Anda di halaman 1dari 49

Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau

Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

2.1 KEBIJAKAN TERKAIT PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN


PADA TINGKAT PUSAT
2.1.1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan
Permukiman Serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat
(1) menyebutkan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal
mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian
bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri,
mandiri, dan produktif sehingga terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal merupakan
kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang akan terus ada dan berkembang sesuai dengan
tahapan atau siklus kehidupan manusia.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2-1
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang bertumpu pada


masyarakat memberikan hak dan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut
berperan. Sejalan dengan peran masyarakat di dalam pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman, Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab
untuk menjadi fasilitator, memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat,
serta melakukan penelitian dan pengembangan yang meliputi berbagai aspek yang
terkait, antara lain, tata ruang, pertanahan, prasarana lingkungan, industri bahan dan
komponen, jasa konstruksi dan rancang bangun, pembiayaan, kelembagaan, sumber
daya manusia, kearifan lokal, serta peraturan perundang-undangan yang mendukung.
Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:
a. memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau dalam lingkungan
yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana, dan utilitas umum
secara berkelanjutan serta yang mampu mencerminkan kehidupan masyarakat
yang berkepribadian Indonesia;
b. ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pemenuhan
kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian
perkotaan dan perdesaan;
c. mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata ruang
serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna;
d. memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatan negara; dan
e. mendorong iklim investasi asing.
Sejalan dengan arah kebijakan umum tersebut, penyelenggaraan perumahan
dan permukiman, baik di daerah perkotaan yang berpenduduk padat maupun di daerah
perdesaan yang ketersediaan lahannya lebih luas perlu diwujudkan adanya ketertiban
dan kepastian hukum dalam pengelolaannya. Pemerintah dan pemerintah daerah perlu
memberikan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah
melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dalam bentuk
pemberian kemudahan pembiayaan dan/atau pembangunan prasarana, sarana, dan
utilitas umum di lingkungan hunian.
Pengaturan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan
untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman, mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran
penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan
permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan,
terutama bagi MBR, meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi
pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan,
baik di lingkungan hunian perkotaan maupun lingkungan hunian perdesaan, dan
menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang
sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Penyelenggaraan
perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan
dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, yang meliputi
perencanaan perumahan, pembangunan perumahan, pemanfaatan perumahan dan
pengendalian perumahan.
Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah
yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2-2
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Penyelenggaraan kawasan permukiman


tersebut bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak
dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian
bermukim, yang wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan pengembangan kawasan
permukiman yang terpadu dan berkelanjutan
Tujuan kebijakan di dalam UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan
Permukiman yang tertuang di dalam Pasal 3 diselenggarakan untuk:
a. memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman;
b. mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk
yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan
permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan
kepentingan, terutama bagi MBR;
c. meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan
perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di
kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan;
d. memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman;
e. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan
f. menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan
berkelanjutan.

Di dalam Pasal 20 yang tertuang di dalam UU No. 1 Tahun 2011, Rumah


dibedakan menurut jenis dan bentuknya. Menurut pasal 22, rumah deret masuk ke dalam
bentuk rumah yang memiliki luas lantai paling sedikit 36 m2. Di dalam penjelasan Pasal
22, definisi rumah deret adalah beberapa rumah yang satu atau lebih dari sisi bangunan
menyatu dengan sisi satu atau lebih bangunan lain atau rumah lainnya, tetapi masing-
masing mempunyai kaveling sendiri. Menurut pasal 21, rumah deret dapat masuk ke
dalam jenis rumah umum yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi
MBR, walaupun rumah deret dapat masuk untuk membangun rumah komersial yang
dibangun untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Pembangunan rumah deret menurut pasal 38 dikembangkan berdasarkan:
1. Tipologi adalah klasifikasi rumah yang berupa rumah tapak atau rumah susun
berdasarkan bentuk permukaan tanah, tempat rumah berdiri meliputi rumah di atas
tanah keras, rumah di atas tanah lunak, rumah di garis pantai/pasang surut, rumah
di atas air/terapung (menetap), rumah di atas air/terapung (berpindah-pindah).
2. Ekologi adalah persyaratan yang berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan,
baik antara lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan lingkungan
sosial budaya, termasuk nilai-nilai budaya bangsa yang perlu dilestarikan.
3. Budaya adalah klasifikasi rumah berdasarkan hasil akal budi/adat istiadat manusia
yang diwujudkan dalam bentuk dan arsitektural dan kelengkapan ruangan rumah.
4. Dinamika Ekonomi adalah kondisi permintaan masyarakat dari berbagai selera yang
dipengaruhi oleh tingkat keterjangkauan dan kebutuhan rumah.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2-3
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

5. Keselamatan Dan Keamanan dengan memperhatikan kondisi bangunan beserta


infrastrukturnya dari berbagai ancaman yang membahayakan penghuninya, dan
6. Kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah setempat
Lebih lanjut di dalam Pasal 43 menyebutkan dalam pembangunan rumah deret
dapat dilakukan di atas tanah:
a. hak milik;
b. hak guna bangunan, baik di atas tanah negara maupun di atas hak pengelolaan; atau
c. hak pakai di atas tanah negara.
Dalam hal pembangunan, penyediaan rumah deret menurut pasal 42 di dalam
UU No. 11 Tahun 2020, masih dalam tahap pembangunan dapat dipasarkan melalui
sistem perjanjian pendahuluan jual beli setelah memenuhi persyaratan kepastian atas:
a. status pemilikan tanah;
b. hal yang diperjanjikan;
c. Persetujuan Bangunan Gedung;
d. ketersediaan PSU; dan
e. keterbangunan perumahan > 20%

Gambar 2.1 Hirarki Perumahan dan Kawasan Permukiman

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2-4
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

Tabel 2.1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
No Pasal Keterangan
1 Pasal 1 Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan
maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni
2 Pasal 3 Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk:
1. memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman;
2. mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk
yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan
permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan
kepentingan, terutama bagi MBR;
3. meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan
perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di
kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan;
4. memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan
dan kawasan permukiman;
5. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan
6. menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan
yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.
3 Pasal 20 Luas lantai rumah tunggal dan rumah deret memiliki ukuran paling sedikit 36 m2.
4 Pasal 38 Pembangunan rumah dikembangkan berdasarkan tipologi
1. Tipologi adalah klasifikasi rumah yang berupa rumah tapak atau rumah susun
berdasarkan bentuk permukaan tanah, tempat rumah berdiri meliputi rumah di
atas tanah keras, rumah di atas tanah lunak, rumah di garis pantai/pasang surut,
rumah di atas air/terapung (menetap), rumah di atas air/terapung (berpindah-
pindah).
2. Ekologi adalah persyaratan yang berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan,
baik antara lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan
lingkungan sosial budaya, termasuk nilai-nilai budaya bangsa yang perlu
dilestarikan.
3. Budaya adalah klasifikasi rumah berdasarkan hasil akal budi/adat istiadat manusia
yang diwujudkan dalam bentuk dan arsitektural dan kelengkapan ruangan rumah.
4. Dinamika Ekonomi adalah kondisi permintaan masyarakat dari berbagai selera
yang dipengaruhi oleh tingkat keterjangkauan dan kebutuhan rumah.
5. Keselamatan Dan Keamanan dengan memperhatikan kondisi bangunan beserta
infrastrukturnya dari berbagai ancaman yang membahayakan penghuninya, dan
6. Kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah setempat
Pembangunan rumah dan perumahan harus dilakukan sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah
5 Pasal 43 Pembangunan untuk rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun, dapat
dilakukan di atas tanah
1. hak milik;
2. hak guna bangunan, baik di atas tanah negara maupun di atas hak pengelolaan;
atau
3. hak pakai di atas tanah negara.
6 Pasal 53 Pengendalian perumahan dimulai dari tahap:
1. Perencanaan;
2. Pembangunan
3. Pemanfaatan
7 Pasal 54 Untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi, pemerintah wajib memberikan kemudahan
pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan
perumahan secara bertahap dan berkelanjutan, berupa:
1. subsidi perolehan rumah;
2. stimulan rumah swadaya;
3. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan;
4. perizinan;
5. asuransi dan penjaminan;
6. penyediaan tanah;

