TESIS
Disusun oleh :
MAGISTER PSIKOLOGI
1441 H/2020 M
v
vi
vi
vii
vii
viii
viii
v
-Unknow-
“Somoga selalu ada ruang-ruang bagi kita untuk terus belajar dan terus tumbuh bersama ilmu
pengetahuan. Pun juga semoga selalu ada ruang-ruang bagi kita untuk mensyukuri apa-apa yang
semesta beri.”
-Putri Nuraini-
PERSEMBAHAN :
v
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Juni 2020
C) Putri Nuraini
D) Pengaruh Personality, Social Support, dan Childcare Responsibilities terhadap
Work-life Balance Perempuan: Gender Role Attitude sebagai Moderator.
E) xiv + 108 halaman + 14 lampiran
F) Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh personality, social support,
dan childcare responsibilities terhadap work-life balance perempuan yang
dimoderatori oleh gender role attitude. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
mengunakan teknik purposive sampling, dengan total sampel 220 pekerja
perempuan yang telah menikah di Jabodetabek. Skala Work/Nonwork
Interference and Enhancement, Mini-International Personality Item Pool (Mini-
IPIP), Gender Role Beliefs Scale (GRBS) dan Skala Social Support dikembangkan
oleh penulis digunakan untuk pengumpulan data. Analisis data menggunakan
multiple regression, Confirmatory Factor Analysis (CFA) dan modgraph. Hasil
uji hipotesis menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan personality,
social support dan childcare responsibilities terhadap work-life balance.
Kemudian terdapat empat variabel independen yang memiliki nilai koefisien
regresi signifikan yaitu neurocitism, opennes to experience, family support,
gender role attitude dan terdapat efek moderasi pada variabel neurocitism dan
family support.
vi
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) June 2020
C) Putri Nuraini
D) Effects of Personality, Social Support, and Childcare Responsibilities toward
Women's Work-life Balance: Gender Role Attitude as Moderator.
E) xiv + 108 pages + 14 appendix
F) This study aims to examine the effect of personality, social support, and
childcare responsibilities on women's work-life balance with gender role attitude
as a moderator. This study selected a sample of 220 married female workers in
Jabodetabek, using a purposive sampling technique. The Work/Nonwork
Interference and Enhancement Scale, Mini-International Personality Item Pool
(Mini-IPIP), Gender Role Beliefs Scale (GRBS) and Social Support Scale
developed by author, were used for data collection. Multiple regression,
Confirmatory Factor Analysis (CFA) and Modgraph were performed to analyze
the data. The finding of the results showed there is a significant influence of
personality, social support, and childcare responsibilities on work-life balance.
Then there are four independent variables with significant coefficient regression
values, that is neurocitism, opennes to experience family support, gender role
attitude and moderating effect on neurocitism and family support.
G) Keywords : work-life balance; personality; social support; childcare
responsibilities; gender role attitude.
H) Reference : 152; book : 9 + Journal 132 + dissertation : 2 + thesis : 2 + article
: 6 + youtube : 1
vii
viii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
kepada :
ini tepat waktu. Terimakasih telah berusaha keras untuk merawat dan
manusia yang bermanfaat bagi agama, diri dan orang banyak diluar
anakmu ini agar terus menjadi manusia yang baik dan bermanfaat.
viii
ix
adiku tersayang, meskipun terkadang kita tidak selalu baik tapi penulis
percaya kita semua saling menguatkan dalam doa . Kalian semua amat
atas ilmu, bimbingan, arahan dan motivasi selama kurang lebih empat
tahun perkuliahan.
berbagi suka dan duka. Terimakasih untuk tetap disini dan menjadi
ix
x
teman perjalanan hari dan nanti, banyak hal yang akan terus kita pelajari
bersama mas semoga kita siap dan mampu ya mas. Insya Allah.
Diah & Ica). Terimakasih atas waktu, tenanga, doa dan motivasi selama
ini.
Fakultas Psikologi.
kalian.
12. Kepada rekan, sahabat, saudara dan berbagai pihak yang tidak dapat
menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
Penulis
xi
xii
DAFTAR ISI
MOTTO ............................................................................................................. v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN
xii
xiii
2.7. Hipotesis....................................................................................................... 54
xiii
xiv
xiv
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.12 Koefisien Regresi Family Support X Gender Role Attitude ............ 99
xv
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.2 Interaksi Variabel Family Support X Gender Role Attitude ........... 99
xvi
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 2 Hasil Uji Regresi dan Interaksi Variabel Moderator Tabel ............. 136
xvii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Partisipasi perempuan dalam angkatan kerja telah menjadi fenomena global dan
memberikan manfaat ekonomi yang sangat besar bagi organisasi dan negara.
Merujuk data World Bank tahun (2020), sebanyak 53,2% perempuan Indonesia
Generasi Milenial Indonesia (2018) sebanyak 55,50% atau setara dengan 69,850
juta perempuan berpartisipasi dalam angkatan kerja. Angka ini akan terus
pendidikan dan lapangan kerja yang setara dengan laki-laki. Ada sejumlah alasan
mengapa perempuan bekerja antara lain untuk membangun karir dan memberikan
dukungan finansial bagi keluarga (Gupta, 2016). Selain itu, dengan bekerja
banyak kajian seputar karir perempuan. Tren dan isu yang banyak diteliti oleh
peneliti baik di luar negeri maupun di dalam negeri adalah promosi jabatan (Allui
& Kamaludin, 2017; Saleem et al., 2017), glass ceiling (Gupta, 2018; Naseer, et
1
2
al., 2017; Subramaniam, et al., 2016), gender equality (Fibrianto, 2016; Mardiah
& Zulhaida, 2018; Naseer, et al., 2017; Osituyo, 2017), sexual harassment
(Dwiyanti, 2014; Keplinger, et al., 2019; Sharma, 2017) dan work-life balance
telah menikah. Perempuan pekerja yang telah menikah sering kali mengalami
peran. Perempuan tidak hanya memiliki peran di tempat kerja mereka juga
memiliki peran di rumah. Terlebih dalam budaya timur, dimana perempuan sangat
terlibat dalam tanggung jawab rumah tangga. Lebih Duxbury dan Higgins
dalam angkatan kerja memberikan beban ganda pada dirinya sebagai seorang
keluarga sebagai ibu rumah tangga. Kondisi seperti ini terkadang membuat
pekerja dan ibu rumah tangga. Kemudian menurut Sheryl Ziegler, Psy.D dalam
bekerja mengalami banyak tantangan dan sering kali merasa gagal menjadi ibu
yang baik karena sibuk bekerja. Kemudian masalah lain yang muncul adalah
kurangnya waktu tidur, sering kali terlambat masuk kantor, dan kurang waktu
Senada dengan hal tersebut hasil penelitian Atiq, et al., (2017) mengemukakan
bahwa ketika individu lebih banyak menghabiskan waktu di tempat kerja maka
pasangan, anak-anak, fungsi dan kewajiban dalam keluarga dan waktu yang
dihabiskan bersama keluarga akan lebih sedikit dan hal ini terkadang
yang serius dan mengakibatkan perceraian (Atiq, et al., 2017). Sebaliknya jika
pekerjaan dan karir mereka (Amanda, et al., 2012; Bryant & Constantine, 2006).
menyatakan bahwa salah satu masalah utama perempuan dalam bekerja adalah
itu, beberapa peneliti menyatakan bahwa perempuan lebih sulit dalam mengelola
keseimbangan antara tanggung jawab pribadi dan profesional dari pada pria (Atiq,
milenial. Namun sejauh ini keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi
yang dicapai lebih rendah dari apa yang diinginkan (Meenakshi, et al., 2013).
penting untuk dilakukan karena work-life balance memiliki dampak positif dan
4
negatif bagi individu dan organisasi. Individu dengan work-life balance yang baik
secara keseluruhan memiliki kualitas hidup yang lebih baik (Greenhaus et al.,
2003). Senada dengan hal tersebut Haar et al., (2014) menyatakan bahwa
itu, work-life balance juga terbukti dapat meningkatkan kepuasan kerja yang lebih
being yang tinggi (Yang, et al., 2018) dan lingkungan yang memungkinkan
(Beauregard & Henry, 2009; Shaffer, et al., 2016). Ketika organiasi tidak
pribadi maka organisasi lebih rentan kehilangan tenaga kerja yang berbakat (Harr,
dalam Shaikh et al., 2019). Selain itu, individu yang tidak memiliki work-life
balance mengalami stres yang lebih tinggi yang dapat menyebabkan niat turnover
yang lebih besar di antara karyawan (Kumara & Fasana, 2018; Smith & Gardner,
individu yang memiliki work-life balance yang buruk memiliki lebih banyak
masalah kesehatan.
personality (Gorsy & Panwar, 2016; Kaur, 2013; Kundnani & Metha, 2014;
Pandey, et al., 2018; Shaikh et al., 2019), persepsi dukungan keluarga (Linda &
Fitria, 2016; Puspitasari & Ratnaningsih, 2019; Russo, et al., 2015; Thakur &
Kumar, 2015), work engagement (Jaharuddin & Zainol, 2019; Kort, 2016;
Shaikh, et al., 2019), stress (Devi & Kanagalakshmi, 2015; Hsu, et al., 2019),
intention (Jaharuddin & Zainol, 2019), persepsi dukungan di tempat kerja (Russo,
et al., 2015), psychological capital (Kole & Kurt, 2018) dan gender role
(Adachi, 2018).
dukungan keluarga (Atiq, et al., 2017; Gupta, 2016; Khan & Sajidkirmani, 2018;
Padma & Reddy, 2013), social support (Annink, 2017; Murphy, et al., 2007),
2014), supervisor support dan co-worker support (Wong, et al., 2017), jam kerja
(Hsu, et al., 2019), sosial media (Sharma & Sudhesh, 2018), organizational
support (Atiq, et al, 2017), flexible working arrangement (Wong, et al., 2017),
transformational leadership (Linda & Fitria, 2016), workload (Omar, et al., 2015;
peneliti fokus pada faktor personality. Beberapa hasil penelitian juga menujukan
antara lain yaitu hasil penelitian Kaur (2013) menyatakan bahwa dimensi
(Gorsy & Panwar, 2016; Kaur, 2013; Kundnani & Metha, 2014; Pandey, et al.,
individu untuk mengatasi work-life balance dengan cara yang berbeda (Crooker,
et al., 2002). Selain itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut pengaruh
Indonesia memiliki nilai serta budaya yang berbeda, menurut Triandis dan Suh
seseorang.
