NIM : 11212146
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tidur sebagai salah satu bagian dari kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan dasar yang
dibutuhkan oleh semua manusia untuk dapat berfungsi secara optimal baik sehat maupun
yang sakit (Munardi, 2003). Tidur adalah bagian dari penyembuhan dan perbaikan.
Kebutuhan untuk tidur sangat penting bagi kualitas hidup semua orang. Setiap individu
memiliki kebutuhan tidur yang berbeda dalam kuantitas dan kualitasnya (Potter & Perry,
2006). Penelitian Supadi, dkk (2008), menyatakan bahwa posisi semifowler membuat
oksigen di dalam paru-paru semakin meningkat sehingga memperingan kesukaran nafas.
Posisi ini akan mengurangi kerusakan membran alveolus akibat tertimbunnya cairan. Hal
tersebut dipengaruhi oleh gaya grafitasi sehingga O2 delivery menjadi optimal. Sesak nafas
akan berkurang, dan akhirnya proses perbaikan kondisi klien lebih cepat. Menurut Hidayat
(2013), faktor yang menyebabkan gangguan tidur bermacammacam. Biasanya klien dapat
mengidentifikasi penyebab masalah-masalah gangguan tidur seperti gangguan pernafasan,
nyeri, takut, dan kecemasan. Gangguan kebutuhan dasar pada klien gangguan pernafasan
akan menimbulkan masalah keperawatan, salah satu diantaranya adalah gangguan kebutuhan
istrahat atau gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia (banyak kencing) atau
perubahan posisi tidur yang menyebabkan sesak nafas (Smletzer & Bare, 2002). Menurut
Angela dalam Safitri dan Andriyani (2008), saat terjadi sesak nafas biasanya klien tidak dapat
tidur dalam posisi berbaring, melainkan harus dalam posisi duduk atau setengah duduk untuk
meredakan penyempitan jalan nafas dan memenuhi oksigen dalam darah. Posisi yang paling
efektif bagi klien dengan penyakit kardiopulmonari adalah posisi semi fowler dimana kepala
dan tubuh dinaikkan dengan derajat kemiringan 45°.
B. Rumusan masalah
Adakah pengaruh posisi tidur semifowler dengan kualitas tidur pada pasien PPOK (Penyakit
paru obstruktif kronis) di ruang rawat inap penyakit paru RSUD selasih pelalawan.
C. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh posisi tidur semifowler dengan kualitas
tidur pada pasien PPOK (Penyakit paru obstruktif kronis ). di ruang rawat inap penyakit paru
RSUD Selasih Pelalawan .
BAB II
ANALISA JURNAL
A. JURNAL UTAMA
1. Judul jurnal Pengaruh posisi tidur semifowler dengan kualitas tidur pada pasien ppok (
Penyakit paru obstruktif kronis ) di rawat inap penyakit paru rsud selasih kabupaten
pelalawan.
3. Populasi , sample dan teknik sampling a. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah
pasien ppok yang ada dirawat inap sebanyak 20 orang . b. Sample Sampel pada penelitian ini
adalah 20 sampel penderita ppok ( Penyakit paru obstruktif kronis ) sampel yang terdiri dari
kelompok eksperimen 10 orang dan kelompok kontrol 10 orang dengan Kriteria Inklusi yaitu
Penderita yang berada di rawat inap penyakit paru rsud selasih kabupaten pelalawan., pasien
yang bersedia menjadi responden. c. Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini adalah purposive sampling.
B. JURNAL PENDUKUNG
1. Judul jurnal Pengaruh Posisi Tidur Semi Fowler 45˚ Terhadap Kualitas Tidur Pasien Gagal
Jantung Di Ruang ICCU RSUD dr. Soedarso Pontianak.
3. Hasil Hasil penelitian yang telah dilakukan pada 32 orang, Karateristik responden rata-rata
berusia 45-59 tahun (37,5%) dan berjenis kelamin laki-laki (81,3%). Tingkat kualitas tidur
pada kelompok intervensi didapatkan nilai p = 0,000 dan kelompok kontrol didapatkan nilai p
= 0,184. Pada perbandingan kualitas tidur antara kelompok intervensi dan kontrol bernilai p =
0,050.
C. ANALISA PICO
1. Problem
Problem pada penelitian ini adalah penderita ppok ppok ( Penyakit paru obstruktif kronis ),
yang mengalami kualitas tidur yang berada di rawat inap penyakit paru rsud selasih
kabupaten pelalawan berjumlah 20 orang.
