Abstract :
This article aims to analyze the Strengthening Factors in Implementing Non-Smoking Area Policy in Jayapura
City Government Agencies. This type of research is a qualitative descriptive study with the focus of research
analyzing the Strengthening Factors in the Implementation of the No Smoking Area Policy in Jayapura City
Government Agencies, which consists of organizational appeals, internal supervision and application of
sanctions. Data was collected through interviews with key informants as well as the Law Enforcement Team
for Non-Smoking Regional Regulations (KTR Regional Regulations). Data analysis consists of the stages of
Data Condensation, Data Display and Conclusion Drawing / Verifications. The results showed that based on
the reinforcing factor, the Agency that violated the KTR Regional Regulation only received SP1 or SP2, no
sanctions had yet been applied in the form of imprisonment for a maximum of three months or administrative
fines as stated in the Jayapura City Regulation No. 7 of 2009 concerning No Smoking Areas
Abstrak :
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis Faktor Penguat dalam Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok di Instansi Kantor Walikota Jayapura. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deksriptif kualitatif
dengan fokus penelitian menganalisis Faktor Penguat dalam Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
di Instansi Pemerintahan Kota Jayapura, yang terdiri dari himbauan organisasi, pengawasan internal dan
penerapan sanksi. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan key informant serta Tim Penegakan Hukum
Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR). Analisis data terdiri dari tahap Data Condensation,
Data Display dan Conclusion Drawing/ Verifications. Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan faktor
penguat, pihak Instansi yang melakukan pelanggaran terhadap Perda KTR hanya mendapat SP1 maupun SP2
atau teguran saja, belum pernah diterapkan sanksi berupa hukum pidana kurungan paling lama tiga bulan
atau denda administratif seperti yang tertuang pada Perda Kota Jayapura No.1 Tahun 2015 tentang Kawasan
Tanpa Rokok.
PENDAHULUAN
39
JURNAL KEBIJAKAN PUBLIK , Vol. 3, No.1, Aprl, 2020
tersebut , yaitu Cina (38%), Rusia (7%), Prinsip Penetapan Kawasan Tanpa
Amerika Serikat (5%), Indonesia dan Jepang Rokok (Psl 2) adalah 100 % kawasan tanpa
(4%) (Tobacco Atlas, 2012). Bahaya terhadap asap rokok, Tidak ada ruang merokok di
rokok dan produk sampingannya sudah tempat umum/tempat kerja tertutup, dan
saatnya dicegah. Hal ini dilakukan untuk Pemaparan asap rokok pada orang lain
melindungi perokok dan orang yang melalui kegiatan merokok, atau tindakan
disekitarnya dari penyakit dan gangguan mengizinkan dan atau membiarkan orang
kesehatan. Berdasarkan Hal tersebut, WHO merokok di kawasan tanpa rokok adalah
membuat kesepakatan terkait pengendalian bertentangan dengan hukum.
penggunaan tembakau yang dikenal Salah satu kawasan tanpa rokok adalah
sebagai WHO Framework Convention on tempat kerja. Tempat kerja adalah ruang
Tobacco Control (WHO FCTC). Kesepakatan tertutup bergerak atau tidak bergerak
pengendalian tembakau ini dapat dijadikan dimana tenaga kerja bekerja atau tempat
dasar bagi negara-negara di dunia untuk yang sering dimasuki tenaga kerja dan
melaksanakan pengendalian konsumsi tempat-tempat sumber bahaya termasuk
tembakau. WHO mengenalkan kawasan pabrik, perkantoran, ruang rapat,
pelaksanaan pengendalian tembakau yang ruang sidang/seminar dan sejenisnya.
disebut MPOWER (monitor, Protect, Offer, Tempat kerja yang sudah patuh terhadap
help, warn, enforce and raise tax) kawasan tanpa rokok akan membuat para
(Giatrininggar, 2012). pekerja nyaman untuk bekerja sehingga
Dalam upaya penanggulangan bahaya meningkatkan kualitas pekerjaan.
akibat merokok Pemerintah Kota Jayapura Kepatuhan berasal dari kata patuh.
