Anda di halaman 1dari 42

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Rumah

Pada sub bab ini akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan dengan

rumah meliputi pengertian rumah, jenis-jenis rumah, dan bentuk-bentuk

rumah.

1. Pengertian Rumah

Menurut Lilly T. Erwin rumah adalah bangunan yang berfungsi

sebagai tempat tinggal dan berkumpul suatu keluarga. dan juga merupakan

tempat seluruh anggota keluarga berdiam. Pengertian rumah menurut Diana

Tantiko rumah adalah tempat untuk pulang, tempat seseorang (atau sebuah

keluarga) memperoleh ketenangan, istirahat, dan perlindungan. Sedangkan

menurut Martien de Vletter rumah merupakan investasi yang tidak saja

harus dikejar aspek murahnya (ekonomi), tetapi juga investasi sosial,

lingkungan, dan budaya.

Pengertian rumah berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011

Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman adalah bangunan gedung

yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan

keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi

pemiliknya.

Rumah adalah salah satu jenis ruang tempat manusia beraktivitas, harus

dipandang dari seluruh sisi faktor yang mempengaruhinya dan dari sekian

26
banyak faktor tersebut, yang menjadi sentral adalah manusia. Dengan kata

lain, konsepsi tentang rumah harus mengacu pada tujuan utama manusia

yang menghuninya dengan segala nilai dan norma yang dianutnya.17

2. Jenis-jenis Rumah

Berdasarkan Pasal 20 ayat Undang-undang Nomor 11 tahun 2011

tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, jenis rumah berdasarkan

pelaku pembangunan dan penghunian meliputi:

a) Rumah Komersial, yaitu rumah yang diselenggarakan untuk

mendapatkan keuntungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

b) Rumah Umum, yaitu rumah diselenggarakan untuk memenuhi

kebutuhan rumah bagi MBR. Rumah umum dapat memperoleh bantuan

dan kemudahan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

c) Rumah Swadaya, yaitu rumah diselenggarakan atas prakarsa dan upaya

masyarakat, baik secara sendiri maupun berkelompok. Rumah swadaya

dapat memperoleh bantuan dan kemudahan dari Pemerintah dan/atau

pemerintah daerah.

d) Rumah Khusus, yaitu rumah yang diselenggarakan dalam rangka

memenuhi kebutuhan rumah untuk kebutuhan khusus.

e) Rumah Negara, yaitu rumah yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau

pemerintah daerah.

17
Eko Budiharjo, Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan, Perkotaan, Gadjah Mada
UniversityPress, Yogyakarta, 1998, hlm.4.

27
3. Bentuk-bentuk Rumah

Berdasarkan Pasal 22 Undang-undang Nomor 11 tahun 2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman bentuk rumah dibedakan berdasarkan

hubungan atau keterikatan antar bangunan, yang meliputi :

a. Rumah Tunggal, yaitu rumah kediaman yang mempunyai persil sendiri

dan salah satu dinding bangunan induknya tidak dibangun tempat pada

batas persil. 18

b. Rumah Deret, yaitu beberapa tempat kediaman lengkap, dimana salah

satu sisi bangunan induknya menyatu dengan sisi satu bangunan lain

atau satu tempat kediaman lain, dan masing-masing mempunyai persil

sendiri. 19

c. Rumah Susun, yaitu bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam

suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan

secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal, dan

merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan

digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang

dilengkapi dengan bagian-bagian bersama dan tanah bersama.

B. Tinjauan tentang Perumahan

Pada sub bab ini akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan dengan

perumahan meliputi pengertian perumahan, asas-asas penyelenggaraan

18
SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
19
Ibid

28
perumahan, jenis-jenis perumahan, komponen perumahan hingga proses

penyelenggaraan perumahan.

1. Pengertian Perumahan

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011

tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan

perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik

perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana,

dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.

Pada pasal 3 Undang-UndangNomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan

Dan Kawasan Permukiman dijelaskan bahwa perumahan dan kawasan

permukiman diselenggarakan untuk :

a. memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman;

b. mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran

penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian

dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan

keseimbangan kepentingan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan

rendah (MBR);

c. meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi

pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi

lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan;

d. memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan

perumahan dan kawasan permukiman;

29
e. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya;

f. menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam

lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan

berkelanjutan.

2. Asas-asas Penyelenggaraan Perumahan

Berdasarkan pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang

Perumahan Dan Kawasan Permukiman, Perumahan dan kawasan

permukiman diselenggarakan dengan berasaskan:

a. Kesejahteraan

b. Keadilan dan pemerataan;

c. Kenasionalan;

d. Keefisienan dan kemanfaatan;

e. Keterjangkauan dan kemudahan;

f. Kemandirian dan kebersamaan;

g. Kemitraan;

h. Keserasian dan keseimbangan;

i. Keterpaduan;

j. Kesehatan;

k. Kelestarian dan keberlanjutan;

l. Keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan.

30
3. Jenis-jenis Perumahan20

Dalam menetapkan segmen pasar produk perumahan, developer

perumahan biasanya menawarkan jenis perumahannya yang meliputi :

a. Perumahan Sederhana

Perumahan sederhana merupakan jenis perumahan yang biasanya

diperuntukkan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR)

dan mempunyai keterbatasan daya beli, dan membutuhkan bantuan dari

pemerintah misalnya dengan bantuan/subsidi Kredit Kepemilikan

Rumah (KPR). Pada umumnya, rumah sederhana mempunyai luas

rumah22 m2 sampai dengan 36 m2, dengan luas tanah 60 m2 sampai

dengan 75m2.

b. Perumahan Menengah

Perumahan menengah merupakan jenis perumahan yang biasanya

diperuntukkan bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah dan

menengah keatas. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara

PerumahanRakyatNomor: 11/ PERMEN/ M/ 2008TentangPedoman

Keserasian Kawasan Perumahan dan Permukiman, perumahan

menengah terdiri atas rumah tidak bersusun yang dibangun di atas

tanahdengan luas kavling 54m2sampai dengan 600 m2.

c. Perumahan Mewah

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor:

11/PERMEN/M/2008 Tentang Pedoman Keserasian Kawasan

20
Suparno Sastra et.al, Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, Andi Publisher ,
2007

31
Perumahan dan Permukiman, perumahan mewah adalah perumahan

yang terdiri atas kelompok rumah tidak bersusun yang dibangun di atas

tanah dengan luas kavling 54 m2 sampai dengan 2000 m2.

