Anda di halaman 1dari 23

TEMA 4

DASAR DASAR PERHITUNGAN BEBAN GEMPA PADA JEMBATAN BAIK PADA KEPALA
JEMBATAN (ABUTMNET) DAN PILAR (BEND) SNI 2833:2016

Dasar Teori
Ruang lingkup Standar ini digunakan dalam perancangan struktur jembatan tahan gempa dimana
digunakan beberapa prinsip sebagai berikut :

 Struktur berperilaku dalam batas elastis akibat gempa skala kecil dan sedang tanpa terjadi kerusakan
yang signifikan.

 Intensitas gerakan tanah dan gaya gempa yang realistis dalam prosedur perencanaan.

 Terhadap pengaruh gempa skala besar, jembatan tidak mengalami keruntuhan secara keseluruhan. Bila
memungkinkan, kerusakan dapat dideteksi lebih mudah untuk kemudian dapat dilakukan inspeksi dan
perbaikan. Standar ini harus digunakan dalam perencanaan dan pembangunan jembatan konvensional
tahan gempa. Untuk jembatan nonkonvensional, ketentuan pada standar ini dapat digunakan dengan
penambahan kriteria desain yang harus disetujui oleh pemilik pekerjaan. Secara umum bagan alir
perancangan ketahanan gempa untuk jembatan

Pengaruh gempa
Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh namun dapat mengalami
kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap pelayanan akibat gempa dengan kemungkinan
terlampaui 7% dalam 75 tahun. Penggantian secara parsial atau lengkap pada struktur diperlukan untuk
beberapa kasus. Kinerja yang lebih tinggi seperti kinerja operasional dapat ditetapkan oleh pihak yang
berwenang.
Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian antara koefisien
respon elastik (Csm) dengan berat struktur ekivalen yang kemudian dimodifikasi dengan faktor
modifikasi respon (R) dengan formulasi sebagai berikut :
Csm
EQ= × Wt
R
Keterangan:
EQ adalah gaya gempa horizontal statis (kN)
Csm adalah koefisien respons elastik
R adalah faktor modifikasi respons
Wt adalah berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang sesuai (kN)

Koefisien respon elastik Csm diperoleh dari peta percepatan batuan dasar dan spektra percepatan sesuai
dengan daerah gempa dan periode ulang gempa rencana. Koefisien percepatan yang diperoleh
berdasarkan peta gempa dikalikan dengan suatu faktor amplifikasi sesuai dengan kondisi tanah sampai
kedalaman 30 m di bawah struktur jembatan.
Ketentuan pada standar ini berlaku untuk jembatan konvensional. Pemilik pekerjaan harus menentukan
dan menyetujui ketentuan yang sesuai untuk jembatan non konvensional. Ketentuan ini tidak dapat
digunakan untuk struktur bawah tanah, kecuali ditentukan lain oleh pemilik pekerjaan.
Pengaruh gempa terhadap gorong-gorong persegi dan bangunan bawah tanah tidak perlu diperhitungkan
kecuali struktur tersebut melewati patahan aktif. Pengaruh ketidakstabilan kondisi tanah (misalnya :
likuifaksi, longsor, dan perpindahan patahan) terhadap fungsi jembatan harus diperhitungkan.

Bagan alir perancangan jembatan terhadap beban gempa


Penggunaan metode spektra moda tunggal dan metode beban merata
αβγ
a. Metode spektra moda tunggal (Single Mode Spectral Method)
1. Hitung perpindahan statik Vs(x) akibat beban merata po seperti pada dan .

Tampak atas, pembebanan melintang

Tampak memanjang, pembebanan longitudinal

2. Hitung faktor α, β, dan γ dengan menggunakan formula


α = ∫vs(x) dx
β = ∫w (x)vs(x) dx
γ = ∫w(x)vs²(x)dx
Keterangan :
p0 adalah beban merata sama dengan 1 (kN/mm)
vs(x) adalah deformasi akibat p0 (mm)
w(x) adalah beban mati tidak terfaktor pada bangunan atas dan bangunan bawah (kN/mm)

α, β, dan γ hasil perhitungan memiliki unit (m2), (kN.mm), dan (kN.mm2).

3. Hitung periode alami jembatan sebagai

Tf =2 π=❑
√ γ
pog α
Keterangan :
g adalah gravitasi (m/dtk2

4. Dengan menggunakan periode alami jembatan (Tf) dan spectrum yang sesuai tentukan koefisien
respons gempa elastis.
5. Hitung gaya gempa statik ekuivalen pe(x) sebagai :
βc
Pe ( x )= w ( x ) vs(x )
γ
Keterangan :
pe(x) adalah gaya gempa statik ekuivalen yang mewakili ragam getar
C adalah koefisien respons gempa elastis

6. Masukkan beban gempa statik ekuivalen pe(x) dan hitung gaya-gaya yang terjadi.

b. Metode beban merata (Uniform Load Method)


1. Hitung perpindahan statik Vs(x) akibat beban merata po seperti pada dan .
2. Hitung kekakuan lateral jembatan (K) dan total berat (W) dengan menggunakan formula sebagai
berikut:
PoL
k= , max
Vs ,max

w=∫ w ( x ) dx

Keterangan :
L adalah panjang total jembatan (m)
Vs,max adalah nilai maksimum Vs (m)
w(x) adalah beban mati tidak terfaktor pada bangunan atas dan bangunan bawah (N/mm)
3. Hitung periode alami dengan menggunakan ekspresi :