2. Intervention
Intervention dilakukan untuk menganalisis Pengaruh posisi tidur semi fowler dengan kualitas
tidur pada pasien ppok ( Penyakit paru obstruktif kronis ) di rawat inap penyakit paru rsud
selasih kabupaten pelalawan.Menurut analisis peneliti, pada kelompok pre dan post test
terdapat perbedaan mean kualitas tidur yaitu kualitas tidur setelah diberikan intervensi
dengan perubahan posisi tidur menjadi posisi semi fowler berbeda nilia 3,40 dibandingkan
dengan kualitas tidur setelah diberikan intervensi. Artinya, secara statistik p erubahann
posisis semifowler memberikan pengaruh terhadap kualitas tidur pada pasien gangguan
pernafasan dengan nilai p value < 0,05.
3. Comparison
Jurnal Pembanding a. Judul Jurnal Pengaruh therapeutic exercise walking terhadap kualitas
tidur klien dengan penyakit paru obstruksi kronik (ppok) di rs tk II putri hijau medan. b.
Peneliti Elis Anggeria, Eriza Dinamika c. Hasilnya Hasil penelitian menunjukkan nilai z-test
3,162 dan nilai p-value 0,013. Hal ini berarti pvalue < α (0,05) yang artinya Ho ditolak dan
Ha diterima, terbukti bahwa ada pengaruh theraupetic exercise walking dengan kualitas tidur
pada pasien PPOK di RS TK II Putri Hijau Medan.
4. Outcome Dalam penelitian ini ditemukan adanya Pengaruh posisi tidur semifowler dengan
kualitas tidur penderita ppok ppok ( Penyakit paru obstruktif kronis ) Instrumen penelitian
menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Hasil penelitian menunjukkan rerata
selisih kualitas tidur sebelum dan sesudah intervensi berkisar 3,4. Artinya adanya perubahan
kualitas tidur antara pre dan post intervensi perubahan posisi semi fowler. Rerata perbedaan
kualitas tidur pada kedua kelompok yaitu (18,80 + 1,795 : 15,40 + 2,798). Terlihat perbedaan
nilai mean antara kedua kelompok adalah 3,40 dengan standar deviasi 1,003, secara statistik
perbedaan tersebut signifikan (p < 0,05). Artinya posisi tidur semifowler berpengaruh untuk
meningkatkan kualitas tidur pada pasien gangguan pernafasan RSUD Selasih Pelalawan.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi PPOK Global initiative for chronic obstructive lung disease(GOLD) mengartikan
PPOK adalah suatu penyakit yang bisa dilakukan pencegahan dan pengobatan. PPOK
memiliki tanda gejala terdapatnya hambatan aliran udara dalam saluran pernafasan yang
bersifat progresif. PPOK juga terdapat peradangan atau inflamasi pada saluran pernafasan
dan paru-paru yang diakibatkan oleh adanya partikel dan gas yang berbahaya (GOLD, 2013).
PPOK merupakan keadaan irreversible yang ditandai adanya sesak nafas pada saat
melakukan aktivitas dan terganggunya aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru
(Smeltzer et al, 2013). merupakan penyakit kronis ditandai dengan terhambatnya aliran udara
karena obstruksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh paparan yang lama terhadap polusi
dan asap rokok. PPOK merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama (Grace et al, 2011). PPOK adalah penyakit yang dapat
dicegah dan diobati yang secara umum ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang
terusmenerus biasanya progresif dan berhubungan dengan peradangan kronis, peningkatan
respon dalam saluran udara dan paru-paru dari partikel berbahaya atau gas. (Vestbo et.al.,
2013). Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit radang saluran nafas utama
ditandai dengan keterbatasan aliran udara sebagian besar ireversibel yang menghasilkan
hypoxemia dan hiperkapnia. (Huang, et al., 2013).
2. Klasifikasi PPOK Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson
(2014) :
a. Asma Penyakit jalan nafas obstruktif intermienb, reversibledimana trakea dan bronkus
berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu Brunner et al., 2010).
b. Bronkhitis kronis Bronkhitis Kronis merupakan batuk produktif dan menetap minimal
3 bulan secara berturut-turut dalam kurun waktu sekurang-kurangnya selama 2 tahun.
Bronkhitis Kronis adalah batuk yang hampir terjadi setiap hari dengan disertai dahak
selama tiga bulan dalam setahun dan terjadi minimal selama dua tahun berturut-turut
(GOLD, 2010).
c. Emfisema Emfisema adalah perubahan struktur anatomi parenkim paru yang ditandai
oleh pembesaran alveolus, tidak normalnya duktus alveolar dan destruksi pada
dinding alveolar. (PDPI, 2003).
