Anda di halaman 1dari 164

v

PENGARUH PERSONALITY, SOCIAL SUPPORT


DANCHILDCARE RESPONSIBILITIES TERHADAP WORK-
LIFE BALANCE PEREMPUAN : GENDER ROLE ATTITUDE
SEBAGAI MODERATOR

TESIS

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Magister Psikologi (M.Psi)

Disusun oleh :

Putri Nuraini 21180700000027

MAGISTER PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


JAKARTA

1441 H/2020 M

v
vi

vi
vii

vii
viii

viii
v

Conflict is not always negative, it could bring better result than no


conflict. It depend on how you manage it.

-Unknow-

“Somoga selalu ada ruang-ruang bagi kita untuk terus belajar dan terus tumbuh bersama ilmu
pengetahuan. Pun juga semoga selalu ada ruang-ruang bagi kita untuk mensyukuri apa-apa yang
semesta beri.”

-Putri Nuraini-

PERSEMBAHAN :

Karya ini penulis persembahkan untuk orang-orang terkasih dalam hidup.

v
vi

ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi
B) Juni 2020
C) Putri Nuraini
D) Pengaruh Personality, Social Support, dan Childcare Responsibilities terhadap
Work-life Balance Perempuan: Gender Role Attitude sebagai Moderator.
E) xiv + 108 halaman + 14 lampiran
F) Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh personality, social support,
dan childcare responsibilities terhadap work-life balance perempuan yang
dimoderatori oleh gender role attitude. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
mengunakan teknik purposive sampling, dengan total sampel 220 pekerja
perempuan yang telah menikah di Jabodetabek. Skala Work/Nonwork
Interference and Enhancement, Mini-International Personality Item Pool (Mini-
IPIP), Gender Role Beliefs Scale (GRBS) dan Skala Social Support dikembangkan
oleh penulis digunakan untuk pengumpulan data. Analisis data menggunakan
multiple regression, Confirmatory Factor Analysis (CFA) dan modgraph. Hasil
uji hipotesis menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan personality,
social support dan childcare responsibilities terhadap work-life balance.
Kemudian terdapat empat variabel independen yang memiliki nilai koefisien
regresi signifikan yaitu neurocitism, opennes to experience, family support,
gender role attitude dan terdapat efek moderasi pada variabel neurocitism dan
family support.

G) Kata Kunci : work-life balance, personality, social support, childcare


responsibilities, gender role attitude.

H) Bahan bacaan :152; buku: 9 + jurnal 132 + disetasi : 2 + tesis : 2 + artikel : 6 +


youtube: 1

vi
vii

ABSTRACT

A) Faculty of Psychology
B) June 2020
C) Putri Nuraini
D) Effects of Personality, Social Support, and Childcare Responsibilities toward
Women's Work-life Balance: Gender Role Attitude as Moderator.
E) xiv + 108 pages + 14 appendix
F) This study aims to examine the effect of personality, social support, and
childcare responsibilities on women's work-life balance with gender role attitude
as a moderator. This study selected a sample of 220 married female workers in
Jabodetabek, using a purposive sampling technique. The Work/Nonwork
Interference and Enhancement Scale, Mini-International Personality Item Pool
(Mini-IPIP), Gender Role Beliefs Scale (GRBS) and Social Support Scale
developed by author, were used for data collection. Multiple regression,
Confirmatory Factor Analysis (CFA) and Modgraph were performed to analyze
the data. The finding of the results showed there is a significant influence of
personality, social support, and childcare responsibilities on work-life balance.
Then there are four independent variables with significant coefficient regression
values, that is neurocitism, opennes to experience family support, gender role
attitude and moderating effect on neurocitism and family support.
G) Keywords : work-life balance; personality; social support; childcare
responsibilities; gender role attitude.
H) Reference : 152; book : 9 + Journal 132 + dissertation : 2 + thesis : 2 + article
: 6 + youtube : 1

vii
viii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul:

Pengaruh Personality, Social Support, dan Childcare Responsibilities

terhadap Work-life Balance Perempuan: Gender Role Attitude sebagai

Moderator”. Salawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan

Nabi Besar Muhammad SAW. Dalam penyusunan tesis ini penulis

banyak mengalami hambatan, namun berkat bantuan, bimbingan dari

berbagai pihak tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada

kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih setulus-tulusnya

kepada :

1. Terimakasih penulis persembahkan untuk kedua orang tua yang

senantiasa memberikan dukungan kepada penulis, berkat doa mama dan

bapak, Alhamulillah penulis mampu dan bisa menyelesaikan pendidikan

ini tepat waktu. Terimakasih telah berusaha keras untuk merawat dan

mendidik hingga saat ini. Terimakasih atas kesempatan pendidikan

pendidikan yang diberikan semoga dengan ini penulis mampu menjadi

manusia yang bermanfaat bagi agama, diri dan orang banyak diluar

sana. Kesempatan pendiidkan ini menghidupi mimpi-mimpi penulis,

memeberikan penulis kesempatan dan bekal ilmu untuk hidup lebih

baik. Doakan ya ma, pa doakan dan ridhoi selalu ya perjalanan hidup

anakmu ini agar terus menjadi manusia yang baik dan bermanfaat.

viii
ix

Ucapan terimakasih penulis juga ucapkan kepada kakak dan

adiku tersayang, meskipun terkadang kita tidak selalu baik tapi penulis

percaya kita semua saling menguatkan dalam doa . Kalian semua amat

berarti bagi hidup saya.

2. Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta periode 2019-2023, beserta jajarannya.

3. Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si selaku pembimbing, terimakasih atas

waktu, tenaga, ilmu, nasehat dan bimbingannya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini dengan baik. Penulis mendapatkan banyak

masukan dan wawasan dari beliau.

4. Bapak Bambang Suryadi, Ph. D terimakasih atas waktu, tenaga, ilmu,

nasehat dan saran sehingga penulis dapat termotivasi dalam

menyelesaikan tesis. Dr. Gazi, M.Si selaku ketua program studi

magister UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekagus penasihat akademik

penulis selama menempuh perkuliahan.

5. Para dosen pengajar Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

atas ilmu, bimbingan, arahan dan motivasi selama kurang lebih empat

tahun perkuliahan.

6. Aji Wichaksono, terimakasih menjadi teman perjalanan, teman belajar,

berbagi suka dan duka. Terimakasih untuk tetap disini dan menjadi

ix
x

teman perjalanan hari dan nanti, banyak hal yang akan terus kita pelajari

bersama mas semoga kita siap dan mampu ya mas. Insya Allah.

6. Sahabat-sahabatku tercinta (Tina, Dila, Sasa, Tikah, Rifda, Adzilah,

Diah & Ica). Terimakasih atas waktu, tenanga, doa dan motivasi selama

ini.

8. Sahabat-sahabatku di OSIS SMAN 11 terkusus untuk Pitria, Dadi, Uwes,

Azmi terimakasih atas ilmu, pengalaman berharga dan kebersamaannya.

9. Teman-teman pengurus DEMA-F 2016-2017 dan 2017-2018 terimaksih

atas ilmu, kebesamaan dan pengalam berharga selam dua periode.

10. Seluruh mahasiswa magister psikologi UIN Jakarta angkatan 2018

Fakultas Psikologi.

11. Seluruh responden yang telah bersedia mengisi kuesioner dalam

penelitian ini, terimakasih banyak semoga Allah membalas kebaikan

kalian.

12. Kepada rekan, sahabat, saudara dan berbagai pihak yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu, penulis ucapkan banyak terimakasih atas

setiap bantuan dan doa yang diberikan.

Semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan kalian. Penulis

menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna

melengkapi segala kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan tesis


x
xi

ini. Penulis berharap tesis ini dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 08 Juni 2020

Penulis

xi
xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... . i

HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv

MOTTO ............................................................................................................. v

ABSTRAK ......................................................................................................... vi

ABSTRACT ....................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xv

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1


1.2. Batasan Masalah........................................................................................... 8
1.3. Rumusan Masalah ........................................................................................ 10
1.4. Tujuan Penelitian ......................................................................................... . 11
1.5. Manfaat Penelitian ....................................................................................... . 12

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1. Work-life Balance......................................................................................... 13

2.1.1 Dimensi Work-life Balance ................................................................ 24

2.1.2 Pengukuran Work-life Balance ........................................................... 26

2.1.3 Faktor Work-life Balance.................................................................... 28

2.2. Big Five Personality Traits .......................................................................... 35

xii
xiii

2.2.1 Dimensi Big Five Personality Traits .................................................. 37

2.2.2 Pengukuran Big Five PersonalityTraits ............................................. 38

2.3 Social Support ............................................................................................... 39

2.3.1 Sumber Social Support ....................................................................... 40

2.3.2 Jenis Social Support ........................................................................... 41

2.3.3. Pengukuran Social Support ............................................................... 41

2.4 Gender Role Attitude .................................................................................... 44

2.4.1 Dimensi Gender Role Attitude............................................................ 41

2.4.2. Pengukuran Gender Role Attitude ..................................................... 44

2.5. Generasi Milenial ......................................................................................... 45

2.6. Kerangka Berfikir......................................................................................... 46

2.7. Hipotesis....................................................................................................... 54

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .................................... 56

3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .............................................. 56

3.3. Instrumen Pengumpulan Data ...................................................................... 61

3.3.1. Skala Work-life Balance .................................................................... 61

3.3.2. Skala Big Five Personality Traits...................................................... 63

3.3.3 Skala Social Support ........................................................................... 64


3.3.4 Skala Gender Role Attitude ................................................................ 66
3.4. Uji Validitas ................................................................................................. 66
3.4.1 Uji Validitas Work-life Balance ......................................................... 69

3.4.2 Uji Validitas BigFive Personality Traits ............................................ 70

3.4.3 Uji Validitas Social Support .............................................................. 72

3.4.3.1 Uji Validitas Familiy Support .............................................. 73

xiii
xiv

3.4.3.2 Uji Validitas Friend Support ............................................... 74

3.4.3.3 Uji Validitas Husband Support ............................................ 75

3.4.4 Uji Validitas Gender Role Attitude ..................................................... 76

3.5.Teknik Analisis Data ..................................................................................... 77


3.6. Prosedur Penelitian ...................................................................................... 81

BAB IV HASIL PENELITIAN


4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ............................................................. 83

4.2 Hasil Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ............................................... 84

4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian .......................................................... 85

4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian ....................................................................... 87

4.4.1.Analisis Regresi Variabel Penelitian ................................................. 87

4.4.2.Pengujian Proporsi Varian IV terhadap DV ....................................... 93

4.4.3.Koefisien Regresi Variabel Moderator ............................................... 95

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN


5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 101

5.2 Diskusi ......................................................................................................... 101

5.3 Saran ............................................................................................................. 108

5.3.1. Saran Teoritis ..................................................................................... 108

5.3.2. Saran Praktis ..................................................................................... 110

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 111

LAMPIRAN …………………………………………………………………. 124

xiv
xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue Print Skala Work-life Balance ................................................... 61

Tabel. 3.2 Blue Print Skala Big-five Personality ................................................ 63

Tabel 3.3 Blue print Skala Social Support .......................................................... 64

Tabel 3.4 Blue print Skala Gender Role Attitude ................................................ 66

Tabel 3.5 Muatan Faktor Wor k-life Balance ...................................................... 69

Tabel 3.6 Muatan Faktor Big-five Personality .................................................... 71

Tabel 3.7 Muatan Faktor Family Support ........................................................... 73

Tabel 3.8 Muatan Faktor Friend Support ........................................................... 74

Tabel 3.9 Muatan Faktor Husband Support ........................................................ 75

Tabel 3.10 Muatan Faktor Gender Role Attitude ................................................ 77

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Data Demografi ............... 83

Tabel 4.2 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian .............................................. 85

Tabel 4.3 Norma Kategorisasi Skor Variabel ..................................................... 86

Tabel 4.4 Skor Kategorisasi ............................................................................... 86

Tabel 4.5 Model Summary Analisis Regresi ...................................................... 88

Tabel 4.6 Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV .................................. 88

Tabel 4.7 Koefisisen Regresi ............................................................................. 89

Tabel 4.8 Model Summary Proporsi Varians Tiap IV terhadap DV................... 93

Tabel 4.9 Koefisien Regresi Variabel Moderator ............................................... 95

Tabel 4.10 Koefisien Regresi Neurocitsm X Gender Role Attitude.................... 96

Tabel 4.11 Koefisien Regresi Opennes X Gender Role Attitude ....................... 98

Tabel 4.12 Koefisien Regresi Family Support X Gender Role Attitude ............ 99

xv
xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ............................................................... 54

Gambar 4.1 Interaksi Variabel Neurotism X Gender Role Attitude.................... 97

Gambar 4.2 Interaksi Variabel Family Support X Gender Role Attitude ........... 99

xvi
xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil CFA ....................................................................................... 124

Lampiran 2 Hasil Uji Regresi dan Interaksi Variabel Moderator Tabel ............. 136

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian ....................................................................... 140

xvii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Partisipasi perempuan dalam angkatan kerja telah menjadi fenomena global dan

memberikan manfaat ekonomi yang sangat besar bagi organisasi dan negara.

Merujuk data World Bank tahun (2020), sebanyak 53,2% perempuan Indonesia

berpartisipasi dalam angkatan kerja. Kemudian menurut data Badan

Ketenagakerjaan Indonesia dalam buku Statistik Gender Tematik: Profil

Generasi Milenial Indonesia (2018) sebanyak 55,50% atau setara dengan 69,850

juta perempuan berpartisipasi dalam angkatan kerja. Angka ini akan terus

bertambah mengingat saat ini perempuan telah memperoleh kesempatan

pendidikan dan lapangan kerja yang setara dengan laki-laki. Ada sejumlah alasan

mengapa perempuan bekerja antara lain untuk membangun karir dan memberikan

dukungan finansial bagi keluarga (Gupta, 2016). Selain itu, dengan bekerja

perempuan akan terlibat dalam pengambilan keputusan, meningkatkan kualitas

hidup, kedudukan sosial, dan meningkatkan kompetensi (Cleveland et al., 2000).

Kehadiran perempuan dalam angkatan kerja kemudian memunculkan

banyak kajian seputar karir perempuan. Tren dan isu yang banyak diteliti oleh

peneliti baik di luar negeri maupun di dalam negeri adalah promosi jabatan (Allui

& Kamaludin, 2017; Saleem et al., 2017), glass ceiling (Gupta, 2018; Naseer, et

1
2

al., 2017; Subramaniam, et al., 2016), gender equality (Fibrianto, 2016; Mardiah

& Zulhaida, 2018; Naseer, et al., 2017; Osituyo, 2017), sexual harassment

(Dwiyanti, 2014; Keplinger, et al., 2019; Sharma, 2017) dan work-life balance

(Gupta, 2016; Sharma & Sudhesh, 2018; Vasumathi, 2018).

Namun disisi lain, kehadiran perempuan dalam angkatan kerja

menciptakan tantangan dan masalah tersendiri terutama bagi perempuan yang

telah menikah. Perempuan pekerja yang telah menikah sering kali mengalami

konflik peran karena mungkin sebagian besar perempuan memainkan banyak

peran. Perempuan tidak hanya memiliki peran di tempat kerja mereka juga

memiliki peran di rumah. Terlebih dalam budaya timur, dimana perempuan sangat

terlibat dalam tanggung jawab rumah tangga. Lebih Duxbury dan Higgins

(dalam Mayangari & Amalia, 2018) menyatakan bahwa partisipasi perempuan

dalam angkatan kerja memberikan beban ganda pada dirinya sebagai seorang

perempuan. Dimana ia berkomitmen dalam pekerjaan mereka seperti laki-laki dan

dalam waktu yang bersamaan juga harus memprioritaskan perannya dalam

keluarga sebagai ibu rumah tangga. Kondisi seperti ini terkadang membuat

perempuan kesulitan dalam menyeimbangkan diri antara tanggung jawab sebagai

pekerja dan ibu rumah tangga. Kemudian menurut Sheryl Ziegler, Psy.D dalam

(“Tantangan sehari-hari ibu bekerja”, 2019) menyatakan bahwa perempuan

bekerja mengalami banyak tantangan dan sering kali merasa gagal menjadi ibu

yang baik karena sibuk bekerja. Kemudian masalah lain yang muncul adalah

kurangnya waktu tidur, sering kali terlambat masuk kantor, dan kurang waktu

untuk diri sendiri atau “me time”.


3

Senada dengan hal tersebut hasil penelitian Atiq, et al., (2017) mengemukakan

bahwa ketika individu lebih banyak menghabiskan waktu di tempat kerja maka

pasangan, anak-anak, fungsi dan kewajiban dalam keluarga dan waktu yang

dihabiskan bersama keluarga akan lebih sedikit dan hal ini terkadang

menciptakan masalah dalam keluarga yang berujung pada masalah pernikahan

yang serius dan mengakibatkan perceraian (Atiq, et al., 2017). Sebaliknya jika

individu lebih banyak menghabiskan waktu untuk kehidupan pribadinya maka

pekerjaan akan terabaikan dan pada akhirnya perempuan akan meninggalkan

pekerjaan dan karir mereka (Amanda, et al., 2012; Bryant & Constantine, 2006).

Selanjutnya hasil penelitian International Labour Organization (2016)

menyatakan bahwa salah satu masalah utama perempuan dalam bekerja adalah

menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan di luar pekerjaan.Senada dengan hal

itu, beberapa peneliti menyatakan bahwa perempuan lebih sulit dalam mengelola

keseimbangan antara tanggung jawab pribadi dan profesional dari pada pria (Atiq,

et al., 2017; Favero & Health, 2012).

Faktanya individu yang bekerja saat ini lebih menekankan pentingnya

keseimbangan kehidupan pribadi dan kehidupan pekerjaan terutama bagi generasi

milenial. Namun sejauh ini keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi

yang dicapai lebih rendah dari apa yang diinginkan (Meenakshi, et al., 2013).

Untuk mengatasi masalah ini penting bagi pekerja perempuan untuk

menyeimbangkan kehidupan pekerjaan dan pribadi, dalam kajian psikologi istilah

ini dikenal dengan work-life balance. Penelitian mengenai work-life balanceini

penting untuk dilakukan karena work-life balance memiliki dampak positif dan
4

negatif bagi individu dan organisasi. Individu dengan work-life balance yang baik

secara keseluruhan memiliki kualitas hidup yang lebih baik (Greenhaus et al.,

2003). Senada dengan hal tersebut Haar et al., (2014) menyatakan bahwa

keseimbangan kerja-kehidupan merupakan faktor kunci dalam meningkatkan

kepuasan hidup dan meningkatkan kesehatan mental di berbagai budaya. Selain

itu, work-life balance juga terbukti dapat meningkatkan kepuasan kerja yang lebih

tinggi. Kemudian individu dengan work-life balance memiliki psychosocial well-

being yang tinggi (Yang, et al., 2018) dan lingkungan yang memungkinkan

karyawan memiliki work-life balance akan memperkuat loyalitas dan

produktivitas karyawan (Meenakshi, et al., 2013).

Sementara individu dengan work-life balance yang buruk, akan berdampak

negatif pada kesehatan dan kesejahteraan karyawan, serta kinerja organisasi

(Beauregard & Henry, 2009; Shaffer, et al., 2016). Ketika organiasi tidak

mengembangkan strategi untuk menjaga keseimbangan pekerjaan dan kehidupan

pribadi maka organisasi lebih rentan kehilangan tenaga kerja yang berbakat (Harr,

dalam Shaikh et al., 2019). Selain itu, individu yang tidak memiliki work-life

balance mengalami stres yang lebih tinggi yang dapat menyebabkan niat turnover

yang lebih besar di antara karyawan (Kumara & Fasana, 2018; Smith & Gardner,

2007). Kemudian hasil penelitian Lunau, et al., (2014) menyatakan bahwa

individu yang memiliki work-life balance yang buruk memiliki lebih banyak

masalah kesehatan.

Work-life balance dipengaruhi berbagai faktor baik internal, maupun

eksternal. Faktor internal yang memengaruhi work-life balance antara lain;


5

personality (Gorsy & Panwar, 2016; Kaur, 2013; Kundnani & Metha, 2014;

Pandey, et al., 2018; Shaikh et al., 2019), persepsi dukungan keluarga (Linda &

Fitria, 2016; Puspitasari & Ratnaningsih, 2019; Russo, et al., 2015; Thakur &

Kumar, 2015), work engagement (Jaharuddin & Zainol, 2019; Kort, 2016;

Shaikh, et al., 2019), stress (Devi & Kanagalakshmi, 2015; Hsu, et al., 2019),

psychological well-being (Soin, 2011; Wilkinson, 2013), role conflict (Omar et

al., 2015; Suhaimi, et al., 2018; Vatharkar, 2017), emotional intelligence

(Kumarasamy et al., 2015), self-efficacy (Thakur & Kumar, 2015), turnover

intention (Jaharuddin & Zainol, 2019), persepsi dukungan di tempat kerja (Russo,

et al., 2015), psychological capital (Kole & Kurt, 2018) dan gender role

(Adachi, 2018).

Kemudian faktor eksternal yang memengaruhi work-life balance yaitu;

dukungan keluarga (Atiq, et al., 2017; Gupta, 2016; Khan & Sajidkirmani, 2018;

Padma & Reddy, 2013), social support (Annink, 2017; Murphy, et al., 2007),

childcare responsibilities (Frankenhaeuser, et al dalam Poulose & Sudarsan,

2014), supervisor support dan co-worker support (Wong, et al., 2017), jam kerja

(Hsu, et al., 2019), sosial media (Sharma & Sudhesh, 2018), organizational

support (Atiq, et al, 2017), flexible working arrangement (Wong, et al., 2017),

transformational leadership (Linda & Fitria, 2016), workload (Omar, et al., 2015;

Suhaimi, et al., 2018).

Dari sekian banyak faktor internal yang memengaruhi work-life balance

peneliti fokus pada faktor personality. Beberapa hasil penelitian juga menujukan

bahwa personality memberikan kontribusi besar terhadap work-life balance,


6

antara lain yaitu hasil penelitian Kaur (2013) menyatakan bahwa dimensi

extroversion memberikan kontribusi sebesar 15% terhadap work-life balance.

Selanjutnya hasil penelitian Pandey, et al., (2018) menyatakan bahwa big-five

personality memberikan kontribusi sebesar 60.4% terhadap work-life balance.

Namun hasil penelitian mengenai pengaruh personality terhadap work-life

balance belum konklusif, terdapat beberapa hasil penelitian yang menyatakan

bahwa personality terbukti memengaruhi work-life balance secara signifikan

(Gorsy & Panwar, 2016; Kaur, 2013; Kundnani & Metha, 2014; Pandey, et al.,

2018), kemudian hasil penelitian lain menyatakan bahwa personality tidak

memengaruhi work-life balance secara signifikan (Shaikh, et al., 2019).

Menurut Kundnani dan Metha (2014) kepribadian memengaruhi persepsi

keseimbangan pada setiap individu. Sifat kepribadian yang berbeda kemungkinan

individu untuk mengatasi work-life balance dengan cara yang berbeda (Crooker,

et al., 2002). Selain itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut pengaruh

personality terhadap work-life balance dalam konteks Indonesia mengingat di

Indonesia memiliki nilai serta budaya yang berbeda, menurut Triandis dan Suh

(2002) perbedaan budaya dapat memengaruhi perkembangan kepribadian

seseorang.

Selain itu, peneliti juga mengkaji faktor social support dari aspek

eksternal. Meskipun sudah ada penelitian yang mengkaji mengenai faktor ini

Annink, 2017; Murphy, et al., 2007), namun penelitian terdahulu hanya fokus

meneliti pada satu sumber dukungan saja misalnya dukungan suami, sementara

dalam penelitian ini digunakan berbagai sumber dukungan seperti dukungan


7

keluarga, teman dan suami. Sumber dukungan keluarga yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah dukungan yang berasal dari keluarga besar seperti orang tua

dan kerabat. Selain itu penelitian mengenai social support dan work-life balance

sebelumnya masih terbilang sedikit sehingga penting untuk dilakukan penelitian

lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh social support terhadap work-life

balance.

Social support merupakan sumber daya yang dianggap dapat berkontribusi

pada work-life balance (Schieman, et al; Thompson & Prottas dalam Annink,

2016). Senada dengan hal tersebut dukungan sosial juga sangat penting untuk

meningkatkan kemampuan keseimbangan kerja, menurut Greenhaus dan

Parasuraman; Seers, et al (dalam Murphy, et al., 2007) dukungan sosial dapat

membantu mengurangi konflik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dengan

mengurangi tuntutan waktu dan stress.

Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini kita masih hidup dalam

kepercayaan-kepercayaan tradisional, bahkan menurut Zhou (dalam Adachi,

2018) budaya dan praktik tradisional tidak hanya memengaruhi generasi pekerja

saat ini, tetapi juga akan memengaruhi generasi mendatang. Masyarakat memilah-

milih peran yang pantas untuk laki-laki dan perempuan atau yang lebih dikenal

dengan sebutan gender role atau peran gender. Peran gender ini merupakan hasil

dari interaksi antara individu dan lingkungan mereka, dan memberikan individu

gambaran bagaimana berperilaku sesuai dengan jenis kelamin (Blackstone, 2003).


8

Dalam penelitian ini, penulis tertarik untuk meneliti gender role attitude

atau sikap peran gender perempuan pekerja, karena menurut hasil penelitian yang

dilakukan oleh Adachi (2018) menyatakan bahwa individu yang memiliki sikap

peran gender modern memiliki rencana alokasi waktu untuk pekerjaan dan

kehidupan pribadi yang lebih seimbang. Meskipun sudah ada penelitian yang

mengkaji faktor ini, namun penelitian ini masih terbilang sangat sedikit dan

penelitian yang dilakukan merupakan penelitian survei sehingga peneliti tertarik

untuk mengeksplorasi lebih lanjut mengenai pengaruh gender role terhadap work-

life balance dan sejauh mana sikap peran gender ini memengaruhi personality dan

social support.

