Anda di halaman 1dari 115

PENGARUH SELF ESTEEM, DUKUNGAN SOSIAL DAN

STATUS SOSIAL EKONOMI TERHADAP PROBLEM


FOCUSED COPING PADA SISWA BERBAKAT
INTELEKTUAL
Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Oleh:
ATIQOH QONITA ADAM
NIM: 108070000139

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1437 H/2016 M
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

Three simple rules in life

If you do not go after what you want, you’ll never have it

If you do not ask, the answer will always be no

If you do not step forward, you will always be in the same place

_Unknown_

Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi

tentram

Q.S Ar-Ra’d: 28

_BERSYUKUR Adalah Kunci KEBAHAGIAAN_

v
Persembahan:

Skripsi ini penulis persembahkan

untuk Abi dan Umi tercinta, Adik-

adik ku tersayang, serta para

sahabat-sahabat ku.

vi
ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


B) Oktober 2015
C) Atiqoh Qonita Adam
D) Pengaruh self esteem, dukungan sosial dan status sosial ekonomi terhadap
problem focused coping pada siswa berbakat intelektual di sekolah
akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.
E) xv + 84 halaman + lampiran
F) Menurut Stanley Hall pada abad ke-20, masa remaja merupakan masa
storm dan stress (Santrock, 2003). Remaja berbakat secara jelas tercatat
dalam statistika bunuh diri pada remaja. Bunuh diri meningkat di dalam
komunitas remaja berbakat, dan putus asa seringkali dipicu oleh
perfeksionisme yang tinggi (Range dalam Frydenberg, 1997). Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh self esteem,
dukungan sosial, status sosial ekonomi dan usia terhadap problem focused
coping pada siswa berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART
Ekselensia Indonesia.

Sampel berjumlah 150 siswa akselerasi di sekolah SMART Ekselensia


Indonesia yang diambil dengan teknik stratified proportional random
sampling. Peneliti menggunakan alat ukur COPE Scale untuk mengukur
variabel problem focused coping, The Rosenberg Self Esteem Scale (SES)
untuk mengukur variabel self esteem, dan Social Support Questionnaire
Short Form (SSQ6) untuk mengukur variabel dukungan sosial.

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari self
esteem, dukungan sosial (perceive; satisfaction), status sosial ekonomi
(education; income; occupation) dan usia terhadap problem focused
coping pada siswa berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART
Ekselensia Indonesia dengan sumbangan R square sebesar 21.2%. Hasil
uji hipotesis yang menguji ketujuh independen variabel dalam penelitian
ini ditemukan bahwa hanya variabel dukungan sosial (perceive,
satisfaction) dan status sosial ekonomi (education, income) saja yang
mempengaruhi problem focused coping siswa berbakat intelektual di
sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.

Kata kunci: problem focused coping, self esteem, dukungan sosial, status
sosial ekonomi

G) Bahan bacaan: 21 buku + 17 jurnal + 9 skripsi + 1 wawancara + 5 website

vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) October 2015
C) Atiqoh Qonita Adam
D) The effect of self esteem, social support and social economic status toward
problem focused coping of intelectual gifted student at SMART Ekselensia
Indonesia’s acceleration school.
E) xv + 84 pages + Appendix
F) A gifted children seen as exhibiton poor social and emotional adjusment.
They often have problems and sometimes get bored. Gifted adolescents are
strikingly represented in adolescent suicide statistics. Suicide is increasing
in many adolescent communities among the gifted, and the despair is often
fuelled by perfectionism, a quality that often gives them a distorted image
of failure (Range dalam Frydenberg, 1997). This study aims to determine
the effect of self esteem, social support, socioeconomic status and age
toward problem focused coping on intelectual gifted student at SMART
Ekselensia Indonesia’s acceleration school.

Sampel of this study were 150 students of SMART Ekselensia Indonesia’s


acceleration school. Technique of sampling in this study was a stratified
proportional random sampling. Researcher using The COPE Scale to
measure problem focused coping, The Rosenberg Self Esteem Scale (SES)
to measure self esteem, and Social Support Questionnaire Short Form
(SSQ6) to measure social support.

The results showed that there was a significant effect of self-esteem, social
support (perceive; satisfaction), socioeconomic status (education; income;
occupation) and age toward problem focused coping on intelectual gifted
student at SMART Ekselensia Indonesia’s acceleration school, by
donating R square of 21.2%. The test results verify the hypothesis that the
seven independent variables in this study found that only social support
variables (perceive; satisfaction) and socioeconomic status (education;
income) are affecting the problem focused coping on intelectual gifted
student at SMART Ekselensia Indonesia’s acceleration school.

Key words: problem focused coping, self esteem, social support,


socioeconomic status

G) Reading materials: 20 books + 17 journal + 9 thesis + 1 interview + 5


website

viii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrohiim
Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala
nikmat dan karunia yang selalu dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan
seluruh umatnya.
Tentunya dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis tidak luput dari
arahan, bimbingan, semangat, dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
2. Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah dengan
sabar membantu dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan studi.
3. Mulia Sari Dewi, M.Si, selaku Dosen pembimbing dan Pembimbing
akademik, terima kasih atas waktu luang serta kesabaran, keikhlasan,
keramahan, dukungan, motivasi, bimbingan, saran, dan arahannya yang
telah diberikan untuk penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat.
5. Staf Bagian Akademik, Umum, Keuangan, dan Perpustakaan Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang membantu kelancaran
secara administratif untuk penulis.
6. Kepala Sekolah SMART Ekselensia Indonesia beserta jajarannya dan
penanggung jawab Bagian Penelitian Sekolah Mbak Yulia, atas
kesempatan dan kerja samanya, terima kasih.
7. Seluruh responden penelitian ini, siswa-siswa cerdas istimewa di sekolah
akselerasi SMART Ekselensia Indonesia, terima kasih atas partisipasinya.
8. Kedua orang tua penulis, KH. Ahmad Damanhuri ZA dan Hj Siti
Munawaroh HM. Abi dan Umi yang tercinta terima kasih atas kasih
sayang, perhatian, pengertian, dukungan baik secara materil, moral, tenaga
dan do’a untuk penulis yang tidak pernah henti.
9. Adik-adikku tersayang Fajrul Faizie Adam, Nadiatul Habibah Adam,
Nabilul Faruqi dan Ahmad Haziq Azzahid, atas dukungan dan semangat
yang telah kalian berikan.
10. Semua teman perjuangan Kelas C psikologi angkatan 2008, khususnya
Febi, Rizki septi, Royya, Gundah, dan Iizh, atas kebersamaan, keceriaan,
dan semangat yang telah kalian berikan di masa-masa kuliah bersama.
Sukses untuk kita bersama temans!!.
11. Kawan-kawan seperjuangan skripsi 2015, Rika, Rosmalia, Christina,
Maya, Ika, Anto, Nani, Niwah, Sarah, Runy dan Inka. Tangis, tawa canda,
kebersamaan kita telah lalui bersama, saling menguatkan tetap bertahan
dan berjuang, terima kasih!. Sukses untuk kita semua kawans!!!.

ix
Tidak ada hal yang bisa penulis lakukan selain memohon do’a agar seluruh
dukungan, bantuan, dan bimbingan dari semua pihak dibalas oleh Allah SWT
dengan sebaik-baiknya balasan, Amiin.
Penulis sadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna agar
penulis dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi siapapun yang membacanya, Amiin.

Jakarta, 29 Oktober 2015

Penulis

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................i


LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN ..............................................................................iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN....................................................................v
ABSTRAK .........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xv

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1-10


1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………….. .. 1
1.2 Pembatasan Masalah .............................................................................. 8
1.3 Perumusan Masalah ............................................................................... 9
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................... 10
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 10
BAB 2 KAJIAN TEORI ............................................................................... 11-39
2.1 Problem Focused Coping ...................................................................... 11
2.1.1 Definisi problem focused coping ................................................. 11
2.1.2 Dimensi-dimensi problem focused coping .................................. 12
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi problem focused coping ....... 13
2.1.4 Pengukuran problem focused coping ........................................... 17
2.2 Self Esteem ............................................................................................ 19
2.2.1 Definisi self esteem ...................................................................... 19
2.2.2 Dimensi-dimensi self esteem ....................................................... 20
2.2.3 Pengukuran self esteem ............................................................... 22
2.3 Dukungan Sosial .................................................................................... 24
2.3.1 Definisi dukungan sosial.............................................................. 24
2.3.2 Dimensi-dimensi dukungan sosial ............................................... 25
2.3.3 Pengukuran dukungan sosial ...................................................... 26
2.4 Status Sosial Ekonomi ........................................................................... 28
2.4.1 Definisi status sosial ekonomi ..................................................... 28
2.4.2 Dimensi-dimensi status sosial ekonomi....................................... 29
2.4.3 Pengukuran status sosial ekonomi .............................................. 29
2.5 Siswa Berbakat Intelektual di Sekolah Akselerasi ............................... 32
2.5.1 Definisi anak berbakat .................................................................. 32
2.5.2 Program akselerasi ........................................................................ 33
2.5.2.1 Definisi program akselerasi ...................................................... 33
2.5.2.2 Keunggulan dan kelemahan program akselerasi ....................... 34
2.6 Kerangka Berfikir .................................................................................. 36
2.7 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 38

xi
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. 40-54
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ............................. 40
3.2 Definisi Operasional Variabel ............................................................... 41
3.3 Pengumpulan Data ................................................................................. 42
3.3.1 Teknik pengumpulan data............................................................. 42
3.3.2 Instrumen penelitian ..................................................................... 43
3.4 Uji Konstruk Instrumen Penelitian ........................................................ 47
3.4.1 Uji validitas dan reliabilitas instrumen ......................................... 47
3.4.2 Uji validitas konstruk problem focused coping ............................ 48
3.4.3 Uji validitas konstruk self esteem ................................................. 49
3.4.4 Uji validitas konstruk dukungan sosial ......................................... 51
3.4.4.1 Uji validitas konstruk perceive ......................................... 51
3.4.4.2 Uji validitas konstruk satisfaction .................................... 51
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................. 52
BAB 4 HASIL PENELITIAN ..................................................................... 55-66
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ..................................................... 55
4.2 Hasil Analisis Deskriptif ....................................................................... 58
4.3 Kategorisasi Variabel Penelitian............................................................ 59
4.4 Uji Hipotesis Hasil Penelitian ................................................................ 60
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian............................................... 61
4.4.2 Uji proporsi varians masing-masing Independent Variabel ......... 66
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ................................... 69-74
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 69
5.2 Diskusi ................................................................................................... 70
5.3 Saran ...................................................................................................... 73
5.3.1 Saran teoritis ................................................................................. 73
5.3.2 Saran praktis ................................................................................. 74
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 75-79
LAMPIRAN ....................................................................................................... 80

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Reliabilitas (∝) dan test-retest skala problem focused coping
Carver (1989)………………………………………………………….19
Tabel 3.1 Skor skala Likert ................................................................................... 43
Tabel 3.2 Blueprint problem focused coping ........................................................ 44
Tabel 3.3 Blueprint self esteem ............................................................................. 45
Tabel 3.4 Blueprint dukungan sosial ..................................................................... 46
Tabel 3.5 Muatan faktor item problem focused coping ........................................ 50
Tabel 3.6 Muatan faktor item self esteem ............................................................. 50
Tabel 3.7 Muatan faktor item perceive ................................................................. 51
Tabel 3.8 Muatan faktor item satisfaction ............................................................ 51
Tabel 4.1 Subjek penelitian berdasarkan usia ....................................................... 55
Tabel 4.2 Subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan................................ 56
Tabel 4.3 Subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan orangtua (ayah) ..... 56
Tabel 4.4 Subjek penelitian berdasarkan jenis pekerjaan orang tua (ayah) .......... 57
Tabel 4.5 Subjek penelitian berdasarkan jumlah penghasilan orangtua ............... 57
Tabel 4.6 Deskripsi statistik variabel penelitian ................................................... 58
Tabel 4.7 Norma skor............................................................................................ 59
Tabel 4.8 Kategorisasi variabel penelitian ............................................................ 59
Tabel 4.9 R square ................................................................................................ 61
Tabel 4.10 Anova .................................................................................................. 62
Tabel 4.11 Koefisien regresi ................................................................................. 63
Tabel 4.12 Proporsi varians untuk masing-masing Independent Variable ........... 67

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan kerangka berfikir ……………………………………….. 39

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian .................................................................. 80


Lampiran 2 Kuesioner .................................................................................. 82
Lampiran 3 Hasil CFA .................................................................................. 89
Lampiran 4 Hasil Uji Hipotesis .................................................................... 97

xv
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Depdiknas (dalam Ulfah, 2015) menyatakan bahwa sebagai bentuk perwujudan

dari Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional

menyatakan bahwa warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan istimewa

berhak memperoleh pendidikan khusus. Akselerasi menunjuk pada pelayanan

yang diberikan (service delivery) dan kurikulum yang disampaikan (curriculum

delivery). Sebagai model pelayanan, akselerasi dapat diartikan sebagai model

layanan pembelajaran cara lompat kelas, misalnya bagi siswa yang memiliki

kemampuan tinggi (IQ di atas 130) diberi kesempatan untuk mengikuti pelajaran

pada kelas yang lebih tinggi dari yang seharusnya. Sementara itu, sebagai model

kurikulum, akselerasi berarti mempercepat bahan ajar dari yang seharusnya

dikuasai oleh siswa saat itu (Colangelo dalam Ulfah, 2015).

Fakhruddin (dalam Alfikalia, 2012) mengemukakan bahwa sampai dengan

tahun 2008, jumlah sekolah penyelenggara program akselerasi di seluruh

Indonesia tercatat sejumlah 228 sekolah yang terdiri dari 53 SD, 80 SMP, dan 95

SMA dengan jumlah peserta didik sebanyak 5.488 yang terdiri atas 472 peserta

didik jenjang SD, 2.399 SMP, dan 2.617 jenjang SMA.

Menurut Stanley Hall pada abad ke-20, masa remaja merupakan masa storm

dan stress (Santrock, 2003). Hampel et al (dalam Kempf, 2011) menyatakan

bahwa dalam masyarakat modern, muda dan tua mengalami emosi menjadi stres.

Selama masa remaja, 11-19 tahun, tingkat stres meningkat secara signifikan.

1
2

Stressor utama yang sering terjadi pada remaja adalah lingkungan sekolah (Denise

E & Judith W, 2008).

Anak-anak berbakat telah dilihat sebagai contoh dari penyesuaian sosial dan

emosi yang buruk. Mereka sering memiliki masalah dan kadang-kadang sering

merasa bosan. Remaja berbakat secara jelas tercatat dalam statistika bunuh diri

pada remaja. Bunuh diri meningkat di dalam komunitas remaja berbakat, dan

putus asa seringkali dipicu oleh perfeksionisme yang tinggi, dan kualitas baik

seringkali memberi distorsi gambaran sebuah kegagalan (Range dalam

Frydenberg, 1997).

Ramadhani menyebutkan (dalam Rahayu, 2014), siswa yang berkemampuan

tinggi dipilih melalui proses seleksi yang ketat. Menurut pengalaman Ramadhani

sebagai siswi akselerasi Labschool Jakarta, proses seleksi dimulai dari tes bidang

akademik, tes IQ, wawancara dan tes kesehatan. Serangkaian tes diharapkan

mampu menyaring anak-anak berbakat sehingga program akselerasi dapat

menjadi wadah untuk mereka yang berkemampuan istimewa, namun, hal itu tidak

menjamin akan kelancaran program akselerasi. Ramadhani menyatakan bahwa

siswa akselerasi justru mengalami stres, bahkan ada siswa yang harus pindah ke

kelas regular karena tidak bisa mengikuti proses percepatan belajar.

Berdasarkan hasil penelitian pada siswa akselerasi kelas XI Labschool

Jakarta 96% siswa mengalami stres. Hal ini terjadi pada saat 36% saat diberikan

banyak tugas oleh guru, 20% saat ulangan, 20% ada masalah dengan keluarga, 7%

ada masalah dengan teman, 2% saat masuk ke kelas/suasana baru dan, 15%

dikarenakan hal lainnya seperti jadwal padat, nilai turun, menentukan jurusan di
3

universitas dan merasa kesepian (Ramadhani, 2010). Hasil penelitian (Nadiva,

2013) menyebutkan bahwa 39 siswa akselerasi dari 65 siswa memiliki subjective

well being rendah, atau dengan kata lain mereka merasa stres.

SMART (Sekolah Menengah Akselerasi Internat) Ekselensia Indonesia

memiliki sistem sekolah asrama untuk siswa akselerasi. Sedangkan, Widiastono

(dalam Wijaya, 2007) menyatakan bahwa transisi remaja ke sekolah asrama

menghadapkan remaja pada perubahan-perubahan dan tuntutan-tuntutan baru.

Perubahan tersebut adalah lingkungan sekolah dan asrama yang baru, pengajar

dan teman baru, aturan dan kehidupan asrama, serta perubahan lain sebagai akibat

jauh dari orang tua. Sementara tuntutan yang harus dihadapi siswa adalah tuntutan

dalam bidang akademik, kemandirian, dan tanggung jawab. Perubahan-perubahan

tersebut dapat menimbulkan stres pada masa awal sekolah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bimbingan konseling SMART

Ekselensia Indonesia, didapatkan data bahwa masalah yang sering dihadapi oleh

siswa akselerasi di sekolah ini adalah adaptasi terhadap lingkungan sekolah dan

asrama khususnya bagi siswa yang baru masuk. Ada beberapa siswa yang

mengundurkan diri dari sekolah dikarenakan tidak sanggup untuk sekolah dengan

menetap di asrama karena jauh dari orang tua, keluar dari asrama tanpa izin dan

merokok (Mariana, komunikasi pribadi 21 Oktober 2015). Menurut Santrock

(2003) stres yang lebih berat terjadi ketika anak-anak atau remaja harus

dipisahkan dari orang tuanya. Menurut Maimunah (dalam Nadiva, 2013) stres

tersebut berdampak negatif pada perkembangan sosial, emosional dan fisik siswa.
4

Untuk mengatasi hal tersebut, tentu siswa diharapkan memiliki strategi coping

yang tepat.

Usaha untuk mengatur tuntutan dari lingkungan, baik dari dalam ataupun

dari luar dan usaha untuk mencari jalan keluar, untuk mengurangi stres disebut

coping stress (Halonen & Santrock, 1999). Folkman dan Lazarus (1984)

berpendapat bahwa coping adalah semua upaya kognitif dan perilaku untuk

menguasai, mengurangi, atau mentolerir tuntutan.