Tf =2 π
√ W
gk
Keterangan :
g : gravitasi (m/dtk2)
4. Hitung gaya gempa statik ekuivalen pe sebagai :
CW
Pe=
L
Keterangan :
pe adalah gaya gempa statik ekuivalen yang mewakili ragam getar (N/mm)
C adalah koefisien respons gempa elastis
Kombinasi pengaruh gaya gempa
Gaya gempa elastis yang bekerja pada struktur jembatan harus dikombinasi sehingga memiliki 2 tinjauan
pembebanan sebagai berikut :
100% gaya gempa pada arah x dikombinasikan dengan 30% gaya gempa pada arah y.
100% gaya gempa pada arah y dikombinasikan dengan 30% gaya gempa pada arah x.
Sehingga apabila diaplikasikan dengan memperhitungkan variasi arah maka kombinasi gaya gempa
menjadi sebagai berikut :
1. DL + EQLL ± EQx ± 0,3 EQy
2. DL + EQLL ± EQy ± 0,3 EQx
Keterangan :
DL adalah beban mati yang bekerja (kN)
γEQ adalah faktor beban hidup kondisi gempa
γEQ = 0,5 (jembatan sangat penting)
γEQ = 0,3 (jembatan penting)
γEQ = 0 (jembatan lainnya)
LL adalah beban hidup yang bekerja (kN)
EQx adalah beban gempa yang bekerja pada arah x
EQy adalah beban gempa yang bekerja pada arah y

Jika gaya pada fondasi dan atau hubungan kolom ditentukan oleh mekanisme sendi plastis kolom (Pasal
5.9.3.3), maka gaya yang dihasilkan ditentukan tanpa menggunakan kombinasi beban pada pasal ini.
Sehingga “gaya hubungan kolom” diambil sebagai gaya geser dan momen yang dihitung dengan basis
mekanisme sendi plastis. Gaya aksial diambil sebagai hasil dari kombinasi beban aksial dan yang
berkaitan dengan mekanisme sendi plastis sebagai EQ. Bila pilar direncanakan sebagai kolom,
pengecualian dilakukan pada sumbu lemah pilar dimana pengaruh gaya akibat sendi plastis digunakan
kemudian kombinasi beban harus digunakan pada sumbu kuat pilar.

5.9 Perhitungan gaya gempa rencana


Jembatan dengan bentang tunggal di semua zona gempa, gaya gempa rencana minimum pada hubungan
bangunan atas dan bangunan bawah harus tidak lebih kecil dari perkalian As( AS = FPGA x PGA)
dengan beban permanen struktur yang sesuai. Panjang perletakan minimum pada jembatan dengan
bentang lebih dari satu harus sesuai dengan Pasal 6.4, atau Shock Transmission Unit (STU), dan peredam
harus disediakan.

5.9.1 Zona gempa 1


Untuk jembatan yang berada pada zona gempa 1 dimana koefisien percepatan puncak muka tanah (As)
kurang dari 0,05, gaya horizontal rencana pada hubungan struktur pada arah yang terkekang diambil
tidak kurang dari 0,15 kali reaksi vertikal akibat beban permanen dan beban hidup yang diasumsikan
bekerja saat terjadi gempa.
Untuk kondisi tanah selain tanah keras pada zona gempa 1, maka gaya horizontal rencana pada hubungan
struktur pada arah yang terkekang diambil tidak kurang dari 0,25 kali reaksi vertikal akibat beban
permanen dan beban hidup.
Pada tiap segmen bangunan atas, beban permanen yang bekerja pada sebaris perletakan yang digunakan
untuk penentuan gaya lateral rencana pada hubungan struktur adalah sebesar beban permanen total pada
segmen tersebut.
Bila tiap perletakan yang mendukung segmen bangunan atas atau perletakan sederhana dikekang dalam
arah transversal, maka beban permanen yang digunakan untuk perhitungan gaya lateral rencana pada
hubungan struktur adalah sebesar reaksi yang dipikul tiap perletakan.
Tiap perletakan dan hubungannya ke pelat landasan harus direncanakan untuk menahan
gaya gempa rencana yang ditransfer menuju perletakan. Untuk semua jembatan yang
berada di zona gempa 1 dan jembatan bentang tunggal, gaya gempa tidak boleh kurang dari
gaya pada hubungan struktur.

5.9.2 Zona gempa 2


Struktur jembatan yang berada pada zona 2 harus dianalisis sesuai dengan persyaratan minimum Pasal
6.3.
Kecuali untuk fondasi, maka gaya gempa rencana untuk seluruh komponen jembatan termasuk pilar dan
dinding penahan tanah, ditentukan dengan membagi gaya gempa elastis dengan faktor modifikasi respon
(R) sesuai dengan Tabel 6.

Gaya gempa rencana untuk fondasi selain fondasi tiang pancang dan dinding penahan tanah ditentukan
dengan membagi gaya gempa elastis dengan setengah dari nilai faktor modifikasi respon (R/2) sesuai
dengan Tabel 6, untuk komponen bangunan bawah dimana fondasi tersebut terhubung. Nilai R/2 tidak
boleh kurang dari 1.0.

Bila kombinasi beban selain kombinasi gempa menentukan terhadap perencanaan kolom, kemungkinan
gaya gempa yang ditransfer ke fondasi dapat lebih besar dibandingkan dengan perhitungan di atas karena
kemungkinan kuat lebih kolom harus diperhitungkan.
Kolom tunggal dan pilar
Pengaruh gaya gempa pada kolom tunggal dan pilar dihitung dengan cara sebagai berikut :
Langkah 1 :
Tentukan faktor kuat lebih momen tahanan. Gunakan faktor tahanan 1,3 untuk kolom beton bertulang dan
1,25 untuk kolom baja. Untuk kedua jenis kolom tersebut, gaya aksial pada kolom harus ditentukan
berdasarkan kombinasi beban gempa, dengan gaya aksial elastis akibat gempa diambil sebesar EQ.
Langkah 2 :
Dengan menggunakan faktor kuat lebih momen tahanan, hitung gaya geser pada kolom. Bila fondasi
kolom cukup dalam, maka perlu dipertimbangkan kemungkinan terjadinya sendi plastis di atas fondasi.
Bila ini dapat terjadi, maka panjang kolom diantara sendi plastis digunakan untuk perhitungan gaya geser
kolom.

