Anda di halaman 1dari 8

Manajemen Pencatatan dan Pelaporan

Surveilans epidemiologi DBD di puskesmas meliputi kegiatan pengumpulan dan


pencatatan data tersangka DBD untuk melakukan Penyelidikan Epidemiologi
(PE). Di samping itu, di tingkat puskesmas juga melakukan kegiatan pengolahan
dan penyajian data untuk pemantauan KLB berdasarkan laporan mingguan KLB;
laporan bulanan kasus/kematian DBD dan program pemberantasan DBD; data
dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD; dan penentuan stratifikasi desa,
distribusi kasus DBD, penentuan musim penularan (Dirjen PP dan PL, 2011: 37)

Manajemen Pencatatan
Dalam surveilans, kegiatan pengumpulan data merupakan satu kegiatan yang
utama. Data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi yang jelas, tepat dan ada
hubunganya dengan penyakit yang bersangkutan. Pengumpulan data dapat
dilakukan dengan cara surveilans aktif dan surveilans pasif. Surveilans aktif
dilakukan petugas surveilans dengan cara melakukan kunjungan ke unit sumber
data di puskesmas, rumah sakit, laboratorium dan/atau langsung di masyarakat
serta sumber data lain seperti riset dan penelitian yang berkaitan secara teratur
terhadap satu atau lebih penyakit pada waktu tertentu. Surveilans aktif biasanya
digunakan bila ada penyakit baru yang ditemukan. Sedangkan surveilans pasif
dilakukan pengumpulan data oleh petugas surveilans di tingkat puskesmas sampai
nasional tentang kejadian penyakit dalam masyarakat yang dilaporkan secara
teratur baik melalui rumah sakit, pusksemas atau instansi kesehatan lainnya
(Dirjen PP dan PL, 2003: 15; Amirudin, 2013: 51).

Alat pengumpul data yang sering digunakan dalam kegiatan surveilans


epidemiologi adalah kuesioner. Menurut Languir dalam Amirudin (2012: 52) dan
Dirjen PP dan PL (2003: 15) sumber data yang digunakan dalam kegiatan
surveilans epidemiologi adalah sebagai berikut:
1. Pencatatan Kematian
Pencatatan kematian yang dilakukan di tingkat desa/kelurahan dilaporkan
kepada kantor kelurahan kemudian ke kantor kecamatan dan puskesmas.

2. Laporan Penyakit
Laporan penyakit digunakan untuk mengetahui distribusi penyakit.
Informasi yang ada di laporan penyakit meliputi nama penderita, nama
orang tua penderita jika penderita masih anak-anak, umur, jenis kelamin,
alamat lengkap, diagnosis dan tanggal mulai sakit jika diketahui.

3. Laporan Wabah
Laporan wabah digunakan apabila suatu penyakit terjadi dalam bentuk
wabah, misalnya keracunan makanan, influenza, demam berdarah dan lain
sebagainya.

4. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium merupakan sarana yang digunakan untuk mengetahui
kuman/virus penyebab penyakit dan pemeriksaan lainya seperti: gula
darah, urine dan lain sebagainya. Hasil dari pemeriksaan laboratorium
dapat digunakan sebagai penunjang sumber data lain.

5. Penyelidikan kasus
Penyelidikan kasus dilakukan untuk memastikan diagnosis penyakit
penderita yang dilaporkan dan mengetahui banyak hal lainnya yang perlu
dilakukan penyelidikan lengkap.

6. Penyelidikan wabah
Penyelidikan wabah dilakukan apabila terjadi peningkatan frekuensi
penyakit yang melebihi frekuensi biasanya. Kegiatan penyelidikan wabah
meliputi semua bidang, baik klinis, laboratoris maupun epidemiologis.
7. Survei
Survei adalah suatu cara penelitian epidemiologi untuk mengetahui
prevalensi penyakit.

8. Laporan penyelidikan vektor penyakit


Laporan penyelidikan vektor penyakit digunakan untuk surveilans
penyakit yang bersumber pada binatang.

9. Penggunaan obat dan vaksin


Keterangan obat yang meliputi jenis, jumlah dan waktu digunakan serta
efek samping dari obat tersebut dapat memberi petunjuk mengenai
penyakit yang diderita.