Berdasarkan fenomena dan kajian literatur terdahulu yang telah diuraikan

menunjukan bahwa perlu adanya penelitian mengenai work-life balance

perempuan agar perempuan dapat mencapai kesuksesan dalam karirnya tanpa

mengabaikan tugas dan tanggung jawab perannya sebagai perempuan. Dengan

demikian, peneliti tertarik untuk melihat “Pengaruh Personality, Social Support

dan Childcare Responsibilities terhadap Work-life Balance Perempuan :Gender

Role Attitude sebagai Moderator.

1.2. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, penulis membatasi ruang lingkup

masalah penelitian ini pada pengaruh variabel bebas (personality, social support,
9

childcare responsibilities dan gender role attitude) terhadap variabel terikat

(work-life balance). Adapun batasan tiap variabel adalah :

1. Work-life balancemerupakan proses yang dilakukan individu dalam membagi

waktu antara pekejaan dan kegiatan di luar pekerjaan dimana di dalamnya

terdapat gangguan dan peningkatan yang mencakup empat aspek utama yaitu

waktu, perilaku, ketegangan dan energi untuk mencapai kepuasan kerja dan

kehidupan pribadi (Fisher et al., 2009)

2. Big five personality trait merupakan kepribadian yang tersusun dalam lima

domain kepribadian untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian individu.

Lima trait tersebut yaitu: extraversion, agreeableness, neurocitism, opennes to

experience dan conscientiousness (Costa & McCrae, 1992).

3. Social support merupakan persepsi mengenai dukungan yang bersumber dari

orang terdekat individu yaitu; keluarga, teman, dan seseorang yang spesial

(Zimet, Dahlem, Zimet & Farley, 1988).

Social support adalah hubungan interpersonal dimana individu menerima

informasi, perhatian emosional, penilaian dan bantuan instrumental. Hubungan

ini memberikan manfaat emosional atau dampak perilaku untuk membantu

individu dalam mengatasi masalahnya (House dalam Desiningrum, 2010).

4.Gender role didefinisikan sebagai keyakinan perspektif tentang perilaku yang

pantas untuk laki-laki dan perempuan (Kerr & Holden, 1996).


10

5. Perempuan pekerja yang telah menikah dan lahir antara tahun 1980-2000 atau

yang lebih dikenal dengan generasi milenial di daerah Jabodetabek.

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis

mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan personality, social support dan childcare

responsibilities terhadap work-life balance?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan personality (agreeableness,

neurocitism,opennes to experience, conscientiousness, extraversion) terhadap

work-life balance?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan social support (family support, friend

support, husband support) terhadap work-life balance?

4. Apakah ada pengaruh signifikan gender role attitude terhadap work-life

balance?

5. Apakah ada pengaruh yang signifikan personality (agreeableness, neurocitism

,opennes to experience, conscientiousness, extraversion) yang dimoderatori

oleh gender role attitude terhadap work-life balance?


11

6. Apakah ada pengaruh yang signifikan social support (family support, friend

support, husband support) yang dimoderatori oleh gender role attitude

terhadap work-life balance?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh varaibel independen terhadap

variabel dependen. Sehingga tujuan dan manfaat dalam penelitian ini berkaitan

erat dengan pernyataan penelitian, yaitu:

1. Mengetahui pengaruh personality, social support dan childcare responsibilities

terhadap work-life balance.

2. Mengatahui pengaruh personality (agreeableness, neurocitism,opennes to

experience, conscientiousness, extraversion) terhadap work-life balance.

3. Mengetahui pengaruh social support (family support, friend support,

husbandsupport) terhadap work-life balance.

4. Mengetahui pengaruh gender role attitude terhadap work-life balance.

5. Mengatahui pengaruh personality (agreeableness, neurocitism,opennes to

experience, conscientiousness, extraversion) yang dimoderatori oleh gender

role attitude terhadap work-life balance.


12

6. Mengathui pengaruh social support (family support, friend support, husband

support) yang dimoderatori oleh gender role attitude terhadapwork-life

balance.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari peneltian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan daapat meberikan sumbangan literature yang

bermanfaat pada dunia psikologi untuk penelitian-penelitian selanjutnya

khususnya penelitian yang berkaitan dengan work-life balance pada

perempuan.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong minat mahasiswa yang

berkecimpung dibidang psikologi untuk melakukan penelitian mengenai work-

life balance. Selain itu hasil penelitian ii juga dapat dijadikan panduan untuk

program work-life balance dan memotivasi pekerja perempuan untuk sukses

dalam pekerjaan sekaligus dapat menjalankan perannya dengan baik diluar

pekerjaan.
13

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Teoritik Work-life Balance

Di Amerika Serikat pada tahun 1986, istilah keseimbangan kehidupan-kerja

pertama kali digunakan untuk membantu menjelaskan tren orang yang

menghabiskan lebih banyak waktu untuk tugas-tugas yang berkaitan dengan

pekerjaan dan mengalokasikan lebih sedikit waktu untuk aspek-aspek lain dari

kehidupan mereka (Smith, 2010). Menariknya program work/life sudah ada sejak

tahun 1930-an. Kebijakan tersebut ditetapkan organisasi untuk tujuan

meningkatkan kinerja karyawan secara efisien dan memberikan fleksibilitas untuk

menangani masalah pribadi dan keluarga (Meenakshi, et al., 2013).

Grzywacz dan Zivnuska (dalam Moshoeu, 2017) menjelaskan bahwa

konsep work-life balance ini sendiri kurang jelas sehingga menciptakan

kebingungan dan menyulitkan pengembangan model teoritis untuk memahami

antara aktivitas pekerjaan dan kehidupan pribadi. Istilah "keseimbangan", "kerja"

dan "hidup"sendiri rumit dan sulit untuk didefinisikan karena terlalu banyak

interpretasi dan kurangnya konstruk terukur tunggal yang dapat digunakan untuk

menilai keberadaan dan penggunaan praktik yang bermanfaat yang dapat

berdampak positif bagi kehidupan karyawan di dalam organisasi (McMillian, et

al, 2011).

13
14

Untuk mengurangi kebingungan Guest (2002) menyarankan agar definisi dibagi

menjadi beberapa bagian setiap kata. Menurut Guest (2002), istilah kerja

menunjukkan pekerjaan yang dibayar serta kegiatan lain seperti waktu sehari-hari

untuk bepergian dari rumah ke tempat kerja. Kemudian dalam kamus APA

Dictionary of Psychology (2015) kerja adalah aktivitas fisik, mental atau

emosional yang diarahkan untuk menyelesaikan tugas atau mengubah input dalam

bentuk fisik, informasi dan sumber daya lainnya menjadi barang atau jasa. Selain

itu kerja juga diartikan sebagai tugas yang berkaitan dengan mencari nafkah.

Bekerja memiliki makna mendalam bagi seseorang, hal tersebut menjadi

alasan mengapa orang menghabiskan sebagian besar hidup mereka di tempat kerja

(Rothmann & Welsh, 2013) terlepas dari nilai tambah seperti pertumbuhan dan

pengembangan pribadi atau jabatan yang dicapai dalam pekerjaan. Sementara

istilah kehidupan menggambarkan kegiatan yang membuat individu merasa

senang dan puas ketika berada di luar lingkungan kerja. Istilah kehidupan

kemudian diperluas dengan menambahkan “diri” sebagai pelengkap domain kerja

dan keluarga.“Diri” mengacu pada individualitas dari karakteristik individu

seperti minat pribadi, hobi dan waktu yang dihabiskan untuk kepentingan pribadi

di luar ranah domestik atau keluarga dan wilayah kerja (Demerouti, 2012).

Guest (2002) mendefinisikan keseimbangan kehidupan dan pekerja

sebagai istilah objektif dan subyektif. Istilah objektif adalah di mana ukuran

keseimbangan kehidupan dan pekerjaan berkaitan dengan konsekuensi dari

perilaku seperti waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan atau domain lain,

sedangkan subjektif mengukur yang berkaitan dengan persepsi individu tentang


15

keseimbangan antara pekerjaan mereka dan aspek kehidupan lainnya.

Peningkatan penerimaan partisipasi dalam berbagai peran dianggap

menguntungkan dan telah memunculkan beberapa teori seperti spillover,

compensation, facilitation, enhancement, enrichment, dan border. Konsep-konsep

ini digunakan untuk menjelaskan hubungan psikologis yang memungkinkan

individu untuk mengambil manfaat dari peran kerja dan keluarga (Hanson, et al.,

2006). Adapun teori-teori tersebut yaitu:

a. Spillover- dapat dijelaskan sebagai proses di mana pekerjaan dan keluarga

saling mempengaruhi (Edwards & Rothbard, 2000). Terdapat dua jenis

spillover, jenis afektif dan instrumental. Spillover affective didefinisikan

sebagai suasana hati atau sikap yang terkait dengan pekerjaan dibawa ke rumah

atau suasana hati atau sikap yang terkait dengan keluarga di bawa dalam

pekerjaan (Illies, et al, 2009). Sementara itu spillover instrumental merupakan

keterampilan dan perilaku spesifik yang dibawa dari satu domain ke domain

lain dan yang menghasilkan konsekuensi positif atau negatif (Edward &

Rothbard, 2000; Greenhaus & Beutell, 1985).

b.Compensation- teori kompensasi keseimbangan pekerjaan dan kehidupan

menggambarkan upaya untuk menangkal pengalaman tidak konstruktif dalam

satu domain melalui peningkatan upaya di domain lain untuk pengalaman

optimis. Misalnya pekerja yang tidak puas mereka akan lebih berfokus pada

keluarga daripada pekerjaanatau pekerja yang puas yang lebih fokus pada

pekerjaan tetapi mengorbankan kehidupan keluarga, individu mendistribusikan


16

kembali minatnya untuk puas agar dapat menerima kesulitan yang lain.

(Edwards & Rothband, 2000).

Kompensasi ini terdiri dari dua kategori yaitu kategori tambahan dan

reaktif. Dimana kompensasi tambahan terjadi ketika individu mengubah

pencarian mereka dari peran yang tidak memuaskan menjadi sesuatu yang

berpotensi lebih memuaskan untuk pengalaman yang sangat berharga.

Sementara kompensasi reaktif mencerminkan tindakan individu untuk

memperbaiki pengalaman negatif dalam satu peran dengan mencari

pengalaman positif dalam peran lainnya, seperti terlibat dalam rekreasi setelah

hari yang melelahkan di tempat kerja (Zedeck & Mosier dalam Kumar &

Janakiram, 2017). Adanya hubungan yang kontradiktif antara pekerjaan dan

kehidupan, sehingga individu membuat upaya untuk memuaskan kekosongan

dari satu bidang dengan kepuasan dari yang lain (Clark, 2000).

c. Work-family facilitation- merupakan sejauh mana keterlibatan individu dalam

satu domain (pekerjaan atau rumah) memberikan efek yang menguntungkan

untuk meningkatkan fungsi domain lain. Sementara itu menurut De Klerk, et

al., (2013) fasilitasi pekerjaan-keluarga adalah sejauh mana partisipasi di

tempat kerja atau keluarga menjadi lebih mudah berdasarkan pengalaman,

keterampilan dan peluang yang diperoleh atau dikembangkan di keluarga atau

pekerjaan. Deskripsi ini mencerminkan sinergi antara pekerjaan dan kehidupan

keluarga, dan ini menunjukkan potensi peningkatan kinerja. Menurut Frone

(dalam Moshoeu, 2017) fasilitas merupakan sejauh mana partisipasi di tempat


17

kerja (atau rumah) dibuat lebih mudah berdasarkan pengalaman, keterampilan

dan peluang yang diperoleh atau dikembangkan di rumah atau pekerjaan.

d. Work-family enrichment– sejauh mana pengalaman dalam satu peran (kerja atau

keluarga) meningkatkan kualitas peran lain. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa enrichment terjadi ketika perolehan sumber daya yang dihasilkan dalam

satu peran meningkatkan atau mempengaruhi kinerja peran lain (Greenhause &

Powell, 2006; McMillan, et al., 2011; Rantanen, et al., 2013). Greenhause dan

Powell (2006) menggambarkan sumber daya sebagai aset yang dapat

digunakan untuk menyelesaikan masalah atauatau mengatasi situasi yang

menantang. Mereka juga mengidentifikasi dua jalur berbeda di mana sumber

daya dapat dicapai, yang akanmembantu dalam mempromosikan work-family

enrichment. Jalur instrumental adalah ketika karyawan merasa bahwa

keterlibatan keluarga mereka telah mempersiapkan mereka dengan sumber

daya yang diperlukan untuk menangani kolega, atau bahwa sumber daya itu

telah membantu mereka tampil lebih baik di tempat kerja. Sementara itu jalur

afektif memfasilitasi work-family enrichment secara tidak langsung melalui

suasana hati dan pengaruh emosi (Carlson, et al., 2006).

e. Work-family enhancement- dianggapsebagai definisi paling inklusif dan

komprehensif dari sisi positif dari domain pekerjaan-rumah, bahwa

pengalaman, suasana hati yang positif dan keterampilan tidak hanya transfer,

tetapi diterapkan untuk lebih meningkatkan kinerja domain lain. Partisipasi

individu dalam berbagai peran dapat meningkatkan energi mereka melalui

peningkatan harga diri, identitas sosial, sumber daya, dan penghargaan yang
18

membantu individu mengelola berbagai tuntutan yang diberikan padanya

(McMillan, et al., 2011). Keterlibatan dalam berbagai peran memberikan

sejumlah manfaat yang mungkin lebih besar yang mengarah pada kepuasan dan

terbebas dari stress (Carlson, et al., 2006; Wayne, et al., 2007). Ini

menunjukkan bahwa sumber daya, pembelajaran, peluang, dan dukungan

dalam domain pekerjaan atau rumah dapat digunakan untuk meningkatkan

fungsi psikologis seseorang dalam domain rumah atau pekerjaan.

f. Work-family border theory- Clark (2000) memperkenalkan konsep work-family

boundary theory secara teoretis untuk membahas bagaimana perbatasan

pekerjaan dan keluarga dipisahkan dalam hal waktu, lokasi, dan individu. Teori

ini berguna untuk mengeksplorasi bagaimana individu mengelola dan

berkompromi dengan pekerjaan dan keluarga serta batas diantara keduanya

untuk mencapai keseimbangan (Clark, 2000; Donald & Linington, 2008) dan

konflik yang rendah antara pekerjaan dan keluarga. Prinsip ini sangat berguna

dalam memahami bagaimana keseimbangan kehidupan kerja dilakukan oleh

individu.

Ketika pandangan ini sangat terintegrasi maka batas antara domain ini

akan kabur, kaburnya batas ini menyiaratkan kegagalan untuk membedakan

antara aktivitas pekerjaan dan aktivitas di rumah akan menimbulkan konflik

pekerjaan dan keluarga. Teori ini dikembangkan karena kelemahan teori

spillover dan compensation. Teori spillover dan compensation dianggap tidak

cukup menjelaskan, memprediksi dan membantu memecahkan masalah yang

dihadapi oleh individu dalam menyeimbangkan tanggung jawab pekerjaan dan


19

keluarga (Clark, 2000). Teori bordermenganggap individu sebagai border

crossers yang sebagian mampu membentuk lingkungan tempat mereka berada

dan menegosiasikan perbatasan antara keluarga dan domain rumah merekauntuk

mencapai keseimbangan antara domain dan memungkinkan mereka untuk

mengendalikan hidup mereka.

Perbatasan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan telah diidentifikasi

menjadi tiga jenis; batas temporal, fisik dan psikologis (Clark, 2000). Batas

temporal mengacu pada waktu aktual dimana aktivitas kerja vs aktivitas pribadi

berlangsung.Batas fisik merujuk ke lokasi aktual di mana kegiatan pribadi dan

pekerjaan berlangsung. Terakhir, batas psikologis dapat ditandai dengan persepsi

yang terkait dengan kegiatan pekerjaan dan peran rumah. Clark, 2000).

Misalnya, batas psikologis dapat dirujuk ke interpretasi karyawan untuk

menghadiri pertemuan terkait pekerjaan di malam hari sebagai kegiatan sosial

dengan teman-teman dari tempat kerja. Teori ini menyatakan bahwa konflik

akanlebih sedikit dialami ketika seorang individu mengelola pekerjaan dan non-

kerja secara terpisah(Pradhan, 2016).

g. Model Effort-Recovery (E-R) secara teori dikembangkan oleh Meijman dan

Mulder (dalam Moshoeu, 2017) untuk menjelaskan aspek psikologis dari beban

kerja. Menrut Demerouti, et al (dalam Moshoeu, 2017) model ini dianggap

sebagai contoh yang paling sering digunakan dari mekanisme interaksi pekerjaan

dan keluarga yang menggambarkan pekerjaan dan kehidupan pribadi dapat

berinteraksi. Tuntutan yang tinggi dari satu domain tidak akan memiliki efek
20

kesehatan yang merugikan pada domain lain selama proses pemulihannya cukup

(Van Aarde & Mostert, 2008).

Tuntutan yang tinggi dan pemulihan yang tidak mencukupi dalam jangka

panjang dapat menghasilkan reaksi beban negatif (Demerouti, et al., 2004; Taris et

al., 2006) dan lebih lanjut Geurts, et al (dalam Moshoeu, 2017) menjelaskan

bahwa dampak negatif ini akan memeberikan dampak yang serius terhadap

kesehatan dan kesejahteraan. Waktu di luar pekerjaan adalah sumber daya penting

karena untuk sementara waktu membebaskan karyawan dari pekerjaan mereka

dan memberikan mereka kesempatan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan lain

di luar lingkungan kerja (Hobfoll, 2002).

Ketika karyawan tidak dapat menemukan keseimbangan dalam pekerjaan

dan kehidupan di luar pekerjaan, mereka mengalami konflik antar-peran. Dalam

literatur work-life balance, konflik ini didefinisikan sebagai gangguan antara

pekerjaan dan keluarga atau peran pribadi yang menciptakan ketegangan atau

masalah bagi individu. Konflik pekerjaan dan keluarga didefiniskan sebagai

konflik antar peran dimana tekanan pekerjaan dan tekanan keluarga tidak

kompatibel (Greenhaus & Beutell, 1985). Konflik pekerjaan dan keluarga

sekarang dikonseptualisasikan menjadi dua dimensi yaitu pekerjaan yang

menganggu keluarga dan sebaliknya (Frone, et al, 1992). Tiga jenis konflik

keluarga kerja diidentifikasi dan dipelajari oleh Greenhaus dan Beutell (1985). Ini

adalah konflik berbasis waktu, konflik berbasis ketegangan dan konflik berbasis

perilaku.
21

1. Time based conflict- berdasarkan kerangka kerja-keluarga hambatan yang

paling banyak antara domain kerja dan keluarga adalah waktu (Staines &

O'Connor, 1980). Greenhaus dan Beutell (1985) membagi konflik

berbasis waktu menjadi dua bentuk. Pertama karena tekanan waktu yang

terlibat dalam satu peran, secara fisik menjadi tidak mungkin untuk

memenuhi tuntutan waktu dari peran lain dan kedua, meskipun secara

fisik hadir dan berusaha untuk memenuhi tuntutan satu domain, namun

pikiranya sibuk dengan domain lain.

2. Strain based conflict- ketegangan terjadi ketika gejala psikologis

(kecemasan, kelelahan, dan mudah tersinggung) yang dihasilkan oleh

pekerjaan atau keluarga menganggu peran lain sehingga sulit untuk

memenuhi tanggung jawab peran tersebut.

3. Behaviour based conflict - terjadi ketika perilaku yang diharapkan atau

sesuai dalam peran keluarga dianggap tidak berfungsi atau tidak sesuai di

tempat kerja. Misalnya gaya kerja tegas seorang karyawandapat

menciptakan suasana ketegangan ketika ditampilkan di rumah

(Greenhaus & Beutell, 1985).

Keseimbangan kehidupan kerja adalah tingkat di mana seorang individu dapat

secara bersamaan menyeimbangkan tuntutan emosional, perilaku dan waktu

antara pekerjaan, keluarga dan tugas pribadi. Konflik antara pekerjaan dan

kehidupan muncul ketika keterlibatan dalam satu bidang, seperti pekerjaan,

keluarga atau kehidupan pribadi mengganggu keterlibatan dalam bidang lainnya.


22

Dalam arti luas work-life balance didefinisikan sebagai kesesuaian antara peran

ganda seseorang dalam kehidupan (Hudson dalam Mani, 2013). Keseimbangan

kehidupan kerja dalam bahasa yang sederhana mengacu pada manajemen yang

efektif antara kehidupan pribadi dan profesional sesuai dengan kebutuhan mereka.

Menurut Meenakshi, et al (2013) keseimbangan kehidupan dan pekerjaan adalah

bagaimana individu menciptakan dan mempertahankan pekerjaan yang

mendukung dan sehat.

Terdapat banyak tokoh yang mendefinisikan work-life balance menurut

Mark dan MacDermin (1996) mendefinisikan keseimbangan kehidupan dan kerja

sebagai keterlibatan individu secara penuh dalam setiap peran baik dalam

pekerjaan maupun kehidupan pribadi. Selanjutnya Clark (2001) mendefinisikan

keseimbangan kerja dan keluarga sebagai kepuasan dan fungsi yang baik di

tempat kerja dan di rumah dengan konflik peran minimal. Kemudian Greenhaus

et al., (2003) menyatakan bahawa definisi keseimbangan yang telah dikemukakan

para ahli tidak sepenuhnya konsisten satu sama lain dan dampak keseimbangan

pekerjaan dan keluarga terhadap kesejahteraan individu belum ditetapkan dengan

kuat. Menurut Greenhaus, et al., (2003) keseimbangan kerja-keluarga terkait

dengan sejauh mana individu terlibat dan puas dengan perannya dalam pekerjaan

dan keluarga.

Keterlibatan peran di bagi lagi menjadi elemen waktu dan keterlibatan

psikologis. Greenhaus, et al., (2003) membaginya menjadi tiga komponen;

keseimbangan waktu dimana jumlah waktu untuk pekerjaan dan peran keluarga

sama; keterlibatan yang seimbang dimana tingkat keterlibatan antara pekerjaan


23

dan keluarga sama; kepuasan yang seimbang yaitu tingkat kepuasan dengan peran

dalam pekerjaan dan keluarga sama. Selanjutnya menurut Grzywacz dan Carlson

(2007) keseimbangan kehidupan kerja dan keluarga sebagai pemenuhan harapan

terkait peran yang disepakati dan dibagikan di ranah kerja dan keluarga antara

individu dan pasangan terkait perannya. Teori ini berfokus pada pemenuhan peran

yang mana hal ini konsisten dengan teori keseimbangan (Marks & MacDermid,

1996). Selain itu teori ini juga konsisten dengan teori perkembangan, menunjukan

bahwa keberhasilan mengelola banyak tangung jawab merupakan salah satu tugas

perkembangan orang dewasa (Lachman & Boone-James dalam Grzywacz &

Carlson, 2007).

Kemudian di tahun berikutnya Kalliath dan Brough (2008) mendefinisikan

work-life balance sebagai pemahaman individu bahwa aktivitas pekerjaan dan

kehidupan kompatibel dan mendorong pengembangan yang sesuai dengan tujuan

kehidupan seseorang saat ini. Dengan demikian setiap penilaian keseimbangan

kehidupan dan pekerjaan mencakup preferensi individu dari peran penting saat ini.

Keseimbangan yang efektif mengarah pada pertumbuhan dan perkembangan

positif dalam domain kehidupan dan pekerjaaan.Oleh karena itu, prioritas

pekerjaan atau kehidupan individu dapat berubah untuk peningkatan dalam

pekerjaan (contohnya: bekerja lebih keras untuk dipromosikan), peningkatan

dalam kegiatan pribadi (contohnya berliburan panjang, memiliki anak dll).

Selanjutnya menurut Parkes dan Langford (2008) Keseimbangan hidupan dan

pekerjaan dijelaskan di sini sebagai kemampuan seseorang untuk memenuhi


24

komitmennya untuk bekerja dan keluarga, serta kewajiban dan kegiatan tidak

bekerja lainnya.

Kemudian Fisher, et al., (2009) menyatakan bahwa keseimbangan

kehidupan dan pekerjaan merupakan proses yang dilakukan individu dalam

membagi waktu antara pekejaan dan kegiatan di luar pekerjaan dimana di

dalamnya terdapat gangguan dan peningkatan yang mencakup empat aspek utama

yaitu waktu, perilaku, ketegangan dan energi untuk mencapai kepuasan kerja dan

kehidupan pribadi. Sementara menurut Smith (2010) individu yang memiliki

keseimbangan kehidupan dan pekerjaan memiliki waktu yang cukup untuk

bekerja dan untuk kegiatan lain, seperti keluarga, teman dan hobi. Haar, et al.,

(2014) mendefinisikan domain kehidupan secara lebih luas dimana keseimbangan

kehidupan dan pekerjaan adalah penilaian individu tentang seberapa baik individu

seimbang diberbagai peran kehidupan.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi work-life balance

yang di kemukakan oleh Fisher, et al., (2009) karena menurut peneliti definisi ini

lebih komprehensif dalam menjelaskan work-life balance.

2.1.1 Dimensi Work-life Balance

Berikut ini adalah dimensi keseimbangan kehidupan dan pekerjaan menurut

beberpa ahli antara lain;

Greenhaus et al., (2003) menggambarkan ukuran keseimbangan kerja-

keluarga berdasarkan tiga komponen yaitu:


25

1. Time balance: jumlah waktu yang sama yang dikhususkan untuk peran keluarga

dan pekerjaan.

2. Involvement balance :keterlibatan psikologis yang sama dalam peran keluarga

dan pekerjaan.