Pilar dengan dua buah kolom atau lebih


Pengaruh gaya gempa pada pilar dengan dua kolom atau lebih harus dihitung dalam dua arah tinjauan
yaitu pada bidang pilar maupun tegak lurus bidang pilar. Untuk perhitungan gaya yang tegak lurus bidang
pilar maka dapat ditentukan sesuai dengan kolom tunggal seperti pada Pasal 5.9.3.3a. Gaya yang bekeja
pada bidang pilar dapat ditentukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Langkah 1 :
Tentukan faktor kuat lebih momen tahanan. Gunakan faktor tahanan 1,3 untuk kolom beton bertulang dan
1,25 untuk kolom baja. Untuk kedua material, gaya aksial inisial pada kolom harus ditentukan
berdasarkan (Kombinasi beban gempa), dengan EQ sebesar 0.
Langkah 2 :
Dengan menggunakan faktor kuat lebih momen tahanan, hitung gaya geser pada kolom. Jumlahkan gaya
geser pada bidang pilar untuk penentuan gaya geser maksimum pilar. Bila terdapat dinding diantara
kolom, maka tinggi kolom efektif ditentukan dari dinding atas. Bila fondasi kolom cukup dalam, maka
perlu dipertimbangkan kemungkinan terjadinya sendi plastis di atas fondasi. Bila ini dapat terjadi, maka
panjang kolom di antara sendi plastis digunakan untuk perhitungan gaya geser kolom.
Langkah 3 : Berikan gaya geser pada pusat massa bangunan atas dan tentukan gaya aksial pada kolom
karena momen saat kuat lebih kolom terbentuk.
Langkah 4 : Dengan menggunakan gaya aksial kolom sebagai gaya gempa pada (Kombinasi beban
gempa), tentukan momen tahanan lebih kolom yang terkoreksi. Dengan menggunakan momen tahanan
lebih, hitung gaya geser kolom dan gaya geser maksimum.

Gaya rencana untuk kolom dan portal


Gaya rencana untuk kolom dan tiang pancang miring diambil nilai terkecil dari yang ditentukan pada
Pasal 5.9.3.1 yaitu sebagai berikut:
Gaya aksial : Gaya rencana maksimum dan minimum ditentukan berdasarkan kombinasi beban gempa
baik dengan cara desain elastis atau sendi plastis pada kolom.
Momen : Momen rencana modifikasi berdasarkan kombinasi beban gempa.
Geser : Nilai terkecil berdasarkan desain elastis dengan kombinasi beban gempa dan menggunakan faktor
R sama dengan 1 untuk kolom atau nilai berdasarkan analisis sendi plastis.

Gaya rencana untuk pilar


Gaya rencana ditentukan berdasarkan kombinasi beban gempa, kecuali bila pilar direncanakan sebagai
kolom dalam arah sumbu lemah. Bila pilar direncanakan sebagai kolom, maka gaya rencana pada arah
sumbu lemah harus sesuai dengan Pasal 5.9.4.3c dan semua persyaratan perencanaan untuk kolom harus
diperhitungkan. Bila gaya akibat sendi plastis digunakan dalam arah sumbu lemah, maka kombinasi gaya
harus digunakan untuk menentukan momen elastis yang kemudian dikurangi dengan faktor-R.

Jembatan bentang tunggal


Analisis gempa tidak diperlukan untuk jembatan bentang tunggal di semua zona gempa. Namun
demikian, hubungan struktur atas jembatan dan kepala jembatan harus direncanakan dengan gaya rencana
sesuai Perhitungan gaya gempa rencana

N = ( 0,782 +0,02 + 0,08 )(1+ 0,000125 S² )


Keterangan :
N adalah panjang perletakan minimum diukur normal terhadap centerline tumpuan (m) L adalah panjang
lantai jembatan diukur dari siar muainya. Apabila terdapat sambungan pada suatu bentang, maka
L merupakan penjumlahan antara bentang sebelum dan setelah sambungan. Untuk jembatan bentang
tunggal, L sama dengan panjang lantai jembatan (m).
H adalah rata-rata tinggi kolom yang mendukung lantai jembatan pada tiap bentang jembatan untuk
kepala jembatan (m). Untuk kolom, tinggi kolom atau pilar jembatan (m). Untuk sambungan pada
bentang, rata-rata tinggi dua kolom atau pilar terdekat (m). H=0 untuk jembatan bentang tunggal (m).
S adalah kemiringan perletakan diukur dari garis normal terhadap bentangnya (mm)
Persyaratan P-Δ
Perpindahan lateral kolom atau pilar baik dalam arah longitudinal atau melintang harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :

  Pu 0,25 Mn

Dimana,  Rd  e
Bila T< 1,25 T s , maka:

Bila T1,25 T s , maka:

( ) 1,25Ts
Rd= 1− 1
R T
+
1
R

Rd  1
Keterangan :
Δ adalah perpindahan titik kolom atau pilar relatif terhadap dasar fondasi (m)
Δe adalah perpindahan berdasarkan analisis gempa elastis (m)
T adalah periode moda getar fundamental (detik)
Sd 1
Ts = (detik)
SDS
R adalah faktor modifikasi respons sesuai Tabel 6

