KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Semoga buku ini bermanfaat adanya, kritik dan saran sangat penulis
harapkan demi perbaikan penerbitan buku-buku ini dimasa-masa mendatang,
dan semoga Allah melimpahkan pertolongan dan petunjuk-NYA. Aamin yaa
robbal alamiin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
H. Sujud Tilawah........................................................................................... 47
I. Dzikir Sesudah Shalat ............................................................................... 50
J. Shalat Berjama’ah ..................................................................................... 53
K. Shalat Jum’at ............................................................................................ 58
L. Qasar dan Jamak ....................................................................................... 61
M. Shalat Jenazah .......................................................................................... 63
BAB V SHALAT SUNNAH ............................................................................... 73
A. Shalat Sunnah Rawatib ............................................................................. 73
B. Shalat Sunnah Dhuha ................................................................................ 76
C. Shalat Sunnah Tahajud .............................................................................. 78
D. Shalat Sunnah Istikharah ........................................................................... 81
E. Shalat Sunnah Witir .................................................................................. 85
F. Shalat Sunnah Hajat .................................................................................. 86
G. Shalat Sunnah Taubat................................................................................ 89
H. Shalat Sunnah Tasbih ................................................................................ 91
I. Shalat Sunnah Dua Gerhana ...................................................................... 92
J. Shalat Sunnah Hari Raya (‘Id) ................................................................... 96
K. Shalat Sunnah Awwabin ......................................................................... 101
L. Shalat Sunnah Tahiyyatul Masjid ............................................................ 102
M. Shalat Sunnah Mutlaq ............................................................................. 106
N. Shalat Sunnah Tarawih ........................................................................... 108
O. Shalat Sunnah Safar ................................................................................ 113
P. Shalat Sunnah Raghibatul Fajr ................................................................ 116
Q. Shalat Sunnah Istisqa .............................................................................. 120
R. Shalat Sunnah Lailatul Qadr .................................................................... 125
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 130
iii
BAB I
PENGANTAR UMUM
A. Hukum Islam
1. Mukallaf
Orang mukallaf ialah orang muslim yang dikenai kewajiban
atau perintah dan menjauhi larangan agama, karena telah dewasa
dan berakal (akil baligh) serta telah mendengar seruan agama.
2. Hukum-hukum Islam
Hukum Islam yang biasa juga disebut hukum syara’ terbagi
menjadi lima:
a. Wajib: yaitu suatu perkara yang apabila dikerjakan mendapat
pahala dan jika ditinggalkan mendapat dosa. Wajib atau
fardhu itu dibagi menjadi dua bagian:
1) Wajib ‘ain: yaitu yang mesti dikerjakan oleh setiap orang
yang mukallaf sendiri, seperti shalat yang lima waktu,
puasa dan sebagainya.
2) Wajib kifayah: yaitu suatu kewajiban yang telah dianggap
cukup apabila telah dikerjakan oleh sebagian dari orang-
orang mukallaf. Dan berdosalah seluruhnya jika tidak
seorang pun dari mereka mengerjakannya, seperti
menyembahyangkan mayit dan menguburkannya.
b. Sunnat: yaitu suatu perkara yang apabila dikerjakan mendapat
pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa. Sunnat dibagi
menjadi dua:
1) Sunnat mu’akkad: yaitu sunnat yang sangat dianjurkan
mengerjakannya seperti shalat tarawih, shalat dua hari
raya fitri dan adha dan sebagainya.
2) Sunnat ghairu mu’akkad: yaitu sunnat biasa.
c. Haram: yaitu suatu perkara yang apabila ditinggalkan
mendapat pahala dan jika dikerjakan mendapat dosa, seperti
1
minum-minuman keras, berdusta, mendurhakai orang tua dan
sebagainya.
d. Makruh: yaitu suatu perkara yang apabila dikerjakan tidak
berdosa, dan apabila ditinggalkan mendapat pahala, seperti
makan petai dan berambang mentah dan sebagainya.
e. Mubah: yaitu suatu perkara yang apabila dikerjakan tidak
mendapat pahala dan berdosa, dan jika ditinggalkan juga tidak
berdosa dan tidak mendapat pahala. Jelasnya boleh saja
dikerjakan dan boleh ditinggalkan.
B. Rukun Islam
1. Pengertian Syahadat
Syahadat berasal dari bahasa Arab, yaitu syahida yang
memiliki arti "kesaksian" atau "ia telah menyaksikan".
Kalimat ini merupakan langkah dan kewajiban pertama untuk
mereka yang hendak menjadi seorang Muslim. Di sisi lain, umat
Muslim yang mengucapkan kalimat syahadat dengan sepenuh
hati akan dijauhkan dari api neraka. Hal ini sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW: "Barang siapa yang bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah,
2
Allah akan menjauhkannya dari api neraka." (Diriwayatkan oleh
Muslim)
2. Kalimat Syahadat
Lafadz syahadat:
ًم
دا َا
مح َن
ُ ا ُه
د أ ََْش
َأِاَل هللاُ و ََِل
ه إ َن
ْ ََل إ د أ ُهََْش
أ
ُِ هللا
ْلَسُو
ر
Artinya: "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah.
Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah
utusan Allah".
Kalimat syahadat terbagi menjadi dua, yaitu shayadat tauhid
dan syahadat rasul. Berikut Penjelasannya:
a. Syahadat Tauhid
Syahadat tauhid berbunyi: "Saya bersaksi bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah." Kalimat ini merupakan ikrar bahwa
tidak ada Tuhan yang layak disembah dan diibadahi di dunia
ini selain Allah. Sebab, Allah merupakan satu-satunya
pencipta manusia dan alam semesta.
Kalimat ini juga menjadi bukti kepercayaan umat
Muslim bahwa Allah Maha Esa, Maha Pengasih, dan Maha
Penyayang. Allah tidak memiliki anak, tidya menyembah
Adan meminta pertolongan kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda:"Islam dibangun di atas
lima perkara: persaksian bahwa tiada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,
mendirikan sholat, menunaikan zakat, pergi haji, dan puasa
di bulan Ramadhan". (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
b. Syahadat Rasul
Kesaksian kedua, yaitu "Saya bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan Allah" mengikrarkan bahwa
Muhammad adalah seorang nabi dan rasul yang diutus oleh
Allah SWT kepada seluruh umat manusia untuk membawa
risalah tauhid.
3
Dalam hal ini, setiap Muslim harus membenarkan
semua yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Umat
juga diharuskan untuk mengamalkan apa yang beliau
perintahkan. Dengan kata lain, Nabi Muhammad adalah
utusan Allah yang patut dijadikan teladan dalam kehidupan.
4
BAB II
THAHARAH
(Bersuci)
A. Pengertian Thaharah
Thaharah (bersuci) menurut bahasa berarti bersih dan
membersihkan diri dari kotoran yang bersifat hissiy (inderawi) seperti
najis dan kotoran yang ma’nawi seperti cacat fisik maupun nonfisik
(aib). Sedangkan menurut syara’, thaharah adalah sesuatu yang
dihukumi wajib untuk melaksanakan shalat seperti wudhu, mandi,
tayammum dan menghilangkan najis lainnya.
Menurut Daud al-Dlahiri mengatakan bahwa air terkena najis,
baik air mengalir maupun diam (tenang), apabila air tersebut tidak
mengalir dan najisnya dapat dilihat dengan mata, selain bangkai yang
tidak memiliki darah yang mengalir dan terjadi perubahan salah satu
sifat air tersebut, maka air dihukumi najis.
1. Macam-macam Air
Macam air yang dapat digunakan untuk bersuci antara lain yaitu:
a. Air Hujan
b. Air Sumur
c. Air Laut
d. Air Sungai
e. Air Salju
f. Air Telaga
g. Air Embun
2. Pembagian Air
a. Air suci dan menyucikan: Air suci dan menyucikan artinya
dzat air tersebut suci dan bisa digunakan untuk bersuci. Air
5
ini oleh para ulama fiqih disebut dengan air mutlak. Menurut
Ibnu Qasim Al-Ghazi ada 7 (tujuh) macam air
b. Air musyammas: Air musyammas adalah air yang dipanaskan
di bawah terik sinar matahari dengan menggunakan wadah
yang terbuat dari logam selain emas dan perak, seperti besi
atau tembaga. Air ini hukumnya suci dan menyucikan, hanya
saja makruh bila dipakai untuk bersuci. Air ini juga makruh
digunakan bila pada anggota badan manusia atau hewan yang
bisa terkena kusta seperti kuda, tetapi tak mengapa bila
dipakai untuk mencuci pakaian atau lainnya. Meski demikian
air ini tidak lagi makruh dipakai bersuci apabila telah dingin
kembali.
c. Suci namun tidak menyucikan: Air ini dzatnya suci tetapi
tidak bisa dipakai untuk bersuci, baik untuk bersuci dari
hadats maupun dari najis. Ada dua macam air yang suci
namun tidak bisa digunakan untuk bersuci, yakni air
musta’mal dan air mutaghayar. Air musta’mal adalah air yang
telah digunakan untuk bersuci baik untuk menghilangkan
hadas seperti wudhu dan mandi, ataupun untuk
menghilangkan najis bila air tersebut tidak berubah dan tidak
bertambah volumenya setelah terpisah dari air yang terserap
oleh barang yang dibasuh. Air musta’mal ini tidak bisa
digunakan untuk bersuci apabila tidak mencapai dua qullah.
Sedangkan bila volume air tersebut mencapai dua qullah
maka tidak disebut sebagai air musta’mal dan bisa digunakan
untuk bersuci.
d. Air mutanajjis: Air Mutanajjis adalah air yang terkena barang
najis dan volumenya kurang dari dua qullah atau volumenya
mencapai dua qullah atau lebih, tetapi berubah salah satu
sifatnya, warna, bau, atau rasa karena terkena najis tersebut.
Air sedikit apabila terkena najis maka secara otomatis air
tersebut menjadi mutanajis meskipun tidak ada sifatnya yang
berubah. Sedangkan air banyak bila terkena najis tidak
menjadi mutanajis bila ia tetap pada kemutlakannya, tidak ada
sifat yang berubah. Adapun bila karena terkena najis ada satu
atau lebih sifatnya yang berubah maka air banyak tersebut
6
menjadi air mutanajis. Air mutanajis ini tidak bisa digunakan
untuk bersuci, karena dzatnya air itu sendiri tidak suci
sehingga tidak bisa dipakai untuk menyucikan.
B. Macam-macam Najis
Najis ialah suatu benda yang kotor menurut syara’, misalnya:
a. Bangkai, kecuali manusia, ikan dan belalang.
b. Darah.
c. Nanah.
d. Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur.
e. Anjing dan babi.
f. Minuman keras seperti arak dan sebagainya.
g. Bagian anggota badan binatang yang terpisah karena dipotong
dan sebagainya selagi masih hidup.
1. Pembagian Najis
Najis itu dibagi menjadi 3 bagian:
a. Najis Mukhaffafah (Ringan)
Najis mukhaffafah adalah najis dari air kencingnya bayi laki-
laki yang belum berumur 2 tahun, serta belum pernah makan
sesuatu apa pun kecuali air susu ibunya.
b. Najis Mutawassitah (Sedang)
Najis mutawassithah merupakan najis yang keluar dari kubul
atau dubur manusia atau binatang, kecuali air mani, barang
cair memabukkan, dan susu hewan yang tidak halal
dikonsumsi.
Selain itu ada juga bangkai tulang maupun bulunya,
dikecualikan bangkai-bangkai manusia beserta ikan dan
belalang. Najis sedang seperti mutawassithah terbagi menjadi
dua, yaitu:
1) Najis ‘ainiyah adalah najis yang berwujud yakni tampak
dilihat. Semisal memiliki warna, bau dan rasa.
2) Najis hukmiyah adalah najis yang tidak kelihatan
wujudnya, seperti bekas kencing, arak yang sudah
mengering dan sebagainya.
7
c. Najis Mughalladah (Berat)
Najis mughalladhah yaitu najis yang berasal dari hewan
anjing dan babi.
8
Contoh najis ma'fu yang pertama adalah najis yang keluar dari
hewan-hewan yang darahnya tidak mengalir seperti nyamuk,
undur-undur, dan serangga-serangga lainnya. Dengan catatan,
kematian hewan tersebut tidak ada unsur kesengajaan dari kita.
4. Istinja
Dalam ilmu fiqih, istinja adalah membersihkan sesuatu (najis)
yang keluar dari qubul atau dubur menggunakan air atau batu dan
benda sejenisnya yang bersih dan suci. Secara umum, tata
cara beristinja ada tiga. Pertama, menggunakan air dan batu. Cara
ini merupakan cara yang paling utama. Batu dapat
menghilangkan bentuk fisik najis. Sementara itu, air yang
digunakan harus suci dan menyucikan. Air tersebut dapat
menghilangkan bekas najis.
Kedua, menggunakan air saja. Ketiga, menggunakan batu
saja. Adapun, batu yang diperbolehkan untuk beristinja haruslah
suci, bukan najis atau terkena najis, merupakan benda padat,
kesat, dan bukan benda yang dihormati.
9
setiap umat Islam untuk tidak menghadap atau membelakangi
kiblat ketika buang air kecil dan besar.
C. Berwudhu
1. Pengertian Wudhu
Wudhu merupakan salah satu amalan ibadah yang agung di
dalam islam. Secara bahasa, wudhu berasal dari kata Al-
Wadha'ah, yang mempunyai arti kebersihan dan kecerahan.
Sedangkan menurut istilah, wudhu adalah menggunakan air
untuk anggota-anggota tubuh tertentu (yaitu wajah, dua tangan,
kepala, dan dua kaki) untuk menghilangkan hal-hal yang dapat
menghalangi seseorang untuk melaksanakan shalat atau ibadah
yang lain.
2. Fardhu Wudhu
Fardhu wudhu adalah sesuatu yang wajib kita kerjakan ketika
kita berwudhu. Jika kita tidak melakukannya maka wudhu kita
tidak sah. Adapun fardhu wudhu menurut mayoritas ulama
syafi'iyah ada enam, yaitu:
a. Niat
Niat dalam wudhu harus di dalam hati. Biasanya dilakukan
bersamaan dengan membasuh wajah. Tapi, agar niat kita
lebih terfokus hendaknya melafadzkan niat secara lisan
sebelum melakukan wudhu. Adapun lafadz niat berwudhu
adalah:
ََ
ِدث ْ ِْع
الح َف
لرِ ء ُو
َْ ُض ْ ُ
الو يت
َْنوَ
َ تع
َالى َ ِّلِل
ًا ِا َر
ْض َر
ِ ف ْ
اَلَص
ْغ
Nawaitul wudhuu-a lirof’il hadatsil ashghori fardhol lillaahi
ta’aala.
Artinya: “Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadats
kecil fardhu karena Allah Ta’ala.”
Niat wudhu adalah untuk menghilangkan hadats kecil agar
kita suci ketika hendak melaksanakan shalat. Menghilangkan
kotoran seperti lumpur, debu, cat, dan benda-benda yang
menempel ditubuh kita. Adanya niat adalah untuk
10
membedakan pekerjaan yang bernilai ibadah dan tidak
bernilai ibadah. Misalnya jika kita masuk ke masjid namun
tidak berniat maka kita hanya mendapatkan duduk istirahat
saja tanpa memperoleh pahala. Namun, jika kita berniat i'tikaf,
maka kita akan memperoleh pahala i'tikaf.
b. Membasuh wajah
Fardhu wudhu yang kedua adalah membasuh wajah.
Hendaknya kita mengambil air kemudian mengalirkannya ke
seluruh bagian wajah kita. Yang termasuk wajah adalah
bagian yang menjadi batas tumbuhnya rambut sampai ke
dagu secara vertikal dan antara kedua telinga secara
horizontal. Disunahkan membasuhnya tiga kali. Jika ada
kotoran yang menempel di wajah kita, hendaknya
dibersihkan.
c. Membasuh lengan
Membasuh lengan adalah rukun wudhu yang ketiga. Batasan
membasuh lengan adalah dari ujung kuku sampai siku. Wajib
juga membersihkan lengan dari sesuatu yang menghalangi air
wudhu seperti, bekas cat, getah pohon, dan yang lainnya.
Pastikan kedua lengan kita terkena basuhan air secara merata,
jika masih ada yang belum terkena air maka segera
mengalirkan air ke bagian tersebut. Sunah mendahulukan
tangan kanan kemudian tangan kiri. Disunahkan juga
membasuhnya tiga kali.
d. Mengusap sebagian kepala
Mengusap sebagian kepala adalah rukun wudhu yang
keempat. Maksud mengusap sebagian kepala adalah
mengusap rambut kepala sekurang-kurangnya tiga helai.
Tidak ada ketentuan secara pasti apakah harus menggunakan
tangan kanan atau kiri. Tapi sebaiknya kita lakukan dengan
tangan kanan, karena Nabi saw telah mengajarkan kita
banyak hal terkait melakukan sesuatu sebaiknya dengan
tangan kanan.
e. Membasuh kedua kaki
Membasuh kedua kaki adalah rukun wudhu yang kelima.
Batasan membasuh kaki adalah dari ujung kaki sampai mata
11
kaki. Hendaknya mendahulukan kaki kanan kemudian kaki
kiri. Jika ada kotoran berupa lumpur, getah, cat, atau sesuatu
yang menghalangi air mengalir ke kaki maka harus
dihilangkan ketika membasuh kaki tersebut. Bersihkan juga
sela-sela jari kaki agar kotoran yang menempel bisa terangkat
bersama air yang dialirkan.
f. Tertib
Fardhu wudhu yang keenam adalah tertib. Maksudnya adalah
mengerjakan bagian-bagian fardhu wudhu tadi dengan
berurutan. Tidak boleh mengacak fardhu wudhu.
3. Syarat-syarat Wudhu
Yang dimaksud dengan syarat-syarat wudhu adalah perkara-
perkara yang harus dipenuhi oleh orang yang hendak berwudhu.
Diantara syarat-syarat wudhu adalah:
a. Islam
Wudhu merupakan salah satu bentuk ibadah dalam islam
dimana orang yang melakukannya dengan ikhlas serta sesuai
dengan tuntunan Allah SWT akan diberi pahala. Adapun
orang kafir, amalan-amalan mereka seperti debu yang
beterbangan yang tidak akan diterima oleh Allah ta'ala.
b. Berakal
Orang yang gila tidak wajib dan tidak sah wudhunya, yaitu
pada waktu gila ataupun pada waktu penyakit ayannya
kambuh. Wudhu juga tidak diwajibkan bagi orang yang tidur
dan yang terlupa. Wudhu tidak sah apabila dilakukan oleh
kedua orang tersebut. Pendapat ini adalah menurut jumhur
ulama selain madzhab Hanafi, karena tidak terdapat niat pada
orang yang sedang tidur atau terlupa.
c. Tamyiz (dewasa)
Wudhu tidak diwajibkan kepada anak-anak dan tidak sah
kecuali dari seseorang yang mumayyiz. Mumayyiz juga
merupakan syarat bagi sahnya wudhu.
d. Niat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, lagu dan setiap
12
orang hanyalah mendapatkan apa yang diniatkannya." (HR.
Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, orang yang dhohirnya (secara kasat mata)
berwudhu, akan tetapi niatnya hanya sekedar untuk
mendinginkan badan atau menyegarkan badan tanpa diniati
untuk melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dalam
berwudhu serta menghilangkan hadats, maka wudhunya tidak
sah. Dan yang perlu untuk diperhatikan, bahwa niat disini
letaknya didalam hati dan tidak perlu dilafadzkan.
e. Tasmiyah
Yang dimaksud dengan tasmiyah adalah membaca
"bismillah". Boleh juga apabila ditambah dengan "Ar-
Rohmanir Rohim". Tasmiyah ketika hendak memulai shalat
merupakan syarat sah wudhu berdasarkan sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam:
"tidak ada shalat bagi orang yang tidak berwudhu dan tidak
ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah
(bertasmiyah)." (HR. Ibnu Majah, hasan)
f. Menggunakan air yang suci
Air dikatakan suci atau masih suci manakala air tersebut
tidak tercampur oleh zat/barang yang najis sehingga menjadi
berubah salah satu dari tiga sifat, yaitu bau, rasa dan
warnanya. Apabila air telah terkena najis, misalnya air
kencing atau yang lainnya, kemudian menjadi berubah salah
satu dari ketiga sifat di atas maka air tersebut telah menjadi
tidak suci lagi berdasarkan ijma’. Apabila air tersebut
tercampuri oleh sesuatu yang bukan najis, maka air tersebut
masih boleh dipakai untuk berwudhu apabila campurannya
hanya sedikit.
Namun apabila campurannya cukup banyak sehingga
menjadikan air tersebut tidak bisa dikatakan lagi sebagai air,
maka air yang telah berubah ini tidak dapat dipakai untuk
berwudhu lagi karena sudah tidak bisa dikatakan lagi sebagai
air. Misalnya, ada air yang suci sebanyak 1 liter. Air ini
kemudian dicampur dengan 5 sendok makan susu bubuk dan
diaduk. Maka campuran air ini tidak bisa lagi dipakai untuk
13
berwudhu karena sudah berubah namanya menjadi “susu”
dan tidak dikatakan sebagai air lagi.
g. Menggunakan air yang mubah
Apabila air diperoleh dengan cara mencuri, maka tidak sah
berwudhu dengan air tersebut. Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Baik. Dia tidak
menerima sesuatu kecuali yang baik.” (HR Muslim)
Sudah dimaklumi, bahwa mencuri merupakan perbuatan
yang tidak baik dan keharamannya sudah jelas. Oleh karena
itu, air hasil curian (yang merupakan barang yang tidak baik)
tidak sah digunakan untuk berwudhu.
h. Menghilangkan sesuatu yang menghalangi sampainya air ke
kulit
Tidak sah wudhu seseorang yang memakai kutek atau yang
lainnya yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit.
14
a. Membaca basmalah
"Bismillahirarahmanirrahim", sambil
mencuci kedua tangan hingga pergelangan
hingga bersih.
15
e. Setelahnya cuci kedua tangan hingga siku
sebanyak tiga kali.
