OLEH:
KELOMPOK IV/A4A
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Puji syukur penulis haturkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan
Yang Maha Esa), karena atas rahmat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Study Biofarmasetika Sediaan Obat Melalui Mata”.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok dalam menempuh
pembelajaran mata kuliah Biofarmasetika dan Farmakokinetika pada semester Genap
tahun akademik 2021.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih sederhana, baik dari segi isi maupun
tata penulisannya. Segala kritik dan saran-saran dari para pembaca sangat diharapkan
demi sempurnanya tulisan ini dan karya penulis berikutnya. Akhirnya penulis berharap,
semoga karya tulis ini ada manfaatnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
terbatas, umumnya obat mata diberikan dalam volume yang kecil. Preparat
cairan sering diberikan dalam bentuk sediaan tetes dan salep dengan
mengoleskan salep yang tipis pada pelupuk mata. Volume sediaan cair yang
dapat digunakan untuk menyegarkan atau mencuci mata.
Maka sangat penting bagi kita sebagai seorang farmasis untuk bisa dan
mampu memformulasi suatu sediaan obat tetes mata yang harus dibuat steril dan
bebas pirogen.
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fisiologi yang berperan
dalam penyerapan sediaan mata
2. Mahasiswa mampu mengetahui keuntungan dan kekurangan pemberian
sediaan obat melalui mata
3. Mahasiswa mampu mengetahui rute perjalanan obat melalui parenteral
4. Mahasiswa mampu mengetahui faktor – faktor yang dapat mempenaruhi
proses penghantaran obat melalui mata
5. Mahasiswa mampu menjelaskan strategi meningkatkan bioavailabilitas
obat melalui mata
6. Mahasiswa mampu menjelaskan evaluasi biofarmasetika sediaan obat
yang diberikan melalui mata
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi
3
4
Sclera ini disandingkan dengan jaringan vaskular yang dikenal sebagai koroid,
yang terdapat di antara retina dan sclera. Koroid menyediakan nutrisi sel sel
fotoreseptor di retina.
Retina adalah sensori multilayer, jaringan sensitif terhadap lapisan yang
melapisi bagian dalam mata, berisi jutaan fotoreseptor atau elemen fotosensitif
yang menangkap cahaya dan konversinya menjadi impuls listrik. Impuls ini
menjalar di sepanjang saraf
Konjungtiva adalah selaput tipis bening yang menutupi sklera.
Konjungtiva melapisi permukaan bagian dalam kelopak mata yang terdiri dari
epitel berlapis tidak berkeratin dan sel goblet. Sel goblet menghasilkan mukus
untuk mencegah masuknya mikroorganisme dan sebagai pelumas mata.
Konjungtiva mengisi area permukaan depan mata lebih luas dibandingkan
kornea sehingga memungkinkan penyerapan obat yang lebih besar terjadi
melalui konjungtiva. Absorpsi obat melalui konjungtiva belum signifikan karena
terdapat kapiler darah dan pembuluh limfatik. Kapiler dan limfatik
menyebabkan hilangnya obat ke dalam sirkulasi sistemik. (Netty H, 2016)
3. Eliminasi cepat.
5
d. Berat Molekul
11
selama tidak kurang 14 hari. Amati pertumbuhan pada media secara visual
sesering mungkin sekurang-kurangnya pada hari ke 3 atau ke 4 atau ke 5,
pada hari ke 7 atau ke 8 dan pada hari terakhir masa uji. Jika zat uji
meyebabkan media menjadi keruh sehingga ada atau tidaknya
pertumbuhan mikroba tidak segera dapat ditentukan secara visual,
pindahkan sejumlah memadai media kedalam tabung baru berisi media
yang sama, sekurangnya 1 kali antara hari ke 3 dan ke 7 sejak pengujian
dimulai. Lanjutkan inkubasi media awal dan media baru selama total
waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal
2. Penyaringan membrane
- Dibuat cairan pengencer dan pembilas untuk penyaringan membrane
dengan cara dilarutkan 1 gram peptic digest of animal tissue didalam air
hingga 1 litter jika perlu saring atau sentrifus hingga jernih, pH diatur
hingga 7,1 kurang lebih 0,2. Dibagikan kedalam wadah-wadah dan
disterilisasi menggunakan proses yang telah di validasi
- Jika perlu cairan pengencer dipindahkan dalm jumlah kecil ke dalam
membrane dan disaring
- Isi dari wadah yang akan diuji dipindahkan ke dalam satu membran atau
beberapa membrane, jika perlu diencerkan dengan pengencer steril yang
dipilih sesuai volume yang digunakan pada Uji Kesesuaian Metode,
tetapi jumlah yang digunakan dari yang tertera pada tabel jumlah
minimum yang digunakan untuk tiap media dan tabel jumlah minimum
bahan yang diuji sesuai dengan jumlah bahan dalam bets
- Disaring segera dan cuci membrane tidak kurang dari 3 kali jika sediaan
mempunyai daya antimikroba dengan cara menyaring tiap kali dengan
sejumlah volume pengencer yang digunakan pada uji Kesesuaian
Metode. Tiap pencucian tidak lebih dari 5 X 100 ml per membrane
- Membrane secara utuh satau membrane yang sudah dipotong menjadi
dua bagaian yang sama dipindahkan kedalam media yang sesuai secara
aseptic
17
- Digunakan volume yang sama pada tiap media. Sebagai pilihan lain,
media dipindahkan ke dalam membrane pada alat penyaring
- Media diinkubasi selama tidak kurang 14 hari.