4. Penyelenggara Perumahan

Menurut pasal 19 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman secara garis besar penyelenggaraan

rumah dan perumahan dapat dilakukan oleh :

a. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah misalnya berupa Perumahan

yang diselenggarakan oleh Perum PERUMNAS, Perumahan Khusus

Pegawai Negeri dan lain sebagainya.

b. Pihak swasta/Pengembang perumahan (developer residence)

perseorangan maupun perusahaan berbadan hukum.

c. Swadaya masyarakat

5. Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah Saat Pembangunan Rumah

Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun yang masih dalam

tahap proses pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian

pendahuluan jual beli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

a. Syarat dilakukannya Perjanjian Pendahuluan Jual Beli

Berdasarkan pasal 42 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2011

Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman disebutkan bahwa

Perjanjian Pendahuluan Jual Beli dilakukan setelah memenuhi

persyaratan kepastian atas:

32
1) Status pemilikan tanah;

Status pemilikan tanah perumahan diatur berdasarkan pasal 12

Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 3 tahun 1987

Penyediaan Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Perusahaan

Pembangunan Perumahan sebagai berikut :

a) Kepada Perusahaan yang seluruh modalnya berasal dari

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat diberikan tanah

Negara dengan Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan atau

Hak Pakai menurut kebutuhan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan Agraria yang berlaku.

b) Kepada Perusahaan yang didirikan dengan modal Swasta dapat

diberikan tanah dengan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai

menurut kebutuhan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan Agraria yang berlaku.

2) Hal yang diperjanjikan;

3) Izin Mendirikan Bangunan Induk ;

4) Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan

5) Keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen).

Berdasarkan Lampiran 1 Keputusan Menteri Negara Perumahan

Rakyat Nomor 9/KPTS/M/1995 Tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli

Rumah, Penjual sebelum melakukan penjualan dan atau melakukan

pengikatan jualbeli rumah wajib memiliki :

33
1) Surat ijin persetujuan prinsip rencana proyek dari Pemerintah

Daerah setempat dan surat ijin lokasi dari Kantor

PertanahanKabupaten/Kotamadya. Khusus untuk DKI Jakarta surat

ijin Penunjukkan dan Penggunaan Tanah (SIPPT).

2) Surat Keterangan dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya,

bahwayang bersangkutan (Developer) telah memperoleh tanah

untukpembangunan perumahan dan permukiman.

3) Surat ijin Mendirikan Bangunan.

b. Uraian Obyek Pengikatan Jual, Beli Yakni :21

a. Luas bangunan rumah disertai dengan gambar arsitektur,

gambardenah, dan spesifikasi teknis bangunan.

b. Luas tanah, status tanah, beserta segala perijinan yang berkaitan

dengan pembangunan rumah dan hak-hak lainnya.

c. Lokasi tanah dengan mencantumkan nomor kapling, rincian wilayah

desa atau kelurahan dan kecamatan.

d. Harga rumah dan tanah, serta tata cara pembayarannya, yang

telahdisepakati oleh kedua belah pihak.

c. Kewajiban Penjual22

1) Penjual wajib melaksanakan pendirian bangunan sesuai waktu yang

telah diperjanjikan menurut gambar arsitektur, gambar denah dan

spesifikasi teknis bangunan, yang telah disetujui dan ditanda

tangani bersama oleh kedua belah pihak dan dilampirkan, yang


21
Lampiran 1 Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 9/KPTS/M/1995
Tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah
22
Ibid

34
menjadi bagian tak terpisahkan dalam akta pengikatan jual beli

rumah tersebut.

2) Penjual wajib menyelesaikan pendirian bangunan dan

menyerahkan tanah dan bangunan rumah tepat waktu seperti yang

diperjanjikan kepada Pembeli, kecuali karena hal-hal yang terjadi

keadaan memaksa (Force Mayeure) yang merupakan hal di luar

kemampuan Penjual antara Iain seperti bencana alam perang

pemogokan, huru-hara, kebakaran, banjir dan peraturan-

peraturan/kebijaksanaan Pemerintah di bidang Moneter.

3) Penjual wajib mengurus pendaftaran perolehan hak atas tanah dan

bangunan rumah, seketika setelah terjadinya pemindahan hak atas

tanah dan bengunan rumah atau jual beli rumah (tanah dan

bengunan) dihadapan PPAT.

4) Apabila Penjual lalai untuk menyerahkan Tanah dan Bangunan

Rumah tepat waktu seperti yang diperjanjikan kepada Pembeli,

diwajibkan membayar denda keterlambatan penyerahan tersebut

sebesar 10/00 (dua perseribu) dari jumlah total harga Tanah dan

Bangunan Rumah untuk setiap hari keterlambatannya.

5) Apabila Penjual ternyata melalaikan kewajibannya untuk

menguruspendaftaran perolehan hak atas Tanah dan Bangunan

Rumah tersebut, maka Pembeli mempunyai hak dan dianggap telah

diberi kuasa untuk mengurus dan menjalankan tindakan yang

berkenaan dengan pengurusan pendaftaran perolehan hak atas

35
Tanah dan Bangunan rumah tersebut kepada instansi yang

berwenang.

d. Jaminan Penjual 23

1) Penjual menjamin bagi kepentingan pihak Pembeli bahwa Tanah

dan Bangunan Rumah yang menjadi obyek pengikatan jual beli

adalah hak penjual sepenuhnya. Dan tidak dalam keadaan sengketa,

tidak dikenakan sita jaminan oleh instansi yang berwenang.

2) Penjual menjamin serta membebaskan Pembeli dari segala tuntutan

yang timbul dikemudian hari baik dari segi perdata maupun pidana

atas Tanah dan Bangunan Rumah tersebut.

3) Penjual menjamin dan bertanggungjawab terhadap cacat yang

tersembunyi yang baru diketahui dikemudian hari, sesuai dengan

ketentuan pasal 1504 dan 1506 KUH Perdata.

e. Ketentuan Pembatalan Pengikatan24

1) Pengikatan Jual Beli Rumah tidak berakhir karena salah satu

pihakmeninggal dunia, akan tetapi tetap menurun dan harus ditaati

oleh para ahliwaris dari pihak yang meninggal.