16
E. Do’a Sesudah Wudhu
Selesai berwudhu disunnahkan untuk membaca doa sambil
mengkadap kiblat dan mengangkat kedua tangan. Doa setelah wudhu
yang sunnah dibaca adalah:
“Asy-hadu allaa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lahu wa
asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuuluhu. Allahumaj'alnii
minattawwaabiina, waj'alnii minal mutathahhiriina waj'alnii min
'ibadikash shaalihiina”
Artinya: "Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan tidak ada yang
menyekutukan bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi
Muhammad adalah HambaNya dan UtusanNya. Ya Allah
jadikanlah aku orang yang ahli taubat, dan jadikanlah aku
orang yang suci dan jadikanlah aku dari golongan orang-
orang yang shaleh."
F. Mandi
Mandi wajib dalam Islam adalah cara untuk menghilangkan
hadats besar, yaitu dengan cara membasuh seluruh tubuh mulai dari
atas kepala hingga ujung kaki. Allah swt berfirman, "Apabila kamu
junub, maka bersucilah." (QS Al-Maidah: 5). Imam Shadiq as
berkata, "Mandi junub adalah wajib." Ia berkata pula, "Barangsiapa
dengan sengaja tidak mencuci sehelai rambutnya saja dalam mandi
junub maka ia akan berada di neraka."
Dalam hal ini, ada hal yang perlu diperhatikan, yaitu barang
siapa mimpi bersetubuh namun ketika bangun tidak mendapati bekas
mani, maka ia tidak wajib mandi. Imam Ja'far as pernah ditanya
tentang seorang laki-laki yang bermimpi dan merasakan nikmat
dalam mimpinya, tapi ketika bangun ia tidak melihat air mani
dipakaiannya atau ditubuhnya. Imam as berkata, "Ia tidak wajib
mandi, sesungguhnya Ali as berkata, "Sesungguhnya mandi itu
disebabkan oleh keluarnya air besar. Jika ia bermimpi, tapi tidak
melihat air besar itu, maka ia tidak wajib mandi."
1. Fardhu Mandi
Fardhu mandi terdiri dari beberapa hal sebagai berikut:
a. Niat
Lafadz niat:
17
ََ
ِدث ْ ِْع
الح َف
لرِ َ ُسْل ْ ُ
الغ يت
َْنوَ
َ تع
َالى َ ًِا ِّلِل َر
ْض َر
ِ ف ْب ْ
اَلَك
“Nawaitul Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbari Fardlal Lillaahi
Ta'aalaa”
Artinya: "Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadats
besar fardhu karena Allah"
b. Membasuh seluruh badannya dengan air, yakni meratakan air
ke semua rambut dan kulit
c. Menghilangkan najis
2. Sunnah Mandi
Sunat mandi terdiri dari beberapa hal sebagai berikut:
a. Mendahulukan membasuh segala kotoran dan najis dari
seluruh badan
b. Membaca “Bismillahirrahmanirrahiim” pada permulaan
mandi
c. Menghadap kiblat sewaktu mandi dan mendahulukan bagian
kanan daripada kiri
d. Membasuh badan sampai tiga kali
e. Membaca do’a sebagaimana membaca do’a sesudah
berwudhu
f. Mendahulukan mengambil air wudhu yaitu sebelum mandi
disunnatkan berwudhu terlebih dahulu
18
G. Tayamum
Tayamum adalah salah satu bentuk thaharah yang
menggunakan debu disekitar kita, dimana disekitar kita tidak ada air
untuk bersuci dan juga tayamum digunakan oleh orang orang sakit
yang tidak boleh terkena air. Tayamum mengandung pengertian
usaha sadar yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Tayamum
secara istilah dipahami sebagai upaya penyucian diri sebagai
pengganti wudhu. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa wudhu
adalah upaya penyucian diri, mengangkat hadas kecil (al-hadats al-
asghar) dengan air.
Tayamum bisa mengganti fungsi wudhu dan mandi junub
sekaligus menjadi keringanan bagi orang yang bermasalah jika
menyentuh air. Dengan disebutkannya tanah sebagai pengganti air
maka sudah barang tentu keringanan (rukhshah) bagi umat manusia.
Tidak ada satu tempat dimanapun manusia berada tiada menemukan
unsur pembersih. Jika tidak ada air, maka pasti ada tanah atau debu.
Dengan demikian, tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak
membersihkan dan menyucikan diri. Adapun tata cara tayamum
dengan benar adalah sebagai berikut:
1. Mengucapkan niat
Membaca Bismillaahirrahmaanirrahiim,
pada saat hendak meletakkan kedua
telapak tangan diatas debu yang suci
(menepukkannya pada debu). Dan
dilanjutkan dengan membaca lafal niat
tayamum, yaitu: "Nawaitut Tayamuma
Listibaahatish Shalaati Fardhan Lillaahi
Ta'aalaa".
Kemudian mengangkat kedua telapak tangan tersebut dan
menghembuskan (meniupnya) atau mengadu kedua sisi telapak
tangan dalam posisi terbalik (telapak tangan bagian dalam
menghadap kebawah), supaya debu yang menempel di telapak
tangan menipis.
19
2. Mengusap muka
Mengusap muka dengan debu yang ada
di kedua telapak tangan itu dua kali
usapan, dengan memejamkan mata. Dan
mulai menepukkan tangan pada debu
hingga mengusap bagian muka, dan
hatinya mengucapkan: "Aku niat
bertayamum untuk dapat mengerjakan
shalat, fardhu karena Allah Taala".
20
Bila seseorang bertayamum dengan lebih dari satu kali tepukan,
hal itu diperbolehkan. Dan jika seseorang mengusap tangannya
melebihi batas pergelangan atau melebihi siku, hal itu pun tetap
dibenarkan.
21
BAB III
ْد ُمو
ْلو َ هُد َلَل
ُِْ ومنَ
ُ
ها ُر
ُُّ َض
ْت َ ُسْر
َىلم ْلي
ِىا
مفَََقا
َاَىو
ْن ْلي
ُم ِه
ِا ذنُُِي
ْا نفَاّذ
فآ
َِان ِب
ْي ُّالص
ّ م
22
()روىفىكتابابنالسنىعنالحسنابنعلى
Artinya: “Barang siapa yang lahir anaknya, maka adzanlah pada
telinga kanannya dan iqamahlah pada telinga kirinya,
maka anak itu tidak dimudaratkan oleh Jin (tidak kena
penyakit kanak-kanak).”(diriwayatkan dalam kitab Ibnu
Sunni dari Hasan bin Ali)
Faedahnya, supaya kalimat yang mula-mula didengarkan
sewaktu ia lahir didunia ini ialah kalimat tauhid. Demikian juga
sewaktu ia akan meninggal dunia, hendaklah diajarkan dan
diperingatkan dengan kalimat itu. Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Ajarilah orang yang hampir mati dengan kalimat La ilaha
illallah. Tidak ada Tuhan yang sebenarnya patut disembah
melainkan Allah”.( Riwayat Muslim dan yang lainnya)
َرْبَك َهللُ ا
ا،َر َك
ْب َهللُ ا
ا،َر ْب َكَهللُ ا
ا،َر ْبَك
َهللُ ا
ا
َُِلاهللا
َ إ َْ َلَا
ِله َندا ََْش
ُه أ،َُِلاهللا
َ إِلهَْ َلَا
َن ُه
دا ََْشأ
َُسُو
َِْلهلل دار ًمَامحُ اَن ُه
دا ََْش َُسُو
ا،َِْلهلل دارًم َا ُ ا
مح َن ُه
دا ََْشا
االَة
ِ َا ع
َلى الص َي ح،ِاالَة َع
َلى الص َي
ا ح
َِالَح
الف َا ع
ْ َلى َي ح،َِالَحالف َع
ْ َلى اَي ح
َر َك
ْب َهللُ ا ْب
ا،َر َك
ا َُهلل
ا
َِلاهللا ََِل
ه إ َلَإ
Keterangan:
a. Dalam Adzan shalat subuh, diantara kalimat “Hayya ‘alal-
fala” dan “Allaahu akbar, Allahu akbar” yakni antara kalimat
ke-5 dan ke-6 ditambah kalimat:
23
ْم
ِ او
َالن
ِن َي
ْرم َُاال
ةخ َلص
ا،ِ
ْماو
َالن
ِن َي
ْرم َُاال
ةخ َلص
ا
Arti tambahan Adzan subuh: “Shalat itu lebih baik dari pada
tidur” (H.R Muslim dan Nasai)
b. Waktu menyerukan kalimat “Hayya ‘alash-shalaah,”
disunahkan berpaling ke kanan, dan kita menyerukan kalimat
“Hayya ‘alal-falah,” berpaling ke kiri.
c. Hayya-alash-shalaah, artinya “Marilah Shalat,” dan Hayya
‘alal- Falah, artinya “Marilah menuju kemenangan
(keuntungan atau kebahagiaan).”
2. Lafal Iqamah
Lafadz iqamah itu sama dengan Adzan, bedanya kalau Adzan
diucapkan masing-masing dua kali, sedangkan iqomah cukup
diucapkan sekali saja. Diantara kalimat ke-5 dan ke-6 ditambah
kalimat:
َُاال
ة ِالص
متَدَقا
ْ َق،ة
َُاال
ِالص
متَدَقا
َْق
Artinya: “Shalat telah dimulai”
Iqamah sunah diucapkan agak cepat dan dilakukan dengan
suara agak rendah dari pada Adzan.
َرْب َكَهللُ ا
ا،َر ْبَك
َهللُ ا
ا
َُِلاهللا
َ إِلهَْ َلَا
َن ُه
دا ََْشأ
َُسُو
َِْلهلل دار ًمَا ُ ا
مح َن ُه
دا ََْش
ا
ِاالَة
َلى الصَا ع َي
ح
َِالَح ْ لى
الف ََ
ا عَي
ح
َُاال
ة ِالص
متَدَقا
ْ َق،ة َُاال
ِالص
متَدَقا
َْق
ْب
َر َك
َهللُ ا ْب
ا،َر َك
َهللُ ا
ا
24
َِلاهللا ََِل
ه إ َلَإ
،ِ
مةاآاِ الت َة
ْو ِ الا
دع ِههذٰ ا ا ر
َب هم ّٰ َ
ُلل ا
ِدانَمَا ُ ِ آت،ِ
مح مة َآئ
َِ ْ ِ
الق االَة
َالص و
َ
َفَالشارَ و َِي
ْلة َض ْ َ و
َالف َِي
ْلة َس ْ
الو
َ
َةْع اف
ِي َ الر َة
ليَِا ْ َ
الع َةَجدرَالا و
ِى
ْ َانِ ا
الذ ْد
مو مح
ُْ ًَاَامَقه مَُْثبعَْاو
َ
َاد ِي
ْع ْ ُ
الم ْل
ِف ََُ َل
تخ ه اا
ِنك ُتَدََْع
و
َ
ْن احِم
ِي َ الر َمْحَرَآاي
Artinya: “Ya Allah, Tuhan yang mempunyai seruan yang
sempurna, dan sholat yang tetap didirikan, karuniai
nabi Muhammad tempat yang luhur, kelebihan,
kemuliaan, dan derajat yang tinggi. tempatkanlah dia
pada kedudukan yang terpuji seperti yang telah
Engkau janjikan. Sesungguhnya Engkau tiada
menyalahi janji. wahai dzat yang Maha Penyayang”
ُ
َات
مو َام
ََتِ السا َاد
َا م
مه َد
ََا َا
َاهللاُ و َََقا
مه ا
َْلَر
ُْض َاو
Aqoomahallaahu wa adaamahaa maadamatis samaawaatu wal
ardlu
25
Artinya: “Semoga Allah selalu menegakkan dan mengekalkan
adanya shalat selama langit dan bumi masih ada.”
26
dilakukan sebelum masuk waktu, maka wajib diulangi setelah
masuk waktu, karena adzan merupakan pemberitahuan tentang
masuknya waktu, sedangkan adzan sebelum masuk waktu
merupakan penipuan.
2. Dengan menggunakan bahasa Arab. Maka tidak sah adzan
dengan selain bahasa arab.
3. Adzan dan Iqamah harus dapat didengar oleh sebagian jama’ah
dan didengar oleh diri sendiri apabila sendirian.
4. Lafal-lafal adzan dan iqamah harus dibaca secara berurutan dan
beruntun, dalam rangka mengikuti sunnah, sebagaimana
diriwayatkan oleh muslim dan lainnya dank arena pembacaan
lafal-lafal adzan dengan tidak beruntun itu merusak fungsinya
sebagai pemberitahuan tentang masuk waktu.
5. Dilakukan oleh satu orang. Apabila seseorang melakukan
sebagian adzan dan diteruskan sebagiannya oleh orang lain, maka
adzannya tidak sah.
6. Dilakukan oleh seorang muslim, berakal (mumayyiz) dan laki-
laki.
BAB IV
SHALAT
A. Arti Shalat
Shalat ialah berharap hati kepada Allah sebagai ibadah dalam
bentuk beberapa perkataan dan perbuatan, yang dimulai dengan
takbir dan diakhiri dengan salam serta menurut syarat-syarat yang
telah ditentukan syara’.
1. Syarat-syarat Shalat
Hal-hal yang termasuk ke dalam syarat sah shalat yaitu:
27
a. Muslim
b. Berakal
c. Mengetahui waktu shalat
d. Suci dari najis
e. Suci dari hadats kecil dan besar
f. Menutup aurat
g. Menghadap kiblat
2. Rukun Shalat
Berikut 13 rukun shalat yang wajib dipenuhi saat shalat:
a. Berdiri bagi yang mampu
Rukun pertama adalah salat dengan berdiri bagi yang mampu.
Islam memberikan keringanan untuk salat dengan duduk atau
tidur jika tidak mampu berdiri.
b. Niat
Niatkan melakukan salat hanya karena Allah SWT. Niat juga
bisa dibaca secara lisan berdasarkan bacaan niat yang ada.
Bacaan niat umumnya mencakup nama salat yang dikerjakan,
jumlah rakaat, dan melakukannya karena Allah SWT.
c. Takbiratul ihram
Takbiratul ihram adalah bacaan takbir Allahu Akbar saat
salat.
d. Membaca surat Al-Fatihah pada setiap rakaat
Pada setiap rakaat salat, surat Al-Fatihah wajib dibaca pada
setiap rakaatnya. Surat atau ayat pendek sunah dibaca setelah
membaca Al-Fatihah.
e. Rukuk dan tuma’ninah
Setelah itu, rukuk wajib dilakukan dengan tuma'ninah atau
tidak tergesa-gesa. Rukuk adalah gerakan membungkukkan
badan dengan kedua tangan berada di lutut.
f. I’tidal tuma’ninah
Setelah rukuk, tegakkan badan untuk beriktidal dengan
tuma'ninah, sebelum melakukan sujud.
g. Sujud dengan tuma’ninah
28
Setelah iktidal, lakukan sujud dengan tuma'ninah. Terdapat
dua kali sujud yang dihubungkan dengan duduk di antara dua
sujud.
h. Duduk diantara dua sujud
Pada setiap rakaat setelah sujud pertama, harus melakukan
duduk di antara dua sujud sebelum sujud yang kedua. Duduk
di antara dua sujud juga dilakukan dengan tuma'ninah.
i. Duduk tasyahud akhir
Di rakaat terakhir salat, setiap orang harus melakukan duduk
tasyahud akhir sebelum salam.
j. Membaca tasyahud akhir
Saat gerakan duduk tasyahud akhir, maka wajib membaca
bacaan tasyahud akhir.
k. Membaca shalawat nabi
Saat tasyahud akhir wajib membaca salawat yang dikirimkan
kepada Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim serta keluarganya.
l. Salam
Setelah itu, baca salam dengan menggerakkan kepala ke
kanan dan ke kiri.
m. Tertib
Tertib adalah rukun ke-13 atau yang terakhir. Tertib berarti
berarti melakukan salat atau semua rukun salat dengan
beraturan.
29
g. Mendahului maupun terlambat mengikuti gerakan sholat
imam sampai dua rukun. Contohnya ketika imam masih
dalam keadaan sujud, makmum sudah bangun dari sujud.
h. Memiliki niat membatalkan sholat dengan kondisi tertentu.
i. Mengurangi rukun sholat.
j. Tertawa dengan keras, berdahak, batuk tanpa disengaja.
4. Makruh Shalat
Orang yang sedang shalat dimakruhkan:
a. Menaruh telapak tangannya di dalam lengan bajunya ketika
takbiratul ihram, ruku’ dan sujud.
b. Menutup mulutnya rapat-rapat.
c. Terbuka kepalanya.
d. Bertolak pinggang.
e. Memalingkan muka ke kiri dan ke kanan.
f. Memejamkan mata.
g. Menengadah ke langit.
h. Menahan hadats.
i. Berludah.
j. Mengerjakan shalat diatas kuburan.
k. Melakukan hal-hal yang mengurangi ke khusyu’an shalat.
30
f. Membaca surah Al Quran pada rakaat pertama dan kedua
setelah bacaan Al fatihah.
g. Mengeraskan bacaan Al fatihah dan surah pada rakaat
pertama dan kedua ketika sholat maghrib, isya, dan subuh
selain makmum.
h. Membaca takbir ketika gerakan naik turun (rukuk, sujud,
bangun dari sujud)
i. Membaca tasbih ketika rukuk dan sujud.
j. Membaca "Sami'allaahu liman hamidah" saat bangkit dari
rukuk dan "Rabbanaa lakal-hamdu... dst" saat i'tidal.
k. Meletakkan telapak tangan di atas paha ketika duduk tasyahud
awal dan akhir dengan tangan kiri membentang dan tangan
kanan menggenggam kecuali telunjuk.
l. Duduk iftirasy dalam semua gerakan duduk dalam sholat
kecuali saat tasyahud akhir.
m. Duduk tawarruk (bersimpuh) saat tasyahud akhir.
n. Membaca salam yang kedua.
o. Memalingkan muka ke kanan saat salam pertama dan ke kiri
saat salam kedua.
َسَق
ِ َِلى
ٰ غ ِ الشام
ْسِ إ دُلوك
ُل َاَال
ِ ة ِ الص ِمَق
أ
َ
ْآنا ُقر
ِنِ إ
ْرَج ْ َ
الف ْآن ُِ و
َقر ْل ا
اللي
ًا َشْه
ُود َ مَان ِك
ْرَج ْ
الف
Artinya: "Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai
gelap malam dan (dirikanlah pula sholat) subuh.
Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh
malaikat)." (QS. Al-Isra: 78).
31
Terdapat 5 hal pembeda antara laki-laki dan perempuan yang
sunnah dilakukan di dalam shalat diantaranya:
a. Bagi perempuan disunahkan dalam melaksanakan sujud untuk
mengumpulkan sebagian anggota dengan anggota lainnya, yakni
dengan cara mengumpulkan kedua siku-sikunya kepada
lambungnya dan menempelkan perutnya dengan kedua pahanya,
berbeda dengan laki-laki yang disunahkan menjauhkan siku-
sikunya dari lambungnya dan mengangkat perutnya (agar tidak
menyentuh) dari kedua pahanya.
Hal ini didasarkan dari Hadis riwayat imam Al-Baihaqi (2:232)
bahwasannya Rasulullah saw. melewati dua perempuan yang
sedang melaksanakan shalat, beliau pun mengatakan: “Jika kalian
berdua sujud kemudian menempelkan sebagian anggota tubuh
kepada bumi, maka sesungguhnya (sujudnya) perempuan tidaklah
demikian, yang seperti laki-laki.” Maka dalam hadis tersebut
dikatakan oleh Nabi Saw. secara gamblang bahwa tata cara sujud
antara laki-laki dan perempuan adalah berbeda. Jika laki-laki
merenggangkan anggota tubuhnya sedangkan perempuan
mengumpulkan atau menghimpit anggota badan dengan sebagian
anggota badan lainnya.
32
c. Apabila terdapat sesuatu yang berkenaan dengan diri perempuan
di tengah melaksanakan shalat, (misalnya imamnya lupa terhadap
suatu gerakan shalat) dan ia ingin memberitahukan jama’ah
lainnya atas apa yang terjadi, maka ia hendaknya bertepuk tangan
dengan cara memukulkan (telapak) tangan sebelah kanan pada
punggung tangan kiri.
Adapun bagi laki-laki, maka jika terjadi sesuatu hal terhadap
dirinya di tengah shalat disunahkan membaca tasbih dengan suara
keras, namun tidak dengan niat mengingatkan atau memberi tahu.
Karena di dalam kitab syarah fathul qarib karya imam Abu Qasim
al Gahzi disebutkan bahwa hendaknya bagi laki-laki tersebut
ketika mengucapkan tasbih dengan niat berdzikir saja, atau boleh
niat dzikir sekaligus memberitahu (imamnya yang salah) atau
sekedar mengucapkan tanpa berniat apa-apa, maka tidak batal
shalatnya.
Namun jika ia mengucapkan tasbih dengan niat memberitahu saja
maka batal shalatnya. Keterangan ini didasari oleh hadis riwayat
imam al Bukhari (no. 652) dan imam Muslim (no. 421) dari
sahabat Sahl bin Sa’d ra. Bahwasannya Rasulullah Saw. bersabda
“Barang siapa yang tertimpa sesuatu di dalam shalatnya, maka
hendaknya ia mengucapkan tasbih, maka sungguh jika ia
membaca tasbih, maka imam diingatkan olehnya, sedangkan
tepuk tangan khusus untuk perempuan.”
33
perempuan dengan memakai baju panjang
dan penutup kepala tanpa menggunakan
sarung? Beliau menjawab” “Jika baju
panjang itu luas dan dapat menutupi kedua
punggung telapak kakinya (maka sah shalat
perempuan tersebut).”
Adapun aurat laki-laki di dalam shalat
adalah anggota tubuh antara pusar dan
lutut. Jika ia shalat dan anggota tubuh
antara pusar dan lututnya saja yang tertutup, maka shalatnya sah.
Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan secara marfu’ dari
imam Ad-Daru Quthni (1/231) dan imam al Baihaqi (2/229) “Apa
yang terdapat di atas kedua lutut adalah termasuk aurat, dan apa
yang terdapat di bawah pusar adalah termasuk aurat.”
e. Bagi perempuan tidak disunahkan mengumandangkan adzan,
tetapi hanya disunahkan melantunkan iqamah saja. Namun jika ia
mengumandangkan adzan dengan suara yang pelan, maka
tidaklah makruh baginya. Hal ini dianggap sebagai bagian dari
dzikir yang diharapkan pahala atasnya. Adapun jika ia
mengumandangkannya dengan suara yang lantang (keras) maka
berhukum makruh. Dan akan berubah menjadi haram jika sampai
menimbulkan fitSedangkan bagi laki-laki disunahkan
mengumandangkan adzan setiap akan melaksanakan shalat.