telah memiliki Peraturan Daerah No.1 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok patuh berarti suka menurut perintah, taat
yang bertujuan untuk memberikan kepada perintah atau aturan dan berdisiplin
perlindungan yang efektif dari bahaya (KBBI, 2019). Faktor yang mempengaruhi
paparan asap rokok orang lain, perilaku kepatuhan terhadap peraturan
memberikan ruang dan lingkungan bersih Kawasan Tanpa Rokok: Faktor inter-
dan sehat bagi masyarakat, dan melindungi personal, Faktor intra-person, dan Faktor
kesehatan masyarakat secara umum dari lingkungan (Puswitasari, 2009). Teori
dampak buruk merokok baik langsung Lawrence Green tentang perilaku
maupun tidak langsung. Kawasan Tanpa kesehatan. Faktor-faktor yang
Rokok adalah tempat atau ruangan yang mempengaruhi perilaku seseorang Green
dinyatakan dilarang untuk merokok, (1980) yaitu predisposing factors, enabling
menjual, mengiklankan, dan/atau factors dan reinforcing factors.
mempromosikan rokok, yang meliputi: Berdasarkan hasil Survey kepatuhan
tempat umum, tempat kerja, tempat ibadah, Kawasan Tanpa Rokok yang di laksanakan
arena kegiatan anak-anak, angkutan umum, Dinas Kesehatan Kota Jayapura di 48 OPD
kawasan proses belajar mengajar, tempat ( Organisasi Perangkat Daerah)/ tempat
pelayanan kesehatan (Kholid, 2012). kerja pada tahun 2020, masih ditemukan
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota orang yang merokok sebesar 44,7 %. Di
Jayapura No. 1 Tahun 2015 tentang dalam Peraturan Daerah No.1 Tahun 2015
Kawasan Tanpa Rokok, mendefinisikan seharusnya tempat kerja menerapkan 100 %
Kawasan Tanpa Rokok adalah tempat atau Kawasan Tanpa Rokok dengan tidak
ruangan yang dinyatakan dilarang untuk ditemukan lagi orang yang merokok di
merokok, menjual, mengiklankan, tempat kerja, adanya papan pengumuman
dan/atau mempromosikan rokok, meliputi: (Plang KTR), ada tanda dilarang merokok,
tempat umum; tempat kerja; tempat ibadah; tidak ada ruang untuk merokok, tidak ada
arena kegiatan anak-anak; angkutan umum; asbak, dan tidak ada
kawasan proses belajar mengajar; dan penjualan/promosi/iklan rokok di tempat
tempat pelayanan kesehatan. kerja. Survey yang dilakukan oleh Lembaga
Survey Universitas Indonesia pada tahun
40
Widyawati – Faktor Penguat dalam Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Instansi Kantor Walikota Jayapura
faktor disposisi dari model Edwards III. rokok di Kota Jayapura adalah Model
Unsur ketiga dari variabel lingkungan dari Grindle karena lebih menitikberatkan pada
model Grindle, yaitu compliance and politik dari para pelaku kebijakan,
responsiveness selain merujuk pada khususnya dalam implementasi kebijakan
disposisi. Perbedaan dengan model kawasan tanpa rokok di Kota Jayapura.
Edwards III (1990) dalam hal ini adalah Menurut Lunenburg (2012) Teori
Grindle memfokuskan pada disposisi Kepatuhan (Compliance Theory) adalah
penguasa/rezim/pembuat kebijakan, sebuah pendekatan terhadap struktur
sedangkan Edwards III lebih menekankan organisasi yang mengintegrasikan ide-ide
pada disposisi implementor. Pelibatan dari model klasik dan partisipasi
politik dalam unsur ini, agaknya masih manajemen. Sedangkan menurut Kelman
berkaitan dengan unsur pertama yang (1958: 51-60), Compliance diartikan sebagai
menyebutkan unsur kekuasaan, minat dan suatu kepatuhan yang didasarkan pada
strategi aktor-aktor, karena jika suatu isu harapan akan suatu imbalan dan usaha
melibatkan kepentingan dan minat dari untuk menghindarkan diri dari hukuman
pembuat kebijakan dan atau implementor yang mungkin dijatuhkan. Untuk
kebijakan tersebut, maka responsivitas dari mempelajari faktor yang mempengaruhi
pembuat kebijakan maupun implementor kepatuhan pelaksanaaan Perda KTR, teori
semestinya juga lebih tinggi. Pada variabel yang paling cocok digunakan adalah Teori
konten atau isi kebijakan, Grindle juga Green & Kreuter (1999) tentang Perilaku
memandang bahwa implementasi Kesehatan. Teori Green & Kreuter (1999)
kebijakan masih melibatkan politik. Pada membagi faktor yang mempengaruhi
unsur pertama hingga keempat yaitu perilaku kesehatan masyarakat menjadi 3
interest affected, type of benefits, extent of faktor utama, faktor predisposisi
change envisioned, dan site if decision making, (predisposing factor), faktor pemungkin
peran politik juga masih dapat ditelusuri (enabling factor) dan faktor penguat
pada unsur kedua hingga keempat. (reinforcing factor)
Pada variabel konten/isi kebijakan, Kepatuhan terhadap Perda KTR pada
Grindle juga memiliki kesamaan dasarnya merupakan perilaku orang-orang
pandangan denga Edwards III maupun Va yang berada pada suatu kawasan untuk
Mete dan Van Horn. Pada unsur kelima tidak merokok di dalam ruangan.