Selain itu, peneliti juga mengkaji faktor social support dari aspek
eksternal. Meskipun sudah ada penelitian yang mengkaji mengenai faktor ini
Annink, 2017; Murphy, et al., 2007), namun penelitian terdahulu hanya fokus
meneliti pada satu sumber dukungan saja misalnya dukungan suami, sementara
keluarga, teman dan suami. Sumber dukungan keluarga yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah dukungan yang berasal dari keluarga besar seperti orang tua
dan kerabat. Selain itu penelitian mengenai social support dan work-life balance
balance.
pada work-life balance (Schieman, et al; Thompson & Prottas dalam Annink,
2016). Senada dengan hal tersebut dukungan sosial juga sangat penting untuk
Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini kita masih hidup dalam
2018) budaya dan praktik tradisional tidak hanya memengaruhi generasi pekerja
saat ini, tetapi juga akan memengaruhi generasi mendatang. Masyarakat memilah-
milih peran yang pantas untuk laki-laki dan perempuan atau yang lebih dikenal
dengan sebutan gender role atau peran gender. Peran gender ini merupakan hasil
dari interaksi antara individu dan lingkungan mereka, dan memberikan individu
Dalam penelitian ini, penulis tertarik untuk meneliti gender role attitude
atau sikap peran gender perempuan pekerja, karena menurut hasil penelitian yang
dilakukan oleh Adachi (2018) menyatakan bahwa individu yang memiliki sikap
peran gender modern memiliki rencana alokasi waktu untuk pekerjaan dan
kehidupan pribadi yang lebih seimbang. Meskipun sudah ada penelitian yang
mengkaji faktor ini, namun penelitian ini masih terbilang sangat sedikit dan
untuk mengeksplorasi lebih lanjut mengenai pengaruh gender role terhadap work-
life balance dan sejauh mana sikap peran gender ini memengaruhi personality dan
social support.
masalah penelitian ini pada pengaruh variabel bebas (personality, social support,
9
terdapat gangguan dan peningkatan yang mencakup empat aspek utama yaitu
waktu, perilaku, ketegangan dan energi untuk mencapai kepuasan kerja dan
2. Big five personality trait merupakan kepribadian yang tersusun dalam lima
orang terdekat individu yaitu; keluarga, teman, dan seseorang yang spesial
5. Perempuan pekerja yang telah menikah dan lahir antara tahun 1980-2000 atau
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan personality, social support dan childcare
work-life balance?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan social support (family support, friend
balance?
6. Apakah ada pengaruh yang signifikan social support (family support, friend
variabel dependen. Sehingga tujuan dan manfaat dalam penelitian ini berkaitan
balance.
Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari peneltian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
perempuan.
2. Manfaat Praktis
life balance. Selain itu hasil penelitian ii juga dapat dijadikan panduan untuk
pekerjaan.
13
BAB II
LANDASAN TEORI
pekerjaan dan mengalokasikan lebih sedikit waktu untuk aspek-aspek lain dari
kehidupan mereka (Smith, 2010). Menariknya program work/life sudah ada sejak
dan "hidup"sendiri rumit dan sulit untuk didefinisikan karena terlalu banyak
interpretasi dan kurangnya konstruk terukur tunggal yang dapat digunakan untuk
al, 2011).
13
14
menjadi beberapa bagian setiap kata. Menurut Guest (2002), istilah kerja
menunjukkan pekerjaan yang dibayar serta kegiatan lain seperti waktu sehari-hari
untuk bepergian dari rumah ke tempat kerja. Kemudian dalam kamus APA
emosional yang diarahkan untuk menyelesaikan tugas atau mengubah input dalam
bentuk fisik, informasi dan sumber daya lainnya menjadi barang atau jasa. Selain
itu kerja juga diartikan sebagai tugas yang berkaitan dengan mencari nafkah.
alasan mengapa orang menghabiskan sebagian besar hidup mereka di tempat kerja
(Rothmann & Welsh, 2013) terlepas dari nilai tambah seperti pertumbuhan dan
senang dan puas ketika berada di luar lingkungan kerja. Istilah kehidupan
seperti minat pribadi, hobi dan waktu yang dihabiskan untuk kepentingan pribadi
di luar ranah domestik atau keluarga dan wilayah kerja (Demerouti, 2012).
sebagai istilah objektif dan subyektif. Istilah objektif adalah di mana ukuran
perilaku seperti waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan atau domain lain,
individu untuk mengambil manfaat dari peran kerja dan keluarga (Hanson, et al.,
sebagai suasana hati atau sikap yang terkait dengan pekerjaan dibawa ke rumah
atau suasana hati atau sikap yang terkait dengan keluarga di bawa dalam
keterampilan dan perilaku spesifik yang dibawa dari satu domain ke domain
lain dan yang menghasilkan konsekuensi positif atau negatif (Edward &
optimis. Misalnya pekerja yang tidak puas mereka akan lebih berfokus pada
keluarga daripada pekerjaanatau pekerja yang puas yang lebih fokus pada
kembali minatnya untuk puas agar dapat menerima kesulitan yang lain.
Kompensasi ini terdiri dari dua kategori yaitu kategori tambahan dan
pencarian mereka dari peran yang tidak memuaskan menjadi sesuatu yang
pengalaman positif dalam peran lainnya, seperti terlibat dalam rekreasi setelah
hari yang melelahkan di tempat kerja (Zedeck & Mosier dalam Kumar &
dari satu bidang dengan kepuasan dari yang lain (Clark, 2000).
d. Work-family enrichment– sejauh mana pengalaman dalam satu peran (kerja atau
bahwa enrichment terjadi ketika perolehan sumber daya yang dihasilkan dalam
satu peran meningkatkan atau mempengaruhi kinerja peran lain (Greenhause &
Powell, 2006; McMillan, et al., 2011; Rantanen, et al., 2013). Greenhause dan
daya yang diperlukan untuk menangani kolega, atau bahwa sumber daya itu
telah membantu mereka tampil lebih baik di tempat kerja. Sementara itu jalur
pengalaman, suasana hati yang positif dan keterampilan tidak hanya transfer,
peningkatan harga diri, identitas sosial, sumber daya, dan penghargaan yang
18
sejumlah manfaat yang mungkin lebih besar yang mengarah pada kepuasan dan
terbebas dari stress (Carlson, et al., 2006; Wayne, et al., 2007). Ini
pekerjaan dan keluarga dipisahkan dalam hal waktu, lokasi, dan individu. Teori
untuk mencapai keseimbangan (Clark, 2000; Donald & Linington, 2008) dan
konflik yang rendah antara pekerjaan dan keluarga. Prinsip ini sangat berguna
individu.
Ketika pandangan ini sangat terintegrasi maka batas antara domain ini
menjadi tiga jenis; batas temporal, fisik dan psikologis (Clark, 2000). Batas
temporal mengacu pada waktu aktual dimana aktivitas kerja vs aktivitas pribadi
yang terkait dengan kegiatan pekerjaan dan peran rumah. Clark, 2000).
dengan teman-teman dari tempat kerja. Teori ini menyatakan bahwa konflik
akanlebih sedikit dialami ketika seorang individu mengelola pekerjaan dan non-
Mulder (dalam Moshoeu, 2017) untuk menjelaskan aspek psikologis dari beban
sebagai contoh yang paling sering digunakan dari mekanisme interaksi pekerjaan
berinteraksi. Tuntutan yang tinggi dari satu domain tidak akan memiliki efek
20
kesehatan yang merugikan pada domain lain selama proses pemulihannya cukup
Tuntutan yang tinggi dan pemulihan yang tidak mencukupi dalam jangka
panjang dapat menghasilkan reaksi beban negatif (Demerouti, et al., 2004; Taris et
al., 2006) dan lebih lanjut Geurts, et al (dalam Moshoeu, 2017) menjelaskan
bahwa dampak negatif ini akan memeberikan dampak yang serius terhadap
kesehatan dan kesejahteraan. Waktu di luar pekerjaan adalah sumber daya penting
dan memberikan mereka kesempatan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan lain
pekerjaan dan keluarga atau peran pribadi yang menciptakan ketegangan atau
konflik antar peran dimana tekanan pekerjaan dan tekanan keluarga tidak
menganggu keluarga dan sebaliknya (Frone, et al, 1992). Tiga jenis konflik
keluarga kerja diidentifikasi dan dipelajari oleh Greenhaus dan Beutell (1985). Ini
adalah konflik berbasis waktu, konflik berbasis ketegangan dan konflik berbasis
perilaku.
21
paling banyak antara domain kerja dan keluarga adalah waktu (Staines &
berbasis waktu menjadi dua bentuk. Pertama karena tekanan waktu yang
terlibat dalam satu peran, secara fisik menjadi tidak mungkin untuk
memenuhi tuntutan waktu dari peran lain dan kedua, meskipun secara
fisik hadir dan berusaha untuk memenuhi tuntutan satu domain, namun
sesuai dalam peran keluarga dianggap tidak berfungsi atau tidak sesuai di
antara pekerjaan, keluarga dan tugas pribadi. Konflik antara pekerjaan dan
Dalam arti luas work-life balance didefinisikan sebagai kesesuaian antara peran
kehidupan kerja dalam bahasa yang sederhana mengacu pada manajemen yang
efektif antara kehidupan pribadi dan profesional sesuai dengan kebutuhan mereka.
sebagai keterlibatan individu secara penuh dalam setiap peran baik dalam
keseimbangan kerja dan keluarga sebagai kepuasan dan fungsi yang baik di
tempat kerja dan di rumah dengan konflik peran minimal. Kemudian Greenhaus
para ahli tidak sepenuhnya konsisten satu sama lain dan dampak keseimbangan
dengan sejauh mana individu terlibat dan puas dengan perannya dalam pekerjaan
dan keluarga.
keseimbangan waktu dimana jumlah waktu untuk pekerjaan dan peran keluarga
dan keluarga sama; kepuasan yang seimbang yaitu tingkat kepuasan dengan peran
dalam pekerjaan dan keluarga sama. Selanjutnya menurut Grzywacz dan Carlson
terkait peran yang disepakati dan dibagikan di ranah kerja dan keluarga antara
individu dan pasangan terkait perannya. Teori ini berfokus pada pemenuhan peran
yang mana hal ini konsisten dengan teori keseimbangan (Marks & MacDermid,
1996). Selain itu teori ini juga konsisten dengan teori perkembangan, menunjukan
bahwa keberhasilan mengelola banyak tangung jawab merupakan salah satu tugas
Carlson, 2007).
kehidupan dan pekerjaan mencakup preferensi individu dari peran penting saat ini.
komitmennya untuk bekerja dan keluarga, serta kewajiban dan kegiatan tidak
bekerja lainnya.
dalamnya terdapat gangguan dan peningkatan yang mencakup empat aspek utama
yaitu waktu, perilaku, ketegangan dan energi untuk mencapai kepuasan kerja dan
bekerja dan untuk kegiatan lain, seperti keluarga, teman dan hobi. Haar, et al.,
kehidupan dan pekerjaan adalah penilaian individu tentang seberapa baik individu
yang di kemukakan oleh Fisher, et al., (2009) karena menurut peneliti definisi ini
1. Time balance: jumlah waktu yang sama yang dikhususkan untuk peran keluarga
dan pekerjaan.
dan pekerjaan.