2) Pengikatan Jual Beli Rumah, pembeli mempunyai hak untuk

menjadi batalapabila terjadi hal-hal sebagai berikut :

a) Pihak Penjual tidak dapat menyerahkan Tanah dan Bangunan

Rumahbeserta hak-hak yang melekat, tepat waktu yang

23
Ibid
24
Ibid

36
diperjanjikan, danPembeli telah selesai kewajibannya untuk

membayar harga Tanah danBangunan tersebut.

b) Pihak Penjual menyerahkan Tanah dan Bangunan Rumah yang

tidakcocok dengan Gambar Denah, dan Spesifikasi Teknis

Bangunan yangtelah ditetapkan bersama dan menjadi lampiran

daiam Pengikatan Jualbeli.

c) Apabila keadaan yang dimaksud dalam butir a dan b angka IX

tersebutterjadi maka perjanjian menjadi batal, dan Penjual

wajib membayaruang yang telah diterima, ditambah dengan

denda, bunga, dan biaya-biayalainnya sesuai dengan ketentuan

yang berlaku menurut hukum.

d) Pembeli tidak dapat memenuhi dan atau tidak sanggup

meneruskankewajibannya untuk membayar harga Tanah dan

Bangunan Rumahsesuai dengan yang diperjanjikan.

e) Pembeli tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar

cicilankepada Bank Pemberi Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

sesuai dengansyarat-syarat Akta Perjanjian Kredit.

f) Pembeli mengundurkan diri atau membatalkan transaksi jual

beli Tanahdan Bangunan Rumah karena suatu sebab atau

alasan apapun juga.

g) Apabila keadaan sebagaimana dimaksud dalam butir d, e, dan f

angkaIX tersebut terjadi dalam hal pembayaran atas Tanah dan

37
BangunanRumah belum mencapai 10% (sepuluh prosen) maka

keseluruhanpernbayaran tersebut menjadi hak pihak Penjual.

h) Dalam hal pembayaran harga Tanah dan Bangunan Rumah

yang dilakukan pihakPembeli melebihi 10% (sepuluh prosen)

maka pihak Penjual berhak memotong,10% (sepuluh prosen)

dari jumlah total harga Tanah dan Bangunan Rumah

dansisanya wajib dikembalikan kepada pihak Pembeli.

f. Proses Penandatanganan Akta Jual Beli25

1. Akta Jual Beli Tanah dan Bangunan Rumah harus ditandatangani

oleh Penjualdan Pembeli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) dalam hal telahdipenuhi aspek-aspek sebagai berikut :

a. Bangunan Rumah telah selesai dibangun di atas tanah dan telah

siapuntuk dihuni;

b. Pembeli telah membayar lunas seluruh harga Tanah dan

BangunanRumah beserta pajak dan biaya-biaya lainnya yang

berkaitan denganitu;

c. Proses permohonan Hak Guna Bangunan atas tanah sudah

selesaidiproses dan sertifikat Hak Guna Bangunan terdaftar atas

nama Penjual;

2. Pada saat melangsungkan jual beli Tanah dan Bangunan Rumah di

hadapanPejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan atau pada waktu

melangsungkanpengikatan di hadapan Notaris. Pembeli wajib

25
Ibid

38
membawa danmemperlihatkan asli surat-surat berikut kuitansi

mengenai pembayaranharga Tanah dan Bangunan Rumah beserta

biaya-biaya lainnya yangberkaitan dengan itu;

6. Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum Perumahan

a. Jenis-jenis Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan

Jenis-jenis Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan diatur dalam pasal

8,9 dan 10 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang

Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman

di daerah, yaitu :

1) Prasarana, yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan yang

memungkinkan lingkungan perumahan dan permukiman dapat

berfungsi sebagaimana mestinya, yang terdiri atas :

a) Jaringan jalan;26

Secara umum bagian jalan yang penting terdiri atas dua, yaitu :

1. Jalan lingkungan

Jalan lingkungan adalah jalur selebar ± 4 m yang ada dalam

satuan permukiman atau lingkungan perumahan.

2. Jalan lokal sekunder

Jalan lokal sekunder merupakanjalur selebar ± 3,0m - 7,0m

yang merupakan jalan poros perumahan menghubungkan

jalanarteri/kolektor/lokal dan pusat lingkungan permukiman.

SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan


26

39
b) Jaringan saluran pembuangan air limbah;27

Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan air limbah

yang harus disediakan pada lingkungan perumahan di perkotaan

adalah:

1) septik tank;

2) bidang resapan; dan

3) jaringan pemipaan air limbah.

c) Jaringan saluran pembuangan air hujan (drainase);

Tabel 1 : Bagian jaringan drainase

Sumber : SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan


Lingkungan Perumahan di Perkotaan

d) Tempat pembuangan sampah.

2) Sarana, yaitu fasilitas penunjang yang berfungsi untuk

penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan

budaya, yang terdiri atas :

a) Sarana perniagaan/perbelanjaan;

b) Sarana pelayanan umum dan pemerintahan;

c) Sarana pendidikan;

27
Ibid

40
d) Sarana kesehatan;

e) Sarana peribadatan;

f) Sarana rekreasi dan olah raga;

g) Sarana pemakaman;

h) Sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau; dan

i) Sarana parkir.

a) Utilitas, yaitu sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan, yang

terdiri atas :

a) Jaringan air bersih;

b) Jaringan listrik;

c) Jaringan telepon;

d) Jaringan gas;

e) Jaringan transportasi;

f) Pemadam kebakaran; dan

g) Sarana penerangan jasa umum.

Disediakan tiang listrik sebagai penerangan jalan yang

ditempatkan pada area damija (daerah milik jalan) pada sisi jalur

hijau yang tidak menghalangi sirkulasi.28

b. Klasifikasi Prasarana, Sarana Dan Utilitas Perumahan

1) Prasarana, Sarana Dan Utilitas Perumahan Primer

Berdasarkan standar pelayanan minimal dalam Peraturan

MenteriNegara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor :

28
Ibid

41
22/PERMEN/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

Perumahan Rakyat Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota,

cakupan Rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan

yang sehat dan aman yang didukung dengan prasarana, Sarana Dan

utilitas umum (PSU) dengan ketentuan sebagai berikut :

a) Jalan;

b) Pembuangan Limbah;

c) Drainase dan Pengendalian banjir ;

d) Persampahan;

e) Air minum / Jaringan Air Bersih ;

f) Listrik dan Penerangan Jalan Umum ;

PSU perumahan yang tergolong primer lainnya

diaturdalampenjelasanPasal 28 ayat (1) huruf b Undang-undang

Nomor 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman, dimana dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan

rencana kelengkapan prasarana, sarana dan utilitas paling sedikit

meliputi:

a) Prasarana :

1. Jalan;

2. Sanitasi/Pembuangan Limbah;

3. Drainase dan Pengendalian banjir ;

b) Sarana :

1. Rumah Ibadah

42
2. Ruang terbuka hijau (RTH)

c) Utilitas :

1. Jaringan Listrik;

2. Jaringan Telepon.

Sarana perumahan lainnya yang dapat digolongkan kedalam

sarana perumahan primer yang wajib adalah sarana lahan

pemakaman. Hal ini didasarkan pada pasal 19 Keputusan Menteri

Dalam Negeri Nomor 26 tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987 tentang Penyediaan

dan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Tempat

Pemakaman,dimanauntuk mengatasi kurangnya persediaan lahan

bagi keperluan pemakaman di lokasi pemukiman baru, pemerintah

daerah dapat mengatur lebih lanjut persyaratan-persyaratan bagi

pengusaha pembangunan developer perumahan (developer

residence) untuk menyediakan lahan pemakaman.