yaitu programe implementors bahwa Kepatuhan pelaksanaan Perda KTR sangat
“Kemampuan pelaksana program akan dipengaruhi oleh perilaku masyarakat yang
mempengaruhi keberhasilan implementasi merupakan Pengunjung atau Pengguna dan
program tersebut”. Hal ini sebangun faktor Pengelola yang merupakan
dengan faktor sumber daya yang Penanggung jawab pelaksanaan Perda KTR
dikemukakan oleh Edwards III maupun pada masing-masing kawasan. Faktor
Van Meter dan Van Horn. Lebih lanjut, predisposisi (predisposing factor),
Grindle membedakan ‘sumber daya’ dari merupakan faktor yang mempermudah
model Edwards III maupun Van Meter dan terjadinya perilaku seseorang. Faktor ini
Van Horn. Unsur keenam yaitu resources meliputi: Pengetahuan, Sikap Komitmen
committed sebagai “Tersedianya sumber- serta Perilaku Pelaksana Perda KTR. Faktor
sumber secara memadai..”. Dengan pemungkin (enabling factor), merupakan
demikian dua unsur (unsur kelima dan faktor yang memungkinkan terjadinya
keenam) dari model Grindle dapat kita perilaku, meliputi: Penyediaan Fasilitas
simpulkan sama dengan faktor sumber Pendukung pelaksanaan Perda KTR
daya sebagaimana dikemukakan Edwards berupa: penyediaan stiker, leaflet maupun
III maupun Van Meter dan Van Horn, spanduk tanda larangan merokok, buku
tetapiGrindle membedakan sumber daya pedoman larangan merokok serta
sebagai SDM dan non SDM. Oleh karena penyediaan klinik kesehatan untuk terapi
itu, model implementasi yang lebih tepat bagi perokok. Faktor penguat (reinforcing
digunakan dalam kebijakan kawasan tanpa factor), meliputi: Himbauan Organisasi,
42
Widyawati – Faktor Penguat dalam Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Instansi Kantor Walikota Jayapura
berperilaku positif maka akan diikuti oleh Undang-undang bebas asap rokok secara
bawahannya dan sebaliknya Implementasi komprehensif lebih efektif daripada hukum
yang berhasil, membutuhkan kepatuhan parsial dalam mengurangi paparan asap
dengan arahan dan tujuan undang-undang; rokok. Selain itu, setiap Undang-undang,
pencapaian derajat perubahan tertentu; dan tanpa memandang ruang lingkupnya harus
peningkatan iklim politik di sekitar diberlakukan secara aktif agar memiliki
program (Hill & Hupe, 2002). dampak yang diinginkan. Ada kebutuhan
Dalam hal ini kepatuhan anggota dalam lanjutan untuk pengawasan upaya bebas
organisasi dapat diklasifikasikan rokok di semua Negara (Ward, dkk, 2013).
berdasarkan jenis kekuasaan yang Selain itu, Teknik tatap muka secara
digunakan organisasi untuk mengarahkan langsung lebih efektif daripada kampanye
perilaku anggota dan jenis keterlibatan informasi larangan merokok di tempat kerja
anggota organisasi tersebut (Lunenburg, (Pansu, dkk, 2014). diharapkan hal ini dapat
2012). Namun hal ini tidak berlaku bagi meningkatkan kepatuhan dalam Penerapan
perokok yang kecanduan nikotin, nikotin kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota
mempengaruhi keseimbangan kimiawi Jayapura.