Dimensi ini terkait dengan seberapa besar pekerjaan manjadi gangguan bagi
kehidupan pribadi.
26
Dimensi ini terkait dengan seberapa besar kehidupan pribadi manjadi gangguan
Dimensi ini terkait dengan seberapa besar peningkatan kehidupan pribadi yang
Dalam penelitian ini digunakan dimensi yang dijelaskan oleh Fisher, et al., (2009)
1. Skala work-life balance ini dikembangkan oleh Hill, et al., (2001) berdasarkan
spillover teori yang dikemukakan oleh Zedeck pada tahun 1992. Skala ini
terdiri dari lima item, skala ini digunakan untuk mengukur sejauh mana
yang bebeda, pada item 1,2,3,5 (menggunakan skala 5 poin, dari sangat setuju
(2005), yang mana skala ini awalnya dibuat oleh Fisher (2001). Pendekatan ini
berguna bagi organisasi untuk menilai domain non-kerja karyawan. Skala ini
terdiri dari 15-item dan memiliki tiga dimensi antara lain; Work Interference
with Personal Life (WIPL) terdiri 7 item, menurut Hayman (2005), dimensi ini
terdiri dari 4 item, dimensi kedua ini merupakan dampak atau gangguan
sepanjang waktu).
Fisher, et al., (2009), terdir dari 17 item pernyataan dan memiliki empat
dimensi; work interference with personal life, personal life interference with
work. Skala ini dapat digunakan untuk semua pekerja baik yang sudah menikah
ataupun yang masih lajang.Skala ini terdiri dari pernyataan tentang kehidupan
and enhancement scale dari Fisher, et al., (2009) karena item dalam alat ukur ini
Faktor Internal
1. Emotional Intelligence
al., 2015)
2. Stress
profesional mereka dan juga dalam kehidupan pribadi mereka (Devi &
3. Self-efficacy
terkait peran dan keseimbangan kehidupan kerja (Thakur & Kumar, 2015).
29
4. Work Engagement
life balance .Karyawan dengan konflik pekerjaan dan kehidupan pribadi yang
tinggi kurang terikat dengan pekerjaan dan memiliki partisipasi yang rendah
signifikan.
5. Trunover Intention
6. Personality
Beberapa peneliti (Gorsy & Panwar, 2016; Kaur, 2013) menyatakan bahwa
Hasil serupa juga ditemukan dalam hasil penelitian Kundnani dan Metha
dengan tipe kepribadian open-minded memiliki tingkat stres yang lebih tinggi
7. Psychological well-being
psychological well-being, selain itu hasil penelitian ini juga menujukan bahwa
being.
bank sektor publik dan guru paruh waktu dari sekolah pemerintah menengah
atas di tiga kota di India. Hasilnya mengungkapkan bahwa wanita yang bekerja
penuh waktu memiliki tingkat stres yang relatif lebih tinggi dengan tingkat
psychological well-being yang lebih rendah dan tingkat work-life balance yang
pekerjaan.
(Linda & Fitria, 2016; Puspitasari & Ratnaningsih, 2019; Russo, et al., 2015;
Role conflict secara signifikan terkait dengan work-life balance, para peneliti
juga menjelaskan bahwa role conflict memiliki korelasi negatif dengan work-
life balance (Suhaimi, et al., 2018). Senada dengan hl itu, penelitian yang
sikap liberal memiliki rencana alokasi waktu untuk pekerjaan dan kehidupan
Faktor Eksternal
keseimbangan kehidupan dan kerja yang lebih baik (Wong, et al, 2017).
2. Jam Kerja
ketidakseimbangan hidup dan kerja yang lebih besar Hsu, et al. (2019).
3. Dukungan Keluarga
profesional (Padma & Reddy, 2013). Jika wanita mendapatkan dukungan yang
diperlukan dari pasangannya, orang tua atau mertuanya, mereka akan lebih
33
4. Organizational support
Hasil yang dilakukan oleh Atiq, et al., (2017) menyatakan bahwa dukungan
pekerjaan.
5. Media Sosial
2018).
7. Transformational Leadership
balance.
34
8. Social Support
keluarga pada wanita pekerja paruh baya (Murphy, et al., 2007). Lebih lanjut
penting adalah pasangan, keluarga, teman, dan rekan kerja. Selain itu
9. Workload
mereka yang memiliki anak kecil yang berusia di bawah enam tahun mengalami
kesulitan memeberikan perawatan yang memadai bagi anak mereka. Selain itu,
baik perawatan anak atau perawatan orang tua, perempuan yang bekerja lebih
seorang ibu pekerja yang mengalami kesulitan dalam mengatur perawatan anak
Dalam penelitian ini penulis mengkaji berbagai faktor baik internal maupun
eksternal, adapun faktor internal yang dikaji adalah faktor personality dan
gender role attitude. Sementara faktor eksternal yang dikaji dalam penelitian ini
Kepribadian berasal dari kata Latin persona, yang mengacu pada topeng yang
digunakan oleh aktor dalam sebuah pertunjukan. Menurut Costa dan McCrae
(1995) kepribadian merupakan cara berpikir, merasa dan bertindak yang relative
bertahan lama dan menjadi ciri khas individu. Karakteristik ini muncul dalam
Lewis Goldberg (dalam Feist & Feist, 2009) pertama kali menggunakan istilah
"big five" pada tahun 1981 untuk menggambarkan temuan yang konsisten dari
analisis faktor-faktor kepribadian. Kemudian sejak akhir 1980-an dan awal 1990-
an, sebagian besar psikolog kepribadian telah memilih model lima faktor. . Pada
tahun 1983 Costa dan McCrae meneliti model kepribadian tiga faktor yaitu N, E
dan O, untuk mengukur tiga dimensi tersebut Costa dan McCrae membuat alat
ukur yang dikenal dengan sebutan NEO-PI. Kemudian sebelum tahun 1985 Costa
dan McCrae akhirnya menemukan lima faktor kepribadian, di tahun 1992 Costa
dan McCrae merevisi alat ukur NEO-PI, mereka mengembangkan skala untuk
dimensi A dan C.
bahwa terdapat lima sifat kepribadian yang dominan. The five factor theory atau
yang sering disebut sebagai “big five”, yang terdiri dari neuroticism, extraversion,
trait merupakan kepribadian yang tersusun dalam lima domain kepribadian untuk
Menurut Costa dan McCrae (1995) terdapat lima dimensi big five personality
yaitu :
rendah umumnya curiga, pelit, tidak ramah, mudah marah, dan suka mengkritik
orang lain.
38
ambisius, berfokus pada pencapaian, dan pekerja keras, teliti, tepat waktu, dan
terorganisir, lalai, malas, dan tidak memiliki tujuan dan cenderung menyerah
Skala ini dikembangkan oleh Soto dan John (2009), alat ukur ini terdiri 44
sebebsar 0.85, untuk mengukur BFI digunkan skala likert 5 point (sangat tidak
Skala ini digunakan untuk mengukur big five personality dikembangkan oleh
Gosling, et al., (2003) yang terdiri dari 10 item dengan reliabilitas sebesar 072,
untuk mengukur TIPI digunakan skala 7 point (sangat tidak setuju sampai
sangat setuju).
3. Mini-IPIP Scales
menggunakan skala likert 5 point (sangat tidak setuju sampai sangat setuju).
reliabilitas yang cukup baik, selain itu jumlah item pada alat ukur ini tidak
diperhatikan, dicintai, dihargai dan dalam satuan jaringan sosial (Cobb, 1976).
Selanjutnya menurut Rook (1987) dukungan sosial mengacu pada perasaan bahwa
orang lain memberikan dukungan atau perhatian yang cukup. Kemudian menurut
Brandt dan Weinert (1981) dukungan sosial didefinisikan sebagai sifat interaksi
soial dan bagaimana individu merasa dirinya didukung. Shumaker dan Brownell
dukungan dari hubunga sosial mereka jika diperlukan (Norman, 1997). Semantara
menurut Zimet, et al., (1988) yang disebut dukungan sosial adalah ketika individu
merasa didukung oleh berbagai sumber seperti keluarga, pertemanan, dan orang
sosial diartikan sebagai rasa penerimaan, kepedulian, kasih sayang atau bantuan
40
yang diterima oleh individu dari orang lain atau kelempok (Sarafino dalam
Prahara, 2016).
didapatkan dari satu orang atau lebih untuk membantu individu dalam mengelola
Menurut Zimet, et al., (1988) dukungan sosial terdiri dari tiga sumber yaitu :
keluarga.
pertemanannya.
Menurut House dan Khan (dalam Desiningrum, 2010) membedakan empat jenis
dukungan ini memberikan rasa nyaman, ketenangan hati dan perasaan syukur
antara lain :
Hoberman (1983), skala ini terdiri dari 40 item dan memiliki 4 dimensi yaitu :
Alat ukur ini menggunakan skala likert 4 poin dari “sangat salah” sampai
(1983). Alat uku ini digunakan untuk mengukur persepsi dukungan sosial dan
daftar siapa saja yang sesuai dengan deskripsi pertanyaan dan bagian kedua
Zimet, et al., (1988). Skala ini terdiri dari 12 item dan memiliki tiga sumber
dukunga sosial yaitu; Family Support ,Friend Support, dan Significant Other
Support. Alat ukur ini menggunakan skala likert 7 point dari “sangat tidak
setuju” sampai “sangat setuju”. Skala ini memiliki reliabilitas sebesar 0.88.
4.The 2-Way SSS (2-Way Social Support Scale) yang dikembangkan oleh
Shakespeare-Finch & Obst (2011). Alat ukur ini mengukur empat dimensi
diberikan (item 17-21). Alat ukur ini menggunakan skala likert 5 point dan
untuk mengukur sumber dukungan yang mengacu pada teori dukungan sosial
Zimet, et al., (1988) dan jenis dukungan yang mengacu pada teori House
sebagai tugas, tanggung jawab dan kegiatan yang berkaitan dengan budaya bagi
laki-laki dan perempuan. Refleksi peran gender pada perempuan dan laki-laki
peran tradisional dan setara.Peran yang dikaitkan dengan perempuan dalam peran
atas urusan rumah tangga dan tidak aktif dalam kehidupan profesional.Semantara
laki-laki dalam peran tradisional terdiri dari tangung jawab seperti menjadi kepala
rumah dan juga bertanggung jawab mencari nafkah. Peran yang setara adalah
pembagian tanggung jawab yang sama dalam keluarga, profesional, sosial dan
Kerr dan Holden (1996) peran gender didefinisikan sebagai keyakinan perspektif
Research (dalam Michalos, 2014) gender role attitude diartikan sebagai cara
pandang yang diyakini individu tentang peran yang harus dimainkan oleh laki-laki
dan perempuan dalam masyarakat. Individu dianggap memilki sikap peran gender
sebagai pencari nafkah dan perempuan berperan sebagai ibu rumah tangga.