3. Satisfaction balance: tingkat kepuasan pada pekerjaan dan peran keluargasama

Selanjutnya menurut Fisher (2001 dalam Hayman 2005) keseimbangan

kehidupan kerja terdiri dari tiga dimensi yaitu;

a. Work Interference with Personal Life (WIPL)-mengambarkan sejauh mana

kehidupan pekerjaan menganggu kehidupan pribadi individu.

b. Personal Life Interference with Work (PLIW)-mengambarkan sejauh mana

kehidupan individu menganggu kehidupan kerja.

c. Work/Personal Life Enhancement (WPLE)-terkait dengan efek positif dari

kehidupan kerja pada kehidupan pribadi atau sebaliknya, sejauh mana

kehidupan pribadi seseorang meningkatkan pekerjaan.

Kemudian menurut Fisher et al., (2009) keseimbangan kehidupan dan

kerja terdiri dari empat dimensi, antara lain:

1. Work Interference with Personal Life (WIPL)

Dimensi ini terkait dengan seberapa besar pekerjaan manjadi gangguan bagi

kehidupan pribadi.
26

2. Personal Life Interference with Work (PLIW)

Dimensi ini terkait dengan seberapa besar kehidupan pribadi manjadi gangguan

bagi kehidupan pekerjaan.

3. Work Enhancement of Personal Life (WEPL)

Dimensi ini terkait dengan seberapa besar peningkatan pekerjaan yang

disebabkan kehidupan pribadi.

4. Personal Life Enhancement of work

Dimensi ini terkait dengan seberapa besar peningkatan kehidupan pribadi yang

disebabkan oleh pekerjaan.

Dalam penelitian ini digunakan dimensi yang dijelaskan oleh Fisher, et al., (2009)

karena lebih komprehensip dalam menjelasakan dimensi work-life balance.

2.1.2 Pengukuran Work-life Balance

1. Skala work-life balance ini dikembangkan oleh Hill, et al., (2001) berdasarkan

spillover teori yang dikemukakan oleh Zedeck pada tahun 1992. Skala ini

terdiri dari lima item, skala ini digunakan untuk mengukur sejauh mana

individu dapat menyeimbangkan tuntutan psikologis, prilaku dan waktu antara

pekerjaan, keluarga atau tugas pribadi. Masing-masing item memiliki skala

yang bebeda, pada item 1,2,3,5 (menggunakan skala 5 poin, dari sangat setuju

sampai sangat tidak setuju) sementara item 4 (menggunakan Skala 7 poin:

sangat sukses hingga sangat tidak berhasil.


27

2. Work-life balance diukur dengan skala yang dikembangkan oleh Hayman

(2005), yang mana skala ini awalnya dibuat oleh Fisher (2001). Pendekatan ini

berguna bagi organisasi untuk menilai domain non-kerja karyawan. Skala ini

terdiri dari 15-item dan memiliki tiga dimensi antara lain; Work Interference

with Personal Life (WIPL) terdiri 7 item, menurut Hayman (2005), dimensi ini

mencakup faktor-faktor terkait pekerjaan yang memengaruhi kehidupan pribadi

seseorang. Dimensi selanjutnya Personal Life Interference with Work (PLIW)

terdiri dari 4 item, dimensi kedua ini merupakan dampak atau gangguan

kehidupan pribadi pada pekerjaan.Dimensi ketiga Work Personal Life

Enhancement (WPLE), terdiri dari 4 item, dimensi ini menjelaskan bagaimana

pekerjaan dan kehidupan pribadi saling meningkatkan. Alat ukur ini

mengunakan skala tujuh poin (1 = tidak sama sekali, 4 = terkadang, dan 7 =

sepanjang waktu).

3. Work/Nonwork Interference and Enhancement Scale yang dikembangkan oleh

Fisher, et al., (2009), terdir dari 17 item pernyataan dan memiliki empat

dimensi; work interference with personal life, personal life interference with

work, work enhancement of personal life, and personal life enhancement of

work. Skala ini dapat digunakan untuk semua pekerja baik yang sudah menikah

ataupun yang masih lajang.Skala ini terdiri dari pernyataan tentang kehidupan

pekerjaan dan kehidupan pribadi secara umum.Alat ukur ini menggunakan

skala 5-point (1 not at all), 2 (rarely), 3 (sometimes), 4 (often), and 5 (almost

all of the time).


28

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur work/nonwork interference

and enhancement scale dari Fisher, et al., (2009) karena item dalam alat ukur ini

sesuai dengan subjek yang akan diteliti.

2.1.3 Faktor-fakor yang Mempengarhi Work-life Balance

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan kehidupan dan pekerjaan.

Faktor-faktor ini dapat dikelompokan sebagai berikut :

Faktor Internal

1. Emotional Intelligence

Kecerdasan emosional memainkan peran penting bagi karyawan wanita yang

berusaha mencapai keseimbangan kehidupan kerja yang baik (Kumarasamy, et

al., 2015)

2. Stress

Tekanan psikologis mengganggu para karyawan wanita dalam kehidupan

profesional mereka dan juga dalam kehidupan pribadi mereka (Devi &

Kanagalakshmi, 2015), stress kerja secara positif dan signifikan berkorelasi

dengan keseimbangan kehidupan dan pekerjaan (Hsu, et al., 2019).

3. Self-efficacy

Self-efficacy memainkan peran moderator yang signifikan antara hubungan

dukungan organisasi yang dirasakan dan keseimbangan kehidupan kerja, aspek

terkait peran dan keseimbangan kehidupan kerja (Thakur & Kumar, 2015).
29

4. Work Engagement

Hasil penelitian Kort (2016) menyatakan bahwa work-life balance secara

positif dan signifikan berkorelasi dengan work engagement. Senada dengan

penelitian tersebut.hasil penelitian Jaharuddin dan Zainol (2019) juga

menyatakan bahwa job engagement memiliki hubungan positif terhadap work-

life balance .Karyawan dengan konflik pekerjaan dan kehidupan pribadi yang

tinggi kurang terikat dengan pekerjaan dan memiliki partisipasi yang rendah

dalam pengembangan karyawan. Shaikh, et al., (2019) keterlibatan karyawan

juga mempengaruhi keseimbangan kehidupan-kerja secara positif dan

signifikan.

5. Trunover Intention

Work-life balance berkorelasi dengan turnover intention, artinya semakin

tinggi work-life balance individu maka semakin kecil kemungkinan ingin

pindah ke pekerjaan lain (Jaharuddin & Zainol, 2019).

6. Personality

Beberapa peneliti (Gorsy & Panwar, 2016; Kaur, 2013) menyatakan bahwa

personality memiliki korelasi positif dan signifikan terhadap work-life balance.

Hasil serupa juga ditemukan dalam hasil penelitian Kundnani dan Metha

(2014), individu yang memiliki tipe kepribadian extraversion, lebih mampu

meyeimbangan pekerjaan dan kehidupan pribadi dan memiliki stress yang

lebih rendah, sementara individu yang memiliki tipe kepribadian agreeableness


30

dan conscientiousness memiliki tingkat stress menengah, kemudian individu

dengan tipe kepribadian open-minded memiliki tingkat stres yang lebih tinggi

dan rendah dalam menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan mereka. Hasil

penelitian Pandey, et al. (2018) menyatakan bahwa personality mempengaruhi

work-life balance. Namun hasil penelitian yang berbeda ditemukan oleh

Shaikh, et al. (2019) dimana personality tidak memiliki hubungan yang

signifikan terhadap work-life balance.

7. Psychological well-being

Wilkinson (2013) meneliti hubungan antara work-life balance dan

psychological well-being di tiga perusahaan Amerika Serikat, hasilnya

menunjukan bahwa work-life balance berkorelasi secara positif dengan

psychological well-being, selain itu hasil penelitian ini juga menujukan bahwa

gender merupakan moderator antara work-life balance dan psychological well-

being.

Kemudian Soin (2011) meneliti stres, kesejahteraan psikologis, dan

keseimbangan kehidupan kerja di antara manajer perempuan penuh waktu dari

bank sektor publik dan guru paruh waktu dari sekolah pemerintah menengah

atas di tiga kota di India. Hasilnya mengungkapkan bahwa wanita yang bekerja

penuh waktu memiliki tingkat stres yang relatif lebih tinggi dengan tingkat

psychological well-being yang lebih rendah dan tingkat work-life balance yang

lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang bekerja paruh waktu.


31

8. Persepsi Dukungan di Tempat kerja

Hasil penelitian Russo, et al. (2015) menyatakan bahwa persepsi dukungan di

tempat kerja memiliki hubungan positif dengan keseimbangan kehidupan dan

pekerjaan.

9. Persepsi Dukungan Keluarga

Beberpa hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan positif antara

persepsi dukungan keluarga dengan keseimbangan kehidupan dan pekerjaan

(Linda & Fitria, 2016; Puspitasari & Ratnaningsih, 2019; Russo, et al., 2015;

Thakur & Kumar, 2015).

10. Psychological Capital

Psychological capital memberika efek moderator antara persepsi dukungan

organisasi dan work-familiy balance (Kole & Kurt, 2018).

11. Role conflict

Role conflict secara signifikan terkait dengan work-life balance, para peneliti

juga menjelaskan bahwa role conflict memiliki korelasi negatif dengan work-

life balance (Suhaimi, et al., 2018). Senada dengan hl itu, penelitian yang

dilakukan Vatharkar (2017) juga menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif

signifikan terhadap work-life balance. Kemudian menurut Omar, et al. (2015)

role conflict merupakan faktor yang mempengaruhi work-life balance.


32

12. Gender Role

Hasil penelitian Adachi (2018) menyatakan bahwa individu yang memiliki

sikap liberal memiliki rencana alokasi waktu untuk pekerjaan dan kehidupan

pribadi yang lebih seimbang.

Faktor Eksternal

1. Supervisor support dan co-worker support

Individu yang memiliki dukungan atasan dan rekan kerja memiliki

keseimbangan kehidupan dan kerja yang lebih baik (Wong, et al, 2017).

2. Jam Kerja

Terdapat korelasi yang signifikan antara jam kerja dan keseimbangan

kehidupan dan pekerjaan, jam kerja yang tinggi menyebabkan

ketidakseimbangan hidup dan kerja yang lebih besar Hsu, et al. (2019).

3. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga untuk wanita yang bekerjamembantu mereka mengelola

keseimbangan dalam pekerjaan dan kehidupan pribadi (Khan & Sajidkirmani,

2018). Dukungan keluarga merupakan prediktor yang dominan dari

keseimbangan kehdiupan dan pekerjaan, dukungan dari anggota keluarga

memainkan peran penting dalam menyeimbangkan kehidupan pribadi dan

profesional (Padma & Reddy, 2013). Jika wanita mendapatkan dukungan yang

diperlukan dari pasangannya, orang tua atau mertuanya, mereka akan lebih
33

menjadi mudah untuk menjaga keseimbangan antara kehidupan pribadi dan

pekerjaan. Keseimbangan kehidupan kerja yang rendah menghasilkan tingkat

absensi yang tinggi,pergantian pekerja, dan terkadang menyebabkan masalah

kesehatan (Gupta, 2016).

4. Organizational support

Hasil yang dilakukan oleh Atiq, et al., (2017) menyatakan bahwa dukungan

organisasi secara positif terkait dengan keseimbangan kehidupan dan

pekerjaan.

5. Media Sosial

Semakin banyak waktu yang dihabiskan seseorang secara online, semakin

banyak gangguan dalam pekerjaan danatau kehidupan (Sharma & Sudhesh,

2018).

6. Flexible Working Arrangement

Pengaturan kerja yang fleksibel terkait dengan keseimbangan kehidupan dan

pekerjaan (Wong, et al., 2017).

7. Transformational Leadership

Hasil penelitian Linda dan Fitria (2016) menyatakan bahwa transformational

leadership secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap work-life

balance.
34

8. Social Support

Dukungan sosial pribadi secara positif terkait dengan keseimbangan kerja-

keluarga pada wanita pekerja paruh baya (Murphy, et al., 2007). Lebih lanjut

Murphy, et al. (2007) menjelaskan bahwa sumber-sumber dukungan itu

penting dan dapat memfasilitasi work-life balance. Beberapa penelitian

sebelumnya menyatakan bahwa salah satu sumber daya terpenting yang

berkontribusi pada work-life balance adalah dukungan sosial. Kemudian Annik

(2017) dalam penelitiannya menyatakan bahwa sumber dukungan yang paling

penting adalah pasangan, keluarga, teman, dan rekan kerja. Selain itu

organisasi dan budaya dapat memperkuat atau mengalangi dukungan sosial

untuk keseimbangan kehidupan dan pekerjaan.

9. Workload

Hasil penelitian Suhaimi, et al. (2018) menyatakan bahwa workload secara

sigifikan terkait dengan work-life balance, lebih lanjut mereka menjelaskan

bahwa workload memiliki korelasi negatif dengan work-life

balance.Selanjutnya hasil penelitian Omar, et al. (2015) menyatakan bahwa

workload merupakan faktor dominan yang mempengaruhi work-life balance.

10. Childcare Responsibilities

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor terkait keluarga seperti

jumlah anak dan tanggung jawab pengasuhan anak menyebabkan

ketidakseimbangan dalam pekerjaan dan peran keluarga. Meningkatnya jumlah


35

anak-anak di rumah mengakibatkan meningkatnya tuntutan rumah yang

menyebabkanstrestambahan dan konflik keluarga yang bekerja (Frankenhaeuser,

et al dalam Poulose & Sudarsan 2014).

Hasil penelitian menyatakan bahwa orang tua yang bekerja terutama

mereka yang memiliki anak kecil yang berusia di bawah enam tahun mengalami

kesulitan memeberikan perawatan yang memadai bagi anak mereka. Selain itu,

baik perawatan anak atau perawatan orang tua, perempuan yang bekerja lebih

banyak mengalami beban emosinal dibandingkan dengan laki-laki (Elliott,

2003).Kemudian menurut Ross dan Mirowsky (1988) menyatakan bahwa

seorang ibu pekerja yang mengalami kesulitan dalam mengatur perawatan anak

mengalami depresi yang tinggi.

Dalam penelitian ini penulis mengkaji berbagai faktor baik internal maupun

eksternal, adapun faktor internal yang dikaji adalah faktor personality dan

gender role attitude. Sementara faktor eksternal yang dikaji dalam penelitian ini

adalah faktor social support dan childcare responsibilities.

2.2 Pengertian Big Five PersonalityTraits

Kepribadian berasal dari kata Latin persona, yang mengacu pada topeng yang

digunakan oleh aktor dalam sebuah pertunjukan. Menurut Costa dan McCrae

(1995) kepribadian merupakan cara berpikir, merasa dan bertindak yang relative

bertahan lama dan menjadi ciri khas individu. Karakteristik ini muncul dalam

kehidupan sehari-hari. Sifat kepribadian adalah kecenderungan umum yang

tercermin dalam banyak aspek kehidupan seseorang.


36

Lewis Goldberg (dalam Feist & Feist, 2009) pertama kali menggunakan istilah

"big five" pada tahun 1981 untuk menggambarkan temuan yang konsisten dari

analisis faktor-faktor kepribadian. Kemudian sejak akhir 1980-an dan awal 1990-

an, sebagian besar psikolog kepribadian telah memilih model lima faktor. . Pada

tahun 1983 Costa dan McCrae meneliti model kepribadian tiga faktor yaitu N, E

dan O, untuk mengukur tiga dimensi tersebut Costa dan McCrae membuat alat

ukur yang dikenal dengan sebutan NEO-PI. Kemudian sebelum tahun 1985 Costa

dan McCrae akhirnya menemukan lima faktor kepribadian, di tahun 1992 Costa

dan McCrae merevisi alat ukur NEO-PI, mereka mengembangkan skala untuk

dimensi A dan C.

Sebagian besar peneliti yang mempelajari sifat-sifat kepribadian sepakat

bahwa terdapat lima sifat kepribadian yang dominan. The five factor theory atau

yang sering disebut sebagai “big five”, yang terdiri dari neuroticism, extraversion,

openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness.Big five personality

trait merupakan kepribadian yang tersusun dalam lima domain kepribadian untuk

menggambarkan sifat-sifat kepribadian individu. Lima trait tersebut yaitu:

extraversion, agreeableness, neurocitism, opennes to experience dan

conscientiousness (Costa & McCrae 1992).


37

2.2.1 Dimensi Big Five Personality Traits

Menurut Costa dan McCrae (1995) terdapat lima dimensi big five personality

yaitu :

1. Neuroticism- individu dengan skor tinggi cenderung cemas temperamental,

mengasihani diri sendiri, emosional, dan rentan terhadap gangguan yang

berkaitan dengan stres. Semantara individu yang memiliki skor rendah

cenderung tenang, puas diri, dan tidak emosional.

2. Extraversion- individu dengan skor tinggi pada extraversion cenderung penuh

kasih sayang, periang, banyak bicara,suka berkelompok dan suka bersenang-

senang. Sebaliknya, skor rendah cenderung pendiam, penyendiri, pasif, dan

kurang memiliki kemampuan untuk mengekspresikan emosi.

3. Openness to experience- individu dengan skor yang tinggi secara konsisten

mencari pengalaman yang berbeda dan beragam, umumnya kreatif, imajinatif,

penasaran, cenderung liberal dan memiliki berbagai preferensi. Sebaliknya,

skor rendah pada openness to experience biasanya konvensional, tidak jujur,

konservatif, dan kurang ingin tahu.

4. Agreeableness- individu yang mendapat skor tinggi cenderung penuh

kepercayan, baik hati, penurut, menerima. Sementara individu dengan skor

rendah umumnya curiga, pelit, tidak ramah, mudah marah, dan suka mengkritik

orang lain.
38

5. Conscientiousness- individu dengan skor tinggi cenderung terorganisir,

ambisius, berfokus pada pencapaian, dan pekerja keras, teliti, tepat waktu, dan

gigih. Sebaliknya, individu yang mendapat skor rendah cenderung tidak

terorganisir, lalai, malas, dan tidak memiliki tujuan dan cenderung menyerah

ketika dihadapkan dengan situasi sulit.

2.2.2 Pengukuran Big Five Personality Traits

1. Big Five Inventory (BFI)

Skala ini dikembangkan oleh Soto dan John (2009), alat ukur ini terdiri 44

item dan memiliki lima dimensi yaitu :openness, conscientiousness,

extraversion, agreeableness, neurotisisme. Alat ukur ini memiliki reliabilitas

sebebsar 0.85, untuk mengukur BFI digunkan skala likert 5 point (sangat tidak

setuju sampai sangat setuju).

2. Ten Item Personality (TIPI)

Skala ini digunakan untuk mengukur big five personality dikembangkan oleh

Gosling, et al., (2003) yang terdiri dari 10 item dengan reliabilitas sebesar 072,

untuk mengukur TIPI digunakan skala 7 point (sangat tidak setuju sampai

sangat setuju).

3. Mini-IPIP Scales

Mini-International Personality Item Pool Five-Factor Modelini dikembangkan

oleh Donnellan, et al (2006). Alat ukur ini memiliki 20 item, masing-masing


39

trait memiliki 4 item.Skala ini memiliki reliabilitas diatas 0.60 dan

menggunakan skala likert 5 point (sangat tidak setuju sampai sangat setuju).

Peneliti menggunakan alat ukur Mini-International Personality Item Pool

(Mini-IPIP) yang dikembangkan oleh Donnellan, et al., (2006) karena memiliki

reliabilitas yang cukup baik, selain itu jumlah item pada alat ukur ini tidak

terlalu banyak sehingga memudahkan responden dalam mengisi kuesioner.

2.3 Social Support

Dukungan sosial didefinisikan sebagai individu mengetahui bahwa dirinya

diperhatikan, dicintai, dihargai dan dalam satuan jaringan sosial (Cobb, 1976).

Selanjutnya menurut Rook (1987) dukungan sosial mengacu pada perasaan bahwa

orang lain memberikan dukungan atau perhatian yang cukup. Kemudian menurut

Brandt dan Weinert (1981) dukungan sosial didefinisikan sebagai sifat interaksi

soial dan bagaimana individu merasa dirinya didukung. Shumaker dan Brownell

(1984) menggambarkan dukungan sosial sebagai pertukaran sumber daya antara

setidaknya dua orang untuk meningkatkan kesejahteraan.

Dukungan sosial merupakan persepsi individu bahwa dirinya menerima

dukungan dari hubunga sosial mereka jika diperlukan (Norman, 1997). Semantara

menurut Zimet, et al., (1988) yang disebut dukungan sosial adalah ketika individu

merasa didukung oleh berbagai sumber seperti keluarga, pertemanan, dan orang

yang dianggap istimewa yang berada disekitar individu. Selanjutnya dukungan

sosial diartikan sebagai rasa penerimaan, kepedulian, kasih sayang atau bantuan
40

yang diterima oleh individu dari orang lain atau kelempok (Sarafino dalam

Prahara, 2016).

Dukungan sosial merupakan sumber daya yang dirasakan oleh seseorang

didapatkan dari satu orang atau lebih untuk membantu individu dalam mengelola

pengalaman stress dan untuk meningkatkan pengalaman kesejahteraan (McIntosh,

1991). Dukungan sosial adalah hubungan interpersonal dimana individu menerima

informasi, perhatian emosional, penilaian dan bantuan instrumental.Hubungan ini

memberikan manfaat emosional atau dampak perilaku untuk membantu individu

dalam mengatasi masalahnya (House dalam Desiningrum, 2010).

2.3.1 Sumber Social Support

Menurut Zimet, et al., (1988) dukungan sosial terdiri dari tiga sumber yaitu :

1.Family Support, individu merasa mendapat dukungan yang bersumber dari

keluarga.

2. Friend Support, individu merasa mendapat dukungan dari sumber

pertemanannya.

3. Significant Other Support , individu merasa mendapat dukungan yang

bersumber dari orang yang istimewa.


41

2.3.2 Jenis Social Support

Menurut House dan Khan (dalam Desiningrum, 2010) membedakan empat jenis

dukungan sosial, yaitu :

1. Emotional support, individu memperoleh empati, kepedulian dan perhatian,

dukungan ini memberikan rasa nyaman, ketenangan hati dan perasaan syukur

karena dicintai atau didukung oleh orang lain.

2. Appreciation support, individu memperoleh apresiasi positif, dorongan atau

individu diberikan apresiasi positif terhadap ide atau perasaannya.

3. Instrumental support, dukungan ini mengacu pada bantuan langsung dalam

bentuk uang, waktu dan sumber daya.

4. Informative support, individu memperoleh saran, arahan, rekomendasi,

pengetahuan dan feedback dari orang lain.

2.3.3 Pengukuran Social Support

Terdapat beberapa instrument yang di gunakan untuk mengukur dukungan sosial

antara lain :

1. Interpersonal Support Evaluation List (ISEL) dikembangan oleh Cohen dan

Hoberman (1983), skala ini terdiri dari 40 item dan memiliki 4 dimensi yaitu :

tangiblesupport, belonging support, self-esteem support dan appraisal support.


42

Alat ukur ini menggunakan skala likert 4 poin dari “sangat salah” sampai

“sangat benar” dan memiliki reliabilitas diatas 0.60.

2. Social Support Questionnaire (SSQ) dikembangkan oleh Sarason, et al.,

(1983). Alat uku ini digunakan untuk mengukur persepsi dukungan sosial dan

kepuasan dengan dukungan sosial tersebut.Skala ini memiliki 27 item yang

terdiri dari dua bagian.Bagian pertama responden diminta untuk membuat

daftar siapa saja yang sesuai dengan deskripsi pertanyaan dan bagian kedua

responden diminta untuk menunjukan seberapa puas mereka secara umum

dengan orang tersebut.Skala ini memiliki reliabilitas sebesar 0.97.

3. Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) dibuat oleh

Zimet, et al., (1988). Skala ini terdiri dari 12 item dan memiliki tiga sumber

dukunga sosial yaitu; Family Support ,Friend Support, dan Significant Other

Support. Alat ukur ini menggunakan skala likert 7 point dari “sangat tidak

setuju” sampai “sangat setuju”. Skala ini memiliki reliabilitas sebesar 0.88.

4.The 2-Way SSS (2-Way Social Support Scale) yang dikembangkan oleh

Shakespeare-Finch & Obst (2011). Alat ukur ini mengukur empat dimensi

dukungan sosial yaitu : dukungan emosional yang diterima (item 1-7),

dukungan emosional yang diberikan (item 8-12), dimensi dukungan

instrumental yang diterima (item 13-16) dan dukungan instrument yang

diberikan (item 17-21). Alat ukur ini menggunakan skala likert 5 point dan

memiliki reliabilitas 0,76 sampai 0,92.


43

Dalam penelitian ini, peneliti akan memodifikasi beberapa instrument

untuk mengukur sumber dukungan yang mengacu pada teori dukungan sosial

Zimet, et al., (1988) dan jenis dukungan yang mengacu pada teori House

(dalam Desiningrum, 2010).

2.4 Pengertian Gender Role Attitude

World Health Organization (dalam Wikipedia, 2020) peran gender didefinisikan

sebagai tugas, tanggung jawab dan kegiatan yang berkaitan dengan budaya bagi

laki-laki dan perempuan. Refleksi peran gender pada perempuan dan laki-laki

dalam kehidupankomunal mereka menunjukkan perbedaan yang signifikan baik

dalam kehidupan keluarga, kehidupan propesional, kehidupan sosial, pendidikan

dan pilihan karir (dalam Zeyneloglu & Terzioglu, 2011).

Peran laki-laki dan perempuan menurut gender diklasifikasikan sebagai

peran tradisional dan setara.Peran yang dikaitkan dengan perempuan dalam peran

tradisional terdiri dari tangung jawab non- egalitarianseperti bertanggung jawab

atas urusan rumah tangga dan tidak aktif dalam kehidupan profesional.Semantara

laki-laki dalam peran tradisional terdiri dari tangung jawab seperti menjadi kepala

rumah dan juga bertanggung jawab mencari nafkah. Peran yang setara adalah

pembagian tanggung jawab yang sama dalam keluarga, profesional, sosial dan

kehidupan pendidikan (dalam Zeyneloglu & Terzioglu, 2011).Sementara menurut

Kerr dan Holden (1996) peran gender didefinisikan sebagai keyakinan perspektif

tentang perilaku yang pantas untuk laki-laki dan perempuan.