otak. Bila efek nikotin mulai bekerja, tingkat Berdasarkan pembahasan di atas, dapat
mood dan konsentrasi akan berubah. reaksi dikatakan bahwa dari faktor penguat,
kimia nikotin ini membuat seseorang pembentukan Tim Penegakan Hukum
merasa tertekan, mood menurun, dan tidak Perda khususnya di Instansi Pemerintahan
tenang saat tidak merokok, situasi ini di Kota Jayapura, dengan melibatkan
menyebabkan seseorang ingin merokok SATPOL PP yang bertugas untuk
setiap saat. Selanjutnya mengenai mengawasi dan menegur jika masih ada
pengawasan internal KTR di Kota Jayapura Petugas yang merokok di dalam ruang
telah dilakukan melalui Pembentukan Tim kerja. Hasil Survey Kepatuhan pelaksanaan
Pengawas dari Dinas Kesehatan Kota Kebijakan Peraturan Daerah No. 1 Tahun
Jayapura, Tim Penegakan Hukum Satpol PP 2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di
Jayapura atau Satuan Pengawas Internal Kota Jayapura, diketahui bahwa penerapan
dari Instansi Pemerintah itu sendiri. Sanksi sanksi yang diberikan masih sebatas
yang tidak tegas, membuat Pegawai tetap pemberian Surat Peringatan (SP1 maupun
merokok di tempat kerja. Hal ini terkait SP2 serta Teguran). Dalam hal ini, salah satu
dengan tidak adanya komitmen yang jelas cara untuk meningkatkan kepatuhan
antara Atasan dan pegawai tentang sanksi adalah harapan atau keinginan orang yang
yang diberlakukan jika merokok di tempat menempati posisi tertentu/memiliki
kerja. legitimasi kekuasaan akan mengakibatkan
Diharapkan dengan sanksi tegas, kepatuhan. Dengan dukungan Pimpinan,
Pegawai akan mematuhi Perda KTR di Atasan untuk mematuhi peraturan area
tempat kerja. Pemberian sanksi tersebut bebas rokok akan diikuti oleh bawahan.
diharapkan bisa memperbaiki kepatuhan Seorang pemimpin adalah teladan bagi
Informan terhadap Kawasan Tanpa Rokok bawahannya, jika atasan berperilaku positif
di Kota Jayapura. maka akan diikuti oleh bawahannya dan
Stagnan awal dalam peningkatan sebaliknya.
kepatuhan mungkin dikarenakan Namun hal ini tidak berlaku bagi
kurangnya langkah baru dari kebijakan perokok yang kecanduan nikotin, nikotin
untuk mencegah merokok. Peningkatan mempengaruhi keseimbangan kimiawi
kepatuhan di terhadap Kawasan Tanpa otak. Bila efek nikotin mulai bekerja, tingkat
Rokok mungkin karena intensifikasi mood dan konsentrasi akan berubah. reaksi
kegiatan penegakan hukum dan kebijakan kimia nikotin ini membuat seseorang
tambahan seperti undang-undang, yang merasa tertekan, mood menurun, dan tidak
dapat meningkatkan kesadaran dan tenang saat tidak merokok, situasi ini
dukungan social (Verdonk-Kleinjan, dkk, menyebabkan seseorang ingin merokok
2013). setiap saat. Stagnan awal
44
Widyawati – Faktor Penguat dalam Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Instansi Kantor Walikota Jayapura
45
JURNAL KEBIJAKAN PUBLIK , Vol. 3, No.1, Aprl, 2020
KTR Kota Jayapura disebabkan oleh banyak ini terkait dengan tidak adanya komitmen
faktor salah satunya Faktor Penguatberupa yang jelas antara atasan dan staf tentang
himbauan organisasi, pengawasan internal sanksi yang diberlakukan jika merokok di
dan penerapan sanksi. Secara umum, para tempat kerja. Langkah-langkah yang
pegawai telah mengetahui Perda KTR, disarankan untuk Kepatuhan dalam
peraturan yang melarang merokok di ruang Penerapan Kebijakan Kawasan Tanpa
yang ada atap, namun para pegawai tetap Rokok di Kota Jayapura, khususnya di
tidak peduli sehingga komitmen untuk Kantor Pemerintah, perlu meningkatkan
mematuhi hukum KTR tidak ada, akibatnya ketersediaan personil terutama di Dinas
perilaku merokok, terutama di tempat Kesehatan Kota Jayapura dan Satpol PP
kerka/Instansi Pemerintah terjadi. Jayapura sehingga pelaksanaan sepervisi
Kurangnya fasilitas tersedia dalam Klinik dapat dilakukan. secara terus menerus,
UBM, serta fasilitas untuk merespon pemanfaatan Media Televisi untuk
keluhan masyarakat tentang pelanggaran mendukung sosialisasi dan
Perda KTR Kota Jayapura. menginformasikan kepada pagawai tentang
Selain itu, kendati pengawasan internal Perda KTR, penyediaan stiker yang juga
Perda KTR di Kota Jayapura telah menyertakan alamat pengaduan
dilakukan melalui Pembentukan Tim telepon/pesan/email yang direspon secara
Pengawas dari Dinas Kesehatan Kota cepat untuk masyarakat terkait pelanggaran
Jayapura, Tim Penegakan Hukum Satpol PP Perda KTR, penyediaan fasilitas yang
atau Pengawas Internal dari Instansi memadai untuk Klinik UBM, serta
Pemerintah itu sendiri, masih sering penerapan sanksi tegas terhadap
ditemukan pelanggaran yang disebabkan pelanggaran Perda KTR di Kota Jayapura.
