DASAR DASAR PERHITUNGAN BEBAN GEMPA PADA JEMBATAN BAIK PADA KEPALA
JEMBATAN (ABUTMNET) DAN PILAR (BEND) SNI 2833:2016
Dasar Teori
Ruang lingkup Standar ini digunakan dalam perancangan struktur jembatan tahan gempa dimana
digunakan beberapa prinsip sebagai berikut :
Struktur berperilaku dalam batas elastis akibat gempa skala kecil dan sedang tanpa terjadi kerusakan
yang signifikan.
Intensitas gerakan tanah dan gaya gempa yang realistis dalam prosedur perencanaan.
Terhadap pengaruh gempa skala besar, jembatan tidak mengalami keruntuhan secara keseluruhan. Bila
memungkinkan, kerusakan dapat dideteksi lebih mudah untuk kemudian dapat dilakukan inspeksi dan
perbaikan. Standar ini harus digunakan dalam perencanaan dan pembangunan jembatan konvensional
tahan gempa. Untuk jembatan nonkonvensional, ketentuan pada standar ini dapat digunakan dengan
penambahan kriteria desain yang harus disetujui oleh pemilik pekerjaan. Secara umum bagan alir
perancangan ketahanan gempa untuk jembatan
Pengaruh gempa
Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh namun dapat mengalami
kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap pelayanan akibat gempa dengan kemungkinan
terlampaui 7% dalam 75 tahun. Penggantian secara parsial atau lengkap pada struktur diperlukan untuk
beberapa kasus. Kinerja yang lebih tinggi seperti kinerja operasional dapat ditetapkan oleh pihak yang
berwenang.
Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian antara koefisien
respon elastik (Csm) dengan berat struktur ekivalen yang kemudian dimodifikasi dengan faktor
modifikasi respon (R) dengan formulasi sebagai berikut :
Csm
EQ= × Wt
R
Keterangan:
EQ adalah gaya gempa horizontal statis (kN)
Csm adalah koefisien respons elastik
R adalah faktor modifikasi respons
Wt adalah berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang sesuai (kN)
Koefisien respon elastik Csm diperoleh dari peta percepatan batuan dasar dan spektra percepatan sesuai
dengan daerah gempa dan periode ulang gempa rencana. Koefisien percepatan yang diperoleh
berdasarkan peta gempa dikalikan dengan suatu faktor amplifikasi sesuai dengan kondisi tanah sampai
kedalaman 30 m di bawah struktur jembatan.
Ketentuan pada standar ini berlaku untuk jembatan konvensional. Pemilik pekerjaan harus menentukan
dan menyetujui ketentuan yang sesuai untuk jembatan non konvensional. Ketentuan ini tidak dapat
digunakan untuk struktur bawah tanah, kecuali ditentukan lain oleh pemilik pekerjaan.
Pengaruh gempa terhadap gorong-gorong persegi dan bangunan bawah tanah tidak perlu diperhitungkan
kecuali struktur tersebut melewati patahan aktif. Pengaruh ketidakstabilan kondisi tanah (misalnya :
likuifaksi, longsor, dan perpindahan patahan) terhadap fungsi jembatan harus diperhitungkan.
Tf =2 π=❑
√ γ
pog α
Keterangan :
g adalah gravitasi (m/dtk2
4. Dengan menggunakan periode alami jembatan (Tf) dan spectrum yang sesuai tentukan koefisien
respons gempa elastis.
5. Hitung gaya gempa statik ekuivalen pe(x) sebagai :
βc
Pe ( x )= w ( x ) vs(x )
γ
Keterangan :
pe(x) adalah gaya gempa statik ekuivalen yang mewakili ragam getar
C adalah koefisien respons gempa elastis
6. Masukkan beban gempa statik ekuivalen pe(x) dan hitung gaya-gaya yang terjadi.
w=∫ w ( x ) dx
Keterangan :
L adalah panjang total jembatan (m)
Vs,max adalah nilai maksimum Vs (m)
w(x) adalah beban mati tidak terfaktor pada bangunan atas dan bangunan bawah (N/mm)
3. Hitung periode alami dengan menggunakan ekspresi :
Tf =2 π
√ W
gk
Keterangan :
g : gravitasi (m/dtk2)
4. Hitung gaya gempa statik ekuivalen pe sebagai :
CW
Pe=
L
Keterangan :
pe adalah gaya gempa statik ekuivalen yang mewakili ragam getar (N/mm)
C adalah koefisien respons gempa elastis
Kombinasi pengaruh gaya gempa
Gaya gempa elastis yang bekerja pada struktur jembatan harus dikombinasi sehingga memiliki 2 tinjauan
pembebanan sebagai berikut :
100% gaya gempa pada arah x dikombinasikan dengan 30% gaya gempa pada arah y.