44

Sementara menurut Encyclopedia of Quality of Life and Well-Being

Research (dalam Michalos, 2014) gender role attitude diartikan sebagai cara

pandang yang diyakini individu tentang peran yang harus dimainkan oleh laki-laki

dan perempuan dalam masyarakat. Individu dianggap memilki sikap peran gender

tradisional ketika individu setuju dengan padangan bahwa laki-laki berperan

sebagai pencari nafkah dan perempuan berperan sebagai ibu rumah tangga.

Sementara ketika mereka tidak setuju dengan pembagian peran seperti itu dan

sebaliknya menginginkan pembagian peran yang lebih setara, mereka dianggap

memiliki sikap peran egaliter atau gender modern.

2.4.1 Dimensi Gender Role Attitude

Individu yang meyakini bahwa peran perempuan dan laki-laki setara artinya ia

memiliki keyakinan peran gender modern, sementara individu yang meyakini

bahwa perempuan harus lebih banyak berperan pada kegiatan domestik maka

individu tersebut memiliki peran gender tradisional (Kerr & Holden, 1996).

2.4.2 Pengukuran Gender Role Attitude

1. Scale of Egalitarian Sex Role Attitudes (SESRA-S) dikembangkan oleh Suzuki

pada tahun (1994), skala ini terdiri dari dua bagian yaitu women’s rights dan

women’s independence dan memiliki 15 item. Untuk mengukur SESRA-S

digunakan skala likert 5 point dan memiliki reliabilitas sebesar 0,91.


45

2. Gender Role Beliefs Scale (GRBS) alat ukur ini digunakan untuk mengukur

sikap peran gender seseorang, alat ukur ini pertama kali dikembangkan pada

tahun 1996 oleh Kerr dan Holden. Kemudian Brown dan Gladstone (2012)

mengembangkan alat ukur ini dengan versi yang lebih pendek yaitu 10 item.

Respons skala tujuh poin (1 = sangat setuju, 4= ragu-ragudan 7 = sangat tidak

setuju. Skor yang lebih tinggi menunjukkan keyakinan peran gender yang lebih

feminis dan skor yang lebih rendah menunjukkan keyakinan peran gender yang

lebih tradisional.Skala ini memliki reliabilitas sebesar (0,81).

3. Traditional-Egalitarian Sex Role scale dikembangkan oleh (Larsen & Long,

1988). Skala ini digunakan untuk mengukur sikap tradisonal vs egaliter yang

terdiri dari 20 item dan diukur menggunakan skala likert lima point (1= sangat

setuju sd 5= sangat tidak setuju). Skala ini memiliki reliabilitas sebesar 0,91.

Peneliti menggunakan alat ukur Gender Role Beliefs Scale (GRBS) yang

dikembangkan oleh Brown dan Gladstone (2012) karena jumlah item pada alat

ukur ini tidak terlalu banyak sehingga memudahkan responden dalam mengisi

kuesioner, selain itu alat ukur ini juga memiliki reliabilitas yang baik.

2.5 Generasi Milenial


Generasi adalah kelompok yang dapat diidentifikasi berdasarkan tahun kelahiran,

usia, lokasi dan dan peristiwa-peristiwa penting yang menciptakan kepribadian

(Guha, 2010; Smola & Sutton, 2002).Generasi milenial lahir antara tahun 1980-

2000 (Pyoria, et al., 2017; Smith & Nichols, 2015).mereka disebut generasi

milenial karena dibesarkan dalam era digital (Kaifi et al., 2012). Sebenarnya tidak

ada batasan pasti untuk awal dan akhir kelahiran dari generasi ini. Para peneliti
46

menggunakan 1980-an sebagai awal kelahiran generasi ini dan pertengahan tahun

1990-an hingga awal tahun 2000-an sebagai akhir kelahiran dari generasi ini

(Wikipedia, 2018).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi generasi milenial yang

di kemukakan oleh Pyoria, et al., (2017) serta Smith dan Nichols, (2015).

2.6 Kerangka Berpikir

Work-life balance merupakan istilah yang digunakan untuk

menggambarkan keseimbangan kehidupan pribadi dan profesional (Atiq, et al.,

2017). Kajian mengenai work-life balance pada perempuan muncul sebagai topik

hangat dalam beberapa tahun terakhir karena hal tersebut memengaruhi kehidupan

pribadi dan produktivitas organisasi (Gupta, 2016). Beberapa hasil penelitian

menyatakan bahwa perempuan lebih sulit dalam menciptakan work-life balance

(Atiq et al., 2017; Favero&Health, 2012), hal ini terjadi karena perempuan sering

kali mengalami konflik peran.Konflik ini menimbukan situasi yang terkadang

sulit untuk diselesaikan sehingga keseimbangan antara kehidupan pekerjaan dan

kehidupan pribadi menjadi peting bagi perempuan.

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi work-life balance antara lain

adalah personality (Kundani & Metha, 2014; Pandey, et al., 2018). Kepribadian

merupakan serangkaian sifat yang membuat individu berbeda dengan yang

lainnya, kepribadian ini menentukan bagaiamana cara individu berperilaku.

Secara umum terdapat dua mekanisme utama bagaimana kepribadian

memengaruhi work-life balance. Perama, sifat kepribadian memengaruhi persepsi


47

individu tentang kehidupan pekerjaan dan kehidupan pribadi. Kedua, sifat-sifat

kepribadian memengaruhi sikap individu dalam mengelola atau mengatasi

pekerjaan dan kehidupan pribadi (Pandey, et al., 2018). Senada dengan hal ini

menurut Kundnani dan Metha (2014) kepribadian memengaruhi persepsi

keseimbangan pada setiap individu.Dalam menjelaskan pengaruh kepribadian

terhadap work-life balance peneliti menggunkan big-five personality traits dimana

terdapat lima sifat kepribadian yaitu :neuroticism, conscientiousness,

agreeableness, extraversiondan openness to experience.

Dimensi extraversion, individu yang memiliki kepribadian ini cenderung

suka menjalin relasi dengan orang lain sehingga individu dengan kepribadian

extraversionakan berupaya untuk menjaga hubungan baik tersebut dengan

melakukan pertemuan dengan orang-orang terdekat nya sehingga dapat dikatakan

bahwa individu dengan kepribadian extraversion cenderung lebih menjaga

kesiembangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadinya. Hal ini terbukti dari

hasil penelitian yang dilakukan oleh Kaur (2013) menunjukan bahwa dimensi

kepribadian extroversion berkorelasi sangat kuat dan memiliki pengaruh terhadap

work-life balance.Selain itu berdasarkan hasil penelitian Kundnani dan Metha

(2014) menyatakan bahwa individu dengan kepribadian extroversion dapat

menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi lebih efektif dan memiliki

stres yang lebih rendah.

Dimensi neuroticism,individu dengan kepribadian ini cenderung dapat

mengendalikan emosinya dan tidak mudah stress, sehingga ketika individu

mengalami masalah baik dalam pekerjaan atau masalah pribadi individu akan
48

bersikap lebih tenang sehingga masalah ini tidak akan menganggu pekerjaan

individu atau kehidupan pribadinya. Individu yang bersikap tenang dalam

menghadapi masalah akan meminimalisir konflik dalam pribadi dan pekerjaan.

Kemudian dimensi kepribadian conscientiousness, individu dengan

kepribadian ini menyukai keteraturan sehingga individu dengan kepribadian

conscientiousness tentu sangat memperhatikan kapan waktu-waktu untuk bekerja

dan kapan waktu untuk mengerjkan urusan pribadinya dengan begitu individu

akan lebih mudah dalam mencapai work-life balance. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Crooker, et al., (2002) yang menyatakan bahwa

individu dengan kepribadian conscientiousness memiliki work-life balance yang

positif. Selain itu individu dengan kepribadian conscientiousness dapat

menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi (Kundnani & Metha, 2014).

Dimensi kepribadian openness to experience, individu dengan kepribadian

ini cenderung menyukai tantangan dan hal baru, yang artinya individu sangat

dinamis dan terus berkembang.Hasil penelitain Gorsy dan Panwar (2016)

menyatakan bahwa kepribadian openness berkorelasi dengan work-life

balance.Serupa dengan hal tersebut, hasil penelitian Kaur (2013) menunjukan

bahwa dimensi kepribadian openness memengaruhi work-life balance. Individu

dengan kepribadian openness akanmencari dan mencoba hal-hal baru yang dapat

membantu dirinya dalam menyeimbangan kehidupan dan pekerjaan. Misalnya

mengikuti acara kelas parenting untuk mendapatkan informasi terkait pengurusan

keluarga atau mengikuti workshop untuk mengembangkan skill dalam pekerjaan.

Dengan begitu individu akan lebih mudah mencapai work-life balance.


49

Dimensi kepribadian agreeableness, individu dengan kepribadian ini

cenderung penurut, kooperatif dan suka membantu. Individu dengan kepribadian

ini lebih mudah untuk diajak bernegosiasi baik dalam hal pekerjaan atau hal-hal

pribadi lainnya sehingga konflik akan jarang terjadi dengan begitu individu dapat

dengan mudah mencapai work-life balance. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Gorsy dan Panwar (2016) menujukan bahwa kepribadian agreeableness

berkorelasi positif dengan work-life balance.

Selain itu berdasarkan hasil penelitian Kundnani dan Metha (2014)

menyatakan bahwa individu dengan kepribadian agreeablenessterbukti dapat

menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadinya. House dan Kahn (dalam

Praha, 2016) menjelasakan bahwa social support atau dukungan sosial

memainkan peran penting dalam membantu individu untuk mengurangi efek

buruk dalam kehidupan, untuk meningkatkan kesehatan fisik dan

untukmempertahankan diri dari pengaruh stres dan tekanan. Kehadiran bantuan

atau perhatian dari orang-orang di sekitar mereka dapat mengurangi dan

membantu mengatasi kesulitan yang mereka hadapi. Menurut beberapa peneliti

(Schieman, et al., 2009;Thompson & Prottas 2006) salah satu sumber daya

terpenting yang dianggap berkontribusi pada work-life balance adalah social

support.

Social support yang dimaksud dalam penelitian ini bersumber dari

berbagai dukungan yaitu: family support, friend supportdan husband support

(Zimet et al., 1988). Sumber-sumber dukungan ini penting dan dapat saling

memperkuat dan memfasilitasi work-life balance (Annink, 2017).Family support


50

merupakan dukungan yang diperoleh dari keluarga. Jika individu mendapatkan

dukungan dari anggota keluarganya maka individu akan lebih mudah dalam

mencapai work-life balance. Hasil penelitian Khan dan Sajidkirmani (2018)

menyatakan bahwa dukungan keluarga membantu perempuan yang bekerja dalam

mengelola work-life balance. Serupa dengan hal tersebut, hasil penelitian Atiq et

al., (2017) menyatakan bahwa dukungan keluarga memiliki korelasi yang kuat

terhadap work-life balance, jika perempuan tidak menerima dukungan dari

anggota keluarga, merek akan sulit untuk memenuhi kewajiban dan untuk

mengatasi masalah ini sebagian besar perempuan meninggalkan pekerjaan dan

karir mereka. Selain itu dukungan keluarga juga penting untuk mengurangi niat

berpindah dan membantu perempuan untuk menlanjutkan pekerjaan mereka.

Kemudian friend support, dukungan ini memaikan perna penting dalam

meningkatkan work-life balance, hal ini senada dengan hasil penelitian Annink

(2017) yang menyatakan bahwa sumber dukungan yang paling penting dalam

menciptakan work-life balance adalah dukungan pasangan, keluarga, teman, dan

rekan kerja.Selanjutnya husband support, suami adalah orang terdekat bagi

perempuan yang sudah menikah karena perempuan yang sudah menikah tinggal

bersama suami dan lebih banyak menghabiskan banyak waktu bersama suami

sehingga dukunga suami penting dalam mencapai work-life balance.Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Novenia dan Ratnaningsih (2017)

yang menyatakan bahwa dukungan suami memengaruhi work-life balance

perempuan.
51

Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini kita masih hidup dalam

kepercayaan-kepercayaan tradisional. Menurut Zhou (dalam Adachi, 2018)

budaya dan praktik tradisional tidak bahkan hanya memengaruhi generasi pekerja

saat ini, tetapi juga akan memengaruhi generasi mendatang, yang terjadi saat ini

adalah masyarakat kita saat masih sering menyamakan pengertian gender dengan

kodrat. Masyakarat kemudian meilihkan peran soial yang dianggap sesuai dengan

laki-laki dan perempuan dikarenakan adanya perbedaan kodrat yang dimiliki oleh

laki-laki dan perempuan. Misal hanya karena perempuan kodratnya memiliki

rahim dan melahirkan maka masyarakat beranggapan bahwa perempuan yang

harus bertanggung jawab dalam mengasuh anak, kemudian anggapan itu semakin

berkembang jauh dimana perempuan dipandang lebih baik mengurus rumah

tangga karena ketika permepuan sibuk diluar rumah maka tanggung jawab

mengurus anak akan terbengkalai. Anggapan ini terus berkembang menjadi

kebiasan dan tradisi dimana perempuan sering kali dianalogikan dengan pekerjaan

domestik dan laki-laki dengan pekerja publik (de-Vries, 2006).

Peran gender merupakan peran yang diciptakan masyarakat untuk

perempuan dan laki-laki. Peran gender ini terbentuk melalui berbagai sistem nilai

yaitu nilai adat, pendidikan, agama, politik, ekonomi dll. Sebagai hasil bentukan

sosial tentunya peran gender bisa berubah-ubah dalam waktu, kondisi dan tempat

yang berbeda sehingga sangat mungkin peran ini dipertukarkan. Mengurus anak,

mencari nafkah, mengerjakan pekerjaan rumah tangga merupakan peran yang bisa

dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan, sehingga bisa bertukar tempat tanpa

menyalahikodrat (de-Vries, 2006). Stereotipe dan harapan ini tentu saja


52

mempengaruhi cara perempuan dalam menciptakan work-life balance. Perempuan

yang bekerja menghadapi banyak tantangan karena peran ganda dan harapan

budaya yang mungkin membuat mereka tidak melakukan hal-hal lain yang lebih

mereka sukai di luar pekerjaan karena setelah bekerja perempuan masih harus

melakukan pekerjaan rumah tangga dan merawat anak (Coltrane 2004).Tanggung

jawab pengasuhan yang dibebankan sepenuhnya pada perempuan menyebabkan

karir mereka terhambat dan sebagian besar perempuan berencana untuk berhenti

bekerja setelah melahirkan (Adachi, 2018).

Sebaliknya apabila masyarakat kita sudah menganggap peran gender

sebagai sesuatu yang dinamis dan bisa disesuaikan dengan kondisi yang dialami

seseorang, maka tidak ada alasan lagi bagi kita untuk menganggap aneh seorang

suami yang pekerjaan sehari-harinya memasak dan mengasuh anak-anaknya,

sementara istrinya bekerja di luar rumah. Karena di lain waktu dan kondisi, ketika

sang suami memilih bekerja di luar rumah dan istrinya memilih untuk melakukan

tugas-tugas rumah tangga, juga bukan hal yang dianggap aneh (de-Vries, 2006).

Hal ini terbukti berdasarkan hasil penelitian Adachi (2018) menyatakan bahwa

individu yang memiliki sikap peran gender modern memliki rencana alokasi

waktu untuk pekerjaan dan kehidupan yang lebih seimbang.Selain itu, perempuan

dengan sikap peran gender modern lebih memilih untuk melanjutkan karir mereka

tanpa gangguan, dan menemukan keseimbangan yang sesuai antara pekerjaan dan

kehidupan pribadinya.

Peran gender adalah konstruksi sosial yang mengandung aturan dan

karakteristik (fisik, emosional, intelektual) dari stereotip femininitas dan


53

maskulinitas yang dirasakan (dalam Kurpisz, et al., 2016). Dibawah tekanan

harapan sosial, semua anggota masyarakat harus mengembangkan peran gender

pribadi sebagai bagian dari kepribadian dalam proses enkulturasi (Kurpisz, et al.,

2016). Sehingga dapat dikatakan bahwa peran gender diduga dapat memengaruhi

kepribadian seseorang. Sifat kepribadian ini kemudian memengaruhi persepsi

individu tentang kehidupan pekerjaan dan kehidupan pribadi, kemudian

memengaruhi individu dalam mengelola atau mengatasi pekerjaan dan kehidupan

pribadi (Pandey, et al., 2018).

Social support yang diberikan tidak akan berarti jika individu masih

memiiki pemikiran tradisional mengenai peran gender, karena masih akan timbul

perasaaan bersalah pada diri perempuan jika dirinya tidak mampu menjalankan

perannya dengan baik. Menurut Najwa (2019) perempuan yang memilih bekerja

diluar rumah kerap didera perasaan bersalah walau memiliki tujuan mulia.

Menjadi berhasil bagi seorang perempuan bisa saja memicu hal negatif, dianggap

begini, dinilai begitu ditakar macam-macam. Bahkan tidak sedikit perempuan

yang cemas dengan kemampuannya sendiri dan bahkan tidak jarang malah

menganggap rendah dirinya sendiri.Perasaan bersalah ini jika terjadi terus

menerus akan membuat individu menjadi stress dan semakin sulit untuk mencapai

work-life balance. Sebaliknya individu yang memiliki sikap pribadi egaliter

memliki rencana alokasi waktu untuk pekerjaan dan kehidupan yang lebih

seimbang (Adachi, 2018).


54

Gambar 2.1

Karangka Berpikir

Big Five Personality Traits

Work-life
Balance
Gender Role
Attitude

Social Support

Childcare Responsibilities

2.7 Hipotesis Penelitian

Penelitian ini diuji dengan analisis statistik, maka hipotesis yang diajukan adalah :

H1 : Apakah ada pengaruh yang signifikan personality, social support dan

childcare responsibilities terhadap work-life balance.


55

Ha1: Ada pengaruh yang signifikan personality (agreeableness,

neurocitism,opennes to experience, conscientiousness, extraversion)

terhadap work-life balance.

Ha2: Ada pengaruh yang signifikan social support (family support, friend support,

husband support) terhadap work-life balance.

Ha3 : Ada pengaruh yang signifikan gender role attitude terhadap work-life

balance.

Ha4: Ada pengaruh yang signifikan personality (agreeableness,

neurocitism,opennes to experience, conscientiousness, extraversion) yang

dimoderatori oleh gender role attitude terhadap work-life balance.

Ha5: Ada pengaruh yang signifikan social support (family support, friend support,

husband support) yang dimoderatori oleh gender role attitude terhadap

work-life balance.
56

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perempuan yang bekerja di Jabodetabek,

pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non probability sampling dimana

tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi

subjek penelitian. Sedangkan metode pengambilan sampel yang digunakan adalah

purposive sampling dengan jumlah sampel 238 responden, namun hanya 220

responden yang dianggap telah memenuhi kriteria penelitian. Sampel diambil

berdasarkan karakteristik tertentu. Adapun kriteria partisipan perempuan pekerja

yang sudah menikah dan lahir di tahun 1980-2000 atau yang lebih dikenal

dengan generasi milenial.

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana yang

disebutkan pada bab sebelumnya adalah work-life balance sebagai dependent

variable. Sementara independent variable dalam penelitian ini adalah personality

(agreeableness, neurocitism,opennes to experience, conscientiousness,

extraversion), social support (family support, friend supporthusband support),

childcare responsibilities dan variabel gender role attitude sebagai variabel

moderator. Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel adalah :

56
57

1. Dependent Variable :Work-life Balance

Work-life balance merupakan proses yang dilakukan individu dalam membagi

waktu antara pekejaan dan kegiatan di luar pekerjaan dimana di dalamnya terdapat

gangguan dan peningkatan yang mencakup empat aspek utama yaitu

waktu,perilaku, ketegangan dan energi untuk mencapai kepuasan kerja dan

kehidupan pribadi (Fisher, et al., 2009). Variabel ini diukur dengan skala

Work/Nonwork Interference and Enhancement Scale yang terdiri dari empat

dimensi yaitu :

1. Work Interference with Personal Life (WIPL)

Dimensi ini terkait dengan seberapa besar pekerjaan manjadi gangguan

bagi kehidupan pribadi.

2. Personal Life Interference with Work (PLIW)

Dimensi ini terkait dengan seberapa besar kehidupan pribadi manjadi

gangguan bagi kehidupan pekerjaan.

3. Work Enhancement of Personal Life (WEPL)

Dimensi ini terkait dengan seberapa besar peningkatan pekerjaan yang

disebabkan kehidupan pribadi.

4. Personal Life Enhancement of work

Dimensi ini terkait dengan seberapa besar peningkatan kehidupan pribadi

yang disebabkan oleh pekerjaan.


58

2. Independent Variable : Big-five Personality Traits

Big-five personality traitmerupakan kepribadian yang tersusun dalam lima domain

kepribadian untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian individu. Lima trait

tersebut yaitu: extraversion, agreeableness, neurocitism, opennes to experience

dan conscientiousness (Costa & McCrae, 1992). Variabel ini diukur dengan

skala Mini-International Personality Item Pool (Mini-IPIP) yang terdiri dari lima

dimensi yaitu :

1. Neuroticism -Individu dengan skor tinggicenderung cemas temperamental,

mengasihani diri sendiri, emosional, dan rentan terhadap gangguan yang

berkaitan dengan stres. Semantara individu yang memiliki skor rendah

cenderungtenang, puas diri, dan tidak emosional.

2. Extraversion -Individu dengan skor tinggi pada extraversion cenderung penuh

kasih sayang, periang, banyak bicara,suka berkelompok dan suka bersenang-

senang. Sebaliknya, skor rendah cenderung pendiam, penyendiri, pasif, dan

kurang memiliki kemampuan untuk mengekspresikan emosi.

3. Openness to experience-Individu dengan skor yang tinggi secara konsisten

mencari pengalaman yang berbeda dan beragam, umumnya kreatif, imajinatif,

penasaran, cenderung liberal dan memiliki berbagai preferensi. Sebaliknya,

skor rendah pada openness to experience biasanya konvensional, tidak jujur,

konservatif, dan kurang ingin tahu.


59

4. Agreeableness-Individu yang mendapat skor tinggi cenderungpenuh

kepercayan, baik hati, penurut, menerima. Sementara individu dengan skor

rendah umumnya curiga, pelit, tidak ramah, mudah marah, dan suka mengkritik

orang lain.

5. Conscientiousness- Individu dengan skor tinggi cenderung terorganisir,

ambisius, berfokus pada pencapaian, dan pekerja keras, teliti, tepat waktu, dan

gigih. Sebaliknya, individu yang mendapat skor rendah cenderung tidak

terorganisir, lalai, malas, dan tidak memiliki tujuan dan cenderung menyerah

ketika dihadapkan dengan situasi sulit.

3. Independent Variable :Social Support

Dukungan sosial merupakan persepsi mengenai bantuan atau dukungan yang

bersumber oleh orang terdekat individu meliputi keluarga, teman, dan seseorang

yang spesial (Zimet et al., 1988).

1. Family Support (Dukungan keluarga) adalah persepsi bantuan yang

bersumber dari keluarga terhadap individu seperti membantu dalam

membuat keputusan maupun kebutuhan secara emosional.

2. Friend Support (Dukungan Teman) adalah persepsi bantuan yang

bersumber dari teman individu seperti membantu dalam kegiatan

keseharian maupun bentuan dalam bentuk lainnya.

3. Significant Other Support (Dukungan Orang yang Istimewa) adalah perspsi

bantuan yang bersumber dari seseorang yang berarti dalam hidup


60

individu seperti membuat individu merasa nyaman dan dihargai.

Social supportadalah hubungan interpersonal dimana individu menerima

informasi, perhatian emosional, penilaian dan bantuan instrumental.Hubungan ini

memberikan manfaat emosional atau dampak perilaku untuk membantu individu

dalam mengatasi masalahnya (House dalam Desiningrum, 2010).Menurut House

dan Khan (dalamDesiningrum, 2010) dukungan sosial dikategorikan menjadi

empat jenis dukungan yaitu :

1. Emotional support berarti menujukan empati, kepedulian dan perhatian

kepada individu, dukungan ini memberikan rasa nyaman, ketenangan hati

dan perasaan syukur karena dicintai atau didukung oleh orang lain.

2. Appreciation support, individu memperoleh apresiasi positif, dorongan

atau individu diberikan apresiasi positif terhadap ide atau perasaannya.

3. Instrumental support, Individu memperoleh bantuan langsung dalam

bentuk uang, waktu dan sumber daya.

4. Informative support, individu memperoleh saran, arahan, rekomendasi,

pengetahuan dan feedback dari orang lain.

4. Variabel Moderator :gender roledidefinisikan sebagai keyakinan perspektif

tentang perilaku yang pantas untuk laki-laki dan perempuan (Kerr & Holden,

1996). Individu yang meyakini bahwa peran perempuan dan laki-laki setara

artinya ia memiliki keyakinan peran gender yang feminis, sementara individu

yang menganggap perempuan memiliki peran yang lebih rendah dari laki-laki
61

maka ia masih meyakini peran gender tradisional. Variabel ini diukur

menggunakan skala Gender Role Beliefs Scale (GRBS).