Demikianlah kelima perbedaan yang harus diperhatikan dan
dipahami bagi setiap laki- laki muslim dan perempuan muslimah.
D. Bacaan-bacaan Shalat
1. Tata Cara Mengerjakan Shalat
a. Berdiri tegak menghadap kiblat dan niat mengerjakan shalat.
Niat shalat menurut shalat yang sedang dikerjakan, misalnya
shalat shubuh dan sebagainya. (Niat shalat ialah didalam hati).
34
b. Lalu mengangkat kedua belah tangan serta membaca "Allahu
Akbar". (Takbiratul ihram) Setelah takbiratul ihram kedua
belah tangannya disedakapkan pada dada. Kemudian
membaca do'a iftitah.
c. Bacaan iftitah
ًا ِي
ْر َشد ِّلِلِ كُم
َْ ْ ًا و
َالح َبِرُ ك َر َك
ْب هللاُ ا
ِّ
ِى
ن ا. ْال ًِيَصَاة وًَ َ هللاِ ب
ُكْر َانْحَسُب
و
ْ ِي َ لا
ِلذ ِي ْهَجُ وهتْاَج
و
َِاتَاو َالسام َطَر
ف
ًا ِي
ْف َن ْضَ حَر ْ و
َاَلا
َ
ِننا م َََا ا َمًا و ِممسْل
ُ
ا
ِن ا. َ ْنِي ُشْر
ِك ْ
الم
ِْ ِّلِل
ِيَاتممََ َ وَاي ْي
محََْ وِينسُك َُ
ْ وِي َص
َالت
َُ َل
ه يكِْ َلَ شَر. َ ْن َا َلم
ِي ْ ِّ
الع َب
ر
َ
ْن ِي ِم
ُسْل ْ َ
الم َ م
ِن َن
َاُ و ِر
ْت ُمَ ا لكِ َِذَب
و
“Allaahu akbaru Kabiraa Walhamdulillaahi Katsiiraa, Wa
Subhaanallaahi Bukratan Wa’ashiilaa, Innii Wajjahtu
Wajhiya Lilladzii Fatharas Samaawaati Wal Ardha Haniifan
Musliman Wamaa Anaa Minal Musyrikiin. Inna Shalaatii Wa
Nusukii Wa Mahyaaya Wa Mamaatii Lillaahi Rabbil
‘Aalamiina. Laa Syariikalahu Wa Bidzaalika Umirtu Wa Ana
Minal Muslimiin.”
Artinya : "Allah Maha Besar lagi sempurna Kebesaran-Nya,
segala puji bagi-Nya dan Maha Suci Allah
sepanjang pagi dan sore. Kuhadapkan muka hatiku
kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi
35
dengan keadaan lurus dan menyerahkan diri dan
aku bukanlah dari golongan kaum musyrikin.
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan
matiku semata hanyalah untuk Allah Seru sekalian
alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan dengan aku
diperintahkan untuk tidak menyekutukan bagi-Nya.
Dan aku dari golongan orang muslimin.”
d. Surat Al-Fatihah
Selesai membaca do’a iftitah, kemudian membaca surat Al-
Fatihah sebagai berikut:
ْم
ِ احِيٰنِ الر ْماح ّٰ ِ
اّلِلِ الر ِسْم ب
ِٰناح
ْم الر.َ ن
ِْۙي َالع
ٰلم ْ َِّب ِّٰ د
ّلِلِ ر ُمََْْلح
ا
.ِن
ۗي ِّ ال
ِْ
د ْم َ ِ
يو ِك ٰ ۙ
مل .ِ احِي
ْم الر
.ُۗ
ْن َع
ِي نسْتَ َياكِا
َاد و ُُ
ْبنع َ َياكِاا
.ْم
َ ِيَقُسْت ْ ََاط
الم ِرِّنا الص َهدِْا
ْۙە ِمْه ََ ع
َلي متَْ
نعَْ
َ اين ِْ
الذَاطَ ا ِرص
َْ و
ََل ِم
ْه َْبِ ع
َلي ُو ْض
مغَال ْ ِ َي
ْر غ
َ
ْن ِّۤ
لي ااالض
"Bismillāhirraḥmānirraḥīm.”
"Ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm."
36
"Sirāṭallażīna an'amta 'alaihim gairil-magḍụbi 'alaihim wa
laḍ ḍāllīn."
ْم
ِ احِيٰنِ الر اح
ْم ّٰ ِ
اّلِلِ الر ِسْمب
ِِكمل
َ .ِۙااسِّ النَبِر ُُو
ْذ ب َعْ اُقل
ّ
ِْ شَرِن م.ِۙااسِ الن ِلهٰ ا.ِۙااس الن
ِْي ا.ِااس
الذ َن ْ َاسِۙە
الخ َسْو ْ
الو
َ
ِن ۙااس
ِ م ِ الن ْر ُُ
دو ْ ص ِي
ِسُ ف َسْو
يوُ
ِااسَالن ِ و اة ْ
الجِن
37
“qul a'ụżu birabbin-nās”
“malikin-nās”
“ilāhin-nās”
“min syarril-waswāsil-khannās”
“minal-jinnati wan-nās”
Surat Al-Ikhlas:
ْم
ِ احِي
ٰنِ الر اح
ْم ّٰ ِ
اّلِلِ الر ِسْم
ب
َلم.د
ْ ُمَا ٱا.َد
ّلِلُ ٱلص َح َ ٱا
ّلِلُ أ هو ُقل
ُ ْ
ه
ُلُن اۥ َ ْ
يك َلم َ و.د َ ْ ي
ُْول َد و
َلم ِْ
يلَ
ٌَۢح
.َد ًا أُو
ُفك
“Allāhuṣ-ṣamad”
38
diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia."
f. Rukuk
Selesai membaca surat, lalu mengangkat kedua belah tangan
setinggi telinga seraya membaca “Allahu Akbar”, terus
badannya membungkuk, kedua tangannya memegang lutut
dan ditekankan antara punggung dan
kepala supaya rata.
Setelah cukup sempurna bacalah
tasbih sebagai berikut: “Subhaana
Rabbiyal’adzhiimi wabihamdihi” 3
kali
Artinya: “Maha Suci Tuhan Maha
Agung serta memujilah
aku kepada-Nya”
g. I’tidal
Setelah ruku’, terus bangkitlah
tegak dengan mengangkat kedua
belah tangan setengah telinga,
seraya membaca sebagai berikut:
“Samiallahu liman hamidah”
Artinya: “Allah mendengar orang yang memuji-Nya”
h. Sujud
39
Setelah I’tidal terus sujud (tersungkur kebumi) dengan
meletakkan dahi ke bumi, dan ketika turun seraya membaca
“Allahu Akbar” dan setelah sujud membaca tasbih sbb:
“Subhaana rabbiyal a’laa wabihamdihi” 3 kali
Artinya: “Maha suci Tuhan, serta memujilah aku kepada-
Nya.”
j. Tasyahud awal
Pada raka’at kedua, kalau shalat kita tiga raka’at atau empat
raka’at, maka pada raka’at kedua ini kita duduk untuk
membaca tasyahud/tahiyat awal, dengan duduk kaki kanan
tegak dan telapak kaki kiri diduduki.
Bacaan tasyahud/tahiyat awal:
ُ
َات لوَاُ الص َاتَكَار مب ْ ُ
ُال ااتاحِي الت
َا يه َُّ
َ أْك َُ ع
َلي ّلِلِ الساالَم
ُ ِاَاتِبالطاي
ّ
ه
ُتَُاَك
برََ َة اا
ّلِلِ و ُْمَح َر ابِى
ُّ و الن
ِ اا
ِّلِل َادِب
لى ع َََع َا و ْنلي ََ
ُ عالساالَم
َِلا َ إ َِله َن
ْ َلَ إ د أ ََْش
ُه َ أ ِحِيناال الص
ُ اا
ِّلِل َسُولدا رًمَامح ُ اَن
د أ ََْش
ُه َأ اا
ّلِلُ و
مدَامح
ُ ِناَِد
َّلى سَي ِ ع ّ ا ص
َل همَُلل أ
40
"At-tahiyyaatul mubaarakaatush
shalawaatuth thoyyibaatu lillahi.
Assalaamu ‘alaika ayyuhannabiyyu wa
rahmatullahi wa barakaatuhu. As-
Salaamu ‘alainaa wa ‘alaa
‘ibaadillahish shoolihin. Asyhadu an
laa ilaaha illa Allah wa Asyhadu anna
muhammadarrasuulullah. Allahumma Sholli ‘ala Sayyidinaa
Muhammad
Artinya: “Segala kehormatan, keberkahan, kebahagiaan dan
kebaikan bagi Allah. Salam, rahmat dan berkah-
Nya kupanjatkan kepadamu wahai Nabi
(Muhammad). Salam (keselamatan) semoga tetap
untuk kami seluruh hamba yang shaleh-shaleh. Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dan
aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan
Allah. Ya Allah! Limpahilah rahmat kepada Nabi
Muhammad”.
k. Tasyahud akhir
Bacaan tasyabud/tahiyat akhir ialah seperti tahiyat awal yang
ditambah dengan shalawat atas warga Nabi Muhammad
SAW, dan lafadznya sebagai berikut:
َا
مد مح َِد
ُ ِناِّ سَي ََع
َلى آل و
“Wa alaa aali sayyidinaa Muhammad”
Artinya: “Ya Allah! Limpahilah rahmat atas keluarga Nabi
Muhammad.
41
َِيمَاهبر
ِْنا إَِ
ِد
ّلى سَيََ
َ عْت َا صا
َلي َمك
، َِيمَاهبر
ِْ َِد
ِنا إ ّ
ِ سَيَلى آلََعو
ََع
َلى و، مد َا
محُ ِناَِد
ّ َْ ع
َلى سَي ِكَار
وب
ْت
َ َك
َارَا بَم ك، مد َامح
ُ نا َِ
ِد
ِّ سَي
آل
لى آل
ِ َََع
و، َ ِيم
َاه بر
ِْنا إَِ
ِدّ
لى سَيََع
َ
ْنِي َ الع
َالم ْ ِى ف، َ ِيمَاهبر
ِِْنا إَِد
ّ
سَي
َجِيد
ِيد م َمَ ح ِا
نك إ
“Kamaa shollayta ‘ala sayyidina Ibrahim. Wa ‘ala aali
sayyidina Ibrahim. Wa Baarik ‘ala sayyidina Muhammad wa
‘ala aali sayyidina Muhammad. Kamaa baarakta ‘ala
sayyidinaa Ibrahim, wa ‘ala sayyidina Ibrahim, fil’aalamiina
innaka hamiidun majiid."
Artinya: “Sebagaimana pernah Engkau beri rahmat kepada
Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan limpahilah
berkah atas Nabi Muhammad beserta para
keluarganya. Sebagaimana Engkau memberi berkah
kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Diseluruh
alam semesta Engkaulah yang terpuji, dan Maha
Mulia”
l. Salam
Selesai tahiyat akhir, kemudian salam dengan menengok ke
kanan dan ke kiri dengan membaca:
Assalamu’alaikum warahmatullahi
Artinya: “Keselamatan dan rahmat Allah semoga tetap pada
kamu sekalian.”
Keterangan:
42
1) Waktu membacasalam yang pertama, muka kita
menengok ke kanan, dan waktu membaca salam yang
kedua muka kita menengok ke kiri.
2) Dengan salam ini maka berakhirlah shalat kita
E. Do’a Qunut
Apabila mengerjakan shalat shubuh, maka pada raka'at yang
kedua, pada waktu i'tidal berdiri
tegak dari ruku' setelah membaca:
"Rabbanaa Lakal Hamdu" lalu
membaca qunut sbb:
ِى
ْ ِن
هدْا اهم َ ا
ُلل ا
َ
ْت َي
َافْ عمنَِْيِى ف ِنَاف َ و
َع يت َه
ْد َ ْ من ِي
َْ ف
َا
ْمِيِى ف ْ لِكَارَبَ و ْت َتو
َلي َ ْمن ِي
َْ ْ فِى توا
َلن ََو
ِي
ْ ْض َ َ
تق َاا
ِنك َ فْتَيَا َقض ْ شَر
ام ِن
ِي َ و
َق ْتْطَي
َعا
َ
ْت َ ْ و
َالي َ ُّ
من ِليذََه َل َاا
ُِن َ وْك َْضَ ع
َلي ُقََلَ ي
و
َا
بن َ ر
َا ْتَكَار تبَ َ َْ
يت َادْ ع َُّ
من ِزيعَ َََل
و
َ
ْت َا َقض
َي َلى مَد ع ُم ْ َ
الح
َْ لكََ
َ فْت َ َتع
َالي َو
َّلِلُ ع
َلى َلى اا َصاَ و ْك َُ ا
ِلي توبَُ
َاَ و ِر
ُك ْفَغَسْت
َاو
ِ
لهَِلى آ ََعِ وِي
ّ َُّْل
م ِ اابِي
ّ ِ الن َا
مد مح
ُ ِنا َِدّ
سَي
َ َسا
َلم ِ و ْبِهَح
َصو
“Allahummahdini fî man hadait, wa ‘âfini fî man ‘âfait, wa tawallanî
fî man tawallait, wa bâriklî fî mâ a‘thait, wa qinî syarra mâ qadhait,
fa innaka taqdhî wa lâ yuqdhâ ‘alaik, wa innahû lâ yazillu man
wâlait, wa lâ ya‘izzu man ‘âdait, tabârakta rabbanâ wa ta‘âlait, fa
lakal hamdu a’lâ mâ qadhait, wa astagfiruka wa atûbu ilaik, wa
shallallâhu ‘alâ sayyidinâ muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘alâ
âlihi wa shahbihi wa sallam."
43
Artinya: "Ya Allah tunjukkanlah akan daku sebagaimana mereka
yang telah Engkau tunjukkan. Dan berilah kesihatan
kepadaku sebagaimana mereka yang Engkau telah berikan
kesihatan. Dan peliharalah aku sebagaimana orang yang
telah Engkau peliharakan. Dan berilah keberkatan bagiku
pada apa-apa yang telah Engkau kurniakan. Dan
selamatkan aku dari bahaya kejahatan yang Engkau telah
tentukan. Maka sesungguhnya Engkaulah yang
menghukum dan bukan kena hukum. Maka sesungguhnya
tidak hina orang yang Engkau pimpin. Dan tidak mulia
orang yang Engkau memusuhinya. Maha Suci Engkau
wahai Tuhan kami dan Maha tinggi Engkau. Maha bagi
Engkau segala pujian di atas yang Engkau hukumkan. Ku
memohon ampun dari Engkau dan aku bertaubat kepada
Engkau. (Dan semoga Allah) mencurahkan rahmat dan
sejahtera ke atas junjungan kami Nabi Muhammad,
keluarga dan sahabatnya."
ْبِل
َ َقُسْت َي
ْنِ م َعت
َك ُّب
ْح ر َر
ْضَ الص ِى فلُص
َّ أ
َ تع
َالى َ ء هلل َد
ًَا ِ أ َِب
ْلة ْ
الق
"Usholli Fardlon Shubhi Rok'ataini Mustaqbilal Qiblati Adaa-an
Lillahi ta'aala"
َت
َعاَك
َ ر َر
َْ
بع ِ أ ُّْْضَ الظ
هر َرْ فِيَّ
ل ُص
ا
َ تع
َالى َ ء هلل
ًَاَد
ِ أ َِب
ْلة ْ َ
الق ْبِل
َقُسْت
م
44
"Usholli Fardlon dhuhri Arba'a Rok'aataim Mustaqbilal Qiblati
Adaa-an Lillahi ta'aala”
َت
َعاَك
َ ر بع َر
َْ ِأ
ْرَص َر
ْضَ الع ِى ف َّ
ل ُص
أ
َ تع
َالى َ ء هلل
ًَاَدِ أ َِب
ْلة ْ َ
الق ْبِل
َقُسْت
م
"Usholli Fardlol Ashri Arba'a Roka'aataim Mustaqbilal Qiblati
Adaa-an Lillahi ta'aala"
َتَعا
َكَ رَالَث ْر
ِبِ ث مغ َر
َْضَ ال ِى ف َّ
ل ُص
أ
َ
َال َ ء هلل
تع ًَاَدِ أ َِب
ْلة ْ َ
الق ْبِل
َقُسْت
م
"Usholli Fardlol Maghribi Tsalaatsa Roka'aataim Mustaqbilal
QiblatiAdaa-an Lillahi ta'aala”
Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu maghrib 3 rakaat,
sambil menghadap qiblat, saat ini, karena Allah ta'ala"
45
َت
َعا
َكَ ر
بع َر
َْ ِشَاء
ِ أ َر
ْضَ الع ِى ف َّ
ل ُص
أ
َ تع
َالى َ ء هلل
ًَاَد
ِ أ َِب
ْلة ْ َ
الق ْبِل
َقُسْت
م
"Usholli Fardlol I'syaa-i Arba'a Roka'aataim Mustaqbilal
Qiblati Adaa-an Lillahi ta'aala"
Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu isya 4 rakaat, sambil
menghadap qiblat, saat ini, karena Allah ta'ala"
G. Sujud Sahwi
1. Pengertian Sujud Sahwi
Sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan di akhir sholat atau
setelahnya karena adanya kekurangan, baik dengan meninggalkan
apa yang diperintahkan atau mengerjakan apa yang dilarang tanpa
sengaja.
46
ُو ََلَ ي
َسْه َام
ُ و َنْ َلَ ي
منَ َ
َان
ْحسُب
Bacaan latin: Subhana man laa yanaamu wa laa yas-huw.
Artinya: "Maha Suci Dzat yang tidak mungkin tidur dan lupa.
c. Bila lupa, dianjurkan diulang kembali
Menurut Syekh Abdullah Bafadhl, cara sujud sahwi dilakukan
dengan melakukan dua kali sujud sebelum salam. Bila
seseorang lupa melakukan sujud sahwi, maka dianjurkan
untuk masuk kembali ke dalam sholat dan melakukan sujud
sahwi.
H. Sujud Tilawah
1. Pengertian Sujud Tilawah
Sujud tilawah adalah sujud yang dikerjakan karena membaca
atau mendengar bacaan ayat-ayat sajdah di dalam sholat maupun
di luar sholat. Sujud tilawah disebut juga dengan sujud bacaan.
47
َشَق
ا ه وَُار
َوَص
ه وَُ
لقََ
ِى خ ِى لا
ِلذ ْهَج
د وََسَج
َ
َكَار َ ِ
تب ِهات ُِ و
َقو ِْ
له َو
ِحه ب
ََُر
بصََه وَُ
معَْس
َِين َِا
لق ْ ُ
الخ َح
ْسَن اا
ّلِلُ أ
Artinya: "Wajahku bersujud kepada Dzat yang menciptakannya,
yang membentuknya, dan yang memberi
pendengaran dan penglihatan, Maha berkah Allah
sebaik-baiknya pencipta," (HR. Ahmad, Abu Dawud,
Hakim, Tirmidzi, dan Nsa'i)
48
Artinya: "Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak
usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya
orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya
apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka
menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan
mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya
janji Tuhan kami pasti dipenuhi". Dan mereka
menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan
mereka bertambah khusyu'." (QS. Al Isra: 107-109).
د َسَج
ََ ة ف َد
ََْ الساج َمُ آد َْ ا
بن َا َقر
َأ ِذ
إ
َاُ يُول َقِى ي ْك
يبَ ُ َ الشاي
ْطَان َل
َزْتاع
َا
ْب ي ُر
َي ِى ك َب
ِ أيةََاِوِى رَف
و- ه ََي
ُْل و
ِ
ُود ِالسُّج
َ ب َمُ آد بن
َْ اِرُم
أ- ِى يلَْ
و
ِ
ُودِالسُّج ُ ب
ْت ُم
ِر َأ
ة و ُا
َن ْ ه
الج ُلََ
د فَََسَج
ف
اار
ُ َ الن َل
ِى ُ فْت
بيَََأ
ف
Artinya: "Jika anak Adam membaca ayat sajdah lantas sujud,
maka menyingkirlah setan sambil menangis dan
berkata, "Celakalah diriku, ia (Anak Adam)
diperintahkan sujud dan ia patuh lalu sujud, maka
baginyalah surga. Sedang aku sendiri diperintahkan
untuk bersujud namun aku menolak, maka untukku
neraka." (HR. Muslim, dan Ibnu Majah dalam Nashbur
Roayah Volume 2 halaman 178).
49
Ketika datang Jumat berikutnya, beliau pun membaca surat
yang sama hingga pada ayat sajdah, beliau berkata:
ِ ِالسُّج
ُود ُّ ب
ُرنم ِا
َ نا ااسُ إ
الن َايهَُّ
َا أ ي
ْ َلم
ْ منََ و، َ
َابَص َْ
د أ َق
ف ََ
د ْ سَج منََ
ف
ِ
ْه ََ ع
َلي ْمِث
إ ََال
د ف َُْسْج
ي
Artinya: "Wahai sekalian manusia. Kita telah melewati ayat
sajadah. Barangsiapa bersujud, maka dia mendapatkan
pahala. Barangsiapa yang tidak bersujud, dia tidak
berdosa." Kemudian 'Umar pun tidak bersujud." (HR.
Bukhari no. 1077).