3. Penyebab PPOK Penyebab PPOK Beberapa faktor penyebab PPOK menurut Mansjoer
(2008) dan Ovedoff (2006):
a. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas kimiawi.
b. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga menyebabkan semakin menurunnya fungsi
paru-paru.
c. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma orang dengan
kondisi ini berisiko mendapat PPOK. d. Keadaan menurunnya alfa anti tripsin. Enzim
ini dapat melindungi paru-paru dari proses peradangan. Menurunnya enzim ini
menyebabkan seseorang menderita empisema pada saat masih muda meskipun tidak
ada riwayat merokok.
4. Patofisiologi PPOK Patofisiologi penyebab PPOK menurut Price et al, (2003) dan Stanley
et al., 2007). Adanya proses penuaan menyebabkan penurunan fungsi paruparu. Keadaan ini
juga menyebabkan berkurangnya elastisitas jaringan paru dan dinding dada sehingga terjadi
penurunan kekuatan kontraksi otot pernafasan dan menyebabkan sulit bernafas. Kandungan
asap rokok dapat merangsang terjadinya peradangan kronik paru paru. Mediator peradangan
dapat merusak struktur penunjang di paru-paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi
karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan
saluran udara kolaps. (Grece et al, 2011). Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen
seseorang, yaitu jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan
tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan aliran darah ke paru-paru.
Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi
seperti fungsi ventilasi paru. Faktor risiko merokok dan polusi udara menyebabkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis.
Akibat dari kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis akan terjadi obstruksi pada
bronkiolus terminalis yang mengalami obstruksi pada awal fase ekspirasi. Udara yang mudah
masuk ke alveoli pada saat inspirasi akan banyak terjebak dalam alveolus pada saat ekspirasi
sehingga terjadi penumpukan udara (air trapping). Kondisi inilah yang menyebabkan adanya
keluhan sesak nafas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan
menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi (Price et al,
2003).
5. Manifestasi klinis PPOK Manifestasi klinis pada PPOK menurut Mansjoer (2008) dan
GOLD (2010) yaitu: Malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya
ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang muncul di pagi hari. Nafas
pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek, , sesak nafas akut, frekuensi nafas
yang cepat, penggunaan otot bantu pernafasan dan ekspirasi lebih lama daripada inspirasi.
a. Tes Faal Paru Spirometri (FEV1, FEV1 Obstruksi ditentukan oleh nilai FEV1
prediksiprediksi, FVC, FEV1/FVC) (%) dan atau FEV1/FVC (%). FEV1 merupakan
parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau
perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
b. Radiologi (foto toraks) Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru
berupa hiperinflasi atau hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler
meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-
kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi
pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit
paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien.
c. Analisa gas darah harus dilakukan bila ad kecurigaan gagal nafas. Pada hipoksemia
kronis kadar hemiglobin dapat meningkat.
d. Mikrobiologi sputum
e. Computed tomography Dapat memastikan adanya bula emfimatosa.
7. Komplikasi PPOK Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Grace et
al (2011) dan Jackson (2014) : Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal nafas
kronik, gagal nafas akut, infeksi berulang, dan kor pulmonal. Gagal nafas kronis ditunjukkan
oleh hasil analisis gas darah berupa PaO250 mmHg, serta Ph dapat normal. Gagal nafas akut
pada gagal nafas kronis ditandai oleh sesak nafas dengan atau tanpa sianosis, volume sputum
bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran menurun. Pada pasien PPOK produksi
sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi
infeksi berulang. Selain itu, pada kondisi kronis ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah,
ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah. Adanya kor pulmonal ditandai oleh P
pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %, dan dapat disertai gagal jantung kanan (PDPI, 2016).
8. Pelaksanaan PPOK PPOK adalah penyakit paru-paru kronis yang bersifat progresif dan
irreversible. Penatalaksanaan PPOK dibedakan berdasarkan pada keadaan stabil dan
eksaserbasi akut. Penatalaksanaan PPOK berdasarkan PDPI (2016):
1. Pengertian Semi fowler adalah sikap dalam posisi setengah duduk 15-60 deraja t atau Cara
berbaring pasien dengan posisi setengah duduk. Semi-duduk atau semifowler membantu
mengurangi aliran balik vena pada pasien dengan gagal jantung yang akan mengurangi
peningkatan dan distensi vena jugularis pada leher penderita.