Sementara ketika mereka tidak setuju dengan pembagian peran seperti itu dan
Individu yang meyakini bahwa peran perempuan dan laki-laki setara artinya ia
bahwa perempuan harus lebih banyak berperan pada kegiatan domestik maka
individu tersebut memiliki peran gender tradisional (Kerr & Holden, 1996).
pada tahun (1994), skala ini terdiri dari dua bagian yaitu women’s rights dan
2. Gender Role Beliefs Scale (GRBS) alat ukur ini digunakan untuk mengukur
sikap peran gender seseorang, alat ukur ini pertama kali dikembangkan pada
tahun 1996 oleh Kerr dan Holden. Kemudian Brown dan Gladstone (2012)
mengembangkan alat ukur ini dengan versi yang lebih pendek yaitu 10 item.
setuju. Skor yang lebih tinggi menunjukkan keyakinan peran gender yang lebih
feminis dan skor yang lebih rendah menunjukkan keyakinan peran gender yang
1988). Skala ini digunakan untuk mengukur sikap tradisonal vs egaliter yang
terdiri dari 20 item dan diukur menggunakan skala likert lima point (1= sangat
setuju sd 5= sangat tidak setuju). Skala ini memiliki reliabilitas sebesar 0,91.
Peneliti menggunakan alat ukur Gender Role Beliefs Scale (GRBS) yang
dikembangkan oleh Brown dan Gladstone (2012) karena jumlah item pada alat
ukur ini tidak terlalu banyak sehingga memudahkan responden dalam mengisi
kuesioner, selain itu alat ukur ini juga memiliki reliabilitas yang baik.
(Guha, 2010; Smola & Sutton, 2002).Generasi milenial lahir antara tahun 1980-
2000 (Pyoria, et al., 2017; Smith & Nichols, 2015).mereka disebut generasi
milenial karena dibesarkan dalam era digital (Kaifi et al., 2012). Sebenarnya tidak
ada batasan pasti untuk awal dan akhir kelahiran dari generasi ini. Para peneliti
46
menggunakan 1980-an sebagai awal kelahiran generasi ini dan pertengahan tahun
1990-an hingga awal tahun 2000-an sebagai akhir kelahiran dari generasi ini
(Wikipedia, 2018).
di kemukakan oleh Pyoria, et al., (2017) serta Smith dan Nichols, (2015).
2017). Kajian mengenai work-life balance pada perempuan muncul sebagai topik
hangat dalam beberapa tahun terakhir karena hal tersebut memengaruhi kehidupan
(Atiq et al., 2017; Favero&Health, 2012), hal ini terjadi karena perempuan sering
adalah personality (Kundani & Metha, 2014; Pandey, et al., 2018). Kepribadian
pekerjaan dan kehidupan pribadi (Pandey, et al., 2018). Senada dengan hal ini
suka menjalin relasi dengan orang lain sehingga individu dengan kepribadian
kesiembangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadinya. Hal ini terbukti dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Kaur (2013) menunjukan bahwa dimensi
mengalami masalah baik dalam pekerjaan atau masalah pribadi individu akan
48
bersikap lebih tenang sehingga masalah ini tidak akan menganggu pekerjaan
dan kapan waktu untuk mengerjkan urusan pribadinya dengan begitu individu
akan lebih mudah dalam mencapai work-life balance. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Crooker, et al., (2002) yang menyatakan bahwa
ini cenderung menyukai tantangan dan hal baru, yang artinya individu sangat
dengan kepribadian openness akanmencari dan mencoba hal-hal baru yang dapat
ini lebih mudah untuk diajak bernegosiasi baik dalam hal pekerjaan atau hal-hal
pribadi lainnya sehingga konflik akan jarang terjadi dengan begitu individu dapat
dengan mudah mencapai work-life balance. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
(Schieman, et al., 2009;Thompson & Prottas 2006) salah satu sumber daya
support.
(Zimet et al., 1988). Sumber-sumber dukungan ini penting dan dapat saling
dukungan dari anggota keluarganya maka individu akan lebih mudah dalam
mengelola work-life balance. Serupa dengan hal tersebut, hasil penelitian Atiq et
al., (2017) menyatakan bahwa dukungan keluarga memiliki korelasi yang kuat
anggota keluarga, merek akan sulit untuk memenuhi kewajiban dan untuk
karir mereka. Selain itu dukungan keluarga juga penting untuk mengurangi niat
meningkatkan work-life balance, hal ini senada dengan hasil penelitian Annink
(2017) yang menyatakan bahwa sumber dukungan yang paling penting dalam
perempuan yang sudah menikah karena perempuan yang sudah menikah tinggal
bersama suami dan lebih banyak menghabiskan banyak waktu bersama suami
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Novenia dan Ratnaningsih (2017)
perempuan.
51
Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini kita masih hidup dalam
budaya dan praktik tradisional tidak bahkan hanya memengaruhi generasi pekerja
saat ini, tetapi juga akan memengaruhi generasi mendatang, yang terjadi saat ini
adalah masyarakat kita saat masih sering menyamakan pengertian gender dengan
kodrat. Masyakarat kemudian meilihkan peran soial yang dianggap sesuai dengan
laki-laki dan perempuan dikarenakan adanya perbedaan kodrat yang dimiliki oleh
harus bertanggung jawab dalam mengasuh anak, kemudian anggapan itu semakin
tangga karena ketika permepuan sibuk diluar rumah maka tanggung jawab
kebiasan dan tradisi dimana perempuan sering kali dianalogikan dengan pekerjaan
perempuan dan laki-laki. Peran gender ini terbentuk melalui berbagai sistem nilai
yaitu nilai adat, pendidikan, agama, politik, ekonomi dll. Sebagai hasil bentukan
sosial tentunya peran gender bisa berubah-ubah dalam waktu, kondisi dan tempat
yang berbeda sehingga sangat mungkin peran ini dipertukarkan. Mengurus anak,
mencari nafkah, mengerjakan pekerjaan rumah tangga merupakan peran yang bisa
dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan, sehingga bisa bertukar tempat tanpa
yang bekerja menghadapi banyak tantangan karena peran ganda dan harapan
budaya yang mungkin membuat mereka tidak melakukan hal-hal lain yang lebih
mereka sukai di luar pekerjaan karena setelah bekerja perempuan masih harus
karir mereka terhambat dan sebagian besar perempuan berencana untuk berhenti
sebagai sesuatu yang dinamis dan bisa disesuaikan dengan kondisi yang dialami
seseorang, maka tidak ada alasan lagi bagi kita untuk menganggap aneh seorang
sementara istrinya bekerja di luar rumah. Karena di lain waktu dan kondisi, ketika
sang suami memilih bekerja di luar rumah dan istrinya memilih untuk melakukan
tugas-tugas rumah tangga, juga bukan hal yang dianggap aneh (de-Vries, 2006).
Hal ini terbukti berdasarkan hasil penelitian Adachi (2018) menyatakan bahwa
individu yang memiliki sikap peran gender modern memliki rencana alokasi
waktu untuk pekerjaan dan kehidupan yang lebih seimbang.Selain itu, perempuan
dengan sikap peran gender modern lebih memilih untuk melanjutkan karir mereka
tanpa gangguan, dan menemukan keseimbangan yang sesuai antara pekerjaan dan
kehidupan pribadinya.
pribadi sebagai bagian dari kepribadian dalam proses enkulturasi (Kurpisz, et al.,
2016). Sehingga dapat dikatakan bahwa peran gender diduga dapat memengaruhi
Social support yang diberikan tidak akan berarti jika individu masih
memiiki pemikiran tradisional mengenai peran gender, karena masih akan timbul
perasaaan bersalah pada diri perempuan jika dirinya tidak mampu menjalankan
perannya dengan baik. Menurut Najwa (2019) perempuan yang memilih bekerja
diluar rumah kerap didera perasaan bersalah walau memiliki tujuan mulia.
Menjadi berhasil bagi seorang perempuan bisa saja memicu hal negatif, dianggap
yang cemas dengan kemampuannya sendiri dan bahkan tidak jarang malah
menerus akan membuat individu menjadi stress dan semakin sulit untuk mencapai
memliki rencana alokasi waktu untuk pekerjaan dan kehidupan yang lebih
Gambar 2.1
Karangka Berpikir
Work-life
Balance
Gender Role
Attitude
Social Support
Childcare Responsibilities
Penelitian ini diuji dengan analisis statistik, maka hipotesis yang diajukan adalah :
Ha2: Ada pengaruh yang signifikan social support (family support, friend support,
Ha3 : Ada pengaruh yang signifikan gender role attitude terhadap work-life
balance.
Ha5: Ada pengaruh yang signifikan social support (family support, friend support,
work-life balance.
56
BAB III
METODE PENELITIAN
tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi
purposive sampling dengan jumlah sampel 238 responden, namun hanya 220
yang sudah menikah dan lahir di tahun 1980-2000 atau yang lebih dikenal
56
57
waktu antara pekejaan dan kegiatan di luar pekerjaan dimana di dalamnya terdapat
kehidupan pribadi (Fisher, et al., 2009). Variabel ini diukur dengan skala
dimensi yaitu :
dan conscientiousness (Costa & McCrae, 1992). Variabel ini diukur dengan
skala Mini-International Personality Item Pool (Mini-IPIP) yang terdiri dari lima
dimensi yaitu :
rendah umumnya curiga, pelit, tidak ramah, mudah marah, dan suka mengkritik
orang lain.
ambisius, berfokus pada pencapaian, dan pekerja keras, teliti, tepat waktu, dan
terorganisir, lalai, malas, dan tidak memiliki tujuan dan cenderung menyerah
bersumber oleh orang terdekat individu meliputi keluarga, teman, dan seseorang
dan perasaan syukur karena dicintai atau didukung oleh orang lain.
tentang perilaku yang pantas untuk laki-laki dan perempuan (Kerr & Holden,
1996). Individu yang meyakini bahwa peran perempuan dan laki-laki setara
yang menganggap perempuan memiliki peran yang lebih rendah dari laki-laki
61
likert.Tiap item diukur melalui empat kategori jawaban yaitu “Sangat Sesuai”
(SS), “Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS), “Sangat Tidak Sesuai” (STS).Hal ini
diberikan pada pilihan jawaban “Sangat Tidak Sesuai” dan skor terendah
diberikan pada pilihan jawaban “Sangat Sesuai”.Bobot skor untuk setiap skala
terdiri dari 1-4 adalah item favorabledan 4-1 pada item unforable. Instrument
pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas empat alat ukur, yaitu: alat ukur
work-life balance, big five personality trait, social support dan gender role
attitude
dikembangkan oleh Fisher et al. (2009), terdir dari 17 item pernyataan dan
memiliki empat dimensi; work interference with personal life, personal life
62
interference with work, work enhancement of personal life, and personal life
enhancement of work. Dalam penelitian ini peneliti menggunaka skala likert yang
terdiri dari 4 kategori jawaban yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai
Tabel 3.1
Total 17 Item
Skala ini dikembangkan oleh Donnellan et al., (2006) yang terdiri dari 20 item
likert yang terdiri dari 4 kategori jawaban yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S),
Tabel 3.2
Total 20 Item
Skala ini dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada dua teori
dukungan sosial yaitu teori Zimet et al., (1988) yang mengatakan bahwa
dukungan sosial terdiri dari tiga sumber dukungan yaitu: keluaga, teman, dan
orang yang istimewa dan teori Hause dan Khan (dalamDesiningrum, 2010) yang
support. Dalam penelitian ini peneliti menggunaka skala likert yang terdiri dari 4
kategori jawaban yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat
Tabel 3.3
keluarga.