Carver, Scheier, dan Weintraub (1989) membagi coping kedalam tiga jenis

strategi, yaitu problem-focused coping, emotion-focused coping, dan maladaptive

coping. Schafer (dalam Mutoharoh, 2010) menyatakan coping dapat bersifat

adaptif dan maladaptif. Coping adaptif membantu individu untuk mengatasi stres

secara efektif dan mengurangi distress yang ada. Coping maladaptif merupakan

respon yang tidak menunjukan ke arah penyesuaian diri atau adaptasi. Wong dan

Wong (dalam Xiao, 2013) menyebutkan bahwa strategi coping yang berfokus

pada masalah bersifat aktif, terbuka, konstruktif dan adaptif, sedangkan coping

yang berfokus pada emosi bersifat pasif, tertutup, destruktif dan maladaptif.

Problem focused coping adalah ditujukan untuk mengurangi tuntutan-

tuntutan dari situasi penuh stres atau memperluas sumber daya untuk

menghadapinya. Orang-orang cenderung menggunakan problem focused coping

ketika mereka percaya sumber daya yang mereka miliki atau tuntutan-tuntutan

dari situasi yang dapat diubah (Lazarus & Folkman, 1984 dalam Sarafino &

Smith, 2011).
5

Problem focused coping bertujuan mengatasi masalah secara langsung

dimana individu melakukan tindakan untuk menghilangkan atau mengubah

sumber-sumber stres sehingga dirinya benar-benar terbebas dari masalah,

sekaligus juga menghindarkan munculnya masalah lain (Carver, Scheier &

Weintraub, 1989). Lazarus dan Folkman (1984) mengungkapkan bahwa problem

focused coping lebih adaptif dalam situasi yang dapat diubah.

Anak-anak berbakat cenderung lebih menggunakan strategi coping yang

adaptif seperti kerja keras dan mencapai tujuan, mencari hiburan santai, fokus

pada pemecahan masalah dan rekreasi fisik (Frydenberg, 1997). Sedangkan, siswa

akselerasi merupakan anak yang berbakat di dalam model akselerasi (Somantri,

2006). Pernyataan ini sejalan dengan penelitian dari Rahayu (2014) bahwa 37

siswa-siswi akselerasi mayoritas menggunakan strategi coping adaptif (57.1%).

Hasil penelitian Suseno (2009) menambahkan bahwa dari 65 siswa-siswi

akselerasi 52,3% siswa tergolong dalam kelompok problem focused coping

dengan tingkat stres sedang 88,2% dan 11,8% tingkat stres kecil. Menurut

Naviska (dalam Rahayu, 2014) strategi coping yang berfokus pada masalah yang

mungkin dimiliki oleh siswa akselerasi antara lain bertanya kepada guru ketika

ada materi pelajaran yang tidak dimengerti, membuat kelompok belajar dengan

teman sekelas, membuat jadwal antara belajar dan bermain.

Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Amorim & Geraldine Mei Ka, 2013),

strategi coping mengambil peranan penting bagi subjek untuk menilai tantangan

yang mereka hadapi. Model ini menyarankan bahwa sumber internal seperti self

esteem, yang mana salah satu elemen penting untuk konsep diri yang dapat
6

menyebabkan sikap positif dan negatif terhadap diri sebagai totalitas (Rosenberg

dalam Amorim & Geraldine Mei Ka, 2013), memfasilitasi evaluasi tuntutan dan

proses coping (Eisenbarth et al dalam Amorim & Geraldine Mei Ka, 2013).

Studi mendeskripsikan bahwa perbedaan self esteem cenderung

menampilkan kemampuan coping yang berbeda, tingkat self esteem yang tinggi

dapat mengurangi stres yang dirasakan karena coping adaptif yang mereka

gunakan, sedangkan aspek negatif atau persepsi yang buruk dari kemampuan

seseorang untuk mengatasi tuntutan eksternal terdapat di dalam sesorang dengan

self esteem yang rendah (Dumont & Provost dalam Amorim & Geraldine Mei Ka,

2013).

Seseorang dengan self esteem yang lebih tinggi juga telah ditemukan

menggunakan aspek problem focused coping seperti active coping dan planning

daripada orang dengan self esteem yang rendah (Griva et al dalam Amorim &

Geraldine Mei Ka, 2013).

Faktor lain yang dapat mempengaruhi problem focused coping adalah

dukungan sosial. Menurut Uchino (dalam Sarafino & Smith, 2011) dukungan

sosial adalah kenyamanan, kepedulian, penghargaan atau bantuan yang tersedia

untuk seseorang dari orang lain atau kelompok.

Penelitian yang dilakukan oleh Primastuti (Jayanti & Rachmawati, 2007)

menunjukan hasil bahwa semakin tinggi tingkat dukungan yang diterima ibu yang

memiliki anak berbakat intelektual baik dari suami maupun guru di sekolah, maka

tingkat problem focused coping ibu juga akan semakin tinggi.


7

Sarason (dalam Hasan & Rufaidah, 2013) menambahkan bahwa dukungan

sosial akan sangat membantu individu untuk melakukan penyesuaian atau

perilaku coping yang positif serta pengembangan kepribadian dan dapat berfungsi

sebagai penahan untuk mencegah dampak psikologis yang bersifat gangguan.

Penelitian dukungan sosial dan coping menunjukan bahwa kepuasan dukungan

sosial itu berhubungan dengan problem focused coping (Sarid et al dalam Chao,

2011).

Menurut Demers et al (dalam Roohafza et al, 2009) menyatakan bahwa

setiap individu dengan karakteristik demografis yang berbeda termasuk jenis

kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan memiliki cara coping stress yang

berbeda-beda. Berdasarkan penelitian Rahayu (2014) terhadap 37 siswa akselerasi

didapatkan hasil, usia 13 dan 14 tahun menggunakan strategi coping yang

maladaptif dan usia 15 dan 16 tahun cenderung menggunakan strategi coping

yang adaptif. Gottlieb dan Green (dalam Engelica, 2008) menyatakan bahwa

individu dengan status sosial dan pendapatan yang lebih tinggi, lebih sering

menggunakan coping secara efektif.

Dari penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut

apakah self esteem, dukungan sosial, status sosial ekonomi dan usia memiliki

pengaruh dalam problem focused coping yang digunakan oleh siswa berbakat

intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia. Oleh karena itu,

penulis mencoba melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Self Esteem,

Dukungan Sosial dan Status Sosial Ekonomi terhadap Problem Focused


8

Coping pada Siswa Berbakat Intelektual di Sekolah Akselerasi SMART

Ekselensia Indonesia”.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi problem focused

coping. Faktor yang diteliti dalam penelitian ini yaitu self esteem, dukungan sosial

dan status sosial ekonomi. Adapun batasan konsep yang di gunakan dalam

penelitian ini adalah:

a. Problem focused coping: tindakan untuk menghilangkan atau mengubah

sumber-sumber stres sehingga dirinya benar-benar terbebas dari masalah,

sekaligus juga menghindarkan munculnya masalah lain (Carver, Scheier, &

Weintraub, 1989).

b. Self esteem: suatu sikap positif atau negatif terhadap diri sendiri (Rosenberg

dalam Owens, 1993).

c. Dukungan sosial: keberadaan atau ketersediaan orang yang bisa diandalkan,

orang lain yang membuat individu tahu bahwa mereka peduli, menghargai dan

mencintai individu tersebut (Sarason, Levine, Basham, & Sarason, 1983).

Adapun dimensi-dimensi dukungan sosial yang akan diteliti yaitu perceive dan

satisfaction (Sarason et al, 1987).

d. Status sosial ekonomi: kedudukan atau kelas sosial seseorang atau kelompok

tertentu. Status sosial ekonomi siswa biasanya diukur sebagai kombinasi dari

faktor pendidikan orangtua khususnya ayah, penghasilan ayah dan pekerjaan

ayah (American Psychology Association, 2007). Adapun dimensi-dimensi yang

akan diteliti yaitu education, income, dan occupation.


9

e. Siswa berbakat intelektual: siswa akselerasi SMART Ekselensia Indonesia

yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata/IQ > 130 (Santrock, 2004).

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dirumuskan dalam

penelitian ini adalah:

a. Apakah ada pengaruh yang signifikan self esteem, dukungan sosial, status

sosial ekonomi dan usia terhadap problem focused coping siswa berbakat

intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia?

b. Apakah ada pengaruh yang signifikan self esteem terhadap problem focused

coping siswa berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia

Indonesia?

c. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi perceive dari variabel dukungan

sosial terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di sekolah

akselerasi SMART Ekselensia Indonesia?

d. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi satisfaction dari variabel

dukungan sosial terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di

sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia?

e. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi education dari variabel status

sosial ekonomi terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di

sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia?

f. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi income dari variabel status

sosial ekonomi terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di

sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia?


10

g. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi occupation dari variabel status

sosial ekonomi terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di

sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia?

h. Apakah ada pengaruh yang signifikan usia terhadap problem focused coping

siswa berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yakni:

a. Untuk mengetahui lebih jelas pengaruh self esteem, dukungan sosial, dan status

sosial ekonomi terhadap problem focused coping pada siswa berbakat

intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.

b. Untuk mengetahui variabel manakah dari self esteem, dukungan sosial, status

sosial ekonomi dan usia yang lebih besar pengaruhnya terhadap problem

focused coping pada siswa berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART

Ekselensia Indonesia.

Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan dan bahan perbandingan

untuk pengembangan teori-teori psikologi, khususnya psikologi pendidikan

yang berkaitan dengan siswa berbakat.

b. Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai

perolehan gambaran bagi para peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih

jauh tentang problem focused coping atau siswa berbakat intelektual baik di

sekolah/kelas akselerasi maupun di kelas yang menggunakan sistem SKS.


11

BAB 2
KAJIAN TEORI

2.1 Problem Focused Coping

2.1.1 Definisi problem focused coping

Coping adalah mengendalikan keadaan-keadaan yang membebani atau

mengeluarkan usaha untuk memecahkan masalah-masalah hidup, dan mencari

cara untuk menguasai atau mengurangi stres (Halonen & Santrock, 1999).

Folkman dan Lazarus (dalam Carver, Scheier, & Weintraub, 1989)

menyebutkan bahwa terdapat dua jenis coping secara umum di skala “Ways of

Coping”. Pertama, problem focused coping adalah bertujuan untuk memecahkan

masalah atau melakukan sesuatu untuk mengubah sumber stres. Kedua, emotion

focused coping bertujuan untuk mengurangi atau mengelola tekanan emosional

yang terkait dengan situasi. Problem focused coping cenderung mendominasi

ketika individu merasa bahwa sesuatu yang konstruktif bisa dilakukan, sedangkan

emotion focused coping cenderung mendominasi ketika individu merasa stressor

adalah sesuatu yang harus ditahan. Sesuai dengan latar belakang yang telah

peneliti uraikan pada Bab 1, maka peneliti hanya memfokuskan penelitian pada

problem focused coping saja.

Problem focused coping adalah sebuah strategi kognitif yang digunakan

dalam mengatasi tekanan oleh seorang individu yang menghadapi masalah dan

mencoba untuk memecahkan masalah tersebut (Lazarus & Folkman, 1984).

Garmezy dan Rutter (dalam Engelica, 2008) menyebutkan bahwa bentuk coping

yang efektif dalam mengatasi masalah adalah dengan problem focused coping,

11
12

karena di dalamnya mencakup usaha-usaha nyata untuk mengatasi tuntutan yang

ada secara langsung dan tidak menghindarinya. Problem focused coping adalah

merupakan salah satu usaha untuk merubah situasi dengan cara merubah sesuatu

dari lingkungan tersebut atau bagaimana individu itu berinteraksi dengan

lingkungannya (Bishop dalam Engelica, 2008).

Suls dan Flechter (dalam Engelica, 2008) menyatakan bahwa penyelesaian

dengan emotional focused coping biasanya bertahan sementara waktu saja karena

sifatnya hanya menghindari dan bukan menyelesaikan masalah, sedangkan

penyelesaian dengan problem focused coping akan bertahan untuk waktu yang

lama. Orang-orang cenderung menggunakan problem focused coping ketika

mereka percaya sumber daya yang mereka miliki atau tuntutan-tuntutan dari

situasi yang dapat diubah (Lazarus & Folkman, 1984).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti memilih definisi problem focused coping

berdasarkan Carver, Scheier, dan Weintraub (1989) yakni tindakan untuk

menghilangkan atau mengubah sumber-sumber stres sehingga dirinya benar-benar

terbebas dari masalah, sekaligus juga menghindarkan munculnya masalah lain.

2.1.2 Dimensi-dimensi problem focused coping

Carver, Scheier, dan Weintraub (1989) mengemukakan lima dimensi problem

focused coping, yaitu:

1. Active coping adalah proses pengambilan langkah aktif untuk menghilangkan

stres atau untuk meringankan dampaknya. Active coping meliputi: melakukan

suatu tindakan yang langsung sifatnya untuk menghilangkan stres,

meningkatkan usaha-usaha secara bertahap untuk menghilangkan stres.


13

2. Planning adalah memikirkan bagaimana cara untuk mengatasi stres. Planning

meliputi: memikirkan suatu strategi untuk bertindak, langkah-langkah apa yang

harus diambil dan bagaimana cara paling baik untuk mengatasi masalah.

3. Suppression of competing activities adalah individu berusaha membatasi ruang

gerak/aktifitas dirinya yang tidak berhubungan dengan masalah.

Mengesampingkan aktivitas lain, mencoba untuk menghindari terganggu oleh

hal-hal lain, membiarkan masalah muncul sehingga dapat berdamai dengan

stressor.

4. Restraint coping adalah menunggu sampai ada kesempatan yang tepat untuk

bertindak, menahan diri dan tidak bertindak secara premature.

5. Seeking social support for instrumental reasons adalah usaha yang dilakukan

individu berupa mencari nasihat, bantuan atau informasi.

Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan kelima dimensi problem

focused coping yang telah dikemukakan oleh Carver, Scheier, dan Weintraub

(1989) seperti yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu: active coping, planning,

suppression of competing activities, restraint coping, dan seeking social support

for instrumental reasons.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi problem focused coping

Menurut Rice (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi coping yaitu:

a. Personal trait

Diantara personal trait yang paling penting adalah self efficacy, optimisme,

kontrol persepsi, dan self esteem.


14

b. Social network

Sumber-sumber sosial meliputi keluarga, teman, pekerjaan, dan jaringan

instansi yang luas.

c. Physical assets

Sumber fisik termasuk kesehatan yang baik, energi fisik yang memadai, tempat

tinggal yang layak dan mapan.

Menurut Griya et al (dalam Amorim & Geraldine Mei Ka, 2013) seseorang

dengan self esteem yang lebih tinggi juga telah ditemukan menggunakan aspek

problem focused coping seperti active coping dan planning daripada orang dengan

self esteem yang rendah.

Menurut Garmezy dan Rutter (dalam Engelica, 2008) faktor-faktor yang

mempengaruhi problem focused coping adalah:

a. Dukungan sosial

Dukungan sosial memungkinkan individu melakukan coping yang tepat dan

membantu untuk menghindari stres karena memberikan informasi dan cara-

cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah.

b. Usia

Reaksi dan penggunaan coping tiap individu akan berbeda untuk setiap tingkat

usia.

c. Inteligensi

Inteligensi atau kecerdasan yang baik dapat membantu individu dalam

merespon penyebab stres dan mengatasi masalah dengan baik. Inteligensi atau
15

kecerdasan dapat melatih individu untuk lebih tabah dalam menghadapi

masalah.

Sarafino (dalam Engelica, 2008) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi problem focused coping adalah:

a. Usia

Orang dewasa lebih sering menggunakan problem focused coping sedangkan

anak-anak lebih sering menggunakan coping yang berpusat pada emosi atau

emotion focused coping.

b. Pendidikan

Billings dan Moos (dalam Engelica, 2008) mengatakan bahwa pendidikan yang

tinggi memungkinkan individu untuk menggunakan problem focused coping.

Individu yang berpendidikan tinggi cenderung mampu memandang suatu

masalah secara lebih realistis dan pemecahannya lebih efektif.

c. Jenis kelamin

Prabowo dkk (dalam Engelica, 2008) secara teoritis wanita lebih

memperlihatkan reaksi emosional dalam menghadapi masalah, sedangkan pria

lebih mengutamakan pada tindakan yang sesuai dengan realitas. Oleh karena

itu dapat dikatakan bahwa pria lebih sering menggunakan strategi problem

focused coping sedangkan wanita lebih sering menggunakan strategi emotional

focused coping dalam menghadapi situasi penuh stres.


16

d. Status sosial

Gottlieb dan Green (dalam Engelica, 2008) menyatakan bahwa individu

dengan status sosial dan pendapatan yang lebih tinggi, lebih sering

menggunakan coping secara efektif.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih self esteem, dukungan sosial, status

sosial ekonomi, usia dan status sosial sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi

problem focused coping. Menurut Rice (1999) self esteem merupakan personal

trait yang penting yang dapat mempengaruhi coping. Pearlin & Schooler (dalam

Carver et al 1989) menyatakan bahwa suatu perasaan positif terhadap diri atau

tingginya self esteem memungkinkan mereka untuk terlibat secara positif dan aktif

dalam usaha mengatasi stres. Sedangkan, orang dengan self esteem rendah

cenderung disibukkan dengan perasaan tertekan, dan akan memungkinkan mereka

untuk melepaskan tujuannya ketika sedang mengalami stres. Menurut Griya et al

(dalam Amorim & Geraldine Mei Ka, 2013) seseorang dengan self esteem yang

lebih tinggi juga telah ditemukan menggunakan aspek problem focused coping

seperti active coping dan planning daripada orang dengan self esteem yang

rendah.

Menurut Terry (dalam Taylor, 2003) coping tidak hanya dipengaruhi oleh

sumber internal yang dimiliki individu, seperti kepribadian, tetapi juga oleh

sumber-sumber eksternal. Dukungan sosial merupakan sumber eksternal yang

dapat mempengaruhi problem focused coping individu. Garmezy dan Rutter

(dalam Engelica, 2008) menyatakan bahwa dukungan sosial memungkinkan

individu melakukan coping yang tepat dan membantu untuk menghindari stres
17

karena memberikan informasi dan cara-cara yang tepat untuk menyelesaikan

masalah.