َسْت
membaca:
َُ ا
َّلِل ْف
ِر َغ أ
(Saya memohon ampun kepada Allah) (3 kali)
َ الساالَم
ُ ْك
ِنَم
ُ وَ الساالم
نتَْ
ا أهم َ ا
ُلل ا
َام
ِ ْر
َاإلك
ِ وَالل ْ َا
الج َاذَ يْت
َكَار
تبَ
(Ya Allah Engkau Maha Sejahtera, dari-Mu kesejahteraan, Maha
berkah Engkau wahai Dzat yang memiliki keagungan dan kemuliaan)
ُ َل،ُ
ه َ َله يك
ِْه َلَ شَر
ُدََْحَِلا هللاُ و
َ إَِلـهَلَ إ
ْءِ شَيّ
ُلَلى كََ ع هو
َُد وُمَْ ْ ه
الح َُ و
َُل ْم
لك ْ
ُال
َ َل.ّلِل
ِاا َِلا ب
ة إَاََلَ ُقو
َ وْل َو َلَ ح.ْر َقد
ِي
ُ َل.ُ
ه ياه َِلا إ
ِا د إُُ
ْبنعَ َََل
َِلا هللاُ و
َ إَِلـهإ
50
َُا
ء ه الثان َُ و
َُل ْلَضه الف ََة و
َُل ُْمّع
ِ
الن
َُ َل
ه ْنِي
ِصْل
مخُ َُِلا هللا
َ إَِلـه َلَ إ.َُسَن
الح
َا َلهم َ ا
ُلل ا.َ ْن
ُو الكَاف
ِر ْ ه ََِر
ْ ك ََ و
َلو ين ّال
ِ
ْد
َا ِ َ
لم ِيْط
معُ َََل و،َ ْت َع
ْطَي َا أ لمِ َِع
َانم
َد ْ َ
ُّالج ْكِن
ِ مَّ
د ْ َا
الج ُ ذَعْف
ينَ َََل
و،َ َع
ْت من
َ
(Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada
sekutu bagi-Nya. Milik-Nya seluruh kerajaan dan milik-Nya segala
pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, tidak ada daya dan
kekuatan kecuali dengan izin Allah. Tidak ada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah dan kami tidak menyembah kecuali kepada-
Nya, milik-Nya segala nikmat, milik-Nya segala keutamaan dan
milik-Nya segala sanjungan yang baik. Tidak ada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah dengan mengikhlaskan agama (ketundukan)
untuk-Nya walaupun orang-orang kafir benci. Ya Allah tidak ada
yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan, tidak ada yang
dapat memberi apa yang Engkau halangi dan tidak bermanfaat bagi
orang yang memiliki kekayaan (dari siksaan-Mu) akan
kekayaannya).
Dibaca pula setelah shalat Subuh dan shalat Maghrib do'a seperti
diatas dan ditambah pula dengan do'a ini:
،َُ َله
يك ه َلَ شَر
ِْ ُدَْ
َحَِلا هللاُ و
َ إَِلـه
َلَ إ
ُ
ْتِي
يمَُ
ْيِي ويحُ دُم ْ ه
الح
َْ َُ و
َُل لكْم ْ ه
ُال َُل
10× .ْر ِيْء َقدِ شَي ّ
ُللى ك َََ ع
هوَُ
و
(Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak
ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nyalah
segala pujian, Dialah Dzat yang Menghidupkan dan Mematikan, dan
Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu).
Kemudian setelah itu membaca:
اا
“ُ
ّلِل َ
َانْح
”سُب33x, َر
kemudian “ْ َك
ْب ا َا
ُّلِل ”ا 33x, dan
د ِا
“ّلِل ُمَْلح
َْ ”ا33x
51
Disempurnakan yang keseratus dengan membaca:
َ َله
،ُ يك ه َلَ شَر
ِْ ُدَْ
َحَِلا هللاُ و
َ إَِلـه
َلَ إ
ّ
ُل
ِ ََ ع
َلى ك هو
َُد وُم ْ ه
الح
َْ َُلَُ و لكْم ْ ه
ُال َُل
.ْر ْء َقد
ِي شَي
(Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak
ada sekutu bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian
dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu).
Kemudian membaca ayat kursi:
ََل ُّۚو
م
ُ َي ْ ُّ
ٱلق َى ْ َ
ٱلح هوُ ِاَل
َ إٰله
َِ
ّلِلُ ََلٓ إ
ٱا
ِىَا ف ه م ۚ اۥ
ُل ْمنوَ ََل
ََة و ِنه سُذُُ
ۥ ْختأ َ
ِى َا ا
ٱلذ َن ذ ۗ م ض
ِْٱْلَر
ْ ِى َا ف ٰتِ و
َم َ
موٰ
َٱلسا
َ
ْن َ َا
بي ُ م َيع
ْلم َ ِ ِۚ
ه ْن
ۦ إذ ِاَل ب
ِِ ه إ ُۥ
ٓدَِن
ُ ع َعَشْف ي
ُون
َ ُحِيط َْ و
ََل ي همَُ َْ
لف َا خ َم
ْ وِمِيه يدَْ أ
َِع
َسۚ و ء
ََٓا شَاِمِاَل بِ إ
ِٓه
ۦ
لمِْْ عِن
م
ّ ْء ِشَى ب
ه
ُدُُٔو
ۥ َـ َْضَ و
ََل ي َٱْلَر
ْ ٰتِ و َ
موٰ
َه ٱلسا ُُّ
ِيْسُر ك
ُِيمَظ ْ ُّ
ٱلع ِىَل ْ َ
ٱلع هوََُا وۚهم ُُْظحِف
(Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang
Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak
mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di
bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-
Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di
belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu
Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi
langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara
keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar).
Kemudian membaca:
52
Dan ketiga surat diatas khusus dibaca setelah shalat Subuh dan shalat
Maghrib serta diulang-ulang tiga kali.
J. Shalat Berjama’ah
1. Anjuran shalat berjamaah
Shalat berjama’ah ialah shalat yang dilaksanakan oleh orang
banyak secara bersama-sama, sekurang-kurangnya dua orang,
seorang di antara keduanya, atau diantara mereka yang lebih fasih
bacaannya dan lebih mengerti tentang hukum Islam dipilih
menjadi imam. Dia berdiri di depan sekali, dan yang lainnya
berdiri dibelakangnya sebagai makmum. Banyak hadits
Rasulullah SAW yang menganjurkan umat Islam untuk
melaksanakan shalat wajib yang lima waktu secara berjama’ah.
Nilai shalat berjama’ah lebih tinggi dan berlipat ganda pahalanya
dibandingkan dengan shalat sendirian. Dari Ibnu Umar RA
bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
53
:هل تسمع النداء بالصالة ؟ قال
رواه مسلم. فأجب: وقال,نعم
Artinya: Dari Abu Hurairah RA, ia menceritakan bahwa seorang
laki-laki tuna netra datang kepada Nabi SAW, lalu ia
bertanya: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak
menemukan seseorang yang menuntunku ke mesjid.”
Maka Nabi SAW memberi dispensasi kepadanya.
Ketika ia berpaling, Nabi SAW memanggilnya, lalu
bersabda: “Apakah kamu mendengar seruan (adzan)
untuk shalat ?” Ia menjawab: “Ya (saya
mendengarnya).” Lantas Nabi SAW bersabda:
“Penuhilah seruannya itu.” (H.R.Muslim).
Dalam hadits riwayat Muslim dari ‘Utsman RA, dia berkata: Aku
pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
54
mengancam orang-orang yang mengabaikan dan meremehkan
shalat berjama’ah.
Dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda:
55
أنه سئل عن رجل يصوم النهار
ويقوم الليل َل يشهد جمعة وَل
. هذا في النار: فقال,جماعة
رواه الترمذي
Artinya: “Bahwa Ibnu Abbas pernah ditanyai tentang seorang
laki-laki yang selalu berpuasa dan shalat malam, namun
dia tidak shalat Jum’at dan tidak pula shalat berjama’ah,
maka Ibnu Abbas menjawab: “orang itu di dalam
neraka.” (H.R. Turmudzi).
56
Pendapat kedua: Shalat berjama’ah hukumnya sunat
muakkadah. Shalat fardhu secara berjama’ah dalam madzhab
Hanafi dan Maliki dinyatakan hukumnya sunat muakkadah,
demikian pula dinyatakan oleh sebagian ulama pengikut
madzhab Syafi’i. Mereka berpegang pada dalil hadits Ibnu Umar
RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
57
Pendapat ketiga: Ibnu Taimiyah, Ibnul Qaiyim, Ibnu ‘Aqil
dan Ibnu Abi Musa serta sebagian ulama pengikut madzhab
Hanbali berpendapat bahwa shalat berjama’ah merupakan syarat
sahnya pelaksanaan shalat fardhu, dan hukumnya adalah fardhu
‘ain bagi kaum laki-laki, kecuali ada ‘udzur.
K. Shalat Jum’at
1. Pengertian shalat jum’at
58
Ulama berbeda pendapat tentang arti shalat secara bahasa dan
istilah. Ada yang berpendapat bahwa kata shalat berasal dari
bahasa ibrani yaitu kata shaluta yang berarti “tempat beribadah
orang-orang yahudi dan orang-orang ahli kitab”. Sementara
dalam kamus bahasa arab kata shalat berasal dari bahasa arab
yang artinya berdoa dan mendirikan. Shalat adalah isim mashdar
dari kata (ً صالة- يُصلّي-)صلّى. Menurut ahli bahasa shalat berarti
الدُّعاءyang artinya doa, Sedangkan shalat menurut istilah syara’
(terminologi islam) terdapat beberapa definisi yang berbeda
dikalangan para ulama. Sedangkan pengertian shalat secara istilah
adalah suatu ibadah yang diawali dengan takbiratul ihram dan
diakhiri dengan salam. Shalat harus sesuai dengan segala
petunjuk tata cara Nabi Muhammad, sebagai perintah Allah.
Kata Jum’at berasal dari kata kerja ( جمعة- ) جمع – يجمعyaitu
( )جمع الشيء من تارقةyang artinya berkumpul. Menurut imam
A’masy cara membacanya dengan tatsqil (membaris dommah
atau fathah huruf mim) seperti ًحمعةsama dengan kalimat همزة.
Sedangkan menurut ‘Ashim dan penduduk, hijaj bisa dibaca
dengan takhfif (sukun huruf mim). Jika dibaca tastqil maka
artinya lebih kepada sifat harinya. Bahwa kebiasaan orang Arab
selalu berkumpul setiap hari Jum’at. Adapun dengan cara baca
takhfif maka lebih kepada keadaannya. Di mana setiap hari
Jum’at pada masa itu merupakan hari perkumpulan orang banyak.
Bentuk plural dari kalimat Jum’at ini adalah dan Kakek
Rasulullah SAW yang bernama Ka’ab bin Luwai merupakan
orang pertama yang memberi nama dengan, juga orang yang
memprakarasai hari Jum’at sebagai hari perkumpulan dalam
setiap minggunya. Dalam perkumpulan tersebut biasanya mereka
mendengarkan khutbah atau pidato yang mengingatkan kepada
kebaikan dan mempercayai serta mengikuti ajaran yang dibawa
oleh Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah tiba di Madinah beliau
tinggal di komplek bani “Amru bin ‘Auf selama empat hari mulai
hari Senin sampai hari Kamis. Beliau juga sempat membangun
masjid untuk mereka. Kemudian pada hari Jum’at beliau
melaksanakan shalat Jum’at di satu lembah dengan nama Wadi
Ratuna. Ini merupakan Jum’at pertama yang dilaksanakan oleh
59
Rasulullah SAW. Jadi Shalat Jum’at adalah Shalat dua rakaat
yang dilakukan pada waktu dzuhur di hari Jum’at.
60
Jumat di tempat yang tidak merupakan daerah tempat tinggal
seperti di ladang atau jauh dari perkampungan penduduk.
b. Shalat Jumat diadakan secara berjamaah. Jumlah jamaah
menurut pendapat sebagian ulama adalah 40 orang laki-laki
dewasa dari penduduk negeri setempat. Sebagian ulama yang
lain berpendapat lebih dari 40 jamaah dan sebagian ulama
yang lain berpendapat cukup dengan dua orang saja, karena
sudah berarti berjamaah.
c. Hendaklah dikerjakan pada waktu zuhur. Rasulullah saw.
Bersabda yang artinya: “Dari Anas bin Malik ra., Rasulullah
saw. bersabda: Shalat Jumat ketika telah tergelincir
matahari.” (H.R. Bukhari).
d. Hendaklah dilaksanakan setelah dua khutbah. Hadits tentang
khutbah ini menyatakan sebagai berikut yang artinya: “Dari
Ibnu Umar ra., Rasulullah saw. bersabda: berkhutbah pada
hari Jumat dua khutbah dengan berdiri dan beliau duduk di
antara kedua khutbah itu.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
61
b. Hendaknya perjalanan itu dibolehkan (mubah) bukan
perjalanan yang diharamkan ataupun dilarang, seperti
perjalanan untuk mencuri, merampok dan semacamnya.
c. Melewati pemukiman dari tempat tinggalnya
d. Hendaknya seorang musafir memulai perjalanannya dari
tempat tertentu dan berniat untuk menempuh jarak qashar
tanpa ragu-ragu, karena tidak boleh mengqashar bagi orang
yang bingung, yaitu keluar sendiri tanpa menegtahui kemana
tujuannya.
e. Berpegangan dengan pendapatnya. Siapa yang ikut dengan
orang lain yang memegang kendali urusannya, seperti istri
kepada suami, tentara kepada komandannya, pelayan kepada
tuannya dan pelajar kepada gurunya. Masing-masing dari
mereka tidak mengetahui tujuan perjalanannya maka tidak
boleh mengqashar shalat.
f. Hendaknya orang yang mengqashar shalat tidak bermakmum
kepada orang yang bermukim atau kepada musafir yang
menyempurnakan shalatnya.
g. Hendaknya berniat untuk mengqashar shalat ketika
bertakhbiratul ihram.
2. Jamak
Menjama’ shalat adalah menggabungkan antara shalat Ashar
dengan Zuhur dan Maghrib dengan Isya, baik itu dilakukan lebih
awal pada waktu shalat yang pertama (zuhur dan maghrib) atau
diakhirkan pada waktu yang kedua (Ashar dan Isya). Bila
dilakukan pada waktu yang pertama disebut jama’ taqdim dan
bila dilakukan pada waktu yang kedua disebut jama’ ta’khir.
Dibolehkan seseorang itu menjama’ shalat Zuhur dengan
Ashar baik secara taqdim maupun ta’khir, begitupun dibolehkan
menjamak Maghrib dengan Isya bila ditemukan salah satu di
antara hal-hal berikut ini:
a. Menjama’ di Arafah dan Mudzdalifah
Para ulama sependapat bahwa menjama’ shalat Zuhur dan
Ashar secara taqdim pada waktu zuhur di Arafah begitu pun
antara Maghrib dan Isya secara ta’khir di Mudzdalifah
62
hukumnya sunat, berpedoman kepada apa yang dilakukan
oleh Rasulullah saw.
b. Menjama Dalam Bepergian
Menjama’ dua shalat ketika bepergian, pada salah satu dari
kedua waktu itu, menurut sebagian besar para ahli hukumnya
boleh, tanpa ada perbedaaan, apakah dilakukannya itu
sewaktu berhenti, ataukah selagi dalam perjalanan.
c. Menjama’ di waktu Hujan
Dalam sunannya Al Atsram meriwayatkan dari Abu Salamah
bin Abdurrahman mengatakan bahwa termasuk sunnah Nabi
saw. Menjama’ shalat Maghrib dengan Isya apabila hari hujan
lebat
d. Menjama’ Sebab Sakit Atau Uzur
Imam Ahmad, Qadhi Husein, Al Khathabi dan Al Mutawalli
dari golongan Syafi’i membolehkan menjama’ baik takdim
ataupun ta’khir disebabkab sakit, dengan alasan karena
kesukaran pada waktu itu lebih besar dari kesukaran di waktu
hujan. Ulama-ulama Hanbali memperluas keringan ini, hingga
mereka membolehkan pula menjama’ baik taqdim mapun
ta’khir karena berbagai macam halangan dan juga ketakutan.
Mereka membolehkan orang yang sedang menyusui bila
sukar baginya buat mencuci kain setiap hendak shalat. Juga
untuk wanita-wanita yang sedang istihadhah, orang yang
ditimpa silsalatul baul (kencing berkepanjangan), orang yang
tidak dapat bersuci yang mengkhawatirkan bahaya bagi
dirinya pribadi, bagi harta dan kehormatannya, juga bagi
orang yang takut mendapatkan rintangan dalam mata
pencariannnya sekiranya ia meninggalkan jama’.
e. Menjama’ Sebab Ada Keperluan
Dalam syarah Muslim Nawawi berkata: beberapa imam
membolehkan jama’ bagi orang yang tidak musafir, bila ia
ada suatu kepentingan asal saja hal itu tidak dijadikan
kebiasaan. Hal ini dikuatkan oleh lahirnya ucapan Ibnu Abbas
bahwa jama’ itu dimaksudkan agar tidak menyukarkan umat.
M. Shalat Jenazah
63
1. Pengertian Shalat Jenazah
Shalat jenazah terdiri dari kata shalat dan jenazah. Shalat
secara etimologi (lughat) adalah do’a. Adapun menurut
terminologi (istilah) adalah merupakan suatu bentuk ibadah
mahdah yang terdiri dari gerak (hai’ah) dan ucapan (qauliyyah)
yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
Di dalam fiqih Islam lengkap disebutkan bahwa shalat adalah
menghadapkan jiwa dan raga kepada Allah Swt. karena takwa
hamba kepada tuhannya, mengagungkan kebesaran-Nya dengan
khusuk dan ikhlas dalam bentuk perkataan dan perbuatan yang
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, menurut cara-
cara dan syarat-syarat yang telah ditentukan.
Menurut kalangan pakar bahasa memandang bahwa Ash-
Shalah diambil dari kata Ash-Shilah (hubungan) alasannya,
dengan mendirikan shalat, roh seorang mukmin pada dasarnya
sedang berhubungan dengan sumber spritual yang meletakkannya
pada jasad kasarnya.
Sedangkan jenazah menurut kamus besar bahasa Indonesia
adalah badan, tubuh orang yang sudah mati, mayat.
Sedangkan menurut Ahmad Mufid jenazah adalah bahasa
Arab jinazah yang bermakna mayat beserta kerenda. Adapun
jamak dari kata janazah adalah janaiz namun, kebanyakan ahli
fikih (fuqaha) membacanya dengan kata janazah yang berarti
mayat atau bernakna mayat yang berada di atas dipan, meja
panjang atau kerenda.
Jadi yang dimaksud dengan shalat jenazah adalah jenis shalat
yang dilakukan untuk jenazah muslim, setiap muslim yang
meninggal baik laki-laki maupun perempuan wajib di shalati oleh
muslim yang masih hidup dengan setatus hukum fardhu kifayah
dengan emapat takbir.
Menurut Ahmad Mufid, shalat jenazah adalah shalat yang
tidak memakai ruku’ dan sujud serta tidak dibatasi dengan waktu
dikerjakan dengan empat takbir, takbir pertama membaca fatihah,
takbir kedua membaca shalawat takbir ketiga dan keempat
membaca do’a dan diakhiri dengan salam.
64
Shalat jenazah juga disebut shalat atas mayyit, yaitu shalat
yang dilakukan oleh orang yang hidup atas orang yang meninggal
dunia.
65
Artinya: Dari Abu Hurairah RA. Berkata: Telah bersabda
Rasulullah Saw, barang siapa yang menghadiri jenazah
sampai menshalatinya maka baginya (pahala) satu qirath
dan barang siapa yang menghadiri jenazah sampai
dikuburkan maka baginya (pahala) dua qirath.
Dikatakan, apakah dua qirath itu?, beliau menjawab,
seperti dua gunung besar. (H.R Bukhori Muslim).
دوا هللاُُ
ْبَع
ليِ ُوا إَل ُم
ِر َا أَم
و
ء َف
ََا َ ح
ُن ِينّه ال
د َُ َل
ِين ْل
ِص مخ
ُ
اةاك
َ َ توا الز ُْ
يؤَُ َ ا
الة و ُوا الص ِيم
يقَُ
و
ِ
مة َي
َِ
ّ ُ الق
ِينَ د َِ
لك َذ
و
Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada - Nya dalam (menjalankan) agama dengan
lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama
yang lurus.(Q.S Al – Bayyinah: 5).
66
b. Berdiri bagi yang mampu
Ini merupakan rukun menurut jumhur ulama. Sehingga
tidaklah sah menshalati jenazah sambil berkendaraan ataupun
duduk, tanpa adanya suatu uzur.
c. Empat kali takbir
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori
dan Muslim dari Jabir bahwa nabi pernah menshalati Najasyi
(raja Habsyi) dan beliau takbir sebanyak empat kali.
d. Membaca Al – Fatihah dan shlawat atas nabi dengan suara
pelan
Shalwat atas nabi itu diucapkan dengan kalimat apa saja.
Namun, mengikuti apa yang dianjurkan oleh nabi adalah lebih
utama. Shalawat atas nabi ini dibaca sesudah takbir kedua,
sebagaimana yang tampak pada lahiriahnya.
e. Berdoa
Ini juga merupakan rukun berdasarkan kesepakatan para
fuqaha. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw :
67
keempat mendo’akan jenazah dan juga bagi jamaah seluruhnya,
lalu ditutup dengan salam.
Adapun rincian proses shalat jenazah secara keseluruhan
sebagaimana tersebut dibawah ini :
a. Niat dalam hati namun, disuruh untuk mengucapkannya.
1) Niat shalat jenazah laki – laki
68
4) Jenazah belum jelas Islam atau kafir
ْم
ِ احِيٰنِ الر ْماح ّٰ ِ
اّلِلِ الر ِسْم ب
ِٰناح
ْم الر.َ ن
ِْۙي َالع
ٰلم ْ َِّب ِّٰ د
ّلِلِ ر ُمََْْلح
ا
ۗدي
.ِْن ِّ ال
ِ ْم َ ِ
يو ِك ٰ ۙ
مل .ِ احِي
ْم الر
.ُۗ
ْن َع
ِي نسْتَ َياكِا
َاد و ُُ
ْبنع َ َياكِاا
َ ِي
.ْم َقُسْت ْ ََاط
الم ِرِّنا الص َهدِْا
ْۙە ِمْه ََ ع
َلي متَْ
نعَْ
َ اين ِْ
الذَاطَ ا ِرص
َْ و
ََل ِم
ْه َْبِ ع
َلي ُو ْض
مغَال ْ ِ َي
ْر غ
َ
ْن ِّۤ
لي ااالض
Artinya: Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah,
Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. Yang menguasai hari pembalasan.