Pu adalah beban aksial terfaktor pada kolom atau pilar (kN)  adalah faktor reduksi lentur pada kolom
Mn adalah kuat lentur nominal kolom atau pilar (kN.m)

Kait geser (shear connector)


Kait geser harus diberikan pada sayap girder, cross frame ujung, atau diafragma untuk mentransfer beban
gempa dari lantai beton ke kepala jembatan atau pilar pada zona gempa 2 dan harus diberikan pada zona
gempa 3 dan 4.
Untuk beban gempa transversal, sambungan geser yang efektif harus diambil seperti yang terletak di
sayap girder, cross frame ujung, atau diafragma yang tidak jauh dari 9tw di setiap sisi elemen terluar pada
kelompok pengaku perletakan.
Untuk beban gempa longitudinal, kait geser efektif terletak pada sayap gelagar di dalam panjang bentang
daerah perletakan. Beban gempa yang bekerja pada kolom /pilar diambil sebagai nilai terkecil dari:

 Geser lebih kolom /pilar, atau

 1,3 kali kapasitas sistem bresing jika dianggap sebagai sistem pemikul gempa daktail.

Beban gempa yang bekerja pada kepala jembatan diambil sebagai nilai terkecil dari:
 Kapasitas geser lebih kait geser, atau

 1,3 kali kapasitas sistem bresing jika dianggap sebagai sistem pemikul gempa daktail

Kepala jembatan
Pengaruh beban gempa terhadap jembatan bentang majemuk dapat dihitung dengan menggunakan
keadaan batas ekstrim dengan faktor tahanan sama dengan 1. Untuk fondasi pada tanah dan batuan,
lokasi resultan gaya reaksi harus berada pada dua pertiga dari dasar untuk EQ  = 0,0 dan pada delapan
persepuluh dari dasar untuk EQ  = 1,0. Untuk nilai EQ  antara 0,0 dan 1,0, pembatasan lokasi resultan
gaya harus diperoleh dengan interpolasi linier dari nilai yang diberikan pada pasal ini.
Bila semua kondisi berikut ditemui, beban lateral gempa dapat direduksi sebagai hasil pergerakan
dinding lateral akibat geser, dari nilai yang ditentukan menggunakan metode Mononobe-Okabe.

 Sistem dinding dan tiap struktur yang didukung oleh dinding dapat menoleransi pergerakan lateral yang
dihasilkan dari pergeseran struktur.

 Dasar dinding selain friksi tanah di sepanjang dasar dan tahanan pasif tanah bebas terhadap geser.

 Jika dinding berfungsi sebagai kepala jembatan, puncak dinding juga harus bebas, misalnya struktur
atas didukung oleh tumpuan gelincir. Untuk stabilitas keseluruhan dinding penahan ketika beban gempa
diperhitungkan, faktor tahanan  sebesar 0,9 dapat digunakan.

Tekanan Lateral akibat gempa


Tekanan tanah lateral akibat pengaruh gempa dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan
pseudostatis yang dikembangkan oleh Mononobe dan Okabe. Adapun asumsi dasar yang digunakan yaitu
sebagai berikut:

 Kepala jembatan bebas berdeformasi sedemikian sehingga memberikan kondisi tekanan aktif untuk
timbul. Bila kepala jembatan kaku terkekang dan tidak dapat bergerak, maka tekanan tanah yang
diperoleh akan lebih besar dibandingkan dengan hasil analisis Mononobe-Okabe.

 Timbunan dibelakang kepala jembatan bersifat nonkohesif dengan sudut friksi

 Timbunan tidak jenuh sehingga tidak ada pengaruh likuifaksi.


Kondisi kesetimbangan gaya di belakang kepala jembatan dapat dilihat pada Gambar 16. Formula gaya
tekan tanah akibat pengaruh gempa (EAE) yaitu sebagai berikut :
1
EAE= γHt ²(1−kv) KA E
2
dengan nilai koefisien tekanan aktif seismik (KAE) adalah

KAE=
cos ² (∅−θ−βa)
cos θ cos ² βa cos (δ + θ+ βa) ( √
× 1+
sin(δ + ∅)sin( ∅−θ−i )
cos (δ +θ+ βa)cos(i−βa) )
Selanjutnya untuk komponen tekanan tanah pasif yang cenderung mendorong tanah timbunan yaitu
sebagai berikut :
1
EPE= γHt ²(1−kv) KPE
2

dengan nilai koefisien tekanan pasif seismik (KPE) adalah


K P E=
cos ² (∅−θ−βa)
cos θ cos ² βa cos (δ+ θ+ βa) ( √
× 1+
sin(δ+ ∅) sin(∅−θ−i)
cos (δ + θ+ βa)cos(i−βa) )
Keterangan:

 adalah berat jenis tanah (kN/m3 )


Ht adalah tinggi tanah (m)

 adalah sudut geser internal tanah (°)  = arc tan(kh/(1-kv)) (°)  adalah sudut geser diantara tanah dan
kepala jembatan (°)
Kh adalah koefisien percepatan horizontal
Kv adalah koefisien percepatan vertical (umunya diambil 0)
i adalah sudut kemiringan timbunan (°)

 a adalah kemiringan dinding kepala jembatan terhadap bidang vertikal (°)