Dalam penelitian ini, peneliti juga akan meneliti faktor demografis yang

dapat mempengaruhi problem focused coping yaitu status sosial ekonomi dan

usia. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, Gottlieb dan Green (dalam

Engelica, 2008) menyatakan bahwa individu dengan status sosial dan pendapatan

yang lebih tinggi, lebih sering menggunakan coping secara efektif.

2.1.4 Pengukuran problem focused coping

Dalam beberapa penelitian terdapat beberapa instrumen untuk mengukur problem

focused coping, yaitu:

1. The Ways of Coping Checklist (WCCL) dibuat berdasarkan model

transaksional stres dan coping Lazarus (Lazarus et al dalam Edwards & Jr,

1993). WCCL terdiri dari 67 item yang diambil dari pengukuran yang ada

(Sidle, et al dalam Edwards & Jr, 1993) dan berasal dari model transaksional

(Lazarus & Folkman, 1984). Item ini awalnya diklasifikasikan ke dalam dua

skala berdasarkan gambaran problem dan emotion coping (Folkman dan

Lazarus dalam Edwards & Jr, 1993).

2. The Cybernetic Coping Scale (CCS) berasal dari teori cybernetic Edward

tentang stress, coping dan well being (Edwards et al dalam Edwards & Jr,

1993). Versi pertama dari CCS didasarkan pada item yang diambil dari

langkah-langkah penanggulangan yang ada, yang secara substansial direvisi

dan ditambah sesuai dengan lima dimensi yang ditunjukkan oleh teori

cybernetic (mengubah situasi, akomodasi, devaluasi, menghindari,


18

pengurangan gejala). Delapan item yang paling jelas tercermin setiap dimensi

digabungkan dan diberikan kepada sampel mahasiswa MBA, eksekutif, dan

pasien rawat inap psikiatri.

3. COPE Scale yang dikembangkan oleh Carver, Scheier dan Weintraub (1989)

untuk menilai cara yang berbeda dalam menanggapi stres. Skala ini terdiri dari

53 item, lima skala (atau empat item masing-masing) mengukur aspek

konseptual berbeda dari problem focused coping (active coping, planning,

suppression of competing activities, restraint coping, seeking of instrumental

social support), lima skala mengukur aspek yang disebut sebagai emotion

focused coping (seeking of emotional social support, positive reinterpretation,

acceptance, denial, turning to religion), dan tiga skala mengukur mengatasi

respon yang bisa dibilang kurang berguna (fokus pada pelepasan emosi,

behavioral disengagement, mental disengagement).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala problem focused coping

yang disusun berdasarkan teori Carver et al (1989), meliputi dimensi-dimensi

yaitu: active coping, planning, suppression of competing activities, restraint

coping dan seeking social support for instrumental reasons. Skala ini secara

keseluruhan berjumlah 20 item. Skala Problem focused coping dalam skala COPE

Carver et al (1989) memiliki nilai reliabilitas (∝) yang tinggi, sedangkan nilai

korelasi test-retest dari berbagai skala dengan delapan puluh sembilan siswa

menyelesaikan COPE di sesi awal dan lagi pada 8 minggu kemudian. Sampel dari

116 siswa telah menyelesaikan versi hampir seluruh item diatur melalui internal 6

minggu. Korelasi uji tes ulang dari dua sampel ini relatif stabil. Untuk nilai
19

Cronbach alpha dan test-retest skala problem focused coping dapat dilihat di tabel

2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1
Reliabilitas Cronbach alpha dan Test-Retest skala Problem focused coping
Carver et al (1989)
Skala ∝ r r²
(n= 978) (n= 89) (n= 116)

active coping .62 .56 .69


planning .80 .63 .69
suppression of competing activities .68 .46 .64
restraint coping .72 .51 -
seeking social support for instrumental .75 .64 .76
reasons

2.2 Self Esteem

2.2.1 Definisi self esteem

Menurut Baumeister (dalam Heatherton & Wyland, 2003) Self-esteem adalah

aspek evaluatif dari konsep diri yang berhubungan dengan tampilan keseluruhan

diri sebagai individu yang layak atau tidak layak. Seperti definisi klasik tentang

self esteem dari Coopersmith (dalam Heatherton & Wyland, 2003) yaitu evaluasi

yang individu buat dan pelihara sehubungan dengan dirinya sendiri:

mengungkapkan sikap persetujuan dan menunjukkan sejauh mana seorang

individu percaya dirinya mampu, signifikan, sukses dan layak. Singkatnya, harga

diri adalah penilaian pribadi tentang kelayakan yang dinyatakan dalam sikap

individu pegang terhadap dirinya sendiri. Heatherton dan Wyland (2003)

menyimpulkan dari definisi Baumeister dan Coopersmith di atas bahwa self

esteem adalah sikap tentang diri dan berhubungan dengan keyakinan pribadi

tentang keterampilan, kemampuan, hubungan sosial, dan hasil masa depan.


20

Sedangkan, menurut Minchinton (1993) self esteem adalah penilaian

terhadap diri sendiri. Self esteem bukan hanya sekedar aspek atau kualitas diri

tetapi dengan pengertian yang lebih luas yang merupakan kombinasi yang

berhubungan dengan karakter dan perilaku.

Mruk (2006) menjelaskan bahwa Rosenberg telah menjelaskan cara lain

dalam mendefinisikan self esteem yaitu suatu rangkaian sikap individu tentang apa

yang dipikirkan mengenai persepsi perasaan, yaitu perasaan tentang keberhargaan

dirinya. Definisi serupa dikemukakan oleh Atwater (dalam Rabiyullyana, 2012)

self esteem sebagai keadaan perasaan seseorang terhadap dirinya sendiri, sejauh

mana seseorang menilai atau menghargai dirinya sendiri. Papalia, Olds, dan

Feldman (2009) menyimpulkan self esteem merupakan penilaian yang dibuat

setiap orang terhadap dirinya.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti memilih definisi self esteem berdasarkan

Rosenberg dalam Owens (1993) yakni suatu sikap positif atau negatif terhadap

diri sendiri.

2.2.2 Dimensi-dimensi self esteem

Minchinton (1993) menjelaskan tiga aspek dari self esteem, yaitu:

1. Perasaan mengenai diri sendiri

High self esteem: Menerima diri sendiri tanpa syarat serta menghargai nilai diri

sendiri sebagai manusia.

Low self esteem: Kurang menghargai dirinya sendiri dengan meyakini

penilaian pribadinya yang secara langsung menilai pencapaiannya.

2. Perasaan mengenai hidup


21

High self esteem: Bertanggung jawab dan berlapang dada atas setiap bagian

hidup yang dijalani.

Low self esteem: Kehidupan dan apa yang terjadi di dalam hidupnya sering kali

terlihat tak terkendali.

3. Hubungan dengan orang lain

High self esteem: Bertoleransi dan memberikan penghargaan yang sama

terhadap semua orang, meyakini bahwa setiap orang termasuk dirinya

mempunyai hak yang sama.

Low self esteem: Pada dasarnya kurang menghargai orang lain. Tidak toleransi

terhadap orang lain dan meyakini bahwa orang lain harus hidup dengan

caranya.

Owens (1993) mengembangkan The Rosenberg Self Esteem Scale (SES)

dengan membagi self esteem menjadi dua dimensi yaitu:

1. Self confidence (positive evaluations of the self): Teori diri cenderung setuju

bahwa pengaturan diri itu dilayani oleh kecenderungan kuat untuk menafsirkan

suatu gambar diri dan evaluasi diri secara positif dengan memanipulasi atau

mencari atribusi diri, perbandingan sosial, cerminan penilaian, perilaku, dan

intensi terhadap kemungkinan terbaik. Beberapa studi menunjukan bahwa

peningkatan diri memotivasi seseorang untuk menafsirkan peristiwa secara

selektif dan untuk mengingat peristiwa tersebut secara positif, menyoroti

keberhasilan dan memodifikasi pengingatan kembali keberhasilan tersebut

untuk mendukung konsep diri dan evaluasi diri yang diinginkan. Ide ini sejalan
22

dengan teori self esteem. Dimana seseorang termotivasi untuk melindungi dang

meningkatkan self esteem mereka (Rosenberg dalam Owens 1993).

2. Self deperecation (negative evaluations of the self): Teori didasari oleh

pengetahuan tentang aspirasi positif yang mana meskipun semua orang

mungkin ingin cerminan penilaian yang positif, orang-orang yang menawarkan

penilaian diri yang negatif sebenarnya dapat memuaskan individu-individu

yang memiliki aspirasi positif.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan unidimensional global self esteem

yang mana secara umum mendefinisikan diri dari sikap positif atau negatifnya

individu terhadap diri sendiri (Rosenberg dalam Owens 1993).

2.2.3 Pengukuran self esteem

Dalam beberapa penelitian terdapat beberapa instrumen untuk mengukur self-

esteem, yaitu:

1. Revised Janis-Field Feelings of Inadequacy scale (JFS). Versi asli Janis-Field

Feelings of Inadequacy scale (JFS) terdiri dari 23 item dikembangkan pada

tahun 1959 untuk digunakan dalam penelitian perubahan sikap (Janis & Field

dalam Hertherton & Wyland, 2003). Skala multidimensional mengukur harga

diri, kemampuan akademik, kepercayaan diri sosial, dan penampilan (Fleming

& Watts dalam Hertherton & Wyland, 2003). Estimasi reliabilitas dibagi oleh

Janis dan Field yaitu .83 dan .91.

2. The Rosenberg Self Esteem scale (SES) yang disusun oleh Rosenberg (1965).

Skala SES digunakan di 25% dari penelitian yang diterbitkan di beberapa studi
23

yang di ulas oleh Blascovich dan Tomaka (1991). Skala ini terdiri dari 10 item

(Heatherton & Wyland, 2003).

3. The State Self-Esteem scale (SSES) yang disusun oleh Heatherton dan Polivy

(1991) yaitu pengukuran yang biasanya digunakan dan sensitive terhadap

manipulasi uji coba self esteem. SSES berisi 20 item yang memanfaatkan

fluktuasi di dalam self esteem. Skala ini memiliki konsistensi internal yang

dapat diterima (alpha= .92) dan sangat responsif pada perubahan di dalam

evaluasi diri (Crocker et al dalam Hertherton & Wyland, 2003). Analisis CFA

menunjukan bahwa SSES dibuat dari tiga faktor performance, social dan

appearance dari self esteem (Bagozzi & Heatherton dalam Hertherton &

Wyland, 2003).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur The Rosenberg Self

Esteem Scale (SES) yang disusun berdasarkan teori Rosenberg (1965). Skala ini

berjumlah 10 item yang terdiri dari 5 item (favorable) dan 5 item (unfavorable).

Rosenberg (dalam Blascovich & Tomaka, 1991) menyebutkan bahwa skala ini

awalnya ditujukan untuk remaja yaitu 5.024 siswa sekolah menengah. Reliabilitas

Dobson et al (dalam Blascovich & Tomaka, 1991) diperoleh Cronbach alpha 0.77

terhadap sampel mereka, sedangkan Fleming dan Courtney (1984) dilaporkan

Cronbach alpha 0.88. Silber dan Tippett (1965) melaporkan korelasi test-retest

sebesar 0.85 dengan tenggang waktu dua minggu (n=28). Kemudian, Fleming dan

Courtney (dalam Blascovich & Tomaka, 1991) melaporkan korelasi test-retest

sebesar 0.82 dengan tenggang waktu 1 minggu (n=259 laki-laki dan perempuan).
24

The Rosenberg Self Esteem Scale (SES) itu mudah dalam administrasi,

penilaian, dan singkatnya mendasari rekomendasi kami untuk penggunaan SES

sebagai estimasi langsung dari perasaan positif atau negatif tentang diri

(Blascovich & Tomaka, 1991). Pada penilitian yang dilakukan oleh Carver et al

(1989) pun menggunakan skala Rosenberg untuk mengukur self esteem.

2.3 Dukungan Sosial

2.3.1 Definisi dukungan sosial

Cohen dan Syme (dalam Jayanti & Rachmawati, 2008) mendefinisikan dukungan

sosial sebagai sumber yang diberikan oleh orang lain. Dukungan sosial biasanya

didefinisikan sebagai keberadaan atau ketersediaan orang pada siapa kita bisa

mengandalkan, orang-orang yang membiarkan kami tahu bahwa mereka peduli,

menghargai, dan mencintai kita (Sarason et al, 1983).

Gregory, Sarason, dan Sarason (1996) menambahkan bahwa dukungan

sosial adalah hubungan interpersonal yang di dalamnya berisi pemberian bantuan

yang melibatkan aspek-aspek yang terdiri dari informasi, perhatian emosi,

penilaian dan bantuan instrumental yang diperoleh individu melalui interaksi

dengan lingkungan dimana hal itu memiliki manfaat emosional atau efek perilaku

bagi penerima sehingga dapat membantu individu dalam mengatasi masalahnya.

Menurut Gottlieb (dalam Smet, 1994) dukungan sosial terdiri dari informasi

atau nasehat verbal/non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh

keakraban sosial atau didapat karena kehadiran individu-individu tersebut dan

mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.


25

Tidak hanya itu, Sarafino dan Smith (2011) pun menjelaskan bahwa

dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, peduli harga diri, atau bantuan yang

tersedia untuk orang dari orang-orang atau kelompok lainnya. Hal ini juga

mengacu pada rasa atau persepsi seseorang bahwa kenyamanan, peduli, dan

bantuan tersedia jika diperlukan yang disebut, persepsi dukungan. Persepsi

dukungan mengurangi ketakutan akan kegagalan dan antisipasi dari bahaya

dikarenakan adanya orang lain yang peduli (Sarason & Sarason, 2009).

Berdasarkan beberapa definisi tentang dukungan sosial di atas, peneliti

memilih definisi dukungan sosial dari Sarason, Levine, Basham, dan Sarason

(1983) yakni keberadaan atau ketersediaan orang yang bisa diandalkan, orang lain

yang membuat individu tahu bahwa mereka peduli, menghargai dan mencintai

individu tersebut.

2.3.2 Dimensi-dimensi dukungan sosial

Sarafino dan Smith (2011) membagi bentuk dukungan sosial menjadi empat

bentuk, antara lain:

1. Dukungan emosional (emotional or esteem support), mengacu pada bantuan

berbentuk empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu. Dukungan ini

meliputi perilaku seperti memberikan perhatian dan afeksi serta bersedia

mendengarkan keluh kesah orang lain.

2. Dukungan instrumental/material (tangible or instrumental support), mengacu

pada penyediaan barang dan jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan

masalah-masalah secara praktis. Seperti pinjaman atau sumbangan uang dari

orang lain.
26

3. Dukungan informasi (informational support), diberikan dengan cara

memberikan informasi baik berupa nasihat, saran, atau cara-cara yang dapat

digunakan untuk memecahkan masalah.

4. Dukungan kelompok sosial atau persahabatan (companionship support),

membuat individu merasa memiliki teman senasib sebagai anggota dari

kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial dengannya.

Sarason et al (1987) membagi dukungan sosial menjadi dua aspek, yaitu:

1. Perceive yaitu jumlah orang atau kuantitas dukungan yang dimiliki oleh suatu

individu.

2. Satisfaction yaitu tingkat kepuasan yang dimiliki individu untuk dukungan

yang tersedia.

Pada penelitian ini, peniliti akan menggunakan kedua dimensi dukungan

sosial yang telah dikemukakan oleh Sarason et al (1987) seperti yang telah

diuraikan sebelumnya, yaitu perceive dan satisfaction.

2.3.3 Pengukuran dukungan sosial

Dalam beberapa penelitian terdapat beberapa alat ukur untuk mengukur dukungan

sosial, Lakey (2008) dalam “Social Support and Social Integration” merangkum

beberapa alat ukur sebagai berikut:

1. Interpersonal Support Evaluation List (ISEL) yang dikembangkan oleh Cohen

et al 1985, yang memiliki dua versi yaitu populasi mahasiswa dengan 48 item

dan populasi umum dengan 40 item, dan meliputi empat sub skala: Appraisal,

belonging, tangible, dan self esteem support.


27

2. Inventory of socially supportive behaviours (ISSB) yang dikembangkan oleh

Manuel Barrera tahun 1981. Pengukuran self report berisi 40 item yang

disusun untuk mengukur seberapa sering individu menerima bermacam-macam

bentuk bantuan selama bulan-bulan sebelumnya. Subjek diminta untuk

memilih salah satu poin dari 5 poin skala Likert (1=Tidak sama sekali, 2=Satu

kali atau dua kali, 3=Satu kali dalam seminggu, 4=Beberapa kali dalam

seminggu, dan 5=Setiap hari) di tiap itemnya. Internal konsistensi reliabilitas

yang dimiliki konsisten diatas .9.

3. The Social Provision Scale (SPS) yang dikembangkan oleh Cutrona dan

Russell, 1987. Alat ukur ini terdiri dari 24 item yang menyediakan enam sub

skala yaitu reliable alliance, attachment, guidance, nurturance, social

integration, dan reassurance of worth. Versi asli dari skala ini menggunakan

respon format Likert, walaupun format lain kadang digunakan (contoh dalam

alat ukur yang dibuat oleh Cutrona, 1986). Terdapat juga versi pendek dengan

12 item, dan format ini mengacu pada hubungan yang lebih spesifik (contoh

dalam alat ukur yang dibuat oleh Cutrona, 1989). SPS memiliki internal

konsistensi yang sangat bagus dan reliabilitas test-retest yang baik.

4. Social Support Questionnare (SSQ) yang dikembangkan oleh Sarason, Levine,

Basham, dan Sarason (1983) dengan 27 item dan dibagi menjadi dua bagian

yaitu pertama, tiap item mengukur jumlah orang lain yang tersedia yang

individu rasa mereka akan ada saat dibutuhkan di berbagai macam situasi (skor

jumlah atau ketersediaan yang diterima). Kedua, tiap item mengukur tingkat

kepuasan individu (skor kepuasan) terhadap dukungan yang tersedia yang


28

dimiliki oleh individu tersebut yang mengindikasikan seberapa puas mereka

pada 6 poin skala Likert dari „Sangat tidak puas‟ sampai „Sangat puas‟

(Sarason, Sarason, Shearin & Pierce, 1987).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur Social Support

Questionnare (SSQ) short form atau disebut SSQ6 berdasarkan teori dukungan

sosial (Sarason et al, 1987) meliputi dimensi-dimensi yaitu: perceive dan

satisfaction. Skala ini berjumlah 6 item (pertanyaan). SSQ6 memiliki internal

reliabilitas yang tinggi dan berkorelasi tinggi dengan SSQ dan memiliki kemiripan

dengan SSQ dan variabel kepribadiannya.