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2-5
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

No Pasal Keterangan
7. sertifikasi tanah; dan/atau
8. prasarana, sarana, dan utilitas umum.
8 Pasal 55 Orang perseorangan yang memiliki rumah umum dengan kemudahan yang diberikan
Pemerintah atau pemerintah daerah hanya dapat menyewakan dan/atau mengalihkan
kepemilikannya atas rumah kepada pihak lain, dalam hal:
1. pewarisan;
2. penghunian setelah jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun; atau
3. pindah tempat tinggal karena tingkat sosial ekonomi yang lebih baik
Sumber: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

2.1.2 Peraturan Pemerintah Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan


Kawasan Permukiman
Pembangunan perumahan maupun pembangunan kawasan permukiman
dilaksanakan melalui kegiatan pengembangan, pembangunan baru, maupun
pembangunan kembali untuk mewujudkan kawasan permukiman, yang layak huni dan
terpadu. Pasca pembangunan, perumahan dan kawasan permukiman dimanfaatkan dan
dikelola melalui pemeliharaan dan perbaikan, dan dijamin pemanfaatannya agar sesuai
dengan fungsi sebagaimana telah ditetapkan di dalam UU No. 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan Dan Kawasan Permukiman serta UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
terkait Perumahan Dan Kawasan Permukiman. Pada Peraturan Pemerintah Tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman terdapat dua rujukan yaitu PP
No. 14 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dan
Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016
Tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman.
Menurut PP No. 14 tahun 2016 pasal 2 menyebutkan bahwa Penyelenggaraan
perumahan dan Kawasan permukiman bertujuan untuk:
a. mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
permukiman;
b. memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam
melaksanakan tugas dan wewenang serta hak dan kewajibannya dalam
penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan permukiman; dan
c. mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan terutama bagi MBR
dalam penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan permukiman.
Menurut PP No. 14 tahun 2016 (Pasal 6) menyebutkan bahwa Bentuk Rumah
dibedakan berdasarkan hubungan atau keterikatan antar bangunan meliputi Rumah
tunggal, Rumah deret, dan Rumah susun. Menurut PP No. 12 Tahun 2021 pasal 21B
dalam penyediaan hunian berimbang, meliputi
a. Perumahan skala besar merupakan kumpulan Rumah yang terdiri paling sedikit
3.000 unit Rumah.
b. Perumahan selain skala besar merupakan kumpulan Rumah yang terdiri atas 100
unit Rumah sampai dengan 3.000 unit Rumah

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2-6
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

Di dalam Pembangunan Perumahan dengan Hunian Berimbang terdapat


klasifikasi rumah yang terdiri atas:
a. Rumah mewah;
b. Rumah menengah;
c. Rumah sederhana
Pembangunan rumah sederhana di dalam penyediaan hunian berimbang
menurut PP No. 12 Tahun 2021 Pasal 21G bentuk rumah yang tidak diperkenankan/tidak
diperbolehkan dibangun yaitu rumah tunggal atau rumah deret, sehingga pembangunan
rumah sederhana dapat dikonversi dalam bentuk, sebagai berikut:
a. Bentuk Rumah susun umum yang dibangun dalam 1 (satu) hamparan yang
sama; atau
b. Bentuk dana untuk pembangunan Rumah umum. Dimana menurut UU No. 1
Tahun 2011, definisi rumah umum ini adalah Rumah yang diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR.
Lebih lanjut pada PP No. 12 Tahun 2021 Pasal 22 menyebutkan bahwa
pembangunan rumah deret yang masih dalam tahap pembangunan dapat dilakukan
pemasaran oleh pelaku pembangunan (orang perseorangan dan/atau Badan Hukum)
melalui Sistem PPJB (Perjanjian Pendahuluan Jual Beli) setelah memenuhi persyaratan
kepastian atas:
a. status pemilikan tanah;
b. hal yang diperjanjikan;
c. PBG (Persetujuan Bangunan Gedung);
d. ketersediaan PSU; dan
e. keterbangunan perumahan > 20%

Pelaku pembangunan yang melakukan Pemasaran rumah deret harus memiliki


paling sedikit:
1. Kepastian peruntukan ruang dibuktikan dengan surat keterangan rencana
kabupaten/kota yang telah disetujui Pemerintah Daerah
2. Kepastian hak atas tanah dibuktikan dengan sertipikat hak atas tanah atas nama
pelaku pembangunan atau sertipikat hak atas tanah atas nama pemilik tanah yang
dikerjasamakan atau dokumen hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pertanahan
3. Kepastian status penguasaan Rumah diberikan oleh pelaku pembangunan dengan
menjamin dan menjelaskan mengenai bukti penguasaan yang akan diterbitkan
dalam nama pemilik Rumah yang terdiri atas status sertipikat hak milik, sertipikat
hak guna bangunan, dan sertipikat hak pakai untuk Rumah tunggal atau Rumah
deret; dan
4. Perizinan pembangunan Perumahan dibuktikan dengan surat PBG
5. Jaminan atas pembangunan Perumahan dari lembaga penjamin dibuktikan pelaku
pembangunan berupa surat dukungan bank atau bukan bank.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2-7
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

Pengawasan terhadap persyaratan pemasaran dilakukan oleh perangkat daerah


yang membidangi Perumahan dan Kawasan permukiman Pemerintah Daerah
kabupaten/kota atau Pemerintah Daerah provinsi khusus untuk Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta
Lebih lanjut di dalam PP No. 14 tahun 2016 (Pasal 37) Untuk memenuhi
kebutuhan Rumah bagi MBR Pernerintah pusat dan Daerah wajib memberikan
kemudahan pembangunan dan perolehan Rumah melalui program perencanaan
pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan. Pemberian kemudahan
pembangunan dan perolehan Rumah terkait rumah deret salah satunya adalah
Konsolidasi Tanah yang termuat di dalam Pasal 124 PP No. 14 tahun 2016 yang
menyebutkan bahwa Konsolidasi Tanah dapat dilaksanakan bagi pembangunan Rumah
tunggal, Rumah deret, atau Rumah susun. Konsolidasi Tanah merupakan suatu kegiatan
penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan tanah untuk kepentingan
pembangunan Perumahan dan Permukiman guna meningkatkan kualitas lingkungan dan
pemeliharaan sumber daya alam dengan partisipasi aktif masyarakat.
Menurut PP No. 14 tahun 2016 pasal 126, Konsolidasi Tanah bagi Pembangunan
perumahan dan Kawasan permukiman diutamakan bagi:
a. Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh;
b. Permukiman yang tumbuh pesat secara alami;
c. Permukiman yang mulai tumbuh;
d. Kawasan yang direncanakan menjadi Permukiman baru;
e. Kawasan yang relatif kosong di bagian pinggiran kota yang diperkirakan akan
berkembang sebagai daerah Permukiman; dan/ atau
f. Pembangunan kembali Perumahan dan Kawasan Permukiman yang terkena bencana
alam, kebakaran, atau kerusuhan sosial.
Penetapan lokasi Konsolidasi Tanah menurut PP No. 14 tahun 2016 pasal 125,
terletak pada satu kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota, khusus untuk DKI
Jakarta, dilakukan oleh Gubernur. Lokasi Konsolidasi Tanah yang sudah ditetapkan tidak
memerlukan izin lokasi.