2) Prasarana, Sarana Dan Utilitas Perumahan Sekunder

a) Sarana perniagaan/perbelanjaan;

b) Sarana pendidikan;

c) Sarana pelayanan umum dan pemerintahan ;

d) Sarana kesehatan;

e) Sarana rekreasi dan olah raga;

f) Sarana parkir

g) Jaringan gas;

43
h) Jaringan transportasi;dan

i) Pemadam kebakaran;

7. Penyediaan dan Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum

Penyediaan dan pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum

perumahan wajib dilakukan sesuai dengan rencana, rancangan, dan

perizinan yang dapat dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah,

dan/atau setiap orang. Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum

perumahan harus memenuhi persyaratan, yaitu :

a. Kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah;

b. Keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas umum dan

lingkungan hunian; dan

c. Ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum

8. Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum

Berdasarkan pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas

Perumahan dan Kawasan Permukiman disebutkan bahwa Pemerintah

daerah meminta pengembang untuk menyerahkan prasarana, sarana, dan

utilitas perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,

Pasal 9, dan Pasal 10 yang dibangun oleh pengembang. Penyerahan

prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman dari

pengembang kepada pemerintah daerah bertujuan untuk menjamin

keberlanjutan pemeliharaan dan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas

di lingkungan perumahan dan permukiman.

44
Masih pada peraturan yang sama, pada ayat (2) disebutkan bahwa

penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman

tersebut dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun setelah masa pemeliharaan;

dan sesuai dengan rencana tapak yang telah disetujui oleh pemerintah

daerah. Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan

permukiman sesuai rencana tapak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

hurut b dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu : 29

a. secara bertahap, apabila rencana pembangunan dilakukan bertahap; atau

b.sekaligus, apabila rencana pembangunan dilakukan tidak bertahap.

9. Pengendalian Perumahan ;

a. Organ Pengendali Pembangunan Perumahandan Fungsinya

Pemerintah daerah dikonsepsikan mempunyai fungsi mengendalikan

dan mengarahkan para penyelenggara pembangunan perumahan untuk

mencapai :30

1) Perkembangan pemukiman padudengan perkembangan kota

sehingga dapat diciptakan pelayanan kota yang efisien.

2) Tercipta suasana kehidupan sosial yang kohesif dan mencegah

terjadinya eksklusivitas.

3) Pelayanan dan fasilitas kota seperti air bersih, sarana transportasi,

listrik, sanitasi, pengelolaan sampah, fasilitas umum, fasilitas

sosial, terjamin kelayakan dan keberlanjutannya.

29
Berdasarkan pasal 11 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009
Tentang Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Kawasan Permukiman.
30
Tjuk Kuswartojo, dkk, Perumahan Dan Pemukiman di Indonesia, Penerbit ITB, Bandung :
2005, hlm.62

45
4) Hak dan keamanan penghuninya tetap terjamin.

b. Aspek-aspek Pengendalian Perumahan

Berdasarkan pasal 53 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun

2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pengendalian

perumahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah dan/ataupemerintah

daerah dalam bentuk :

1) Perizinan

Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan

peraturan perundang-undangan dan peraturan pemerintah, yang

dalam keadaan tertentu menyimpang dari peraturan perundang-


31
undangan.

Berikut ini adalah macam-macam perizinan yang berhubungan

dengan penyediaan sarana lahan pemakaman oleh developer

perumahan, yang wajib dimiliki dalam penyelenggaraan

perumahan adalah sebagai berikut :

a) Izin Site Plan (Zoning) / Rencana Tapak

Ijin pengesahan Site Plan diterbitkan oleh Dinas Pemerintah

setempat dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat. Site Plan adalah rencana wujud perumahan

yang akan dibangun yang meliputi susunan/komposisi kapling

31
Juniarso Ridwan, dkk, Hukum Tata Ruang : dalam konsep kebijakan otonomi daerah,
Nuansa, Bandung : 2008, hlm

46
rumah, dan rencana wujud spesifik penyediaan prasarana, sarana

dan utilitas umum perumahan.32

Esensi dari pembuatan Site Plan ini adalah untuk

mengetahui apakah suatu perumahan telah memenuhi aspek

keserasian dan keseimbangan, keefisienan dan kemanfaatan,

keterjangkauan dan kemudahan, keterpaduan, kesehatan,

kelestarian dan keberlanjutan, serta keselamatan, keamanan,

ketertiban, dan keteraturan. Selain itu juga sebagai control

terhadap penyelenggaraan Prasarana, Sarana dan Utilitas

Perumahan.

b) Izin Advice Planning.

Izin Advice Planning diajukan ke Dinas Pekerjaan Umum

serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dilakukan untuk

mendapatkan kesesuaian antara tata ruang di lokasi yang dituju

dengan Site Plan Pengembangan. Advice Planning/Block Plan

dilakukan untuk mengetahui garis sempadan jalan, garis

sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan serta koefisien

lantai bangunan.

c) Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Pengajuan Izin Mendirikan Bangunan diajukan ke Kantor

Perijinan Satu Atap atau Kantor Perijinan Terpadu. Syarat

pengajuan IMB terdiri atas akumulasi perizinan-perizinan yang

32
Penelitian terdahulu dalam htpp://repository.usu.ac.id , diakses tanggal 4 Januari 2018.

47
telah diurus sebelum memasuki tahap perizinan IMB. Jika

seluruh syarat telah terlampir, hanya tinggal menunggu

keluarnya izin serta membayar retribusi yang nominalnya

disesuaikan dengan luas tanah dan bangunan. 33

2) Penertiban

3) Penataan

Penataan dilakukan dengan merancang perencanaan peruntukkan

lahan pada Rencana Detail Tata Ruang daerah.

C. Tinjauan tentang Developer Perumahan


Pada sub bab ini akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan dengan

developer perumahan meliputi pengertian developer, jenis-jenis developer

secara umum, jenis developer berdasarkan modal usaha, kewajiban developer,

dan larangan-larangan bagi developer.

1. Pengertian Developer Perumahan

Istilah developer berasal dari bahasa asing yang menurut kamus

bahasaInggris artinya adalah pembangun/pengembang. Menurut Pasal 1

ayat 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009

tentangPedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Perumahan

danPermukiman Di Daerah,Pengembang adalah institusi atau lembaga

penyelenggara pembangunan perumahan dan permukiman.