Sampel 1 dengan n=162-81 rata-rata dari 0.78 to 0.82, sementara untuk

sampel 2 dengan n=203-6 memiliki tingkat dari 0.76 to 0.80. ketiga versi terlihat

cukup sebanding walaupun di dalam sampel 3 yang mana termasuk sampel cross-

validation. Internal reliabilitas (koefisien ∝) untuk SSQ dari ketiga sampel di

antara 0.97 to 0.98 untuk Number/Perceive dan antara 0.96 to 0.97 untuk

Satisfaction. Perbandingan internal reliabilitas untuk SSQ6 berada di antara 0.90

to 0.93 untuk Number/Perceive dan Satisfaction (Sarason et al, 1987).

2.4 Status Sosial Ekonomi

2.4.1 Definisi status sosial ekonomi

Status sosial menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah keadaan atau

kedudukan seseorang atau suatu lembaga di masyarakat. Sedangkan ekonomi

adalah semua yang berhubungan dengan penghasilan manusia,

pendistribusiannya, pemakaiannya, kekayaannya (Badudu & Zain, 1996).


29

American psychology association (2007) memberikan definisi status sosial

ekonomi sebagai berikut:

“Socioeconomic status is commonly conceptualized as the social standing or


class of an individual or group. It is often measured as a combination of
education, income, and occupation”.

Status sosial ekonomi secara umum dapat dipahami sebagai kedudukan atau

kelas sosial seseorang atau kelompok tertentu. Status sosial ekonomi biasanya

diukur sebagai kombinasi dari faktor pendidikan, penghasilan dan pekerjaan.

2.4.2 Dimensi-dimensi status sosial ekonomi

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan oleh American Psychology Association

(2007) maka dapat dilihat dimensi-dimensi status sosial ekonomi sebagai berikut:

1. Education (tingkat pendidikan) yaitu jenjang pendidikan formal tertinggi yang

telah dicapai oleh orangtua dibuktikan oleh ijazah.

2. Income (penghasilan) yaitu jumlah keseluruhan penghasilan yang diterima oleh

orangtua dalam suatu keluarga.

3. Occupation (pekerjaan) yaitu status pekerjaan yang dimiliki orangtua.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan ketiga dimensi status sosial

ekonomi dari American Psychology Association (2007) seperti yang telah

disebutkan di atas yaitu education, income, dan occupation.

2.4.3 Pengukuran status sosial ekonomi

Di bawah ini terdapat beberapa faktor penentu status sosial ekonomi:

1. Dari hasil Studi Penentuan Kriteria Penduduk Miskin atau SKPM tahun 2000

yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2000 (dalam
30

Pratiwi, 2010), diperoleh delapan variabel yang dianggap layak dan

operasional untuk penentuan rumah tangga miskin di lapangan, yaitu:

a. Luas lantai perkapita, Departemen Kesehatan menyatakan bahwa sebuah

rumah dikategorikan sebagai rumah sehat apabila luas lantai perkapita yang

ditempati minimal sebesar 8m². Sedangkan Badan Kesehatan Dunia (WHO)

mensyaratkan luas lantai perkapita minimal 10m².

b. Jenis lantai, terdapat perbedaan jenis lantai rumah yaitu menggunakan jenis

lantai tanah dan yang menggunakan jenis lantai bukan tanah.

c. Air minum/ketersediaan air bersih, ketersediaan fasilitas air bersih sebagai

sumber air minum untuk kebutuhan sehari-hari rumah tangga merupakan

indikator perumahan yang juga dapat mencirikan sehat tidaknya suatu

rumah. Air bersih dalam uraian berikutnya didefinisikan sebagai air yang

bersumber dari air kemasan/ledeng/PAM/sumur terlindung/mata air

terlindung. Ketidaksediaan air bersih di rumah tangga adalah salah satu

indikasi dari kemiskinan.

d. Jenis jamban/WC, fasilitas tempat pembuangan air besar yang digunakan

oleh rumah tangga.

e. Kepemilikan aset.

f. Pendapatan (total pendapatan perbulan).

g. Pengeluaran (presentase pengeluaran untuk makanan), rata-rata pengeluaran

makanan rumah tangga dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga yang

bersangkutan.
31

h. Konsumsi lauk pauk, pada dasarnya konsumsi makanan penduduk sehari-

hari memadai jika memenuhi dua kriteria kecukupan, yaitu cukup kalori dan

protein. Kebutuhan kalori biasanya diperoleh dari konsumsi makanan pokok

(karbohidrat), sementara kebutuhan protein sebagian besar diperoleh dari

konsumsi makanan yang berasal dari hewani seperti daging, ikan, telur, dan

susu.

2. Menurut Nasution (dalam Pratiwi, 2010) adanya golongan sosial timbul karena

adanya perbedaan status dikalangan masyarakat. Untuk menentukan stratifikasi

sosial dapat diikuti dengan tiga metode, yaitu:

a. Metode obyektif, stratifikasi ditentukan berdasarkan kriteria obyektif antara

lain jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, dan jenis pekerjaan.

b. Metode subyektif, golongan sosial dirumuskan menurut pandangan anggota

masyarakat menilai dirinya dalam hierarki kedudukan dalam masyarakat itu.

c. Metode reputasi, metode ini dikembangkan oleh W. Lyod Warner cs. Dalam

metode ini golongan sosial dirumuskan menurut bagaimana anggota

masyarakat itu.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode obyektif dari Nasution

(dalam Pratiwi, 2010) yang menentukan golongan sosial berdasarkan kriteria

jumlah pendapatan, lama atau tingginya pendidikan dan jenis pekerjaan yang

diambil dari lembar biodata demografis siswa berisi data tentang nama, usia, jenis

kelamin, kelas, jenis pekerjaan orangtua, jumlah pendapatan orangtua, tingkat

pendidikan orangtua.
32

2.5 Siswa Berbakat Intelektual di Sekolah Akselerasi

2.5.1 Definisi anak berbakat

Perumusan dari U.S, Office of Education Davis dan Rimm (dalam Assaat, 2004)

anak berbakat adalah anak yang diidentifikasi sebagai seseorang yang memiliki

kemampuan luar biasa serta mampu menghasilkan prestasi yang tinggi.

Renzulli (dalam Somantri, 2006) telah merumuskan konsep keberbakatan

itu terbentuk dari hasil interaksi tiga kluster aspek penting yaitu kecakapan di atas

rata-rata, komitmen tugas yang tinggi, dan kreativitas.

Tidak hanya itu, dalam konsep yang lebih luas istilah keberbakatan akan

mencakup anak yang memiliki kecakapan intelektual superior, yang secara

potensial dan fungsional mampu mencapai keunggulan akademik di dalam

kelompok populasinya, dan/atau berbakat tinggi dalam bidang tertentu, seperti

matematika, IPA, seni, musik, kepemimpinan sosial, dan perilaku kreatif tertentu

dalam interaksi dengan lingkungan dimana kecakapan dan unjuk kerjanya itu

ditampilkan secara konsisten (Somantri, 2006). Santrock (2004) menyebutkan

anak berbakat (gifted) punya kecerdasan di atas rata-rata (IQ di atas 130).

Munandar (dalam Agustyawati & Solicha, 2009) menyebutkan bahwa anak

berbakat ialah mereka yang oleh orang-orang profesional di identifikasi sebagai

anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-

kemampuan yang unggul. Anak-anak tersebut memerlukan program pendidikan

yang berdiferensiasi dan pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa agar

dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap masyarakat maupun untuk

mengembangkan diri sendiri. Kemampuan-kemampuan tersebut meliputi


33

kemampuan intelektual umum, kemampuan akademik khusus, kemampuan

berpikir kreatif produktif, kemampuan memimpin, kemampuan dalam salah satu

bidang seni, dan kemampuan psikomotor.

Menurut Hertzog (dalam Santrock, 2004) empat opsi program untuk anak

berbakat adalah:

1. Kelas khusus.

2. Akselerasi dan pengayaan di kelas reguler.

3. Program mentor dan pelatihan.

4. Kerja/studi dan/atau program pelayanan masyarakat.

2.5.2 Program akselerasi

2.5.2.1 Definisi program akselerasi

Akselerasi menurut kamus populer bahasa Indonesia berarti percepatan,

penyegaran, (daya) kecepatan (Ulfah, 2015). Depdiknas (dalam Ulfah, 2015)

mendefinisikan bahwa program akselarasi adalah “program layanan belajar

diperuntukkan bagi siswa yang diidentifikasikan memiliki ciri-ciri keberbakatan

intelektual dan program ini dirancang khusus untuk dapat menyelesaikan program

belajar lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Artinya, peserta didik kelompok

ini dapat menyelesaikan pendidikan di SD/MI dalam jangka waktu lima tahun, di

SMP/MTs atau SMA/MA dalam waktu dua tahun.

Salah satu sekolah yang hingga kini masih menyelenggarakan program

akselerasi adalah SMART (Sekolah Menengah Akselerasi Internat) Ekselensia

Indonesia adalah sekolah yang didirikan oleh Dompet Dhuafa. SMART

merupakan sekolah akselerasi yang mengkombinasikan jenjang SMP dan SMA


34

dengan materi yang terpadu menggunakan kurikulum Nasional yang dipadukan

dengan kurikulum nilai-nilai di asrama serta kurikulum berbasis matrikulasi dan

kurikulum Internasional (SMART Ekselensia Indonesia, 2003).

SMART Ekselensia Indonesia memiliki sistem lingkungan sekolah asrama

yaitu salah satu instrumen yang digunakan untuk membentuk karakter siswa

secara lebih intesif. Di dalam asrama terdapat mentor untuk menanamkan nilai-

nilai yang dimiliki SMART Ekselensia Indonesia dan memberikan evaluasi

peserta didik.

Sekolah ini tidak membebankan biaya apapun kepada peserta didiknya yang

berasal dari seluruh Indonesia. Siswa-siwa SMART Ekselensia Indonesia unggul

dalam bidang akademik serta memiliki bakat-bakat lainnya yang cemerlang,

namun berasal dari keluarga yang memiliki keterbatasan ekonomi.

2.5.2.2 Keunggulan dan kelemahan program akselerasi

Program akselerasi memiliki dampak positif terhadap siswanya seperti yang

diungkapkan oleh Southern dan Jones (dalam Hawadi, 2004) yaitu:

a. Meningkatkan efisiensi

b. Meningkatkan efektivitas

c. Meningkatkan waktu karir

d. Membuka siswa pada kelompok barunya

e. Keuntungan ekonomis

Shouthern dan Jones (dalam Hawadi, 2004) juga telah menyebutkan

dampak negatif dari program akselerasi terhadap anak berbakat, yaitu:


35

a. Bidang akademis

1. Siswa mungkin belum dewasa secara sosial, fisik dan emosional untuk

berprestasi pada penempatan yang lebih tinggi.

2. Proses akselerasi menyebabkan siswa akselerasi terikat pada keputusan karir

lebih dini daripada norma yang standar.

3. Siswa akselerasi akan memiliki kesenjangan dalam perkembangan

keterampilan akademis dasar. Hal ini disebabkan karena ia melompati

kurikulum, ia tidak menerima pengajaran dan penilaian keterampilan yang

sistematis.

4. Siswa akselerasi mungkin mengembangkan “Specious precocity”

(kedewasaan yang terlalu cepat yang tampaknya baik) serta pengetahuan

tanpa pengalaman yang tepat.

b. Bidang penyesuaian sosial

1. Siswa didorong untuk berprestasi secara akademis, maka hal ini akan

mengurangi waktu untuk aktivitas yang sesuai bagi usianya. Siswa yang

didorong untuk belajar lebih cepat akan mengorbankan masa kanak-

kanaknya demi kemajuan akademis.

2. Siswa tidak memiliki kesempatan untuk melakukan kegiatan sosial penting

yang tepat untuk usianya. Secara lebih serius, hal ini dapat mengakibatkan

penyesuaian sosial yang buruk saat dewasa.

3. Akselerasi akan mengurangi jumlah dan frekuensi hubungan dengan teman-

teman.
36

4. Siswa akan memiliki kesempatan yang lebih sedikit untuk mengembangkan

keterampilan memimpin, karena ia berada di antara teman-teman yang

berusia lebih tua.

c. Bidang penyesuaian emosional

1. Siswa akselerasi akan menjadi frustasi dengan tingkat tekanan dan tuntutan

yang ada. Dorongan yang konstan untuk berprestasi akan menimbulkan

tingkat sosial yang tidak dapat diterima. Siswa pada akhirnya akan

kehabisan tenaga di bawah tekanan yang dihadapinya.

2. Berkurangnya kesempatan untuk membentuk pertemanan akan

menyebabkan siswa terisolasi dan menjadi agresif terhadap orang lain.

3. Adanya tekanan yang terlalu dini untuk berprestasi, kurangnya kesempatan

untuk mengembangkan kesenangan pribadi, serta isolasi dari orang lain.

2.6 Kerangka Berpikir

Menurut Southern dan Jones (dalam Hawadi, 2004), Siswa akselerasi akan

menjadi frustasi dengan tingkat tekanan dan tuntutan yang ada. Dorongan yang

konstan untuk berprestasi akan menimbulkan tingkat sosial yang tidak dapat

diterima. Siswa pada akhirnya akan kehabisan tenaga di bawah tekanan yang

dihadapinya. Untuk mengatasi hal tersebut, tentu siswa diharapkan memiliki

strategi coping yang tepat. Problem focused coping bertujuan mengatasi masalah

secara langsung dimana individu melakukan tindakan untuk menghilangkan atau

mengubah sumber-sumber sosial sehingga dirinya benar-benar terbebas dari

masalah, sekaligus juga menghindarkan munculnya masalah lain (Carver, Scheier,

& Weintraub, 1989).


37

Salah satu sumber internal seperti self esteem memfasilitasi evaluasi

tuntutan dan proses coping (Eisenbarth et al dalam Amorim & Geraldine Mei Ka,

2013). Studi mendeskripsikan bahwa perbedaan self esteem cenderung

menampilkan kemampuan coping yang berbeda, tingkat self esteem yang tinggi

dapat mengurangi stres yang dirasakan karena coping adaptif yang mereka

gunakan, sedangkan aspek negatif atau persepsi yang buruk dari kemampuan

seseorang untuk mengatasi tuntutan eksternal terdapat di dalam sesorang dengan

self esteem yang rendah (Dumont & Provost dalam Amorim & Geraldine Mei Ka,

2013)). Menurut Griya et al (dalam Amorim & Geraldine Mei Ka, 2013),

seseorang dengan self esteem yang lebih tinggi juga telah ditemukan

menggunakan aspek problem focused coping seperti active coping dan planning

daripada orang dengan self esteem yang rendah.

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap problem focused coping yaitu

dukungan sosial. Sarason (dalam Hasan & Rufaidah, 2013) menambahkan bahwa

dukungan sosial akan sangat membantu individu untuk melakukan penyesuaian

atau perilaku coping yang positif serta pengembangan kepribadian dan dapat

berfungsi sebagai penahan untuk mencegah dampak psikologis yang bersifat

gangguan. Penelitian dukungan sosial dan coping menunjukan bahwa kepuasan

dukungan sosial itu berhubungan dengan problem focused coping (Sarid et al

dalam Chao, 2011). Selain self esteem dan dukungan sosial terdapat beberapa

faktor demografi yang juga mempengaruhi problem focused coping yaitu status

sosial ekonomi dan usia. Gottlieb dan Green (dalam Engelica, 2008) menyatakan

bahwa individu dengan status sosial dan pendapatan yang lebih tinggi, lebih
38

sering menggunakan coping secara efektif. Adapun bagan kerangka berpikir lihat

gambar 2.1 di bawah ini:

SELF ESTEEM

DUKUNGAN SOSIAL
Perceive

Satisfaction

PROBLEM FOCUSED
STATUS SOSIAL EKONOMI COPING
Education
Income
Occupation

USIA
Gambar 2.1 Bagan kerangka berpikir

2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, dan kerangka

berfikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian

ini adalah:

H1: ada pengaruh yang signifikan self esteem, dukungan sosial (perceive,

satisfaction), status sosial ekonomi (education, income, occupation), dan

usia terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di sekolah

akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.


39

H2: ada pengaruh yang signifikan self esteem terhadap problem focused coping

siswa berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia

Indonesia.

H3: ada pengaruh yang signifikan dimensi perceive dari variabel dukungan

sosial terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di

sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.

H4: ada pengaruh yang signifikan dimensi satisfaction dari variabel dukungan

sosial terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di

sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.

H5: ada pengaruh yang signifikan dimensi education dari variabel status sosial

ekonomi terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di

sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.

H6: ada pengaruh yang signifikan dimensi income dari variabel status sosial

ekonomi terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di

sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.

H7: ada pengaruh yang signifikan dimensi occupation dari variabel status sosial

ekonomi terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di

sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.

H8: ada pengaruh yang signifikan usia terhadap problem focused coping siswa

berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.


40

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah 210 siswa sekolah SMART Ekselensia

Indonesia. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 150 siswa

SMART Ekselensia yang mana semua siswa berjenis kelamin laki-laki. Sampel

masing-masing kelas diambil berdasarkan proporsi masing-masing kelas yang

diperoleh dari jumlah sampel yang ditentukan peneliti, dengan rumus sebagai

berikut:

Proporsi per kelas

Maka jumlah sampel untuk masing-masing kelas adalah:

1. Kelas VII : 46/210 x 150 = 33 siswa

2. Kelas VIII : 35/210 x 150 = 25 siswa

3. Kelas IX : 42/210 x 150 = 30 siswa

4. Kelas X : 53/210 x 150 = 38 siswa

5. Kelas XI : 34/210 x 150 = 24 siswa

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik probability

sampling dengan cara stratified proportional random sampling, dimana populasi

dibagi atas kelompok berdasarkan tingkatan. Pengambilan acak dalam penelitian

ini adalah dari seluruh kelas, baik kelas VII, VIII, IX, X, dan XI yang ada di

sekolah SMART Ekselensia sesuai dengan jumlah sampel penelitian.

40
41

3.2 Definisi Operasional Variabel

Variabel yang menjadi fokus pada penelitian ini terdiri dari variabel bebas

(independent variable) dan variabel terikat (dependent variable) yaitu:

1. Dependent variable: Problem focused coping

2. Independent variable: Self esteem, Dukungan sosial (Perceive dan

Satisfaction), Status sosial ekonomi (Education, Income, dan Occupation) dan

Usia.

