunakan. Rute pemberian topikal memberikan konsentrasi maksimal pada
segmen anterior mata dengan meminimalkan toksisitas sistemik. Efektivitas
terapi topikal memiliki keterbatasan dikarenakan adanya barier penyerapan
di segmen anterior. Volume air mata sekitar 7 μL sampai 10 μL, meskipun
adanya cul-de-sac dapat membesar menjadi 30 μL. Volume satu tetes obat
mata sekitar 50 μL sehingga sebagian kelebihan obat akan di drainase ke
nasolakrimal kemudian masuk ke sirkulasi sistemik. Peningkatan jumlah
obat tetes mata tidak akan memberikan jumlah obat lebih banyak ke mata
tetapi meningkatkan kemungkinan efek samping sistemik. (Awwad S dkk
2017)
Obat topikal dapat menembus segmen anterior setelah melewati
membran sel hidrofobik di epitel kornea, kemudian melewati stroma
hidrofilik, dan terakhir melalui membran sel hidrofobik di endotelium
kornea. Partikel non-ionik lebihlipofilik daripada partikel ionik sehingga
partikel ini lebih mudah melewati membran fosfolipid seluler. Kadar pH
obat dapat disesuaikan dengan persentase obat dalam bentuk terionisasi dan
nonionisasi untuk mengoptimalkan penetrasi obat. Tetes mata tersedia
sebagai larutan atau suspensi air dan lipid. Larutan adalah campuran yang
besifat homogen antara molekul, atom, atau ion dari dua zat. Suspensi
adalah campuran yang bersifat heterogen dan media terdispersi dalam
cairan. Sediaan suspensi memiliki sifat lebih penetrasi terhadap kornea
6

dibandingkan dengan sediaan larutan. Formula tetes mata prednisolon asetat


1% sebagai suspensi tetes mata lebih efektif untuk menekan inflamasi
daripada prednisolon fosfat 1% sebagai larutan tetes mata. (Netty H, 2016)
Penggunaan salep mata meningkatkan waktu kontak obat mata. Salep
berbahan dasar dari minyak mineral dan petrolatum. Minyak mineral
menyebabkan salep meleleh pada suhu tubuh. Kedua bahan tersebut juga
merupakan pelarut lipid yang efektif. Formulasi ini dapat ditoleransi dengan
baik dan aman, namun dapat menyebabkan penglihatan kabur dan iritasi
pada mata. Penggunaan obat salep mata disarankan diberikan pada malam
hari. (Netty H, 2016)
b. Lokal
Injeksi subkonjungtiva atau subtenon dapat melewati hambatan epitel
konjungtiva dan kornea sehingga mudah diserap ke jaringan intraokular.
Injeksi subkonjungtiva, subtenon, dan retrobulbar dapat mencapai tingkat
terapeutik di daerah target yang dituju. Injeksi subkonjungtiva menyuntikan
jarum diantara konjungtiva dan kapsul Tenon. Kapsul Tenon adalah barier
lipofilik sehingga apabila obat hidrofilik disuntikkan ke dalam ruang
subtenon, obat tersebut dapat menembus jaringan intraokular lebih cepat
dibandingkan dengan topikal. Injeksi subtenon memiliki risiko perforasi
lebih besar dibandingkan injeksi subkonjungtiva. Injeksi retrobulbar
biasanya dilakukan untuk anestesi bola mata pada operasi katarak. (Vaz J,
dkk, 2016)
Injeksi intraokular adalah teknik menyuntikan obat secara langsung
ke dalam mata seperti intrastromal di lapisan stroma kornea, intrakameral di
bilik mata depan, dan intravitreal di rongga vitreus. Keuntungan dari injeksi
intraokular adalah memperpendek jarak yang dibutuhkan obat untuk
berdifusi sehingga meningkatkan konsentrasi obat dan mengurangi efek
samping sistemik. Kekurangan dari injeksi intraokuler adalah memiliki sifat
invasif sehingga suntikan berulang dapat menyebabkan komplikasi seperti
perdarahan vitreus, ablasi retina, dan endoftalmitis. Pemberian injeksi
intraokular harus dihindari dari obat dengan bahan pengawet dan dosis
7