33
Eko Budiharjo, Op.Cit hlm 12

48
2. Jenis-jenis Developer

Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan

dan Kawasan Perumahan, pengembang perumahan (developer residence)

dapat terdiri darideveloper perseorangandan developer berbadan hukum.

a. Developer Perseorangan

1) Berdasarkan pasal 145 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011

Tentang Perumahan dan Kawasan Permukimandeveloper

perseorangan dilarang membangun Lingkungan Siap Bangun

(LISIBA).

2) Berdasarkan pasal 4 ayat (3) Keputusan Menteri Agraria/Kepala

Badan Pertanahan National Nomor 6 Tahun 1998Tentang Pemberian

Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal,batas maksimal luas

lahan yang dapat dikembangkan menjadi perumahan adalah sebesar

5.000 m2. Akan tetapi Pemerintah daerah dapat membuat regulasi

sendiri mengenai batasan lahan maksimal yang dapat dikembangkan

oleh developer perseorangan.

4) Status tanah perumahan Hak Milik dapat dimiliki dengan maksimal

kepemilikan luas tanah sebesar 5.000 m2, dan untuk luas selebihnya

diberikan dengan Hak Guna Bangunan.

b. Developer Berbentuk Badan Hukum

1) Developerberbadan hukum dapat mengajukan bantuan penyediaan

prasarana, sarana dan utilitas (PSU) berupa jalan, ruang terbuka non

hijau, sanitasi, air minum, rumah ibadah, jaringan listrik dan

49
penerangan jalan umum kepada pemerintah dengan memenuhi syarat

tertentu berdasarkan pasal 1 Angka 22 Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor

38/PRT/M/2015 Tentang Bantuan Prasarana, Sarana dan Utilitas

Umum Untuk Perumahan Umum.

2) Berdasarkan pasal 146 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011

Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman developer berbadan

hukumdapat membangun Lingkungan Siap Bangun (LISIBA).

3) Status tanah untuk rumah tinggal pada perumahan milik developer

berbadan hukum di Indonesia tidak bisa dimiliki dengan status hak

milik atas nama badan hukum. Yang diperbolehkan hanyalah Hak

Guna Bangunan(HGB) tertulis atas nama developer berbadan hukum.

Berikut adalah persamaan antara developer perseorangan dengan

developer berbentuk Badan hukum :

1) Berdasarkanpasal 1 Undang-undangNomor 1 tahun 2011 developer

perseorangan dengan developer berbadan hukum adalah sebagai

penyelenggara perumahan.

2) Berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang Tata cara perencanaan

lingkungan perumahan di perkotaan, developer perseorangan dan

developer berbadan hukum yang menyelenggarakan perumahan

denganjumlah unit rumah mulai dari 50 unit keatas diwajibkan untuk

menyediakan lahan pemakaman sebagai salah satu jenis pusat

lingkungan di sektor sosial dan budaya.

50
3. Kewajiban Developer34

Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh developerdalam

mengembangkan perumahan, yaitu :

a. Perbandingan wilayah terbangun dengan wilayah terbuka 60%:40%

Dalam membangun perumahan, pengembang harus membagi daerah

peruntukan dan wilayah terbuka, dimana luas hunian total adalah sebesar

60% dan luas wilayah terbuka yang ditujukan untuk jalan dan ruang

terbuka adalah sebesar 40%.

b. Pengembang harus menyediakan prasarana, sarana dan utilitas

perumahan yang sesuai dengan klasifikasi perumahan yang dibangun.

c. Pengembang harus memiliki izin atas proyek yang akan dibangun.

4. Larangan Developer dalam Hal Penyediaan Prasarana, Sarana dan Utilitas

Berikut adalah larangan developer dalam hal penyediaan Prasarana,

Sarana dan Utilitas berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011

Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

a. Setiap orang termasuk badan hukum pengembang perumahan dilarang

menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun

perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana,

sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan.

b. Badan Hukum yang menyelenggarakan pembangunan perumahan dan


kawasan permukiman, dilarang mengalihfungsikan prasarana, sarana,
dan utilitas umum di luar fungsinya

34
R. Serfianto Dibyo Purnomo dkk.Kitab Hukum Bisnis Properti. Pustaka Yustisia.
Yogyakarta. 2011. hal. 12

51
D. Tinjauan tentang Sarana Perumahan Lahan Pemakaman

Pada sub bab ini akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan dengan

pemakaman meliputi pengertian pemakaman, penyediaan pemakaman oleh

developer perumahan, klasifikasi developer yang wajib menyediakan lahan

pemakaman, dan proses penyediaanlahan pemakaman oleh developer.

1. Pengertian Pemakaman

Pemakaman merupakan salah satu fasilitas sosial yang berfungsi

sebagai tempat pemakaman bagi masyarakat yang meninggal dunia.

Pemakaman umum juga memiliki fungsi lainnya seperti sebagai RTH,

daerah resapan air, dan paru-paru kota. Lahan pemakaman selain

digunakan untuk tempat pemakaman, umumnya memiliki sedikit lahan

untuk ruang terbangun dan sisanya ditanami berbagai jenis tumbuhan.

Pelayanan pemakaman meliputi pelayanan penyediaan tanah makam dan

pelayanan pengangkutan mayat.

2. Penyediaan Lahan Pemakaman oleh Developer Perumahan

a. Dasar Hukum

Lahan pemakaman merupakan bagian dari sarana perumahan

berdasarkan pasal 9 huruf g Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9

tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan

Utilitas Perumahan dan Permukiman di Daerah. Lahan pemakaman

sebagai bagian dari perumahan ditemukan peraturan lain yaitu dalam

ayat 2 Pasal 20 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman yang menyebutkan bahwa,

52
“Perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup rumah

atau perumahan beserta prasarana,sarana, dan utilitas umum”.

Berdasarkan Pasal 19 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor

26 tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah

Untuk Keperluan Tempat Pemakaman, untuk mengatasi kurangnya

persediaan lahan bagi keperluan pemakaman di lokasi pemukiman baru,

Pemerintah Daerah dapat mengatur lebih lanjut persyaratan-persyaratan

bagi pengusaha pembangunan developer perumahan (developer

residence) untuk menyediakan lahan yang nantinya merupakan makam

umum.

b. Klasifikasi Developer yang Wajib Menyediakan Lahan Pemakaman

1) Developer perumahan perseorangan dan developer berbentuk Badan

Hukum

DalamPasal 79 ayat 5 Peraturan Menteri Negara Perumahan

Rakyat Republik Indonesia Nomor 32/PERMEN/M/2006 Tentang

Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap

Bangun yang Berdiri Sendiri yang disebutkan bahwa dalam

pembangunan fasilitas Ruang Terbuka Hijau (termasuk didalamnya

lahan pemakaman)35di Kawasan Siap Bangun (Kasiba)

maupunLingkungan Siap Bangun (Lisiba) / Lisiba yang Berdiri

35
Ketentuan Pembangunan Sarana dalam Lisiba yang Bediri Sendiri, dalamPasal 67 huruf
ePeraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 32/PERMEN/M/2006
Tentang Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri
Sendiri.