10. Keterangan penduduk atau kondisi lingkungannya


Keterangan tentang penduduk penting untuk menetapkan resiko penyakit
pada populasi dan untuk melengkapi gambaran epidemiologi dari
penyakit.

.
Manajemen Pelaporan
Setiap puskesmas melaporkan kasus suspek infeksi Dengue ke Dinas Kesehatan
Kab./Kota. Puskesmas wajib melaporkan kasus infeksi dengue yang dapat
didiagnosis oleh puskesmas dalam waktu 24 jam menggunakan form KD-PKM-
DBD/DP-DBD. Puskesmas dapat merujuk kasus (DD,DBD,SSD) yang tidak
dapat ditangani pihak puskesmas. Laporan lain yang digunakan oleh puskesmas
adalah formulir K-DBD sebagai laporan bulanan, Rekapan W2 sebagai rekapan
mingguan, formulir W1 jika terjadi KLB dan Laporan STP (Sistem Terpadu
Penyakit).
Manajemen Pencatatan dan Pelaporan Surveilans Demam Berdarah di
Puskesmas Panyileukan
Pelaksanaan surveilans penyakit DBD dibantu oleh kader jumantik yang
mengumpulkan data terkait faktor risiko penyakit DBD pada setiap rumah di
wilayah kerja Puskesmas Panyileukan. Kader jumantik selanjutnya mencatat hasil
pemantauan jentik pada kartu jentik dan diletakkan di tempat yang mudah terlihat
oleh koordinator jumantik. Koordinator jumantik melakukan rekapitulasi dan
melaporkan kepada Supervisor Jumantik/Pokja DBD sebulan sekali. Supervisor
jumantik/Pokja DBD melakukan penghitungan ABJ dan melaporkan kepada
Puskesmas setiap bulan. Petugas Puskesmas melakukan rekapitulasi dan analisis
ABJ lalu melaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Bandung. Gambaran pelaksanaan
sistem surveilans penyakit DBD di Puskesmas Panyileukan berdasarkan
komponen sistem adalah sebagai berikut:

1. Komponen Input
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah petugas surveilans penyakit
DBD di Puskesmas Panyileukan adalah satu orang yang merupakan koordinator
program DBD. Di Puskesmas Panyileukan tidak ada petugas khusus surveilans,
namun koordinator program merangkap menjadi petugas surveilans. Pendidikan
terakhir petugas surveilans adalah D3 kesehatan lingkungan dan sudah pernah
mendapatkan pelatihan surveilans epidemiologi. Selain itu tenaga yang membantu
dalam pelaksanaan surveilans DBD adalah kader jumantik yang sebelumnya telah
mendapatkan pelatihan terkait tugas kader jumantik. Satu orang jumantik
bertanggung jawab memantau 10 sampai dengan 20 rumah.
Jenis data yang tersedia pada surveilans DBD di Puskesmas Panyileukan
adalah data kasus DBD, data positif/negatif jentik, data wilayah endemis dan data
pelaksanaan fogging. Data pelaksanaan penyuluhan DBD dan data daftar
inventaris stok bahan dan alat fogging/larvasida tidak tersedia. Sumber perolehan
data tersebut berasal dari kader jumantik dan kunjungan pasien DBD di
puskesmas. Sarana yang tersedia untuk mendukung kegiatan surveilans DBD ini
adalah peralatan fogging, form pengumpulan data, satu unit komputer. Sumber
dana untuk kegiatan surveilans DBD berasal dari APBD Kota Surabaya.
Berdasarkan keterangan dari petugas surveilans, dana untuk kegiatan surveilans
DBD sudah tercukupi. Pedoman yang digunakan oleh Puskesmas Panyileukan
dalam melaksanakan program DBD adalah Buku Saku Pengendalian Demam
Berdarah Dengue (DBD) untuk Pengelola Program DBD Puskesmas Tahun 2013.
Belum terdapat pedoman khusus terkait surveilans epidemiologi penyakit DBD.