Berdasarkan definisi konseptual yang telah dijelaskan dalam Bab 2,

kemudian peneliti menentukan definisi operasional yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Problem focused coping adalah tindakan yang diambil untuk menghilangkan

stressor, menciptakan alternatif pemecahan masalah, menunggu sampai adanya

kesempatan yang tepat untuk bertindak, mengabaikan hal lain untuk

menghadapi masalah dan mencari bantuan atau informasi sebagai upaya

penyelesaian masalah, yang diukur berdasarkan skala problem focused coping

dari teori Carver et al (1989).

2. Self esteem adalah sikap positif atau negatif yang dimiliki individu terhadap

dirinya sendiri, yang diukur berdasarkan skala The Rosenberg Self Esteem

Scale dari teori Rosenberg (1965).

3. Perceive adalah berupa kuantitas dukungan yang dimiliki anak ketika anak

merasa ia diterima sisi terbaik dan terburuknya, merasa lebih baik ketika ia

kecewa, membutuhkan bantuan, ketenangan, pertolongan, dan kepedulian dari

orang-orang di sekitarnya.
42

4. Satisfaction adalah tingkat kepuasan yang dimiliki anak ketika anak merasa ia

diterima sisi terbaik dan terburuknya, merasa lebih baik ketika ia kecewa,

membutuhkan bantuan, ketenangan, pertolongan, dan kepedulian dari orang-

orang di sekitarnya.

5. Education yang secara operasional berarti jenjang pendidikan formal tertinggi

yang telah dicapai oleh ayah atau ibu.

6. Income yang secara operasional berupa jumlah seluruh penghasilan yang

diterima ayah dan ibu.

7. Occupation yang secara operasional adalah status pekerjaan yang dimiliki oleh

ayah atau ibu.

3.3 Pengumpulan Data

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data menggunakan skala sebagai alat

pengumpul data. Skala adalah sejumlah pernyataan tertulis untuk memperoleh

jawaban dari responden. Skala yang digunakan berisi pernyataan mengenai

problem focused coping, self esteem, dan dukungan sosial. Responden akan

diminta untuk mengisi setiap pernyataan dengan memberikan tanda check list (√)

pada kolom yang sesuai. Respon dari subjek tidak diklasifikasikan benar-salah,

semua jawaban dapat diterima sesuai jawaban jujur dan sungguh-sungguh.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala model Likert dengan

menggunakan 4 pilihan jawaban [Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju

(TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS)] untuk dua variabel yang akan di teliti yaitu

problem focused coping dan self esteem.


43

Peneliti tidak menggunakan pilihan jawaban tengah (netral/ragu-ragu) untuk

mengurangi pengaruh “kecenderungan sentral” atau mengamankan responden

yang menempatkan jawaban mereka di tengah sebagai angka netral dan

mendorong responden untuk memutuskan sendiri apakah positif atau negatif.

Peneliti membagi dua kategori item pernyataan, yaitu favorable dan unfavorable

serta menentukan bobot nilai untuk skala problem focused coping dan self esteem.

Adapun skor untuk masing-masing pilihan jawaban untuk skala problem focused

coping dan self esteem tertera pada tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1
Skor Skala Likert
Pilihan SS S TS STS
Favorable 4 3 2 1
Unfavorable 1 2 3 4
Adapun skor perceive dan satisfaction ditentukan oleh jumlah dukungan

yang ditulis responden dan tingkat kepuasan yang dipilih responden di kolom

jawaban.

3.3.2 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan oleh peneliti untuk pengumpulan data pada penelitian

ini, yaitu:

1. Problem focused coping

Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala Problem focused coping

yang diadaptasi dari skala baku (establish instrument) yaitu COPE Scale yang

disusun berdasarkan teori Carver, dkk (1989) yang terdiri atas lima aspek yaitu

active coping, planning, suppression of competing activities, restraint coping,

dan seeking social support for instrumental reasons dengan jumlah pernyataan

20 item dengan blue print, sebagaimana yang tertera pada tabel 3.2.
44

Tabel 3.2
Blueprint problem focused coping
No Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Active coping a. Langkah aktif
mengatasi stressor
b. Memperbaiki akibat
dari stressor
c. Tindakan langsung 1, 2, 3, 4 4
mengatasi stressor
d. Usaha mengatasi
stressor atau
bertindak secara
bertahap
2. Planning a. Merencanakan hal,
mengatasi stressor
b. Merancang strategi 5, 6, 7, 8 4
c. Mencari cara baik
d. Merencanakan
langkah mengatasi
stressor
3. Suppression of a. Mengesampingkan
competing tugas/aktivitas lain
activities b. Menghindar dari
gangguan hal lain 9,10,11,12 4
c. Konsentrasi penuh
mengatasi sumber
stress
4. Restraint a. Latihan mengontrol
coping & mengendalikan
diri
b. Menunggu waktu 13,14,15,16 4
yang tepat
c. Mengatasi sumber
stress secara efektif
5. Seeking social a. Meminta nasihat
support for b. Mencari bantuan 17,18,19,20 4
instrumental c. Mencari informasi
reasons
JUMLAH 20

2. Self esteem

Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala self esteem yang

diadaptasi dari skala baku (establish instrument) yaitu The Rosenberg Self
45

Esteem Scale (SES) yang disusun berdasarkan teori Rosenberg (1965). Skala

ini berjumlah 10 item yang terdiri dari 5 item (favorable) dan 5 item

(unfavorable) dengan blue print, sebagaimana yang tertera pada tabel 3.3.

Tabel 3.3
Blueprint self esteem
No Dimensi Indikator Item Jumlah
Fav Unfav
1. Penilaian diri  Kepuasan diri
positif dan  Penghargaan
penilaian diri atas diri
negatif sendiri 1,2,4,6,7 3, 5, 8, 10
 Keyakinan 9, 10
terhadap diri
sendiri
Jumlah 10

3. Dukungan sosial

Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala dukungan sosial yang

diadaptasi dari skala baku (establish instrument) yaitu Social Support

Questionnare (SSQ) short form berdasarkan teori dukungan sosial Sarason et

al, (1987). Skala ini pada dasarnya terdiri dari 6 item, tiap itemnya adalah

pertanyaan yang mengumpulkan 2 macam jawaban: pertama, meminta

partisipan untuk mendaftar semua orang yang cocok dengan deskripsi di setiap

pertanyaannya. Kedua, meminta partisipan untuk mengindikasikan seberapa

puas mereka, secara umum, terhadap orang-orang yang mereka tulis dalam

daftar. Oleh karena itu peneliti merinci keseluruhan item berjumlah 12 item

Adapun blue print dukungan sosial, sebagaimana yang tertera pada tabel 3.4.
46

Tabel 3.4
Blueprint dukungan sosial
No Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Perceive 1. Membutuhkan bantuan 1, 3, 5, 7, 9, 6
2. Mendapatkan 11
ketenangan
3. Menerima sisi terbaik
2. Satisfaction dan terburuk
4. Mendapatkan
pertolongan 2, 4, 6, 8, 6
5. Kepedulian dari orang 10, 12
lain
6. Merasa lebih baik
ketika kecewa
Jumlah 12

4. Status sosial ekonomi dan usia

Variabel education, income, occupation dan usia didapatkan dari lembar

biodata demografis subjek, bagian ini berisi informasi mengenai biodata subjek

meliputi: nama, usia, jenis kelamin, kelas, tingkat pendidikan ayah, jumlah

pendapatan orang tua khususnya ayah, dan jenis pekerjaan ayah. Keempat

variabel kategorik ini akan dirubah menjadi data nominal seperti di bawah ini:

a. Education: Tidak sekolah (skor 0), SD/sederajat (skor 1), SMP/sederajat

(skor 2), SMA/sederajat (skor 3), D3 (skor 4), S1 (skor 5).

b. Income: <500.000 (skor 1), 500.000 - 750.000 (skor 2), 750.000 - 1.000.000

(skor 3), 1.000.000 – 2.500.000 (skor 4).

c. Occupation: variabel ini menggunakan dummy coding yang mana jenis

pekerjaan dalam penelitian ini 8-1= 7 jumlah variabel dummy, dengan guru

sebagai kelompok kontrol (skor 0), dan ketujuh jenis pekerjaan seperti

petani, buruh, pedagang, karyawan, supir dan ojek, wiraswasta, dan

pengangguran sebagai kelompok eksperimen (skor 1).


47

d. Usia: 10 tahun (skor 1), 11 tahun (skor 2), 12 tahun (skor 3), 13 tahun (skor

4), 14 tahun (skor 5), 15 tahun (skor 6), 16 tahun (skor 7), dan 17 tahun

(skor 8).

3.4 Uji Konstruk Instrumen Penelitian

3.4.1 Uji validitas dan reliabilitas instrumen

Untuk menguji validitas instrumen yang digunakan pada penelitian ini, peneliti

menggunakan uji CFA (Confirmatory Factor Analysis) dengan menggunakan

software Lisrel 8.70. Adapun logika dari CFA menurut Umar (dalam Afifah,

2012) sebagai berikut:

1. Bahwa ada konsep atau trait yang didefinisikan secara operasional sehingga

dapat disusun pertanyaan atau pernyataan yang mengukurnya. Trait ini disebut

faktor, sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis

terhadap respon atas item-itemnya.

2. Diteorikan setiap item-itemnya hanya mengukur satu faktor saja, begitu pun

subskala hanya mengukur satu faktor saja. Artinya baik item maupun subskala

bersifat unidimensional.

3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks

korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.

Matrik korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks

dari data empiris, yang disebut matrik S. jika teori itu benar (unidimensional)

maka tentunya tidak akan ada perbedaan antara matrik ∑- dengan matrik S atau

juga dinyatakan dengan ∑−S꞊0.


48

4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi-

square. Jika hasil chi-square tidak signifikan p > 0.05, maka hipotesis nihil

tersebut “tidak ditolak”, artinya teori unidimensional tersebut dapat diterima,

bahwa item hanya mengukur satu faktor saja.

5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau

tidak mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil

t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa

yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian didrop dan sebaliknya.

6. Selanjutnya, apabila dari CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya

negatif, maka item tersebut harus didrop. Sebab hal tersebut tidak sesuai

dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable).

7. Seluruh item dihitung skor faktornya. Skor faktor dihitung untuk menghindari

estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi pengukuran skor faktor ini tidak

menjumlahkan item-item variabel seperti pada umumnya, tetapi dihitung pada

true score pada tiap skala. Skor faktor yang dianalisis adalah skor faktor yang

bermuatan positif dan signifikan. Adapun rumus T score yaitu (Umar, 2011):

Keterangan: 10 adalah nilai standar deviasi dan 50 adalah nilai mean.

8. Langkah terakhir setelah didapatkan faktor skor yang telah berubah menjadi T

skor, nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan

regresi.

3.4.2 Uji validitas konstruk problem focused coping

Pada skala problem focused coping, peneliti menguji apakah 20 item tersebut

bersifat unidimensional yakni mengukur satu faktor apa tidak. Hasil awal analisis
49

CFA yang dilakukan pada 20 item, didapatkan model satu faktor tidak fit dengan

Chi-Square = 673,52, df = 170, p-value = 0,00000, RMSEA = 0,141. Setelah

dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh fit dengan

Chi-Square = 165,85, df = 138, p-value = 0,05320, RMSEA = 0,037. Nilai Chi-

Square menghasilkan p-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model

dengan satu faktor saja (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item

mengukur satu faktor saja yaitu problem focused coping.

Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien

muatan fakor, seperti pada tabel 3.5.

Berdasarkan Tabel 3.5 dapat dilihat ada 17 item yang bermuatan positif

dan nilai t > 1.96 dan tiga item yang bermuatan negatif. Dengan demikian item

tersebut harus didrop. Artinya item tersebut tidak akan diikut sertakan dalam

analisis statistik uji hipotesis korelasi dan regresi.

3.4.3 Uji validitas konstruk self esteem

Hasil CFA pada 10 item self esteem, diperoleh model satu faktor adalah tidak fit,

dengan Chi-Square = 159.21, df = 35, p-value = 0,00000, RMSEA = 0,154.

Setelah dilakukan modifikasi terhadap model yang mana kesalahan pengukuran

pada beberapa item diperoleh model fit , dengan Chi-Square = 34.91, df = 28, p-

value = 0.17238, RMSEA = 0.041.

Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien

muatan faktor, seperti pada tabel 3.6. Berdasarkan Tabel 3.6 dapat dilihat

koefisien muatan faktor dari dua item yang tidak signifikan. Dengan demikian
50

item tersebut harus didrop. Artinya item tersebut tidak akan diikut sertakan dalam

analisis statistik uji hipotesis korelasi dan regresi.

Tabel 3.5
Muatan faktor item Problem Focused Coping
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.33 0.08 4.03 √
2 0.52 0.08 6.38 √
3 0.39 0.08 4.88 √
4 0.13 0.09 1.45 X
5 0.46 0.08 6.06 √
6 0.30 0.08 3.66 √
7 0.50 0.09 5.56 √
8 0.21 0.09 2.41 √
9 0.24 0.09 2.79 √
10 0.42 0.09 4.91 √
11 0.54 0.08 6.54 √
12 0.41 0.08 5.02 √
13 0.08 0.09 0.97 X
14 0.31 0.09 3.62 √
15 -0.11 0.09 -1.29 X
16 0.14 0.09 1.59 √
17 0.34 0.09 4.01 √
18 0.61 0.08 7.30 √
19 0.54 0.08 6.53 √
20 0.52 0.08 6.43 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Tabel 3.6
Muatan faktor item self esteem
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.53 0.08 6.52 √
2 0.49 0.08 6.02 √
3 0.55 0.08 6.89 √
4 0.24 0.09 2.81 √
5 0.54 0.08 6.63 √
6 0.44 0.08 5.37 √
7 0.14 0.09 1.62 X
8 -0.31 0.09 -3.54 X
9 0.89 0.07 12.91 √
10 0.73 0.07 9.79 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
51

3.4.4 Uji validitas konstruk dukungan sosial

3.4.4.1 Uji validitas konstruk perceive

Hasil CFA pada 6 item perceive, diperoleh model satu faktor adalah fit, dengan

Chi-Square = 16.61, df = 9, p-value = 0.05525, RMSEA = 0.075. Langkah

selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor,

seperti pada tabel 3.7. Pada Tabel 3.7 semua item memiliki muatan faktor positif

dan nilai t > 1.96. Selanjutnya semua item pada skala ini akan ikut serta dianalisis.

Tabel 3.7
Muatan faktor item perceive
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.69 0.08 9.12 √
2 0.76 0.07 10.30 √
3 0.66 0.08 8.52 √
4 0.72 0.07 9.69 √
5 0.80 0.07 11.13 √
6 0.67 0.08 8.74 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

3.4.4.2 Uji validitas konstruk satisfaction

Hasil CFA pada 6 item satisfaction, diperoleh model satu faktor adalah fit, dengan

Chi-Square = 15.93, df = 9, p-value = 0.06831, RMSEA = 0.072. Langkah

selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor,

seperti pada tabel 3.8 di bawah ini:

Tabel 3.8
Muatan faktor item satisfaction
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.64 0.08 7.94 √
2 0.60 0.08 7.39 √
3 0.46 0.09 5.39 √
4 0.72 0.08 9.34 √
5 0.64 0.08 8.03 √
6 0.76 0.08 10.03 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
52

Pada Tabel 3.8 semua item memiliki muatan faktor positif dan nilai t > 1.96.

Selanjutnya semua item pada skala ini akan ikut serta dianalisis.

3.5 Teknis Analisis Data

Untuk menguji hipotesis penelitian mengenai self esteem, dukungan sosial, status

sosial ekonomi dan usia yang mempengaruhi problem focused coping secara

empiris, maka peneliti mengolah data yang didapat dengan menggunakan teknik

statistik Multiple Regression Analysis (analisis regresi berganda).

Analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis) adalah suatu

perluasan dari teknik regresi apabila terdapat lebih dari satu variabel bebas untuk

mengadakan prediksi terhadap variabel terikat (Arikunto, 1997). Teknik analisis

regresi berganda ini digunakan agar dapat menjawab hipotesis nihil yang ada di

BAB 2. Dengan dependent variable yaitu problem focused coping, dan

independent variable self esteem, perceive, satisfaction, education, income,

occupation dan usia maka persamaan regresinya adalah sebagai berikut :

Y = a +b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + e

Keterangan:

Y = Problem Focused Coping

a = Konstan intersepsi

b = Koefisien regresi

X1 = Self esteem

X2 = Perceive

X3 = Satisfaction

X4 = Education
53

X5 = Income

X6 = Occupation

X7 = Usia

e = Residu

Melalui regresi berganda ini dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi

berganda antara problem focused coping dengan self esteem, perceive,

satisfaction, education, income, occupation dan usia. Besarnya kemungkinan

problem focused coping yang disebabkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan

tadi ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R2. R2 merupakan

proporsi varians dari problem focused coping yang dijelaskan oleh self esteem,

dukungan sosial, status sosial ekonomi dan usia. Untuk mendapatkan nilai R2,

digunakan rumusan sebagai berikut:

h
h

Uji R2 diuji untuk membuktikan apakah penambahan varians dari

independent variable satu per satu signifikan atau tidak penambahannya. Untuk

membuktikan apakah regresi X pada Y signifikan atau tidak, maka dapat diuji

dengan menggunakan uji F, untuk membuktikan hal tersebut dengan

menggunakan rumus F, yaitu sebagai berikut :

Pembagian disini adalah R2 itu sendiri dengan df nya (yaitu k), ialah jumlah

independent variable yang dianalisis, sedangkan penyebutnya (1 – R2) dibagi

dengan N – k – 1 dimana N adalah jumlah sampel. Dari hasil uji F yang dilakukan
54

nantinya, dapat dilihat apakah variabel-variabel independen yang diujikan

memiliki pengaruh terhadap dependent variable.

Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan independent

variable signifikan terhadap dependent variable, maka peneliti melakukan uji t.

Uji t yang dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut :

Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standar deviasi sampling

dari koefisien b. Selama uji T, peneliti akan menulis R2, signifikan tidaknya

dilakukan dengan menggunakan rumus yang telah dijelaskan sebelumnya. Seluruh

perhitungan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17.0.


55

BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa akselerasi sekolah SMART Ekselensia

Indonesia yang seluruhnya berjenis kelamin laki-laki dengan rentang usia 10-17

tahun sebanyak 150 siswa. Subjek dikategorikan berdasarkan usia dan tingkat

pendidikan.