53
Sendiri harus memenuhi standar perencanaan yang mengacu pada

Standar Nasional Indonesia Nomor SNI03-1733-2004 tentang Tata

Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Dalam SNI

tersebut disebutkan bahwa perencanaan pembangunan lingkungan

perumahan harus menyediakan pusat-pusat lingkungan yang

menampung berbagai sektor kegiatan (ekonomi, sosial, budaya).

2) Jumlah unit rumah dalam perumahan mulai dari 50 unit

Perencanaan pusat-pusat lingkungan yang menampung

berbagai sektor kegiatan (ekonomi, sosial, budaya) seperti tersebut

pada klasifikasi yang pertama dilakukan dari skala lingkungan

terkecil 250 penduduk hingga skala terbesar 120.000 penduduk,

yang ditempatkan dan ditata terintegrasi dengan pengembangan

desain dan perhitungan kebutuhan sarana dan prasarana lingkungan.

Jika dikonversikan berdasarkan asumsi dasar lingkungan

perumahan dimana jumlah rata-ratapenghuni dalam satu rumah

adalah 5 jiwa36, maka untuk 250 penduduk dihitung sebagai 50 unit

rumah.

3) Developer berbadan hukum yang menyelenggarakan perumahan

umum untuk MBR

Dalam pasal 11 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 64 tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan

Masyarakat Berpenghasilan Rendah, dimana pengembang

36
Asumsi dasar lingkungan perumahan, dalam SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara
Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.

54
perumahan yang berbadan hukum harus menyediakan lokasi

pemakaman didalam /dekat lokasi perumahan, di lokasi yang

terpisah denganperumahan MBR seluas 2% (dua persen) dari luas

lahan Perumahan MBR yang direncanakan ataumenyediakan dana

untuk lahan pemakaman pada lokasi yang ditetapkan oleh

Pemerintah Daerah sebesar 2% (dua persen) dari nilai perolehan

lahan Perumahan MBR yang direncanakan.

3. Proses Penyediaan Lahan Pemakaman

a. Perencanaan Kebutuhan Lahan

Berdasarkan aturan persyaratan dasar perencanaan perumahan dalam

SNI 03-1733-2004 tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan

di perkotaan, dalam merencanakan kebutuhan lahan untuk sarana

lingkungan, termasuk untuk lahan pemakaman didasarkan pada beberapa

ketentuan khusus, yaitu:

1) untuk mengatasi kesulitan mendapatkan lahan, beberapa sarana

dapat dibangun secara bergabung dalam satu lokasi atau bangunan

dengan tidak mengurangi kualitas lingkungan secara menyeluruh;

2) perencanaan sarana lingkungan harus direncanakan secara terpadu

dengan mempertimbangkan keberadaan sarana yang telah ada

dengan tidak mengurangi kualitas dan kuantitas secara menyeluruh.

3) Dalam hal ini untuk penyediaan sarana pemakaman umum pada unit

lingkungan yang ada di kawasan perkotaan harus sesuai dengan

jumlah penduduk minimal yaitu 120.000 jiwa.

55
b. Penunjukan dan Penetapan Lokasi Pemakaman

Berdasarkan Pasal 2 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

1987 tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan

Tempat Pemakaman disebutkan penunjukan dan penetapan lokasi

pemakaman dilakukan oleh masing-masing Pemerintah Daerah Tingkat

II di bawah koordinasi Gubernur dengan berdasarkan pada Rencana

Pembangunan Daerah, dan/atau Rencana Tata Kota, dengan ketentuan-

ketentuan (kriteria) sebagai berikut :

1) Tidak berada dalam wilayah yang padat penduduknya

2) Menghindari penggunaan tanah yang subur

3) Memperhatikan keserasian dan keselarasan lingkungan hidup

4) Mencegah Pengrusakan tanah dan lingkungan hidup

5) Mencegah penggunaan tanah yang berlebih-lebihan

Faktor-faktor pertimbangan lokasi menyangkut pertimbangan pola

sebaran penduduk dan perkembangannya, serta adat/kebiasaan

masyarakat (agama). Sedangkan faktor-faktor pertimbangan fungsi fisik

tata ruang menyangkut pertimbangan kondisi fisik teknis, daya hubung

(aksesibilitas), dan nilai lahan. Di samping itu, pertimbangan selanjutnya

yang sangat penting dan berkaitan dengan beberapa faktor di atas adalah

faktor kebijaksanaan dan kelembagaan yang berperan penting dalam

56
mengatur masalah penyediaan dan pengelolaan lahan pemakaman di

perkotaan. 37

c. Penyerahan Sarana Lahan Pemakaman Kepada Pemerintah Daerah

Untuk menjamin kepastian akan pemeliharaan dan pengelolaan

sarana perumahan, maka pengembang perumahan juga diberikan

kewajiban untuk menyerahkan sarana perumahan kepada pemerintah

daerah dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 tahun 2009 tentang Penyerahan

Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum Perumahan dan Pemukiman di

Daerah.

4. Penyediaan Lahan Pemakaman Oleh Developer Perumahan di Kabupaten

Malang

Penyediaan lahan pemakaman di Kabupaten Malang sebagai

kewajiban bagi setiap developer perumahan di Kabupaten Malang telah

diberlakukan sejak tahun 2001 hingga saat ini tahun 201838. Pada tahun

2001 hingga bulan September tahun 2015 aturan mengenai kewajiban

developer menyediakan lahan pemakaman belum diatur secara rinci dalam

bentuk Peraturan Daerah Kabupaten Malang, sehingga pada saat itu dasar

hukum pelaksaan kewajiban tersebut didasarkan pada pasal 9 huruf g

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Penyerahan

Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Kawasan Permukiman,

37
Mulyana, Asep Rahmat., Kriteria Penyediaan Lahan Pemakaman Umum Di Daerah
Perkotaan Berdasarkan Ukuran Kota, Tugas Akhir Jurusan Teknik Planologi ITB, 1994 :
Bandung.
38
Wawancara penulis dengan Ibu Indah Sulistyowati, ST.,MT , Staf Site Pada Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cita Karya Kabupaten Malang,.