berlebih sehingga jaringan mata terlindung dari toksisitas. Tindakan aseptik


harus dilakukan sebelum penyuntikan untuk mencegah terjadinya infeksi.
Injeksi antibiotik intrakameral pada akhir operasi katarak dapat mencegah
endoftalmitis. Injeksi intravitreal merupakan jenis tindakan yang paling
sering dilakukan pada intraokular. Retinopati diabetik, degenerasi makula,
dan endoftalmitis dapat di lakukan penyuntikan intravitreal sebagai terapi.
(Brar V, dkk, 2019)
c. Sistemik
Pemberian obat sistemik dapat berupa peroral atau injeksi intravena.
Semua bentuk pemberian obat oral akan mengalami proses absorpsi. Injeksi
intravena memberikan efek yang lebih cepat dibandingkan dengan oral.
Obat oral akan diabsorpsi oleh saluran pencernaan dan mengalami
metabolisme di hati, sehingga konsentrasi obat yang sampai ke mata akan
minimal. Pemberian obat sistemik agar mencapai dosis terapeutik
diperlukan konsentrasi obat yang relatif tinggi dalam plasma darah untuk
mencapai dosis yang efektif di dalam mata. Barier pemberian obat sistemik
terdapat di saluran pembuluh darah endotel di retina. Obat dengan
kandungan lipid yang tinggi lebih mudah menembus sawar darah mata.
Kloramfenikol memiliki kelarutan tinggi dalam lemak sehingga dapat
menembus sawar darah 20 kali lebih baik daripada penisilin. (Amena S, dkk,
2016)

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Obat Mata


2.4.1 Faktor Fisiologi
Hilangnya obat dari daerah prekorneal adalah efek dari drainase
sekresi udara, absorpsi non-korneal, dan kecepatan proses absorpsi
absorpsil. Secara kolektif proses ini menyebabkan menit waktu
kontak yang khas sekitar 2-4 pada manusia, untuk memberikan solusi
dan bioavailbilitas okular kurang dari 10%. (Ansel, H. 1989)
a. Faktor Prekorneal
8

Faktor prekorneal yang menyebabkan penghentian obat adalah :


- Pergantian air mata yang normal
Air mata cuci dengan kecepatan kira-kira 16% permenit,
kecuali selama periode tidur atau selama anestesi. Volume normal
air mata hanya 7 mikroliter, jadi obat yang menghilang besar
- Drainase solusi yang diberikan
Area prekorneal bisa menampung kira-kira 30 mikroliter,
termasuk air mata pada saat mata tidak berkedip. Volume berkurang
menjadi 10 mikroliter ketika mata berkedip. Oleh karena itu,
kelebihan volume yang diberikan baik tumpahan atau kecepatan
saluran dari saluran nasokrimal dengan absorpsi ke dalam sirkulasi
sistemik. Drainase dari larutan yang diberikan jauh dari mata adalah
penyebab obat dan karenanya mempengaruhi aktivitas biologi pada
mata. drainase berhubungan dengan volume larutan obat yang
diberikan dan peningkatan seiring dengan kecepatan volume.
Kecepatan drainase dari volume yang diberikan meningkatkan
kecepatan sebanding dengan volume cairan pada mata lebih dari
volume normal lakrimal. Kecepatan drainase 100 kali lebih cepat
dari kecepatan absorpsi
- Pengikatan Protein
Air mata umumnya mengandung 0,7% protein dan level
protein meningkat dengan adanya infeksi atau inflamasi. Tidak
seperti darah, kompleks protein-obat yang berlanjut ke sirkulasi, air
mata dapat digunakan dengan cepat sehingga memindahkan kedua
bentuk bebas dan mendukungnya dari. - Penyerapan obat tidak
produktif Setelah pemberian, obat diabsorpsi ke dalam dan
konjungtiva. Luas area konjungtiva 17 kali dari luas dengan 2-30
kali permeabilitas yang lebih besar terhadap banyak obat. Semua
jaringan absorpsi yang lain dirasakan sebagai kehilangan yang tidak
produktif ketika target jaringan adalah bagian dalam mata
b. Faktor Membran
9