Tabel 2.2 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 dan Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Perumahan dan Kawasan
Permukiman
No PP Pasal Keterangan
1 PP No. Pasal 6 Penyelenggaraan Perumahan meliputi:
14/2016 1. perencanaan Perumahan;
2. pembangunan Perumahan;
3. pemanfaatan Perumahan; dan
4. pengendalian Perumahan.
Perumahan mencakup Rumah atau Perumahan beserta prasarana,
Sarana, dan Utilitas Umum
2 Pasal 7 1. Perumahan mencakup Rumah atau Perumahan beserta prasarana,
Sarana, dan Utilitas Umum.
2. Fasilitasi oleh lembaga atau badan yang ditugasi oleh Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.
3 Pasal 8 Tahap Perencanaan Perumahan, meliputi

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2-8
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

No PP Pasal Keterangan
1. Perencanaan perumahan menghasilkan dokumen rencana
pembangunan dan pengembangan perumahan yang mengacu pada
dokumen RKP dan ditetapkan dalam RPJP, RPJM, dan rencana
tahunan
2. Dokumen rencana pembangunan dan pengembangan Perumahan
disusun untuk memenuhi kebutuhan rumah serta keterpaduan
prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan
4 Pasal 11, Perencanaan Perumahan terdiri atas:
12, 13 1. Perencanaan dan perancangan Rumah dilakukan untuk:
dan a. menciptakan Rumah yang layak huni;
Pasal 16 b. mendukung upaya pemenuhan kebutuhan Rumah oleh
masyarakat dan pemerintah; dan
c. meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur.
2. Perencanaan prasarana, sarana, dan Utilitas umum, meliputi
a. rencana penyediaan kaveling tanah untuk Perumahan sebagai
bagian dari permukiman; dan
b. Rencana Kelengkapan prasarana, sarana, dan Utilitas umum
Perumahan
Perencanaan prasarana, sarana, dan Utilitas umum Perumahan harus
mengacu pada rencana keterpaduan prasarana, sarana, dan Utilitas
umum
5 PP No. Pasal 14 Hasil perencanaan dan perancangan Rumah harus memenuhi standar,
12/2021 dan meliputi
Pasal 15 1. Ketentuan umum paling sedikit memenuhi:
a. aspek keselamatan bangunan;
b. kebutuhan minimum ruang; dan
c. aspek kesehatan bangunan.
2. Standar teknis terdiri atas:
a. pemilihan lokasi Rumah;
b. ketentuan luas dan dimensi kaveling; dan
c. perancangan Rumah.
Perencanaan dan perancangan Rumah dilaksanakan melalui penyusunan
dokumen rencana teknis.
6 Pasal 17 Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan harus
memenuhi standar, meliputi:
1. Ketentuan umum paling sedikit memenuhi:
a. kebutuhan daya tampung Perumahan;
b. kemudahan pengelolaan dan penggunaan sumber daya setempat;
c. mitigasi tingkat risiko bencana dan keselamatan; dan
d. terhubung dengan jaringan perkotaan existing
2. Standar teknis terdiri atas:
a. standar Prasarana paling sedikit meliputi:
▪ jaringan jalan;
▪ saluran pembuangan air hujan atau drainase;
▪ penyediaan air minum;
▪ saluran pembuangan air limbah atau sanitasi; dan
▪ tempat pembuangan sampah.
b. standar Sarana paling sedikit meliputi:
▪ ruang terbuka hijau
▪ sarana umum
c. standar Utilitas Umum yaitu tersedianya jaringan listrik.
7 PP No. Pasal 20 Tahap Pembangunan perumahan, meliputi:
14/2016 1. Pembangunan Rumah dan prasarana, Sarana, Utilitas Umum;
2. Peningkatan kualitas perumahan.
Pembangunan Perumahan untuk peningkatan kualitas Perumahan
dilaksanakan melalui upaya penanganan dan pencegahan terhadap
perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh serta penurunan kualitas
lingkungan. Selain itu, Pembangunan Perumahan dilaksanakan melalui
upaya penataan pola dan struktur ruang pembangunan Rumah beserta

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2-9
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

No PP Pasal Keterangan
Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang terpadu dengan penataan
lingkungan sekitar
8 PP No. Pasal Pembangunan rumah sederhana di dalam penyediaan hunian berimbang
12/2021 21G bentuk rumah yang tidak diperkenankan/tidak diperbolehkan dibangun
yaitu rumah tunggal atau rumah deret, sehingga pembangunan rumah
sederhana dapat dikonversi dalam bentuk Rumah susun umum yang
dibangun dalam 1 (satu) hamparan yang sama
9 Pasal 22 1. Pembangunan rumah meliputi pembangunan rumah tunggal, rumah
deret, dan/atau rumah susun.
2. Pembangunan Rumah harus dilakukan sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah
10 PP No. Pasal 23 Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan yang
14/2016 dilakukan oleh pemerintah, pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang
wajib dilakukan sesuai dengan rencana, rancangan dan perizinan.
Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan harus
memenuhi persyaratan:
1. kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah Rumah;
2. keterpaduan antara Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum dan
Lingkungan Hunian;
3. ketentuan teknis pembangunan prasarana, Sarana, dan Utilitas
Umum.
11 Pasal 24 1. Peningkatan kualitas perumahan dilakukan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/ atau setiap orang.
2. Peningkatan kualitas perumahan dilakukan terhadap penurunan
kualitas Rumah serta Prasarana, Sarana, din Utilitas Umum.
3. Peningkatan kualitas perumahan ditetapkan oleh bupati/walikota,
khusus DKI Jakarta ditetapkan oleh gubernur
12 Pasal Tahap Pemanfaatan Perumahan meliputi:
25, 26, 1. Pemanfaatan Rumah;
dan 27 a. Pemanfaatan Rumah dapat digunakan sebagai kegiatan usaha
secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak mengganggu
fungsi hunian.
b. Pemanfaatan Rumah selain digunakan untuk fungsi hunian harus
memastikan terpeliharanya perumahan dan Lingkungan Hunian
2. Pemanfaatan Prasarana, dan Sarana perumahan;
a. berdasarkan jenis prasarana dan Sarana sesuai dengan ketentuan
peraturan undangan; dan
b. tidak mengubah fungsi dan status kepemilikan.
13 Pasal 31 Tahap Pengendalian perumahan mulai dilakukan pada tahap:
1. perencanaan;
2. pembangunan; dan
3. pemanfaatan.
Pengendalian Perumahan dilaksanakan oleh pemerintah dan/ atau
Pemerintah Daerah dalam bentuk:
1. perizinan;
2. penertiban; dan/atau
3. penataan.
15 Pasal 33 Pemerintah. Daerah dapat membentuk atau menunjuk satuan kerja
perangkat daerah untuk melaksanakan pengendalian Perumahan.
16 Pasal 34 1. Pengendalian Perumahan pada tahap perencanaan dalam bentuk
penertiban dilakukan - untuk menjamin kesesuaian perencanaan
perumahan dengan rencana tata ruang wilayah dan ketentuan
peraturan perundang-undangan
2. Pengendalian Perumahan pada tahap perencanaan dalam bentuk
penataan dilakukan untuk menjamin kesesuaian perencanaan
Perumahan dengan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur.
17 Pasal 35 1. Pengendalian Perumahan pada tahap pembangunan dalam bentuk
perizinan dilakukan melalui kesesuaian pembangunan dengan
perizinan.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 10
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

No PP Pasal Keterangan
2. Pengendalian Perumahan pada tahap pembangunan dalam bentuk
penertiban dilakukan untuk menjamin kesesuaian pembangunan
perumahan dengan rencana tata ruang wilayah, perencanaan
perumahan, izin mendirikan bangunan, dan persyaratan lain sesuai
peraturan perundang-undangan.
3. Pengendalian Perumahan pada tahap pembangunan dalam bentuk
penataan dilakukan untuk menjamin pembangunan Perumahan yang
layak huni sehat, aman, serasi, dan teratur serta mencegah terjadinya
penurunan kualitas Perumahan.
18 Pasal 36 1. Pengendalian Perumahan pada tahap pemanfaatan dalam bentuk
perizinan dilakukan melalui pemberian arahan penerbitan sertipikat
laik fungsi yang dilakukan untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan
Rumah dengan fungsinya.
2. Pengendalian Perumahan pada tahap pemanfaatan dalam bentuk
penertiban dilakukan untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan
perumahan dengan sertifikat laik fungsi.
3. Pengendalian Perumahan pada tahap pemanfaatan dalam bentuk
penataan dilakukan untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan
Perumahan dengan fungsi hunian
19 Pasal 37 Kemudahan dan/ atau Bantuan pembangunan dan Perolehan Rumah
Bagi MBR
1. Untuk memenuhi kebutuhan Rumah bagi MBR Pernerintah dan/atau
Pemerintah Daerah wajib memberikan kemudahan pembangunan
dan perolehan Rumah melalui program perencanaan pembangunan
perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.
2. Kemudahan dan/ atau bantuan pembangunan dan perolehan Rumah
bagi MBR dapat berupa:
a. subsidi perolehan Rumah;
b. stimulan Rumah swadaya;
c. insentif perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan di perpajakan;
d. perizinan;
e. asuransi dan penjaminan;
f. penyediaan tanah;
g. sertifikasi tanah; dan/atau
h. Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum. ketentuan bidang
20 Pasal 39 Bantuan pembangunan Rumah bagi MBR dapat diberikan dalam bentuk:
1. Dana;
2. Bahan bangunan Rumah dan/atau
3. Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
Sumber: PP No. 14 Tahun 2016 dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perumahan
dan Perumahan dan Kawasan Permukiman