- Uji pirogenitas Kelinci ditempatkan dalam kandang dengan suhu kira-kira 20-
230° C. larutan parenteral yang diuji disuntikkan dengan dosis 10 ml per kg
bobot badan kelinci, melalui vena tepi telinga dan penyuntikan dilakukan
selama waktu 10 menit. Suhu direkam secara berturut-turut antara jam
pertama sampai jam ketiga stelah penyuntikan dengan selang waktu 30 menit.
Dan dapat juga sediaan uji diteteskan atau diaplikasikan pada mata kelinci
dan diamati setelah beberapa hari pemberian sediaan uji.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Anatomi dari mata tediri dari Kornea, iris, lensa, sclera, retina, konjungtiva
2. Sediaan mata mempunyai keuntungan dan kerugian. Adapun
keuntungannya yaitu mudah digunakan tanpa bantuan tenaga medi,
meningkatkan kepatuhan pasien dibandingkan rute parenteral, bobot
molekul rendah, luas permukaan penyerapan besar, menghindari
metabolisme hepatik lintas pertama. Untuk kekurangan sediaan mata yaitu
dosis lebih kecil dibandingkan pemberian peroral, rendahnya penyerapan
obat tetes mata karena permeabilitas kornea, sebagian besar dosis menuju
saluran lakrimal dan dapat menyebabkan efek samping sistemik yang tidak
diinginkan, dan eliminasi cepat.
3. Rute pemberian obat pada mata dibagi menjadi topikal, lokal, dan sistemik.
Pemberian obat topikal dapat berupa tetes mata atau salep mata, sedangkan
pemberian obat mata lokal dapat diberikan melalui suntikan periokular dan
intraokular. Pemberian obat topikal dan lokal merupakan pemberian obat
terbaik karena obat langsung menuju target jaringan. Pemberian obat
sistemik diberikan melalui oral dan intravena.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyerapan sediaan mata yaitu
faktor fisiologi terdapat faktor prekorneal, faktor memberan kemudian
faktor fisikokimia terdapat koefisien partisi, kelarutan, konstanta ionisasi,
berat molekul, pengikatan melanin.
5. Strategi untuk meningkatkan bioavailabilitas sediaan obat mata khusunya
tetes mata yaitu dengan dilakukan penghantaran pelepasan obat diperlambat
yang tujuannya untuk meningkatkan bioavailabilitas obat, menurunkan efek
samping obat, dan menurunkan frekuensi pemberian obat. Selain itu
bioavailabilitas okular dari tetes mata dapat ditingkatkan dengan cara
meningkatkan penyerapan melalui kornea dan waktu tinggal obat di
permukaan bola mata. Zat-zat yang digunakan untuk mencapai kedua hal
tersebut antara lain zat penguat, agen pengental, dan siklodekstrin.
18
19
3.2 Saran
Diharapkan agar mahasiswa mampu mengerti dan memahami kembali
mengenai materi pemberian obat melalui mata dalam bidang farmasi sehingga
dapat menambah pengetahuan mahasiswa
DAFTAR PUSTAKA
Aditya Apriyanto Haryono. 2020. Desain dan Metode Penghantaran Obat Mata.
Bandung : Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran
Ansel,H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Penerjemah:
farida Ibrahim. Jakarta : UI-Press.
Amena S, Begum S, Sultana N, Sohail SA, Uddin SA. Advanced approaches of
ocular drug delivery system. J Innov Pharm Biol Sci. 2016;3 (4):148–56.
Awwad S, Mohamed AHA, Sharma G, Heng JS, Khaw PT, Brocchini S, dkk.
Principles of pharmacology in the eye. Br J Pharmacol. 2017;174(23):4205–
23.
Brar V, Law S, Lindsey J, Mackey D, Schultze R, Singh R, dkk. Pharmacologic
principles. Dalam: Fundamentals and principles of ophthalmology. San
Francisco: The American Academy of Ophthalmology; 2019. hlm. 349–68.
DepKesRI . 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Netty H, Darko Y, Bamiro OA, Addo RT. Drug delivery to specific compartments
of the eye. Dalam: Ocular drug delivery: advances, challenges and applications.
Jackson: Springer; 2016. hlm. 37–52.
Vaz J, Marques F, Fernendes R, Alves C, Velpandian T. Drug transport across blood-
ocular barriers and pharmacokinetics. Dalam: Pharmacology of ocular
therapeutics. Switzerland: Springer; 2016. hlm. 37–64.