Faktor memberan termasuk area yang tersedia untuk absorpsi,


ketebalan, porositas, dan tortuosity (sifat berliku-liku) kornea dan
kesimbangan lipofilik/hidrofilik. Kornea terdiri dari tiga lapisan yaitu
epitel, stroma, dan endothelium.
- Ephitelium
Studi permeabilitas pada lapisan lapisan luar dari ephitelium
sebagai yang menentukan penghalang utama untuk menembus untuk
larut dalam air dan larut lemak. Karena ephitelium larut lemak,
porositas yang rendah dan relatif tortuositas dan ketebalan tinggi,
penetrasi obat yang cepat harus memiliki koefisien partisi lebih dari
1 untuk mencapai kecepatan penetrasi. Walaupun ephitelium dan
endothelium adalah lipofilik, pengukuran permeabilitas udara dari
setiap lapisan endotelium lebih permeabel 2,7 kali dari epithelium.
- Endhothelium
Penetrasi non elektrolit melalui endothelium yang terjadi
secara utama melalui ruang intraseluler.
- Stroma
Stroma pada dasarnya merupakan aseluler, hidrofilik,
porositas tinggi, dan tortuosity yang rendah tapi karena ini
merupakan 90% dari ketebalan kornea, stroma signifikan pada
kontribusi keseuruhan terhadap resistensi. Epithelium sebagai
penentu penilaian barrier untuk senyawa hidrofilik dan stroma untuk
senyawa lipofilik. Ketika nilai absolut dibandingkan senyawa
lipofilik ditemukan memiliki koefisien permeabilitas yang lebih
besar.
2.4.2 Faktor Fisikokimia
Faktor fisiokimia adalah penentu terbesar untuk difusi pasif
melintasi kornea.
a. Koefisien Partisi
Koefisien partisi adalah parameter untuk menentukan status yang
cepat dari potensi penetrasi obat ke membran biologis yang berbeda.
10

Korelasi hubungan koefisien partisi dengan permeabilitas membantu


untuk mendesain obat-obat opthalmik yang permeabilitasnya
optimal. Obat yang hdirofilik (log koefisien partisi < 0), epithelium
memberikan persentase yang besae dari resistensi ke penetrasi
kornea. Untuk obat lipofilik dengan log koefisien partisi 1.6-2.5,
stroma berkontribusi dengan persentase yang signifikan terhadap
resistensi. Keseimbangan lipofilik/hidrofilik yang optimal pada
struktur molekul dari penetrant harus dicapai untuk menghasilkan
efek penetrasi yang cepat melalui barrier lipofilik dan hidrofilik di
kornea.
b. Kelarutan
Kecepatan penetrasi maksimum dicapai oleh permeating obat ke
kornea adalah faktor multiplikatif dari koefisien permeabilitas dan
kelarutan air mata. Jika kelarutan obat rendah, konsentrasinya pada
lapisan air mata perkorneal mungkin dibatasi dan oleh karena itu
kecepatan absorpsi mungkin tidak cukup tinggi untuk mencapai
konsentrasi yang adekuat untuk aktivitas terapetik.
c. Konstanta Ionisasi
pKa dari obat-obat yang dapat terionisasi adalah faktor penting pada
penetrasi korneal. Derajat ionisasi mempengaruhi luas difusi yang
melewati membran. Banyak obat-obatan adalah asam dan basa
lemah dan oleh karena itu sebagian terionisasi pada pH fisiologis.
Rata-rata pH air mata adalah 7.2 dan pKa dari obat sekitar 1 atau 2
dari nilai tersebut, penetrasi kornea akan lebih karena proporsi yang
besar dari dosis yang diadministrasikan akan dalam bentuk tidak
terionisasi. Bentuk ionisasi dari obat sedikit larut lemak, jika fraksi
ini terlalu besar, kecepatan penetrasi kornea mungkin tidak cukup
untuk menghasilkan efek terapeutik pada mata.