2.1.3 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik


Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Peran Masyarakat Dalam
Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman
Peraturan ini menjelaskan bahwa perumahan dan kawasan permukiman (PKP)
merupakan satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan
perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan,
pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.
Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan,
pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian termasuk di dalamnya pengembangan
kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang
terkoordinasi dan terpadu. Adapun peran masyarakat yang dimaksud ialah melakukan
masukan kepada pemerintah baik pusat maupun daerah dalam:

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 11
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

a. penyusunan rencana pembangunan PKP;


b. pelaksanaan pembangunan PKP;
c. pemanfaatan PKP;
d. pemeliharaan dan perbaikan PKP; dan/atau
e. pengendalian Penyelenggaraan PKP.
Masukan masyarakat dalam perencanaan dan perancangan rumah dapat diberikan
untuk:
a. penetapan kebutuhan rumah yang meliputi lokasi, jumlah, bentuk, tipe, dan
spesifikasi teknis unit rumah;
b. persyaratan administrasi yang meliputi dokumen perizinan dan status hak atas
tanah; dan/atau
c. persyaratan teknis yang meliputi persyaratan tata bangunan dan lingkungan serta
persyaratan struktur bangunan.
Masukan Masyarakat dalam perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru dapat
diberikan untuk:
a. pelaksanaan identifikasi lokasi lingkungan hunian baru, termasuk identifikasi
harga tanah dan status hak atas tanah;
b. penetapan kebutuhan lingkungan hunian yang meliputi lokasi, luas, jenis, jumlah
serta mutu pelayanan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian;
c. peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai rencana
tata ruang dan standar teknis;
d. penyusunan pertimbangan teknis, sosial, budaya, dan ekonomi;
e. penyusunan strategi pendampingan Masyarakat; dan/atau
f. penyusunan rencana pembiayaan dan pendanaan.
Masukan Masyarakat dalam perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian
dapat diberikan untuk:
a. pendataan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh serta lokasi
permukiman terkait mitigasi bencana alam;
b. pelaksanaan identifikasi masyarakat terdampak;
c. penentuan jenis kegiatan pembangunan kembali yang akan dilakukan melalui
kegiatan:
1. rehabilitasi;
2. rekonstruksi; atau
3. peremajaan.
d. penetapan kebutuhan lingkungan hunian, yang meliputi lokasi, luas, jenis, jumlah
serta mutu pelayanan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian;
e. peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai rencana
tata ruang dan standar teknis;
f. penyusunan pertimbangan teknis, sosial, budaya, dan ekonomi;

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 12
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

g. penyusunan strategi pendampingan Masyarakat; dan/atau


h. penyusunan rencana pembiayaan dan pendanaan.

Tabel 2.3 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Peran Masyarakat Dalam Penyelenggaraan
Perumahan Dan Kawasan Permukiman
No Pasal Keterangan
1 Pasal 1 Perumahan dan Kawasan Permukiman yang selanjutnya disingkat PKP adalah satu
kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan,
penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan
dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh,
penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran Masyarakat.
Penyelenggaraan PKP adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan
pengendalian termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan
sistem pembiayaan, serta Peran Masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
2 Pasal 2 Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan PKP merupakan pelibatan setiap pelaku
pembangunan dalam upaya pemenuhan kebutuhan perumahan bagi seluruh
masyarakat. Adapun peran masyarakat dilakukan dengan memberikan masukan
kepada pemerintah pusat dan daerah dalam:
1. penyusunan rencana pembangunan PKP;
2. pelaksanaan pembangunan PKP;
3. pemanfaatan PKP;
4. pemeliharaan dan perbaikan PKP; dan/atau
5. pengendalian Penyelenggaraan PKP
3 Pasal 4 Perencanaan dan perancangan rumah dilakukan pada rumah yang sumber
pendanaannya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah. Dalam hal tersebut, masukan masyarakat dapat
diberikan untuk:
1. penetapan kebutuhan rumah yang meliputi lokasi, jumlah, bentuk, tipe, dan
spesifikasi teknis unit rumah;
2. persyaratan administrasi yang meliputi dokumen perizinan dan status hak
atas tanah; dan/atau
3. persyaratan teknis yang meliputi persyaratan tata bangunan dan lingkungan
serta persyaratan struktur bangunan.
4 Pasal 5 Perencanaan kawasan permukiman terdiri atas:
1. perencanaan pengembangan lingkungan hunian;
2. perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru;
3. perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian; dan/atau
4. perencanaan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan perdesaan.
5 Pasal 7 Masukan Masyarakat dalam perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru
dapat diberikan untuk:
1. pelaksanaan identifikasi lokasi lingkungan hunian baru, termasuk identifikasi
harga tanah dan status hak atas tanah;
2. penetapan kebutuhan lingkungan hunian yang meliputi lokasi, luas, jenis,
jumlah serta mutu pelayanan prasarana, sarana, dan utilitas umum
lingkungan hunian;
3. peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai
rencana tata ruang dan standar teknis;
4. penyusunan pertimbangan teknis, sosial, budaya, dan ekonomi;
5. penyusunan strategi pendampingan Masyarakat; dan/atau
6. penyusunan rencana pembiayaan dan pendanaan.
6 Pasal 8 Masukan Masyarakat dalam perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian
dapat diberikan untuk:
1. pendataan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh serta lokasi
permukiman terkait mitigasi bencana alam;
2. pelaksanaan identifikasi masyarakat terdampak;
3. penentuan jenis kegiatan pembangunan kembali yang akan dilakukan melalui
kegiatan:

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 13
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

No Pasal Keterangan
- rehabilitasi;
- rekonstruksi; atau
- peremajaan.
4. penetapan kebutuhan lingkungan hunian, yang meliputi lokasi, luas, jenis,
jumlah serta mutu pelayanan prasarana, sarana, dan utilitas umum
lingkungan hunian;
5. peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai
rencana tata ruang dan standar teknis;
6. penyusunan pertimbangan teknis, sosial, budaya, dan ekonomi;
7. penyusunan strategi pendampingan Masyarakat; dan/atau
8. penyusunan rencana pembiayaan dan pendanaan.
7 Pasal 10 Peran Masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan PKP dilakukan dengan cara
memberi masukan terhadap:
1. pelaksanaan pembangunan rumah beserta prasarana, sarana, dan utilitas
umum;
2. pelaksanaan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh;
3. pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian, baik pengembangan hunian,
pembangunan hunian baru, maupun pembangunan kembali lingkungan
hunian;
4. pelaksanaan pembangunan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan
perdesaan; dan/atau
5. pengawasan terhadap pendayagunaan tanah dan air dalam pelaksanaan
pembangunan PKP.
Kemudian, harus memperhatikan:
1. proses pengadaan barang dan jasa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2. kesesuaian pemanfaatan lahan;
3. mutu dan kualitas hasil pekerjaan;
4. jenis dan kualitas material;
5. perizinan oleh Pemerintah Daerah;
6. pembiayaan dan pendanaan;
7. kode etik profesi;
8. solusi untuk mengatasi permasalahan pelaksanaan pembangunan PKP;
9. perlindungan terhadap hak Masyarakat untuk mendapatkan informasi
legalitas pembangunan perumahan;
10. ekosistem dan daya dukung lingkungan; dan
11. potensi dan kearifan lokal.
8 Pasal 11 Peran Masyarakat dalam pemanfaatan PKP dilakukan dengan cara memberi masukan
terhadap kesesuaian antara fungsi dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 Tentang
Peran Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman

2.1.4 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik


Indonesia Nomor 5 Tahun 2022 Tentang Petunjuk Operasional
Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Infrastruktur Pekerjaan Umum
Dan Perumahan Rakyat Tahun Anggaran 2022
Berdasarkan peraturan ini, menjelaskan terdapat 4 indikator kelayakan rumah
layak huni, diantaranya yaitu:
a. Ketahanan bangunan
Keselamatan bangunan meliputi pemenuhan standar keandalan komponen struktur
dan kualitas komponen non struktur bangunan. Persyaratan keselamatan meliputi
pemenuhan standar keandalan komponen struktur dan kualitas komponen non
struktur bangunan. Komponen struktur meliputi pondasi, sloof, kolom, balok, dan
rangka atap. Komponen non struktur bangunan meliputi lantai, dinding, kusen dan

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 14
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

daun pintu serta jendela, dan penutup atap. Penerima bantuan wajib memenuhi
persyaratan administrasi dan persyaratan teknis untuk menjamin keandalan dan
kelayakan bangunan.
b. Kecukupan luas tempat tinggal
Kecukupan minimum luas bangunan meliputi pemenuhan standar ruang gerak
minimum per-orang untuk kenyamanan hunian. Kecukupan minimum luas per
orang dihitung 7,2 meter persegi dengan tinggi ruang minimal 2,8 meter.
Pemenuhan luasan rumah memperhatikan ketersediaan lahan dan kemampuan
berswadaya.
c. Akses air minum layak
Akses air minum layak meliputi pemenuhan akses air minum yang terkoneksi dengan
sistem sanitasi di dalam bangunan.
d. Akses sanitasi layak
Akses sanitasi layak meliputi bangunan sebagai sarana mandi cuci kakus beserta
septictank yang layak, tempat sampah, saluran pembuangan air kotor, dan sistem
pembuangan air limbah. Akses sanitasi dapat berada di dalam rumah, halaman
rumah, atau komunal dengan jarak yang terjangkau. Urutan prioritas pemenuhan
kriteria rumah layak huni adalah ketahanan bangunan, akses sanitasi layak, akses air
minum layak, lalu kecukupan luas tempat tinggal. Selain memenuhi 4 indikator
tersebut, rumah layak huni juga memenuhi syarat kesehatan yang terdiri atas
pencahayaan dan penghawaan. Sarana penghawaan minimal 5% (lima persen) dari
luas lantai bangunan berupa bukaan jendela dengan memperhatikan sirkulasi udara.
Sarana pencahayaan minimal 10% (sepuluh persen) dari luas lantai bangunan
dengan memperhatikan sinar matahari. Pemenuhan indikator akses sanitasi dan
akses air minum layak dapat dilakukan dengan kerjasama lintas sektor dan lintas
program. 207 jdih.pu.go.id Dalam memenuhi indikator rumah layak huni tersebut,
dapat digunakan inovasi teknologi pembangunan/perbaikan rumah seperti RISHA,
RUSPIN, RIKA, BRIKON, teknologi ferosemen, teknologi kawat anyam, atau
teknologi lain yang laik untuk digunakan. Dalam hal pemenuhan persyaratan rumah
layak huni belum mencapai standar, menjadi tanggung jawab penerima bantuan
dengan pembinaan dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pemenuhan
persyaratan rumah layak huni dengan mempertimbangkan kearifan lokal diperlukan
untuk mengakomodir pemenuhan rumah layak huni bagi masyarakat yang tinggal
di wilayah tertentu.
Selanjutnya, terdapat beberapa acuan yang digunakan dalam pemenuhan syarat
layak huni dan penataan lingkungan antara lain:
a. SNI 03-1733 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Perumahan di Perkotaan;
b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 6/PRT/M/2006 tentang Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan;
c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Persyaratan
Teknis Bangunan Gedung;
d. Peraturan Menteri PUPR Nomor 5/PRT/M/2016 tentang Izin Mendirikan Bangunan;
e. Peraturan Menteri PUPR Nomor 14/PRT/M/2018 tentang Pencegahan dan
Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 15
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

f. Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor 403/KPTS/2002 tentang Pedoman Teknis


Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (RS Sehat).
Adapun bentuk bantuan dalam kebijakan ini dijelaskan bahwa pada kelompok
menu Rumah Swadaya, bantuan berupa uang yang diberikan kepada perseorangan
penerima bantuan untuk memperbaiki rumah dengan cara: (a) Membeli bahan
bangunan; dan (b) Membayar upah tukang/pekerja. Guna melaksanakan Bantuan
Pembangunan Baru Rumah Secara Swadaya atau Bantuan Peningkatan Kualitas Rumah
Secara Swadaya. Kemudian, pada menu Pembangunan Rumah Khusus, berupa bantuan
yang diberikan kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk Unit Rumah Khusus dapat
dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum skala perumahan berupa jalan
lingkungan, drainase lingkungan, air minum, sanitasi, dan sumber listrik.

Tabel 2.4 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2022 Tentang Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana Alokasi
Khusus Fisik Infrastruktur Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Tahun Anggaran
2022
No PP Pasal Keterangan
1 Permen PUPR Pasal 1 Bidang perumahan dan permukiman dilaksanakan untuk mendukung
No. 5/2022 DAK Fisik Reguler dengan arah kebijakan meningkatkan akses
masyarakat secara bertahap terhadap perumahan dan permukiman
layak dan aman yang terjangkau termasuk memperbaiki kehidupan
masyarakat di permukiman kumuh, lokasi afirmasi, KPPN, terdampak
bencana, terdampak program pemerintah, serta di daerah tertinggal,
perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar di Provinsi Kepulauan Riau,
Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Maluku
Utara, Papua dan Papua Barat.
2 Pasal 9 Menu kegiatan bidang perumahan dan permukiman yang akan
dilaksanakan dalam pengelolaan DAK Fisik terdiri dari:
1. Penanganan permukiman kumuh terintegrasi;
2. Bantuan stimulant peneyediaan rumah swadaya; dan
3. Penyediaan rumah khusus.
Pasal 10 Kriteria teknis dirumuskan melalui indeks teknis untuk rumah swadaya
dengan mempertimbangkan:
1. alokasi anggaran untuk penambahan nilai bantuan dan
program perumahan sejenis atau anggaran pendampingan
yang bersumber dari APBD, Anggaran Pendapatan Belanja
Desa, atau sumber dana lain yang sah.
2. proporsi jumlah kekurangan rumah (backlog) terhadap
jumlah rumah tangga;
3. proporsi jumlah rumah tidak layak huni terhadap jumlah
rumah;
4. tersedianya sistem pendataan rumah; dan
5. memiliki program prioritas penyediaan hunian layak dan
penanganan kawasan permukiman kumuh yang tercantum
dalam dokumen perencanaan meliputi rencana
pembangunan jangka menengah daerah, rencana strategis
bidang perumahan dan kawasan permukiman yang
didalamnya terdapat materi rencana strategis DAK Fisik,
rencana tata ruang wilayah provinsi/kabupaten/kota,
rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman, dan dokumen rencana pencegahan
dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
Selain kriteria teknis diatas, juga mempertimbangkan standar besaran
bantuan yang diberikan melalui pelaksanaan kegiatan DAK Fisik,

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 16
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