Total 30 Item
Skala ini dikembangan oleh Brown dan Gladstone (2012) yang terdiri dari 10
item.Dalam penelitian ini peneliti menggunaka skala likert yang terdiri dari 4
kategori jawaban yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat
Tabel 3.4
Blue print skala Gender Role Attitude
Dimensi Indikator Nomor Item Jumlah Item
Total 10 item
validitas instrument yang dipakai. Untuk menguji validitas konstruk alat ukur
Validitas konstruk didukung jika struktur faktor skala konsisten dengan konstruksi
67
instrumen yang akan diukur. Konfirmasi hipotesis struktur faktor yang paling
dihipotesiskan dan diuji untuk cocok dengan struktur kovarians dari variabel yang
1. Lakukan uji CFA dengan model satu faktor, lihat nilai P-value yang dihasilkan.
Jika P-value tidak signifikan (P> 0,05), maka item hanya mengukur satu faktor
saja, tetapi jika P-value yang dihasilkan signifikan (P< 0,05) maka perlu
Hal ini terjadi saat suatu item selain mengukur konstruk ingin diukur, tetapi
item ini juga mengukur lebih dari satu konstruk atau multidimensional. Setelah
diperoleh model yang fit, maka model yang terakhir inilah yang digunakan
3. Jika telah diperoleh model yang fit, maka analisis item dilanjutkan dengan
koefisien yang positif. Untuk melihat signifakan atau tidaknya item tersebut
dalam pengukuran faktor ini, yaitu dengan cara melihat nilai dari T-value dan
koefisien muatan faktor tersebut. Jika T-value> 1,96 maka item tersebut
4. Selain itu, juga perlu dilihat apakah ada item yang muatan faktornya negatif.
Dalam hal ini jika ada item pernyataan yang negatif, maka saat penskoran pada
item tersebut, arah skornya diubah menjadi positif. Jika setelah diubah arah
skornya masih terdapat item dengan muatan faktor negatif maka item tersebut
akan di-drop.
dengan banyak item lain, maka hal ini berarti item tersebut selain mengukur
satu hal, juga mengukur hal lainnya, sehingga item seperti ini juga dapat di-
6. Setelah melakukan modifikasi terhadap model, maka dilakukan olah data untuk
20.0 dengan ketentuan tidak mengikut sertakan skor mentah dari item yang
sudah di drop.
Faktor skor yang masih mengandung angka negatif harus ditransform menjadi
Penulis menguji apakah ke-17 item yang ada bersifat uni dimensional, artinya
value = 0,0921, RMSEA = 0,029. Setalah di dapat nilai P-value > 0,05 dan
RMSEA < 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu faktor dapat
diterima, artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu work-life
balance. Selain itu penulis juga melihat apakah item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item
tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.5 dibawah ini:
Tabel 3.5
item-item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar semua item mengukur
multifactorial karena jumlah item pada setiap dimensi sedikit, sehingga tidak
mengukur faktor yang hendak di ukur dan sekaligus menentukan apakah item
tersebut perlu di drop atau tidak. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai t bagi
setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.6 dibawah ini.
Tabel 3.6
experience
10 0,700 0,118 5,925 √
Penulis menguji apakah ke-10 item yang ada bersifat uni dimensional, artinya
value = 0,1262, RMSEA = 0,039. Setalah di dapat nilai P-value > 0,05 dan
RMSEA < 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu faktor dapat diterima,
artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu dukungan keluarga.Selain
73
itu penulis juga melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu
didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
Tabel 3.7
Penulis menguji apakah ke-10 item yang ada bersifat uni dimensional, artinya
value = 0,0640, RMSEA = 0,045. Setalah di dapat nilai P-value > 0,05 dan
RMSEA < 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu faktor dapat
diterima, artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitudukungan teman.
Selain itu penulis juga melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi
Tabel 3.8
Penulis menguji apakah ke-10 item yang ada bersifat uni dimensional, artinya
value = 0,0979, RMSEA = 0,044. Setalah di dapat nilai P-value > 0,05 dan
RMSEA < 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu faktor dapat
diterima, artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu dukungan
suami. Selain itu penulis juga melihat apakah item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item
tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.9 dibawah ini:
Tabel 3.9
Penulis menguji apakah ke-10 item yang ada bersifat uni dimensional, artinya
value = 0,5681, RMSEA = 0,000. Setalah di dapat nilai P-value > 0,05 dan
RMSEA < 0,05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu faktor dapat
diterima, artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu gender role
attitude. Selain itu penulis juga melihat apakah item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item
tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.10 dibawah ini:
77
Tabel 3.10
dimoderatori oleh geder role attitude. Dalam penelitian ini penulis ingin
beberapa variabel independen (X) serta variabel moderator, yang bertujuan untuk
78
Y= a+b1x1+b2x2+b3x3+b4x4+b5x5+b6x6+b7x7+b8x8+b9x9
Y = Work-life Balance
a = Intercept (konstan)
x1 = Extraversion
x2 = Agreeableness,
x3 = Conscientiousness
x4 = Neurocitism
x5 = Opennes to experience
x6 = Family Support
x7 = Friend Support
x8 = Husband Support
x9 = Childcare responsibilities
e = Residu
selanjutnya penulis melakukan analisis regresi linear antara variabel gender role
Y = a+b10x10+e
79
Y = Work-life Balance
a = Intercept (konstan)
e = Residu
Setelah diketahui hasil regresi antara variabel gender role attitude dengan work-life
yaitu antara X1 dan moderator. Sebagai ilustrasi, untuk variabel extraversion akan
Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan adalah model yang sesuai
life balance yang dimoderatori oleh gender role attitude. Besarnya work-life
R2 = Ssreg
Ssy
Keterangan :
SSreg = Jumlah kuadrat regresi yang dapat dihitung jika koefisien regresi telah
diperoleh
2. Uji F
atau tidak maka digunakanlah uji F. Berikut ini adalah rumus uji F :
F = R2
(1-R2)/(N-k-1)
Keterangan :
3. Uji t
t= b
Sb
Keterangan :
b = koefisien regresi
antara lain:
1. Tahap Persiapan
2. Tahap Pelaksanaan
Jumlah data yang terkumpul sebanyak 238 namun hanya 220 responden yang
scoring pada hasil skala yang telah diisi oleh responden, kemudian penulis
penelitian.
83
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Responden dalam penelitian ini adalah perempuan pekerja yang sudah menikah,
Tabel 4.1
Jumlah Anak
1 Anak 73 33,2%
2 Anak 54 24,5%
3 Anak 16 7,3 %
4 Anak 1 0,5%
5 Anak 1 0.5%
Usia Pernikahan
83
84
Lama Bekerja
Pekerjaan
Buruh 1 0,5%
Dosen 7 3,2%
Guru 46 20,9%
Pelatih 1 0,5%
Penulis 1 0,5%
Perawat 6 2,7%
PNS 22 10%
Promotor 1 0,5%
Psikolog 1 0,5%
Wirausaha 3 1,4%
Penghasilan
Analisis deskriptif dalam penelitian ini menggunakan factor score, dimana factor
score didapatkan dengan mengubah semua item pada dimensi yang sama menjadi
satu faktor. Tujuan penggunaan factor score adalah untuk menghindari estimasi
bias dari kesalahan pengukuran. Factor score selanjutnya diubah menjadi T-scale
skor yaitu mean, median, standar deviation (SD), nilai minimum dan nilai
Tabel 4.2
Analisis Deskriptif
yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang
diukur. Kontinum jenjang ini contohnya yaitu dari rendah ke tinggi yang akan
86
Tabel 4.3
Kategotisasi Norma
Rendah X<Mean-SD
Sedang M-1SD<X<M+1SD
Tinggi X>Mean+SD
Tabel 4.4
Skor Kategorisasi
Variabel Frekuensi
beberapa hal yang dapat dilihat dari analisis regresi yaitu melihat besaran R
Square untuk mengetahui berapa persen (%) varins work-life balance yang
balance, kemudian melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-
masing variabel.
88
Tabel 4.5
Model Summary Analisis Regresi
a
1 .559 .313 .283 8.46682
Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa diperoleh R Square sebesar 0.313 atau 31,3%.
Artinya proporsi varians dari work-life balance dijelaskan oleh personality, social
terdapat pada tabel 4.6 dapat dilihat F sebesar 10,610 dengan sig 0,00 (sig <0,05).
Maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan
balance ditolak, artinya ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari
life balance.