d. Berat Molekul
11

Berat molekul berhubungan dengan kekuatan difusional aktif selama


permeasi korneal. Untuk molekul kecil, koefisien difusi
berhubungan terbalik dengan akar kuadrat dari berat molekul.
Molekul besar, koefisien difusi berhubungan terbalik dengan akar
pangkat tiga dari berat molekul. Perubahan berat molekul
menunjukkan hubungan terbalik terhadap permeabilitas.
e. Pengikatan Melanin
Kehadiran melanin dapat mengubah disposisi obat mata. Interaksi
dengan pigmen ini dapat mengubah ketersediaan obat bebas di
tempat yang ditargetkan. Sehingga pengikatan melanin akan
menurunkan aktivitas farmakologis. Melanin dalam jaringan okular
terdapat pada uvea dan RPE. Melanin mengikat radikal bebas dan
obat dengan elektrostatik dan ikatan van der waals atau dengan
transfer muatan sederhana. Dapat disimpulkan bahwa semua obat
lipofilik mengikat melanin. Obat yang terikat dengan melanin
biasanya tidak bisa berikatan dengan reseptor sehingga memerlukan
pemberian dosis yang lebih besar. Keberadaan melanin dalam koroid
dan RPE mempengaruhi tingkat penyerapan obat ke dalam retina
dan vitreous transscleral atau pemberian obat sistemik.
2.4.3 Faktor Formulasi
a. Konsentrasi
Peningkat penetrasi kornea bisa dicapai dengan peningkatan
konsentrasi larutan obat, untuk meningkatkan hasil terapi.
Peningkatan konsentrasi akan menghasilkan larutan yang hipertonis,
yang berpotensi tidak nyaman dan bisa menginduksi peningkatan
lakrimasi yang bisa mempercepat kecepatan drainase dan
mengurang persentase absorpsi.
b. Tonisistas
Tonisitas adalah kemampuan larutan untuk memvariasikan ukuran
dan bentuk sel dengan mengubah jumlah air dalam sel. Tonisitas
adalah istilah yang sering dipertukarkan dengan osmolaritas dan
12

osmolalitas. Sebenarnya, tonisitas menggambarkan efek dari larutan


terhadap volume sel. Larutan isotonik tidak mempunyai efek
terhadap volume sel, sedangkan larutan hipotonik dan hipertonik
akan meningkatkan dan menurunkan volume sel. Larutan dengan
tekanan osmotic lebih rendah daripada cairan tubu(0,9% larutan
NaCl) disebut hipotonik. Sedangkan, larutan dengan tekanan
osmotik yang lebih besar dari cairan fisiologis disebut hipertonik.
Larutan hipertonik yang ditambahkan ke dalam system tubuh
cendrung akan menarik air dari jaringan tubuh dan membawanya ke
dalam larutan, dalam usaha mengencerkan dan membentuk
keseimbangan konsentrasi. Suatu injeksi hipertonik dapat
menyebabkan sel darah menciut pada alirannya, pada mata larutan
akan menarik air menuju tempat di mana larutan tadi dikenakan.
Sebaliknya, bila larutan hipotonik mungkin menimbulkan hemolisis
sel darah merah, atau lintasan air dari tempat pemakaian obat mata
melalui jaringan pada mata. Batas-batas isotonisitas suatu larutan
untuk mata berupa natrium klorida atau ekuivalensinya berkisar
antara 0,6-2,0% tanpa rasa tidak nyaman pada mata. NaCl tidak
dapat dipakai untuk membentuk tekanan osmotic dalam larutan.
Asam borat dengan konsentrasi 1,9% membentuk tekanan osmotic
yang sama dengan yang dibentuk oleh 0,9% NaCI. Semua zat
terlarut dalam larutan untuk mata, melarut termasuk bahan-bahan
pembantu, bahan aktif dan penunjang tekanan osmotic dari larutan.
c. Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus
hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan
campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan
aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda
dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang
suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan
minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat
13

bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang


menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air,
minyak-air dan zat padat- air, membentuk lapisan tunggal dimana
gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke
udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase
minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan
rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik)
mengandung gugus hidroksil.
d. Ukuran Partikel
Peningkatan ukuran partikel pada suspensions ophthalmic akan
meningkatkan bioavaibilitas. Kekurangan: pada ukuran partikel > 10
µm(diameter) menyebabkan rasa tidak nyaman dan peningkatan
sekresi air mata.
- Mikroemulsi
Mikroemulsi adalah disperse air dan minyak yang difasilitasi oleh
kombinasi oleh surfaktan dan kosurfaktan dengan cara mengurangi
tegangan antar muka. Ditandai dengan stabilitas termodinamika
yang tinggi, ukuran tetesan kecil(sekitar 100nm) dan penampilan
yang jelas. Penampilan transaparan, ukuran berkisar dari 100-1000
angstrom. Dimanfaatkan untuk meningkatkan peresapan dikornea.
Formulasi ini memberikan pelepasan obat diperpanjang sehingga
mengurangi frekuensi pemberian obat.
- Nanosuspensi
Didefinisikan sebagai koloid submicron yang kelarutannya buruk
tergantung dari media disperse dan dapat distabilkan oleh
surfaktan. Nanosuspensi terdiri dari pembawa koloid seperti resin
polimer yang inert di alam. Di gunakan untuk membantu
meningkatkan kelarutan obat dan juga bioavaibilitasnya. Tidak
seperti mikroemulsi, nanosuspensi ini non iritasi.
- Nanopartikel
14