3. Di lakukan pada: 1) Pasien sesak napas 2) Pasien pasca bedah bila keadaan umum pasien
baik, atau, bila pasien sudah benar-benar sadar.
4. Persiapan alat :
a) persiapan alat
1) Perkenalkan diri anda pada klien, termasuk nama dan jabatan atau peran da n jelaskan apa
yang akandilakukan
3) Jelaskan prosedur dan alasan dilakukan tindakan tersebut yang dapat dipahami oleh klien
4) Siapkan peralatan
5) Cuci tangan
6) Yakinkan klien nyaman dan memiliki ruangan yang cukup dan pencahayaa nyang cukup
untuk melaksanakan tugas
c) Prosedur :
1) Pasien di dudukkan, sandaran punggung atau kursi di letakkan di bawah atau diatas kasur
di bagian kepala, di atur sampai setengah duduk dan di rapikan. Bantaldi susun menurut
kebutuhan. Pasien di baringkan kembali dan pada ujung kakinyadi pasang penahan.
2) Pada tempat tidur khusus (functional bed) pasien dan tempat tidurnya langsung diatur
setengah duduk, di bawah lutut di tinggikan sesuai kebutuhan. Kedua lengandi topang dengan
bantal
3) Pasien di rapikan
3) Khusus untuk pasien pasca bedah di larang meletakkan bantak di bawah perut.
5) Dokumentasikan hasil prosedur dan toleransi klien pada format yang tepat
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian tentang Pengaruh Posisi Tidur Semifowler dengan kualitas tidur
pada pasien PPOK di ruang rawat inap penyakit paru RSUD Selasih Pelalawan terhadap 20
responden, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Rerata selisih kualitas tidur sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol
berkisar 0,1, sedangkan selisih kualitas tidur sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok
eksperimen berkisar 3,4. Artinya perubahan posisi semifowler lebih efektif dibandingkan
dengan perubahan poisisi semi fowler pada psaein PPOK yang diraat di ruang paru RSUD
Selasih Pelalawan.
2.Rerata perbedaan kualitas tidur pada kedua kelompok kontrol yaitu (18,40 + 2,088 : 18,60
+ 2,037). Sedangkan pada rerata perbedaan kualitas tidur pada kelompok eksperimen yaitu
(18,80 + 1,795 : 15,40 + 2,798). Terlihat perbedaan nilai mean antara kedua kelompok
(0,2:3,40) dengan standar deviasi (0,05:1,003), secara statistik perbedaan tersebut signifikan
pada kelompok eksperimen (p < 0,05), dan tidak signifikan pada kelompok kontrol (p >
0,05). Artinya posisi tidur semifowler berpengaruh untuk meningkatkan kualitas tidur pada
pasien PPOK di ruang paru RSUD Selasih Pelalawan.
B. Saran
1. Untuk Responden Disarankan bagi responden dapat memanfaatkan posisi semi fowler
untuk meningkatkan kualitas tidurnya dengan baik dan tepat.
2. Untuk Rumah Sakit Disarankan kepada pihak rumah sakit untuk dapat menerapkan
intervensi perubahan posisi tidur dengan semifowler ini sebagai solusi dalam mengatasi
masalah gangguan kebutuhan istirahat dan tidur terutama pada pasien gangguan pernafasan.
3. Untuk peneliti Diharapkan untuk peneliti yang ingin mengembangkan penelitian ini
sebaiknya menggunakan analisis multivariat sehingga dihasilkan model yang dapat
menjadikan penelitian ini lebih reliabel.
DAFTAR PUSTAKA
Munardi. (2003). Faktor yang mempengaruhi kebutuhan tidur pada pasien dengan perubahan
fungsi pernafasan diBadan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Thesis, Universitas Banda Aceh.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2011). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/10859/BAB%20II.pdf?seque
nce=3&isAllowed=y
Rafknowledge. (2004). Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://eprints.ung.ac.id/1927
/6/2012-2-14201-841408019-bab2-26012013065839.pdf
Safitri, Refi. Andriyani, Annisa. (2011). Keefektifan Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap
Penurunan Sesak Napas Pada Pasien Asma Di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD. Dr.
Moewardi Surakarta. Vol.8 No.2. Surakarta
Siregar, Mukhlidah Hanun. (2011). Mengenal sebabsebab, akibat-akibat, dan cara terapi
insomnia. Jakarta: Flash Book
https://www.academia.edu/35343500/SOP_FOWLER_X_SEMI_FOWLER