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan
hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan
orang - orang yang telah Engkau anugerahkan
69
nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang
dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
َلى آل
ِ ََعمد و َا
مح َِ ع
ُ َلى ّ
َلا صهم َ ا
ُلل ا
َ
ِيم َاهبرِْ
لى إ ََ
َ عْت َا صا
َلي َم
مد ك َا
محُ
ِيدَمَ حنكِا
َ إِيمَاهبر
ِِْ إلى آل ََ
َعو
، مد َا
محُ لى ََ
ْ عِكَارا ب
هم َ ا
ُلل َجِيد ا م
ْت
َ َك
َار َا بَم ك، مد َا
محُ َِلى آلََعو
َلى آل
ِ ََع و، َ ِيمَاهبر
ِْ َع
َلى إ
َجِيدِيد م َ ح
َم ِا
نك َ إِيمَاهبر
ِْإ
Artinya: Ya Allah, berilah shalawat atas nabi Muhammad
dan atas keluarganya, sebagaimana tuhan pernah
memberikan rahmat kepada nabi Ibrahim dan
keluarganya. Dan limpahkan berkah atas nabi
Muhammad dan para keluarganya, sebagaimana
tuhan pernah memberikan berkah kepada nabi
Ibrahim dan keluarganya. Diseluruh alam ini
Tuhanlah yang terpuji Yang Maha Mulia.
70
Artinya: Ya Allah ampunilah dia, berilah rahmat dan sejahtera
dan maafkanlah dia.
71
اللهم اجعل فرطا َلبويه وسلفا
وذجرا وعظة واعتبرا وشفيعا
وثقل به موازينهما وافرغ
الصبر على قلوبها وَلتفتنهما
بعده وَلتحرمهما اجره
Artinya: Ya Allah, jadikanlah ia sebagai simpanan
pendahuluan bagi ayah bundanya dan sebagi titipan,
kebajikan yang didahulukan dan menjadi
pengajaran ibarat serta syafaat bagi orang tuanya.
Dan beratkanlah timbangan ibu bapaknya
karenanya, serta berilah kesabaran dalam hati kedua
ibu bapaknya. Dan janganlah menjadi fitnah bagi
ayah bundanya sepeninggalannya, dan janganlah
tuhan menghalangi pahala kepada kedua orang
tuanya.
َا
ِنْت
تفََََل
ه و
َُ َج
ْر َا أ
ْنِم
ْر ََا َل
تح هم َ ا
ُلل ا
ه ََا و
َُل َِر
ْلن ْف
َاغ ه و َْ
ُدبعَ
Artinya: Ya Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai
kepada kami dan janganlah Engkau memberi kami
fitnah sepeninggalannya, dan ampunilah kami dan
dia.
َا
ِنْتتفََََل
ه و َُ
ْرَجَا أ
ْنِم
ْر ََا َل
تح هم َ ا
ُلل ا
َا
ِنَان ْوِخَه و
ََل ََا و
َُل َِر
ْلن ْف
َاغ ه و َْ
ُد َ
بع
ْ
َلْع
تجََََل
َانِ و ِْ
يم ْ ْنا ب
ِاَل َُو َ سَب
َق ينِْ ا
الذ
72
ُو
ْا ََ
من َ ا
ينِْ ِالًّ ّلا
ِلذ َ غ
ِنْب
لوُْ ُق
ِيف
ْم ُف ر
احِي َؤ َ ر َا اا
ِنك َا
بن ر
Artinya: Ya Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai
kepada kami dan janganlah Engkau memberi kami
fitnah sepeninggalannya, dan ampunilah kami dan
dia, dan bagi saudara-saudara kita yang mendahului
kita dengan iman dan janganlah Engkau menjadikan
unek-unek/gelisah dalam hati kami dan bagi orang-
orang beriman. Wahai Tuhan kami, sesungguhnya
Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
BAB V
SHALAT SUNNAH
73
Shalat rawatib adalah shalat sunnah yang mengiringi shalat
lima waktu (shalat fardlu). Shalat rawatib adalah shalat sunnah
dua rakaat atau empat rakaat, tetapi pelaksanaannya tetap dua
rakaat satu salam, yang dilaksanakan sebelum atau sesudah shalat
wajib lima waktu, dilaksanakan secara munfarid (sendiri-sendiri)
tidak berjama‟ah dan cara pelaksanaannya seperti melaksanakan
shalat biasa yang dua rakaat. Rasulullah SAW. bersabda, “Barang
siapa yang shalat dua belas rakaat pada siang dan malam, akan
dibangunkan baginya rumah di surga.” Ummu Habibah berkata:
“Saya tidak pernah meninggalkan shalat rawatib semenjak
mendengar hadits tersebut.” Anbasah berkata, “Saya tidak pernah
meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari Ummu
Habibah.” Amru bin Aus berkata, “Saya tidak pernah
meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari
Anbasah.” An-Nu‟am bin Salim berkata, “Saya tidak pernah
meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari Amru
bin Aus.” (H.R. Muslim)
Berdasarkan hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa shalat
rawatib yaitu shalat sunnah yang pelaksanaannya mengiringi
shalat lima waktu, baik itu shalat sunnah qabliyah (sebelum shalat
wajib) maupun ba’diyah (sesudah shalat wajib) yang dilakukan
secara munfarid.
74
1) Bilangan rakaat shalat rawatib muakkad
Shalat rawatib muakkad adalah shalat sunnah yang sangat
dianjurkan untuk dikerjakan. Berikut ini adalah yang
termasuk dalam shalat rawatib muakkad:
a) 2 rakaat qabliyah dhuhur.
b) 2 rakaat ba’diyah dhuhur.
c) 2 rakaat ba’diyah maghrib.
d) 2 rakaat ba’diyah isya’.
e) 2 rakaat qabliyah shubuh.
Hal ini sebagaimana yang telah diterangkan oleh
Rasulullah SAW. di dalam sabdanya: “Saya
menghafalkan 10 rakaat (shalat sunnah) dari Nabi SAW.
yaitu dua rakaat qobliyah (sebelum) dhuhur, dua rakaat
ba’diyah (sesudah) dhuhur, dua rakaat ba’diyah (setelah)
maghrib di rumahnya, dua rakaat ba’diyah (setelah) isya’
di rumahnya, dan dua rakaat sebelum shalat
shubuh.”(H.R. Imam Bukhari dan Muslim)
2) Bilangan rakaat shalat rawatib ghairu muakkad
Shalat rawatib ghairu muakkad adalah shalat sunnah yang
tidak begitu diutamakan atau tidak dianjurkan untuk
dikerjakan. Shalat rawatib ghairu muakkad mempunyai
keistimewaan dan keutamaan yang besar sebagaimana
yang sunnah muakkad, namun tidak sebesar atau seutama
yang sunnah muakkad. Adapun yang termasuk dalam
bagian shalat rawatib ghairu muakkad adalah:
a) 2 rakaat qabliyah dhuhur.
b) 2 rakaat ba’diyah dhuhur.
c) 4 rakaat qabliyah ashar.
d) 2 rakaat qabliyah maghrib.
e) 2 rakaat qabliyah isya’.
75
c. Shalat rawatib boleh dikerjakan di rumah, di musholla, atau di
masjid
d. Bacaan tidak dinyaringkan dan dilakukan setiap dua rakaat
satu salam
e. Nabi Muhammad Saw sering berpindah tempat dari tempat
shalat fardhu sebelum melakukan shalat rawatib
Beberapa adab tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa shalat
rawatib paling utama itu adalah dikerjakan di dalam rumah.
Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW. di
dalam sabdanya yang artinya: “Shalatlah kamu di rumahmu,
sesungguhnya shalat yang paling utama adalah shalat seseorang
yang dikerjakan di rumahnya kecuali shalat fardlu.”
76
akan tetapi disunnahkan melaksanakannya di waktu yang agak akhir
yaitu disaat matahari agak tinggi dan panas terik.
Setelah mengetahui pengertian waktu dhuha, maka dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan shalat dhuha adalah shalat
yang dikerjakan pada pagi hari ketika matahari sedang naik, kurang
lebih setinggi 7 hasta (pukul 07.00 sampai dengan pukul 11.00 siang)
Hukum mengerjakan shalat dhuha adalah sunnah mu’akkad
(sangat dianjurkan). Jadi, bagi seseorang yang menginginkan
mendapat pahala maka hendaklah mengamalkannya dan jika tidak,
maka tidak ada halangan atau tidak berdosa meninggalkannya. Shalat
dhuha merupakan shalat sunnah dengan banyak sekali keistimewaan.
Masyarakat umumnya melakukan shalat dhuha sebagai jalan untuk
memohon maghfirah (ampunan dari Allah swt.), mencari ketenangan
hidup dan memohon agar dilapangkan rezeki di langit dan bumi.
Selain itu, shalat dhuha merupakan salah satu kunci pembuka
rezeki. Bila kita rajin melakukan shalat dhuha secara khusyuk dan
ikhlas, maka kita akan memperoleh kelapangan rezeki serta
kemudahan hidup lainnya. Bila kita melaksanakan shalat dhuha
semata-mata karena Allah, insya Allah kita akan mendapatkan rezeki
dari jalan yang tidak diduga-duga.
Hadits-hadits terdahulu dan yang semisalnya menjelaskan
bahwa shalat dhuha pada waktu dhuha (pagi hari) merupakan suatu
hal yang baik lagi disukai. Selain itu di dalam hadits-hadits tersebut
juga terkandung dalil yang menunjukkan disyari’atkannya bagi kaum
muslimin untuk senantiasa mengerjakannya. Akan tetapi, ada riwayat
yang menunjukkan diwajibkannya shalat dhuha. Hadits dari Abu
Darda’ dan Abu Dawud menunjukkan sunnahnya shalat dhuha, yang
hukumnya sunnah mu’akkad. Berikut do’a setelah shalat sunnah
dhuha yakni:
ء
ََاَه ْ
والب َ
ءكَُا ُح
ء ضََآ ا الض
ُّح ِنَ ا
هم َ ا
ُلل ا
َ
تك ة ُقو
ُا َا
ُو ْ َ و
َالق ُ َم
َالك َ جَال َم ْ َ و
َالج ءكَُابهَ
ُك
َ مت
َْ َ ع
ِص َةْمِص ْ َ و
َالع َْ
تك َْة ُق
در َدر
ُْ ْ و
َالق
َِآ
ء ِى السام ِى ف ْق
ِزَ ر
َان ْ كِنَ ا
هم َ ا
ُلل ا
ه
ُْ ْر
ِج َ
َأخض ف َْلَر
ِْ ِى ا َ فَان
ْ ك ِنَا
ه وُِْل
نز َ
َْأف
77
َ
َانْ كِن
َاه وُِر َي
َّس اا ف ِ
ّرَس
معُ ََان ْ كِن
َاو
ه
ُب َر
ِْ
ّ َق
دا فًِْي
بعَ ََانْ كِن
َاه و ِر
ُْ ََّط
ه ًا ف َامَرح
َ
ِكات َُ و
َقو َِا
لك َم َ و
َج ءكَِا ََ
به َ وءكَِاُحّ ض
َِق
ِحب
َ
َكَاد َ ع
ِب ْت ََ
تي َآاْ م ِن
ِى َ آت ِكَت
در ُو
َْق
ْن ال
ِحِي الص
“Allahumma innadhdhuha-a dhuha-uka, walbahaa-abahaa-uka, wal
jamaala jamaaluka, wal quwwata quwaatuka, wal qudrota
qudrotuka, wal 'ishmata ishmatuka. Allahuma inkaana rizqii
fissamma-i fa anzilhu, wa inkaana fil ardhi fa-akhrijhu, wa inkaana
mu'siron fayassirhu, wainkaana harooman fa thohhirhu, wa inkaana
ba'idan fa qoribhu, bihaqqidhuhaa-ika wa bahaaika, wa jamaalika
wa quwwatika wa qudrotika, aatini maa ataita 'ibaadakash
shoolihiin.”
Artinya: Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-
Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah
keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan
adalah penjagaan-Mu. Ya Allah, apabila rezekiku berada di
atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi
maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila
haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan
kebenaran dhuha-Mu, keagungan-Mu, keindahan-Mu dan
kekuatan-Mu, berikanlah kepadaku apa yang Engkau
berikan kepada hamba-hambaMu yang shalih.
78
َ اا
َِل ْل ِ ا
الي ُقم.ُ
ِلّا
مُز ْ َا
الم َُّ
يه َا أي
ً ه َقل
.ِيال ُْ ُصْ م
ِن نقِْ ا َ
ه أوَُ
ْفِص
ن.ْال َقل
ًِي
Artinya : “Hai orang-orang yang berselimut (Muhammad),
bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari,
kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya
atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.” (QS. Al
Muzammil : 1-3)
Shalat tahajjud termasuk shalat sunnah mu’akkad (shalat
sunnah yang dikuatkan oleh syara’). Shalat tahajjud dikerjakan
sedikitnya dua rakaat dan sebanyak-banyaknya tidak terbatas.
Shalat tahajjud, memiliki banyak keutamaan. Di saat kebanyakan
orang tengah tertidur pulas, kita berdo’a kepada Allah swt.
79
Rasulullah saw. juga pernah shalat malam tiga belas rakaat,
tidak diterangkan berapa kali salam, dengan perincian: delapan
rakaat shalat tahajjud, lima kali shalat witir, dan hanya
bertasyahud pada rakaat yang terakhir. Di waktu yang lain,
Rasulullah saw. juga pernah shalat tahajjud sebelas rakaat dengan
rincian: delapan rakaat untuk shalat tahajjud, dengan tiap empat
rakaat salam, dan tiga rakaat untuk shalat witir.
Said bin Yazid mengatakan bahwa nabi Muhammad saw.
mengerjakan shalat tahajjud tiga belas rakaat, yaitu dua rakaat
untuk shalat iftitah, shalat pembukaan, delapan rakaat shalat
tahajjud, dan tiga rakaat shalat witir. Selain model di atas, masih
banyak lagi model shalat tahajjud yang dijalankan oleh
Rasulullah saw. untuk memudahkan pelaksanaanya seorang
diperbolehkan memilih satu model untuk dijalankan secara
istiqomah. Atau seorang diperbolehkan juga menggunakan satu
model pada satu malamdan pada malam yang lain menggunakan
model yang lain pula sesuai dengan kelonggarannya.
ُِم
َّ َقينتَْ
د اُمَْ ْ َ
الح َا َلكبنَا
ا رهم َُللا
َ َ و.ا
َلك ِن
ْه ْ ف
ِي من
ََ ض وِْ ْ َاتِ و
َاَلَر مو َالسا
ض
ِْ ْ َاتِ و
َاَلَر موَُ السا ِك
ملَ َنتَْ
د اُم َْ ْ
الح
ْر
ُ نوُ َنتَْ
د اُمَْ ْ َ
الح َ و.ا
َلك ِن
ْه ْ ف
ِي من
ََو
َ َ و.ا
َلك ِن
ْه ْ ف
ِي من
ََ ض وِْ ْ َاتِ و
َاَلَر مو َالسا
ُ
َق ْ َ
الح ُْ
دك َع ُّ و
َو َق ْ َ
الح نتَْ
د اُم َْ ْ
الح
ُّ
َق ة ح ُاَن ْ ُّ و
َالج َقَ ح َُقو
ْلك َُّ و
َقَ ح َُا
ءك ِق
َلو
مدَامح ُّ و
َُ َقَ حْن ابِي
ُّو َالن ُّ و
َقُ حاار َالن و
َُالسااع
َة ُّ و
َقَ ح َسا
َلم ِ و ْه
َلي صا
ََلى هللاُ ع
ْت
ُ منَََ اِك
َبُ ومت ََْس
ْل َ اا َلكهمَُلل ا.ُّ َقح
َِكَبُ وْت
نبََ
َ ا ْك
ِليََاُ ولتْا
َك َ َ
تو ْك ََع
َلي و
ِي ِر
ْل َاغ
ْف ُ ف َْ
مت َاكَ حْك ََا
ِلي ُ ومت َّْاصخ
َا
َم ُ و ْت َسْر
َر َا ا َمُ و ار
ْت َخ
َا ا َمُ ومت
ْد َ م
َاقا
80
.ِي ّ
ِنِ مِهُ ب ََع
ْلم َ ا
نتََْا ا ُ و
َم ْت ََع
ْلن ا
َ َُ َلَا
ِله َخ
ّ
ِر مؤ ْ َ
ُال َْ
نت َا
ُ ودمَّ
ِ ُق ْ َ
الم نتَْا
ِِاهللَِلا ب
ة اَاََلَ ُقو
َ وْل ََلَ ح
َو و.َ َْ
نت َِلا ا
ا
“Allahumma rabbana lakal hamdu. Anta qayyimus samawati wal
ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu anta malikus samawati
wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu anta nurus
samawati wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu antal haq.
Wa wa'dukal haq. Wa liqa'uka haq. Wa qauluka haq. Wal
jannatu haq. Wan naru haq. Wan nabiyyuna haq. Wa
Muhammadun shallallahu alaihi wasallama haq. Was sa'atu
haq. Allahumma laka aslamtu. Wa bika amantu. Wa alaika
tawakkaltu. Wa ilaika anabtu. Wa bika khashamtu. Wa ilaika
hakamtu. Fagfirli ma qaddamtu, wa ma akhkhartu, wa ma
asrartu, wa ma a'lantu, wa ma anta a'lamu bihi minnî. Antal
muqaddimu wa antal mu'akhkhiru. La ilaha illa anta. Wa la
haula, wa la quwwata illa billah.”
Artinya: "Ya Allah, Tuhan kami, segala puji bagi-Mu, Engkau
penegak langit, bumi, dan makhluk di dalamnya.
Segala puji bagi-Mu, Engkau penguasa langit, bumi,
dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu,
Engkau cahaya langit, bumi, dan makhluk di
dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau Maha Benar.
Janji-Mu benar. Pertemuan dengan-Mu kelak itu
benar. Firman-Mu benar adanya. Surga itu nyata.
Neraka pun demikian. Para nabi itu benar. Demikian
pula Nabi Muhammad SAW itu benar. Hari Kiamat itu
benar. Ya Tuhanku, hanya kepada-Mu aku berserah.
Hanya kepada-Mu juga aku beriman. Kepada-Mu aku
pasrah. Hanya kepada-Mu aku kembali. Karena-Mu
aku rela bertikai. Hanya pada-Mu dasar putusanku.
Karenanya ampuni dosaku yang telah lalu dan yang
terkemudian, dosa yang kusembunyikan dan yang
kunyatakan, dan dosa lain yang lebih Kau ketahui
ketimbang aku. Engkau Yang Maha Terdahulu dan
Engkau Yang Maha Terkemudian. Tiada Tuhan selain
Engkau. Tiada daya upaya dan kekuatan selain
pertolongan Allah."
81
Istikharah secara bahasa dari kata اختاره – خير خار- ت
artinya “memilih” atau “ minta dipilihkan”. Ketika ada tambahan
huruf Alif, Sin dan Ta menjadi استخار – طلب الخيرةmaka
dalam tata bahasa Arab berubah menjadi mencari pilihan.
Menurut istilah salat sunnah Istikharah ialah salat sunnah dua
raka’at untuk memohon kepada Allah ketentuan pilihan yang
lebih baik diantara dua hal atau lebih yang belum jelas ketentuan
baik buruknya.
Arti Istikharah menurut syariat Islam, disebutkan ada dua
makna Istikharah, yaitu meminta kepada Allah suatu kebaikan,
sedangkan yang kedua meminta pilihan yang terbaik kepada
Allah. Yakni apabila seseorang berhajat atau bercita-cita akan
mengerjakan sesuatu maksud, sedang ia ragu-ragu dalam
pekerjaan atau maksud itu, apakah dilakukan terus atau tidak.
Maka memilih salah satu dari dua hal diteruskan atau tidak,
disunahkan salat Istikharah dua raka’at.
Rasulullah SAW memberitahukan kepada umat Islam tentang
tanda-tanda kebahagiaan, jalan menuju kebaikan serta
keselamatan dengan menyandarkan dan menyerahkan segala
persoalan kepada Allah SWT. Sebagaimana sabda beliau: “Sa’ad
Ibn Abi Waqqas ra. Berkata, Rasulullah bersabda: “salah satu dari
kebahagian anak Adam adalah menyerahkan pilihannya kepada
Allah Azza wa Jalla”. (HR. Ahmad).
Salat sunnah Istikharah bukan berarti mencari mimpi, yakni
sesudah salat Istikharah kemudian tidur untuk mendapatkan
impian yang memberikan alamat tentang maksud hajat itu. Salat
Istikharah ialah mencari kebaikan, artinya kalau kita mempunyai
hajat, lalu melaksanakan salat Istikharah, maka jika maksud hajat
itu dilaksanakan kita akan memperoleh barakah dan jika tidak
dilaksanakan juga akan memperoleh barakah.
Di dalam hadis menerangkan tentang salat Istikharah tidak
disebutkan surat apa yang dibaca pada setiap raka’atnya. Akan
tetapi mengingat bahwa dalam salat sunnah yang terdiri dari dua
raka’at, Rasulullah SAW biasa membaca surat al-Kafirun di
raka’at yang pertama sesudah surat al-Fatihah, dan surat al-Ikhlas,
82
di raka’at yang kedua, maka alangkah baiknya jika kita
meneladani Rasulullah SAW.
Dalam mengerjakan salat Istikharah tidak terdapat suatu
bacaan tertentu sebagaimana juga tidak perlu dikerjakan
berulang-ulang. Salat Istikharah dilakukan seperti halnya kita
melakukan salat sunnah lainnya, yaitu dengan niat cukup di
dalam hati untuk melakukan Istikharah. Dalam salat, niat cukup
dilafalkan dalam hati seperti halnya Rasulullah SAW
mengajarkan. Dalam Islam, setiap amalan ibadah seperti salat
tidak ada pelafalan niat kecuali pada ibadah-ibadah tertentu yang
sudah ada nasnya.