Tabel 4.6
personality, social support dan childcare responsibilities. Apabila sig > 0,05
terhadap work-life balance. Berikut adalah besaran koefisien regresi dari masing-
Tabel 4.7
Koefisien Regresi
.224 (Family support*) -.076 (Friend support) + .041 (Husband support) -1.10
(Childcare responsibilities) + e
Pada tabel 4.7 terdapat tiga koefisien regresi yang signifikan yaitu, neurocitism,
independent variable :
1. Variabel Extraversion
Nilai koefisien regresi sebesar 0,052 dengan signifikansi sebesar 0,484 (sig >
0.05). Hal ini bermakna H02 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang
ada pengaruh yang signifikan dari dimensi extraversion pada variabel big-five
2. Variabel Agreeableness
Nilai koefisien regresi sebesar 0,047 dengan signifikansi sebesar 0,529 (sig>
0.05). Hal ini bermakna H03 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang
91
ada pengaruh yang signifikan dari dimensi agreeableness pada variabel big-
3. Variabel Conscientiousness
0,05). Hal ini bermakna H04 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang
4. Variabel Neurocitism
0,05). Hal ini bermakna H05 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang
0,05).Hal ini bermakna H06 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang
artinya ada pengaruh yang signifikan dari dimensi opennes to experience pada
Nilai koefisien regresi sebesar 0,224 dengan signifikansi sebesar 0,018 (sig<
0,05). Hal ini bermakna H07 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang
Nilai koefisien regresi sebesar -0,076 dengan signifikansi sebesar 0,293 (sig >
0,05). Hal ini bermakna H08 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang
tidak ada pengaruh yang signifikan dari dimensi temanpada variabel social
Nilai koefisien regresi sebesar 0,041 dengan signifikansi sebesar 0,632 (sig >
0,05). Hal ini bermakna H09 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang
tidak ada pengaruh yang signifikan dari dimensi suamipada variabel social
Nilai koefisien regresi sebesar -1,109 dengan signifikansi sebesar 0,065 (sig
>0,05). Hal ini bermakna H10 yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang
93
signifikan dari jumlah anak, terhadap work-life balance” diterima, artinya tidak
ada pengaruh yang signifikan dari jumlah anak terhadap work-life balance.
life balance. Besaran proporsi varians pada work-life balance dapat dilihat pada
tabel 4.8
Tabel 4.8
Square Change
Change
Diketahui pada tabel 4.7 terdapat tiga variabel yang memiliki koefisien regresi yang
variabel yang memiliki koefisien regresi yang signifikan yang diikut sertakan dalam
variabel gender role attitude dengan work-life balance. Apabila sig > 0,05 maka
koefisien regresi tersebut signifikan artinya variabel gender role attitude memiliki
Tabel 4.9
Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa gender role attitude sebagai variabel
experience dan family support terhadap work-life balance yang dimoderatori oleh
gender role attitude signifikan atau tidak dengan cara melakukan analisis regresi
96
sehingga diperoleh variabel ketiga yaitu antara X1 dan moderator. Sebagai ilustrasi,
attitude, opennes to experience X gender role attitude dan family support Xgender
memiliki koefisien regresi yang signifikan atau tidak. Apabila sig < 0,05 maka
Tabel 4.10
Gambar 4.1
Interaksi Variabel Neurocitism X Gender Role Attitude
Pada gambar 4.1 dapat dilihat pola interaksi dari neurocitism dengan
gender role attitude merupakan interaksi yang sinergis, artinya tingginya gender
balance.
Tabel 4.11
Koefisien Regresi Opennes to Experience X Gender Role Attitude
gender role attitude tidak signifikan, ini berarti tidak ada pengaruh interkasi yang
4.12 Tabel
Koefisien Regresi Family Support X Gender Role Attitude
gender role attitude signifikan terhadap work-life balance, ini berarti pengaruh
family support terhadap work-life balance tergantung pada gender role attitude.
Berikut adalah gambaran interaksi variabel family support X gender role attitude
Gambar 4.2
Pada gambar 4.2 dapat dilihat pola interaksi dari family support dengan gender
role attitude merupakan interaksi yang sinergis, artinya tingginya gender role
BAB V
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil yang
menyatakan tidak ada pengaruh dari personality, social support dan childcare
5.2 Diskusi
Pada bagian ini penulis membahas diskusi hasil penelitian sebagaimana yang telah
terdahulu atau teori yang relevan dengan hasil penelitian. Hasil analisis deskripsi
yang telah dibahas sebelumnya pada BAB IV, diperoleh hasil bahwa secara umum
Hal ini menujukan bahwa mayoritas perempuan milenial yang bekerja dapat
101
102
hal ini terjadi karena menurut Badan Pusat Statiktik (2018) generasi milenial
life balance yang dimoderatori oleh gender role attitude. Adapun hasil koefisien
terhadap work-life balance, artinya semakin tinggi nilai neurocitism yang dimiliki
penelitian ini menujukan bahwa semakin individu cemas maka lebih mudah dalam
kecemasan yang dimiliki adalaha kecemasan yang terkontrol karena secara umum
dapat kita alami. Faktanya kecemasan sering kali menjadi hal yang baik
mengingatkan kita akan hal-hal yang mungkin perlu kita khawatirkan. Kecemasan
cara yang tepat (Krisberg, 2014). Kemudian seorang psikolog klinis Simon Rego
(dalam Krisberg, 2014 menjelaskan bahwa kecemasan itu baik pada tingkat dan
perhatian dan memikirkan solusi memikirkan solusi dari tantangan yang kita
hadapi namun ketika hal tersebut berlebiha maka akan berdampak. Senada dengan
untuk mengevaluasi potensi bahaya dengan cara memusatkan perhatian kita pada
bahwa kecemasan dalam batas yang wajar dan dalam situasi yang tepat ternyata
dapat membantu individu untuk mempersipakan diri lebih baik dalam mencapai
work-life balance.
balance, artinya semakin tinggi nilai opennes to experience yang dimiliki individu
maka semakin rendah work-life balance. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Kundnani dan Metha (2014) yang menyatakan bahwa
individu yang berpikiran terbuka menujukan tingkat stress yang lebih tinggi dan
signifikan dengan arah yang positif terhadap work-life balance, artinya semakin
tinggi nilai family support yang dimiliki individu maka semakin tinggi work-life
balance. Senada dengan hasil penelitian (Atiq, et al, 2017; Padma & Reddy, 2013)
perempuan pekerja tidak menerima dukungan dari anggota keluarga mereka akan
dengan arah yang positif, artinya semakintinggi nilai gender role attitude yang
dimiliki individu maka semakin tinggi work-life balance. Dalam penelitian ini
diperoleh hasil bahwa secara umum responden memiliki skor gender role attitude
dengan kategori tinggi artinya responden dalam penelitian ini memiliki sikap
peran gender yang cenderung modern. Hal ini senada dengan penelitian yang
dilakukan oleh Adachi (2018) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki
sikap peran gender modern memliki rencana alokasi waktu untuk pekerjaan dan
mereka sebagai bagian dari kepribadian dalam proses enkulturasi (Kurpisz, et al.,
gender role attitude terhadap work-life balance, artinya tingginya gender role
terhadap work-life balance melemah. Temuan ini menarik karena ketika individu
memiliki sikap peran gender modern maka neurocitism juga meningkat dimana
penelitian ini secara umum responden memiliki skor neurocitism dengan kategori
rendah. Menurut Simon Rego (dalam Krisberg, 2014).Kecemasan itu baik pada
tingkat dan kondisi yang tepat, kita membutuhkannya untuk mendorong kita
yang kita hadapi Sehingga dapat dikatakan bahwa kecemasan dalam batas yang
wajar dan dalam situasi yang tepat ternyata dapat membantu individu untuk
attitude adalah family support dimana hasil penelitian ini menujukan bahwa
terdapat interkasi sinergis antara variabel family support dengan gender role
balance melemah. Family support yang diberikan tidak akan berarti apabila
individu masih memiiki sikap peram gender tradisional, karena masih akan timbul
106
perasaaan bersalah pada diri perempuan jika dirinya tidak mampu menjalankan
perannya dengan baik. Menurut Najwa (2019) perempuan yang memilih bekerja
diluar rumah kerap didera perasaan bersalah. Bahkan tidak sedikit perempuan
menganggap rendah dirinya sendiri. Perasaan bersalah ini jika terjadi terus
menerus akan membuat individu menjadi stress dan semakin sulit untuk mencapai
work-life balance. Sebaliknya individu yang memiliki sikap gender modern akan
lebih enjoy menjalankan perannya dalam pekerjaan dan peran dalam kehidupan
dapat dibantu oleh anggota keluarga lainnya tanpa merasa bersalah terus-menerus,
dengan begitu individu dapat dengan mudah dalam mencapai work-life balance.
ini diperoleh hasil bahwa secara umum responden memiliki skor extraversion
dengan kategori rendah. Menurut Costa dan McCrae (1995) individu dengan skor
kemampuan untuk mengekspresikan emosi, hal ini akan membuat individu sulit
ini diperoleh hasil bahwa secara umum responden memiliki skor agreeableness
dengan katori rendah, menurut Costa dan McCrae (1995) individu dengan skor
agreeableness rendah umumnya curiga, pelit, tidak ramah, mudah marah, dan
suka mengkritik orang lain. Kondisi ini membuat individu kesulitan dalam
107
satu sisi misalnya pekerjaan maka individu cenderung akan mengabaikan hal-hal
diluar pekerjaannya. Hal ini tentu akan membuat individu menjadi sulit untuk
diperoleh hasil bahwa secara umum responden memiliki skor friend support dari
dengan kategori tinggi. Dukungan teman bisa saja dapat membuat suami merasa
tidak nyaman karena mungkin saja suami berasumi bahwa teman-teman istri
justru akan menjadi orang kepercayaan utama istri bukan dirinya. Selain itu juga
mungkin dapat memunculkan persepsi negatif pada suami karena teman dianggap
terlalu campur tangan dalam pernikahan dan hal ini dapat memunculkan
pertengakaran antar pasangan (Fiori et al., 2018). Pertengakaran ini akan membuat
secara umum husband support atau dukungan suami memiliki skor dengan
keterbatasan waktu yang dimiliki oleh suami karena seluruh responden dalam
Senada dengan hasil penelitian yang dilakukan Padma dan Reddy (2013) yang
balance seseorang.
5.3 Saran
ini sangat luas dari berbagai pekerjaan sehingga hasil penelitian ini bersifat sangat
umum. Kedua, penulis tidak meneliti variabel dari aspek work . Dalam penelitian
terdapat saran teoriris dan praktis, saran ini diharapkan dapat menjadi
pertimbangan bagi para peneliti lain yang akan meneliti work-life balance pada
perempuan.
beberapa saran teoritis yang dapat diajukan untuk dijadikan bahaan pertimbangan
1. Hasil penelitian ini menujukan bahwa proporsi varians dari work-life balance
responsibilities 31,3% namun masih terdapat banyak faktor lain yang belum
responsibilities.
2. Sampel dalam penelitian ini sangat beragam yaitu perempuan yang bekerja
agar meneliti work-life balance pada satu sektor pekerjaan agar lebih fokus.
Selain itu disarankan untuk melakukan penelitian dengan jumlah sampel yang
lebih besar.
dalam hal ini memfasilitasi pekerja perempuan yang tidak dapat meninggalkan
mereka bekerja.
informative support.
111
DAFTAR PUSTAKA
Adachi, T. (2018). Work–family planning and gender role attitudes among youth.
International Journal of Adolescence and Youth, 23(1), 52-60.
Adams, G.A., King, L.A., & King, D.W. (1996).Relationships of job and family
involvement, family social support, and work-family conflict with job
and life satisfaction.Journal of Applied Psychology, 81(4), 411-420.
