Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena penyakit pernapasan yang akan semakin sering dijumpai

adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Penyakit Paru Obstruktif Kronis

adalah penyakit pernapasan dengan salah satu ciri berupa sesak napas yang

dapat mengancam jiwa. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) tergolong penyakit paru-

paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi

terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. PPOK ini

timbul akibat dari adanya respon inflamasi kronis yang tinggi pada saluran

napas dan paru yang biasanya bersifat progresif dan persisten. Penyakit

dengan terganggunya pernapasan normal ini bisa juga terjadi akibat

saluran napas tersumbat dan atau kelainan alveolar yang disebabkan

partikel atau gas yang berbahaya.

PPOK disebut sebagai penyakit sistemik yang mempunyai hubungan

antara keterlibatan metabolik, otot rangka, dan molekuler genetik.

Disfungsi otot rangka dan kelemahan otot pernapasan berperan dalam

terganggunya pola napas penderita PPOK oleh sebab itu penderita PPOK

cenderung lebih sulit melakukan inspirasi dan ekspirasi. Terganggunya

pernapasan atau sesak napas tidak cukup untuk menggolongkan ke dalam

penyakit PPOK, maka diharuskan melakukan penegakan diagnosis PPOK

1
2

melalui pemeriksaan pernapasan yaitu pemeriksaan kapasitas vital paru.

Pemeriksaan kapasitas vital paru adalah pemeriksaan yang wajar pada

pasien PPOK. Penegakan diagnosis pasien PPOK adalah dengan hasil uji

kapasitas vital paru berupa peningkatan volume residu dan penurunan

kapasitas paru. Hal ini disebabkan oleh periode ekspirasi yang memanjang,

obstruksi saluran napas dan terakumulasinya udara. Kapasitas vital paru

dapat diukur dengan meminta pasien bernapas maksimal dan

menghembuskan napas melalui spirometri. Nilai kapasitas vital pria

dewasa lebih tinggi 20-25% daripada wanita dewasa. Hal ini antara lain

disebabkan oleh perbedaan kekuatan otot pria dan wanita sehingga nilai

kapasitas vital paru juga berbeda yang dipengaruhi oleh karakteristik fisik

seperti umur, tinggi badan dan berat badan (Surya, 2018).

The National Institute for Health and Care Excellence (NICE) tahun

2010 mengatakan bahwa yang termasuk ke dalam definisi PPOK lainnya

adalah apabila pada pemeriksaan spirometri terdapat penurunan rasio

FEV1/FVC kurang dari 0,7. Bila FEV1 ≥ 80% maka PPOK hanya dapat

ditegakkan dari gejala klinis berupa sesak atau batuk. Maka berdasarkan

definisi dan kriteria untuk PPOK, dimana rasio FEV1/FVC pada kasus ini

<0.7 (0.56). Spirometri mengukur volume udara ketika ekspirasi dan

inspirasi maksimal (forced vital capacity, FVC) dan volume udara ketika

ekspirasi selama satu detik pertama (forced expiratory volume in one

second, FEV1), serta rasio dari kedua pengukuran ini. Seseorang dapat
3

didiagnosis PPOK bila rasio FEV1/FVC kurang dari 0,7 atau bila FEV1

pasca bronkodilator <80%1 (Muskopf, 2016).

World Health Organization (WHO) menyebut PPOK merupakan

penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia. Angka kematian akibat

PPOK menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab kematian di Indonesia

dan prevalensi PPOK rata – rata sebesar 1,8%. Prevalensi PPOK tertinggi

terdapat di Nusa Tenggara Timur (10,0%), Sulawesi Tengah (8,0%),

Sulawesi Barat (6,7%), Sulawesi Selatan (6,7%), Jawa Timur (3,6%),

Sumatera Utara (3,6%), dan Jawa Tengah (2,1%) (Kemenkes, 2021). Di

Indonesia, PPOK menjadi urutan pertama pada kelompok paru yang

memiliki angka kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru

(30%), dan lainnya (12%).

Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD) memperkirakan bahwa pada tahun 2030 jumlah klien PPOK

mencapai 64 juta jiwa (Ginting et al., 2019). Berdasarkan kriteria yang

telah ditetapkan oleh British Thoracic Society (BTS) prevalensi PPOK

sebesar 7,6% sedangkan menurut Europe Respiratory Society (ERS) dan

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD, 2019)

prevalensi berkisar antara 14% sementara prevalensi PPOK yang telah

ditetapkan oleh American Thoracic Society (ATS) mencapai 34,1% pada

masing-masing wilayah.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah melaporkan proporsi kasus

PPOK di provinsi jawa tengah pada tahun 2020 sebesar 1,2% dimana
4

angka ini tidak mengalami pergeseran dari tahun sebelumnya yaitu 1,2%

pada tahun 2019 (Dinkes Jateng, 2020). Sedangkan pemerintah Kota

Surakarta melaporkan tercatat sebanyak 3.512 jiwa terdiagnosa PPOK

pada tahun 2018 (Dinkes Surakarta, 2018). Pihak Rumah Sakit Umum

Pusat (RSUP) Surakarta melaporkan bahwa total keseluruhan pasien yang

didiagnosa secara medis mengalami PPOK pada Juni sampai November

2022 sebanyak 1.184 rawat jalan, dan sekitar 62 rawat inap (RSUP,2019).