Adapun gambaran umum subjek penelitian berdasarkan rentang usia dapat

dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini:

Tabel 4.1
Subjek penelitian berdasarkan usia
Usia Frequency Percentase
10 Tahun 1 0.7 %
11 Tahun 3 2.0 %
12 Tahun 22 14.7 %
13 Tahun 30 20 %
14 Tahun 30 20 %
15 Tahun 32 21.3 %
16 Tahun 19 12.7 %
17 Tahun 13 8.7 %
TOTAL 150 100 %
Berdasarkan Tabel 4.1, dapat diketahui bahwa subjek penelitian ini yang

berusia 10 tahun berjumlah 1 orang (0.7 %), subjek yang berusia 11 tahun

berjumlah 3 orang (2.0 %), subjek yang berusia 12 tahun berjumlah 22 orang

(14,7%), subjek yang berusia 13 tahun berjumlah 30 orang (20%), subjek yang

berusia 14 tahun berjumlah 30 orang (20 %), subjek yang berusia 15 tahun

berjumlah 32 orang (21.3 %), subjek yang berusia 16 tahun berjumlah 19 orang

(12.7 %), dan subjek yang berusia 17 tahun berjumlah 13 orang (8.7 %).

Selanjutnya peneliti akan memaparkan subjek penelitian berdasarkan tingkat

55
56

pendidikan siswa yaitu SMP dan SMA yang dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah

ini:

Tabel 4.2
Subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Frequency Percentase
SMP 88 58.7 %
SMA 62 41.3 %
TOTAL 150 100 %
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah siswa yang berada di tingkat

pendidikan SMP memiliki jumlah yang lebih banyak dengan total 88 orang (58.7

%), sedangkan siswa yang berada di tingkat pendidikan SMA berjumlah 62 orang

(41.3 %).

Selanjutnya peneliti akan memaparkan distribusi populasi berdasarkan

tingkat pendidikan orang tua khususnya ayah yang dapat dilihat pada tabel 4.3 di

bawah ini:

Tabel 4.3
Subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan ayah
Education Frequency Percentase
Tidak Sekolah 3 2%
SD/Sederajat 26 17.3 %
SMP/Sederajat 24 16 %
SMA/Sederajat 75 50 %
D3 8 5.3 %
S1 14 9.3 %
TOTAL 150 100 %
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa orang tua siswa (khususnya

ayah) yang memiliki status Tidak Sekolah berjumlah 3 subjek (2%), berada di

tingkat pendidikan SD berjumlah 26 subjek (17,3%), SMP berjumlah 24 subjek

(16%), SMA berjumlah 75 subjek (50%), D3 berjumlah 8 subjek (5.3%),

sedangkan tingkat pendidikan S1 berjumlah 14 subjek (9.3%).


57

Selanjutnya peneliti akan memaparkan subjek penelitian berdasarkan jenis

pekerjaan orang tua khususnya ayah yang dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah

ini:

Tabel 4.4
Subjek penelitian berdasarkan jenis pekerjaan ayah
Occupation Frequency Percentase
Petani 30 20%
Buruh 23 15.3%
Pedagang 16 10.7%
Guru 11 7.3%
Karyawan 29 19.3%
Supir dan Ojek 20 13.3%
Wiraswasta 14 9.3%
Pengangguran 7 4.7%
TOTAL 150 100 %
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa orang tua siswa khususnya

ayah yang memiliki pekerjaan petani berjumlah 30 subjek (20%), buruh

berjumlah 23 subjek (15.3%), pedagang berjumlah 16 subjek (10.7), guru

berjumlah 11 subjek (7.3 %), supir dan ojek berjumlah 20 subjek (13.3%),

wiraswasta seperti usaha bengkel, DAI, pengasuh dan lain-lain berjumlah 14

subjek (9.3), sedangkan pengangguran berjumlah 7 subjek (4.7%). Selanjutnya

peneliti akan memaparkan subjek penelitian berdasarkan jumlah penghasilan

orang tua khususnya ayah yang dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini:

Tabel 4.5
Subjek penelitian berdasarkan jumlah penghasilan orangtua
Income Frequency Percentase

< 500.000 42 28 %
500.000 - 750.000 23 15.3 %
750.000 - 1.000.000 55 36.7 %
1.000.000-2.500.000 30 20 %
TOTAL 150 100 %
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa jumlah penghasilan yang

diterima orang tua siswa baik ayah atau ibu dengan kisaran kurang dari 500.000
58

rupiah berjumlah 42 subjek (28 %), 500.000 – 750.000 rupiah berjumlah 23

subjek (15.3 %), 750.000 - 1.000.000 rupiah berjumlah 55 subjek (36.7%) dan

1.000.000 - 2.500.000 rupiah berjumlah 30 subjek (20%).

4.2 Hasil Analisis Deskriptif

Hasil analisis deskriptif adalah hasil yang memberikan gambaran data

penelitian. Dalam hasil analisis deskriptif ini akan disajikan nilai minimum,

maximum, mean, dan standar deviasi dari masing-masing variabel. Gambaran

hasil analisis deskriptif ini dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini:

Tabel 4.6
Deskripsi statistik variabel penelitian
Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
Problem focused 150 20.77 68.27 50.00 8.85
coping
Self esteem 150 26.20 67.56 50.00 8.85
Perceive 150 2.00 54.00 20.48 8.44
Satisfaction 150 3.07 59.98 50.00 8.72
Valid N (listwise) 150
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai mean dari variabel problem focused

coping, self esteem, dan satisfaction adalah 50.0 dan nilai mean untuk variabel

perceive adalah 20.48. Skor terendah dari problem focused coping dengan jumlah

subjek penelitian 150 adalah 20.77 dan skor tertingginya 68.27. Skor terendah dari

Self esteem adalah 26.20 dengan jumlah subjek penelitian 150 dan skor

tertingginya 67.56. Skor terendah dari satisfaction dengan jumlah subjek

penelitian 150 adalah 3.07 dan skor tertingginya 59.98. Skor terendah dari

perceive dengan jumlah subjek penelitian 150 adalah 2.00 dan skor tertingginya

59.98.
59

4.3 Kategorisasi Hasil Penelitian

Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-

kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan

atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi

yang akan peneliti gunakan dalam kategori variabel penelitian.

Sebelum mengatagorikan skor masing-masing variabel berdasarkan

tingkat rendah dan tinggi, penulis terlebih dahulu menetapkan norma dari skor

dengan menggunakan nilai mean dan standar deviasi pada tabel 4.6 dan berlaku

pada semua variabel. Adapun norma skor tersebut dapat digambarkan dalam tabel

4.7 berikut ini:

Tabel 4.7
Norma Skor
Kategori Rumus
Tinggi X≥M
Rendah X<M
Keterangan: X = Skor; M = Mean

Uraian mengenai gambaran kategori skor variabel penelitian berdasarkan

tinggi dan rendahnya variabel-variabel dalam penelitian dituliskan pada tabel 4.8

berikut ini:

Tabel 4.8
Kategorisasi variabel penelitian
No Variabel Kategorisasi dan Presentase
Tinggi % Rendah % (N)
(n) (n)
1. Problem focused coping 76 50.7 74 49.3 150
2. Self esteem 78 52.0 72 48.0 150
3. Perceive 83 55.3 67 44.7 150
4. Satisfaction 86 57.3 64 42.7 150
Berdasarkan data pada tabel 4.8 diperoleh hasil presentasi variabel problem

focused coping sebanyak 76 subjek (50.7 %) pada kategori tinggi, dan 74 subjek
60

(49.3 %) pada kategori rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

kategori problem focused coping paling banyak pada kategori tinggi yaitu 50.7 %.

Selanjutnya yaitu kategori skor dari variabel self esteem dengan jumlah 78

subjek (52 %) pada kategori tinggi, dan 72 subjek (48 %) pada kategori rendah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kategori self esteem paling banyak

pada kategori tinggi dengan 52 %.

Selanjutnya yaitu kategori skor dari variabel perceive dengan jumlah 83

subjek (55.3 %) pada kategori tinggi, dan 67 subjek (44.7 %) pada kategori

rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kategori perceive paling

banyak pada kategori tinggi dengan 55.3 %.

Selanjutnya yaitu kategori skor dari variabel satisfaction dengan jumlah 86

subjek (57.3 %) pada kategori tinggi, dan 64 subjek (42.7%) pada kategori rendah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kategori satisfaction paling banyak

pada kategori tinggi dengan 57.3 %.

4.4 Uji Hipotesis Hasil Penelitian

Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis penelitian dengan teknik analisis

regresi berganda, dengan menggunakan software SPSS 17. Dalam regresi ada tiga

hal yang dilihat yaitu:

1. Melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada

dependent variable (DV) yang dijelaskan oleh independent variable (IV).

2. Apakah independent variable (IV) berpengaruh signifikan terhadap dependent

variable (DV).
61

3. Melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing

independent variable (IV).

4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian

Langkah pertama peneliti akan menganalisis besaran R square untuk mengetahui

berapa persen (%) varians pada dependent variable (DV) yang dijelaskan oleh

independent variable (IV). Untuk tabel R square, dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.9
R square
Model R R Adjusted R Std. Error of Sig. F Change
Square Square the Estimate
1 .460a .212 .136 8.22995 .001
a. Predictors: (Constant), Oc7, satisfaction, usia, Oc3, Oc6, education, Oc5, perceive,
Oc2, self esteem, income, Oc4, Oc1
b. Dependent variable : problem focused coping

Dari tabel 4.9 dapat diketahui bahwa perolehan R square sebesar 0.212 atau

21.2 %. Artinya proporsi varians dari problem focused coping yang dijelaskan

oleh independent variable yaitu self esteem, dukungan sosial (perceive;

satisfaction), usia dan status sosial ekonomi (education; income; occupation yang

terdiri dari Occupation1, Occupation2, Occupation3, Occupation4, Occupation5,

Occupation6, dan Occupation7) adalah sebesar 21.2 %. Sedangkan 78.8 %

sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Langkah kedua,

peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variable terhadap problem

focused coping. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.10.

Berdasarkan data dari Tabel 4.10 kolom signifikan diketahui bahwa (p <

0.05), maka hipotesis alternatif yang menyatakan ada pengaruh yang signifikan

dari variabel problem focused coping diterima. Artinya ada pengaruh yang

signifikan dari variabel self esteem, dukungan sosial (perceive; satisfaction),


62

status sosial ekonomi (education, income, occupation yang terdiri dari

Occupation1, Occupation2, Occupation3, Occupation4, Occupation5,

Occupation6, dan Occupation7) serta usia terhadap problem focused coping pada

siswa berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.

Tabel 4.10
Anova

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2472.862 13 190.220 2.808 .001a


Residual 9211.553 136 67.732
Total 11684.416 149
a. Predictors: (Constant), Oc7, satisfaction, usia, Oc3, Oc6, education, Oc5, perceive, Oc2,
selfesteem, income, Oc4, Oc1
b. Dependent variable : problem focused coping

Langkah ketiga adalah melihat koefisien regresi tiap independent variable.

Jika p < 0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa

independent variable tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap problem

focused coping. Adapun penyajiannya pada Tabel 4.11. Berdasarkan koefisien

regresi pada Tabel 4.11 dapat diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:

Problem focused coping = 37.211 + 0.071 self esteem + 0.096 perceive +

0.192 satisfaction - 0.491 usia - 1.948 education + 1.790 income - 0.422

Occupation1 - 1.231 Occupation2 + 4.024 Occupation3 + 0.549 Occupation4 +

0.115 Occupation5 + 6.007 Occupation6 + 2.890 Occupation7 + e

Berdasarkan data pada tabel 4.11, untuk melihat signifikan atau tidaknya

koefisien regresi yang dihasilkan, yaitu dengan melihat nilai signifikansi pada

kolom yang paling kanan (kolom ke-6). Jika p < 0.05, maka koefisien regresi
63

independent variable yang dihasilkan pengaruhnya signifikan terhadap problem

focused coping dan sebaliknya.

Tabel 4.11
Koefisien Regresi
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 37.211 7.009 5.309 .000
Self esteem .071 .086 .071 .823 .412
Perceive .096 .086 .092 1.121 .264
Satisfaction .192 .085 .189 2.249 .026
Usia -.491 .463 -.089 -1.059 .291
Education -1.948 .724 -.257 -2.692 .008
Income 1.790 .712 .223 2.516 .013
Oc1 -.422 3.290 -.019 -.128 .898
Oc2 -1.231 3.281 -.050 -.375 .708
Oc3 4.024 3.342 .141 1.204 .231
Oc4 .549 2.991 .025 .184 .855
Oc5 .115 3.339 .004 .034 .973
Oc6 6.007 3.412 .198 1.761 .081
Oc7 2.890 4.260 .069 .678 .499
a. Dependent variable: problem focused coping

Berdasarkan nilai koefisien yang diperoleh pada masing-masing

independent variabel maka dapat diketahui bahwa:

1. Variabel self esteem diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.071 dengan

signifikansi 0.412 (p > 0.05). Artinya variabel self esteem tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap problem focused coping pada siswa

berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.

2. Variabel dukungan sosial

a. Dimensi perceive
64

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.096 dengan signifikansi 0.264 (p

> 0.05). Artinya dimensi perceive tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap problem focused coping pada siswa berbakat intelektual di sekolah

akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.

b. Dimensi satisfaction

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.192 dengan signifikansi 0.026 (p

< 0.05). Artinya dimensi satisfaction memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap problem focused coping pada siswa berbakat intelektual di sekolah

akselerasi SMART Ekselensia Indonesia. Artinya semakin tinggi tingkat

kepuasan terhadap dukungan yang dimiliki siswa maka semakin tinggi pula

problem focused coping pada siswa tersebut.

3. Variabel Status ekonomi sosial

a. Education diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -1.948 dengan

signifikansi 0.008 (p < 0.05). Artinya dimensi education secara negatif

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap problem focused coping pada

siswa berbakat intelektual sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.

Artinya semakin rendah tingkat pendidikan orang tua siswa maka akan

semakin tinggi pula problem focused coping pada siswa tersebut.

b. Income diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 1.790 dengan signifikansi

0.013 (p < 0.05). Artinya dimensi income memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap problem focused coping pada siswa berbakat intelektual

sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia. Artinya semakin tinggi


65

penghasilan yang dimiliki orang tua siswa maka makin tinggi pula problem

focused coping pada siswa tersebut.

c. Occupation yang terdiri dari Occupation1, Occupation2, Occupation3,

Occupation4, Occupation5, Occupation6, dan Occupation7 memiliki

koefisien regresi sebagai berikut:

1. Occupation1 diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 0.422 dengan

signifikansi 0.898 (p > 0.05). Artinya, selisih rata-rata problem focused

coping grup petani dengan grup guru adalah negatif artinya selisih

tersebut tidak signifikan.

2. Occupation2 diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 1.231 dengan

signifikansi 0.708 (p > 0.05). Artinya, selisih rata-rata problem focused

coping grup buruh dengan grup guru adalah negatif artinya selisih

tersebut tidak signifikan.

3. Occupation3 diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 4.024 dengan

signifikansi 0.231 (p > 0.05). Artinya, selisih rata-rata problem focused

coping grup pedagang dengan grup guru adalah positif artinya selisih

tersebut tidak signifikan.

4. Occupation4 diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.549 dengan

signifikansi 0.855 (p > 0.05). Artinya, selisih rata-rata problem focused

coping grup karyawan dengan grup guru adalah positif artinya selisih

tersebut tidak signifikan.

5. Occupation5 diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.115 dengan

signifikansi 0.973 (p > 0.05). Artinya, selisih rata-rata problem focused


66

coping grup supir dan ojek dengan grup guru adalah positif artinya selisih

tersebut tidak signifikan.

6. Occupation6 diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 6.007 dengan

signifikansi 0.081 (p > 0.05). Artinya, selisih rata-rata problem focused

coping grup wiraswasta dengan grup guru adalah positif artinya selisih

tersebut tidak signifikan.

7. Occupation7 diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 2.890 dengan

signifikansi 0.499 (p > 0.05). Artinya, selisih rata-rata problem focused

coping grup pengangguran dengan grup guru adalah positif artinya selisih

tersebut tidak signifikan.

4. Variabel demografi usia diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 0.491 dengan

signifikansi 0.291 (p > 0.05). Artinya dimensi usia tidak memiliki pengaruh yang

signifikan.

Pada tabel 4.14 koefisien regresi di atas, dari ketujuh IV yang berpengaruh

signifikan terhadap DV dapat diketahui mana yang memiliki pengaruh lebih

besar. Untuk melihat perbandingan besar kecilnya pengaruh antara tiap IV

terhadap DV dapat diketahui dengan dua cara, yaitu melihat nilai signifikansinya

(p) dan melihat standardize coefficients (beta). Maka dari tabel di atas dapat

diketahui pula bahwa income dengan beta = 0.223 memiliki pengaruh lebih besar,

dibandingkan dengan independent variable lainnya.

4.4.2 Uji proporsi varians masing-masing independent variabel

Pada tahapan ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi

varians dari masing-masing independent variable terhadap problem focused


67

coping. Besarnya proporsi varian pada problem focused coping dapat dilihat pada

tabel 4.12 berikut ini:

Tabel 4.12
Proporsi varians untuk masing-masing Independent Variabel
Change Statistics
Model R R Square F Df1 Df2 Sig. F Change
Square Change Change
1 .018 .018 2.715 1 148 .102
2 .059 .041 6.378 1 147 .013
3 .096 .038 5.965 1 146 .016
4 .101 .005 .846 1 145 .359
5 .127 .026 4.317 1 144 .039
6 .153 .026 4.399 1 143 .038
7 .212 .058 1.439 7 136 .195
Predictors: (Constant), Self esteem, Perceive, Satisfaction, Usia, Education, Income,
Occupation
Dari tabel 4.12 dapat disampaikan informasi sebagai berikut:

1. Variabel self esteem memberikan sumbangan sebesar 1.8% dalam varian

problem focused coping. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F change

= 2.715, df1= 1, df2 = 148, dan sig. F Change = 0.102 (p > 0.05).

2. Variabel perceive memberikan sumbangan sebesar 4.1% dalam varian problem

focused coping. Sumbangan tersebut signifikan dengan F change = 6.378, df1=

1, df2 = 147, dan sig. F Change = 0.013 (p < 0.05).