57
dimana lahan pemakaman termasuk salah satu diantara sarana dalam

perumahan. Untuk aturan teknis mengenai luasan lahan yang harus

disediakan developer untuk lahan pemakaman saat itu DPKPCK Kabupaten

Malang menggunakan dasar hukum Pasal 4 ayat (3) Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1987 Tentang Penyediaan dan

Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Tempat Pemakaman yang berbunyi

sebagai berikut :

(3) Penggunaan tanah untuk pemakaman jenazah seseorang, baik pada


pemakaman jenazah di Tempat Pemakaman Umum maupun di Tempat
Pemakaman Bukan Umum ditetapkan tidak lebih dari 2½ (dua setengah )
meter x 1½ (satu setengah) meter dengan kedalaman minimum 1½ (satu
setengah) meter .

Berdasarkan bunyi pasal tersebut diatur bahwa setiap satu jenazah

memerlukan luas lahan makam seluas 2½ (dua setengah ) meter x 1½ (satu

setengah) meter. Jika dikaitkan dengan penyediaan lahan pemakaman

sebagai kewajiban developer perumahan dapat diasumsikan bahwa apabila

dalam satu perumahan terdapat 50 rumah, dengan asumsi setiap rumah

terdiri atas 5 orang penghuni39 maka luasan lahan makam yang harus

disediakan oleh developer perumahan adalah sebesar (2mx1m) x (100x5) =

1.000m2. atau 1 Ha. Tentu luasan ini tergolong besar bagi sebagian

developer. Sehingga saat developer disuguhkan dengan aturan luasan lahan

makam tersebut, terjadilah negosiasi dari pihak developer kepada DPKPCK

Kabupaten Malang yang berisikan permohonan untuk mengurangi luasan

lahan untuk penyediaan lahan pemakaman, hingga diperoleh kesepakatan

39
Asumsi dasar lingkungan perumahan, Op.Cit

58
yang kemudian dijadikan kebiasaan yakni penyediaan lahan untuk

pemakaman dengan presentase 2% dari luasan lahan perumahan seluruhnya.

Untuk pelaksanaan penyediaan lahan pemakaman oleh developer pada

bulan Agustus 2015 hingga saat ini tahun 2018 didasarkan pasal 11 ayat (1)

dan ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2015 tentang Penyerahan

Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Kawasan Permukiman,

sebagaimana berbunyi sebagai berikut :

Pasal 11
(1) Penyediaan sarana pemakaman untuk perumahan dan kawasan
permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)40 huruf
b angka 7, dilakukan dengan cara menyediakan lahan sebesar 2 %
(dua persen) dari luas lahan Perumahan dan Kawasan Permukiman
keseluruhan pada lokasi yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah
yang peruntukkannya sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR).
(2) Luas lahan sebesar 2% (dua persen) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan bagian dari presentase luasan Prasarana, Sarana
dan Utilitas yang harus disediakan Pengembang.

Dalam Peraturan Daerah tersebut dapat diketahui perbedaan dalam

pelaksanaan penyediaan lahan pemakaman oleh developer secara teknis.

Pada Peraturan Daerah tersebut telah dikonkretkan mengenai luasan lahan

yang harus disediakan oleh developer perumahan untuk lahan pemakaman

yaitu 2% dari luasan lahan perumahan keseluruhan.

Tidak terdapat kriteria khusus terhadap jenis developer maupun jenis

perumahan yang diselenggarakan dalam hal pelaksanaan kewajiban

penyediaan lahan pemakaman oleh developer perumahan di Kabupaten

Malang. Dalam kata lain bahwa ketentuan yang mewajibkan penyediaan

40
Yang dimaksud adalah sarana perumahan berupa lahan pemakaman.

59
lahan pemakaman tersebut diatas berlaku untuk seluruh developer

perumahan di Kabupaten Malang, baik itu developer perumahan

perseorangan maupun developer berbentuk badan hukum dan tidak dapat

diwujudkan dalam bentuk pemberian uang/semacam dana pengganti. 41

Kewajiban penyediaan lahan pemakaman oleh developer perumahan

ini juga termasuksalah satu syarat penerbitan Site Plan (Zoning) /

Rencana Tapak Perumahan, yaitu rencana wujud perumahan yang akan

dibangun meliputi susunan/komposisi kapling rumah, dan rencana wujud

spesifik penyediaan prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan.42

Kewajiban penyediaan lahan pemakaman sebagai persyaratan

penerbitan Site Plan ini telah diberlakukan sejak tahun 2001, 43namun pada

tahun 2015 kewajiban penyediaan lahan pemakaman oleh developer

tersebut menjadi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah, yaitu pada

Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Malang Nomor 5 Tahun 2015

Tentang Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan

Kawasan Permukiman.

Sejak diberlakukannya Peraturan Daerah tersebut,selain

Izin Site Plan tidak dapat diterbitkan/disahkan, secara normatif diatur

apabila developer perumahan tidak menyediakan lahan pemakaman maka

dapat dikenakan sanksi pidana dengan pidana kurungan paling lama 3

(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah), karena dinilai melakukan tindak pidana berupa pelanggaran.


41
Hasil wawancara penulis dengan Bu. Indah, Op.Cit
42
Ibid
43
Ibid.

60
Tegasnya lagi, adanya ketentuan sanksi pidana ini tidak menghapus

kewajiban untuk memenuhi kewajiban penyediaan lahan pemakaman.

Aturan normatif ini sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Peraturan Daerah

tersebut.

Apabila suatu perumahan tidak memiliki izin Site Plan maka adalah

DPKPCK Kabupaten Malang tidak dapat memberikan rekomendasi

untuk Advice Planning yang mana advice planning tersebut dibutuhkan

untuk memenuhi persyaratan permohonan dan penerbitanIjin Mendirikan

Bangunan (IMB).44IMB tidak dapat diterbitkan tanpa adanya Advice

Planning, haltersebut didasarkan kepada ketentuan hukum pasal 15 ayat

(1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan

Pelaksana Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung yang menyatakan bahwa dalam hal permohonan IMB harus

dilengkapi dengan beberapa dokumen, yaitu :

a. tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti

perjanjian pemanfaatan tanah;

b. data pemilik bangunan gedung;

c. rencana teknis bangunan gedung; dan

d. hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung

yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.

Dampak dari tidak diterbitkannya Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)

maka suatu bangunan tidak memiliki izin dalam hal pembangunannya.

61
Pemilik bangunan gedung yang tidak memiliki IMBdapat dikenakan

sanksi, antara lain :

1. Sanksi administratif berupa penghentian sementara pembangunan

sampai dengan diperolehnya IMB.45

2. Sanksi perintah pembongkaran diberikan apabila pemilik bangunan

tidak memenuhi kewajiban persyaratan pembangunan rumah dan

tidak memiliki IMB. 46

3. Sanksi berupa denda paling banyak 10% dari nilai bangunan yang

sedang atau telah dibangun.47

Dalam pasal 11 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Malang

Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas

Perumahan dan Kawasan Permukiman pemerintah daerah setempat

mengatur bahwa peruntukkan tanah untuk penyediaan lahan pemakaman

dilaksanakan dengan berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Hal ini berarti dapat dipahami bahwa peruntukkan tanah meliputi

wilayah mana saja yang diperuntukkan sebagai lahan pemakaman

dilaksanakan dengan berdasarkan Rencana Detail Data Ruang (RDTR).