83
bermusyawarah, dan tidak akan kekurangan bagi orang yang suka
berhemat”. (HR. Al-Tabrani). Dalam Kitab Sahih al-Bukhari
dimuat hadis yang menganjurkan salat istikharah jika menghadapi
sesuatu hal, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw. Sebagai
berikut: Anjuran beliau dinyatakan dalam hadis sebagai berikut
yang artinya: “Jika kamu menghendaki sesuatu perkara,
hendaklah kamu salat dua raka’at (bukan salat fardhu) lalu
berdo’alah …”
،َِك
لمِْ َ ب
ِع ُك َخِي
ْر َسْت
ْ أِيِّ
ن ا إ هم ا
ُالل
ْ
ِنَ م َُلك
َسْأ
َأ و،َِكَتدرُْ
ِقَ بُكِرْدَقَسْت
َأو
َََل
ُ وِرْد َ َ
تق نكإا
َِ ف،ِ ْمِي
َظ ْ َ
الع ِك َض
ْل ف
َالام
ُ َ ع نتََْأ
و،ُ لم َع
َْ ََلَ أ
ُ ولمَْ
تعََ و،ُ ِرَْقد
أ
َن
ا ُ أ َتع
ْلم َ َ ْت
ُنْ ك ا إ
ِن هم َ ا
ُلل ا.ِْب ُوُي ْ
الغ
ِي
ْ ْر ل َي خ-ه ََُت
َاجمى ح ُسَاَي
و- َ مرَْْْل
َا ا َذه
ِي
ْ مرَِْ أَةِب
َاقَعْ وِيَاشمعََ
ْ و ِيينِْْ دِيف
ِي
ْ ْ ل ِكَار ا بثمُ ِْي
ه لُّْرِ
يسََ
ْ وِيه ل ُْدر ْ َ
ُاق ف
َ
مرَْْْل
َا ا ا ه
َذ َن
ُ أ َتع
ْلم َ َ ْت
ُنْ كِنَإ و،ِ ِي
ْه ف
ِ
َةِبَاق َع
ْ و ِي
َاشمعََ
ْ و ِي ِْ
ين ْ دِيْ ف ِي شَر
ٌّ ل
ُْ
ه َنْ ع ْن
ِي ِفْر
َاصْ وّيِ
َنه عُِْف
ْرَاص ْ ف ِيمرَْ
أ
ا
ثمُ ََان ُ كْث
َيَ حْرَي ْ َ
الخ ليِ ْ در ْ و
َُاق
ِ
ِهْ ب ِيِن َر
ْض أ
Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang
tepat kepadaMu, dengan ilmu pengetahuanMu, dan
aku mohon kekuasaanMu (untuk mengatasi
persoalanku) dengan keMaha KuasaanMu. Aku mohon
kepadaMu sesuatu dari anugerahMu Yang Maha
Agung, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa, sedang
84
aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak
mengetahuinya, dan Engkau adalah Maha Mengetahui
hal yang ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui
bahwa urusan ini (Orang yang mempunyai hajat
hendaknya menyebut persoalannya) lebih baik dalam
agamaku, dan akibatnya terhadap diriku sukseskanlah
untuk ku, mudahkan jalannya, kemudian berilah
berkah. Akan tetapi apabila Engkau mengetahui bahwa
persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agama,
perekonomian dan akibatnya kepada diriku, maka
singkirkan persoalan tersebut, dan jauhkan aku
daripadanya, takdirkan kebaikan untuk ku di mana saja
kebaikan itu berada, kemudian berilah kerelaanMu
kepadaku."
85
pengerjaannya relatif panjang, dari setelah shalat isya' sampai
menjelang subuh. Dalam pengerjaannya pun lebih mudah karena
dapat memilih 1 rakaat atau 3, dan bahkan 5 rakaat.
Sebagai contoh saat mengerjakan 3 rakaat dianjurkan untuk
dilakukan 2 rakaat salam dan terakhir sebagai pungkasnya 1 rakaat.
Tidak dianjurkan untuk dilakukan sekaligus 3 rakaat karena dianggap
menyamai shalat maghrib yang hukumnya wajib.
Shalat witir juga tidak boleh dikerjakan dua kali, sehingga
jika takut tidak bangun tengah malam untuk shalat, melakukan shalat
witir setelah shalat isya' diperbolehkan. Namun, jika ternyata dapat
bangun pada tengah malam dianjurkan untuk tidak shalat witir lagi
untuk menjaga keganjilannya.
Banyak hadis yang meriwayatkan bacaan surah ini, namun
secara umum biasanya shalat witir saat ramadhan 3 rakaat tersebut,
imam shalat akan membaca surah Al A'laa pada rakaat pertama dan
rakaat kedua membaca surah Al Kafirun. Kemudian setelah salam
dilanjutkan shalat witir 1 rakaat dengan membaca 3 surah penutup
dalam Al Qur'an, yakni surah Al Ikhlas, Al Falaq, dan terakhir An
Nas.
Saat mengerjakan shalat witir sendirian boleh membaca surah
apapun sesuai kemampuan, tidak mengurangi pahala shalat. Karena
Allah menilai kesungguhan hambanya bukan hafalannya.
86
َ تع
َالى َ ِْنِ ِّلِل
َي ْع
َت ِ ر
َك َةَاج ْ َ
الح اة َّ
ِى سُن
ل ُص
ا
Ushollii sunnatal haajati rok’aataini lillaahi ta’aala.
Artinya: "Aku niat shalat sunah hajat dua rakaat karena Allah
Ta’ala."
87
َ َْ
نبِ و ّ
ُل
ِ ذ ْ ك
ِنِي م
َب ُ اا
ّلِلَ ر ِر َغ
ْف َسْت
ا
ِ
ْه َُ ا
ِلي توب َُ
ا
“Astaghfirullaha Robbii min kulli dzanbin wa atuubu ilayhi”
Artinya: “Aku Memohon ampunan kepada Allah Tuhanku,
dari dosa-dosa dan aku bertaubat kepada-Mu”
مدَا
مح َِد
ُ ِنا ّ َِى ع
َلى سَي َّ
لا صهم َ ا
ُلل ا
َِاب َص
ْح ْ ا
َنْضَ ع
َارَا و ِض
ّة الر َص
ََال
َا
ِضَا الر
ّ ِض
ّالر
“Allahumma sholli ‘alaa muhammadin sholaatar-ridhoo
wardho ‘an ashaabir-ridhor-ridhoo”
ُِيم ْ ُ
الكَر ِيمَكالح َ اا
ْ َُِلهللا ََل
َِله
ِيم َظ ْ ِْش
الع َر ْ ب
ِالعَّ َ ْح
َاناهللِ ر سُب
َ َ
َسْأُلك َ اِين َ ِالع
َالم ْ بَّ دِا
ّلِلِ ر ُم
َْ ْ
الح
َِك ِر
َت ْفمغ َ َِمَائَز َ و
َع ِكمت
َْ َاتِ ر
َح ْجِب
موُ
ْ
ِنَ مَةَالساَالم ِر
ّو ِ بّ
ُلْ ك َ م
ِن َة ِيم َن ْ و
َالغ
ه
ُتَْ
َرَف ًا اا
َِلغ نبَِْىذْ ل َت
دع َْم ََل ِثِ اّ
ُلك
َِي ً اا
َِله َةَاج َه و
ََلح َُ اج
ْت َر ًّا اا
َِل ف َم َو
ََله
88
َ
َم َر
ْح َاا َه
َا يْت َِل َقض
َي ًا اا ِضَ رَلك
َ احِم
ِين الر
“Laa ilaaha illallahul hakiimul kariimu subhaanallahi rabbil
‘arsyil ‘adzhiim. Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin asaluka
muujibaati rahmatika wa ‘azaaima maghfirotika wal
ghoniimata min kulli birrin was-salaamata min kulli itsmin
laa tada’ lii dzanban illa ghafartahu wa laa hamman illaa
farrajtahu wa laa haajatan illaa hiya laka ridhon illaa
qadhaytahaa yaa arhamar raahimiin”.
ََ
لى َ ِّلِل
تع َي
ْنِ ِا ْع
َت ِ ر
َك بة او
َْ ا الت
اة َّ
ِي سُن
ل ُص
ا
Ushalli sunnatat taubati rok’ataini lillahi ta’ala
Artinya: Saya niat shalat sunah taubat dua rokaat karena Allah.
2. Takbirotul Ihram
3. Membaca doa Istiftah/iftitah Sunnah hukumnya
4. Membaca surat Al Fatihah
89
5. Membaca surat pendek dari Alquran
6. Rukuk
7. I'tidal (Membaca doa i'tidal)
8. Sujud (Membaca tasbih tiga kali)
9. Duduk di antara dua sujud
10. Sujud Kedua
11. Bangun melanjutkan rakaat kedua
12. Gerakan dan bacaan sama seperti rakaat pertama
13. Tasyahud akhir (Membaca bacaan tasyahud akhir)
14. Salam
15. Berdoa mohon ampunan
Ada beberapa doa dan dzikir taubatan nasuhah yang dapat anda
amalkan sebagai berikut, sekaligus sebagai doa malam nisfu
sya'ban:dianjurkan untuk memperbanyak membaca istighfar untuk
memohon ampun kepada Allah SWT atas dosa yang telah
dilakukannya.
Arab Latin:
"Allahumma Anta Robbi, laa ilaaha illa Anta, holaqtani wa ana
abduka, wa ana ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu, a’udzubika
min syarri maa shona’tu, abu’u laka bi ni’matika ‘alayya wa abu’u
laka bidzanbi faghfirlii fainnahu laa yaghfiru dzunuuba illa anta"
Artinya: "Ya Allah Engkau adalah Tuhanku, tidak ada sesembahan
yang haq kecuali Engkau, Engkau yang menciptakanku
sedang aku adalah hambaMu dan aku diatas ikatan janjiMu
(yaitu selalu menjalankan perjanjianMu untuk beriman dan
ikhlas dalam menjalankan amal ketaatan kepadaMu) dengan
90
semampuku, aku berlindung kepadamu dari segala kejahatan
yang telah aku perbuat, aku mengakuiMu atas nikmatMu
terhadap diriku dan aku mengakui dosaku padaMu, maka
ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang boleh mengampuni
segala dosa kecuali Engkau."
Setelah memperbanyak istighfar, dilanjutkan dengan membaca doa
sebagai penutup. Dikutip dari buku Risalah Tuntunan Shalat
Lengkap oleh Moh. Rifa’I (1976:100), Adapun doa salat sunah taubat
sebagai berikut:
ََِل
ه ِى َلَإ َ ا
الذ ْمِيَظ ِر
ُهللاَ الع ْفَغَسْتأ
ِ
ْهَِليُ إْبتو َ
َُأ ُ وْم َي
ُّو ُّ الق َي
َالح هوَُِلا
إ
ُ
ْبتوَُ
َأِ و ْس
ِه َفِنُ ل ِكمل
ْيََِم َل ْد ظَال َبَعَةْبتوَ
ِ ْس
ِه َفِنُ لِكملْيََِم َلْدظَال َبَع
َة
ْبتو َ ِ ْهَِليإ
ًا
ْرنشُو
َََُل
ة و ًَاَيََلَح
تا و ًْموََََل
ًا وْعنف ََََل
ًّاوَرض
Arab Latin:
"Astaghriullahal ‘azhiima, alladzii laa illaha illa huwal hayyul
qayyuumu waatuubu ilaihi taubata ‘abdin zhaalimin laa yamliku
linafsihi dlarran walaa nafa’an walaa mautan walaa hayaatan walaa
nusyuuraa."
Artinya:“Saya memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Agung,
saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah,
Tuhan yang senantiasa hidup dan mengawasi, saya
memohon taubat kepada-Nya sebagaimana taubatnya hamba
yang dholim yang berdosa tidak memiliki daya upaya untuk
berbuat mudharat atau manfaat untuk mati atau hidup
maupun bangkit nanti."
91
kali salam (2 rakaat demi 2 rakaat). Sementara itu, salat tasbih
malam hari dikerjakan 2 rakaat demi 2 rakaat.
Imam Nawawi menyebutkan, "Bila salat dilakukan pada
malam hari maka lebih kusukai bila bersalam dalam dua rakaat.
Namun bila (dilakukan) pada siang hari maka bila mau bersalam
(daalam dua rakaat) dan bila mau maka tidak bersalam (dalam
dua rakaat)."
2. Jumlah Tasbih dalam Salat Tasbih
Seperti yang disebutkan dalam hadis di atas, salat tasbih yang
diajarkan Nabi Muhammad saw. kepada paman beliau, Abbas bin
Abdul Muthalib diisi tasbih 300 kali yang dibagi ke dalam empat
rakaat. Dengan demikian, setiap rakaat, seseorang akan membaca
75 kali tasbih.
Jumlah 75 kali tasbih tersebut dibagi-bagi kembali ke dalam
setiap gerakan salat. Setelah membaca Surah al-Fatihah dan surah
pendek, pelaku salat tasbih membaca tasbih 15 kali. Setelah itu,
usai tasbih rukuk, iktidal, tasbih sujud pertama, duduk di antara
dua sujud, tasbih sujud kedua, dan duduk istirahat sebelum berdiri
melanjutkan rakaat, pelaku salat membaca tasbih 10 kali dalam
setiap gerakan tersebut.
ُوم
ً َأم
م/ً
َام
ِم َي
ْنِ إ ْع
َت َك َ الخ
ُسُوفِ ر اة َّ
ِي سُن
ل ُص
أ
َ تع
َالى َ هلل
Arab latin: Ushalli sunnatal khusuf rak'ataini
imaman/makmuman lillahi ta'ala
92
Artinya: "Saya shalat sunah gerhana bulan dua rakaat
sebagai imam/makmum karena Allah SWT."
ُوم
ً َأم
م/ًا ِم
َام ْفِ الشام
ْسِ ا ُسُو
لكِ ً
اة ِي
ْ سُن لُص
َّ أ
َ تع
َالى َ هلل
Arab latin: Ushalli sunnatan likhusuufi syamsi
imaaman/makmuman lillali ta'ala
b. Takbiratul ihram
c. Membaca taawudz dan surat Al Fatihah
d. Membaca surat Al-Baqarah atau selama surat itu yang dibaca
dengan lantang
e. Rukuk, lalu membaca tasbih selama 100 ayat surat Al-
Baqarah
f. I'tidal
g. Membaca surat Al-Fatihah lalu surat Ali Imran
h. Rukuk kembali dan dilanjutkan dengan I'tidal
i. Sujud dan membaca tasbih selama rukuk pertama
j. Duduk di antara dua sujud.
k. Sujud kedua dengan membaca tasbih selama rukuk kedua
l. Duduk sejenak sebelum bangkit untuk mengerjakan rakaat
kedua
m. Rakaat kedua dengan gerakan yang sama dengan rakaat
pertama. Hanya saja, pada rakaat kedua dianjurkan membaca
surat An-Nisa, lalu dianjurkan juga membaca surat Al-Maidah
n. Salam
93
o. Dianjurkan mendengarkan 2 khutbah tausiyah Saat terjadi
gerhana bulan, Rasulullah SAW menganjurkan amalan-
amalan yang bisa dilakukan, seperti memperbanyak dzikir,
istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya.
ِر
َُهللا َغ
ْف َسْت
أ
Artinya, “Aku memohon ampunan Allah.” Dibaca tiga kali.
b. Membaca Tahlil
ََِل
ه َلَإ،ُ
ِيم َل
ُ الح ِيم
َظَِلاهللاُ الع
َ إَِله َلَإ
َِله
َ َلَإ،ِ
ِيم َظ
ْشِ العَرُّ الع َبَِلاهللاُ ر
إ
ُّ
َب َر
ض و ُّ اْلَر
ِْ َب َاتِ و
َر َُّ السا
مو َبَِلاهللاُ ر
إ
ِيم
ِ ْشِ الكَر َر
الع
Laa ilaaha illallaahul ‘azhiimul haliimu, laa ilaaha illallaahu
rabbul ‘arsyil ‘azhīmi, laa ilaaha illallaahu rabus
samaawaati wa rabbul ardhi wa rabbul ‘arsyil kariimi.
Artinya: “Tiada Tuhan selain Allah yang agung dan santun.
Tiada Tuhan selain Allah, Tuhan Arasy yang
megah. Tiada Tuhan selain Allah, Tuhan langit,
bumi, dan Arasy yang mulia.
c. Membaca Tasbih
ِاَلهللا
َ إ َِله َد هللِ و
ََلإ َُمَالحَ هللاِ و
َانسُبح
ِاَلب
ِِاهلل ةإ ََلُقو
َا ََ وَول ََرو
ََلح َكبَهللاُ ا
و
ِيم
َظِ الع ِّي
َلالع.
Subhanalloh walhamdulillah walailaha illohhu wallohu akbar
wa la haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil adzhim.
d. Membaca Hauqola
94
ِاا
ِّلِل ِاَلب
ةإَا ُ ُّلِل
َلقو َاا َاشَاء
م
Maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah
(sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada
kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).” (QS. al-Kahfi:
39)
e. Membaca takbir
ُم
د ِالح
َْ َلله ْب
َرو َك ْب
هللاُ ا,َر َك
َهللاُ ا َ اا
َِلهللاُ و َََلا
ِله
Laailaaha illallah wallahu akbar, Allahu akbar
walillahilhamdu
Artinya: “Allah maha besar, Allah maha besar, Allah maha
besar. Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah
Mahabesar dan segalapuji hanya bagi Allah”.
ْ آي
َِات َانِ م
ِن َت
َ آي ََ
مر ْ ْسَ و
َالق ا الشام ِن إ
َََل
َد و َحْتِ أ
مو ِ َِان
َل ِفَس
ْخين َ َ َل، ِّلِل
اا
َ
لكَِْ ذُم
يتَْ
َأَا رإذَِ
ف، ِ ِهَات
َيلح ِ
َُّص
َلوا و، ُوا ِر
َّب
َك ُوا اا
ّلِلَ و َاد
ْع ف
دُقواَا َو
َتص
Artinya: “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di
antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak
terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya
seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah
kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah salat dan
bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)
95
Ada pun bacaan doa dan zikir selepas salat gerhana bulan adalah
sebagai berikut.
َِلا هللاُ و
َُهللا ََِل
ه إ ََلَ إ د ِا
ّلِلِ و ُم ْ َ هللاِ و
َالح
َْ َان ْح
سُب
َر
ُ َك
ْب أ
"Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu
akbar."
Artinya: "Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada satu
Tuhan pun yang disembah kecuali Allah, dan Allah
Maha Besar."
ُُ َل
ه َو
ِر
ّ مص
ُٱلْ ُ ِئَار ْ ُ
ٱلب ِقٰلَ ْ ُّلِل
ٱلخ َ ٱا هوُ
ِى
َا ف
ه مُلُ َۥ
ِح
ُّسَب
ٰ ي َى
ۚ ُسْن ْ ء
ٱلح ما
ُٓ َْٱْلَس
ْ
ُ
ِيزَز ْ َ
ٱلع هو
َُ
ض و َِْٱْلَر
ْ ٰتِ وَ
مو ٰ
َٱلسا
ُِيم َك ْ
ٱلح
"Huwallāhul-khāliqul-bāri`ul-muṣawwiru lahul-asmā`ul-ḥusnā,
yusabbiḥu lahụ mā fis-samāwāti wal-arḍ, wa huwal-'azīzul-
ḥakīm."
96
Ada dua hari raya bagi kaum muslimin yaitu, Idul Fitri yang
dirayakan setelah puasa bulan Ramadhan, dan Idul Adha yang
dirayakan setelah hari Arafah. Kedua hari raya tersebut menjadi
pengganti hari raya orang-orang jahiliyah dan semua bentuk hari
raya lain. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu ia berkata,
“Dahulu orang-orang jahiliyah memiliki dua hari dalam satu
tahun untuk berpesta pora, dan ketika Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wasallam tiba di Madinah, ia bersabda, “Dahulu kalian
memiliki dua hari raya dimana kalian berpesta pora, sekarang
Allah menggantikan yang labih baik bagi kalian yaitu:Idul Fitri
dan Idul Adha.” [HR. An-Nasa’i]
Seorang muslim diharamkan ikut merayakan atau
berpartisipasi pada perayaan-perayaan orang-orang kafir karena
hari raya merupakan ciri yang istimewa bagi satu kaum. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Untuk tiap-tiap umat diantara
kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (Al-Maaidah:
48)
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mensyariatkan pada hari
raya dua shalat Id yang menjadi karakteristik hari raya Islam yang
paling menonjol.
2. Hukum Shalat Id
Shalat Id hukumnya fardhu kifayah, yaitu jika telah
dikerjakan oleh sebagian kaum muslimin, maka yang lain tidak
menanggung dosa walaupun setiap muslim sangat dianjurkan
untuk melaksanakannya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam
telah memerintahkan kaum muslimin untuk menunaikannya
bahkan beliau memerintahkan para wanita muslimah, kecil
maupun orang tua, termasuk wanita yang sedang haid. Walaupun
ia tidak shalat namun dianjurkan untuk mendatangi tempat
pelaksanaan shalat Id, hal ini menunjukkan penegasan terhadap
perintah shalat Id. Di antara dalil kewajiban shalat Id adalah:
a. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Maka dirikanlah shalat
dan berkurbanlah.” (Al-Kautsar: 2).
b. Perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam kepada
kaum muslimin termasuk wanita muslimah untuk
melaksanakannya. Dalam hadits Ummu Athiyah Radhiyallahu
Anha disebutkan bahwa ia berkata, ”Kami diperintahkan oleh
97
Rasulullah untuk menghadiri shalat Idul Fitri dan Idul Adha
termasuk para wanita remaja [Al-awatiq artinya wanita
remaja yang baru baligh], wanita haidh [Al-huyyadh artinya
Wanita haidh], wanita dewasa [Dzawatul khudur artinya
Wanita dewasa yang masih perawan], dan khusus untuk
wanita haidh diperintahkan untuk menjauh dari tempat shalat
namun mereka dianjurkan untuk mendengarkan khutbah yang
berisi nasihat kepada kaum muslimin .” [HR. Al-Bukhari]
4. Sifat Shalat Id
Shalat Idul Fitri dan Idul Adha terdiri dari dua rakaat dan
dilaksanakan tanpa adzan dan iqamah dan dengan bacaan yang
keras. Cara pelaksanannya sebagai berikut:
a. Setelah takbiratul ihram dan membaca doa iftitah serta
sebelum membaca ta’awwudz dan Al-Fatihah, disunnahkan
bertakbir sebanyak tujuh kali.
b. Kemudian sang imam membaca ta’awudz dan basmalah serta
Surah Al-Fatihah dan surah lain setelah Al-Fatihah. Pada
rakaat pertama disunnahkan membaca Surah Al-A’la dan
pada rakaat kedua membaca Surah Al-Ghasyiyah atau pada
rakaat pertama membaca Surah Qaaf dan pada rakaat kedua
membaca Surah Al- Qamar. Hal ini berlaku pada kedua shalat
Id.
c. Pada rakaat kedua setelah takbir saat bangkit dari sujud
dianjurkan untuk bertakbir sebanyak lima kali sambil
mengangkat tangan setiap kali takbir.