Didefinisikan sebagai partikel dengan diameter kurang dari 1 um


terdiri dari biodegradable atau non polimer terurai secara hayati,
lipid, fosfolipid atau logam. Penyerapan dan distribusi nanopartikel
tergantung pada ukurannya. (Ansel, H. 1989)

2.5 Strategi Untuk Meningkatkan Bioavailabilitas Obat Melalui Mata


Pada sediaan obat tetes mata bioavailabilitasnya sangat rendah
dikarenakan adanya barrier mata seperti:
- Drainase nasolacrimal
- Lapisan air mata
- Absorpi kornea atau konjugtiva
Maka dari itu dilakukan penghantaran pelepasan obat diperlambat yang
tujuannya untuk meningkatkan bioavailabilitas obat, menurunkan efek samping
obat, dan menurunkan frekuensi pemberian obat. Selain itu bioavailabilitas
okular dari tetes mata dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan penyerapan
melalui kornea dan waktu tinggal obat di permukaan bola mata. Zat-zat yang
digunakan untuk mencapai kedua hal tersebut antara lain zat penguat, agen
pengental, dan siklodekstrin.
Penyisipan okular dan implan merupakan jenis dari penghantaran
pelepasan yang diperlambat dengan melepaskan obat secara perlahan-lahan ke
target jaringan yang bertujuan untuk meningkatkan bioavailabilitas obat.
Penyisipan ocular. Tetes mata diberikan secara berkala bertujuan menjaga
kuantitas obat tidak turun yang diakibatkan oleh barier mata seperti berkedip,
drainase nasolakrimal, kornea, konjungtiva, dan sawar darah akuos. Penggunaan
dosis tinggi menyebabkan efek samping lokal maupun sistemik. Konsentrasi
obat di mata sangat bervariasi tergantung dari teknik pemberian dan kepatuhan
pasien terhadap pemakaian obat Penyisipan okular memiliki kelebihan
menurunkan efek samping obat, meningkatkan bioavailabilitas, mencegah
ketidakpatuhan pasien menggunakan obat tetes mata (Aditya, 2020)
Implan intraokular dirancang khusus untuk melepaskan obat secara
terkontrol dalam waktu lama. Penggunaan implan ini dapat menghindari
15

beberapa suntikan intraokular dan komplikasinya. Pemberian implan intraokular


untuk daerah segmen posterior. Implan dipasang secara intravitreal dengan
membuat sayatan melalui operasi minor di pars plana. Implan okular tersedia
sebagai pelepasan obat yang biodegradable dan nonbiodegradable. Implan non-
biodegradable memberikan pelepasan obat yang tahan lama dibandingkan
dengan implan biodegradable. Penggunaan implant biodegradable tidak perlu
untuk dilakukan pengangkatan kembali. (Aditya, 2020)

2.6 Evaluasi Biofarmasetika Sediaan Obat Memalui Mata


Evaluasi sediaan optalmik terdiri dari pengujian pH, Kejernihan, Sterilitas,
dan Pirogenitas (Depkes RI, 2014)
- Uji pH dilakukan dengan pH meter atau kertas indicator universal, pH sediaan
optalmik harus disesuaikan dengan pH mata yaitu (7,4). Sebelumnya pH
meter di kalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan dapar, kemudian pH
meter dimasukkan kedalam wadah yang berisi sampel uji lalu ditunggu
sampai angka konstan
- Uji kejernihan dilakukan secara visual dilakukan dengan cara penetapan
menggunakan tabung reaksi dialas datar dengan diameter dalam 15-25 mm,
tidak berwarna, transparan dan terbuat dari kaca netral. Larutan uji
dibandingkan dengan suspensi padanan yang dibuat segar, setinggi 40 mm.
Kedua larutan dibandingkan di bawah cahaya yang terdifusi 5 menit, setelah
pembuatan suspensi padanan tegak lurus ke arah bawah tabung menggunakan
latar belakang berwarna hitam . Difusi cahaya harus sedemikian rupa
sehingga suspensi padanan I dapat dibedakan dari air dan suspense padanan
II dapat dibedakan dari suspense padanan I
- Uji Sterilitas dilakukan dengan 2 metode
1. Metode Prosedur Uji Inokulasi Langsung ke dalam media uji Uji pada
cairan, pindahkan cairan dari wadah uji menggunakan pipet atau jarum
suntik steril. Secara aseptic inokulasikan sejumlah tertentu bahan dari tiap
wadah uji ke dalam tabung media. Campur cairan dengan media tanpa
aerasi berlebihan. Inkubasi dalam media sesuai dengan prosedur umum
16