3.3 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan model skala

likert.Tiap item diukur melalui empat kategori jawaban yaitu “Sangat Sesuai”

(SS), “Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS), “Sangat Tidak Sesuai” (STS).Hal ini

dilakukan untuk mengindari terjadinya pemusatan (central tendency) atau

menghindari jumlah respon yang bersifat netral.Instrumen pengumpulan data ini

terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif

(unfavorable).Untuk pernyataan favorable, skor tertinggi diberikan pada pilihan

jawaban “Sangat Sesuai” dan skor terendahdiberikan pada pilihan jawaban

“Sangat Tidak Sesuai”.Sebaliknya untuk pernyataan unfavorable, skor tertinggi

diberikan pada pilihan jawaban “Sangat Tidak Sesuai” dan skor terendah

diberikan pada pilihan jawaban “Sangat Sesuai”.Bobot skor untuk setiap skala

terdiri dari 1-4 adalah item favorabledan 4-1 pada item unforable. Instrument

pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas empat alat ukur, yaitu: alat ukur

work-life balance, big five personality trait, social support dan gender role

attitude

3.3.1 Skala Work-life Balance

Alat ukur berupa Work/Nonwork Interference and Enhancement Scaleyang

dikembangkan oleh Fisher et al. (2009), terdir dari 17 item pernyataan dan

memiliki empat dimensi; work interference with personal life, personal life
62

interference with work, work enhancement of personal life, and personal life

enhancement of work. Dalam penelitian ini peneliti menggunaka skala likert yang

terdiri dari 4 kategori jawaban yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai

(TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).

Tabel 3.1

Blue print skala work-life balance


No Dimensi Indikator Nomor Item Jumlah item

1. Work Interference with  Pekerjaan 1*, 2*, 3*, 5


Personal Life menganggu 4*, 5*
kehidupan
pribadi.
 Mengabaikan
kehidupan pribadi
karena pekerjaan.

2. Personal Life  Memirkan 6*, 7* , 8*, 6


Interference with Work masalah pribadi 9*, 10*, 11*
saat bekerja
 Kehidupan
pribadi
menganggu
pekerjaan

3. Work Enhancement of  Pekerjaan 12, 13, 14 3


Personal Life meningkatkan
kehidupan pribadi
 Pekerjaan
membantu
individu dalam
menyelesaikan
masalah di rumah

4. Personal Life  Kehidupan 15, 16, 17 3


Enhancement of Work priibadi
meningkatkan
pekerjaan
 Kehidupan
pribadi membuat
individu
bersememagat
untuk bekerja.

Total 17 Item

Keterangan : (*) Item pernyataan negatif


63

3.3.2 Skala Big FivePersonality Traits

Skala ini dikembangkan oleh Donnellan et al., (2006) yang terdiri dari 20 item

pernyataan dan memiliki lima dimensi (openness, conscientiousness, extraversion,

agreeableness, neurotisisme).Dalam penelitian ini peneliti menggunaka skala

likert yang terdiri dari 4 kategori jawaban yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S),

Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).

Tabel 3.2

Blue print skala big-five personality traits

No Dimensi Indikator Nomor Item Jumlah Item

1. Extraversion  Periang 1, 6*, 11, 4


 Banyak bicara 16*
 Suka berkelompok

2. Agreeableness  Baik hati 2, 7*, 12, 4


 Suka menolong 17*
 Simpati

3. Conscientiousness  Teratur 3, 8*, 13, 4


 Fokuspada pencapaian 18*
 Disiplin

4. Neuroticism  Kemarahan 4, 9*, 14, 4


 Depresi 19*
 Tenang

5. Openness  Imajinasi 5, 10*, 15*, 4


 Minat seni 20*
 Intelek

Total 20 Item

Keterangan : (*) Item pernyataan negatif


64

3.3.3. Skala Social Support

Skala ini dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada dua teori

dukungan sosial yaitu teori Zimet et al., (1988) yang mengatakan bahwa

dukungan sosial terdiri dari tiga sumber dukungan yaitu: keluaga, teman, dan

orang yang istimewa dan teori Hause dan Khan (dalamDesiningrum, 2010) yang

mengatakan bahwa dukungan sosial dikategorikan menjadi empat tipe yaitu:

Emotional support, Appreciation support, Instrumental support dan Informative

support. Dalam penelitian ini peneliti menggunaka skala likert yang terdiri dari 4

kategori jawaban yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat

Tidak Sesuai (STS).

Tabel 3.3

Blue print skala social support

No Sumber Indikator Nomor item Jumlah Item

1. Family Support  Memperoleh 1*, 2, 3* 3


perhatian,
merasa
dipedulikan dan
empati dari
keluarga.
4, 5*, 6 3
 Memperoleh
apresiasi positif
terhadap ide atau
perasaannya dari
keluarga.
 Memperoleh 7*, 8, 2
bantuan
langsung berupa
uang, waktu atau
tenaga dari
keluarga.
 Memperoleh 9, 10 2
feedback baik
berupa saran,
rekomendasi dan
pengetahuan dari
65

keluarga.

2. Friend Support  Memperoleh 11, 12 2


perhatian,
merasa
dipedulikan dan
empati dari
teman.
13, 14, 15 3
 Memperoleh
apresiasi positif
terhadap ide atau
perasaannya dari 16*, 17 2
teman.
 Memperoleh
bantuan
langsung berupa
uang, waktu atau
tenaga dari 18, 19, 20 3
teman.
 Memperoleh
feedback baik
berupa saran,
rekomendasi dan
pengetahuan dari
teman.

3. Husband Support  Memperoleh 21, 22, 23* 3


perhatian,
merasa
dipedulikan dan
empati dari
suami.
 Memperoleh
apresiasi positif 24, 25, 26 3
terhadap ide atau
perasaannya dari
suami.
 Memperoleh 27, 28 2
bantuan
langsung berupa
uang, waktu atau
tenaga dari
suami.
 Memperoleh 29, 30 2
feedback baik
berupa saran,
rekomendasi dan
pengetahuan dari
teman.

Total 30 Item

Keterangan : (*) Item pernyataan negatif


66

3.3.4 Skala Gender Role Attitude

Skala ini dikembangan oleh Brown dan Gladstone (2012) yang terdiri dari 10

item.Dalam penelitian ini peneliti menggunaka skala likert yang terdiri dari 4

kategori jawaban yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat

Tidak Sesuai (STS).

Tabel 3.4
Blue print skala Gender Role Attitude
Dimensi Indikator Nomor Item Jumlah Item

Sikap peran gender  Pilihan pekerjaan 1*, 2*, 3, 4*, 5*, 10


modern perempuan terbatas 6*, 7*, 8*, 9*, 10*
 Perempuan mengurus
rumah tangga
 Perempuan tidak memiliki
kewajiban bekerja.
 Terbatas dalam
mengekspresikan emosi.
 Inisatif mengemukakan
pendapat

Total 10 item

Keterangan : (*) Item pernyataan negatif

3.4 Uji Validitas Konstruk

Sebelummelakukananalisis data, peneliti melakukan pengujian terhadap

validitas instrument yang dipakai. Untuk menguji validitas konstruk alat ukur

yang digunakan dalam penelitian ini, penelitimenggunakan ConfirmatoryFaktor

Analysis (CFA). Sebagai prosedur konfirmasi, CFA merupakan metode untuk

menilai validitas konstruk pengukuran, bukan sarana untuk pengurangan data.

Validitas konstruk didukung jika struktur faktor skala konsisten dengan konstruksi
67

instrumen yang akan diukur. Konfirmasi hipotesis struktur faktor yang paling

memadai adalah dengan teknik analisis faktor konfirmatori.

Dalam analisis faktor konfirmatori, struktur faktor secara eksplisit

dihipotesiskan dan diuji untuk cocok dengan struktur kovarians dari variabel yang

diukur. Pendekatan ini juga memungkinkan untukmenguji model fitfaktor.

Meskipun pendekatan ini berguna untuk konfirmasi teori, prosedur CFA

memberikan pedoman untuk "model pemangkasan," atau model modifikasi, yang

dapat menunjukkan perubahan dalam struktur faktor yang diusulkan. Dengan

demikian, prosedur konfirmasi dapat digunakan untuk merevisi dan

menyempurnakan instrument danstruktur faktorial mereka (Floyd &Widaman,

1995). Adapun logikadari CFAmenurut Umar (dalam Alawiyah, 2015):

1. Lakukan uji CFA dengan model satu faktor, lihat nilai P-value yang dihasilkan.

Jika P-value tidak signifikan (P> 0,05), maka item hanya mengukur satu faktor

saja, tetapi jika P-value yang dihasilkan signifikan (P< 0,05) maka perlu

dilakukan uji sesuai langkah berikutnya.

2. Jika P-value signifikan (P<0,05) maka dilakukan modifikasi model pengukuran

dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan pengukuran.

Hal ini terjadi saat suatu item selain mengukur konstruk ingin diukur, tetapi

item ini juga mengukur lebih dari satu konstruk atau multidimensional. Setelah

beberapa kesalahan pengukuran dibebaskan untuksaling berkorelasi maka akan

diperoleh model yang fit, maka model yang terakhir inilah yang digunakan

pada langkah selanjutnya.


68

3. Jika telah diperoleh model yang fit, maka analisis item dilanjutkan dengan

melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai

koefisien yang positif. Untuk melihat signifakan atau tidaknya item tersebut

dalam pengukuran faktor ini, yaitu dengan cara melihat nilai dari T-value dan

koefisien muatan faktor tersebut. Jika T-value> 1,96 maka item tersebut

signifikan dan tidak akan di-drop dan begitu pula sebaliknya.

4. Selain itu, juga perlu dilihat apakah ada item yang muatan faktornya negatif.

Dalam hal ini jika ada item pernyataan yang negatif, maka saat penskoran pada

item tersebut, arah skornya diubah menjadi positif. Jika setelah diubah arah

skornya masih terdapat item dengan muatan faktor negatif maka item tersebut

akan di-drop.

5. Selanjutya, yaitu melihat kesalahan pengukuran yang berkorelasi. Apabila

menemukan item dengan banyak kesalahan pengukuran yang berkorelasi

dengan banyak item lain, maka hal ini berarti item tersebut selain mengukur

satu hal, juga mengukur hal lainnya, sehingga item seperti ini juga dapat di-

drop karena bersifat multidimensional yang sangat kompleks.

6. Setelah melakukan modifikasi terhadap model, maka dilakukan olah data untuk

mendapatkan faktor skornya. Olah data dilakukan dengan menggunakan SPSS

20.0 dengan ketentuan tidak mengikut sertakan skor mentah dari item yang

sudah di drop.

7. Setelah proses mendapatkan faktor skor dilakukan, kemudian ditransform

dalam skala T-score (true score) dengan menggunakan formula berikut:


69

T-score = 50 + (10* F-score)

Faktor skor yang masih mengandung angka negatif harus ditransform menjadi

true score dengan mean = 50 dan standard deviation (SD) = 10

8. Setelah diperoleh true score (T-score) dari masing-masing variabel, maka

dilakukan analisis regresi. Dalam penulisan ini menggunakan analisis regresi

berganda (multiple regression analysis).

3.4.1 Uji Validitas Konstruk Work-life Balance

Penulis menguji apakah ke-17 item yang ada bersifat uni dimensional, artinya

maisng-masing item benar hanya mengukur work-life balance. Setelah dilakukan

modifikasi maka ditemukan model fit dengan chi-square = 125.794, df = 106, P-

value = 0,0921, RMSEA = 0,029. Setalah di dapat nilai P-value > 0,05 dan

RMSEA < 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu faktor dapat

diterima, artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu work-life

balance. Selain itu penulis juga melihat apakah item tersebut mengukur faktor

yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item

tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.5 dibawah ini:

Tabel 3.5

No Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

1 0,651 0,056 11,653 √


70

2 0,748 0,042 17,804 √

3 0,800 0,035 22,615 √

4 0,767 0,041 18,597 √

5 0,745 0,045 16,532 √

6 0,546 0,066 8,297 √

7 0,669 0,060 11,209 √

8 0,388 0,078 4,970 √

9 0,803 0,038 21,289 √

10 0,755 0,057 13,239 √

11 0,685 0,074 9,304 √

12 0,620 0,081 7,611 √

13 0,806 0,041 19,768 √

14 0,767 0,053 14,460 √

15 0,770 0,058 13,195 √

16 0,625 0,079 7,900 √

17 0,547 0,083 6,695 √

Keterangan : (√) Item Valid

3.4.2 Uji Validitas Konstruk Big-five Personality

Penulis menggunakan model multifactorial utuk menguji valditas alat ukur

konstruk big-five personality dengan lima dimensi. Penulis menguji apakah


71

item-item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar semua item mengukur

sesuai dengan yang seharusnya di ukur. Berdasarkan analisis CFA yang

dilakukan diperoleh model fit dengan Chi-square =134.390, df = 110, P-value =

0,0570, RMSEA = 0,032. Penulis melakukan uji validitas dengan model

multifactorial karena jumlah item pada setiap dimensi sedikit, sehingga tidak

diuji dengan unidimensional. Kemudian penulis melihat apakah item tersbut

mengukur faktor yang hendak di ukur dan sekaligus menentukan apakah item

tersebut perlu di drop atau tidak. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai t bagi

setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.6 dibawah ini.

Tabel 3.6

Dimensi No Item Koefisien SE T-Value Keterangan

Extraversion 1 0,615 0,057 10,884 √

6 0,281 0,069 4,105 √

11 0,824 0,053 15,665 √

16 0,248 0,069 3,612 √

Agreeableness 2 0,393 0,080 4,902 √

7 0,147 0,061 2,415 √

12 0,341 0,080 4,267 √

17 0,338 0,079 4,308 √

Conscientiousness 3 0,738 0,055 13,478 √


72

8 0,187 0,065 2,900 √

13 0,620 0,054 11,458 √

18 0,476 0,068 7,020 √

Neurocitism 4 0,214 0,071 2,990 √

9 0,774 0,058 13,262 √

14 0,487 0,064 7,622 √

19 0,601 0,061 9,828 √

Opennes to 5 0,168 0,082 2,035 √

experience
10 0,700 0,118 5,925 √

15 0,631 0,110 5,751 √

20 0,199 0,081 2,448 √

Keterangan : (√) Item Valid

3.4.3 Uji Validitas Konstruk Social Support

3.4.3.1 Uji Validitas Family Support

Penulis menguji apakah ke-10 item yang ada bersifat uni dimensional, artinya

maisng-masing item benar hanya mengukurdukungan keluarga. Setelah dilakukan

modifikasi maka ditemukan model fit dengan chi-square =32,031, df = 24, P-

value = 0,1262, RMSEA = 0,039. Setalah di dapat nilai P-value > 0,05 dan

RMSEA < 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu faktor dapat diterima,

artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu dukungan keluarga.Selain
73

itu penulis juga melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak

diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu

didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.7 dibawah ini.

Tabel 3.7

No Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

1 0,199 0,073 2,704 √

2 0,522 0,059 8,804 √

3 0,262 0,072 3,647 √

4 0,588 0,058 10,187 √

5 0,280 0,071 3,939 √

6 0,571 0,056 10,161 √

7 0,299 0,072 3,180 √

8 0,574 0,054 10,584 √

9 0,723 0,053 13,695 √

10 0,837 0,044 19,165 √

Keterangan : (√) Item Valid


74

3.4.3.2 Uji Validitas Friend Support

Penulis menguji apakah ke-10 item yang ada bersifat uni dimensional, artinya

maisng-masing item benar hanya mengukur dukungan teman. Setelah dilakukan

modifikasi maka ditemukan model fit dengan chi-square =38,953, df = 27, P-

value = 0,0640, RMSEA = 0,045. Setalah di dapat nilai P-value > 0,05 dan

RMSEA < 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu faktor dapat

diterima, artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitudukungan teman.

Selain itu penulis juga melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi

setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.8 dibawah ini:

Tabel 3.8

No Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

11 0,668 0,042 16,075 √

12 0,725 0,037 19,700 √

13 0,711 0,038 18,618 √

14 0,645 0,043 14,838 √

15 0,597 0,048 12,496 √

16 0,256 0,067 3,834 √

17 0,726 0,037 19,434 √


75

18 0,847 0,025 34,064 √

19 0,865 0,024 35,545 √

20 0,824 0,029 28,782 √

Keterangan : (√) Item Valid

3.4.3.3 Uji Validitas Husband Support

Penulis menguji apakah ke-10 item yang ada bersifat uni dimensional, artinya

maisng-masing item benar hanya mengukur dukungan suami. Setelah dilakukan

modifikasi maka ditemukan model fit dengan chi-square =28,507, df = 20, P-

value = 0,0979, RMSEA = 0,044. Setalah di dapat nilai P-value > 0,05 dan

RMSEA < 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu faktor dapat

diterima, artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu dukungan

suami. Selain itu penulis juga melihat apakah item tersebut mengukur faktor

yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item

tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.9 dibawah ini:

Tabel 3.9

No Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

21 0,798 0,026 30,147 √

22 0,766 0,029 26,177 √

23 0,479 0,061 7,907 √


76

24 0,737 0,033 22,383 √

25 0,762 0,031 24,241 √

26 0,760 0,032 24,049 √

27 0,825 0,024 34,085 √

28 0,831 0,024 35,093 √

29 0,901 0,017 52,820 √

30 0,913 0,015 60,557 √

Keterangan : (√) Item Valid

3.4.4 Uji Validitas Gender Role Attitude

Penulis menguji apakah ke-10 item yang ada bersifat uni dimensional, artinya

maisng-masing item benar hanya mengukur dukungan suami. Setelah dilakukan

modifikasi maka ditemukan model fit dengan chi-square =22,187, df = 24, P-

value = 0,5681, RMSEA = 0,000. Setalah di dapat nilai P-value > 0,05 dan

RMSEA < 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu faktor dapat

diterima, artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu gender role

attitude. Selain itu penulis juga melihat apakah item tersebut mengukur faktor

yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item

tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.10 dibawah ini:
77

Tabel 3.10

No Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

1 0,818 0,026 31,942 √

2 0,911 0,020 45,900 √

3 0,760 0,031 24,228 √

4 0,700 0,042 16,750 √

5 0,570 0,049 11,635 √

6 0,118 0,069 1,714 ×

7 0,411 0,063 6,499 √

8 0,563 0,050 11,344 √

9 0,555 0,049 11,350 √

10 0,693 0,038 18,107 √

Keterangan : (√) Item Valid

3.5.Teknik Analisis Data

Peneliti menggunakan teknik analisis multiple regression atau analisis regresi

berganda untuk menguji hipotesis penelitian mengenai pengaruh personality,

social support dan childcare responsibilities terhadap work-life balance yang

dimoderatori oleh geder role attitude. Dalam penelitian ini penulis ingin

mendefinisikan hubungan anatara variabel dependent (Y) dengan satu atau

beberapa variabel independen (X) serta variabel moderator, yang bertujuan untuk
78

meramalkan atau memprediksi nilai Y bedasarkan nilai X dan variabel moderator.

Dalam menganalisis data penulis menggunakan program SPSS versi 20.0.

Persamaan analisi regresi pada penelitian adalah :

Y= a+b1x1+b2x2+b3x3+b4x4+b5x5+b6x6+b7x7+b8x8+b9x9

Y = Work-life Balance

a = Intercept (konstan)

b = koefisien regresi yang distandarisasi untuk masing-masing X

x1 = Extraversion

x2 = Agreeableness,

x3 = Conscientiousness

x4 = Neurocitism

x5 = Opennes to experience

x6 = Family Support

x7 = Friend Support

x8 = Husband Support

x9 = Childcare responsibilities

e = Residu

Setelah diketahui variabel yang memiliki koefisien regresi yang signifikan,

selanjutnya penulis melakukan analisis regresi linear antara variabel gender role

attitude dengan work-life balance.

Adapun persamaan regresi adalah sebagai berikut :

Y = a+b10x10+e
79

Y = Work-life Balance

a = Intercept (konstan)

b = Koefisien regresi yang distandarisasi untuk masing-masing X

x10 = Gender Role Attitude

e = Residu

Setelah diketahui hasil regresi antara variabel gender role attitude dengan work-life

balance. Selanjutnya melakukan analisis regresi pada masing-masing variabel

indepent dikalikan dengan variabel moderator, sehingga diperoleh variabel ketiga

yaitu antara X1 dan moderator. Sebagai ilustrasi, untuk variabel extraversion akan

memiliki persamaan regresi berikut ini.

Y = X1* extraversion + X2*Gender Role Attitude+ Z*(Neuroticism x


Gender Role Attitude) +e

Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan adalah model yang sesuai

(error terkecil), maka dibutuhkan beberapa pengujian analisis sebagai berikut :

1. R2 (R Square Koefisien Determinasi Berganda)

Dengan menggunakan regresi berganda akan diperoleh nilai R, yaitu regresi

berganda personality, social support dan childcare responsibilities terhadap work-

life balance yang dimoderatori oleh gender role attitude. Besarnya work-life

balance ditunjukan dengan koefisien determinasi berganda atau R2 yang

digunakan untuk mengetahui besaranya pengaruh atau merupakan proporsi

varians yang dijelaskan oleh personality, social support, childcare


80

responsibilitiesdan gender role attitude. Untuk mendapatkan nilai R2 digunakan

rumus sebagai berikut :

R2 = Ssreg

Ssy

Keterangan :

R2 = Proporsi varians yang dijelaskan oleh keseluruhan IV (X)

SSreg = Jumlah kuadrat regresi yang dapat dihitung jika koefisien regresi telah

diperoleh

SSy = Jumlah kuadrat dari DV (Y)

2. Uji F

Selanjutnya R2 diuji untuk membuktikan apakah regresi DV dan IV signifikan

atau tidak maka digunakanlah uji F. Berikut ini adalah rumus uji F :

F = R2

(1-R2)/(N-k-1)
Keterangan :

k = jumlah variabel independent

N = jumlah sampel penelitian.

Jika nilai F signifikan (p<0,05) maka seluruh IV secara bersama-sama memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap DV.

3. Uji t

Kemudian menggunakan uji t untuk meilhat pengaruh yang diberikan oleh

masing-masing IV apakah signifikan terhadap DV. Adapun umus uji adalah :


81

t= b

Sb
Keterangan :

b = koefisien regresi

Sb = standar error dari b.

3.6 Prosedur Penelitian

Berikut merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam proses penelitian ini,

antara lain:

1. Tahap Persiapan

Diawali dengan mencari fenomena penelitian kemudian merumuskan masalah

dan pembatasan masalah penelitian.Selanjutnya menentukan variabel yang

hendak diteliti dengan melakukan studi pustakaan untuk mendapatkan

gambaran dan landasan teori yang tepat.Kemudian menyusun instrument

penelitian dengan skala likert.

2. Tahap Pelaksanaan

Pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner secara langsung

tempat-tempat kerja di daerah Tangerang dan meminta kesediaan responden

yang sesuai kriteria penelitian untuk mengisi kueisoner. Namun karena

pademi covid-19 ini semakin meluas kemudian pengambilan data dilanjutkan

dengan kuesioner online melalui google form.


82

3. Tahap pengolahan data

Jumlah data yang terkumpul sebanyak 238 namun hanya 220 responden yang

dianggap telah memenuhi kriteria penelitian. Selanjutnya penulis melakukan

scoring pada hasil skala yang telah diisi oleh responden, kemudian penulis

melakukan analisis data menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis

penelitian.
83

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah perempuan pekerja yang sudah menikah,

berusia 20-40 tahun.Agar memudahkan penulis mengkategorisasikan responden

ke dalam beberapa kategori.Gambaran subjek dalam penelitian ini dapat dilihat

pada tabel 4.1.

Tabel 4.1

Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Data Demografi

Sampel Penelitian Frekuensi Presentase (%)

Jumlah Anak

Belum memiliki anak 75 34,1%

1 Anak 73 33,2%

2 Anak 54 24,5%

3 Anak 16 7,3 %

4 Anak 1 0,5%

5 Anak 1 0.5%

Usia Pernikahan

< 1 tahun 63 28,6%

1-5 tahun 75 34,1%

< 5 tahun 82 37,3%

83
84

Lama Bekerja

< 1 tahun 29 13,2%

1-5 tahun 92 41,8%

>5 tahun 99 45,0%

Pekerjaan

Buruh 1 0,5%

Dosen 7 3,2%

Guru 46 20,9%

Pegawai Swasta 131 59.5%

Pelatih 1 0,5%

Penulis 1 0,5%

Perawat 6 2,7%

PNS 22 10%

Promotor 1 0,5%

Psikolog 1 0,5%

Wirausaha 3 1,4%

Penghasilan

< 5 Juta/Perbulan 69 31,4%

3-5 Juta/Bulan 91 41,4%

1-3 Juta/Perbulan 60 27,3%

4.2 Hasil Analisis Deskriptif Variabel Penelitian

Analisis deskriptif dalam penelitian ini menggunakan factor score, dimana factor

score didapatkan dengan mengubah semua item pada dimensi yang sama menjadi

satu faktor. Tujuan penggunaan factor score adalah untuk menghindari estimasi

bias dari kesalahan pengukuran. Factor score selanjutnya diubah menjadi T-scale

untuk menghilangkan bilangan negative, dimana T-scale memiliki mean 50 dan


85

standar deviasi 10. Dalam menjelaskan mengenai gambaran umum tentang

statistik deskriptif dari variabel-variabel penelitian ini, digunakan indeks acuan

skor yaitu mean, median, standar deviation (SD), nilai minimum dan nilai

maksimum dari masing-masing variabel.

Tabel 4.2

Analisis Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Variance


Deviation

TS_WLB 220 17,93 71,81 50,0000 10,00000 100,000

TS_EX 220 25,96 73,23 50,0000 10,00000 100,000

TS_AGR 220 29,33 81,84 50,0000 10,00000 100,000

TS_CONS 220 8,33 69,05 50,0000 10,00000 100,000

TS_NEU 220 20,95 75,94 50,0000 10,00000 100,000

TS_OPEN 220 23,51 75,16 50,0000 10,00000 100,000

TS_KLRG 220 0,87 66,08 50,0000 10,00000 100,000

TS_TMN 220 5,14 66,33 50,0000 10,00000 100,000

TS_SUAMI 220 7,67 59,33 50,0000 10,00000 100,000

TS_GRA 220 1,53 66,32 50,0000 10,00000 100,000

4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian

Katagorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu dalam kelompok

yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang

diukur. Kontinum jenjang ini contohnya yaitu dari rendah ke tinggi yang akan
86

penulis gunakan dalam kategorisasi variabel penelitian. Norma kategorisasi skor

dapat dilihat dalam tabel 4.3.