3. Variabel satisfaction memberikan sumbangan sebesar 3.8% dalam varian

problem focused coping. Sumbangan tersebut signifikan dengan F change =

5.965, df1= 1, df2 = 146, dan sig. F Change = 0.016 (p < 0.05).

4. Variabel usia memberikan sumbangan sebesar 0.5% dalam varian problem

focused coping. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F change = 0.846,

df1= 1, df2 = 145, dan sig. F Change = 0.359 (p > 0.05).


68

5. Variabel education memberikan sumbangan sebesar 2.6% dalam varian

problem focused coping. Sumbangan tersebut signifikan dengan F change =

4.317, df1= 1, df2 = 144, dan sig. F Change = 0.039 (p < 0.05).

6. Variabel income memberikan sumbangan sebesar 2.6% dalam varian problem

focused coping. Sumbangan tersebut signifikan dengan F change = 4.399, df1=

1, df2 = 143, dan sig. F Change = 0.038 (p < 0.05).

7. Variabel occupation memberikan sumbangan sebesar 5.8% dalam varian

problem focused coping. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F change

= 1.439, df1= 7, df2 = 136, dan sig. F Change = 0.195 (p > 0.05).
69

BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil uji hipotesis penelitian ini menunjukan adanya pengaruh yang signifikan

dari seluruh independen variabel self esteem, dukungan sosial (perceive dan

satisfaction), status sosial ekonomi (education, income, occupation), serta usia

terhadap problem focused coping pada siswa berbakat intelektual sekolah

akselerasi SMART Ekselensia Indonesia, dengan sumbangan R square sebesar

21.2%, artinya hipotesis dalam penelitian ini diterima.

Jika dilihat berdasarkan koefisien regresi pada setiap variabel yang

dihasilkan berdasarkan analisis statistik, maka hanya variabel satisfaction,

education, dan income yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap problem

focused coping.

Selanjutnya berdasarkan uji dari hipotesis, dengan melihat dari proporsi

varians independent variabel (IV) terhadap dependent variabel (DV) yang

dihasilkan melalui analisis statistik maka variabel perceive, satisfaction, education

dan income yang berpengaruh secara signifikan terhadap problem focused coping.

Kemudian ada lima hipotesis yang ditolak, yaitu H2 (Ada pengaruh yang

signifikan self esteem terhadap problem focused coping, H7 (Ada pengaruh yang

signifikan occupation dari variabel status sosial ekonomi terhadap problem

focused coping), H8 (Ada pengaruh yang signifikan usia terhadap problem focused

coping). Karena ketiga variabel tersebut, terbukti tidak memiliki pengaruh yang

signifikan berdasarkan hasil analisis statistik.

69
70

5.2 Diskusi

Dari hasil penelitian dan uji hipotesis yang dijelaskan pada bab empat, didapatkan

hasil bahwa ada pengaruh yang signifikan dari self esteem, dukungan sosial, status

sosial ekonomi dan usia terhadap problem focused coping.

Hal ini sejalan dengan studi terdahulu yang menyatakan bahwa sumber

internal seperti self esteem, yang mana salah satu elemen penting untuk konsep

diri yang dapat menyebabkan sikap positif dan negatif terhadap diri sebagai

totalitas (Rosenberg dalam Amorim & Geraldine Mei Ka, 2013), memfasilitasi

evaluasi tuntutan dan proses coping (Eisenbarth et al dalam Amorim & Geraldine

Mei Ka, 2013).

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa dukungan sosial adalah salah

satu faktor kuat yang dapat mempengaruhi strategi coping seseorang termasuk

problem focused coping. Dukungan sosial akan sangat membantu individu untuk

melakukan penyesuaian atau perilaku coping yang positif serta pengembangan

kepribadian dan dapat berfungsi sebagai penahan untuk mencegah dampak

psikologis yang bersifat gangguan (Sarason dalam Hasan & Rufaidah, 2013).

Penelitian dukungan sosial dan coping yang telah dilakukan oleh Sarid et al

(dalam Chao, 2011). menunjukan bahwa kepuasan dukungan sosial itu

berhubungan dengan problem focused coping. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan saat ini yang mana diperoleh hasil perceive dan satisfaction

mempengaruhi secara signifikan terhadap problem focused coping.

Sama halnya dengan faktor demografi dalam penelitian ini yaitu usia dan

status sosial ekonomi yang disebutkan memiliki pengaruh yang signifikan


71

terhadap problem focused coping, sejalan dengan penelitian terdahulu yang

menyatakan bahwa Menurut Demers dkk (dalam Roohafza et al, 2009)

menyatakan bahwa setiap individu dengan karakteristik demografis yang berbeda

termasuk jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan memiliki cara

coping stress yang berbeda-beda. Coping berubah di sepanjang masa hidup.

Coping anak muda dibatasi oleh kemampuan kognitif mereka, yang akan

meningkat sepanjang masa kanak-kanak. Orang dewasa dilaporkan menggunakan

pendekatan problem focused coping daripada emotion focused coping ketika

berhadapan dengan stres (Sarafino & Smith, 2011).

Menariknya pada hasil uji hipotesis minor dalam penelitian ini hanya

terdapat empat variabel saja yang memiliki pengaruh secara signifikan terhadap

problem focused coping, yaitu perceive, satisfaction, education dan income.

Artinya variabel-variabel lainnya seperti self esteem, occupation, dan usia

bukanlah penentu problem focused coping pada siswa berbakat intelektual di

sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.

Jumlah dukungan yang dimiliki individu (perceive) memungkinkan dapat

membantu individu melakukan coping yang tepat dan dapat membantu

menghindari stres karena memberikan informasi dan cara-cara yang tepat untuk

menyelesaikan masalah. Dalam penelitian ini telah ditemukan bahwa sumber

dukungan yang dimiliki oleh siswa akselerasi SMART Ekselensia Indonesia

adalah teman, orang tua, kakak, guru asrama, guru BK, kekasih dan saudara

angkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan O’Brien (dalam Santrock, 2003) yang

menyatakan bahwa pada penelitian terakhir lainnya, ditemukan bahwa teman


72

sebaya adalah sumber utama dukungan yang menyeluruh bagi remaja, kemudian

diikuti oleh ibu.

Sedangkan satisfaction (kepuasaan atas dukungan yang tersedia) yang mana

menurut Sarafino (2011) beberapa orang dilaporkan memiliki tingkat kepuasan

yang tinggi dengan dukungan dari jumlah yang sedikit dari teman dekat atau

kerabat, sedangkan yang lainnya membutuhkan jaringan sosial yang luas. Hal

tersebut dapat memberikan kenyamanan, kepedulian dan penghargaan untuk

individu yang ia dapat dari orang lain yang dapat memberikan kebaikan,

pelayanan, dan saling menjaga ketika berada dalam situasi yang penuh tekanan.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa faktor sosial ekonomi seperti

pendidikan memiliki pengaruh besar pada strategi coping pada kedua jenis

kelamin (laki-laki dan perempuan) dan ada hubungan positif antara tingkat

pendidikan yang tinggi dengan strategi coping adaptif dan hubungan negatif

antara tingkat pendidikan yang rendah dengan strategi coping maladaptif

(Roohafza et al, 2009). Namun, pada penelitian ini telah ditemukan bahwa tingkat

pendidikan orang tua memiliki pengaruh secara negatif terhadap problem focused

coping siswa berbakat intelektual. Artinya semakin rendah tingkat pendidikan

orang tua siswa maka akan semakin tinggi pula problem focused coping siswa

tersebut.

Menurut Mc Clelland (dalam Ahmed, 2005) orang dengan penghasilan yang

tidak memadai biasanya memiliki kesulitan dalam memenuhi biaya hidup,

termasuk berjuang untuk membayar makanan, akomodasi, pendidikan, pakaian,

perawatan kesehatan, utilitas, transportasi dan rekreasi dan berusaha untuk


73

menyeimbangkan tuntutan-tuntutan. Sedangkan menurut Frydenberg (1997)

strategi coping anak berbakat adalah kerja keras dan pencapaian, mencari hiburan

santai, fokus pada pemecahan masalah dan rekreasi fisik. Hal tersebut tentu

difasilitasi oleh penghasilan orang tua yang memadai.

5.3 Saran

Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam

penelitian ini, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melengkapi

kekurangan dan keterbatasan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dan diskusi

yang telah diuraikan diatas, peneliti ingin memberikan saran baik secara

metodologis maupun praktis yang dapat dijadikan pertimbangan bagi penelitian

selanjutnya tentang dependent variabel yang sama.

5.3.1 Saran Teoritis

Berikut adalah saran-saran teoritis yang dapat peneliti berikan berkaitan dengan

penelitian ini:

1. Gunakan variabel-variabel lain diluar penelitian ini pada penelitian selanjutnya.

Penelitian selanjutnya dapat memilih sumber coping lain seperti religiusitas,

status ekonomi sosial, self efficacy dan lain sebagainya. Peneliti sangat

menganjurkan untuk memilih adversity quotient sebagai IV terhadap problem

focused coping untuk sampel yang berada di asrama.

2. Pada penelitian selanjutnya jika ingin meneliti sampel siswa di program

akselerasi agar meneliti siswa yang berada di program SKS atau reguler

sebagai perbandingan agar diperoleh hasil yang lebih baik.


74

5.3.2 Saran Praktis

Berikut adalah saran-saran praktis yang dapat peneliti berikan berkaitan dengan

penelitian ini:

1. Kepada pihak sekolah agar memberikan seminar, pelatihan, atau pembinaan

tentang konsep diri untuk para siswa di sekolah akselerasi SMART Ekselensia

Indonesia guna meningkatkan penilaian diri dan kualitas diri yang positif

sehingga bermanfaat untuk para siswa ketika dihadapkan suatu permasalahan

atau tuntutan-tuntutan eksternal.

2. Kepada guru yang memiliki interaksi lebih dengan siswa, diharapkan untuk

membangun kepercayaan dan hubungan baik dengan siswa. Menjadi role

model yang positif untuk siswa dapat membantu mereka memiliki dampak

positif pada perilaku. Mengajarkan cara mengelola stres dengan cara yang

efektif dan positif.

3. Kepada orang tua agar terus memberikan dukungan baik secara materi ataupun

moral, kasih sayang dan cinta untuk anak-anak yang sangat berharga ini. Orang

tua diharapkan menghadiri program dan workshop untuk mendapatkan

pengetahuan tentang bagaimana mengajar anak-anak mereka strategi coping

positif dan mengelola stres.

4. Kepada siswa agar selalu menjadi pribadi yang penuh syukur dan memiliki

rasa percaya diri bahwa banyak yang akan membantu dan memberikan

dukungan kepada mereka jika mereka membutuhkan bantuan. Terus belajar

dan berusaha menghadapi setiap permasalahan dengan strategi coping yang

adaptif dan efektif.


75

DAFTAR PUSTAKA

Achmed, Z, S. (2005). Poverty, family stress and parenting. Diunduh pada


tanggal 3 maret 2016 dari
http://www.humiliationstudies.org/documents/AhmedPovertyFamilyStre
ssParenting.pdf

Afifah. (2012). Uji validitas konstruk General Aptitude Test Battery (GATB)
dengan medote Confirmatory Factor Analysis (CFA). Jurnal Pengukuran
Psikologi dan Pendidikan Indonesia. 30-47.

Agustyawati, & Solicha. (2009). Psikologi pendidikan anak berkebutuhan khusus.


Jakarta: Lembaga penelitian UIN Jakarta
Alfikalia. (2012). Inklusivitas dalam pendidikan anak CI+BI. Diunduh pada
tanggal 3 maret 2016 dari
http://www.jurnalakselerasi.wordpress.com//tag//akselerasi/
Amorim, F., & Geraldine Mei Ka, L. (2013). Self esteem and Anxiety among
Asian and European Students. Spring: UMEA Universitet.
Arikunto, S. (1997). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.

Assaat, I. I. (2004). Program akselerasi untuk siswa berbakat. Dalam Gunarsa, S.


D, (ed). Bunga rampai psikologi perkembangan dari anak sampai usia
lanjut (227-249). Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Badudu, J. S., & Zain, S. M. (1996). Kamus umum bahasa Indonesia. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.

Blascovich, J., & Tomaka, J. (1991). Measures of self esteem. Dalam J. P.


Robinson, P. R. Shaver, & L. S. Wrightsman (ed). Measures of
personality and social psychological attitudes (115-160). United State:
Academic Press, Inc.
Carver, C. S., Scheier, M. F., & Weintraub, J. K. (1989). Assessing coping
strategies: A theoretically based approach. Journal of Personality and
Social Psychology. 56 (2), 267-283.
Chao, R. C. L. (2011). Managing stress and maintainging well being: Social
support, problem focused coping, and avoidant coping. Journal of
Counseling & Development. 338-348.

Denise E, L. R., & Judith W, H. P. (2008). Adolescent stress through the eyes of
high risk teens. Pediatric Nursing. 34 (5).

75
76

Edwards, J. R., & Jr, A. J. (1993). The measurement of coping with stress:
Construct validity of the ways of coping checklist and the cybernatic
coping scale. Work & Stress. 1, 17-31.
Engelica, I. (2008). Problem focused coping ibu yang memiliki anak cerebral
palsy ditinjau dari self efficacy dan tingkat pendidikan. Skripsi.
Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.
Frydenberg, E. (1997). Adolescent coping: Theoretical and research perspectives.
New York: Routledge.
Gregory R. P, Sarason B. R, Sarason I. G. (1996). Handbook of social suport and
the family. New York: London: Plenum Press

Halonen, J. S., & Santrock, J. W. (1999). Psychology contexts & applications (3rd
ed.). United State: McGraw-Hill College.
Hasan, N., & Rufaidah, E. R. (2013). Hubungan antara dukungan sosial dengan
strategi coping pada penderita stroke RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Jurnal Ilmu Kesehatan. Talenta Psikologi. Volume II 41-61.

Hawadi, R. A. (2004). Akselerasi: A-Z informasi program percepatan belajar dan


anak berbakat intelektual. Jakarta: Grasindo.

Heatherton, T. F., & Wyland, C. L. (2003). Assessing of self esteem. Diunduh


pada tanggal 17 Juli 2015 dari
http://www.dartmouth.edu/~thlab/pubs/03_Heatherton_Wyland_APP_ch.
pdf
Jayanti, A. D., & Rachmawati, M. A. (2008). Hubungan antara dukungan sosial
dengan problem focused coping pada siswa SMU program sekolah
bertaraf internasional (SBI). Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia.

Kempf, J. (2011). Recognizing and managing stress: Coping strategies for


adolescents. Research Paper. University of Wisconsin-Stout. 2-24.
Lakey, B. (2008). Social support and social integration. Diunduh pada tanggal 17
Juli 2015, dari
http://cancercontrol.cancer.gov/brp/constructs/social_support/ss3.html

Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal and coping. New York:
Springer Publishing Company.
Mariana. (2015). Bimbingan dan konseling di sekolah akselerasi SMART
Ekselensia Indonesia. Dalam komunikasi pribadi 21 Oktober 2015
Qonita (ed). Parung.
77

Minchinton, J. (1993). Maximum self esteem. Kuala Lumpur: Golden Books


Centre SDN, BHD.

Mruk, C. J. (2006). Self esteem research, theory, and practice (3rd ed.). New
York: Springer Publishing Company.
Mutoharoh, I. (2010). Faktor-Faktor yang berhubungan dengan mekanisme
koping klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati. Skripsi. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Sarif Hidayatullah.
Nadiva, A. (2013). Subjective well-being pada peserta akselerasi. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya. 2 (1), 13.
Owens, T. J. (1993). Accentuate the positive and the negative: Rethinking the use
of self Esteem, self deprecation, and self confidence. Social Psychology
Quarterly. 288-299.

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development (11th
ed.). New York: McGraw-Hill International Edition.

Pratiwi, N, A. (2010). Hubungan antara motivasi berprestasi dan status sosial


ekonomi dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bekasi. Skripsi.
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Rabiyullyana, R. D. (2012). Pengaruh self efficacy, self esteem, dan dukungan


sosial terhadap coping stress pelaut. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.

Rahayu, F. (2014). Hubungan tingkat stres dengan strategi koping yang digunakan
siswa-siswi akselerasi SMAN 2 kota Tanggerang Selatan. Skripsi.
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Ramadhani, T. A. (2010). Stres dan sumber-sumber stres pada siswa cerdas
istimewa di kelas akselerasi di SMA Labschool Jakarta. Diunduh pada
tanggal 27 September 2015 dari Perpustakaan Labschool UNJ Jakarta:
http://www.labslib.co.nr/
Rice, P. L. (1999). Stress and health (3rd ed.). United State: Brooks/Cole
Publishing Company.
Roohafza, H., Sadeghi, M., Shirani, S., Bahonar, A., Mackie, M., & Sarafzadegan,
N. (2009). Association of socioeconomic status and life style factors with
coping strategies in Isfahan healthy heart program. Diunduh pada
tanggal 17 september 2015, dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2728387/
78

Saegert, S. C., Adler, N. E., Bullock, H. E., Cauce, A. M., Liu, W. M., &
F.Wyche, K. (2007). Report of the APA task force on socioeconomic
status. Washington: American Psychological Association.
Santrock, J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. (2004). Educational psychology (2nd ed.). New York: McGraw
Hill.
Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2011). Health psychology: Biopsychosocial
interactions (7th ed.). United State: John Wiley & Sons, Inc.
Sarason, I. G., & Sarason, B. R. (2009). Social support: Maping the construct.
Journal of Social and Personal Relationship. 113-120.

Sarason, I. G., Levine, H. M., Basham, R. B., & Sarason, B. R. (1983). Assessing
social support: The social support questionnaire. Journal of Personality
and Social Psychology. 127-139.
Sarason, I. G., Sarason, B. R., Shearin, E. N., & Plerce, G. R. (1987). A brief
measure of social support: Practical and theoretical implications. Journal
of Social and Personal Relationship. 497-510.

SMART Ekselensia Indonesia. (2003). SMART Ekselensia Indonesia bumi


pengembangan insani. Parung: Dompet Dhuafa

Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: PT Grasindo.