No PP Pasal Keterangan
disesuaikan dengan kewajaran harga yang harus dipenuhi dan
ditandatangani oleh pejabat daerah tertentu.
Kemudian, untuk rumah khusus mempertimbangkan:
1. jumlah penerima manfaat di lokasi yang diusulkan;
2. jumlah unit kebutuhan rumah khusus di lokasi yang
diusulkan;
3. kesesuaian dengan rencana tata ruang kabupaten/kota;
4. legalitas lahan;
5. ketersediaan listrik, air bersih, dan aksesibilitas; dan
6. pelaporan.
Pasal 17 DAK Fisik diprioritaskan untuk mendanai kegiatan fisik dan dapat
digunakan untuk mendanai Kegiatan Penunjang paling banyak 5%
(lima persen) dari alokasi bidang irigasi, jalan, air minum, sanitasi, serta
perumahan dan permukiman. Kegiatan Penunjang bidang perumahan
dan permukiman dialokasikan paling banyak 5% (lima persen) untuk
masing-masing menu rumah swadaya dan menu rumah khusus.
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2022 Tentang
Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Infrastruktur Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Tahun
Anggaran 2022

2.1.5 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik


Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Bantuan
Pembangunan Perumahan dan Penyediaan Rumah Khusus
Menurut PERMEN PUPR No. 7 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Bantuan
Pembangunan Perumahan Dan Penyediaan Rumah Khusus, pada Pasal 1 menyebutkan
bahwa Penyediaan Rumah Khusus adalah pembangunan rumah khusus yang berbentuk
rumah tunggal dan rumah deret dengan tipologi berupa rumah tapak atau rumah
panggung berserta prasarana, sarana, dan utilitas umum.
Di dalam PERMEN PUPR No. 7 Tahun 2022 Pasal 5 menyebutkan bahwa
Perumahan Selain Skala Besar diberikan untuk Perumahan Umum dapat berbentuk
rumah tunggal dan/atau rumah deret. Lebih lanjut pada pasal 68, bentuk penyediaan
rumah khusus, meliputi
a. Pembangunan rumah baru layak huni beserta prasarana, sarana, dan/atau
utilitas umum; dan/atau
b. Mebel meliputi lemari, tempat tidur, meja, dan kursi diberikan berdasarkan
arahan dan/atau persetujuan Menteri.
Rumah khusus (Pasal 69) dilakukan dengan ketentuan:
a. luas lantai bangunan rumah khusus paling rendah 28 m2 dan paling tinggi 36
m2; dan
b. Rumah khusus berbentuk rumah tunggal, rumah kopel atau rumah deret dengan
tipologi berupa rumah tapak atau rumah panggung.
Pembangunan Rumah khusus dilakukan dengan:
a. Mengembangkan Teknologi Dan Rancang Bangun Yang Ramah Lingkungan;
b. Mengutamakan Pemanfaatan Sumber Daya Dalam Negeri; Dan/Atau
c. Mempertimbangkan Aspek Lingkungan Dan Unsur Kearifan Lokal.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 17
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

Penerima manfaat Penyediaan rumah khusus berdasarkan pasal 71 meliputi


a. Petugas di wilayah perbatasan negara, lokasi terpencar di pulau terluar, daerah
terpencil, dan daerah tertinggal;
b. Masyarakat di wilayah perbatasan negara, lokasi terpencar di pulau terluar, daerah
terpencil, dan daerah tertinggal;
c. Masyarakat korban bencana, merupakan masyarakat yang harus meninggalkan
tempat tinggal asalnya akibat terkena dampak langsung dari bencana berupa
bencana alam skala nasional, bencana non alam dan/atau bencana sosial; dan
d. Masyarakat yang terkena dampak program pembangunan pemerintah pusat,
merupakan masyarakat yang harus meninggalkan tempat tinggal asalnya akibat
dampak program atau kegiatan pembangunan pemerintah pusat.
Adapun Mekanisme Pemberian Penyediaan Rumah Khusus Peraturan Menteri PUPR No.
7 Tahun 2022 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.5 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Bantuan Pembangunan Perumahan dan
Penyediaan Rumah Khusus
No Pasal Keterangan
1 Pasal 1 Penyediaan Rumah Khusus adalah pembangunan rumah khusus yang berbentuk
rumah tunggal dan rumah deret dengan tipologi berupa rumah tapak atau rumah
panggung berserta prasarana, sarana, dan utilitas umum.
2 Pasal 2 Pendanaan pelaksanaan Bantuan Pembangunan Perumahan dan Penyediaan Rumah
Khusus bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau sumber
dana lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3 Pasal 68 Bentuk Penyediaan Rumah Khusus meliputi:
1. pembangunan rumah baru layak huni beserta prasarana, sarana, dan/atau
utilitas umum; dan/atau
2. mebel.
4 Pasal 69 Pembangunan penyediaan rumah baru layak huni dilakukan dengan ketentuan:
1. luas lantai bangunan rumah khusus paling rendah 28 m2 (dua puluh delapan
meter persegi) dan paling tinggi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi); dan
2. Rumah khusus berbentuk rumah tunggal, rumah kopel atau rumah deret
dengan tipologi berupa rumah tapak atau rumah panggung.
Kemudian bentuk penyediaan rumah khusus dilakukan dengan:
1. mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan;
2. mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri; dan/atau
3. mempertimbangkan aspek lingkungan dan unsur kearifan lokal.
5 Pasal 72 Tahapan pelaksanaan Penyediaan Rumah Khusus meliputi:
1. permohonan Penyediaan Rumah Khusus;
2. verifikasi;
3. penetapan penerima Penyediaan Rumah Khusus;
4. perencanaan teknis;
5. pembangunan rumah khusus; dan
6. serah terima dan pengelolaan rumah khusus.
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang
Pelaksanaan Bantuan Pembangunan Perumahan dan Penyediaan Rumah Khusus

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 18
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

2.1.6 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan


Nasional Terkait Pengadaan Lahan
A. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 6 Tahun 2020 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor
62 Tahun 2018 Tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka
Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Nasional
Sesuai dengan Peraturan Menteri ATR/ BPN No.6 tahun 2020 menjelaskan bahwa
penanganan dampak sosial menjelaskan bahwa penanganan masalah sosial berupa
pemberian santunan untuk pemindahan masyarakat yang menguasai tanah yang
akan digunakan untuk pembangunan nasional. Dalam penanganan Dampak Sosial
Kemasyarakatan dilaksanakan melalui beberapa tahapan diantaranya :
1) Persiapan ;
Pada tahapan persiapan dilakukan dengan menyiapkan dokumen rencana
penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan yang disampaikan kepada gubernur
oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah yang tanahnya akan digunakan untuk pembangunan
nasional dan dikuasai oleh Masyarakat. Dalam hal penanganan dampak sosial
akan dilakukan oleh pemerintah provinsi, Gubernur membentuk Tim Terpadu.
Tim Terpadu yang dipilih melakukan persiapan yang dituangkan dalam rencana
kerja dengan paling sedikit memuat :
❖ Rencana waktu dan jadwal pelaksanaan
❖ Agenda pelaksanaan tahapan persiapan
❖ Rencana pendanaan dan pembiayaan operasional dampak sosial
❖ Rencana kebutuhan bahan dan peralatan
❖ Identifikasi permasalahan dan kendala teknis
❖ Alternatif strategi dan solusi terhadap hambatan dan kendala
❖ Perkiraan pemberian nilai santunan awal
❖ Rekomendasi daftar masyarakat yang berhak menerima santunan
❖ Rekomendasi mekanisme dan tata cara pemberian santunan
❖ Bentuk dan mekanisme monitoring
2) Pendataan, Verifikasi dan Validasi;
Setelah melaksanakan persiapan, Tim Terpadu bersama satuan tugas melakukan
pemberitahuan kepada pihak yang berhak melalui Lurah/Kepala Desa atau nama
lain yang setara dengan itu.
Pendataan yang dapat dikumpulkan pada proses ini melakukan pengumpulan
data paling sedikit :
❖ Nama, Pekerjaan dan alamat pihak yang menguasai/ menggarap/ menyewa
❖ Nomor induk kependudukan atau identitas diri lainnya
❖ Bukti penguasaan, lama penguasaan, bangunan, tanaman dan/atau benda
yang berdiri di atas tanah

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 19
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