100% gaya gempa pada arah y dikombinasikan dengan 30% gaya gempa pada arah x.
Sehingga apabila diaplikasikan dengan memperhitungkan variasi arah maka kombinasi gaya gempa
menjadi sebagai berikut :
1. DL + EQLL ± EQx ± 0,3 EQy
2. DL + EQLL ± EQy ± 0,3 EQx
Keterangan :
DL adalah beban mati yang bekerja (kN)
γEQ adalah faktor beban hidup kondisi gempa
γEQ = 0,5 (jembatan sangat penting)
γEQ = 0,3 (jembatan penting)
γEQ = 0 (jembatan lainnya)
LL adalah beban hidup yang bekerja (kN)
EQx adalah beban gempa yang bekerja pada arah x
EQy adalah beban gempa yang bekerja pada arah y
Jika gaya pada fondasi dan atau hubungan kolom ditentukan oleh mekanisme sendi plastis kolom (Pasal
5.9.3.3), maka gaya yang dihasilkan ditentukan tanpa menggunakan kombinasi beban pada pasal ini.
Sehingga “gaya hubungan kolom” diambil sebagai gaya geser dan momen yang dihitung dengan basis
mekanisme sendi plastis. Gaya aksial diambil sebagai hasil dari kombinasi beban aksial dan yang
berkaitan dengan mekanisme sendi plastis sebagai EQ. Bila pilar direncanakan sebagai kolom,
pengecualian dilakukan pada sumbu lemah pilar dimana pengaruh gaya akibat sendi plastis digunakan
kemudian kombinasi beban harus digunakan pada sumbu kuat pilar.
Gaya gempa rencana untuk fondasi selain fondasi tiang pancang dan dinding penahan tanah ditentukan
dengan membagi gaya gempa elastis dengan setengah dari nilai faktor modifikasi respon (R/2) sesuai
dengan Tabel 6, untuk komponen bangunan bawah dimana fondasi tersebut terhubung. Nilai R/2 tidak
boleh kurang dari 1.0.
Bila kombinasi beban selain kombinasi gempa menentukan terhadap perencanaan kolom, kemungkinan
gaya gempa yang ditransfer ke fondasi dapat lebih besar dibandingkan dengan perhitungan di atas karena
kemungkinan kuat lebih kolom harus diperhitungkan.
Kolom tunggal dan pilar
Pengaruh gaya gempa pada kolom tunggal dan pilar dihitung dengan cara sebagai berikut :
Langkah 1 :
Tentukan faktor kuat lebih momen tahanan. Gunakan faktor tahanan 1,3 untuk kolom beton bertulang dan
1,25 untuk kolom baja. Untuk kedua jenis kolom tersebut, gaya aksial pada kolom harus ditentukan
berdasarkan kombinasi beban gempa, dengan gaya aksial elastis akibat gempa diambil sebesar EQ.
Langkah 2 :
Dengan menggunakan faktor kuat lebih momen tahanan, hitung gaya geser pada kolom. Bila fondasi
kolom cukup dalam, maka perlu dipertimbangkan kemungkinan terjadinya sendi plastis di atas fondasi.
Bila ini dapat terjadi, maka panjang kolom diantara sendi plastis digunakan untuk perhitungan gaya geser
kolom.