Sanksi yang tidak jelas dari Otoritas
Pemerintah Kota Jayapura, sehingga
Pegawai tetap merokok di tempat kerja. Hal
DAFTAR PUSTAKA
Dunn, W. N. (1994). Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Edward III, George C. (1990). Implementing Public Policy. Washington DC: Congressional
Quartely. Press.
Giatrininggar, E. (2012). Presepsi Mahasiswa FIB UI terhadap Surat Keputusan Rektor No.
1805/SK/R/UI/2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Universitas Indonesia Tahun
2012. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.
Green, L. W., & Kreuter, M. W. (1999). Health Promoting Planning an educational and
environmental aproach. Second Edition. Mayfield Publishing Company: Mountain
View.
Grindle, M. S. (1980). Politics and Policy Implementations in the Third. Word, New jersey:
Princetown University Press.
Hill, M. & Hupe, P. (2002). Implementing Public Policy : Governance in Theory and in Practice.
London: Sage Publications.
KBBI. (2019). Arti Kata – Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Onlie, [online],
(http://www.kbbi.web.id/stiker, diakses tanggal 18 FSeptember 2019)
Kelman, H. C. (1958). Compliance, identification, and internalization: Three processes of attitude
change. Journal of Conflict Resolution; 2 (1): 51-60.
Kholid, A. (2012). Promosi Kesehatan dengan Pendekatan Teori Prilaku, Media, dan Aplikasinya.
Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT). Jakarata: Rajawali Pers.
Lunenburg, F. C. (2012). Compliance Theory and Organizational Effectivenes. International
Journal of Scholarly Academic intellectual Diversity, 14 (1).
46
Widyawati – Faktor Penguat dalam Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Instansi Kantor Walikota Jayapura
Miles, M.B, Huberman, A.M, & Saldana, J. (2014). Qualitative Data Analysis, A Methods
Sourcebook, Edition 3. USA: Sage Publications. Terjemahan Tjetjep Rohindi
Rohidi, UI-Press.
Nugroho, D. R. (2004). Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta:
Gramedia.
Pansu, P., Lima, L., & Fointiat, V. (2014). When saying no leads to compliance: The door-in-the-
face technique for changing attitudes and behaviors towards smoking at work. Revue
Européenne de Psychologie Appliquée/European Review of Applied Psychology, 64 (1), 19-
27.
Purwitasari, D., (2009). Buku Ajar Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Peraturan Daerah Kota Jayapura No.1 tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV. Alfabeta.
Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Van Meter, D. S. & Van Horn, C. E. (1975). The Policy Implementation. Process: A
Concentual Framework. Administration and Society, 6(4): 445-485.
Verdonk-Kleinjan, W. M., Rijswijk, P. C., de Vries, H., & Knibbe, R. A. (2013). Compliance
with the workplace-smoking ban in the Netherlands. Health Policy, 109 (2), 200-206.
Ward, M., Currie, L. M., Kabir, Z., & Clancy, L. (2013). The efficacy of different models of smoke-
free laws in reducing exposure to second-hand smoke: a multi-country comparison.
Health Policy, 110 (2), 207-213.
Winarno, B. (2002). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media. Pressindo.
47