98
d. Disunnhakan untuk memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam
diantara takbir-takbir tersebut.
e. Jika imam telah salam, ia berdiri dan naik ke atas mimbar lalu
menyampaikan dua khutbah. Antara kedua khutbah diselingi
dengan duduk sejenak. Pada khutbah pertama dimulai dengan
takbir sebanyak 9 takbir dan pada khutbah kedua dimulai
dengan 7 takbir.
f. Pada Idul Fitri dianjurkan bagi khatib untuk mengingatkan
kaum muslimin tentang hukum-hukum zakat fitrah.
Sedangkan pada Idul Adha para khatib dianjurkan untuk
menjelaskan tentang hukum-hukum berkurban.
99
e. Dianjurkan untuk mengakhirkan shalat Idul Fitri demi
membuka kesempatan bagi kaum muslimin untuk membayar
zakat fitrah sebelum mereka berangkat ke tempat shalat Idul
Fitri. Sedangkan shalat Idul Adha disunnahkan mempercepat
pelaksanaannya.
100
8. Beberapa Arahan
a. Dianjurkan agar kaum muslimin saling memberikan ucapan
selamat Hari Raya Id.
b. Dianjurkan bergembira dan menampakkan kebahagiaan di
Hari Id serta memberikan ucapan selamat hari raya kepada
keluarga, sahabat atau sesama kaum muslimin
c. Hari Raya Id merupakan momen berharga untuk
menyambung tali silaturrahim yang sempat terputus atau
mendamaikan orang-orang yang berselisih dan bertengkar
d. Tidak ada perintah khusus dalam Islam untuk menziarahi
kuburan di Hari Id, bahkan hal ini kontradiski dengan subtansi
Hari Id yang penuh dengan kegembiraan dan kebahagiaan.
e. Dibolehkan bagi seseorang untuk bersikap fleksibel dalam hal
berpakaian, makan, minum dan melampiaskan kegembiraan
di Hari Raya Id, selama tidak bertentangan dengan syariat,
karena Hari Raya Id adalah hari yang penuh dengan
kegembiraan dan kesenangan. Firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala, “Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya
hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat
itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
(Yunus : 58).
101
2. Sesudah membaca Al-Fatihah pada rakaat pertama, dilanjutkan
dengan membaca surat Al-Ikhlas 6 kali, Al-Falaq dan An-Nas 1
kali. Demikian pula pada rakaat kedua.
3. Setelah salam 2 rakaat ini, maka meneruskan kembali dengan
shalat 2 rakaat. Pada rakaat pertama dan kedua sesudah membaca
Al-Fatihah, boleh membaca surat-surat pendek apa saja yang
dikehendaki. Lafazh niatnya sama seperti yang tersebut diatas.
4. Setelah itu pula, diteruskan berdiri lagi dengan lafadz niatnya
seperti tersebut diatas, yang dikerjakan 2 rakaat. Bacaan pada
rakaat pertama sesudah surat Al-Fatihah, membaca surat Al-
Kafirun. Sedangkan pada rakaat kedua sesudah surat Al-Fatihah
dengan membaca surat Al-Ikhlas.
َع
ْ َر
ْك َْ
لي ََِسْج
ف,د ْ ُ
الم ُم َُ
دك َح
َ أَل َا د
َخ ِذ
إ
ُِس
ْليج َن
َ ْ َ أ ْنِ َقب
ْل َي ْع
َت َك
ر
Artinya: “Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid
maka hendaklah ia mengerjakan shalat dua rakaat
sebelum ia duduk” (HR Abu Qatadah).
102
Terkait hadits di atas, Imam Zakaria Yahya bin Syaraf an-
Nawawi mengatakan, mayoritas ulama sepakat mengenai
kesunnahan melakukan shalat sunnah Tahiyatul Masjid bagi
orang-orang yang memasuki masjid. Bahkan, tidak dianjurkan
(baca: makruh) bagi orang-orang yang memasuki masjid untuk
langsung duduk sebelum melaksanakannya (Imam Nawawi,
Syarah Nawawi alal Muslim [Bairut: Darul Ihya’ al-Arabi, 1998],
juz V, h. 226).
Dalil yang lain juga bisa ditemukan dalam beberapa teks
hadits Rasulullah tentang anjuran shalat tersebut, di antaranya,
Rasulullah Saw bersabda:
ََ
لىُّ صّبيِ والن ُعةُم
ْم الج يوَ ُل َ ر
َج َل
دخَ
َ؟ْت
ليَّ َ
َ أص َالَق
ُ فُب
لم يخط ََّس
ِ وْه
ليََهللا ع
َي
ِْن ْع
َت ِ ركّ
َلَص َ ُقم
ْ ف َ َلَ قل
قل
Artinya: “Seorang laki-laki pada hari Jumat masuk (masjid)
ketika Nabi Muhammad Saw sedang melakukan
khutbah. Maka Rasulullah bertanya, “Apakah engkau
sudah shalat?” Ia menjawab, “Belum”. Rasulullah
bersabda, “Berdirilah, kemudian shalatlah dua rakaat”
(HR al-Bukhari).
Dalam kitab Tanbihul Ghafilin juga disebutkan bahwa shalat
yang dilakukan ketika memasuki masjid adalah murni sebagai
penghormatan kepadanya. Syekh as-Samarqandi mengatakan,
ِ
َسْجِد
الم ُا
ْ ة َاة و
َتحِي َ ْء
تحِي ِ شَي
ّ
ُل ِ
لك
َِان ْع
َت َك
ر
Artinya: “Setiap sesuatu memiliki penghormatan, dan
menghormati masjid dengan melakukan (shalat
sunnah) dua rakaat” (Syekh as-Samarqandi, Tanbihul
Ghafilin, [Bairut: Dar Ibnu Katsir, Damaskus, 2000],
juz 1, h. 304).
103
dalam masjid, dan sebelum duduk yang disengaja, atau tidak
disengaja namun dengan batas waktu yang dianggap lama.
Lantas bagaimana jika memasuki masjid di waktu-waktu yang
dilarang melakukan shalat sunnah, seperti setelah shalat subuh
dan shalat ashar, atau ketika waktu istiwa di selain hari Jumat?
Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarhil Muhadzdzab
menjelaskan,
َاة ب
ِال َ ِ
تحِي ْرَي
ْ غِنِسَ مْل َ ْ
يج ْنه أ ُكْر
َُ َي
و
ِّح
َرمصُة ال ََ
َادِي َقت َبْثِ أ
ِيَد
لحِ ْرُذ
ع
ِْي و
َِقت َ فَلَخ
نا د َد
َِْن
َاء ع َسَو
ْيِ واه
ِالنب
ِ
ِهْرَي
ِي غ ْ فَم
ِ أاالَة
َنِ الص اه
ْيِ ع الن
Artinya: “Dan dimakruhkan untuk duduk (dalam masjid) tanpa
mengerjakan shalat sunnah tahiyat jika tidak ada udzur
(karena lupa atau tidak tahu). (Kemakruhan tersebut)
disebabkan adanya hadits yang diriwayatkan Abi
Qatadah tentang larangan tersebut, baik seseorang itu
masuk (masjid) di waktu yang dilarang mengerjakan
shalat (sunnah) atau di selain waktu tersebut.” (Imam
Nawawi, Majmu’ Syarhil Muhadzdzab, [Bairut: Darul
Kutub al-Ilmiah, 1995], juz IV, halaman 52).
Jika berpedoman pada pendapat Imam Nawawi di atas, maka
tidak ada waktu khusus bagi kesunnahan shalat Tahiyatul Masjid.
Artinya, shalat sunnah yang satu ini bisa dilakukan di waktu apa
pun dan kapan pun, bahkan tetap disunnahkan di waktu-waktu
yang dilarang melakukan shalat sunnah, misalnya setelah shalat
subuh dan shalat ashar, waktu terbit dan terbenamnya matahari,
juga tidak makruh di saat tergelincirnya matahari. Pendapat ini
merupakan pendapat masyhur dari kalangan mazhab Syafi’iyah.
104
Bersamaan dengan mengangkat tangan, seseorang hendaknya
berniat melaksanakan shalat sunnah Tahiyyatul Masjid.
Sebelumnya, untuk memantapkan, silakan lafalkan niat:
ً
اة َي
ْنِ سُن ْع
َت ِ ر
َك َسْجِد ْ َ
الم اة َ ِي
تحِي لَص
َّ أ
َ تع
َالى َ ِِّلِل
Ushallî tahiyatal masjidi rak’ataini sunnatan lillîhi ta’âla
Artinya: “Saya shalat Tahiyatul Masjid dua rakaat sunnah
karena Allah ta’ala.”
b. Dilaksanakan dengan dua rakaat dengan satu kali salam,
membaca surat al-Fatihah (wajib) dan surat al-Kafirun
(sunnah) pada rakaat yang pertama, dan membaca surat al-
Fatihah (wajib) dan surat al-Ikhlas (sunnah) pada rakaat yang
kedua.
c. Tutup shalat dengan salam.
Hanya saja, shalat Tahiyatul Masjid mempunyai aturan secara
khusus yang tidak dimiliki shalat sunnah lainnya, yaitu harus
dilakukan di dalam masjid. Oleh karenanya, shalat sunnah
yang satu ini hanya dianjurkan bagi orang-orang yang
memasuki masjid, bukan yang lainnya.
Selebihnya ia tidak memiliki aturan dan bacaan khusus.
Shalat sunnah yang satu ini juga boleh diniati dengan shalat
sunnah lainnya, seperti dengan niat shalat sunnah mutlak, atau
sunnah rawatib, atau bahkan dengan niat shalat fardhu juga
tidak masalah, sebagaimana penjelasan Imam Nawawi dalam
kitab Majmu’ Syarhil Muhadzdzab, yaitu:
َي
ِْن َتْعاك
ِالر َ بِيْو
ين َن
َ ْ ُ أ َطَرُشْتََلَ ي
و
ِْنَي ْع
َت َك َا صا
َلى ر ْ إ
ِذ بلَ َ اةاحِي
الت
ً
ِلة ْناف َ
ًَا أو َُْط
لق ِ ماالَة
ِ الص ِي
َة ِنب
ًََال
ة ْ ص َ
َة أو ِب
َاتَ ر َي
ْر ْ غ َ
ً أو َةِب
َات ر
َ َِ
لك َُ
ه ذ َأْزَجً أ َةيض
َِْرف
Artinya: “Tidak disyaratkan untuk berniat (shalat) Tahiyatul
Masjid dua rakaat, akan tetapi bila mengerjakan
shalat dua rakaat dengan niat shalat sunnah mutlak,
sunnah rawatib, selain rawatib, atau niat shalat
105
fardhu, maka sudah dianggap cukup (mendapat
pahala shalat Tahiyatul Masjid).” (An-Nawawi,
Majmu’ Syarhil Muhadzdzab, 1995, juz IV, h. 52).
Juga perlu diketahui, shalat Tahiyatul Masjid harus dilakukan
sebelum duduk. Artinya, ketika seseorang memasuki masjid
dan langsung duduk tanpa mengerjakan shalat sunnah
tersebut, maka hilanglah kesunnahan Tahiyatul Masjid
baginya, kecuali jika ia duduk disebabkan tidak tahu
kesunnahan shalat tersebut, atau lupa dan waktu duduknya
tidak dianggap lama, maka ia masih mempunyai kesempatan
untuk melakukan shalat sunnah Tahiyatul Masjid.
106
terlarang untuk mengerjakan shalat sunnah. Begitu pula dengan
jumlah rakaatnya yang tidak terbatas (semampunya) dan ditiap-tiap 2
rakaat diikuti 1 salam.
Niat shalat sunnah Muthlaq:
َا
ُّلِل َ تع
ا.َالى َ ِّلِل
ِ ِا َُْط
لق ْ َ
الم اةْ سُن
ِيلُص
َّ أ
َر
ُ ْب َ
أك
Ushallii sunnatal muthlaqqi lillaahi ta'aalaa. Allaahu akbar
Artinya: "Aku niat shalat sunnah Muthlaq 2 rakaat karena Allah
Ta'ala. Allahu Akbar."
Meskipun boleh dikerjakan pada waktu kapan saja, tapi ada
beberapa waktu yang diharamkan untuk mengerjakan shalat sunnah
ini, antara lain:
1. Pada waktu matahari sedang terbit
2. Pada waktu matahari sedang mulai terbit hingga sekitar setinggi
tombak (kira-kira pukul 08.00 karena disaat ini sudah dapat
mengerjakan shalat Dhuha)
3. Ketika matahari tepat ditengah, kecuali di hari jum'at yang mana
seseorang akan memasuki masjid untuk mengerjakan shalat
Tahiyyatul Masjid
4. Setelah shalat Ashar sampai matahari terbenam
5. Setelah matahari sedang terbenam sampai sempurna terbenamnya
karena saat itu seseorang sudah dapat mengerjakan shalat sunnah
sebelum Maghrib.
دىَه ْ ِ
ُال هلَْ
َ ا ِي
ْق ْف
توَ ََُلك
َسْأ
ا اهم َ ا
ُلل ا
هل
ِ َِْ اَةَحَا صُن
َم ِي
و.ِْن َق ْ ِ
الي هلَِْ اَال َع
ْم َا
و
هل
ِ َْ
د ا َجِا
ِ و اب
ْر ِ الصهلَْ
َ اْمَز
َع و.ِ َْ
بة او
الت
َُّ
د َب َِ و
َتع ْب
َة اغ
ِ الر َْ
هل َ ا َََط
لب ِ و َشْي
َة ْ
الخ
اىَت
ِ ح لمِْ ْ َ
الع َْ
هل َان
َ ا ْفِر
َعَعِ وَر ْ ِ
الو هلَْ
ا
َك
َ َافَخ
ا
107
Allaahumma as'aluka taufiiq ahlil hudaa wa a'maalaahil yaqiini. Wa
munaashahata a'hlittaubati wa 'azma ahlish shabti wa jidda ahlil
khasyati wa thalaba ahlir raghbatiwa ta'abbudi ahlil wara'iwa
irfaana ahlil 'ilmi hattaa akhaafaka
Artinya : "Wahai Allah, aku mohon kepada-Mu Taufiq yang
diberikan kepada orang-orang yang mendapat petunjuk
dari amalan orang-orang yang mendapat keyakinan dan
keikhlasan orang-orang yang bertaubat dan keteguhan
hati orang-orang yang bersabar dan kesungguhan orang-
orang yang takut dan usaha mencari yang dilakukan
oleh orang-orang yang suka Engkau dan ibadahnya
orang-orang yang waro’ dan pengetahuan orang-orang
yang berilmu sehingga aku takut pada-Mu”.
108
ًا
ِسَاب
ْتَاح
نا و ًَا
ِيمَ إ
َانمض
ََ ْ َقام
َ ر من
َ
ِ (متفق َْ
نبِهْ ذِن
َ م َا
دم َ ه م
َاتق َُ َل
ِرُف
غ
)عليه
Artinya: “Barang siapa melakukan shalat (Tarawih) pada
Ramadhan dengan iman dan ikhlas (karena Allah
ta’âlâ) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
(Muttafaq ‘Alaih).
Imam an-Nawawi dalam Syarhu Muslim menyatakan, yang
dimaksud hadits di atas adalah shalat Tarawih. Dengan hadits ini
mayoritas ulama sepakat bahwa hukumnya adalah sunnah. (An-
Nawawi, Syarhun Nawawi alâ Muslim, [Bairut: Dârul Fikr,
1998], juz VI, halaman 39).
Shalat Tarawih memiliki waktu secara khusus, yaitu
dilakukan secara berjamaah pada malam hari Ramadhan setelah
melaksanakan shalat Isya’ dan sebelum melakukan shalat Witir.
Menurut pendapat yang lebih sahih sebagaimana dikutip Syekh
Wahbah Zuhaili, hukum berjamaah shalat Tarawih adalah sunnah
kifâyah. Artinya, jika semua jamaah masjid meningglkan jamaah
Tarawih maka semuanya mendapatkan dosa, namun jika ada yang
melakukannya maka gugur dosa-dosa yang lain. (Syekh Wahbah
Zuhaili, al-Fiqhul Islâmi wa Adillatuh, [Bairut-Damaskus, Dârul
Fikr, 2010], juz II, halaman 1059).
َي
ِْن ْع
َت َ ر
َك يح
ِْ ار
َاو َ التاة
ِي سُن َّ
ل ُص
أ
َ تع
َالى َ ًِا ِّلِل ِم
َام ِ ا َِب
ْلة ْ َ
الق ْبِل
َقُسْت
م
Ushallî sunnatat tarâwîhi rak’ataini mustaqbilal qiblati imâman
lillâhi ta’âlâ.
Artinya: “Saya niat shalat Tarawih dua rakaat menghadap kiblat,
menjadi imam karena Allah ta’âlâ.”
109
Berikut niat shalat Tarawih bagi makmum:
َي
ِْن َت ْع
َكَ ريح
ِْ ار
َاو َ التاة
ِي سُن َّ
ل ُص
أ
َ تع
َالى َ ًِا ِّلِلْم
مو ْ
َُأِ م
لةَْ
ِب ْ َ
الق ْبِل
َقُسْت
م
Ushallî sunnatat tarâwîhi rak’ataini mustaqbilal qiblati
ma’mûman lillâhi ta’âlâ.
Artinya: “Saya niat shalat Tarawih dua rakaat menghadap kiblat,
menjadi makmum karena Allah ta’âlâ.”
Setelah niat, dilanjut dengan rukuk-rukun setelahnya, yaitu
takbiratul ihram, membaca doa iftitah, membaca ta’awudz, surat
Al-Fatihah, mambaca surat-surat pendek, ruku’, i’tidal, berdiri
untuk melakukan sujud, sujud, tahiyat, membaca dua kalimat
sahadat, membaca shalawat Ibrahimi, dan diakhiri salam.
Jumlah rakaat shalat Tarawih sebagaimana pendapat
mayoritas mazhab Syafi’i adalah sebanyak 20 rakaat dengan
sepuluh salam. Hal itu berdasarkan hadits Rasulullah saw riwayat
al-Baihaqi melalui jalur Ibnu Abbas, yaitu:
َ
َان
َ ك َسا
َلم ِ وْه
َلي ا صا
ََلى هللاُ ع ابِي
ا النَنأ
ْر
ِ َيِي غَ فَان
مضََ ِ ر
هرَِْي ش ِي فَّ
ليصُ
َ
ترِْ ْ ً و
َالو ْع
َة َك َ ر
ِين ِشْرَة ع
َاعَمج
Artinya, “Sungguh Nabi Muhammad saw melakukan shalat di
bulan Ramadhan tanpa berjamaah sebanyak dua puluh
rakaat dan (ditambah) shalat witir.”
Tidak hanya hadits di atas, dalil yang dijadikan pijakan oleh
mayoritas ulama mazhab Syafi’i adalah tindakan sahabat Umar
bin Khattab ra yang mengumpulkan umat Islam untuk melakukan
shalat Tarawih sebanyak 20 rakaat secara berjamaah di masjid.
Tindakan ini kemudian diikuti oleh para sahabat. Sementara
Rasulullah saw memerintahkan umat Islam untuk selalu
berpedoman pada sunnahnya dan sunnah al-Khulâfâ’ur Râsyidîn
setelahnya (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra). Rasulullah
saw bersabda:
َِا
ء لفَُ
الخ اة
ْ ِ َسُن
ْ و
ِيات
ِسُن
ْ بُمْك َع
َلي
ِي
ْ ْد َ ْ
بع ِنَ م ِْ
ين ااش
ِد الر
110
Artinya, “Berpegang teguhlah kalian semua dengan sunnahku dan
sunnah al-Khulâfâ’ur Râsyidîn sesudahku.” (az-Zuhaili,
al-Fiqhul Islâmi, juz II, halaman 226).
Melalui dalil di atas, ulama mazhab Syafi’i menyepakati
bahwa jumlah rakaat shalat Tarawih yang lebih utama adalah 20
rakaat. Mengenai teknisnya, ulama sepakat shalat Tarawih
dilakukan dengan 10 kali salam. Artinya, setiap dua rakaat shalat
Tarawih ditutup dengan salam, kemudian kembali melakukan dua
rakaat dan salam, begitupun seterusnya sampai 20 rakaat.
4. Bacaan-bacaannya
Sebagaimana diketahui, shalat Tarawih merupakan shalat
sunnah yang dilakukan pada malam hari Ramadhan dan tentu
tidak boleh dilakukan di siang hari. Karenanya, ulama
menjadikan shalat sunnah yang satu ini sebagai shalat sunnah
yang dianjurkan untuk dikeraskan bacaan al-Fatihah dan surat
setelahnya.
Bacaan-bacaan shalat Tarawih juga tidak jauh berbeda dengan
bacaan shalat pada umumnya. Dalam shalat Tarawih disunnahkan
membaca doa iftitâh, surat pendek, tasyahhud dan lainnya.
Begitupun dalam shalat lain. Hanya saja Imam an-Nawawi dalam
kitab al-Adzkâr mengatakan, yang dianjurkan bagi orang yang
shalat Tarawih adalah mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an selama
Ramadhan. Caranya sebagaimana dijelaskan Imam an-Nawawi,
yaitu:
ْ ْء م
ِن ُزَ جْو َ ْلة
نح َِ َليّ
ُلْ ك ُ ف
ِي َأْر
َقَيف
َ
ِلَّ
ت ُ ْ
ير َ
ُّ أنَبَح
ُسْت
َي
و,ءا ًْ َ ج
ُز ْن ََالث
ِي ث
َ
ِنْ مَر َح
ْذ ْ و,َا
َلي َه
ِنَي
ّ يبَُ ََاء
َة و ِر ْ
الق
ْ
ِنَ م َك
ْثَر َة أ َاءِر
ِقْ ب
ِمْه َِ ع
َلي يل اطْو
ِْ الت
ْءُزج
Artinya, “Maka imam shalat Tarawih membaca satu juz dari 30
juz dalam setiap malam, dan dianjurkan untuk
membacanya dengan indah dan jelas, serta hendaklah
ia tidak memperpanjang bacaan lebih dari satu juz
yang merepotkan para makmum.” (Imam an-Nawawi,
111
al-Adzkâr lin Nawawi, [Bairut, Dârul Kutub al-
‘Ilmiyyah: 2002], halaman 183).