Amanda, S., Rajendran, D., & Theiler, S. (2012). Job stress, wellbeing, work-life
balance and work- life conflict among australian academics.Asia Pacific
Conference on Contemporary Research (APCCR), 25-37.
American Psychological Association. (2015). APA Dictionary of Psychology.
Washington, DC: American Psychological Association
Annink, A. (2017). From social support to capabilities for the work–life balance
of independent professionals.Journal of Management and Organization,
23 (2), 258–276.
Atiq, S., Iqbal, S., & Rasheed, M. (2017). Work life balance and intention to quit
among female workforce. Asia Pacific Conference on Contemporary
Research (APCCR), 31-40.
Allui, A., & Kamaludin, K. (2017). Career advancement and challenges of Saudi
women graduates.Journal of Business Research, 11 (1), 45-59
Beauregard, T. A., & Henry, L. C. (2009).Making the link between work-life
practicesand organizational performance.Human Resource Management
Review,19(1), 9–22.
Billari, F.C., & Liefbroer, A.C. (2010). Towards a new pattern of transition to
adulthood?.Advances in Life Course Research, 15 ( 2-3), 59-75.
Blackstone, A. M. (2003). Gender roles and society , Human Ecology: An
Encyclopedia of Children, Families, Communities, and
Environments, ABC-CLIO, Santa Barbra
Brandt, P. A., & Weinert, C. (1981). The PRQ-A social support measure.Nursing
Research, 30(5), 277-280.
Bobdey, M. (2010). Live the life you love. World of Business, 40(88).
Brown, M., & Gladstone.(2012). Development of a short version of the gender
role beliefs scale.International Journal of Psychology and Behavioral
Sciences, 2(5), 154-158.
111
112
Demerouti, E., Bakker, A. B., & Bulters, A. J. (2004). The loss spiral of work
pressure, work-home interference and exhaustion: Reciprocal relations in a
three-wave study. Journal of Vocational Behaviour, 64(1), 131-149
Demerouti, E. (2012). The spillover and crossover of resources among parents.
The role-of work-self and family-self facilitation.Journal of Occupational
Health Psychology, 17(2), 184-195.
Devi, R. S.V., & Kanagalakshmi, L. (2015). Factors influencing work life balance
of women employee in information technology companies. IOSR Journal
of Business and Management, 17(6), 01-04.
Desiningrum, D. R. (2010).Family‟s social support and psychological well-being
of the elderly in Tembalang.Anima, Indonesian Psychological Journal,
26(1), 61-68.
Dwiyanti, F. (2014). Pelecehan seksual pada perempuan di tempat kerja: Studi
kasus kantor satpol PP provinsi DKI Jakarta. Jurnal Kriminologi
Indonesia, 10(1), 29-36
Donald, F., & Linington, L. (2008).Work-family border theory and gender role
orientation in male manager. South African Journal of Psychology, 38(4),
659-671.
Donnellan, M. B., Oswald, F. L., Baird, B. M., & Lucas, R.E. (2006). The mini-
IPIP scales: Tiny-yet-effective measures of the big five factors of
personality. Psychological Assessment, 18(2), 192–203
Edralin, D. (2013). Work and life harmony: An exploratory case study of
EntrePinays. DLSU Business & Économies Review, 111, 15-36.
Edwards, J. R., & Rothbard, N. R. (2000). Mechanism linking work and family:
Clarifying the relationship between work and family constructs. Academy
of Management Review, 25(1), 178-199.
Favero, L.W., & Health, R.G. (2012). Generational perspectives in the
workplace: Interpreting the discourses that constitute women‟s struggle
to balance work and life. Journal of Business Communication, 49 (4),
332–356.
Feist, J., & Fiest, G. J. (2009).Theories of personality, seventh edition. McGraw-
Hill.
Fibrianto, A. S. (2016). Kesetaraan gender dalam lingkup organisasi mahasiswa
universitas sebelas maret Surakarta. Jurnal Analisa Psikologi, 5(1), 10-27.
Fisher, G.G., Bulger, C.A., & Smith, C. S. (2009). Beyond work and family: A
measure of work/nonwork interference and enhancement. Journal of
Occupational Health Psychology, 14(4), 441-456.
114
Fiori, K. L., Rauer, A. J., Birditt, K. S., Marini, C. M., Jager, J., Brown, E.,
& Orbuch, T., (2018). I love you, not your friends: Links between
partners‟ early disapproval of friends and divorceacross 16 years. Journal
of Social and Personal Relationships, 35(9), 1230–1250
Flody, F. J., & Widaman, K. F. (1995). Factor analysis in the development and
refinement of clinical assessment instruments.American Psychological
Association, 7 (3), 286-299.
Frone, M. R., Russell, M., & Cooper, M. L. (1992). Antecedents and outcomes of
work-family conflict: testing a model of work-family interface.
Journal of Applied Psychology, 77 (1), 65-78.
Gorsy, C., & Panwar, N. (2016). Work-life balance, life satisfaction and
personality traits among teaching professional. International Journal in
Management and Social Science, 4(2), 98-105.
Gosling, S. D., Rentfrow, P.J., & Swann, Jr. W. B.(2003). A very brief measure of
the big-five personality domains.Journal of Research in Personality 37,
504–528.
Greenhaus, J. H., & Beutell, N. J. (1985).Sources of conflict between work and
family roles.Academy of Management Review, 10(1), 76-88.
Greenhaus, J.H., Collins, K. M., & Shaw, J. D. (2003). The relation between
work– family balance and quality of life. Journal of Vocational Behavior
63, 510–531.
Greenhaus, J. H., & Powell, G. N. (2006).When work and family are allies: A
theory of work-family enrichment.Academy of Management Review,
31(1), 72-92.
Guest, D. E. (2002).Perspectives on the study of work-life balance. Social Science
Information, 41(2), 255-279.
Guha, A. (2010). Motivators and hygiene factors of generation x and generation
y-the test of two-factor theory.Vilakshan: The XIMB Journal Of
Management, 7(2), 121-132.
Gupta, S. (2016).A study on „work life balance‟ of married women employees
teaching in technical institutions of Moradabad region.International
Research Journal of Management Sociology & Humanity ( IRJMSH),
7(12), 79-86.
Grzywacz, J. G., & Carlson, D. S. (2007) „Conceptualizing work-family balance:
implications for practice and research‟, Advances in Developing Human
Resources, 9 (1), 445–471.
115
Haar, J. M., Russo, M., Suñe, A., & Ollier-Malaterre, A. (2014). Outcomes of
work– life balance on job satisfaction, life satisfaction and mental health:
A study across seven cultures. Journal of Vocational Behavior, 85(3),
361-373.
Hanson, G. C., Hammer, L. B., & Colton, C. L. (2006).Development and
validation of a multidimensional scale of perceived work-family positive
spillover, Journal of Occupational Health Psychology, 11(3), 249-265.
Hayman, J. (2005). Psychometric Assessment of an Instrument Designed to
Measure Work Life Balance, Research and Practice in Human Resource
Management, 13(1), 85-91.
Hill, E.J., Hawkins A.J., Ferris M., & Weitzman M. (2001).Finding an extra day
a week: the positive influence of perceived job flexibility on
workand family life balance.Family Relations, 50, 49–54.
Hsu, Y-Y., Bai, C-H., Yang, C-H., Huang, Y-H., Lin, T-T., & Lin, C-H. (2019).
Long hours effect on work-life balance and satisfaction.BioMed
Research International, 2-9.
Hobfoll, S. E. (2002). Social and psychological resources and adaptation.Review
of General Psychology, 6(4), 307-324.
International Labour Organization. (2016). Women at Work: Trends, 2016.
International Labour Office – Geneva.
Illies, R, K S Wilson., & D T Wagner (2009). The spill-over of daily job
satisfaction onto employees‟ family lives: The facilitating roles of work
and family integration. Academy of Management Journal, 52 (1): 87-102.
Jaharuddin, N. S., & Zainol, L. N. (2019). The impact of work-life balance on job
engagement and turnover intention.The South East Asian Journal of
Management, 13(1), 106-118.
JyothiSree, V., & Jyothi, P. (2012). Assessing work-life balance: From emotional
intelligence and role efficacy of career women. Advances in Management,
5(6), 35-43.
Kalliath, T., & Brough, P. (2008).Work-life balance: a review of the meaning of
the balance construct.Journal or Management and Organization, 14 (3),
323–327.
Kaifi, B. A., Nafei, W. A., Khanfar, N. M., & Kaifi, M. M. (2012). A multi-
generational workforce: managing and understanding millennials.
International Journal of Business& Management, 7(24), 88-93.
116
Kaur, J. (2013). Work-life balance: Its correlations with satisfaction with life and
personality dimensions amongst college teachers. International Journal of
Marketing, Financial Services & Management Research, 2(8), 24-35.
Kemske, F. (1998). A forecast based on our exclusive study. Workforce, 77,46–
60.
Kerr, P. S., & Holden, R.R. (1996). Development of the gender role beliefs scale
(GBRS).Journal of SocialBehavior and Personality‚ 11(5)‚ 3-16.
Keplinger, K., Jhonson, S. K., Kirk, J. F., & Barnes, L. Y. (2019). Women at
work: Changes in sexual harassment between September 2016 and
September 2018. PLoS ONE 14(7), 1-20.
Kirchmeyer, C. (2000). Work-life initiatives: Greed or benevolence regarding
workers time. In C. L.Cooper & D. M. Rousseau (Eds.), Trends in
organizational behavior , 7, 79–93).
Khan, O. F., & Sajidkirmani, M. (2018). Relationship of family and work-life
interface: A study of female doctor and nurse in public hospitals.
International Journal of Research in Humanities, Arts and Literature
(IMPACT:IJRHAL), 6(6), 403-416.
Kole, M., & Kurt, A. (2018). The moderato role of psychological capital between
perceived organizational support and work-family balance: A service
sector research. International Journal of Commerce and Finance, 4(2),
134-146
Kort, M de. (2016). The relationship between work-life balance, work
engagement and participation in employee development activities: A
moderated mediation model. Master thesis, Tilburg University.
Krisberg, K. (2014). Anxiety: A normal response that can feel overwhelming.
A publication of the american public health association. Diunduh tanggal
09 Juni 2020 dari http: // thenations health.aphapublications.org/content/
44/2/24.
Kumar, G. V., Janakiram. B. (2017).Theories of work-life balance-A conceptual
review.International Research Journal of Management and Commerce,
4(9), 184-192.
Kumara, J., & Fasana, S. F. (2018). Work life conflict and its impact on turnover
intentionof employees: The mediation role of job satisfaction.
International Journalof Scientific and Research Publications, 8(4), 478-
484.