Pu 0,25 Mn
Dimana, Rd e
Bila T< 1,25 T s , maka:
( ) 1,25Ts
Rd= 1− 1
R T
+
1
R
Rd 1
Keterangan :
Δ adalah perpindahan titik kolom atau pilar relatif terhadap dasar fondasi (m)
Δe adalah perpindahan berdasarkan analisis gempa elastis (m)
T adalah periode moda getar fundamental (detik)
Sd 1
Ts = (detik)
SDS
R adalah faktor modifikasi respons sesuai Tabel 6
Pu adalah beban aksial terfaktor pada kolom atau pilar (kN) adalah faktor reduksi lentur pada kolom
Mn adalah kuat lentur nominal kolom atau pilar (kN.m)
1,3 kali kapasitas sistem bresing jika dianggap sebagai sistem pemikul gempa daktail.
Beban gempa yang bekerja pada kepala jembatan diambil sebagai nilai terkecil dari:
Kapasitas geser lebih kait geser, atau
1,3 kali kapasitas sistem bresing jika dianggap sebagai sistem pemikul gempa daktail
Kepala jembatan
Pengaruh beban gempa terhadap jembatan bentang majemuk dapat dihitung dengan menggunakan
keadaan batas ekstrim dengan faktor tahanan sama dengan 1. Untuk fondasi pada tanah dan batuan,
lokasi resultan gaya reaksi harus berada pada dua pertiga dari dasar untuk EQ = 0,0 dan pada delapan
persepuluh dari dasar untuk EQ = 1,0. Untuk nilai EQ antara 0,0 dan 1,0, pembatasan lokasi resultan
gaya harus diperoleh dengan interpolasi linier dari nilai yang diberikan pada pasal ini.
Bila semua kondisi berikut ditemui, beban lateral gempa dapat direduksi sebagai hasil pergerakan
dinding lateral akibat geser, dari nilai yang ditentukan menggunakan metode Mononobe-Okabe.
Sistem dinding dan tiap struktur yang didukung oleh dinding dapat menoleransi pergerakan lateral yang
dihasilkan dari pergeseran struktur.
Dasar dinding selain friksi tanah di sepanjang dasar dan tahanan pasif tanah bebas terhadap geser.
Jika dinding berfungsi sebagai kepala jembatan, puncak dinding juga harus bebas, misalnya struktur
atas didukung oleh tumpuan gelincir. Untuk stabilitas keseluruhan dinding penahan ketika beban gempa
diperhitungkan, faktor tahanan sebesar 0,9 dapat digunakan.
Kepala jembatan bebas berdeformasi sedemikian sehingga memberikan kondisi tekanan aktif untuk
timbul. Bila kepala jembatan kaku terkekang dan tidak dapat bergerak, maka tekanan tanah yang
diperoleh akan lebih besar dibandingkan dengan hasil analisis Mononobe-Okabe.
KAE=
cos ² (∅−θ−βa)
cos θ cos ² βa cos (δ + θ+ βa) ( √
× 1+
sin(δ + ∅)sin( ∅−θ−i )
cos (δ +θ+ βa)cos(i−βa) )
Selanjutnya untuk komponen tekanan tanah pasif yang cenderung mendorong tanah timbunan yaitu
sebagai berikut :
1
EPE= γHt ²(1−kv) KPE
2
adalah sudut geser internal tanah (°) = arc tan(kh/(1-kv)) (°) adalah sudut geser diantara tanah dan
kepala jembatan (°)
Kh adalah koefisien percepatan horizontal
Kv adalah koefisien percepatan vertical (umunya diambil 0)
i adalah sudut kemiringan timbunan (°)
Latar Belakang
Pembangunan jembatan rangka baja kelas B melintang sungai Bahalang di daerah Ampah Kalimantan
Tengah sebagai penghubung jalan yang dibangun untuk angkutan batu bara, memegang peranan penting
di dalam menunjang laju pertumbuhan perekonomian masyarakat wilayah setempat. Usaha pembangunan
jembatan mendapat kendala yaitu kerusakan pada abutmen yang terletak di bagian timur jembatan.
Terjadi rotasi sebesar 30˚ sehingga bagian belakang abutmen mengalami penurunan sedalam 2 meter dan
bergeser dari letak semula menuju ke arah sungai sejauh 1 meter seperti terlihat pada Gambar 1Ujung
dari abutmen tampaknya tetap melekat pada tumpuan pondasi yang telah mengalami perpindahan lateral.