Ada tiga poin penting yang dapat diambil dari penjelasan
Imam an-Nawawi di atas. Pertama, disunnahkan membaca satu
juz dari 30 juz Al-Qur’an setelah surat Al-Fatihah bagi orang-
orang yang melakukan shalat tarawih.
Kedua, meskipun shalat Tarawih dilakukan dengan 20 rakaat
dan dikemas dengan 10 salam, tetap dianjurkan bagi orang yang
melakukannya untuk memperindah bacaan-bacaannya. Artinya,
membaca satu juz Al-Qur’an bukan berarti mengharuskan
pembacanya segera menyelesaikan bacaannya. Ia tetap dianjurkan
untuk membaca dengan tartil dan memperindah bacaannya.
Ketiga, menghindari bacaan surat yang melebihi satu juz.
Poin terakhir ini memberikan warning bahwa bacaan yang banyak
(melebihi satu juz) dalam shalat Tarawih sangatlah tidak
dianjurkan. Betapa pun membaca Al-Qur’an sangat baik, namun
jika dibaca terlalu panjang saat shalat Tarawih maka sangat tidak
dianjurkan.
5. Keutamaan
Keutamaan shalat Tarawih tidak bisa diragukan. Banyak
hadits yang sangat menganjurkan umat Islam untuk
melakukannya. Di antara keutamaannya adalah:
Pertama, diampuni semua dosa yang telah lalu. Keutamaan
pertama ini sesuai dengan teks hadits yang telah disebutkan di
atas, yang artinya, “Barang siapa melakukan shalat (Tarawih)
pada bulan Ramadhan dengan iman dan ikhlas (karena Allah
ta’âlâ) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
(Muttafaqun ‘Alaih).
Kedua, mendapatkan pahala beribadah satu malam penuh.
Keutamaan kedua ini berdasarkan hadits Rasulullah saw riwayat
at-Tirmdzi, Ibnu Majah dan an-Nasa’i:
,َ
ِف ْص
َر َ اى
ين َتِ ح
َامِم
َ اإل
مع ْ َقام
َ َ من
َ
َُ َلي
ْلة ِي
َام َُ َل
ه ق ِبُت
ك
112
Artinya, “Barang siapa shalat Tarawih bersama imam sampai
selesai, maka untuknya dicatat seperti beribadah
semalam.”
Dua hadits di atas merupakan dalil yang sangat memotivasi
umat Islam agar berusaha selalu tekun dan istiqamah melakukan
shalat Tarawih. Di dalamnya terdapat banyak manfaat dan
keistimewaan luar biasa. Sudah cukup menjadi bukti
keistimewaannya adalah dibiasakan oleh Rasulullah saw,
diampuninya semua dosa yang telah lalu dan terhitung beribadah
selama satu malam penuh. Semua itu bisa didapatkan dengan
melakukan ibadah shalat Tarawih.
113
يدخل اول وقت العصر ثم يجمع
.بينهما
“(Bila Rasulullah Saw) akan menjama’ antara dua shalat dalam
safar, beliau mengakhirkan Dzuhur sehingga masuk waktu
‘Ashar kemudian menjama’ keduanya”.
114
jumlah 3 raka’at, sehingga shalat Maghrib tetap dilaksanakan 3
raka’at sedangkan shalat ‘Isya diringkas menjadi 2 raka’at,
karena shalat dengan jumlah 4 raka’at itu merupakan maktubat
yang bisa di qashar dengan alasan sedang melakukan perjalanan.
115
sekarang kami dalam keadaan aman?” beliau menjawab: “sunnah
Rasulullah”.
ء َد
ًَا َي
ْنِ أ ْع
َت َك
ِ ر
ْرَج ْ َ
الف اة َّ
ِي سُن
ل ُص
أ
َالى َ ِّلِل
تع ِّ
Ushalli sunnatal fajri rok’ataini ada’an lillahi ta’ala
Selain itu, niat shalat sunnah fajar juga bisa dengan niat:
ء َد
ًَا َي
ْنِ أ ْع
َت ِ ر
َك َدَر ْ َ
الب اة َّ
ِي سُن
ل ُص
أ
َالى َ ِّلِل
تع ِّ
Ushalli sunnatal barodi rok’ataini ada’an lillahi ta’ala
116
ء َد
ًَا َي
ْنِ أ ْع
َت َك َ الص
ُّب
ْحِ ر اة َّ
ِي سُن
ل ُص
أ
َالى َ ِّلِل
تع ِّ
Ushalli sunnatas subhi rok’ataini ada’an lillahi ta’ala
َي
ِْن ْع
َت َك
ْحِ ر َ الص
ُّب اةْ سُنِيَّ
ل ُص
ا
َ تع
َالى َ ِّلِل
ء ِا ًَاَدِ ا َِب
ْلة ْلق
َ ا ْبِل
َقُسْت
م
Usholli sunnatas shubhi rok’ataini mustaqbilal qiblati adaa-
an lillaahi ta’aala
b. Pelaksanaan shalat
Shalat sunnah fajar ini berjumlah 2 rakaat dan dilaksanakan
pada waktu sebelum shalat shubuh.
Untuk tata cara pelaksanannya yakni seperti berikut ini:
1) Rakaat Pertama
Ketika melaksanakan rakaat pertama, diikuti surah al-
Fatihah dan disunahkan membaca surah al-Kafirun.
Selain itu, dibolehkan juga untuk membaca potongan ayat
dari surah al-Baqarah yakni:
117
2) Rakaat Kedua
Sedangkan pada rakaat kedua diikuti dengan membaca
surah al-Ikhlas, atau bisa juga membaca ayat surah Ali
Imran yakni:
118
Artinya: “Rasulullah Saw membaca ‘Quluu Amanna billahi
wa maa unzila ilaina’ dan ayat dalam Ali Imran,
‘Ta’aalau ila kalimatin sawa’in bainana wa
bainakum’ pada saat shalat fajar.”
119
َ َسا
َلم ِ وْه َّلِلُ ع
َلي َلى اا ُّ صاابِي
ْ النُن َلم
َ ْ
يك
ُْ
ه ِن
د مَشَا
ِ أ ِل
َافاوْ الن ِن لى شَي
ْء م ََع
ْرَج ْ ْ
الف َي
َتْع
َكَلى رَدا عًه
َُا
تعَ
Artinya: "Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melakukan
satu shalat sunnah pun yang lebih beliau jaga dalam
melaksanakannya melebihi dua rakaat shalat sunnah
subuh.” (HR Bukhari 1093 dan Muslim 1191)
َا
َم
َا و
نيْالد
ُّ ْ
ِن َي
ْر م ِ خ
ْرَج ْ َا
الف َتْع
َكر
َاِيهف
Artinya: “Dua rakaat shalat sunnah subuh lebih baik daripada
dunia dan seluruh isinya.” (HR. Muslim725).
120
muakkadah, ditetapkan oleh sunnah Rasulullah SAW dan Khulafa
Ar Rasyidin.
121
َ َسا
َلم ِ و
ْه َّلِلُ ع
َلي لى اا َاا صابِي
ُ الن يتَْ
َأر
َِلى
َ إال
َوَح
َ فِي َقال َسْق
َسْتَ ي َر
َج َ خْم
يوَ
َ َِب
ْلة ْ َ
الق ْب
َل َقَاسْته وَُ َْااسِ ظ
هر الن
َا ا صا
َلى َلن ثمُ ه
ُء ََا َ ر
ِد الَوا ح ُ ُو
ثم ْي
دع َ
ِ
ءة ِر
ََا ْ َا ب
ِالق ِمِيهَ فهرََ
ْنِ جَي
َتْع
َكر
“Saya melihat Nabi Saw tatkala pergi ke tanah lapang untuk
shalat istisqa’ beliau palingkan punggungnya menghadap para
sahabat dan kiblat sambil berdo’a, lalu beliau palingkan
selendangnya, kemudian shalat dengan kami dua rakaat dengan
suara yang keras ketika membaca ayat.”
4. Waktu pelaksanaan
Waktu pelaksanaan shalat istisqa’ sama seperti shalat hari
raya, ini adalah pendapat Malikiyah, berdasarkan keterangan dari
Aisyah, “Rasulullah saw pergi menunaikan shalat istisqa’ ketika
tampak penghalang matahari.” Namun dalam hadits ini bukan
membatasi bahwa waktu shalat istisqa’ itu hanya seperti
keterangan dalam hadits, akan tetapi waktu pelaksanaan shalat
istisqa’ dapat dikerjakan kapan saja, selain waktu yang dilarang
untuk shalat. Karena shalat istisqa’ memiliki waktu yang panjang,
namun yang lebih afdhal adalah dilaksanakan pada awal hari
sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas, karena shalat
istisqa’ menyerupai (hampir sama) dengan shalat ‘ied tata cara
dan tempatnya.
122
menjadi penyebab kebaikan dan keberkahan sehingga Allah swt
akan menurunkan hujan dari langit.
6. Khutbah istisqa’
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai waktu khutbah pada
shalat istisqa’, Sebagian ulama’ berpendapat dan ini adalah
merupakan riwayat dari Imam Ahmad, bahwasanya Imam
berkhutbah sebelum shalat istisqa’.
Namun mayoritas ulama’ di antaranya adalah Malik, Syafi’I
dan Muhammad bin Hasan dan ini juga riwayat dari Imam
Ahmad bin Hambal dari jalur yang lain, bahwasanya khutbah
istisqa’ dilaksanakan setelah shalatistisqa’ dan ini merupakan
pendapat yang benar, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu
Qudamah dalam Al-Mughni berdasarkan perkataan dari Abu
Hurairah di dalam hadits yang shahih,
ُ اا
ِّلِل َسُولَ ر َجَرَ خ َة َقال
َيرَْهرُ ِي َبْ أَنع
ِي َسْقَسْت
ًا ي ْميوَ َ َسا
َلم ِ و ْه َّلِلُ ع
َلي َلى اا صا
ََان و
ََل َذ َْنِ ب
ِال أ َي
َتْع َا ر
َك ِنَلى ب َصا ف
َالَوَح َا اا
ّلِلَ و َعَدَا وَنَطَب
ا خ ُ َة
ثم َِقامإ
ا
ثمُ ِ يهْدَي
َ ًا ِعَاف ِ ر َِب
ْلة ْ َ
الق ْو
نحَ ه ُه
ََْجو
ََ ع
َلى منَيَْاْل
ْ َ َل
َعَجه فُءََاِد َ رلبََق
َِن َْاْل
يم ْ َلى ََ ع َاْلَي
ْسَر ْ ِ و اْلَي
ْسَر ْ
“Dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah saw keluar pada
waktu istisqa’ maka kemudian ia shalat bersama kami dua rakaat
tanpa adzan dan iqamah kemudian berkhutbah pada kami dan
berdo’a kepada Allah dan menghadapkan wajahnya ke arah
kiblat dengan mengangkat tangannya kemudian membalik
selendangnya dan menjadikan selendang sebelah kanan pada
pundak yang kiri dan selendang sebelah kiri diletakkan di pundak
yang kanan.” (HR. Ibnu Majah)
123
7. Do’a-do’a Istisqa’
Di bawah ini akan kami sebutkan beberapa do’a di dalam
istisqa’ yang sesuai dengan sunnah Rasulullah saw :
a. Sebagaimana hadits yang telah lalu ketika seorang laki-laki
datang ke masjid dan Rasulullah saw sedang berkhutbah,
kemudian ia minta supaya Rasulullah saw berdo’a sebanyak
tiga kali.
ِيثًا
مغُ ْثًا
َيَا غ
ِنا اسْقهم ا
ُالل
ًَاج
ِال دًقا ع
ًََا غِيع َ ًا
مر َقًا طَبِيئ
مرَ
ِثَائ
َ ر َي
ْر غ
“Ya Allah berilah kami hujan yang menolong, menyegarkan
tubuh dan menyuburkan tanaman dan segera tanpa ditunda-
tunda”.
124
َا
ْن َََل ع
َلي ََا و ْن َ َو
َالي ا حهم ا
ُالل
َال
ِ ْ ِ و
َالجِب َام ْ لى
اْلك ََ
ا عهم ا
ُالل
ِ َِ
ية َاْلَو
ْد ْ َابِ و ّر
ِ
َالظِ وَام ْ و
َاْلج
ِ ِتِ الشاج
َر َابمنََ
و
“Ya Allah turunkanlah hujan disekitar kami, bukan pada
kami. Ya Allah berilah hujan ke dataran tinggi, pegunungan,
anak bukit, dan lembah serta di tempat tumbuhnya
pepohonan.”
َي
ِْن ْع
َت َك
ِ ر
درَْ ْ ِ
الق لة َ َلي
َْ اة
ِى سُنلُص
َّ أ
ٰ تع
َالى َ ِّلِل
ِّٰ
“Ushalli Sunnata lailatil Qadri Rak’ataini Lillahi Ta’aalaa”
125
c. Niatnya jika 4 Raka’at:
َ
بع َر
َْ ِ ا
درَْ ْ ِ
الق لة َ َلي
َْ اةِى سُنَّ
ل ُص
أ
ٰ تع
َالى َ ِّلِل َع
ِّٰ َات َك
ر
“Ushalli Sunnata lailatil Qadri Arba’arakaatin Lillahi
Ta’aalaa”
ََِل
ه ْ ََل إِ يَالذِ اْمِي ْلع
َظ ِر
ُ هللاَ ا َغ
ْف َسْتأ
ُواْب َُ
تو َاُ و ْم َي
ُّو ْلقُّ ا
َي ْ هو
َالح ُ َِلاإ
َ
ْنِي
لمِ -ِالظاا ْد ًع
َب َةْب َ ِ
تو ْه َا
ِلي
ًاْع
نفَاََل
ًا و َرِ ض ْس
ِه َفِن ُ لِك
ملْيَََل
ًا
ْرُشُو-اََلن ً َي
َاةو اََلح
تا و ًْ
موَاََل
و
Astaghfirullohal’azhiim, Alladzi laa ilaaha illa huwal hayyul
qoyyuum wa atuubuu ilaih taubatan ‘abdidhdholimiin laa
yamliku linafsihi zhorowwanaf’aw walaa maut, walaa
hayyataw walaanusyuuro …. 3x
ِنبَْ
ِ ذّ
ُلْ كِن
ِ م ِي
ْم َظْلع ِر
ُ هللاَ ا َغ
ْف َسْت
أ
َ
نتَْ َ اا
َِلا ْب ُ ُّ
نو ُالذ ْف
ِر َِ ََل
يغ ْمِي
َظْلعا
َ ْد
ِك ْ ع
ِن ِنً م ِر
َت ْف
مغَ َا َِر
ْلن ْفَاغف
126
َ
نتَْ
َ ا َااا
ِنك ْنَم
ْحَار
و
م-ْاحِي
ُالر
ْر َف
ُو ْلغ
ا
Astagfirullohal ‘azhiim mingkulli dzanbil ‘adhiim la
yaghfirudzdzunuuba illaa anta faghfirlanaa maghfirotan min
‘indik warhamnaa innaka antal ghofuurur Rohiim …3 x
ْم
ِ ِي
َظْلع ِر
ُ هللاَ ا َغ
ْف َسْت
أ
Astaghfirullohal’azhiim, ……..70 x
Dzikir pertama:
ُّ ُ ْم
تحِب َر
ِي ُو
ٌّ ك َ ع
َف نكِا
ا إ
هم َّل
ُل ا
ّي
ِ
َن ُ ع َاع
ْف ْو
َ ف َف ْ
الع
Allahumma innaka ‘afuwun Kariim. tukhibbul ‘afwa
fa’fu’anna ( kami ) fa’fu’anni (Saya) Yaa kariim. Sebanyak
..33 x.
Dzikir Kedua:
َُ َل
، ه يك ه ََلشَر
ِْ ُدََحَِلا هللاُ و
َ إَِله
ََل إ
ِْي
يحُ د ُم
َْ ْ ه
الح َُ و
َُل لكْم ْ ه
ُال َُل
ُْتمو
ُيَُ ََل
ِمَائٌّ د
َيَح
هو َُ و،ُ ِي
ْت يمَُو
ّ
ُل
ِ َلئ كََعهوَُ
و،ُ ْر َي ْ ِ
الخ ِهَدِيب
ِيرْءَقدشَي
Laa Illaha Illa Allah, Wahdahu laa Syarikalahu, Lahul Mulku
Wa lahul Khamdu wa huwa hayyun daa-imun Laa yaa muutu
Biyadihil Khair, wa Huwa ‘ala Kulli syai-in Qodir. …. 33 x.
127
َِ هللا
َان
ْح سُب، ِ ِه
مدَِْح
َبَ هللاِ و
َانْحسُب
ِر
ُ هللا َغ
ْف َسْت
أ، ِ ِي
ْم ْلع
َظ ا
Subhannallahu wa bi hamdihi, subhannallohil ‘adziem,
Astaghfirullah, dibaca 101 x.
َاَن
دث َا ح:دُم َح
َْ ُ أ مامَِْ َ
اإل َقال
َاَن َا
دث ح،َ ِيم َاهبر ُ إ
ِْ بنْ ُِيل َاعِسْمإ
ِيَبْ أَن ع،َة ِالب
ِي ق َب ْ أ ع،ُ
َن يوب َُّ
أ
ُ
َانمضَََ ر َرَض
ما ح َلا:َ ُريرة َقال ه
ِْه َّلِلُ ع
َلي َلى ااّلِلِ صا
ُ اا َسُولَ رَقال
،َ
َان مض
ََُ رهر َْْ شُم
ءكََا "قد ج:َ َسا
َلم و
ُم
ْ ْك َّلِلُ ع
َلي َضَ اا َر
ْت اف،َك َارمبُ َر شَه
ُ
َاببو َِْ أِيهُ فَح ْت
تفُ ،ُ مهََاِيص
ُ
َاب َْ
بو ِ أِيهُ فلقَْ َُ
تغ و،ِ اة
َن ْ
الج
،ُ
ِين َاطِ الشاي ِيهُّ ف
َلتغ َُ
و،ِ َحِيم ْ
الج
128
ْ
من َْلفِ شَه
َ ،ْر ْ أ
ِنْر مَي َِ َلي
ْلة خ ِيه
ف
."ُرمد حَْ
َق َير
َها ف ُرم خ
ح
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ayyub,
dari Abu Qilabah, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan
bahwa ketika Ramadan tiba, Rasulullah Saw. bersabda: Telah
datang kepadamu bulan Ramadan, bulan yang diberkati, Allah
telah memfardukan bagimu melakukan puasa padanya. Di
dalamnya dibukakan semua pintu surga dan ditutup rapat-
rapat semua pintu neraka, dan setan-setan dibelenggu. Di
dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik daripada
seribu bulan. Barang siapa yang terhalang dari kebaikannya,
berarti dia telah terhalang (dari semua kebaikan).
«ْ
منَ ََ َقام َِ َلي
ْلة درَْ ْ نا
الق ًَاِيمإ
ًا
ِسَاب
ْتَاح
َ وِرُف
ه غَُا َلَ م
دمَا
تقَ ِْن
م
ِ َْ
نبِه »ذ
Barang siapa yang melakukan qiyam (salat sunat) di malam
Lailatul Qadar karena iman dan mengharapkan pahala dan
ridaAllah, maka diampunilah baginya semua dosanya yang
terdahulu.
129
d. Dibukakan pintu ampunan.
e. Malam yang lebih utama dari seribu bulan.
DAFTAR PUSTAKA
Panduan Muslim Sehari-hari oleh Dr. KH. M. Hamdan Rasyid, MA dan Saiful
Hadi El-Sutha (2016),
Muhadzab, Juz I, Maktabah Samilah, h. 18
Wahbah al zuhaily, Fikih Shalat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: CV. Pustaka
Media Utama, 2004, hlm 50
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, hlm 56-57
Wahbah al zuhaily, Fikih Shalat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: CV. Pustaka
Media Utama, 2004, hlm 47
Moh. Rifa’I, Tuntunan Shalat lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra, cet.
2013, hlm 28
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, hlm 53
130
Redaksi QultumMedia. (2018). Tuntunan Shalat Sesuai Al-Qur'an & Hadits
Shahih. Jakarta Selatan. QultumMedia
Ust. Mukhsin Matheer. (2014). Rahasia Butiran Air Wudhu. Jakarta. Lembar
Langit Indonesia
Dr. H. Ahmad Rusdiana, MM., Dr. H. Abdul Kodir, M. Ag., Dr. Ali Khosim,
SHI. M. Ag., Ahmad Gojin, M. Ag. (2019). Tuntunan Praktek Ibadah.
Bandung. Pusat Penelitian dan Penerbitan UIN SGD Bandung
Drs. Moh. Rifa'i. (1976). Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang. C.V Toha
Putra Semarang
Widia, Lyrene. (2021). Pengertian Shalat Witir, Waktu Pengerjaannya, dan
Bacaan Surah yang Dianjurkan, Amalan Sunnah Saat Ramadahan. Tersedia
di: https://portaljember.pikiran-rakyat.com/khazanah/pr-
161844110/pengertian-shalat-witir-waktu-pengerjaannya-dan-bacaan-surah-
yang-dianjurkan-amalan-sunnah-saat-ramadahan Diunduh pada tanggal 12
November 2021
A.Hasan. Bulughul Maram. CV Diponegoro. Bandung: 2006
Al Ihkam Syarh Ushulil Ahkam, Ibnul Qasim Syarh Shahih Muslim Lin Nawawi,
Al Inshaf, Al Mughni Rasjid, sulaiman. 2012. Fikih Islam. Sinar Baru
Algesindo: Bandung
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Qodar, Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah-KTB,
Tebuireng.online
M Alvin Nur Choironi. (2018). Tata Cara Shalat Sunnah Fajar. Tersedia di:
https://islami.co/tata-cara-shalat-sunnah-fajar/. Diunduh pada tanggal 07
Januari 2022
Sunnatullah. (2021). Tata Cara Shalat Tahiyatul Masjid: Niat, Waktu, dan
Ketentuannya. Tersedia di: https://islam.nu.or.id/shalat/tata-cara-shalat-
tahiyatul-masjid-niat-waktu-dan-ketentuannya-KLZHr. Diunduh pada
tanggal 21 Januari 2022
131
Dr. Abdullah Bahmmam. Fikih Ibadah Bergambar Shalat Id pada Dua Hari Raya.
Tersedia di: https://www.al-feqh.com/id. Diunduh pada tanggal 21 Januari
2022
132