Contoh Perhitungan Beban Gempa pada Struktur Jembatan


Suatu pilar jembatan terdiri dari 2 buah kolom beton bertulang berukuran 50/50 cm dan balok kepala
berukuran 70/50 cm panjang 8m. Berat jenis beton = 2,5 ton/m3 dan modulus elastisitas beton: E =
200000 kg/cm2. Pilar jembatan harus mendukung 5 buah beban terpusat sebesar F = 40 ton akibat berat
dari bangunan atas jembatan dan beban kendaraan. Balok-balok dari jembatan yang harus di dukung pilar
merupakan balok beton prategang penuh (full prestressing). Pilar jembatan merupakan struktur yang
terpisah dengan struktur bagian atas jembatan (Jembatan Tipe B).
Jembatan terletak di Wilayah Gempa 4, dimana tanah dasar merupakan tanah sedang. Spektrum Respon
Gempa yang digunakan untuk perhitungan, sepertitugas sebelumnya. Jembatan terletak di suatu ruas
jalan arteri dilewati 3200 kendaraan perhari, serta tidak terdapat jalur lalu lintas alternatif lainnya.
Tentukan: Besarnya beban gempa (V) dan simpangan horisontal (s) pada struktur jembatan
Perhitungan:
Faktor Kepentingan: I = 1,2 (Jembatan dilewati lebih dari 2000 kendaraan perhari, dan tidak tersedia jalur
alternatif lainnya)
Faktor daktilitas struktur jembatan: S = 1,30 –0,025.n = 1,30 –0,025.(6) = 1,15 (Jembatan Tipe B:
struktur bagian atas jembatan dari balok beton prategang penuh, dan terpisah dengan pilar jembatan,
terbentuk 6 sendi plastis di bagian bawah dan atas pilar).
Berat struktur jembatan (WT) terdiri berat bangunan bagian atas, berat balok pilar, dan berat setengah
pilar = 5 × 40000 + (0.5 × 0.7 × 8 × 2500) + 3 (0.5 × 0.5× 4 × 2500) = 214500 kg
Pada Arah Melintang Jembatan
Kekakuan pilar jembatan (k):
Modulus elastisitas: E = 200000 kg/cm2= 2000000000 kg/m2
Momen inersia kolom: I = 1/12 × 0,5 × (0,5)3= 0,0052 m4
Kekakuan 1 kolom:
k = 12 E I / L3
= (12 × 2000000000 × 0,0052) / 83 = 243750 kg/m
Kekakuan 3 kolom: K = 3 × 243750 kg/m = 731250 kg/m
Waktu getar jembatan:
T = 2π × [W/( g × k )0,5
= 2 × 3,14 × [214500 / (9,8 × 731250)]0,5
= 1,09 detik
Untuk waktu getar T = 1,09 detik, dari Spektrum Respon Gempa Rencana
didapatkan harga C = 0,33/T = 0,33/1,09 = 0,30
Beban gempa horizontal: V = (C.I.S/R)WT
= (0,3 × 1,2 × 1,15 / 8,5) × 214500 = 10447 kg.
Simpangan horisontal: δ = V / k = 10447 / 731250
= 0,014 m = 1,4 cm = 14 mm
Simpangan maksimum:
Δh= 250 C.(S/R).T2
= 250 × 0,3 × (1,15/8.5) × (1,09)2
= 12 mm
Karena simpangan yang terjadi δ = 14 mm > dari Δh= 12 mm, maka dimensi dari kolom-kolom jembatan
dalam arah memanjang perlu diperbesar, misal diubah menjadi 60 cm, kemudian dilakukan perhitungan
ulang.
Pada Arah Memanjang Jembatan
Kekakuan pilar jembatan (k):
Modulus elastisitas: E = 200000 kg/cm2= 2000000000 kg/m2
Momen inersia kolom: I = 1/12 × 0,5 × (0,5)3 = 0,0052 m4
Kekakuan 1 kolom: k = 3 E I / L3 = (12 × 2000000000 × 0,0052) / 83 = 60937.5 kg/m
Kekakuan 3 kolom: k = 3 × 60937.5 kg/m = 182812.5 kg/m
Waktu getar jembatan: T = 2π × [W/( g × k )]0,5
= 2 × 3,14 × [214500 / (9,8 × 182812.5)]0,5
= 6,87 detik
Untuk waktu getar T = 6,87 detik, dari Spektrum Respon Gempa Rencana didapatkan harga C = 0,33/T =
0,33/6,87 = 0,05

Beban gempa horisontal: V = (C.I.S/R)WT


= (0,05 × 1,2 × 1,15 / 8,5) × 214500 = 1741 kg.
Simpangan horisontal: δ = V / k = 1741 / 182812.5
= 0,009 m = 0,9 cm = 9 mm
Simpangan maksimum:
Δh= 250 C.(S/R).T2
= 250 × 0,05 × (1,15/8.5) × (1,09)2
= 2 mm
Karena simpangan yang terjadi δ = 9 mm > dari Δh= 2 mm, maka dimensi dari kolom-kolom jembatan
dalam arah memanjang perlu diperbesar, misal diubah menjadi 60 cm, kemudian dilakukan perhitungan
ulang.
TEMA 5

KASUS - KASUS KERUSAKAN PADA JEMBATAN

Analisis Kerusakan Abutmen Jembatan Sungai Bahalang Kalimantan Tengah

Latar Belakang

Pembangunan jembatan rangka baja kelas B melintang sungai Bahalang di daerah Ampah Kalimantan
Tengah sebagai penghubung jalan yang dibangun untuk angkutan batu bara, memegang peranan penting
di dalam menunjang laju pertumbuhan perekonomian masyarakat wilayah setempat. Usaha pembangunan
jembatan mendapat kendala yaitu kerusakan pada abutmen yang terletak di bagian timur jembatan.
Terjadi rotasi sebesar 30˚ sehingga bagian belakang abutmen mengalami penurunan sedalam 2 meter dan
bergeser dari letak semula menuju ke arah sungai sejauh 1 meter seperti terlihat pada Gambar 1Ujung

dari abutmen tampaknya tetap melekat pada tumpuan pondasi yang telah mengalami perpindahan lateral.
Hal ini terlihat pada Gambar 2. Diperkirakan bahwa tiang di tumpukan bawah bagian belakang abutmen

yang turun telah tertekuk atau menjauh dari struktur dan tidak memberikan dukungan beban.