Hingga saat ini masih terdapat 1 (satu) RDTR yang telah diwujudkan

dalam Peraturan Daerah, yakni RDTR untuk wilayah Kepanjen,

sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Malang

45
Pasal 115 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksana Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
46
Pasal 115 ayat [2] Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksana Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
47
Pasal 45 ayat [2] Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksana Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

62
Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Bagian

Wilayah Perkotaan Kepanjen Tahun 2014-2034.48 Menurut penjelasan

Bapak Satria, dalam peraturan daerah tersebut belum mengatur secara rinci

mengenai wilayah mana saja yang menjadi peruntukkan sebagai lahan

pemakaman.

Beliau hanya menyatakan bahwa pengaturan peruntukkan wilayah

untuk lahan pemakaman, sebagaimana disebutkan dalam lampiran XIII

pasal 51Perda Kabupaten Malang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Rencana

Detail Tata Ruang Bagian Wilayah Perkotaan Kepanjen Tahun 2014-2034,

ditujukan kepada ditujukan pada lahan yang berada di dekat atau tepat

pada pemakaman yang telah ada jika luasnya sangat besar, sehingga belum

ada perencanaan untuk pengembangan lahan pemakaman di wilayah baru.

Jika ingin mengadakan pengembangan lahan pemakaman baru, maka

peruntukkan lahannya berada pada zona Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan

zona permukiman. Penulis tidak bisa mendapatkan lampiran XIII tersebut

oleh karena Pihak DPKPCK Kabupaten Malang menyatakan bahwa

dokumen tersebut adalah dokumen yang tidak bisa dipublikasikan untuk

umum.

Bapak Satria menambahkan bahwa wilayah peruntukkan lahan

pemakaman untuk wilaya diluar kepanjen yang belum memiliki RDTR

ditujukan pada lahan yang berada di dekat atau tepat pada pemakaman

yang telah ada jika luasnya sangat besar, dan untuk pengembangan lahan
48
Hasil wawancara penulis dengan Bapak Satria Wibawa S.Sos, yang pada saat itu
menjabat sebagai Kepala Seksi Rumah Umum, Khusus dan Komersial pada Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang,

63
pemakaman di wilayah baru ditunjukkan dengan melakukan tinjau lokasi

langsung dan memperhatikan syarat-syarat penunjukkan lahan untuk

keperluan pemakaman sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9

Tahun 1987 Tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan

Tempat Pemakaman.

Secara umum wilayah yang dimungkinkan sebagai wilayah

peruntukkan / pengembangan lahan pemakaman berdasarkan zona Ruang

Terbuka Hijau (RTH) dan zona permukiman pada Rencana Detail

Tata Ruang Wilayah Peruntukkan Kepanjen dapat ditunjukkan dalam

peta sebagai berikut :

Gambar 1 : Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan Kepanjen

Sumber : http://aspirasi.malangkab.go.id/

64
5. Penyerahan Lahan Pemakaman Oleh Developer Perumahan Kepada

Pemerintah Daerah Kabupaten Malang

Untuk menjamin kepastian hukum terkait pemeliharaan Prasarana,

Sarana dan Utilitas (PSU) Perumahan, pemerintah daerah Kabupaten

Malang mewajibkan kepada developer perumahan untuk menyerahkan PSU

perumahan termasuk pula untuk sarana lahan pemakaman kepada

pemerintah daerah, sebagaimana diatur dalam pasal 13 ayat (1) huruf b dan

ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 5 tahun 2015 tentang

Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Kawasan

Permukimanyang berbunyi :

Pasal 13
(1) Objek penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas berupa :
b. Tanah siap pakai bagi sarana pemakaman yang lokasinya
ditentukan dalam Rencana Tata Ruang.
(2) Objek Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi kriteria yang meliputi :
a. dalam keadaan baik
b. sesuai dengan persyaratan umum, teknis dan administrasi yang
telah ditentukan.
c. sesuai dengan rencana tapak yang telah disahkan dan
d. diserahkan paling lambat 1 (satu) tahun setelah masa
pemeliharaan.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 5 tahun 2015

tentang Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Kawasan

Permukiman berlaku surut sehingga pelaksanaan penyerahan lahan

pemakaman oleh developer sebagai sarana perumahan tersebut berlaku pula

pada perumahan yang dibangun dibawah tahun 2015. Hal tersebut demikian

didasarkan pada Ketentuan Peralihan Pasal 28 yang berbunyi sebagai

berikut :

65
Pasal 28
Prasarana, Sarana dan Utilitas yang telah ada sebelum berlakunya
Peraturan Daerah ini dan belum diserahkan kepada Pemerintah Daerah,
harus diserahkan kepada Pemerintah Daerah dalam jangka waktu paling
lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Daerah ini mulai berlaku.

6. Pengelolaan Sarana Lahan Pemakaman

Pengelolaan sarana yang telah diserahkan kepada pemerintah daerah

sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah yang bersangkutan.

Pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan pengembang, badan usaha

swasta dan atau masyarakat dalam pengelolaan sarana sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.Dalam hal Pemerintah daerah

melakukan kerja sama pengelolaan sarana dengan pengembang, badan

usaha swasta, dan masyarakat, pemeliharaan fisik dan pendanaan sarana

menjadi tanggung jawab pengelola. Pengelola sarana tidak dapat merubah

peruntukan sarana.

E. Tinjauan tentang Teori Efektivitas Hukum

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa efektif adalah taraf sejauh mana

suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan efektif jika

terdapat dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum mencapai

sasarannya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga

menjadi perilaku hukum.49

Berlakunya hukum dibedakan atas tiga hal, yaitu berlakunya secara

filosofis, yuridis, dan sosiologis. Bagi studi hukum dalam masyarakat maka

49
Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, (Bandung : CV. Ramadja
Karya, 1988), hal 80

66
yang penting adalah hal berlakunya hukum secara sosiologis, yang intinya

adalah efektivitas hukum. Studi efektivitas hukum merupakan suatu kegiatan

yang memperlihatkan suatu strategi perumusan masalah yang bersifat umum,

yaitu suatu perbandingan antara realistas hukum dan ideal hukum, secara

khusus terlihat jenjang antara hukum dalam tindakan (law in action) dengan

hukum dalam teori (law in theory), atau dengan perkataan lain, kegiatan ini

akan memperlihatkan kaitan antara law in book dan law in action.50

50
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000

67

Anda mungkin juga menyukai