Tabel 4.3

Norma Skor Kategorisasi

Kategotisasi Norma

Rendah X<Mean-SD

Sedang M-1SD<X<M+1SD

Tinggi X>Mean+SD

Setelah mendapatkan norma katagorisasi, kemudian akan dijelaskan perolehan

presentase untuk variabel work-life balance, personality (extraversion,

agreeableness, neurocitism, opennes to experience dan conscientiousness), social

support dan gender role attitude.

Tabel 4.4

Skor Kategorisasi

Variabel Frekuensi

Rendah Sedang Tinggi

Work-life Balance 27 (12,3%) 153 (69,5%) 40 (18,2%)

Extraversion 42 (19,1%) 140 (63,6%) 38 (17,3%)

Agreeableness, 36 (16,4%) 150 (68,2%) 34 (15,5%)

Conscientiousness 23 (10,5%) 154 (70,0%) 43 (19,5%)

Neurocitism 36 (16,4%) 157 (71,4%) 27 (12,3%)


87

Opennes to experience 31 (14,1%) 159 (72,3%) 30 (13,3%)

Family Support 22 (10%) 156 (70,9%) 42 (19,1%)

Friend Support 15 (6,8%) 162 (73,6%) 43 (19,5%)

Husband Support 13 (6,0%) 42 (19,1%) 165 (75,0%)

Gender Role Attitude 18 (8,2%) 161 (73, 2%) 41 (18,6%)

4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian

4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian

Terdapat beberapa langkah yang dilakukan untuk mengetahui interaksi

antara variabel indenpent dengan variabel moderator terhadap variabel

dependent.Pertama penulis melakukan menguji hipotesis dengan teknik analisis

regresi berganda semua variabel indepent terhadap dependent variabel. Terdapat

beberapa hal yang dapat dilihat dari analisis regresi yaitu melihat besaran R

Square untuk mengetahui berapa persen (%) varins work-life balance yang

dijelaskan oleh personality, social support dan childcare responsibilities,

selanjutnya melihat apakah secara keseluruhan personality, social support dan

childcare responsibilities berpengaruh secara signifikan terhadap work-life

balance, kemudian melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-

masing variabel.
88

Tabel 4.5
Model Summary Analisis Regresi

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

a
1 .559 .313 .283 8.46682

Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa diperoleh R Square sebesar 0.313 atau 31,3%.

Artinya proporsi varians dari work-life balance dijelaskan oleh personality, social

support dan childcare responsibilities sebesar 31,3% sedangkan 68,7% sisanya

dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.

Selanjutnya penulis melihat pengaruh dari personality, social support dan

childcare responsibilities terhadapwork-life balance.Berdasarkan hasil uji F yang

terdapat pada tabel 4.6 dapat dilihat F sebesar 10,610 dengan sig 0,00 (sig <0,05).

Maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan

antarapersonality, social support dan childcare responsibilities terhadap work-life

balance ditolak, artinya ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari

variabel personality, social support dan childcare responsibilities terhadap work-

life balance.

Tabel 4.6

Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV

Model Sum of Square Df Mean Square F Sig

Regression 6845,705 9 760,634 10,610 0,000b

Residual 15054,295 210 71,687


89

Total 21900,000 219

Setelah itu, penulis melihat koefisien regresi dari masing-masing variabel

personality, social support dan childcare responsibilities. Apabila sig > 0,05

maka koefisien regresi tersebut signifikan artinya variabel personality, social

support dan childcare responsibilities memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap work-life balance. Berikut adalah besaran koefisien regresi dari masing-

masing variabel independen terhadap work-life balance.

Tabel 4.7

Koefisien Regresi

Model Unstandardized Standardized T Sig.


Coefficients Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) 24.455 8.928 2.739 .007

TS_EX .052 .074 .052 .701 .484

TS_AGR .047 .075 .047 .631 .529

TS_CONS .099 .074 .099 1.345 .180

TS_NEU .334 .066 .334 5.094 .000*

TS_OPEN -.187 .062 -.187 -3.001 .003*

TS_KLRG .224 .094 .224 2.385 .018*

TS_TMN -.076 .072 -.076 -1.053 .293

TS_SUAMI .041 .086 .041 .479 .632


90

JMLH_ANAK -1.109 .598 -.110 -1.855 .065

a. Dependent Variabel : Work-life balance

Keterangan : (*) Signifikan

Work-life balance = 24.455 + .052 (Extraversion) + .047 (Agreeableness) +

.099 (Conscientiousness)-.187 (Neurocitism*) + .334 (Opennes to experience*) +

.224 (Family support*) -.076 (Friend support) + .041 (Husband support) -1.10

(Childcare responsibilities) + e

Pada tabel 4.7 terdapat tiga koefisien regresi yang signifikan yaitu, neurocitism,

opennes to experience dan family support. Sementara variabel lainnya

menghasilkan koefisien regresi yang tidak signifikan. Berikut merupakan

penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh dari masing-masing

independent variable :

1. Variabel Extraversion

Nilai koefisien regresi sebesar 0,052 dengan signifikansi sebesar 0,484 (sig >

0.05). Hal ini bermakna H02 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang

signifikan dari extraversion terhadap work-life balance” diterima, artinya tidak

ada pengaruh yang signifikan dari dimensi extraversion pada variabel big-five

personality terhadap work-life balance.

2. Variabel Agreeableness

Nilai koefisien regresi sebesar 0,047 dengan signifikansi sebesar 0,529 (sig>

0.05). Hal ini bermakna H03 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang
91

signifikan dari extraversion terhadap work-life balance” diterima, artinya tidak

ada pengaruh yang signifikan dari dimensi agreeableness pada variabel big-

five personality terhadap work-life balance.

3. Variabel Conscientiousness

Nilai koefisien regresi sebesar 0,099 dengan signifikansisebesar 0,180 (sig>

0,05). Hal ini bermakna H04 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang

signifikan dari conscientiousness, terhadap work-life balance” diterima, artinya

tidak ada pengaruh yang signifikan dari dimensi conscientiousnesspada

variabel big-five personality terhadap work-life balance.

4. Variabel Neurocitism

Nilai koefisien regresi sebesar 0,334 dengan signifikansisebesar 0,000 (sig<

0,05). Hal ini bermakna H05 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang

signifikan dari neurocitism, terhadap work-life balance” ditolak, artinya ada

pengaruh yang signifikan dari dimensi neurocitism pada variabel big-five

personality terhadap work-life balance.

5. Variabel Opennes to experience

Nilai koefisien regresi sebesar -0,187 dengan signifikansisebesar 0,003 (sig<

0,05).Hal ini bermakna H06 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang

signifikan dari opennes to experience, terhadap work-life balance” ditolak,

artinya ada pengaruh yang signifikan dari dimensi opennes to experience pada

variabel big-five personality terhadap work-life balance.


92

6. Variabel Family Support

Nilai koefisien regresi sebesar 0,224 dengan signifikansi sebesar 0,018 (sig<

0,05). Hal ini bermakna H07 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang

signifikan dari dukungan keluarga, terhadap work-life balance” ditolak, artinya

ada pengaruh yang signifikan dari dimensifamilypada variabel social support

terhadap work-life balance.

7. Variabel Friend Support

Nilai koefisien regresi sebesar -0,076 dengan signifikansi sebesar 0,293 (sig >

0,05). Hal ini bermakna H08 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang

signifikan dari dukungan teman, terhadap work-life balance” diterima, artinya

tidak ada pengaruh yang signifikan dari dimensi temanpada variabel social

support terhadap work-life balance.

8. Variabel Husband Support

Nilai koefisien regresi sebesar 0,041 dengan signifikansi sebesar 0,632 (sig >

0,05). Hal ini bermakna H09 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang

signifikan dari dukungan suami, terhadap work-life balance” diterima, artinya

tidak ada pengaruh yang signifikan dari dimensi suamipada variabel social

support terhadap work-life balance.

9. Variabel Childcare Responsibilities

Nilai koefisien regresi sebesar -1,109 dengan signifikansi sebesar 0,065 (sig

>0,05). Hal ini bermakna H10 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang
93

signifikan dari jumlah anak, terhadap work-life balance” diterima, artinya tidak

ada pengaruh yang signifikan dari jumlah anak terhadap work-life balance.

4.4.2 Pengujian proporsi varian masing-masing IV terhadap DV

Penulis ingin mengetahui bagaimana proporsi varians dari masing-masing

variabel personality, social support dan childcare responsibilities terhadap work-

life balance. Besaran proporsi varians pada work-life balance dapat dilihat pada

tabel 4.8

Tabel 4.8

Model Summary Proporsi Varians Tiap IV Terhadap DV

Model R R Adjusted Std.Error Change Statistics

Square R Square the Estimate


R F Change df1 df2 Sig. F

Square Change

Change

1 .237 .056 .052 9.73815 .056 12.936 1 218 .000*

2 .239 .057 .049 9.75368 .001 .307 1 217 .580

3 .366 .134 .122 9.36862 .077 19.205 1 216 .000*

4 .470 .221 .207 8.90719 .087 23.959 1 215 .000*

5 .495 .245 .227 8.79124 .024 6.709 1 214 .010*

6 .544 .296 .276 8.50961 .051 15.399 1 213 .000*

7 .548 .301 .278 8.49932 .005 1.516 1 212 .220

8 .549 .301 .275 8.51564 .001 .188 1 211 .665

9 .559 .313 .283 8.46682 .011 3.440 1 210 .065

Keterangan : (*) signifikan


94

Tabel 4.8 dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Variabel extraversion memberikan sumbangan sebesar 0,056 atau 5,6% dengan

sig. F change = 0,000, sumbangan tersebut signifikan.

2. Variabel agreeableness memberikan sumbangan sebesar 0,001 atau 1% dengan

sig. F change = 0,580, sumbangan tersebut tidak signifikan.

3.Variabel conscientiousness memberikan sumbangan sebesar 0,077 atau 7,7%

dengan sig. F change = 0,000, sumbangan tersebut signifikan.

4. Variabel neurocitism memberikan sumbangan sebesar 0,087 atau 8,7% dengan

sig. F change = 0,000, sumbangan tersebut signifikan.

5. Variabel opennes to experience memberikan sumbangan sebesar 0,024 atau

2,4% dengan sig. F change = 0,010, sumbangan tersebut signifikan

6. Variabel family support memberikan sumbangan sebesar 0,051 atau 5,1%

dengan sig. F change = 0,000, sumbangan tersebut signifikan.

7. Variabel friend support memberikan sumbangan sebesar 0,005 atau 0,5%

dengan sig. F change = 0,220, sumbangan tersebut tidak signifikan

8. Variabel husband support memberikan sumbangan sebesar 0,001 atau 0,1%

dengan sig. F change = 0,665, sumbangan tersebut tidak signifikan

9. Variabel childcare responsibilities memberikan sumbangan sebesar 0,011 atau

11% dengan sig. F change = 0,065, sumbangan tersebut tidak signifikan.


95

4.4.3 Koefisien Regresi Variabel Moderator

Diketahui pada tabel 4.7 terdapat tiga variabel yang memiliki koefisien regresi yang

signifikan yaitu, neurocitism, opennes to experience dan family support. Hanya

variabel yang memiliki koefisien regresi yang signifikan yang diikut sertakan dalam

analisis selanjutnya. Selanjutnya, penulis melakukan analisis regresi linear antara

variabel gender role attitude dengan work-life balance. Apabila sig > 0,05 maka

koefisien regresi tersebut signifikan artinya variabel gender role attitude memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap work-life balance. Berikut adalah besaran

koefisien regresi dari variabel moderator terhadap work-life balance.

Tabel 4.9

Koefisien Regresi Variabel Moderator

Model Unstandardized Coefficients Standardized


T Sig.
Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) 40.710 3.393 11.998 .000

TS_GRA .186 .067 .186 2.792 .006

Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa gender role attitude sebagai variabel

moderator memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap work-life balance.

Setelah itu melihat apakah koefisien regresi variabel neurocitism, opennes to

experience dan family support terhadap work-life balance yang dimoderatori oleh

gender role attitude signifikan atau tidak dengan cara melakukan analisis regresi
96

pada masing-masing variabel indepent dikalikan dengan variabel moderator,

sehingga diperoleh variabel ketiga yaitu antara X1 dan moderator. Sebagai ilustrasi,

untuk variabel neuroticism akan memiliki persamaan regresi berikut ini.

DV = X1*Neuroticism + X2*Gender Role Attitude+ Z*(Neuroticism x Gender Role Attitude) +e

Selanjutnya melakukan analisis pada variabel neurocitism X gender role

attitude, opennes to experience X gender role attitude dan family support Xgender

role attitudeterhadap work-life balance dengan melihat apakah variabel tersebut

memiliki koefisien regresi yang signifikan atau tidak. Apabila sig < 0,05 maka

koefisien regresi tersebut signifikan.Varabel pertama adalah neurocitism Xgender

role attitudeterhadap work-life balance.Berikut adalah besaran koefisien regresi

darineurocitism X gender role attitudeterhadap work-life balance.

Tabel 4.10

Koefisien Regresi Variabel Neurocitism X Gender Role Attitude

Model Unstandardized Coefficients Standardized T Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

1 (Constant) 61.563 16.797 3.665 .000

TS_NEU -.380 .340 -.380 -1.118 .265

TS_GRA -.578 .307 -.578 -1.881 .061

NEU_GRA .014 .006 1.137 2.348 .020


97

Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa variabel neurocitism X gender

role attitude signifikan memengaruhi work-life balance, ini berarti pengaruh

neurocitism terhadap work-life balance tergantung pada gender role attitude.

Apabila variabel terbukti memiliki pengaruh signifikan kemudian dianalisi lebih

lanjut menggunakan modgraph untuk melihat gambaran interaksi antara variabel.

Berikut adalah gambaran interaksi variabel neurocitism X gender role attitude

terhadap work-life balance.

Gambar 4.1
Interaksi Variabel Neurocitism X Gender Role Attitude

Pada gambar 4.1 dapat dilihat pola interaksi dari neurocitism dengan

gender role attitude merupakan interaksi yang sinergis, artinya tingginya gender

role attitude menyebabkan pengaruh neurocitism terhadap work-life balance

menguat. Sementara seiring dengan melemahnya gender role attitude pengaruh

neurocitism terhadap work-life balance melemah. Variabel selanjutnya adalah

opennes to experience X gender role attitude. Berikut adalah besaran koefisien


98

regresi dariopennes to experience X gender role attitude terhadap work-life

balance.

Tabel 4.11
Koefisien Regresi Opennes to Experience X Gender Role Attitude

Model Unstandardized Standardized T Sig.


Coefficients Coefficients

B Std. Error Beta

1 (Constant) 63.177 14.649 4.313 .000

TS_OPEN -.438 .304 -.438 -1.442 .151

TS_GRA .008 .272 .008 .029 .977

OPEN_GRA .003 .006 .226 .586 .559

Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa variabel opennes to experience X

gender role attitude tidak signifikan, ini berarti tidak ada pengaruh interkasi yang

signifikan antara variabel opennes to experience dengan gender role attitude

terhadap work-life balance

Kemudian variabel selanjutnya family support Xgender role

attitudeterhadap work-life balance. Berikut adalah besaran koefisien regresi

family support X gender role attitude terhadap work-life balance.


99

4.12 Tabel
Koefisien Regresi Family Support X Gender Role Attitude

Model Unstandardized Standardized T Sig.


Coefficients Coefficients

B Std. Error Beta

1 (Constant) 70.856 9.829 7.209 .000

TS_KLRG -.459 .230 -.459 -1.991 .048

TS_GRA -.789 .203 -.789 -3.880 .000

KLGR_GRA .016 .004 1.446 3.891 .000

Berdasarkan Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa variabel family support X

gender role attitude signifikan terhadap work-life balance, ini berarti pengaruh

family support terhadap work-life balance tergantung pada gender role attitude.

Apabila variabel terbukti memiliki pengaruh signifikan kemudian dianalisi lebih

lanjut menggunakan modgraph untuk melihat gambaran interaksi antara variabel.

Berikut adalah gambaran interaksi variabel family support X gender role attitude

terhadap work-life balance.

Gambar 4.2

Interaksi Variebel Family Support X Gender Role Attitude


100

Pada gambar 4.2 dapat dilihat pola interaksi dari family support dengan gender

role attitude merupakan interaksi yang sinergis, artinya tingginya gender role

attitude emenyebabkan pengaruh family support terhadap work-life balance

menguat. Sementara seiring dengan melemahnya gender role attitude pengaruh

family support terhadap work-life balance melemah.


101

BAB V

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil yang

menyatakan tidak ada pengaruh dari personality, social support dan childcare

responsibilities terhadap work-life balance yang dimoderatori oleh gender role

attitude ditolak dan H1 diterima.Artinya ada pengaruh dari personality, social

support dan childcare responsibilities terhadap work-life balance yang

dimoderatori oleh gender role attitude.

Kemudian hasil uji hipotesis dari signifikansi masing-masing koefisien

terhadap work-life balance adalah variabel neurocitism, opennes to

experiencefamily supportdan gender role attitude. Kemudian ditemukan efek

moderasi pada variabel neurocitism dan family support.

5.2 Diskusi

Pada bagian ini penulis membahas diskusi hasil penelitian sebagaimana yang telah

dijelaskan. Dalam diskusi hasil penelitian penulis menggunakan hasil penelitian

terdahulu atau teori yang relevan dengan hasil penelitian. Hasil analisis deskripsi

yang telah dibahas sebelumnya pada BAB IV, diperoleh hasil bahwa secara umum

perempuan pekerja memiliki tingkat work-life balance dengan kategori tinggi.

Hal ini menujukan bahwa mayoritas perempuan milenial yang bekerja dapat

101
102

menyeimbangakan antara kehidupan pekerjaan dan kehidupan diluar pekerjaan,

hal ini terjadi karena menurut Badan Pusat Statiktik (2018) generasi milenial

merupakan generasi yang cenderung lebih concern mengenai work-life balance

dibanding generasi lain.

Kemudian berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh hasil bahwa terdapat

pengaruh personality, social support dan childcare responsibilities terhadap work-

life balance yang dimoderatori oleh gender role attitude. Adapun hasil koefisien

regresi dari masing-masing variabel yang signifikan adalah variabel neurocitism,

opennes to experience, family support dan gender role attitude.

Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan bahwa dimensi neurocitism dari

big-five personality berpengaruh secara signifikan dengan arah yang postif

terhadap work-life balance, artinya semakin tinggi nilai neurocitism yang dimiliki

individu maka semakin tinggi work-life balance. Individu dengan kepribadian

neurocitism sering kali dikaitkan dengan kecemasan, dimana dalam hasil

penelitian ini menujukan bahwa semakin individu cemas maka lebih mudah dalam

mencapai work-life balance. Berdasarkan data dalam penelitian ini tampaknya

kecemasan yang dimiliki adalaha kecemasan yang terkontrol karena secara umum

responden memiliki skor neurocitism dengan kategori rendah.

Kecemasan ini merupakan perasaan normal yang suatu waktu

dapat kita alami. Faktanya kecemasan sering kali menjadi hal yang baik

mengingatkan kita akan hal-hal yang mungkin perlu kita khawatirkan. Kecemasan

ini membantu individu mengevaluasi potensi ancaman dan meresponnya dengan


103

cara yang tepat (Krisberg, 2014). Kemudian seorang psikolog klinis Simon Rego

(dalam Krisberg, 2014 menjelaskan bahwa kecemasan itu baik pada tingkat dan

kondisi yang tepat, kita membutuhkannya untuk mendorong kita memusatkan

perhatian dan memikirkan solusi memikirkan solusi dari tantangan yang kita

hadapi namun ketika hal tersebut berlebiha maka akan berdampak. Senada dengan

hal tersebut Mental Health Foundation (2014) kecemasan membantu individu

untuk mengevaluasi potensi bahaya dengan cara memusatkan perhatian kita pada

hal-hal yang mungkin membayakan. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan

bahwa kecemasan dalam batas yang wajar dan dalam situasi yang tepat ternyata

dapat membantu individu untuk mempersipakan diri lebih baik dalam mencapai

work-life balance.

Kemudian dimensi opennes to experience dari big-five personality

berpengaruh secara signifikan dengan arah yang negatif terhadap work-life

balance, artinya semakin tinggi nilai opennes to experience yang dimiliki individu

maka semakin rendah work-life balance. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Kundnani dan Metha (2014) yang menyatakan bahwa

individu yang berpikiran terbuka menujukan tingkat stress yang lebih tinggi dan

rendah dalam menyeimbangkan kehidupan pribadi dan pekerjaan mereka.

Selanjutnya dimensi family support dari social support berpengaruh secara

signifikan dengan arah yang positif terhadap work-life balance, artinya semakin

tinggi nilai family support yang dimiliki individu maka semakin tinggi work-life

balance. Senada dengan hasil penelitian (Atiq, et al, 2017; Padma & Reddy, 2013)

menyatakan bahwa family support secara signifikan terkait dengan work-life


104

balance. Untuk dapat menciptakan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan

profesional perempuan membutuhkan dukungan keluarga (Edralin, 2013). Jika

perempuan pekerja tidak menerima dukungan dari anggota keluarga mereka akan

kesulitan untuk memenuhi kewajiban mereka.

Selanjutnya variabel gender role attitude berpengaruh secara signifikan

dengan arah yang positif, artinya semakintinggi nilai gender role attitude yang

dimiliki individu maka semakin tinggi work-life balance. Dalam penelitian ini

diperoleh hasil bahwa secara umum responden memiliki skor gender role attitude

dengan kategori tinggi artinya responden dalam penelitian ini memiliki sikap

peran gender yang cenderung modern. Hal ini senada dengan penelitian yang

dilakukan oleh Adachi (2018) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki

sikap peran gender modern memliki rencana alokasi waktu untuk pekerjaan dan

kehidupan yang lebih seimbang.

Peran gender merupakan seperangkat aturan bagaimana seseorang

berperilaku dalam masyarakat bedasarkan jenis kelamin, dan dibawah tekanan

harapan sosial semua anggota masyarakat mengembangkan peran gender pribadi

mereka sebagai bagian dari kepribadian dalam proses enkulturasi (Kurpisz, et al.,

2016). Sehingga dapat dikatakan bahwa peran gender memengaruhi kepribadian

seseorang, kemudian sifat kepribadian memengaruhi persepsi individu tentang

kehidupan pekerjaan dan kehidupan pribadi. Kemudian sifat-sifat kepribadian

memengaruhi sikap individu dalam mengelola atau mengatasi pekerjaan dan

kehidupan pribadi (Pandey et al., 2018).


105

Dalam penelitian ini ditemukan interkasi sinergis variabel neurocitism x

gender role attitude terhadap work-life balance, artinya tingginya gender role

attitude menyebabkan pengaruh neurocitism terhadap work-life balance menguat.

Sementara seiring dengan melemahnya gender role attitude pengaruh neurocitism

terhadap work-life balance melemah. Temuan ini menarik karena ketika individu

memiliki sikap peran gender modern maka neurocitism juga meningkat dimana

individu dengan neurocitism yang tinggi cenderung cemas. Namun nampaknya

kecemasan yang dimiliki adalaha kecemasan yang terkontrol dimana dalam

penelitian ini secara umum responden memiliki skor neurocitism dengan kategori

rendah. Menurut Simon Rego (dalam Krisberg, 2014).Kecemasan itu baik pada

tingkat dan kondisi yang tepat, kita membutuhkannya untuk mendorong kita

memusatkan perhatian dan memikirkan solusi memikirkan solusi dari tantangan

yang kita hadapi Sehingga dapat dikatakan bahwa kecemasan dalam batas yang

wajar dan dalam situasi yang tepat ternyata dapat membantu individu untuk

mempersipakan diri lebih baik dalam mencapai work-life balance.

Kemudian variabel lain yang memiliki interaksi dengan gender role

attitude adalah family support dimana hasil penelitian ini menujukan bahwa

terdapat interkasi sinergis antara variabel family support dengan gender role

attitude, artinya tingginya gender role attitude menyebabkan pengaruh family

support terhadap work-life balance menguat. Sementara seiring dengan

melemahnya gender role attitude pengaruh family support terhadap work-life

balance melemah. Family support yang diberikan tidak akan berarti apabila

individu masih memiiki sikap peram gender tradisional, karena masih akan timbul
106

perasaaan bersalah pada diri perempuan jika dirinya tidak mampu menjalankan

perannya dengan baik. Menurut Najwa (2019) perempuan yang memilih bekerja

diluar rumah kerap didera perasaan bersalah. Bahkan tidak sedikit perempuan

menganggap rendah dirinya sendiri. Perasaan bersalah ini jika terjadi terus

menerus akan membuat individu menjadi stress dan semakin sulit untuk mencapai

work-life balance. Sebaliknya individu yang memiliki sikap gender modern akan

lebih enjoy menjalankan perannya dalam pekerjaan dan peran dalam kehidupan

pribadinya karena peran-peran di rumah yang belum dapat dikerjakan olehnya

dapat dibantu oleh anggota keluarga lainnya tanpa merasa bersalah terus-menerus,

dengan begitu individu dapat dengan mudah dalam mencapai work-life balance.

Kemudian dimensi extraversion dari variabel big-five personality tidak

ditemukan pengaruh yang signifikan terhadap work-life balance. Dalam penelitian

ini diperoleh hasil bahwa secara umum responden memiliki skor extraversion

dengan kategori rendah. Menurut Costa dan McCrae (1995) individu dengan skor

extraversion rendah cenderung pendiam, penyendiri, pasif, dan kurang memiliki

kemampuan untuk mengekspresikan emosi, hal ini akan membuat individu sulit

untuk mencapai work-life balance.