Kegagalan terjadi setelah pengurugan tanah timbunan di daerah belakang abutmen bagian sebelah timur.
Timbunan terdiri dari bahan pasir yang ditempatkan secara cepat dan langsung dari bak truk, kemudian
diratakan dengan excavator

Tujuan dan Manfaat

Tujuan studi kasus ini adalah untuk menganalisa penyebab terjadi kerusakan abutmen jembatan dengan
mengetahui berapa besar total displacement dan bending momen yang terjadi pada tiang pancang.
Kekuatan Geser Tanah

Kekuatan geser suatu massa tanah merupakan perlawanan internal tanah tersebut per satuan luas terhadap
keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser dalam tanah yang dimaksud. Untuk menganalisis
masalah stabilitas tanah seperti daya dukung, stabilitas talud (lereng), dan tekanan tanah ke samping pada
turap maupun tembok penahan tanah, mula-mula kita harus mengetahui sifat-sifat ketahanan
penggesernya tanah tersebut.

Mohr [1] menyuguhkan sebuah teori tentang keruntuhan pada material yang menyatakan bahwa
keruntuhan terjadi pada suatu material akibat kombinasi kritis antara tegangan normal dan geser, dan
bukan hanya akibat tegangan normal maksimum atau tegangan geser maksimum saja. Jadi, hubungan
antara tegangan normal dan geser pada sebuah bidang keruntuhan dapat dinyatakan, dalam bentuk

┬f = f(┫)

Garis keruntuhan (failure envelop) yang dinyatakan oleh persamaan 1 sebenarnya berbentak garis
lengkung. Untuk sebagian besar masalah-masalah mekanika tanah, garis tersebut cukup didekati dengan
sebuah garis lurus yang menunjukkan hubungan linear antara tegangan normal dan geser [1]. Persamaan
itu dapat ditulis sebagai berikut:

┬f = c + ┫ tan

dengan c adalah kohesi, dan φ adalah sudut geser dalam. Hubungan pada persamaan (2) disebut juga
sebagai kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb.

Prinsip Dasar Perencanaan Timbunan Tanah lunak memiliki memiliki keterbatasan dalam hal mendukung
beban timbunan maka pembuatan jalan yang melintasi daerah tanah lunak harus direncanakan seteliti
mungkin. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan timbunan adalah sebagai berikut.

1. Stabilitas Timbunan. Stabilitas timbunan adalah stabilitas konstruksi timbunannya dan stabilitas tanah
dasamya (subgrade). Timbunan harus didesain dengan faktor keamanan yang cukup agar tidak terjadi
kelongsoran, baik longsoran lereng, longsoran kaki dan longsoran dalam. Stabilitas konstruksi timbunan
sangat dipengaruhi oleh jenis material timbunan dan pelaksanaan pemadatannya, sedangkan stabilitas
tanah dasar tergantung dari jenis perlapisan dan kuat geser tanah dasarnya. Oleh karena itu, tanah dasar
harus diselidiki dengan teliti dan dianalisis terhadap berbagai kemungkinan bentuk keruntuhan yang akan
terjadi. Stabilitas lereng timbunan tergantung dari sudut lereng, tinggi timbunan dan kuat geser.

2. Penurunan Tanah Timbunan. Penurunan timbunan terdiri atas pemampatan tanah timbunan dan tanah
dasarnya. Pemampatan pada tanah timbunan terjadi akibat berat timbunan dan pemadatan oleh arus lalu
lintas terutama pada lapisan teratasnya. Penurunan tanah dasar diakibatkan adanya proses konsolidasi.
Timbunan tidak boleh mengalami penurunan dan perbedaan penurunan yang besar sesudah pelaksanaan.
3. Tinggi Timbunan. Penentuan rencana tinggi timbunan harus mempertimbangkan tinggi maksimum
timbunan yang mampu didukung lapisan tanah tanpa terjadi keruntuhan geser atau penurunan yang
berlebihan. Tinggi timbunan kritis dihitung dengan rumus

5,14 cu '
Hk=
γ

dimana Hk tinggi timbunan kritis (m),cu ′ adalah kuat geser undrained yang terkoreksi (kPa), dan t berat
isi timbunan (kN/m2).

Metode untuk Analisis Studi Kasus

Metode untuk studi kasus ini adalah dengan menginventarisasi data sekunder berupa data sondir, bor
mesin, dan pengukuran topografi yang kemudian dilanjutkan dengan interpretasi data yang tujuannya
adalah untuk menganalisa penyebab kerusakan abutment jembatan. Kegiatan interpretasi ini meliputi
Interpretasi data tanah, perhitungan pembebanan timbunan, analisis stabilitas lereng, dan analisa prilaku
tanah dengan menggunakan program Plaxis.