selama tidak kurang 14 hari. Amati pertumbuhan pada media secara visual
sesering mungkin sekurang-kurangnya pada hari ke 3 atau ke 4 atau ke 5,
pada hari ke 7 atau ke 8 dan pada hari terakhir masa uji. Jika zat uji
meyebabkan media menjadi keruh sehingga ada atau tidaknya
pertumbuhan mikroba tidak segera dapat ditentukan secara visual,
pindahkan sejumlah memadai media kedalam tabung baru berisi media
yang sama, sekurangnya 1 kali antara hari ke 3 dan ke 7 sejak pengujian
dimulai. Lanjutkan inkubasi media awal dan media baru selama total
waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal
2. Penyaringan membrane
- Dibuat cairan pengencer dan pembilas untuk penyaringan membrane
dengan cara dilarutkan 1 gram peptic digest of animal tissue didalam air
hingga 1 litter jika perlu saring atau sentrifus hingga jernih, pH diatur
hingga 7,1 kurang lebih 0,2. Dibagikan kedalam wadah-wadah dan
disterilisasi menggunakan proses yang telah di validasi
- Jika perlu cairan pengencer dipindahkan dalm jumlah kecil ke dalam
membrane dan disaring
- Isi dari wadah yang akan diuji dipindahkan ke dalam satu membran atau
beberapa membrane, jika perlu diencerkan dengan pengencer steril yang
dipilih sesuai volume yang digunakan pada Uji Kesesuaian Metode,
tetapi jumlah yang digunakan dari yang tertera pada tabel jumlah
minimum yang digunakan untuk tiap media dan tabel jumlah minimum
bahan yang diuji sesuai dengan jumlah bahan dalam bets
- Disaring segera dan cuci membrane tidak kurang dari 3 kali jika sediaan
mempunyai daya antimikroba dengan cara menyaring tiap kali dengan
sejumlah volume pengencer yang digunakan pada uji Kesesuaian
Metode. Tiap pencucian tidak lebih dari 5 X 100 ml per membrane
- Membrane secara utuh satau membrane yang sudah dipotong menjadi
dua bagaian yang sama dipindahkan kedalam media yang sesuai secara
aseptic
17