Pasien PPOK yang mengalami sesak napas, secara tidak langsung

pertukaran gas akan memburuk, sehingga terjadi ketidakseimbangan PaO2

arteri dan tanda perfusi ventilasi lainnya. Selain itu akan diperberat dengan

gangguan fungsi pada otot-otot pernapasan, penurunan ventilasi dan

menyebabkan retensi karbondioksida akibatnya terjadi penurunan sirkulasi

pada pembuluh dara paru. Dengan adanya peningkatan prevalensi,

morbiditas, dan mortalitas PPOK, serta untuk memperbaiki ventilasi dan

mengembalikan fungsi kerja otot abdomen dan toraks dapat dilakukan

manajemen keperawatan mandiri salah satunya yaitu latihan pernapasan

(Ginting et al., 2019). Manajemen keperawatan mandiri berupa latihan

pernapasan ini sangat penting untuk mengurangi risiko komplikasi jangka

panjang pada pasien PPOK.

Latihan pernapasan dilakukan untuk mendapatkan pengaturan napas

yang lebih baik dari pernapasan sebelumnya yang cepat dan dangkal

menjadi lebih lambat dan dalam. Latihan pernapasan tersebut dapat

dilakukan dengan teknik Pursed Lip Breathing yakni pernapasan melalui


5

bibir. Pursed Lip Breathing dapat membantu periode ekspirasi udara yang

terjebak dalam bronkial (Ginting et al., 2019). Pursed Lip Breathing

adalah teknik penanganan yang tepat pada pasien PPOK, emfisema, dan

asma (Suryantoro, 2018). Tujuan latihan pernapasan Pursed Lip Breathing

pada pasien PPOK adalah untuk mengatur frekuensi dan pola pernapasan

sehingga mengurangi air trapping, memperbaiki fungsi diafragma,

memperbaiki ventilasi alveolus untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa

meningkatkan kerja pernapasan, memperbaiki mobilitas sangkar toraks,

mengatur dan mengkoordinasi kecepatan pernapasan sehingga sesak napas

berkurang.

Serangkaian penelitian yang telah dilakukan tentang Pursed Lip

Breathing, seperti yang dilakukan oleh Yarwin Yari, dkk (2022), bahwa

bahwa terdapat peningkatan kapasitas vital yang signifikan dengan metode

Pursed Lip Breathing dengan hasil pre test (79,00) dan post test (86,20),

oleh Samantha & Almalik, (2019) membandingkan Pursed Lip Breathing

dan Six Minute Walk Test, dan didapatkan hasil bahwa Pursed Lip

Breathing lebih mampu meningkatkan hasil kapasitas vital dengan hasil

pre test (12,86) dan post test (74,71) dibanding dengan Six Minute Walk

Test, dan oleh Astriani, dkk (2020) bahwa terdapat pengaruh peningkatan

kapasitas vital dengan metode pernapasan Pursed Lip Breathing dengan

hasil pre test (1,34) dan post test (1,65).

Berdasarkan dari beberapa penelitian yang menyebutkan tindakan

pursed lip breathing dapat meningkatkan asupan oksigen ke paru-paru dan


6

jaringan tubuh, serta pengurangan efek sesak napas yang diukur dari hasil

kapasitas vital paru, kelebihan lain tindakan pursed lip breathing adalah

bisa dilakukan tanpa butuh biaya tambahan dan obat-obatan serta dapat

dilakukan dalam keadaan sesak atau tidak. Dengan semua kelebihan

tindakan Pursed Lip Breathing maka perlu dilakukan studi kasus untuk

mengetahui bagaimana pemberian tindakan relaksasi pernapasan dengan

teknik Pursed Lip Breathing terhadap peningkatan kapasitas vital paru

pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam studi kasus ini adalah bagaimana pemberian

tindakan Pursed Lip Breathing dalam peningkatan kapasitas vital paru

pada pasien PPOK di RSUP Surakarta?

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Mendeskripsikan tindakan keperawatan Pursed Lip Breathing dalam

peningkatan kapasitas vital paru pada pasien PPOK.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan pengkajian pada pasien PPOK.

b. Mendeskripsikan diagnosis keperawatan pada pasien PPOK.

c. Mendeskripsikan intervensi keperawatan pada pasien PPOK.


7

d. Mendeskripsikan implementasi tindakan keperawatan pada pasien

PPOK.

e. Mendeskripsikan evaluasi perubahan kapasitas vital paru sebelum

dan sesudah tindakan keperawatan pemberian tindakan Pursed Lip

Breathing pada pasien PPOK.

f. Mendeskripsikan perbedaan kondisi pasien sebelum dan sesudah

tindakan keperawatan pemberian tindakan Pursed Lip Breathing.

D. Manfaat Studi Kasus

1. Manfaat Teoritis

Studi kasus ini dapat memberikan manfaat sebagai sumber keilmuan

untuk penegakan asuhan keperawatan pada pasien PPOK dengan fokus

pemberian tindakan Pursed Lip Breathing, dan memberikan informasi

tambahan mengenai pemberian tindakan Pursed Lip Breathing terhadap

kapasitas vital paru pada pasien PPOK.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Studi kasus ini dapat menjadi titik permulaan dari penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan masalah keperawatan, serta studi

kasus ini bermanfaat untuk tambahan acuan studi kasus lain

mengenai tindakan keperawatan pemberian terapi non farmakologis

pada pasien PPOK.


8

b. Bagi Profesi Keperawatan

Studi kasus ini diharapkan bisa menjadi sumber referensi dan bahan

acuan tambahan dalam menegakkan asuhan keperawatan pada pasien

PPOK melalui pemberian tindakan Pursed Lip Breathing.

c. Bagi Klien atau Masyarakat

Mampu memberikan edukasi tambahan kepada klien atau

masyarakat mengenai penanganan non farmakologis dengan

pemberian tindakan Pursed Lip Breathing dalam peningkatan

kapasitas vital paru pada pasien PPOK.

Anda mungkin juga menyukai