Geometri Tanah Dasar

Pelaksanaan pekerjaan pembangunan jembatan Bahalang di bangun diatas tanah lunak. Untuk analisa
geoteknik digunakan data berdasarkan data bor mesin (BH-1), karena lokasi penyelidikan berdekatan
dengan abutmen yang rusak. Starifikasi lapisan tanahnya

Analisis Stabilitas Lereng

Analisis keruntuhan terhadap lereng sungai Bahalang menggunakan analisis metode Bishop dengan
aplikasi program komputer Xstabl versi 5.202, maka akan didapatkan tipe keruntuhan dan besaran angka

keamanan. Persamaan faktor keamanan untuk analisis stabilitas lereng cara Bishop adalah

Analisis stabilitas lereng dimodelkan dalam beberapa kondisi seperti terlihat


Hasil analisa perhitungan stabilitas lereng untuk kondisi awal didapatkan SF = 2,874. Hal ini berarti
bahwa lereng tersebut aman sebelum ada tambahan beban timbunan. Sedangkan hasil analisa dengan
tambahan beban timbunan didapatkan faktor keamanan < 1 maka stabilitas lereng terhadap longsoran
adalah “tidak aman”. Keruntuhan yang terjadi pada lereng timbunan adalah “keruntuhan dasar lereng”.
Pengaruh aliran air atau rembesan menjadi faktor yang sangat penting dalam stabilitas lereng. Hal ini
terlihat dengan adanya perbedaan hasil faktor keamanan pada tinggi muka air yang berbeda.

Perhitungan Kekuatan Bahan

Dari Buku Teknik Sipil untuk tiang pancang pipa baja diameter 21,63 cm didapatkan data sebagai
berikut:

Tebal = 12 mm

D = 2163 mm

A = 29,94 cm2

Ws = 23,5 kg/m = 0,235 kN/m

Ip = 1680 cm4

Mutu baja = 2400 kg/cm2 (Bj-37)

 ijin = 1200 kg/cm2.

Maka kekuatan tiang pancang baja diperhitungkan sebagai berikut:

P ijin = σbaja × Aijin=¿ 351,48 kN.

lp
M ijin=σ baja × = 18,64078 kN. m
0,5 D

Jadi allowable axial load dari tiang berdasarkan kekuatan bahannya adalah 351,48 kN dan bending
moment yang diijinkan adalah 18,64078 kNm.

Analisis Perilaku Tanah dengan Program Plaxis

Berdasarkan Starifikasi lapisan tanahnya maka akan dibuat model lereng yang akan dianalisis. Model
lereng ini merupakan pendekatan dari kondisi sebenarnya di lapangan. Metode elemen hingga digunakan
dalam analisis balik ini dengan bantuan program Plaxis vers 8.5. Model keruntuhan tanah yang
digunakan adalah Mohr Coulomb.
Pada pelaksanaan di lapangan, suatu konstruksi dan pekerjaan timbunan merupakan sebuah proses yang
dapat terdiri dari beberapa tahapan. Dalam Plaxis proses tersebut disimulasikan dengan menggunakan
pilihan perhitungan berupa “Tahapan Konstruksi”.

Tahapan Konstruksi memungkinkan pengaktifan atau penonaktifan dari berat, kekakuan dan kekuatan
dari komponen-komponen yang diinginkan dalam model. Metode ini juga memudahkan mengubah
distribusi tekanan air.

Starifikasi lapisan tanahnya menggambarkan stratifikasi tanah yang akan digunakan sebagai input
geometri. Permodelan tanah di analisis dalam beberapa kondisi yang tertera dalam Tabel 2. Beban q
adalah beban yang perhitungkan sebagai beban preloading. Tiang yang digunakan adalah tiang pipa baja
diameter 21,63 cm.

Hasil analisis menggunakan Plaxis dijelaskan berdasarkan beberapa kondisi.

Kondisi A

Pada kondisi ini, timbunan di modelkan secara bertahap per satu meter sampai setinggi 4,5 meter dengan
ketinggian muka air 29,5 meter. Dari hasil analisis diperoleh besaran total displacement dan bending
moment seperti pada Gambar 5 sampai dengan Gambar 8. Pada Gambar 6 digambarkan arah pergerakan

tanah dengan displacement sebesar 64,50 meter

Untuk bending moment tiang pancang, didapatkan bending moment tiang belakang lebih besar daripada
tiang pancang depan. Hal ini karena tiang pancang belakang lebih banyak menahan beban bekerja
Deformed mesh akibat timbunan pada kondisi A

Deformed mesh arah pergerakan tanah pada kondisi A

Diagram bending moment tiang depan pada kondisi A

Diagram bending moment tiang belakang pada kondisi A


Terlihat bahwa bending momen yang terjadi melebihi dari bending momen ijin tiang pancang. Hal ini
dapat menyebabkan tiang pancang patah. Pergerakan tersebut terjadi pada tinggi timbunan 3 meter.

Kondisi B

Timbunan dimodelkan secara bertahap per satu meter sampai setinggi 4,5 meter dengan ketinggian muka
air 27,4 meter. Dari hasil analisis diperoleh besaran total displacement dan bending momen seperti pada
Gambar 9 sampai dengan Gambar 12. Pada Gambar 10 terlihat arah pergerakan tanah dengan
displacement sebesar 4,15 meter. Untuk bending momen tiang pancang, didapatkan bending momen tiang
belakang lebih besar daripada tiang pancang depan.

Deformed mesh akibat timbunan pada kondisi B

Deformed mesh arah pergerakan tanah pada kondisi B


Diagram bending moment tiang depan pada kondisi B

Diagram bending Mmoment tiang belakang pada kondisi B

Hasil bending moment yang terjadi melebihi dari bending momen ijin tiang, hal ini dapat mengakibatkan
tiang patah. Pada kondisi B keruntuhan terjadi pada saat tinggi timbunan 3 meter. Kondisi tinggi muka air
sangat mempengaruhi terhadap besar displacement yang terjadi. Terlihat dari hasil pada Tabel 3 dan
Tabel 4. perbedaan yang cukup jauh. Semakin tinggi muka air semakin besar displacement yang
dihasilkan.