Kumarasamy, M. A P. M., Pangil, F., & Isa, M. F. M. (2015).Individual,
organization and environmental factors affecting work-life balance.Asian
Social Science, 11(25), 111-123
117
Kundnani, N., & Metha, P. (2014). Role of personality traits in balancing work-
life.International Journal of Management Research & Review, 4(7), 722-
731.
Kurpisz, J., Mak, M., Lew-Starowicz, M., Nowosielski, K., Bienkowski, P.,
Kowalczy, R., Misiak, B., Frydecka, D., & Samochowiec, J. (2016).
Personality traits, gender role and sexual behaviours of young adult males.
Annals of General Psychiatry, 2-15.
Larsen, K., & Long, E. (1988). Attitudes toward sex-roles: or egalitarian?.Sex
Roles,19,(1/2), 1-12.
Linda, M. R., & Fitria, Y. (2016). The influence of perceived organizational
support on work-life balance with transformational leadership as the
moderating variabel.The 1st Internasional Conference on Economics,
Business, and Accounting, 407-418
Lunau, T., Bambra, C., Eikemo3, T. A., van der Wel, K. A., & Dragano, N.
(2014). A balancing act?work–life balance, health and well-being in
European welfare states. European Journal of Public Health, 24 (3), 422–
427.
Mardiah, A., & Zulhaidah. (2018). Penerapan kesetaraan gender dalam
pengembangan karir karyawan: Studi perbandingan antara bank syariah
konvensional di Pekanbaru. Junal Perempuan, Agama dan Jender, 17(1),
80-95.
Marks, S.R. & MacDermid, S.M. (1996). Multiple roles and the self: a theory of
role balance, Journal of Marriage and Family, 58 (1), 417–432.
Mani, V. (2013).Work Life balance and women professionals.Global Journal of
Management and Business Research, 13(5), 1-8.
Mayangsari, M. D., & Amalia, D. (2018). Keseimbangan kerja-kehidupan pada
wanita karir. Jurnal Ecopsy, 5 (1), 43-50.
McMillan, H. S., Morris, M. L., & Atchley, E. K. (2011).Constructs of the
work/life interface: A synthesis of the literature and introduction of the
conceptof work/life harmony.Human Resource Development Review,
10(1), 6-25.
McIntosh, N. J. (1991). Identification and investigation of properties of social
support.Journal of Organizational Behavior,12(3), 201-217.
Meenakshi, S.P., Subrahmanyam, V. C. V., & Ravichandran, K. (2013).The
important of work- life balance. IOSR Journal of Bussiness and
Management (IOSR-JBM), 14(3), 31-35.
Mental Health Foundation (2014).Living with anxiety: Understanding the role
118
And impact of anxiety in our lives. Diunduh tanggal 09 juni 2020 dari
https://www.mentalhealth.org.nz/assets/A-Z/Downloads/Living-with-
anxiety-report-MHF-UK-2014.pdf.
Michalos, A. C. (2014). Encyclopedia of quality of life and well-being research.
Springer, Dordrecht
Moshoeu, A. N. (2017). A model of personality traits and work-life balance as
determinants of employee engagement.Disertation.
Munn, S.L. (2013). Unveiling the work-life system: The influence of work-life
balance on meaningful work.Advances in Developing Human
Resources, 15(4), 401-417.
Najwa Syihab. (2019, Agustus 30). Dari perempuan untuk perempuan: Catatan
najwa. Youtube. https://youtu.be/93FiM3tWT0g
Pandey, V. K., Shukla, T., & Nanda, A. (2018, Agustus).A study on impact of
personality traits on work-life balance. (Paper Presentation)
Parkes, L.P., & Langford, P.H. (2008).Work-life balance or work-life
alignment? A test of the importance of work-life balance for employee
engagement and intention to stay in organizations.Journal of
Management and Organization, 14 (3), 267–284.
Poulose, S., & Sudarsan, N. (2014).Work-life balance: A conceptual review.
International Journal of Advances in Management and Economics, 3(2),
1-17.
Pradhan, G. (2016). Conceptualising work-life balance.1-15.
Prahara, S. A. (2016, Febuari 19-20). Subjective welfare on micro-scale
entrepreneurs in Yogyakarta viewed from social support colleagues (Paper
presentation). ASEAN Conference 2nd Psychology and Humanity,
UMM.
Puspitasari, K. A., & Ratnaningsih, I. Z. (2019). Hubungan antara perceived
organizational support dengan work-life balance pada karyawan PT. BPR
kusuma sumbing di Jawa Tengah. Jurnal Empati, 8(1), 82-86.
Pyoria, P., Ojala, S., Saari, T., & Jarvinen, K-M. (2017). The millennial
generation: A new breed of labour?.SAGE Open, 1-14.
Ramanithilagam, V., & Ramanigopal, C. S. (2012). Role of emotional intelligence
inwork-life balance of women employees. South Asian Journal of
Marketing& Management Research, 2(4), 207-214.
Rantanen, J., Kinnunen, U., Mauno, S., & Tement, S. (2013a). Patterns of conflict
and enrichment in work-family balance: A three-dimensional typology.
Work & Stress: An International Journal of Work, Health &
Organisations, 27(2), 141-163
Russo, M., Shteigman, A., & Carmeli, A. (2015). Workplace and family support
and work– life balance: Implications for individual psychological
availability and energy at work. The Journal of Positive Psychology,
1–16.
Rothmann, S., & Welsh, C. (2013). Employee engagement in Namibia: The role
of psychological conditions. Management Dynamics, 20(1), 14-25.
Ross, C. E,. & Mirowsky, J. (1988). Childcare and emotional adjustment to wives‟
employment.Journal of Health and Social Behavior, 29 (2),127–138.
Rook, K. S. (1987). Social support versus companionship: Effects on life stress,
loneliness, and evaluations by others. Journal of Personality and Social
Psychology, 52(6), 1132-1147.
120
Sarason, I. G., Levine, H. M., Basham, R. B., & Sarason, B. R. (1983). Assessing
social support: The social support questionnaire.Journal of Personality
and Social Psychology, 44(1), 127-139.
Schieman, S., Milkie, M. A., & Glavin, P. (2009).When work interferes with life:
Work-nonwork interference and the influence of work-related demands
and resources.American Sociological Review, 74(6), 966–988.
School of Parenting (2019). Tantangan sehari-hari ibu bekerja. Diunduh pada 13
Juni 2020. https://schoolofparenting.id/tantangan-sehari-hari-ibu-bekerja/
Shaffer, M. A., Sebastian Reiche, B., Dimitrova, M., Lazarova, M., Chen,S.,
Westman, M., & Wurtz, O. (2016). Work and family role adjustment of
different types of global professionals: Scale development and validation.
Journal of International Business Studies, 47(2), 113–139.
Shaikh, S. S., Shah, S. A.S., Katpar, N. K., & Shah, S. K. B. (2019). Factor
affecting work-life balance of women working in ngos of Pakistan.The
Women, Research Journal, 11, 44-63.
Shakespeare-Finch, J., & Obst, P. L. (2011).The development of the 2-way social
support scale: A measure of giving and receiving emotional and
instrumental support. Journal of Personality Assessment, 93(5), 483–490
Sharma, K. (2017). Sexual harassment of women at workplace in India : an
ubiquitous hazard. IOSR Journal Of Humanities And Social Science (IOSR-
JHSS), 22(9), 36-46.
Sharma, I., & Sudhesh, N. T. (2018). Social media and work-life balance among
corporate employees. International Journal of Education &
Management, 8(1), 65-70.
Shumaker, S. A., & Brownell, A. (1984). Toward a theory of social support:
Closing conceptual gaps. Journal of Social Issues, 40(4), 11-36.
Saleem, S., Rafiq, A., & Yusaf, S. (2017). Investigating the glass ceiling
phenomenon an empirical study of glass ceiling‟s effect‟s on selection-
promotion and female effectiveness. South Asian Journal of Business
Studies, 6(2), 297-313.
Smith, J., & Gardner, D. (2007). Factors affecting employee use of work life
balance initiatives. New Zealand Journal of Psychology, 36(1), 311.
Smith, K.T. (2010). Work-life balance perspectives of marketing professionals in
generation Y. Services Marketing Quarterly, 31 (4), 434–447.
Smith, T. J., & Nichols, T. (2015).Understanding the millennial generation.
Journal of Business Diversity, 15(1), 39-47.
121
Wikipedia. (2020). Gender role . Diunduh tanggal 12 Februari 2020 dari https:
//en. wikipedia . org/wiki/Gender_role#cite_note-WHO-5
Zimet, G. D., Dahlem, N. W., Zimet, S.G., & Farley, G.K. (1988) The
Multidimensional scale of perceived social support. Journal of Personality
Assessment, 52(1), 30-41
124
LAMPIRAN
ANALYSIS: ESTIMATOR=MLr;
ANALYSIS: ESTIMATOR=ML;
VARIABLE: NAMES ARE item1 item2 item3 item4 item5 item6 item7 item8
item9 item10;
ANALYSIS: ESTIMATOR=ML;
MODEL: KLRG BY item1 item2 item3 item4 item5 item6 item7 item8 item9
item10;
VARIABLE: NAMES ARE item11 item12 item13 item14 item15 item16 item17
item18 item19 item20;
ANALYSIS: ESTIMATOR=ML;
VARIABLE: NAMES ARE item21 item22 item23 item24 item25 item26 item27
item28 item29 item30;
ANALYSIS: ESTIMATOR=ML;
132
ANALYSIS: ESTIMATOR=ML;
Model Summary
a
1 .559 .313 .283 8.46682
a
ANOVA
b
Regression 6845.705 9 760.634 10.610 .000
a
Coefficients
Model Summary
a
1 .186 .035 .030 9.84839
a
ANOVA
b
Regression 756.018 1 756.018 7.795 .006
a
Coefficients
a
Coefficients
a
Coefficients
a
Coefficients
KUESIONER PENELITIAN
Kepada
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Hormat Saya
Putri Nuraini
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
I. Identitas Responden
a. Nama/Inisial :
b. Pekerjaan :
c. Usia :
141
d. Lama Bekerja :
g. Pekerjaan Suami :
Maret, 2020
TTD
-------------------
b. Berikan tanda checklist (√) pada jawaban yang anda pilih, mohon benar-benar
jujur. Jawaban Anda sepenuhnya rahasia dan akan dapat digunakan hanya
c. Tidak ada jawaban yang dianggap salah, oleh karena itu pilihlah satu
STS = Sangat Tidak Sesuai, jika pernyataan sangat tidak sesuai dengan diri
Anda.
Contoh :
No Pernyataan SS S TS STS
Skala I
No Pernyataan SS S TS STS
Skala II
No Pernyataan SS S TS STS
Skala III
No Pernyataan SS S TS STS
Skala IV
No Pernyataan SS S TS STS