Selanjutnya dimensi agreeableness dari variabel big-five personality tidak

ditemukan pengaruh yang signifikan terhadap work-life balance. Dalam penelitian

ini diperoleh hasil bahwa secara umum responden memiliki skor agreeableness

dengan katori rendah, menurut Costa dan McCrae (1995) individu dengan skor

agreeableness rendah umumnya curiga, pelit, tidak ramah, mudah marah, dan

suka mengkritik orang lain. Kondisi ini membuat individu kesulitan dalam
107

menyeimbangan pekerjaan dan kehidupan pribadinya. Hal ini sejalan dengan

penelitian Zakaria dan Abdullah (2018) yang menyatakan bahwa kepribadian

agreeablenesstidak terkait dengan work-life balance.

Selanjutnya dimensi conscientiousness dari big-five personality tidak

ditemukan pengaruh yang signifikan terhadap work-life balance. Dalam penelitian

ini diperoleh hasil bahwa secara umum responden memiliki skor

conscientiousness dengan kategori tinggi. Menurut Costa dan McCrae (1995)

dengan skor conscientiousness tinggi cenderung goal orientation, ambisius dan

memprioritaskan tugas. Keadaan ini memungkinkan individu terlalu fokus pada

satu sisi misalnya pekerjaan maka individu cenderung akan mengabaikan hal-hal

diluar pekerjaannya. Hal ini tentu akan membuat individu menjadi sulit untuk

mencapai work-life balance.

Kemudian dimensi friend support dari variabel social support tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap work-life balance. Dalam penelitian ini

diperoleh hasil bahwa secara umum responden memiliki skor friend support dari

dengan kategori tinggi. Dukungan teman bisa saja dapat membuat suami merasa

tidak nyaman karena mungkin saja suami berasumi bahwa teman-teman istri

justru akan menjadi orang kepercayaan utama istri bukan dirinya. Selain itu juga

mungkin dapat memunculkan persepsi negatif pada suami karena teman dianggap

terlalu campur tangan dalam pernikahan dan hal ini dapat memunculkan

pertengakaran antar pasangan (Fiori et al., 2018). Pertengakaran ini akan membuat

individu semakin sulit untuk mencapai work-life balance.


108

Kemudian dimensi husband support dari variabel social support tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap work-life balance. Dalam penelitian ini

secara umum husband support atau dukungan suami memiliki skor dengan

kategori tinggi, namun dukungan mungkin tidak begitu dirasakan karena

keterbatasan waktu yang dimiliki oleh suami karena seluruh responden dalam

penelitian ini memiliki suami yang bekerja. Selanjutnya variabel childcare

responsibilities tidak berpengaruh secara signifikan terhadap work-life balance.

Senada dengan hasil penelitian yang dilakukan Padma dan Reddy (2013) yang

menyatan bahwa childcare responsibilities tidak menentukan tingkat work-life

balance seseorang.

5.3 Saran

Terdapat beberapa hal yang menjadi keterbatasan penelitian yang perlu

diperimbangkan untuk penelitian selanjutnya. Pertama, sampel dalam penelitian

ini sangat luas dari berbagai pekerjaan sehingga hasil penelitian ini bersifat sangat

umum. Kedua, penulis tidak meneliti variabel dari aspek work . Dalam penelitian

terdapat saran teoriris dan praktis, saran ini diharapkan dapat menjadi

pertimbangan bagi para peneliti lain yang akan meneliti work-life balance pada

perempuan.

5.3.1 Saran Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan beberapa

beberapa saran teoritis yang dapat diajukan untuk dijadikan bahaan pertimbangan

bagi penelitian selanjutnya, antara lain :


109

1. Hasil penelitian ini menujukan bahwa proporsi varians dari work-life balance

yang dijelaskan oleh variabel personality, social support dan childcare

responsibilities 31,3% namun masih terdapat banyak faktor lain yang belum

diteliti dalam penelitian ini sehingga diperlukan penelitian lanjutan untuk

meneliti variabel lain yang memengaruhi work-life balance yaitu: emotional

intelligence, stress, self-efficacy, work engagement, turnover intention,

personality,psychological well-being,persepsi dukungan di tempat kerja,

persepsi dukungan keluarga, psychological capital,role conflict, gender

role,supervisor support dan co-worker support,jam kerja, dukungan keluarga,

organizational support, media sosial, flexible working arrangement,

transformational leadership, social support, workload, childcare

responsibilities.

2. Sampel dalam penelitian ini sangat beragam yaitu perempuan yang bekerja

diberbagai macam sector pekerjaan. Disarankan pada penelitian selanjutnya

agar meneliti work-life balance pada satu sektor pekerjaan agar lebih fokus.

Selain itu disarankan untuk melakukan penelitian dengan jumlah sampel yang

lebih besar.

3. Hasil penelitian ini menujukan bahwa terdapat 4 dimensi yang memiliki

pengaruh signifikan terhadap work-life balance yaitu (neurocitism, opennes to

experience, family support, gender role attitude). Penulis menyarankan agar

variabel tersebut diuji kembali dalam penelitian selanjutnya.


110

5.3.2 Saran Praktis

1. Hasil penelitian menujukan bahwa personality, social support dan childcare

responsibilities merupakan prediktor bagi work-life balance perempuan. Hal

yang dapat dilakukan oleh para pemangku kebijakan di kantor adalah

memberikan sosialisasi bagi para pekerja perempuan tentang bagaimana

menciptakan work-life balance yang sesuai dengan tipe kepribadian. Termasuk

dalam hal ini memfasilitasi pekerja perempuan yang tidak dapat meninggalkan

anaknya di rumah yaitu dengan menyediakan tempat penitipan anak selama

mereka bekerja.

2. Kemudian keluarga diharapkan dapat memberikan dukungan pada perempuan

pekerja berupa emotional support, appreciation support, instrumental support,

informative support.
111

DAFTAR PUSTAKA

Adachi, T. (2018). Work–family planning and gender role attitudes among youth.
International Journal of Adolescence and Youth, 23(1), 52-60.
Adams, G.A., King, L.A., & King, D.W. (1996).Relationships of job and family
involvement, family social support, and work-family conflict with job
and life satisfaction.Journal of Applied Psychology, 81(4), 411-420.
Amanda, S., Rajendran, D., & Theiler, S. (2012). Job stress, wellbeing, work-life
balance and work- life conflict among australian academics.Asia Pacific
Conference on Contemporary Research (APCCR), 25-37.
American Psychological Association. (2015). APA Dictionary of Psychology.
Washington, DC: American Psychological Association
Annink, A. (2017). From social support to capabilities for the work–life balance
of independent professionals.Journal of Management and Organization,
23 (2), 258–276.
Atiq, S., Iqbal, S., & Rasheed, M. (2017). Work life balance and intention to quit
among female workforce. Asia Pacific Conference on Contemporary
Research (APCCR), 31-40.
Allui, A., & Kamaludin, K. (2017). Career advancement and challenges of Saudi
women graduates.Journal of Business Research, 11 (1), 45-59
Beauregard, T. A., & Henry, L. C. (2009).Making the link between work-life
practicesand organizational performance.Human Resource Management
Review,19(1), 9–22.
Billari, F.C., & Liefbroer, A.C. (2010). Towards a new pattern of transition to
adulthood?.Advances in Life Course Research, 15 ( 2-3), 59-75.
Blackstone, A. M. (2003). Gender roles and society , Human Ecology: An
Encyclopedia of Children, Families, Communities, and
Environments, ABC-CLIO, Santa Barbra
Brandt, P. A., & Weinert, C. (1981). The PRQ-A social support measure.Nursing
Research, 30(5), 277-280.
Bobdey, M. (2010). Live the life you love. World of Business, 40(88).
Brown, M., & Gladstone.(2012). Development of a short version of the gender
role beliefs scale.International Journal of Psychology and Behavioral
Sciences, 2(5), 154-158.

111
112

Bryant, R. M., & Constantine, M. G. (2006). Multiple role balance, job


satisfaction, and life satisfaction in women school counselors.
Professional School Counseling, 265-271.
Carlson, D. S., Kacmar, K. M., Wayne, J. H., & Grzywacz, J. G. (2006).
Measuring the positive side of the work-family interface: Development
and validation of a work-family enrichment scale.Journal of Vocational
Behaviour, 68(1), 131-164.
Clark, S. C. (2000). Work/family border theory: A new theory of work or family
balance. Human Relations, 53, 747–770.
Clark, S. C. (2001). Work cultures and work/family balance. Journal of
Vocational Behavior 58, 348–365.
Choudhary, A. K., Shrivastava, M. (2015). Work life balance and organizations:
A conceptual review. Journal of Behavioral Social and Movement
Sciences, 4(3), 58-75.
Cleveland, J., Murphy, K. R., & Stockdale, M. S. (2000). Women and men in
organizations: sex and gender issues at work. Mahwah, N.J : Lawrence
Erlbaum Associates
Cobb, S. (1976). Social support as a moderator of life stress.Psychosomatic
Medicine, 38(5), 300-314.
Cohen, S., & Hoberman, H. (1983). Positive events and social supports as buffers
of life change stress. Journal of Applied Social Psychology, 13(2),99-125.
Coltrane, S. (2004). Elite careers and family commitment: It‟s (still) about
gender. AAPSS, 596, 215-222.
Costa, P. T., & McCrae, R. R. (1995).Persons, places, and personality: Career
assessment using the revised NEO personality inventory. Journal of
Career Assessment, 3(2), 123-139.
Costa Jr, P. T., & McCrae, R. R. (1992).Revised NEO personality inventory (NEO-
PI-R) and NEO five factor inventory (NEO-FFI) professional manual.
Tampa: Psychological Assessment Resources.

Crooker, K. J., Smith, F.L. & Tabak, F. (2002).Creating work-life balance: A


model of pluralism across life domains.Human Resource Development
Review, 1 (4), 387-419.
De Klerk, M., Nel, J. A., Hill, C., & Koekemoer, E. (2013).The development of
the MACE work-family enrichment instrument.SA Journal of Industrial
Psychology, 39(2), 1147-1163.
De-Vries, D. W. (2006).Catatan perjalanan fasilitsi kelompok perempuan di
Jambi.Center for International Forestry Research (CIFOR).
113

Demerouti, E., Bakker, A. B., & Bulters, A. J. (2004). The loss spiral of work
pressure, work-home interference and exhaustion: Reciprocal relations in a
three-wave study. Journal of Vocational Behaviour, 64(1), 131-149
Demerouti, E. (2012). The spillover and crossover of resources among parents.
The role-of work-self and family-self facilitation.Journal of Occupational
Health Psychology, 17(2), 184-195.
Devi, R. S.V., & Kanagalakshmi, L. (2015). Factors influencing work life balance
of women employee in information technology companies. IOSR Journal
of Business and Management, 17(6), 01-04.
Desiningrum, D. R. (2010).Family‟s social support and psychological well-being
of the elderly in Tembalang.Anima, Indonesian Psychological Journal,
26(1), 61-68.
Dwiyanti, F. (2014). Pelecehan seksual pada perempuan di tempat kerja: Studi
kasus kantor satpol PP provinsi DKI Jakarta. Jurnal Kriminologi
Indonesia, 10(1), 29-36
Donald, F., & Linington, L. (2008).Work-family border theory and gender role
orientation in male manager. South African Journal of Psychology, 38(4),
659-671.
Donnellan, M. B., Oswald, F. L., Baird, B. M., & Lucas, R.E. (2006). The mini-
IPIP scales: Tiny-yet-effective measures of the big five factors of
personality. Psychological Assessment, 18(2), 192–203
Edralin, D. (2013). Work and life harmony: An exploratory case study of
EntrePinays. DLSU Business & Économies Review, 111, 15-36.
Edwards, J. R., & Rothbard, N. R. (2000). Mechanism linking work and family:
Clarifying the relationship between work and family constructs. Academy
of Management Review, 25(1), 178-199.
Favero, L.W., & Health, R.G. (2012). Generational perspectives in the
workplace: Interpreting the discourses that constitute women‟s struggle
to balance work and life. Journal of Business Communication, 49 (4),
332–356.
Feist, J., & Fiest, G. J. (2009).Theories of personality, seventh edition. McGraw-
Hill.
Fibrianto, A. S. (2016). Kesetaraan gender dalam lingkup organisasi mahasiswa
universitas sebelas maret Surakarta. Jurnal Analisa Psikologi, 5(1), 10-27.
Fisher, G.G., Bulger, C.A., & Smith, C. S. (2009). Beyond work and family: A
measure of work/nonwork interference and enhancement. Journal of
Occupational Health Psychology, 14(4), 441-456.
114

Fiori, K. L., Rauer, A. J., Birditt, K. S., Marini, C. M., Jager, J., Brown, E.,
& Orbuch, T., (2018). I love you, not your friends: Links between
partners‟ early disapproval of friends and divorceacross 16 years. Journal
of Social and Personal Relationships, 35(9), 1230–1250
Flody, F. J., & Widaman, K. F. (1995). Factor analysis in the development and
refinement of clinical assessment instruments.American Psychological
Association, 7 (3), 286-299.
Frone, M. R., Russell, M., & Cooper, M. L. (1992). Antecedents and outcomes of
work-family conflict: testing a model of work-family interface.
Journal of Applied Psychology, 77 (1), 65-78.
Gorsy, C., & Panwar, N. (2016). Work-life balance, life satisfaction and
personality traits among teaching professional. International Journal in
Management and Social Science, 4(2), 98-105.
Gosling, S. D., Rentfrow, P.J., & Swann, Jr. W. B.(2003). A very brief measure of
the big-five personality domains.Journal of Research in Personality 37,
504–528.
Greenhaus, J. H., & Beutell, N. J. (1985).Sources of conflict between work and
family roles.Academy of Management Review, 10(1), 76-88.
Greenhaus, J.H., Collins, K. M., & Shaw, J. D. (2003). The relation between
work– family balance and quality of life. Journal of Vocational Behavior
63, 510–531.
Greenhaus, J. H., & Powell, G. N. (2006).When work and family are allies: A
theory of work-family enrichment.Academy of Management Review,
31(1), 72-92.
Guest, D. E. (2002).Perspectives on the study of work-life balance. Social Science
Information, 41(2), 255-279.
Guha, A. (2010). Motivators and hygiene factors of generation x and generation
y-the test of two-factor theory.Vilakshan: The XIMB Journal Of
Management, 7(2), 121-132.
Gupta, S. (2016).A study on „work life balance‟ of married women employees
teaching in technical institutions of Moradabad region.International
Research Journal of Management Sociology & Humanity ( IRJMSH),
7(12), 79-86.
Grzywacz, J. G., & Carlson, D. S. (2007) „Conceptualizing work-family balance:
implications for practice and research‟, Advances in Developing Human
Resources, 9 (1), 445–471.
115

Haar, J. M., Russo, M., Suñe, A., & Ollier-Malaterre, A. (2014). Outcomes of
work– life balance on job satisfaction, life satisfaction and mental health:
A study across seven cultures. Journal of Vocational Behavior, 85(3),
361-373.
Hanson, G. C., Hammer, L. B., & Colton, C. L. (2006).Development and
validation of a multidimensional scale of perceived work-family positive
spillover, Journal of Occupational Health Psychology, 11(3), 249-265.
Hayman, J. (2005). Psychometric Assessment of an Instrument Designed to
Measure Work Life Balance, Research and Practice in Human Resource
Management, 13(1), 85-91.
Hill, E.J., Hawkins A.J., Ferris M., & Weitzman M. (2001).Finding an extra day
a week: the positive influence of perceived job flexibility on
workand family life balance.Family Relations, 50, 49–54.
Hsu, Y-Y., Bai, C-H., Yang, C-H., Huang, Y-H., Lin, T-T., & Lin, C-H. (2019).
Long hours effect on work-life balance and satisfaction.BioMed
Research International, 2-9.
Hobfoll, S. E. (2002). Social and psychological resources and adaptation.Review
of General Psychology, 6(4), 307-324.
International Labour Organization. (2016). Women at Work: Trends, 2016.
International Labour Office – Geneva.
Illies, R, K S Wilson., & D T Wagner (2009). The spill-over of daily job
satisfaction onto employees‟ family lives: The facilitating roles of work
and family integration. Academy of Management Journal, 52 (1): 87-102.
Jaharuddin, N. S., & Zainol, L. N. (2019). The impact of work-life balance on job
engagement and turnover intention.The South East Asian Journal of
Management, 13(1), 106-118.
JyothiSree, V., & Jyothi, P. (2012). Assessing work-life balance: From emotional
intelligence and role efficacy of career women. Advances in Management,
5(6), 35-43.
Kalliath, T., & Brough, P. (2008).Work-life balance: a review of the meaning of
the balance construct.Journal or Management and Organization, 14 (3),
323–327.
Kaifi, B. A., Nafei, W. A., Khanfar, N. M., & Kaifi, M. M. (2012). A multi-
generational workforce: managing and understanding millennials.
International Journal of Business& Management, 7(24), 88-93.
116

Kaur, J. (2013). Work-life balance: Its correlations with satisfaction with life and
personality dimensions amongst college teachers. International Journal of
Marketing, Financial Services & Management Research, 2(8), 24-35.
Kemske, F. (1998). A forecast based on our exclusive study. Workforce, 77,46–
60.
Kerr, P. S., & Holden, R.R. (1996). Development of the gender role beliefs scale
(GBRS).Journal of SocialBehavior and Personality‚ 11(5)‚ 3-16.
Keplinger, K., Jhonson, S. K., Kirk, J. F., & Barnes, L. Y. (2019). Women at
work: Changes in sexual harassment between September 2016 and
September 2018. PLoS ONE 14(7), 1-20.
Kirchmeyer, C. (2000). Work-life initiatives: Greed or benevolence regarding
workers time. In C. L.Cooper & D. M. Rousseau (Eds.), Trends in
organizational behavior , 7, 79–93).
Khan, O. F., & Sajidkirmani, M. (2018). Relationship of family and work-life
interface: A study of female doctor and nurse in public hospitals.
International Journal of Research in Humanities, Arts and Literature
(IMPACT:IJRHAL), 6(6), 403-416.
Kole, M., & Kurt, A. (2018). The moderato role of psychological capital between
perceived organizational support and work-family balance: A service
sector research. International Journal of Commerce and Finance, 4(2),
134-146
Kort, M de. (2016). The relationship between work-life balance, work
engagement and participation in employee development activities: A
moderated mediation model. Master thesis, Tilburg University.
Krisberg, K. (2014). Anxiety: A normal response that can feel overwhelming.
A publication of the american public health association. Diunduh tanggal
09 Juni 2020 dari http: // thenations health.aphapublications.org/content/
44/2/24.
Kumar, G. V., Janakiram. B. (2017).Theories of work-life balance-A conceptual
review.International Research Journal of Management and Commerce,
4(9), 184-192.
Kumara, J., & Fasana, S. F. (2018). Work life conflict and its impact on turnover
intentionof employees: The mediation role of job satisfaction.
International Journalof Scientific and Research Publications, 8(4), 478-
484.
Kumarasamy, M. A P. M., Pangil, F., & Isa, M. F. M. (2015).Individual,
organization and environmental factors affecting work-life balance.Asian
Social Science, 11(25), 111-123
117

Kundnani, N., & Metha, P. (2014). Role of personality traits in balancing work-
life.International Journal of Management Research & Review, 4(7), 722-
731.
Kurpisz, J., Mak, M., Lew-Starowicz, M., Nowosielski, K., Bienkowski, P.,
Kowalczy, R., Misiak, B., Frydecka, D., & Samochowiec, J. (2016).
Personality traits, gender role and sexual behaviours of young adult males.
Annals of General Psychiatry, 2-15.
Larsen, K., & Long, E. (1988). Attitudes toward sex-roles: or egalitarian?.Sex
Roles,19,(1/2), 1-12.
Linda, M. R., & Fitria, Y. (2016). The influence of perceived organizational
support on work-life balance with transformational leadership as the
moderating variabel.The 1st Internasional Conference on Economics,
Business, and Accounting, 407-418
Lunau, T., Bambra, C., Eikemo3, T. A., van der Wel, K. A., & Dragano, N.
(2014). A balancing act?work–life balance, health and well-being in
European welfare states. European Journal of Public Health, 24 (3), 422–
427.
Mardiah, A., & Zulhaidah. (2018). Penerapan kesetaraan gender dalam
pengembangan karir karyawan: Studi perbandingan antara bank syariah
konvensional di Pekanbaru. Junal Perempuan, Agama dan Jender, 17(1),
80-95.
Marks, S.R. & MacDermid, S.M. (1996). Multiple roles and the self: a theory of
role balance, Journal of Marriage and Family, 58 (1), 417–432.
Mani, V. (2013).Work Life balance and women professionals.Global Journal of
Management and Business Research, 13(5), 1-8.
Mayangsari, M. D., & Amalia, D. (2018). Keseimbangan kerja-kehidupan pada
wanita karir. Jurnal Ecopsy, 5 (1), 43-50.
McMillan, H. S., Morris, M. L., & Atchley, E. K. (2011).Constructs of the
work/life interface: A synthesis of the literature and introduction of the
conceptof work/life harmony.Human Resource Development Review,
10(1), 6-25.
McIntosh, N. J. (1991). Identification and investigation of properties of social
support.Journal of Organizational Behavior,12(3), 201-217.
Meenakshi, S.P., Subrahmanyam, V. C. V., & Ravichandran, K. (2013).The
important of work- life balance. IOSR Journal of Bussiness and
Management (IOSR-JBM), 14(3), 31-35.
Mental Health Foundation (2014).Living with anxiety: Understanding the role
118

And impact of anxiety in our lives. Diunduh tanggal 09 juni 2020 dari
https://www.mentalhealth.org.nz/assets/A-Z/Downloads/Living-with-
anxiety-report-MHF-UK-2014.pdf.
Michalos, A. C. (2014). Encyclopedia of quality of life and well-being research.
Springer, Dordrecht
Moshoeu, A. N. (2017). A model of personality traits and work-life balance as
determinants of employee engagement.Disertation.
Munn, S.L. (2013). Unveiling the work-life system: The influence of work-life
balance on meaningful work.Advances in Developing Human
Resources, 15(4), 401-417.

Murphy, W. M., Gordon, J. R., & Whelan-Berry, K. (2007).The relationship of


social support to the work-family balance and work outcomes of midlife
women.Women in Management Review, 22(2), 86-111.
Naseer, M., Shabbir, M., & Batool, Z. (2017).Exploratory study of the factors
responsible for glass ceiling in public sector of Punjab, Pakistan.Journal
of Applied Environmental and Biological Sciences, 7(11), 60-65.

Najwa Syihab. (2019, Agustus 30). Dari perempuan untuk perempuan: Catatan
najwa. Youtube. https://youtu.be/93FiM3tWT0g

Norman, P. S. (1977). Social support and well-being in early and mid-


adolescents: The mediating role of hopefulness. Master thesis, Grand
Valley State University.
Novenia, D., & Ratnaningsih, I. K. (2017). Hubungan antara dukungan sosial
suami dengan work-family balance pada guru wanita di SMA Negeri
Kabupaten Purworejo.Jurnal Empati, Januari, 6(1), 97-103.
Omar, M. K., Mohd, I. H., & Ariffin, M.S. (2015). Workload, role conflict and
work-life balance among employees of an enforcement agency in
Malaysia.International Journal of Business, Economics and Law,8(2), 52-
57.

Osituyo, O. O. (2017). Underrepresentation and career advancement of women in


the South African publik-sector setting. International Journal of Thesis
Project and Dissertation, 5(4), 78-90.

Padma, S., & Reddy, M. S. (2013).Role of family support in balancing personal


and work life of women employees.IJCEM International Journal of
Computational Engineering & Management, 16(3), 93-97.
119

Pandey, V. K., Shukla, T., & Nanda, A. (2018, Agustus).A study on impact of
personality traits on work-life balance. (Paper Presentation)
Parkes, L.P., & Langford, P.H. (2008).Work-life balance or work-life
alignment? A test of the importance of work-life balance for employee
engagement and intention to stay in organizations.Journal of
Management and Organization, 14 (3), 267–284.
Poulose, S., & Sudarsan, N. (2014).Work-life balance: A conceptual review.
International Journal of Advances in Management and Economics, 3(2),
1-17.
Pradhan, G. (2016). Conceptualising work-life balance.1-15.
Prahara, S. A. (2016, Febuari 19-20). Subjective welfare on micro-scale
entrepreneurs in Yogyakarta viewed from social support colleagues (Paper
presentation). ASEAN Conference 2nd Psychology and Humanity,
UMM.
Puspitasari, K. A., & Ratnaningsih, I. Z. (2019). Hubungan antara perceived
organizational support dengan work-life balance pada karyawan PT. BPR
kusuma sumbing di Jawa Tengah. Jurnal Empati, 8(1), 82-86.
Pyoria, P., Ojala, S., Saari, T., & Jarvinen, K-M. (2017). The millennial
generation: A new breed of labour?.SAGE Open, 1-14.
Ramanithilagam, V., & Ramanigopal, C. S. (2012). Role of emotional intelligence
inwork-life balance of women employees. South Asian Journal of
Marketing& Management Research, 2(4), 207-214.
Rantanen, J., Kinnunen, U., Mauno, S., & Tement, S. (2013a). Patterns of conflict
and enrichment in work-family balance: A three-dimensional typology.
Work & Stress: An International Journal of Work, Health &
Organisations, 27(2), 141-163
Russo, M., Shteigman, A., & Carmeli, A. (2015). Workplace and family support
and work– life balance: Implications for individual psychological
availability and energy at work. The Journal of Positive Psychology,
1–16.
Rothmann, S., & Welsh, C. (2013). Employee engagement in Namibia: The role
of psychological conditions. Management Dynamics, 20(1), 14-25.
Ross, C. E,. & Mirowsky, J. (1988). Childcare and emotional adjustment to wives‟
employment.Journal of Health and Social Behavior, 29 (2),127–138.
Rook, K. S. (1987). Social support versus companionship: Effects on life stress,
loneliness, and evaluations by others. Journal of Personality and Social
Psychology, 52(6), 1132-1147.
120

Sarason, I. G., Levine, H. M., Basham, R. B., & Sarason, B. R. (1983). Assessing
social support: The social support questionnaire.Journal of Personality
and Social Psychology, 44(1), 127-139.
Schieman, S., Milkie, M. A., & Glavin, P. (2009).When work interferes with life:
Work-nonwork interference and the influence of work-related demands
and resources.American Sociological Review, 74(6), 966–988.
School of Parenting (2019). Tantangan sehari-hari ibu bekerja. Diunduh pada 13
Juni 2020. https://schoolofparenting.id/tantangan-sehari-hari-ibu-bekerja/
Shaffer, M. A., Sebastian Reiche, B., Dimitrova, M., Lazarova, M., Chen,S.,
Westman, M., & Wurtz, O. (2016). Work and family role adjustment of
different types of global professionals: Scale development and validation.
Journal of International Business Studies, 47(2), 113–139.
Shaikh, S. S., Shah, S. A.S., Katpar, N. K., & Shah, S. K. B. (2019). Factor
affecting work-life balance of women working in ngos of Pakistan.The
Women, Research Journal, 11, 44-63.
Shakespeare-Finch, J., & Obst, P. L. (2011).The development of the 2-way social
support scale: A measure of giving and receiving emotional and
instrumental support. Journal of Personality Assessment, 93(5), 483–490
Sharma, K. (2017). Sexual harassment of women at workplace in India : an
ubiquitous hazard. IOSR Journal Of Humanities And Social Science (IOSR-
JHSS), 22(9), 36-46.