Kondisi C

Pada kondisi ini dilakukan pembebanan secara langsung setinggi 2 m yang ditambah beban preloading
sebesar 3 kN/m2. Hal ini berdasarkan keadaan di lapangan pada saat sebelum keruntuhan abutmen
terjadi, timbunan ditempatkan secara cepat dan langsung dari truk, kemudian diratakan dengan excavator.
Ketinggian muka air adalah 27,4 meter. Hasil analisis diperoleh besaran total displacement dan bending
moment

Deformed mesh akibat timbunan pada kondisi C

Deformed mesh arah pergerakan tanah pada kondisi C

Diagram bending moment tiang depan pada kondisi C

Diagram bending moment tiang belakang pada kondisi C


Dari hasil analisa diketahui bahwa faktor dominan yang menyebabkan terjadinya keruntuhan adalah
terjadinya deformasi lateral tiang akibat pembebanan segera sehingga menimbulkan bending moment
sebesar 63,90 kNm/m pada tiang belakang dan 57,81 kNm/m untuk tiang depan. Hal tersebut diakibatkan
tinggi timbunan oprit melampaui tinggi kritisnya, sehingga terjadi keruntuhan timbunan oprit sebagai
dampak akibat dari proses langsung di mana timbunan tersebut langsung diurug di atas tanah lembek dan
diratakan dengan excavator. Excavator memberikan tambahan beban yang bekerja pada tanah sebesar 3
kN/m. Runtuhnya timbunan oprit menimbulkan extreme total displacement sebesar 6,42 meter yang
mendorong bagian tiang yang tertanam pada tanah lunak. Dorongan yang bekerja ini bekerja dalam arah
horisontal sepanjang pondasi tiang. Pondasi tiang pipa baja diameter 21,63 cm tidak cukup kuat menahan
bending moment sebesar 63,90 kNm/m sehingga tiang mengalami deformasi berlebih. Keadaan yang
paling buruk adalah tiang tersebut patah di dalam tanah, sehingga tidak mampu memberikan daya dukung
lagi.

Faktor tinggi muka air sangat berpengaruh terhadap daya dukung tanah. Lapisan tanah dasar adalah jenis
tanah lunak dengan sifat tanah lempung yang mudah mengalami proses kembang dan susut, dengan
kondisi sungai yang mengalami perubahan posisi muka air secara cepat. Pada saat pasang tinggi (HWL)
kuat geser tanah menjadi sangat rendah sebesar 5 kPa. Adanya penimbunan secara cepat dan langsung
mengakibatkan bertambahnya gaya geser tanpa adanya perubahan kuat geser tanah dasar.

Kerusakan pada Struktur Jembatan

Faktor yang mengarah pada penurunan kualitas jembatan dapat digolongkan ke dalam empat kelompok
utama :

1. Faktor dari dalam

2. Faktor pembebanan lalu lintas

3. Faktor cuaca dan lingkungan

4. Faktor pemeliharaan

Baja banyak digunakan sebagai konstruksi jembatan karena kekuatannya dan tahan lama apabila
diperlihara dengan baik. Kebanyakan jembatan yang sejak pertengahan tahun 1970 terbuat dari
konstruksi baja yang berupa rangka baja maupun gelagar baja dengan lantai beton. Sebelum masa itu
banyak jembatan baja yang dibangun tanpa sistem lapisan penutup yang memadai. Terdapat beberapa
permasalahan pada jembatan-jembatan dengan konstruksi baja yaitu :

1. Penurunan mutu dari cat dan galvanisasi

2. Karat
3. Kerusakan pada bagian –bagian baja

4. Ikatan/sambungan yang longgar

5. Retak

Masalah utama yang berhubungan dengan elemen kayu pada konstruksi jembatan disebabkan oleh :

1. Pembusukan yang disebabkan oleh jamur

2. Serangan serangga

3. Di daerah yang berair asin cacing toredo akan menyerang bagian kayu yang berada di bawah muka air
pasang.

Kesimpulan

Dari hasil studi kasus analisa kerusakan abutmen Jembatan sungai Bahalang di daerah Ampah
(Kalimantan Tengah) dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal penting yang tidak diperhatikan selama
perencanaan dan pada saat pelaksanaan sehingga mengakibatkan kegagalan struktur. Adapun hal-hal
tersebut adalah

1. Lapisan tanah dasar adalah jenis tanah lunak dengan sifatnya yang mudah berkurang kekuatan
geser apabila terjadi perubahan pasang surut yang cepat.
2. Dari Hasil analisa dengan menggunakan Program Plaxis timbunan setinggi 2 meter yang
melampaui tinggi kritis dengan metode urug lapangan secara cepat dan langsung, serta
diratakan dengan excavator mengakibatkan total displacement sebesar 6,42 meter. Dengan nilai
total displacement yang begitu besar ini sangat berpotensi terjadi keruntuhan geser tanah.
3. Pondasi tidak mampu menahan gaya lateral akibat penimbunan 2 meter dan beban preloading
sebesar 3 kN/m dimana bending moment yang terjadi setelah ditimbun adalah sebesar 63,90
kNm/m yang nilainya telah melampaui bending moment ijin tiang dan terjadi di kedalaman 14
meter di bawah permukaan. Dengan demikian bisa dipastikan tiang akan mengalami
failure/patah dimana potensi terbesar adalah dibagian sambungan.

Anda mungkin juga menyukai