Hal ini terlihat pada Gambar 2. Diperkirakan bahwa tiang di tumpukan bawah bagian belakang abutmen
yang turun telah tertekuk atau menjauh dari struktur dan tidak memberikan dukungan beban.
Kegagalan terjadi setelah pengurugan tanah timbunan di daerah belakang abutmen bagian sebelah timur.
Timbunan terdiri dari bahan pasir yang ditempatkan secara cepat dan langsung dari bak truk, kemudian
diratakan dengan excavator
Tujuan studi kasus ini adalah untuk menganalisa penyebab terjadi kerusakan abutmen jembatan dengan
mengetahui berapa besar total displacement dan bending momen yang terjadi pada tiang pancang.
Kekuatan Geser Tanah
Kekuatan geser suatu massa tanah merupakan perlawanan internal tanah tersebut per satuan luas terhadap
keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser dalam tanah yang dimaksud. Untuk menganalisis
masalah stabilitas tanah seperti daya dukung, stabilitas talud (lereng), dan tekanan tanah ke samping pada
turap maupun tembok penahan tanah, mula-mula kita harus mengetahui sifat-sifat ketahanan
penggesernya tanah tersebut.
Mohr [1] menyuguhkan sebuah teori tentang keruntuhan pada material yang menyatakan bahwa
keruntuhan terjadi pada suatu material akibat kombinasi kritis antara tegangan normal dan geser, dan
bukan hanya akibat tegangan normal maksimum atau tegangan geser maksimum saja. Jadi, hubungan
antara tegangan normal dan geser pada sebuah bidang keruntuhan dapat dinyatakan, dalam bentuk
┬f = f(┫)
Garis keruntuhan (failure envelop) yang dinyatakan oleh persamaan 1 sebenarnya berbentak garis
lengkung. Untuk sebagian besar masalah-masalah mekanika tanah, garis tersebut cukup didekati dengan
sebuah garis lurus yang menunjukkan hubungan linear antara tegangan normal dan geser [1]. Persamaan
itu dapat ditulis sebagai berikut:
┬f = c + ┫ tan
dengan c adalah kohesi, dan φ adalah sudut geser dalam. Hubungan pada persamaan (2) disebut juga
sebagai kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb.
Prinsip Dasar Perencanaan Timbunan Tanah lunak memiliki memiliki keterbatasan dalam hal mendukung
beban timbunan maka pembuatan jalan yang melintasi daerah tanah lunak harus direncanakan seteliti
mungkin. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan timbunan adalah sebagai berikut.
1. Stabilitas Timbunan. Stabilitas timbunan adalah stabilitas konstruksi timbunannya dan stabilitas tanah
dasamya (subgrade). Timbunan harus didesain dengan faktor keamanan yang cukup agar tidak terjadi
kelongsoran, baik longsoran lereng, longsoran kaki dan longsoran dalam. Stabilitas konstruksi timbunan
sangat dipengaruhi oleh jenis material timbunan dan pelaksanaan pemadatannya, sedangkan stabilitas
tanah dasar tergantung dari jenis perlapisan dan kuat geser tanah dasarnya. Oleh karena itu, tanah dasar
harus diselidiki dengan teliti dan dianalisis terhadap berbagai kemungkinan bentuk keruntuhan yang akan
terjadi. Stabilitas lereng timbunan tergantung dari sudut lereng, tinggi timbunan dan kuat geser.
2. Penurunan Tanah Timbunan. Penurunan timbunan terdiri atas pemampatan tanah timbunan dan tanah
dasarnya. Pemampatan pada tanah timbunan terjadi akibat berat timbunan dan pemadatan oleh arus lalu
lintas terutama pada lapisan teratasnya. Penurunan tanah dasar diakibatkan adanya proses konsolidasi.
Timbunan tidak boleh mengalami penurunan dan perbedaan penurunan yang besar sesudah pelaksanaan.
3. Tinggi Timbunan. Penentuan rencana tinggi timbunan harus mempertimbangkan tinggi maksimum
timbunan yang mampu didukung lapisan tanah tanpa terjadi keruntuhan geser atau penurunan yang
berlebihan. Tinggi timbunan kritis dihitung dengan rumus
5,14 cu '
Hk=
γ
dimana Hk tinggi timbunan kritis (m),cu ′ adalah kuat geser undrained yang terkoreksi (kPa), dan t berat
isi timbunan (kN/m2).