❖ Luas dan jenis bangunan, jumlah dan jenis tanam tumbuh dan benda lain
yang berdiri di atas tanah
Hasil pengumpulan data yang telah dilakukan kemudian di verifikasi dan di
validasi berdasarkan kriteria, sebagai berikut :
❖ Telah menguasai dan memanfaatkan tanah secara fisik paling singkat 10
(sepuluh) tahun secara terus menerus; dan
❖ Menguasai dan memanfaatkan tanah dengan itikad baik secara terbuka, serta
tidak diganggu gugat, diakui dan dibenarkan oleh pemilik hak atas tanah
dan/atau Lurah/Kepala Desa setempat.
Hasil verifikasi dan validasi masyarakat yang memenuhi kriteria dibuat dalam
bentuk daftar masyarakat yang berhak mendapatkan santunan paling sedikit
memuat :
❖ Indentitas masyarakat yang menguasai/ menggarap/ menyewa
❖ Lama penguasaan
❖ Bukti penguasaan
❖ Jenis, jumlah dan luas bangunan
❖ Jenis dan jumlah tanam tumbuh, dan
❖ Benda lain yang berkaitan dengan tanah
3) Penetapan Penilai;
Instansi yang memiliki tanah mengusulkan penilai untuk menghitung besaran nilai
santunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengadaan barang/jasa pemerintah. Dalam hal ini penilai bertugas melakukan
penilaian besarnya santunan, meliputi :
❖ Biaya pembersihan segala sesuatu yang berada diatas tanah
❖ Mobilisasi
❖ Sewa rumah paling lama 12 (dua belas) bulan
❖ Tunjangan kehilangan pendapatan dan pemanfaatan tanah. Tunjangan
tersebut meliputi biaya pengganti bangunan dan tanam tumbuh.
4) Pemberian Santunan atau relokasi;
Berdasarkan penetapan Gubernur/Bupati/Walikota instansi yang memiliki tanah
melaksanakan pemberian santunan kepada masyarakat. Santunan yang diberikan
bisa dalam bentuk uang atau relokasi. Pelaksanaan pemberian santunan yang
berupa uang dapat diberikan dalam bentuk tunai atau melalui transaksi
perbankan. Pemberian santunan dalam bentuk uang disiapkan oleh Instansi yang
memiliki tanah dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah keputusan
Gubernur/ Bupati/Walikota. Sedangkan pemberian santunan dalam bentuk
relokasi dilakukan oleh instansi yang memiliki tanah dengan berkoordinasi
dengan Tim Terpadu, pemberian santunan dalam bentuk relokasi dilakukan oleh
instansi pemilik tanah dalam jangka waktu 1 (satu) tahun.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 20
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

5) Penitipan uang santunan;


Penitipan uang santunan dilakukan dalam hal :
❖ Pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya uang santunan dan
tidak mengajukan keberatan ke pengadilan negeri
❖ Pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya uang santunan
berdasarkan putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
❖ Pihak yang berhak tidak diketahui keberadaannya
❖ Dalam hal pihak yang berhak telah diundang secara patut tidak hadir dan
tidak memberikan kuasa;
6) Pendokumentasian dan pengadministrasian.
Tim Terpadu melakukan pengumpulan, pengelompokan, pengolahan dan
penyimpanan data Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan. Data
Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan disimpan, didokumentasikan dan
diarsipkan oleh Instansi yang memiliki tanah.
Setelah melakukan penanganan dampak sosial telah dilakukan, Gubernur/
Bupati/ Walikota diharuskan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan secara berjenjang.

Tabel 2.6 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 6 Tahun 2020 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 62
Tahun 2018 Tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka
Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Nasional
No Pasal Keterangan
1 Pasal 1 Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan adalah penanganan masalah sosial
berupa pemberian santunan untuk pemindahan masyarakat yang menguasai tanah
yang akan digunakan untuk pembangunan nasional.
2 Pasal 2 Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dilaksanakan oleh Gubernur. Dalam hal
dan 3 ini, Gubernur dapat melibatkan pegawai di lingkungan unit kerjanya, serta dapat
mendelegasikan kewenangan Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan kepada
Bupati/Walikota dengan mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, kondisi geografis
dan sumber daya manusia.
3 Pasal 33 Biaya yang dibutuhkan untuk Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan, meliputi:
dan 34 1. persiapan;
2. pendataan, verifikasi dan validasi;
3. penetapan penilai;
4. pemberian santunan atau relokasi;
5. penitipan uang santunan;
6. pendokumentasian dan pengadministrasian Penanganan Dampak Sosial
Kemasyarakatan; dan
7. pengosongan/eksekusi.
Selain biaya di atas, dibutuhkan juga biaya untuk sosialisasi, administrasi dan
pengelolaan, pemantauan dan evaluasi serta penyerahan hasil Penanganan Dampak
Sosial Kemasyarakatan.
Kemudian, biaya-biaya tersebut mempertimbangkan luasan objek Penanganan
Dampak Sosial Kemasyarakatan, jumlah masyarakat (KK) dan jumlah bidang yang
terkena Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan, letak geografis, nilai santunan
dan sarana prasarana yang tersedia.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 21
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

B. Peraturan Menteri ATR/BPN No. 19/2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan


Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Pengadaan tanah merupakan kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi
Ganti kerugian yang layak dan adil. Dalam pengadaan tanah diperlukan Dokumen
Perencanaan Pengadaan Tanah yang selanjutnya disingkat DPPT adalah dokumen
yang disusun dan ditetapkan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah dalam tahapan
perencanaan pengadaan tanah berdasarkan studi kelayakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dalam menyusun Dokumen Perencanaan
Pengadaan Tanah disusun berdasarkan studi kelayakan yang mencakup:
a) Survei Sosial Ekonomi
Survey Sosial Ekonomi dilakukan untuk menghasilkan kajian mengenai kondisi
sosial ekonomi masyarakat yang diperkirakan terkena dampak Pengadaan Tanah,
yang dipergunakan sebagai bahan dasar perumusan lebih lanjut terhadap:
❖ Maskud dan tujuan rencana pembangunan
❖ Gambaran umum status tanah
❖ Perkiraan nilai tanah
b) Kelayakan Lokasi
Kelayakan lokasi dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai kesesuaian fisik
lokasi dengan rencana pembangunan yang akan dilaksanakan untuk Kepentingan
Umum yang dituangkan dalam bentuk peta rencana lokasi pembangunan, yang
dipergunakan sebagai bahan dasar perumusan lebih lanjut terhadap:
❖ Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dan prioritas pembangunan
nasional/ daerah
❖ Letak tanah
❖ Luas tanah yang dibutuhkan
❖ Gambaran umum status tanah
❖ Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah
❖ Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan
❖ Perkiraan nilai tanah
❖ Rencana penganggaran
c) Analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat
Analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat dilakukan
untuk menghasilkan analisis mengenai biaya yang diperlukan dan manfaat
pembangunan yang diperoleh bagi wilayah dan masyarakat, yang dipergunakan
sebagai bahan dasar perumusan lebih lanjut terhadap:
❖ Maksud dan tujuan rencana pembangunan
❖ Rencana penganggaran

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 22
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

d) Perkiraan nilai tanah


Perkiraan nilai tanah dilakukan untuk menghasilkan perkiraan besarnya nilai
Ganti Kerugian Objek Pengadaan Tanah, yang dipergunakan sebagai bahan dasar
perumusan lebih lanjut terhadap:
❖ Gambaran umum status tanah
❖ Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah
❖ Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pembangunan
❖ Perkiraan Nilai Tanah
❖ Rencana Penganggaran
❖ Preferensi bentuk Ganti Kerugian
e) Dampak lingkungan dan Dampak sosial yang mungkin timbul akibat dari
pengadaan tanah dan pembangunan
Dampak Lingkungan dan Dampak Sosial dilakukan untuk menghasilkan analisis
mengenai Dampak Lingkungan hidup atau dokumen lingkungan hidup lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, yang dipergunakan
sebagai bahan perumusan lebih lanjut terhadap:
❖ Maksud dan tujuan rencana pembangunan
❖ Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah
❖ Perkiraan Jangka Waktu Pelaksanaan Pembangunan
❖ Rencana Penganggaran
f) Studi lain yang diperlukan
g) Studi lain yang diperlukan hasil studi yang secara khusus diperlukan.