2. Komponen Proses
Pelaksanaan kegiatan surveilans DBD di Puskesmas Panyileukan terdiri
dari proses pengumpulan data, pengolahan dan analisis data serta diseminasi
informasi. Pada proses pengumpulan data dilakukan secara aktif dan pasif.
Surveilans aktif dilakukan oleh kader jumantik untuk pemeriksaan keberadaan
jentik nyamuk di setiap rumah. Kader mengumpulkan data ke puskesmas setiap
minggu. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan salah satu informan,
kendala kader dalam proses pengumpulan data adalah sulitnya memantau rumah-
rumah orang kaya dan industri atau perusahaan sekitar wilayah puskesmas.
Terkadang kader jumantik tidak diperbolehkan masuk, jadi hal tersebut terlepas
dari pantauan jumantik. Kendala lain adalah jumantik terlambat mengumpulkan
data ke puskesmas. Selain itu tidak ada data absensi ketepatan dan kelengkapan
pengumpulan data, sehingga belum bisa menghitung persentase ketepatan dan
kelengkapan data. Hal ini dikarenakan sistem monitoring terhadap ketepatan
laporan belum berjalan dengan baik.
Surveilans pasif dilakukan pada saat ada pasien yang datang ke puskesmas
dan terdiagnosis DBD. Surveilans aktif kembali dilakukan dengan melaksanakan
Penyelidikan Epidemiologi (PE) pada pasien yang terdiagnosis DBD. Puskesmas
mengumpulkan data kasus DBD ke Dinas Kesehatan Kota Surabaya setiap bulan.
Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yakni dengan form manual dan
komputerisasi. Data yang terkumpul kemudian di-entry ke komputer kemudian
diolah dalam bentuk rekapan data kasus DBD per bulan. Penyajian data dalam
bentuk tabel dan grafik maksimum minimum dan peta daerah endemis DBD.
Analisis data epidemiologi merupakan langkah penting dalam surveilans
terutama terhadap variabel (orang, tempat, waktu) (Depkes RI, 2003). Pengolahan
dan analisis data belum menghasilkan keluaran informasi secara epidemiologis
karena data belum diolah berdasarkan orang (umur dan jenis kelamin).
Karakteristik kasus berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu dapat
menggambarkan pola penyakit pada populasi dan kemudian dapat digunakan
sebagai petunjuk mencari etiologinya. Data berdasarkan variabel orang (umur,
jenis kelamin) merupakan karakteristik individu yang dapat dihubungkan dengan
paparan atau kerentanan terhadap penyakit DBD, karena menurut Lestari (2007)
dan WHO (2009) penyakit DBD lebih banyak menyerang kelompok umur anak-
anak. Selain itu pengolahan data Pemantauan Jentik Berkala (PJB) dan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) tidak dilakukan. Hasil olahan dan analisis
data belum dilakukan interpretasi dalam bentuk narasi atau deskripsi.

3. Komponen Output
Informasi epidemiologi yang dihasilkan dari berupa laporan ke Dinas
Kesehatan Kota Surabaya. Informasi epidemiologis tersebut meliputi jumlah
kasus DBD, Insidence Rate (IR), Case Fatality Rate (CFR) dan Angka Bebas
Jentik (ABJ) serta menyajikan pemetaan daerah endemis DBD. Informasi kasus
DBD belum menunjukkan spesifik berdasarkan orang (umur, jenis kelamin,
pendidikan,dll). Informasi tentang daftar inventaris serta stok bahan dan alat
fogging/larvasida tidak tersedia. Informasi tentang pelaksanaan penyuluhan dan
PSN juga tidak tersedia. Laporan hasil kegiatan surveilans DBD selain diberikan
kepada Dinas Kesehatan Kota Surabaya, didiseminasikan juga ke masyarakat.
Namun belum dilakukan diseminasi informasi kepada pihak-pihak pemegang
kebijakan atau lintas sektor.
Umpan balik merupakan salah satu kunci keberhasilan kegiatan surveilans
Laporan yang telah diberikan ke Dinas Kesehatan Kota Surabaya selanjutnya
mendapatkan umpan balik dari pihak Dinas Kesehatan ke Puskesmas. Umpan
balik oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya diberikan melalui aplikasi WhatsApp
dan pertemuan evaluasi kinerja petugas surveilans puskesmas. Selain itu pihak
puskesmas memberikan umpan balik kepada sumber data, yakni para kader
jumantik.

Anda mungkin juga menyukai