Metode untuk studi kasus ini adalah dengan menginventarisasi data sekunder berupa data sondir, bor
mesin, dan pengukuran topografi yang kemudian dilanjutkan dengan interpretasi data yang tujuannya
adalah untuk menganalisa penyebab kerusakan abutment jembatan. Kegiatan interpretasi ini meliputi
Interpretasi data tanah, perhitungan pembebanan timbunan, analisis stabilitas lereng, dan analisa prilaku
tanah dengan menggunakan program Plaxis.
Pelaksanaan pekerjaan pembangunan jembatan Bahalang di bangun diatas tanah lunak. Untuk analisa
geoteknik digunakan data berdasarkan data bor mesin (BH-1), karena lokasi penyelidikan berdekatan
dengan abutmen yang rusak. Starifikasi lapisan tanahnya
Analisis keruntuhan terhadap lereng sungai Bahalang menggunakan analisis metode Bishop dengan
aplikasi program komputer Xstabl versi 5.202, maka akan didapatkan tipe keruntuhan dan besaran angka
keamanan. Persamaan faktor keamanan untuk analisis stabilitas lereng cara Bishop adalah
Dari Buku Teknik Sipil untuk tiang pancang pipa baja diameter 21,63 cm didapatkan data sebagai
berikut:
Tebal = 12 mm
D = 2163 mm
A = 29,94 cm2
Ip = 1680 cm4
lp
M ijin=σ baja × = 18,64078 kN. m
0,5 D
Jadi allowable axial load dari tiang berdasarkan kekuatan bahannya adalah 351,48 kN dan bending
moment yang diijinkan adalah 18,64078 kNm.
Berdasarkan Starifikasi lapisan tanahnya maka akan dibuat model lereng yang akan dianalisis. Model
lereng ini merupakan pendekatan dari kondisi sebenarnya di lapangan. Metode elemen hingga digunakan
dalam analisis balik ini dengan bantuan program Plaxis vers 8.5. Model keruntuhan tanah yang
digunakan adalah Mohr Coulomb.
Pada pelaksanaan di lapangan, suatu konstruksi dan pekerjaan timbunan merupakan sebuah proses yang
dapat terdiri dari beberapa tahapan. Dalam Plaxis proses tersebut disimulasikan dengan menggunakan
pilihan perhitungan berupa “Tahapan Konstruksi”.
Tahapan Konstruksi memungkinkan pengaktifan atau penonaktifan dari berat, kekakuan dan kekuatan
dari komponen-komponen yang diinginkan dalam model. Metode ini juga memudahkan mengubah
distribusi tekanan air.
Starifikasi lapisan tanahnya menggambarkan stratifikasi tanah yang akan digunakan sebagai input
geometri. Permodelan tanah di analisis dalam beberapa kondisi yang tertera dalam Tabel 2. Beban q
adalah beban yang perhitungkan sebagai beban preloading. Tiang yang digunakan adalah tiang pipa baja
diameter 21,63 cm.
Kondisi A
Pada kondisi ini, timbunan di modelkan secara bertahap per satu meter sampai setinggi 4,5 meter dengan
ketinggian muka air 29,5 meter. Dari hasil analisis diperoleh besaran total displacement dan bending
moment seperti pada Gambar 5 sampai dengan Gambar 8. Pada Gambar 6 digambarkan arah pergerakan
Untuk bending moment tiang pancang, didapatkan bending moment tiang belakang lebih besar daripada
tiang pancang depan. Hal ini karena tiang pancang belakang lebih banyak menahan beban bekerja
Deformed mesh akibat timbunan pada kondisi A
Kondisi B
Timbunan dimodelkan secara bertahap per satu meter sampai setinggi 4,5 meter dengan ketinggian muka
air 27,4 meter. Dari hasil analisis diperoleh besaran total displacement dan bending momen seperti pada
Gambar 9 sampai dengan Gambar 12. Pada Gambar 10 terlihat arah pergerakan tanah dengan
displacement sebesar 4,15 meter. Untuk bending momen tiang pancang, didapatkan bending momen tiang
belakang lebih besar daripada tiang pancang depan.