Sharma, I., & Sudhesh, N. T. (2018). Social media and work-life balance among
corporate employees. International Journal of Education &
Management, 8(1), 65-70.
Shumaker, S. A., & Brownell, A. (1984). Toward a theory of social support:
Closing conceptual gaps. Journal of Social Issues, 40(4), 11-36.
Saleem, S., Rafiq, A., & Yusaf, S. (2017). Investigating the glass ceiling
phenomenon an empirical study of glass ceiling‟s effect‟s on selection-
promotion and female effectiveness. South Asian Journal of Business
Studies, 6(2), 297-313.
Smith, J., & Gardner, D. (2007). Factors affecting employee use of work life
balance initiatives. New Zealand Journal of Psychology, 36(1), 311.
Smith, K.T. (2010). Work-life balance perspectives of marketing professionals in
generation Y. Services Marketing Quarterly, 31 (4), 434–447.
Smith, T. J., & Nichols, T. (2015).Understanding the millennial generation.
Journal of Business Diversity, 15(1), 39-47.
121

Smola, K. W., & Sutton, C. D. (2002). Generational differences: Revisiting


generational work values for the new millennium. Journal of
Organizational Behavior, 23, 363-382.
Staines, G. L., & O'Connor, P. (1980). Conflicts among work, leisure, and family
roles. Monthly Labor Review, 103(8), 35-39.
Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Milenial Indonesia. (2018). Kementrian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Subramaniam, G., Khadri, N. A. M., Maniam, B., & Ali, E. (2016). The glass
ceiling phenomenon-does it really affect women‟s career advancement in
Malaysia?.Journal of Organizational Culture, Communications and
Conflict, 20(1), 81-89.
Soin, D. (2011). Stress well-being and work-life balance among full-time and
part-time working women. Global Journal of Business Management, 5(2),
10-15.
Soto, C. J., & John, O. P. (2009). Ten facet scales for the big five inventory:
Convergence with NEO PI-R facets, self-peer agreement, and discriminant
validity. Journal of Research in Personality 43, 84–90.
Suhaimi, S.A., Mohamad, M., Seman, K., Nazmi, M. H., Ismail, N. F. H.,
Rahman, N. I. A.K., Nee, T.Y., & Jafri, W. N. N.W. (2018). The effect of
workload and role conflict towards work-life balance (Paper presentation).
8th International Economics and Business Management Conference.
Suzuki, A. (1991). Egalitarian sex role attitudes: scale development and
comparison of American and Japanese women. Sex Roles, 24,245–259.
Taris, T. W., Beckers, D. G. J., Verhoeven, L. C., Geurts, S. A. E., Kompier, M.
A. J., & Van der Linden, D. (2006). Recovery opportunities, work-home
interference, and well-being among managers.European Journal of Work
and Organisational Psychology, 15(2), 139-157.
Thakur, A., & Kumar, N. (2015). The effect of perceived organizational support,
role related aspects and work involvement on work-life balance: Self
efficacy as a moderator. International Journal of Scientific and Research
Publications, 5(1), 1-8.
Thompson, C. A., & Prottas, D. J. (2006).Relationships among organizational
family support, job autonomy, perceived control, and employee well-
being.Journal of Occupational Health Psychology, 11(1), 100.
Tinuke, F. T. (2014). An exploration of the effects of work life balance on
productivity.Journal of Human Resources Management and Labor
Studies, 2 (2), 71-89.
122

Triandis, H. C., & Suh, E. M. (2002). Cultural influences on personality. Annual


Review Psychology, 53, 133–60.
Van Aarde, A., & Mostert, K. (2008). Work-home interaction of working females:
What is the role of job and home characteristics? SA Journal of Industrial
Psychology, 34(3), 1-10.
Vasumathi, A. (2018). Work life balance of women employees: Literatur review.
International Journal Service and Operations Management, 29(1), 100-
146.
Vatharkar, P. (2017). Relationship between role, conflict and work life balance:
Mediation of job satisfaction. Imperial Journal of Interdisciplinary
Research (IJIR), 3(8), 248-251.
Wayne, J. H., Grzywacz, J. G., Carlson, D. S., & Kacmar, K. M. (2007). Work-
family facilitation: A theoretical explanation and model of primary
antecedents and consequences. Human Resource Management Review,
17(1), 63-76.
Wikipedia. (2018). Milenial. Diunduh tanggal 10 Januari 2020 dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Milenial

Wikipedia. (2020). Gender role . Diunduh tanggal 12 Februari 2020 dari https:
//en. wikipedia . org/wiki/Gender_role#cite_note-WHO-5

Wilkinson, M. (2013).Work-life balance and psychological well-being in men


and women. Doctoral dissertation. Auburn University.
Wong, P-U., Bandar, N. F. A., & Saili, J. (2017).Workplace factors and work-life
balance among employees in selected services sector.International
Journal of Business and Society, 18(4), 677-684
World Bank (2020). Labor force participation rate, female (% of female
population ages 15+) (modeled ILO estimate). Diunduh tanggal 09
Januari 2020 dari. https://data.worldbank .org/indicator/sl.tlf.cact.fe.zs.
World Health Organization. (1998). Gender and health, Technical Paper.
Switzerland: World Health Organization.
Yang, J. W., Suh, C., Lee, C. K., & Son, C. B. (2018).The work–life balance and
psychosocial well-being of South Korean workers. Annals of Occupational
and Environmental Medicine, 30(38), 1-7.
Zeyneloglu, S., & Terzioglu, F. (2011). Development and psychometric properties
gender role attitude scale. Journal of Education, 40, 409-420.
123

Zakaria, M. F., & Abdullah, A. H. (2018) The influence of big-five personality


toward work-life balance : A teacher‟s perspective. International Journal
of Education, Psychology and Counseling, 3 (8), 21-31.

Zimet, G. D., Dahlem, N. W., Zimet, S.G., & Farley, G.K. (1988) The
Multidimensional scale of perceived social support. Journal of Personality
Assessment, 52(1), 30-41
124

LAMPIRAN

TITLE: CFA WLB 17 ITEM N 220

DATA: FILE IS WORK-LIFE BALANCE.txt;

VARIABLE: NAMES ARE ITEM1-ITEM17;

ANALYSIS: ESTIMATOR=MLr;

MODEL: WIPL BY item1 item2 item3 item4 item5;;

PLIW BY item6 item7 item8 item9 item10 item11;

WEPL BY item12 item13 item14;

PLEW BY item15 item16 item17;

ITEM2 WITH ITEM1;

ITEM7 WITH ITEM6;

ITEM9 WITH ITEM4;

ITEM10 WITH ITEM3;

ITEM6 WITH ITEM5;

ITEM10 WITH ITEM5;

ITEM16 WITH ITEM2;

OUTPUT: STDYX MODINDICES(5);


125

TITLE: CFA BIG-FIVE

DATA: FILE IS BIG-FIVE1.txt;

VARIABLE: NAMES ARE item1 item2 item3 item4 item5

item6 item7 item8 item9 item10 item11 item12

item13 item14 item15 item16 item17 item18 item19 item20;

ANALYSIS: ESTIMATOR=ML;

MODEL: EXT BY item1 item6 item11 item16;

AGR BY item2 item7 item12 item17;

CONS BY item3 item8 item13 item18;

NEU BY item4 item9 item14 item19;


126

OPEN BY item5 item10 item15 item20;

ITEM17 WITH ITEM7;

ITEM20 WITH ITEM5;

ITEM18 WITH ITEM4;

ITEM17 WITH ITEM16;

ITEM20 WITH ITEM6;

ITEM18 WITH ITEM14;

ITEM14 WITH ITEM4;

ITEM18 WITH ITEM9;

ITEM9 WITH ITEM6;

ITEM16 WITH ITEM7;

ITEM6 WITH ITEM2;

ITEM5 WITH ITEM2;

ITEM5 WITH ITEM3;

ITEM12 WITH ITEM5;

ITEM11 WITH ITEM5;

ITEM5 WITH ITEM1;

ITEM17 WITH ITEM3;

ITEM17 WITH ITEM3;

ITEM12 WITH ITEM2;

ITEM18 WITH ITEM8;

ITEM8 WITH ITEM4;

ITEM14 WITH ITEM8;

ITEM17 WITH ITEM13;

ITEM7 WITH ITEM5;


127

ITEM20 WITH ITEM17;

ITEM19 WITH ITEM6;

ITEM20 WITH ITEM16;

ITEM18 WITH ITEM3;

ITEM12 WITH ITEM11;

ITEM16 WITH ITEM6;

ITEM17 WITH ITEM6;

ITEM7 WITH ITEM6;

ITEM16 WITH ITEM14;

ITEM13 WITH ITEM5;

ITEM15 WITH ITEM13;

ITEM13 WITH ITEM10;

ITEM14 WITH ITEM3;

ITEM17 WITH ITEM14;

ITEM17 WITH ITEM4;

ITEM18 WITH ITEM2;

ITEM18 WITH ITEM2;

ITEM15 WITH ITEM4;

ITEM18 WITH ITEM12;

ITEM16 WITH ITEM12;

ITEM10 WITH ITEM7;

ITEM11 WITH ITEM10;

ITEM19 WITH ITEM8;

ITEM15 WITH ITEM14;

ITEM18 WITH ITEM15;


128

ITEM14 WITH ITEM10;

ITEM15 WITH ITEM8;

ITEM12 WITH ITEM7;

OUTPUT: STDYX MODINDICES (1)


129

TITLE: ANALISIS CFA KELUARGA;

DATA: FILE IS KELUARGA.txt;

VARIABLE: NAMES ARE item1 item2 item3 item4 item5 item6 item7 item8
item9 item10;

ANALYSIS: ESTIMATOR=ML;

MODEL: KLRG BY item1 item2 item3 item4 item5 item6 item7 item8 item9
item10;

ITEM5 WITH ITEM3;

ITEM10 WITH ITEM9;

ITEM5 WITH ITEM1;

ITEM3 WITH ITEM1;

ITEM7 WITH ITEM1;

ITEM7 WITH ITEM5;

ITEM5 WITH ITEM4;

ITEM4 WITH ITEM1;

ITEM3 WITH ITEM2;

ITEM6 WITH ITEM5;

ITEM6 WITH ITEM4;

OUTPUT: STDYX MODINDICES(5)


130

TITLE: CFA TEMAN

DATA: FILE IS TEMAN.txt;

VARIABLE: NAMES ARE item11 item12 item13 item14 item15 item16 item17
item18 item19 item20;

ANALYSIS: ESTIMATOR=ML;

MODEL: TEMAN BY item11 item12 item13 item14 item15 item16 item17


item18 item19 item20;

ITEM12 WITH ITEM11;

ITEM15 WITH ITEM14;

ITEM13 WITH ITEM12;

ITEM20 WITH ITEM19;

ITEM14 WITH ITEM11;


131

ITEM14 WITH ITEM11;

ITEM13 WITH ITEM11;

ITEM18 WITH ITEM17;

ITEM17 WITH ITEM11;

OUTPUT: STDYX MODINDICES (5)

TITLE: ANALISIS SUAMI

DATA: FILE IS SUAMI.txt;

VARIABLE: NAMES ARE item21 item22 item23 item24 item25 item26 item27
item28 item29 item30;

ANALYSIS: ESTIMATOR=ML;
132

MODEL: SUAMI BY item21 item22 item23 item24 item25 item26 item27


item28 item29 item30;

ITEM22 WITH ITEM21;

ITEM30 WITH ITEM29;

ITEM28 WITH ITEM26;

ITEM30 WITH ITEM22;

ITEM29 WITH ITEM24;

ITEM30 WITH ITEM23;

ITEM26 WITH ITEM24;

ITEM26 WITH ITEM25;

ITEM25 WITH ITEM24;

ITEM27 WITH ITEM23;

ITEM29 WITH ITEM23;

ITEM28 WITH ITEM23;

ITEM25 WITH ITEM23;

ITEM24 WITH ITEM22;

ITEM26 WITH ITEM22;

OUTPUT: STDYX MODINDICES (1)


133
134

TITLE: ANALISIS CFA GRA

DATA: FILE IS GRA.txt;

VARIABLE: NAMES ARE item1-item10;

ANALYSIS: ESTIMATOR=ML;

MODEL: GRA BY item1-item10;

ITEM9 WITH ITEM8;

ITEM5 WITH ITEM4;

ITEM4 WITH ITEM2;

ITEM7 WITH ITEM2;

ITEM8 WITH ITEM4;

ITEM5 WITH ITEM3;

ITEM9 WITH ITEM1;

ITEM9 WITH ITEM7;

ITEM8 WITH ITEM7;

ITEM10 WITH ITEM6;

ITEM10 WITH ITEM7;


135

OUTPUT: STDYX MODINDICES (1)


136

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the


Square Estimate

a
1 .559 .313 .283 8.46682

a. Predictors: (Constant), JMLH_ANAK, TS_TMN, TS_OPEN,


TS_NEU, TS_SUAMI, TS_AGR, TS_CONS, TS_EX, TS_KLRG

a
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

b
Regression 6845.705 9 760.634 10.610 .000

1 Residual 15054.295 210 71.687

Total 21900.000 219

a. Dependent Variable: TS_WLB

b. Predictors: (Constant), JMLH_ANAK, TS_TMN, TS_OPEN, TS_NEU, TS_SUAMI, TS_AGR,


TS_CONS, TS_EX, TS_KLRG

a
Coefficients

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) 24.455 8.928 2.739 .007

TS_EX .052 .074 .052 .701 .484


1
TS_AGR .047 .075 .047 .631 .529

TS_CONS .099 .074 .099 1.345 .180


137

TS_NEU .334 .066 .334 5.094 .000

TS_OPEN -.187 .062 -.187 -3.001 .003

TS_KLRG .224 .094 .224 2.385 .018

TS_TMN -.076 .072 -.076 -1.053 .293

TS_SUAMI .041 .086 .041 .479 .632

JMLH_ANAK -1.109 .598 -.110 -1.855 .065

a. Dependent Variable: TS_WLB

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the


Square Estimate

a
1 .186 .035 .030 9.84839

a. Predictors: (Constant), TS_GRA

a
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

b
Regression 756.018 1 756.018 7.795 .006

1 Residual 21143.982 218 96.991

Total 21900.000 219


138

a. Dependent Variable: TS_WLB

b. Predictors: (Constant), TS_GRA

a
Coefficients

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) 40.710 3.393 11.998 .000


1
TS_GRA .186 .067 .186 2.792 .006

a. Dependent Variable: TS_WLB

a
Coefficients

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) 61.563 16.797 3.665 .000

TS_NEU -.380 .340 -.380 -1.118 .265


1
TS_GRA -.578 .307 -.578 -1.881 .061

NEU_GRA .014 .006 1.137 2.348 .020

a. Dependent Variable: TS_WLB


139

a
Coefficients

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) 63.177 14.649 4.313 .000

TS_OPEN -.438 .304 -.438 -1.442 .151


1
TS_GRA .008 .272 .008 .029 .977

OPEN_GRA .003 .006 .226 .586 .559

a. Dependent Variable: TS_WLB

a
Coefficients

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) 70.856 9.829 7.209 .000

TS_KLRG -.459 .230 -.459 -1.991 .048


1
TS_GRA -.789 .203 -.789 -3.880 .000

KLGR_GRA .016 .004 1.446 3.891 .000

a. Dependent Variable: TS_WLB


140

KUESIONER PENELITIAN

Kepada

Yth Responden Penelitian

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Saya adalah mahasiswi Program Magister Sains FakultasPsikologi


(M.Psi)UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan penelitian
sebagai bagian dari pemenuhan tugas akhir.Saya mengharapkan bantuan
Saudari untuk menjadi responden penelitian ini.Saudari dapat mengisi kuesioner
ini dengan mengikuti petujuk pengisian yang telah diberikan.Adapun data dan
informasi yang Saudari berikan, hanya digunakan untuk kepentingan penelitian
saja dan dijamin kerahasiaannya.Kesediaan Saudari dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner ini merupakan bantuan yang amat besar
bagi keberhasilan penelitian ini.Untuk itu saya mengucapkan terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Hormat Saya

Putri Nuraini

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

I. Identitas Responden

a. Nama/Inisial :

b. Pekerjaan :

c. Usia :
141

d. Lama Bekerja :

f. Jumlah anak/ Tangungan :

g. Pekerjaan Suami :

Menyatakan bersedia untuk mengisi kuesioner ini.

Maret, 2020

TTD

-------------------

II. Petunjuk Pengisian

a. Dibawah ini terdapat beberapa pernyataan, bacalah setiap pernyataan dan

Anda diminta untuk memberikan pendapat tentang pernyataan tersebut

dengan cara memilih salah satu jawaban yang tersedia.

b. Berikan tanda checklist (√) pada jawaban yang anda pilih, mohon benar-benar

jujur. Jawaban Anda sepenuhnya rahasia dan akan dapat digunakan hanya

jika Anda menjawab secara akurat.

c. Tidak ada jawaban yang dianggap salah, oleh karena itu pilihlah satu

jawaban yang Anda anggap paling sesuai atau yang paling

menggambarkan diri Anda.

d. Disetiap pernyataan terdapat 4 pilihan jawaban yang menyatakan :

SS = Sangat Sesuai, jika pernyataan sangat sesuai dengan diri Anda.

S = Sesuai, jika pernyataan sesuai dengan diri Anda.


142

TS = Tidak Sesuai, jika pernyataan tidak sesuai dengan diri Anda.

STS = Sangat Tidak Sesuai, jika pernyataan sangat tidak sesuai dengan diri
Anda.

Contoh :

No Pernyataan SS S TS STS

1. Tiada yang lebih penting bagi saya selain √


keluarga

Skala I

No Pernyataan SS S TS STS

1. Saya terlalu lelah untuk mengatur kegiatan


penting lainnya karena waktu dan tenaga
dihabiskan untuk bekerja.

2. Saya sulit melakukan kegiatan yang saya


inginkan karena sibuk bekerja.

3. Saya melupakan kebutuhan pribadi karena


tuntutan pekerjaan.

4. Urusan pribadi dan rumah tangga saya


tidak selesai karena pekerjaan

5. Pekerjaan membuat saya kehilangan


banyak waktu untuk diri saya sendiri

6. Saya merasa lelah atau mengantuk di


tempat kerja karena banyak yang harus
saya selesaikan di rumah.

7. Urusan pribadi dan rumah tangga


membuat saya tidak fokus bekerja.

8. Saya dapat menyelesaikan tugas kantor


dengan tenang setelah urusan rumah
143

tangga saya selesai.

9. Saya kurang berkonsentrasi dan teliti di


tempat kerja karena banyak beban pikiran.

10. Ketika di tempat kerja pikiran saya mudah


terganggu dengan urusan pribadi yang
belum selesai.

11. Saya mengalami kesulitanmenyelesaikan


pekerjaan karena saya sibuk dengan
urusan pribadi di tempat kerja.

12. Keberhasilan di tempat kerja membuat


saya bersemangat untuk melakukan
kegiatan lain diluar pekerjaan.

13. Suasana dalam pekerjaan mendukung


aktivitas yang saya sukai dalam kehidupan
pribadi.

14. Kemampuan yang saya dapatkan di


tempat kerja membantu untuk menangani
masalah pribadi dan rumah tangga.

15. Suasana hati saya di tempat kerja baik,


karena semua urusan pribadi berjalan
lancar.

16. Keluarga membuat saya bersemangat


untuk bekerja.

17. Kehidupan diluar pekerjaan membuat saya


lebih tenang dalam bekerja

Skala II

No Pernyataan SS S TS STS

1. Saya suka keramaian.

2. Saya simpati dengan perasaan orang lain.

3. Saya dapat menyelesaikan pekerjaan


dengan baik.

4. Suasana hati saya berubah-ubah


144

5. Saya memiliki kemampuan imajinasi yang


baik.

6. Saya tidak banyak bicara.

7. Saya tidak peduli dengan masalah orang


lain.

8. Saya lupa mengembalikan barang yang


saya gunakan ditempat seharusnya.

9. Saya tenang dalam berbagai situasi.

10. Saya tidak tertarik dengan ide-ide abstrak.

11. Saya biasanya berbincang-bincang


dengan banyak orang dalam suatu acara.

12. Saya dapat merasakan emosi orang lain.

13. Saya bekerja sesuai prosedur.

14. Saya mudah marah

15. Saya sulit memahami ide-ide abstrak.

16. Saya tidak suka tampil di depan umum.

17. Saya tidak begitu tertarik pada orang lain.

18. Saya bekerja sesuai mood.

19. Saya tidak mudah stress.

20. Saya tidak memiliki imajinasi yang baik.

Skala III

No Pernyataan SS S TS STS

1. Tidak layak berteriak di depan perempuan

2. Insiatif mengemukakan pendapat biasanya


dilakukan oleh laki-laki

3. Perempuan memiliki hak yang sama dengan


laki-laki dalam hal pemenuhan seksual.
145

4. Perempuan yang memiliki anak tidak perlu


bekerja diluar rumah.

5. Surat-surat kepemilikan harta (rumah/ mobil/


motor) atas nama laki-laki.

6. Dalam banyak hal yang melakukan


pembayaran adalah laki-laki.

7. Dalam beberapa hal laki-laki melayani


perempuan seperti membukakan pintu mobil
atau menyetir kendaraan.

8. Perempuan tidak cocok menjadi masinis


sementara laki-laki tidak cocok menjadi
penjahit.

9. Perempuan lebih baik mengurus rumah


tangga saja daripada bekerja.

10. Berkata kotor lebih buruk diucapkan oleh


perempuan dari pada laki-laki.

Skala IV

No Pernyataan SS S TS STS

1. Keluarga tidak memperhatikan saya ketika


saya sedang bercerita.

2. Pelukan anggota keluarga menenangkan


saya.

3. Keluarga tidak bertanya tentang bagaimana


pekerjaan saya.

4. Keluarga menghargai semua keputusan


yang saya buat jika itu baik untuk saya.

5. Saya merasa keluarga tidak mengerti


perasaan saya.

6. Ketika kinerja kerja saya bagus di tempat


kerja keluarga memberikan pujian.
146

7. Tidak ada anggota keluarga yang bersedia


membantu pekerjaan rumah ketika saya
sibuk di tempat kerja.

8. Ada anggota keluarga yang bersedia


meminjamkan sejumlah uang ketika saya
membutuhkan.

9. Ketika saya mengelami masalah, keluarga


membantu mencarikan solusi.

10. Keluarga memberikan nasihat dan saran


ketika dibutuhkan.

11. Teman mendengarkan ketika saya sedang


bercerita.

12. Ketika memiliki masalah ada teman yang


membantu menguatkan saya

13. Saya merasa bahwa teman mengerti


perasaan saya.

14. Rekan kerja memertimbangkan ide yang


saya berikan.

15. Teman memberikan saya motivasi ketika


kinerja saya sedang buruk.

16. Tidak ada teman yang bersedia


meminjamkan uang ketika saya butuhkan.

17. Teman bersedia meluangkan waktunya


untuk mendengarkan keluh kesah saya.

18. Teman saya memberikan saran dan


nasehat ketika dibutuhkan.

19. Teman memberitahu saya menemukan


orang-orang yang tepat untuk membantu
mengatasi masalah saya.

20. Teman mengajari saya bagaimana


melakukan sesuatu yang saya tidak tahu
bagaimana melakukannya.

21. Suami mendengarkan keluh kesah saya

22. Ketika saya memiliki masalah pekerjaan


147

suami menguatkan saya.

23. Suami tidak memperhatikan ketika saya


sedang bercerita.

24. Ketika saya sedang kesal suami menghibur


dengan memberikan pelukan atau
genggaman tangan atau tepukan bahu.

25. Ketika sedang berdiskusi, suami


mempertimbangkan ide-ide saya.

26. Ketika saya memiliki kinerja bagus di tempat


kerja suami memberikan pujian.

27. Ketika saya sedang sakit suami menemani


ke dokter.

28. Suami bersedia membantu pekerjaan rumah


tangga ketika saya sedang sibuk bekerja.

29. Suami memberikan saran dan nasihat ketika


saya memiliki masalah pekerjaan.

30. Ketika ada masalah suami membantu


mencari solusi

Anda mungkin juga menyukai