- Digunakan volume yang sama pada tiap media. Sebagai pilihan lain,
media dipindahkan ke dalam membrane pada alat penyaring
- Media diinkubasi selama tidak kurang 14 hari.
- Uji pirogenitas Kelinci ditempatkan dalam kandang dengan suhu kira-kira 20-
230° C. larutan parenteral yang diuji disuntikkan dengan dosis 10 ml per kg
bobot badan kelinci, melalui vena tepi telinga dan penyuntikan dilakukan
selama waktu 10 menit. Suhu direkam secara berturut-turut antara jam
pertama sampai jam ketiga stelah penyuntikan dengan selang waktu 30 menit.
Dan dapat juga sediaan uji diteteskan atau diaplikasikan pada mata kelinci
dan diamati setelah beberapa hari pemberian sediaan uji.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Anatomi dari mata tediri dari Kornea, iris, lensa, sclera, retina, konjungtiva
2. Sediaan mata mempunyai keuntungan dan kerugian. Adapun
keuntungannya yaitu mudah digunakan tanpa bantuan tenaga medi,
meningkatkan kepatuhan pasien dibandingkan rute parenteral, bobot
molekul rendah, luas permukaan penyerapan besar, menghindari
metabolisme hepatik lintas pertama. Untuk kekurangan sediaan mata yaitu
dosis lebih kecil dibandingkan pemberian peroral, rendahnya penyerapan
obat tetes mata karena permeabilitas kornea, sebagian besar dosis menuju
saluran lakrimal dan dapat menyebabkan efek samping sistemik yang tidak
diinginkan, dan eliminasi cepat.
3. Rute pemberian obat pada mata dibagi menjadi topikal, lokal, dan sistemik.
Pemberian obat topikal dapat berupa tetes mata atau salep mata, sedangkan
pemberian obat mata lokal dapat diberikan melalui suntikan periokular dan
intraokular. Pemberian obat topikal dan lokal merupakan pemberian obat
terbaik karena obat langsung menuju target jaringan. Pemberian obat
sistemik diberikan melalui oral dan intravena.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyerapan sediaan mata yaitu
faktor fisiologi terdapat faktor prekorneal, faktor memberan kemudian
faktor fisikokimia terdapat koefisien partisi, kelarutan, konstanta ionisasi,
berat molekul, pengikatan melanin.
5. Strategi untuk meningkatkan bioavailabilitas sediaan obat mata khusunya
tetes mata yaitu dengan dilakukan penghantaran pelepasan obat diperlambat
yang tujuannya untuk meningkatkan bioavailabilitas obat, menurunkan efek
samping obat, dan menurunkan frekuensi pemberian obat. Selain itu
bioavailabilitas okular dari tetes mata dapat ditingkatkan dengan cara
meningkatkan penyerapan melalui kornea dan waktu tinggal obat di
permukaan bola mata. Zat-zat yang digunakan untuk mencapai kedua hal
tersebut antara lain zat penguat, agen pengental, dan siklodekstrin.

18
19

6. Evaluasi sediaan optalmik terdiri dari pengujian pH, Kejernihan, Sterilitas,


dan Pirogenitas. Uji pH dilakukan dengan pH meter atau kertas indicator
universal, pH sediaan optalmik harus disesuaikan dengan pH mata. Uji
kejernihan dilakukan secara visual dengan latar belakang hitam dan putih
serta pencahayaan yang baik, uji kejernihan harus terbebas dari partikel-
partikel kecil. Uji Sterilitas dilakukan dengan menggunakan media
pertumbuhan bakteri dan jamur lalu media tersebut diinkubasi, setelah
diinkubasi dilihat apakah ada pertumbuhan mikroorganisme pada media
tersebut. Uji pirogenitas biasanya menggunakan kelinci sebagai hewan
percobaan, sediaan uji diteteskan atau diaplikasikan pada mata kelinci dan
diamati setelah beberapa hari pemberian sediaan uji.

3.2 Saran
Diharapkan agar mahasiswa mampu mengerti dan memahami kembali
mengenai materi pemberian obat melalui mata dalam bidang farmasi sehingga
dapat menambah pengetahuan mahasiswa
DAFTAR PUSTAKA

Aditya Apriyanto Haryono. 2020. Desain dan Metode Penghantaran Obat Mata.
Bandung : Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran
Ansel,H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Penerjemah:
farida Ibrahim. Jakarta : UI-Press.
Amena S, Begum S, Sultana N, Sohail SA, Uddin SA. Advanced approaches of
ocular drug delivery system. J Innov Pharm Biol Sci. 2016;3 (4):148–56.
Awwad S, Mohamed AHA, Sharma G, Heng JS, Khaw PT, Brocchini S, dkk.
Principles of pharmacology in the eye. Br J Pharmacol. 2017;174(23):4205–
23.
Brar V, Law S, Lindsey J, Mackey D, Schultze R, Singh R, dkk. Pharmacologic
principles. Dalam: Fundamentals and principles of ophthalmology. San
Francisco: The American Academy of Ophthalmology; 2019. hlm. 349–68.
DepKesRI . 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Netty H, Darko Y, Bamiro OA, Addo RT. Drug delivery to specific compartments
of the eye. Dalam: Ocular drug delivery: advances, challenges and applications.
Jackson: Springer; 2016. hlm. 37–52.
Vaz J, Marques F, Fernendes R, Alves C, Velpandian T. Drug transport across blood-
ocular barriers and pharmacokinetics. Dalam: Pharmacology of ocular
therapeutics. Switzerland: Springer; 2016. hlm. 37–64.

Anda mungkin juga menyukai