Hasil bending moment yang terjadi melebihi dari bending momen ijin tiang, hal ini dapat mengakibatkan
tiang patah. Pada kondisi B keruntuhan terjadi pada saat tinggi timbunan 3 meter. Kondisi tinggi muka air
sangat mempengaruhi terhadap besar displacement yang terjadi. Terlihat dari hasil pada Tabel 3 dan
Tabel 4. perbedaan yang cukup jauh. Semakin tinggi muka air semakin besar displacement yang
dihasilkan.
Kondisi C
Pada kondisi ini dilakukan pembebanan secara langsung setinggi 2 m yang ditambah beban preloading
sebesar 3 kN/m2. Hal ini berdasarkan keadaan di lapangan pada saat sebelum keruntuhan abutmen
terjadi, timbunan ditempatkan secara cepat dan langsung dari truk, kemudian diratakan dengan excavator.
Ketinggian muka air adalah 27,4 meter. Hasil analisis diperoleh besaran total displacement dan bending
moment
Faktor tinggi muka air sangat berpengaruh terhadap daya dukung tanah. Lapisan tanah dasar adalah jenis
tanah lunak dengan sifat tanah lempung yang mudah mengalami proses kembang dan susut, dengan
kondisi sungai yang mengalami perubahan posisi muka air secara cepat. Pada saat pasang tinggi (HWL)
kuat geser tanah menjadi sangat rendah sebesar 5 kPa. Adanya penimbunan secara cepat dan langsung
mengakibatkan bertambahnya gaya geser tanpa adanya perubahan kuat geser tanah dasar.
Faktor yang mengarah pada penurunan kualitas jembatan dapat digolongkan ke dalam empat kelompok
utama :
4. Faktor pemeliharaan
Baja banyak digunakan sebagai konstruksi jembatan karena kekuatannya dan tahan lama apabila
diperlihara dengan baik. Kebanyakan jembatan yang sejak pertengahan tahun 1970 terbuat dari
konstruksi baja yang berupa rangka baja maupun gelagar baja dengan lantai beton. Sebelum masa itu
banyak jembatan baja yang dibangun tanpa sistem lapisan penutup yang memadai. Terdapat beberapa
permasalahan pada jembatan-jembatan dengan konstruksi baja yaitu :
2. Karat
3. Kerusakan pada bagian –bagian baja
5. Retak
Masalah utama yang berhubungan dengan elemen kayu pada konstruksi jembatan disebabkan oleh :
2. Serangan serangga
3. Di daerah yang berair asin cacing toredo akan menyerang bagian kayu yang berada di bawah muka air
pasang.
Kesimpulan
Dari hasil studi kasus analisa kerusakan abutmen Jembatan sungai Bahalang di daerah Ampah
(Kalimantan Tengah) dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal penting yang tidak diperhatikan selama
perencanaan dan pada saat pelaksanaan sehingga mengakibatkan kegagalan struktur. Adapun hal-hal
tersebut adalah
1. Lapisan tanah dasar adalah jenis tanah lunak dengan sifatnya yang mudah berkurang kekuatan
geser apabila terjadi perubahan pasang surut yang cepat.
2. Dari Hasil analisa dengan menggunakan Program Plaxis timbunan setinggi 2 meter yang
melampaui tinggi kritis dengan metode urug lapangan secara cepat dan langsung, serta
diratakan dengan excavator mengakibatkan total displacement sebesar 6,42 meter. Dengan nilai
total displacement yang begitu besar ini sangat berpotensi terjadi keruntuhan geser tanah.
3. Pondasi tidak mampu menahan gaya lateral akibat penimbunan 2 meter dan beban preloading
sebesar 3 kN/m dimana bending moment yang terjadi setelah ditimbun adalah sebesar 63,90
kNm/m yang nilainya telah melampaui bending moment ijin tiang dan terjadi di kedalaman 14
meter di bawah permukaan. Dengan demikian bisa dipastikan tiang akan mengalami
failure/patah dimana potensi terbesar adalah dibagian sambungan.