Somantri, S. (2006). Psikologi anak luar biasa. Bandung: PT Refika Aditama.
Southern, W. T., & Jones, E. D. (2004). Types of acceleration: Dimensions and
issues. Dalam N. Colangelo, S. G. Assouline, & M. U. Gross (ed). A
nation deceived: How schools hold back America's brightest students. (5-
12). Australia: National Association for Gifted Children.
Suseno, A. (2009). Hubungan antara strategi coping stres dengan tingkat stres
siswa-siswi akselerasi Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Malang. Skripsi.
Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Taylor, S. E. (2003). Health psychology (5th ed.). New York: McGraw-Hill.
Ulfah, S. R. (2015). Optimalisasi potensi siswa melalui kelas akselerasi. Diunduh
pada 27/07/15 dari
http://www.kompasiana.com/syafitrirahmaniaulfah/optimalisasi-potensi-
siswa-melalui-kelas-akselerasi_55803a591497738f1c2cab8a
79

Wijaya, N. (2007). Hubungan antara keyakinan diri akademik dengan


penyesuaian diri siswa tahun pertama sekolah asrama SMA Pangudi
Luhur Van Lith Muntilan. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro
Semarang.
Xiao, J. (2013). Academic stress, test anxiety, and performance in a Chinese high
school sample: The moderating effects of coping strategies and perceived
social support. Georgia: Georgia State University.
81

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama:

Jenis Kelamin: L/P

Usia:

Kelas:

Dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia untuk berpartisipasi dalam


mengisi kuesioner yang telah diberikan oleh peneliti “Atiqoh Qonita” dan
memberikan informasi berdasarkan pengalaman sendiri tanpa dipengaruhi oleh
orang lain.

Jakarta, Agustus 2015

Tertanda

( )

81
82

Bagian I

PETUNJUK PENGISIAN
Kuesioner ini berisikan pernyataan-pernyataan. Baca dan pahamilah setiap
pernyataan, kemudian berikan jawaban anda dengan cara memberikan tanda
checklist (√) pada kolom yang tersedia dengan keterangan sebagai berikut:

SS : bila anda Sangat Sesuai dengan pernyataan tersebut

S : bila anda Sesuai dengan pernyataan tersebut

TS : bila anda Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut

STS : bila anda Sangat Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut

Contoh:

Jika anda Sesuai dengan pernyataan nomor satu.

No Pernyataan SS S TS STS
1. Saya selalu dapat menyelesaikan masalah- √
masalah yang sulit, jika saya berusaha

Setiap orang mempunyai jawaban yang berbeda dan tidak ada jawaban yang
dianggap salah, karena jawaban yang anda pilih adalah jawaban yang paling
sesuai dengan diri anda. Selanjutnya, saya mohon kesediaan anda untuk mengisi
kuesioner berikut ini:

No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya mengambil tindakan ekstra untuk mencoba
menyingkirkan masalah
2 Saya fokus dalam usaha saya untuk melakukan
penyelesaian masalah
3 Saya melakukan apa yang harus dilakukan,
bertahap pada setiap waktu
4 Dengan segera, saya langsung mengambil
tindakan untuk dapat keluar dari masalah
5 Saya mencoba untuk menyusun sebuah strategi
tentang apa yang harus dilakukan
6 Saya membuat ssebuah rencana dari tindakan
saya
7 Saya berpikir keras mengenai tindakan apa yang
harus diambil
8 Saya memikirkan bagaimana saya bisa

82
83

menangani masalah sebaik mungkin


9 Saya mengesampingkan kegiatan-kegiatan lain
agar fokus dalam penyelesaian masalah
10 Saya fokus dalam menghadapi masalah dan jika
perlu mengesampingkan masalah-masalah lain
yang lebih kecil
11 Saya menjaga diri dari gangguan hal-hal lain
atau kegiatan-kegiatan lain, agar fokus dalam
mengatasi masalah
12 Ketika saya sedang melakukan penyelesaian
masalah saya berusaha keras untuk mencegah
hal-hal lain mencampuri urusan saya
13 Saya mengendalikan diri saya dari melakukan
apapun dengan tergesa-gesa
14 Saya harus menunggu waktu yang tepat untuk
melakukan sesuatu
15 Saya menunda untuk melakukan apapun itu
sampai situasinya memungkinkan
16 Saya memastikan tidak akan memperburuk
keadaan dengan bertindak terlalu cepat
17 Saya meminta saran dari seseorang mengenai
apa yang harus dilakukan terhadap masalah
yang dihadapi
18 Saya bercerita kepada seseorang agar dapat
menemukan solusi permalahan saya
19 Saya meminta bantuan seseorang yang dapat
melakukan sesuatu yang jelas terhadap masalah
saya
20 Saya bercerita kepada seseorang mengenai apa
yang saya rasakan

83
84

Bagian II

No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya merasa bahwa saya adalah
orang yang berharga, setidaknya
sama berharganya dengan orang
lain
2 Saya merasa bahwa saya
memiliki kualitas yang baik
3 Saya cenderung merasa gagal
dengan semua yang saya
lakukan
4 Saya dapat melakukan yang
kebanyakan orang lain dapat
lakukan
5 Saya merasa tidak memiliki
banyak hal untuk dibanggakan
6 Saya bersikap positif terhadap
diri sendiri
7 Secara keseluruhan, saya puas
dengan diri saya
8 Saya harap saya dapat lebih
menghargai diri saya
9 Saya merasa tidak berguna
10 Kadang-kadang saya pikir saya
tidak berguna

84
85

Bagian III

PETUNJUK PENGISIAN
Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini tentang orang-orang disekitar yang
memberimu bantuan dan dukungan. Tiap-tiap pertanyaan memiliki dua bagian,
yaitu:

1. Tulis orang-orang yang anda ketahui, tidak termasuk diri anda sendiri,
orang-orang yang bisa anda andalkan untuk sebuah bantuan dan dukungan
yang telah dipaparkan. Berikan insial orang tersebut dan hubungannya
dengan anda (Lihat contoh).
2. Lingkari seberapa puas anda dengan keseluruhan dukungan yang anda
miliki.

Note: Jika anda tidak memiliki seseorang yang mendukung anda di tiap
pertanyaan, maka tetap lingkari „Tidak ada” dan tetap melingkari ranking
kepuasan anda. Jangan tulis lebih dari Sembilan orang di setiap pertanyaannya.

Contoh:

1. Siapakah yang bisa kamu percayai dengan informasi yang bisa


membuatmu berada dalam suatu masalah?
Tidak ada 1. TN (kakak laki- 4. TM (ayah) 7.
laki)
2. LM (teman) 5. LM (kakak 8.
kelas)
3. RS (teman) 9.
6.

Seberapa puas?

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


Sangat Cukup Sedikit Sedikit Cukup Sangat
Tidak Tidak Tidak Puas Puas Puas
Puas Puas Puas

Selanjutnya, saya mohon anda bersedia menjawab semua pertanyaan dengan


sebaik mungkin. Semua jawaban anda akan dirahasiakan. Pertanyaan-
pertanyaannya adalah:

85
86

1. Siapakah yang bisa kamu andalkan ketika kamu membutuhkan bantuan?


Tidak ada 1. 4. 7.
2. 5. 8.
3. 6. 9.
Seberapa puas?

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


Sangat Cukup Sedikit Sedikit Cukup Sangat
Tidak Tidak Tidak Puas Puas Puas
Puas Puas Puas

2. Siapakah yang bisa kamu andalkan untuk membantumu lebih tenang


ketika kamu merasa tertekan?
Tidak ada 1. 4. 7.
2. 5. 8.
3. 6. 9.
Seberapa puas?

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


Sangat Cukup Sedikit Sedikit Cukup Sangat
Tidak Tidak Tidak Puas Puas Puas
Puas Puas Puas

3. Siapakah yang menerimamu seutuhnya, termasuk sisi terburuk dan


terbaikmu?
Tidak ada 1. 4. 7.
2. 5. 8.
3. 6. 9.
Seberapa puas?

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


Sangat Cukup Sedikit Sedikit Cukup Sangat
Tidak Tidak Tidak Puas Puas Puas
Puas Puas Puas

4. Siapakah yang peduli padamu, jika terjadi sesuatu padamu?


Tidak ada 1. 4. 7.
2. 5. 8.
3. 6. 9.

86
87

Seberapa puas?

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


Sangat Cukup Sedikit Sedikit Cukup Sangat
Tidak Tidak Tidak Puas Puas Puas
Puas Puas Puas

5. Siapakah yang bisa membuatmu merasa lebih baik ketika kamu merasa
terjatuh?
Tidak ada 1. 4. 7.
2. 5. 8.
3. 6. 9.
Seberapa puas?

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


Sangat Cukup Sedikit Sedikit Cukup Sangat
Tidak Tidak Tidak Puas Puas Puas
Puas Puas Puas

6. Siapakah yang bisa membujukmu ketika kamu merasa kecewa?


Tidak ada 1. 4. 7.
2. 5. 8.
3. 6. 9.
Seberapa puas?

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


Sangat Cukup Sedikit Sedikit Cukup Sangat
Tidak Tidak Tidak Puas Puas Puas
Puas Puas Puas

87
88

A. Hasil CFA Problem Focused Coping

UJI VALIDITAS CFA PFC


DA NI=20 NO=150 MA=KM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6
ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12
ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18
ITEM19 ITEM20
KM SY FI=PFC.COR
MO NX=20 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI
LK
PFC
FR LX 1 - LX 20
FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6
FR TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 TD 11 11 TD 12 12
FR TD 13 13 TD 14 14 TD 15 15 TD 16 16 TD 17 17 TD 18 18
FR TD 19 19 TD 20 20 TD 10 9 TD 6 5 TD 15 14 TD 16 13 TD 12 11 TD 12 1
TD 8 5 TD 5 4
FR TD 18 2 TD 19 11 TD 11 9 TD 10 8 TD 19 5 TD 18 17 TD 20 15 TD 18 13
TD 14 10 TD 19 17

88
89

FR TD 19 18 TD 8 1 TD 9 1 TD 13 8 TD 18 10 TD 8 2 TD 14 7 TD 14 9 TD 18 7
TD 11 7 TD 7 4 TD 20 2
FR TD 16 14 TD 19 9
PD
OU TV SS MI

Number of Iterations = 17

LISREL Estimates (Maximum Likelihood)

LAMBDA-X

PFC
--------
ITEM1 0.33
(0.08)
4.03

ITEM2 0.52
(0.08)
6.38

ITEM3 0.39
(0.08)
4.88

ITEM4 0.13
(0.09)
1.45

ITEM5 0.46
(0.08)
6.06

ITEM6 0.30
(0.08)
3.66

ITEM7 0.50
(0.09)
5.56

ITEM8 0.21
(0.09)
2.41

ITEM9 0.24
(0.08)
2.79

89
90

ITEM10 0.42
(0.09)
4.91

ITEM11 0.54
(0.08)
6.54

ITEM12 0.41
(0.08)
5.02

ITEM13 0.08
(0.09)
0.97

ITEM14 0.31
(0.09)
3.62

ITEM15 -0.11
(0.09)
-1.29

ITEM16 0.14
(0.09)
1.59

ITEM17 0.34
(0.09)
4.01

ITEM18 0.61
(0.08)
7.30

ITEM19 0.54
(0.08)
6.53

ITEM20 0.52
(0.08)
6.43

90
91

B. Hasil CFA Self Esteem

UJI VALIDITAS CFA SE


DA NI=10 NO=150 MA=KM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6
ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10
KM SY FI=SE.COR
MO NX=10 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI
LK
SE
FR LX 1 - LX 10
FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6
FR TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 TD 2 1 TD 7 6 TD 6 5 TD 10 8 TD 4 2 TD 4
1 TD 4 3
PD
OU TV SS MI

91
92

Number of Iterations = 21
LISREL Estimates (Maximum Likelihood)

LAMBDA-X

SE
--------
ITEM1 0.53
(0.08)
6.52

ITEM2 0.49
(0.08)
6.02

ITEM3 0.55
(0.08)
6.89

ITEM4 0.24
(0.09)
2.81

ITEM5 0.54
(0.08)
6.63

ITEM6 0.44
(0.08)
5.37

ITEM7 0.14
(0.09)
1.62

ITEM8 -0.31
(0.09)
-3.54

ITEM9 0.89
(0.07)
12.91

ITEM10 0.73
(0.07)
9.79

92
93

C. Hasil CFA Perceive

UJI VALIDITAS CFA SSQN


DA NI=6 NO=150 MA=KM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6
KM SY FI=SSQN.COR
MO NX=6 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI
LK
SSQN
FR LX 1 - LX 6
FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6
PD
OU TV SS MI

Number of Iterations = 24

LISREL Estimates (Maximum Likelihood)

LAMBDA-X

SSQN
--------
ITEM1 0.69
(0.08)
9.12

93
94

ITEM2 0.76
(0.07)
10.30

ITEM3 0.66
(0.08)
8.52

ITEM4 0.72
(0.07)
9.69

ITEM5 0.80
(0.07)
11.13

ITEM6 0.67
(0.08)
8.74

D. Hasil CFA Satisfaction

UJI VALIDITAS CFA SSQS


DA NI=6 NO=150 MA=KM
LA

94
95

ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6


KM SY FI=SSQS.COR
MO NX=6 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI
LK
SSQS
FR LX 1 - LX 6
FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6
PD
OU TV SS MI
Number of Iterations = 6

LISREL Estimates (Maximum Likelihood)

LAMBDA-X

SSQS
--------
ITEM1 0.64
(0.08)
7.94

ITEM2 0.60
(0.08)
7.39

ITEM3 0.46
(0.09)
5.39

ITEM4 0.72
(0.08)
9.34

ITEM5 0.64
(0.08)
8.03

ITEM6 0.76
(0.08)
10.03

95
96

HASIL UJI HIPOTESIS


GAMBARAN UMUM SUBJEK

USIA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 10 TAHUN 1 .7 .7 .7

11 TAHUN 3 2.0 2.0 2.7

12 TAHUN 22 14.7 14.7 17.3

13 TAHUN 30 20.0 20.0 37.3

14 TAHUN 30 20.0 20.0 57.3

15 TAHUN 32 21.3 21.3 78.7

16 TAHUN 19 12.7 12.7 91.3

17 TAHUN 13 8.7 8.7 100.0

Total 150 100.0 100.0

OCCUPATION

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid PETANI 30 20.0 20.0 20.0

BURUH 23 15.3 15.3 35.3

PEDAGANG 16 10.7 10.7 46.0

GURU 11 7.3 7.3 53.3

KARYAWAN 29 19.3 19.3 72.7

SUPIR/OJEK 20 13.3 13.3 86.0

WIRASWASTA 14 9.3 9.3 95.3

PENGANGGURAN 7 4.7 4.7 100.0

Total 150 100.0 100.0


97

EDUCATION

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sekolah 3 2.0 2.0 2.0

SD/Sederajat 26 17.3 17.3 19.3

SMP/Sederajat 24 16.0 16.0 35.3

SMA/Sederajat 75 50.0 50.0 85.3

D3 8 5.3 5.3 90.7

S1 14 9.3 9.3 100.0

Total 150 100.0 100.0

INCOME

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid < 500.000 42 28.0 28.0 28.0

500.000-750.000 23 15.3 15.3 43.3

750.000-1.000.000 55 36.7 36.7 80.0

1.000.000-2.000.000 30 20.0 20.0 100.0

Total 150 100.0 100.0


98

DESKRIPSI STATISTIK

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PFC 150 20.77 68.27 50.0000 8.85544

SELFESTEEM 150 26.20 67.56 50.0000 8.85521

SSQN 150 2.00 54.00 20.4867 8.44702

SSQS 150 3.07 59.98 50.0000 8.72195

Valid N (listwise) 150

KATEGORISASI

PFCSKOR

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid TINGGI 76 50.7 50.7 50.7

RENDAH 74 49.3 49.3 100.0

Total 150 100.0 100.0

SESKOR

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid TINGGI 78 52.0 52.0 52.0

RENDAH 72 48.0 48.0 100.0

Total 150 100.0 100.0


99

SSQNSKOR

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid TINGGI 83 55.3 55.3 55.3

RENDAH 67 44.7 44.7 100.0

Total 150 100.0 100.0

SSQSSKOR

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid TINGGI 86 57.3 57.3 57.3

RENDAH 64 42.7 42.7 100.0

Total 150 100.0 100.0

ANALISIS REGRESI

Model Summary

Change Statistics

R Adjusted Std. Error of R Square Sig. F


Model R Square R Square the Estimate Change F Change df1 df2 Change
a
1 .460 .212 .136 8.22995 .212 2.808 13 136 .001

a. Predictors: (Constant), OC7, SSQS, USIA, OC3, OC6, EDUCATION, OC5, SSQN, OC2, SELFESTEEM,
INCOME, OC4, OC1
100

b
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


a
1 Regression 2472.862 13 190.220 2.808 .001

Residual 9211.553 136 67.732

Total 11684.416 149

a. Predictors: (Constant), OC7, SSQS, USIA, OC3, OC6, EDUCATION, OC5, SSQN, OC2,
SELFESTEEM, INCOME, OC4, OC1

b. Dependent Variable: PFC

a
Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 37.211 7.009 5.309 .000

SELFESTEEM .071 .086 .071 .823 .412

SSQN .096 .086 .092 1.121 .264

SSQS .192 .085 .189 2.249 .026

USIA -.491 .463 -.089 -1.059 .291

EDUCATION -1.948 .724 -.257 -2.692 .008

INCOME 1.790 .712 .223 2.516 .013

OC1 -.422 3.290 -.019 -.128 .898

OC2 -1.231 3.281 -.050 -.375 .708

OC3 4.024 3.342 .141 1.204 .231

OC4 .549 2.991 .025 .184 .855

OC5 .115 3.339 .004 .034 .973

OC6 6.007 3.412 .198 1.761 .081

OC7 2.890 4.260 .069 .678 .499

a. Dependent Variable: PFC


101

UJI PROPORSI VARIANS


Change Statistics
Model R R Square F Df1 Df2 Sig. F Change
Square Change Change
1 .134a .018 2.715 1 148 .102
2 .243b .041 6.378 1 147 .013
3 .310c .038 5.965 1 146 .016
4 .318d .005 .846 1 145 .359
5 .357e .026 4.317 1 144 .039
6 .391f .026 4.399 1 143 .038
7 .460g .058 1.439 7 136 .195
a. Predictors: (Constant), Self esteem
b. Predictors: (Constant), Self esteem, Perceive
c. Predictors: (Constant), Self esteem, Perceive, Satisfaction
d. Predictors: (Constant), Self esteem, Perceive, Satisfaction, Usia
e. Predictors: (Constant), Self esteem, Perceive, Satisfaction, Usia, Education
f. Predictors: (Constant), Self esteem, Perceive, Satisfaction, Usia, Education, Income
g. Predictors: (Constant), Self esteem, Perceive, Satisfaction, Usia, Education, Income,
Occupation

Anda mungkin juga menyukai