Tabel 2.7 Peraturan Menteri ATR/BPN No. 19/2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
No Pasal Keterangan
1 Pasal 3 Dokumen Perencanaan Pengadaan tanah (DPPT) disusun berdasarkan studi kelayakan
yang mencakup:
1. survei sosial ekonomi;
2. kelayakan lokasi;
3. analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat;
4. perkiraan nilai tanah;
5. Dampak Lingkungan dan Dampak Sosial yang mungkin timbul akibat dari
Pengadaan Tanah dan pembangunan; dan
6. studi lain yang diperlukan.
2 Pasal 81 Tahapan pelaksanaan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum meliputi:
1. penyiapan pelaksanaan;
2. inventarisasi dan identifikasi;
3. penetapan Penilai;
4. musyawarah penetapan bentuk Ganti Kerugian;
5. pemberian Ganti Kerugian;
6. pemberian Ganti Kerugian dalam keadaan khusus;
7. penitipan Ganti Kerugian;
8. pelepasan Objek Pengadaan Tanah;

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 23
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

No Pasal Keterangan
9. pemutusan hubungan hukum antara Pihak yang Berhak dengan Objek Pengadaan
Tanah;
10. pendokumentasian data pelaksanaan pengadaan tanah; dan
11. pengambilan Ganti Kerugian.
3 Pasal 115 Bentuk Ganti Kerugian berupa:
1. uang;
2. tanah pengganti;
3. permukiman kembali;
4. kepemilikan saham; atau
5. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
4 Pasal 143 Anggaran penyusunan DPPT dapat bersumber dari:
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
3. anggaran badan hukum milik negara/badan usaha milik negara/badan usaha milik
daerah yang mendapat penugasan khusus; dan/atau
4. sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sumber: Peraturan Menteri ATR/BPN No. 19/2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

2.1.7 Surat Edaran Direktur Jenderal Perumahan Nomor 14/SE/Dr/2022


tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Program Bantuan
Pembangunan Rumah Swadaya
Penyelenggaraan perumahan swadaya dilaksanakan dalam rangka memenuhi
hak dasar rakyat Indonesia untuk bertempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang
sehat. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Perumahan No. 14/SE/Dr/2022 tujuan
yang ingin dicapai dalam Program Bantuan Pembangunan Rumah Swadaya adalah
mendorong dan meningkatkan keswadayaan masyarakat guna memenuhi kebutuhan
rumah layak huni secara swadaya. Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Sejahtera dan
Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS Sejahtera/BSPS) terdiri dari jenis kegiatan
peningkatan kualitas rumah swadaya dan pembangunan baru rumah swadaya.
Pada tahap penyelengaraannya, terdapat organisasi yang terdiri atas berbagai
unsur seperti tingkat pusat, wilayah, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan,
desa/kelurahan. Tahapan penyelenggaraan kegiatan BSPS Sejahtera dan BSPS secara garis
besar meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian,
dan pemanfaatan.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 24
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

Gambar 2.2 Tahapan Kegiatan BSPS Sejahtera/BSPS

A. Persiapan Kegiatan
1. Pemrograman
a. Perencanaan Program
b. Peganggaran
2. Penetapan Lokasi Kegiatan
a. Pengusulan Kegiatan
b. Verifikasi/Penilaian Usulan
c. Penetapan Lokasi
d. Seleksi/Pengolahan Validasi Data
e. Penyampaian Daftar Calon Penerima Bantuan

B. Perencanaan Kegiatan
1. Penyiapan Kegiatan
a. Penugasan Tim Pelaksana
b. Penunjukan Bank/Pos
c. Pembekalan dan Mobilisasi Tim Pelaksana
d. Penyiapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Bahan Bangunan
e. Verifikasi Data Calon Penerima Bantuan
f. Penetapan Lokasi Desa/Kelurahan dan Calon Penerima Bantuan

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 25
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

2. Penyiapan Masyarakat
a. Pengorganisasian Calon Penerima Bantuan
b. Sosialisasi dan Penyuluhan
c. Identifikasi Kebutuhan Perbaikan Rumah
d. Survei Pemilihan Toko/Penyedia Bahan Bangunan
e. Penyusunan Proposal
f. Pengusulan Proposal
g. Verifikasi dan Persetujuan Proposal
C. Pelaksanaan Kegiatan
1. Penetapan Penerima, Pencairan, dan Penyaluran Bantuan
a. Penetapan Penerima Bantuan
b. Pencairan Dana Bantuan
c. Penyaluran Dana Bantuan
2. Penggunaan Bantuan
a. Penyusunan Daftar Rencana Penggunaan Dana Bantuan (DRPB)
b. Kontrak Toko/Penyedia Bahan Bangunan
c. Pembelian Bahan Bangunan
3. Pekerjaan Rumah Fisik
a. Penunjukan Tukang/Pekerja
b. Pekerjaan Perbaikan/Pembangunan Rumah
4. Pertanggungjawaban Bantuan
a. Pembayaran Upah Kerja
b. Penyusunan Laporan Penggunaan Dana
5. Pekerjaan Fisik Pembangunan PSU
a. Pengadaan
b. Pekerjaan Fisik Pembangunan PSU
c. Pertanggungjawaban Bantuan
d. Penyerahan Bantuan
D. Pengawasan dan Pengendalian
1. Mekanisme Pengawasan dan Pengendalian
a. Pengawasan dan pengendalian dimaksudkan untuk menjaga kualitas
pelaksanaan kegiatan BSPS Sejahtera/BSPS sesuai dengan target yang
ditetapkan. Target yang dimaksud meliputi ketepatan sasaran, ketepatan
waktu, ketepatan target keuangan, ketepatan kualitas output berupa rumah
layak huni, dan kualitas dokumen administrasi pertanggungjawaban kegiatan.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 26
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

b. Pengawasan dan pengendalian dilakukan baik secara langsung maupun tidak


langsung. Pengawasan dan pengendalian secara langsung dilakukan dengan
kunjungan lapangan, sedangkan tidak langsung melalui aplikasi sistem
informasi yang dilakukan secara terus menerus. Untuk pengawasan tidak
langsung dapat ditunjuk satu orang asisten di bawah PPK yang berkompeten
untuk dapat melakukannya secara berkala.
c. Dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian, dilakukan pemeriksaan
pekerjaan, penilaian target capaian, identifikasi permasalahan dan faktor
penyebab, identifikasi temuan akibat ketidaksesuaian target dan realisasi,
rekomendasi perbaikan, pelaksanaan rekomendasi perbaikan, dan supervisi
terhadap tindak lanjut pelaksanaan rekomendasi yang dilakukan.
d. Tanggung jawab pengendalian dilakukan secara berjenjang mulai dari TFL,
Korkab/kot, Tim Verifikasi, Konsultan Provinsi, PPK, Satker, dan Balai
Pelaksana Penyediaan Perumahan di wilayah masing-masing.
e. Hasil temuan dan rekomendasi perbaikan atas pengawasan dan pengendalian
dituangkan dalam laporan tertulis sesuai Format II-41 diverifikasi oleh atasan
langsung, disetujui oleh PPK/Satker/Balai sesuai jenjang pengawasan.
f. Laporan ditembuskan ke penanggung jawab, atasan penanggung jawab, PPK,
Kasatker, dan/atau Balai. Berdasarkan laporan temuan tersebut, dilakukan
perbaikan oleh pelaksana/penanggung jawab temuan sesuai rekomendasi
dalam batas waktu yang disepakati. Pengendalian terhadap pelaksanaan
perbaikan dilakukan secara berjenjang.
2. Pelaporan
a. Alur Pelaporan
Alur pelaporan dilakukan berdasarkan hirarki pelaporan berdasarkan struktur
organisasi pelaku kegiatan BSPS Sejahtera/BSPS. Dalam pelaksanaan BSPS
Sejahtera/BSPS, pelaporan dilaksanakan secara bertahap mulai dari penerima
bantuan hingga ke Direktorat Jenderal Perumahan.
b. Jenis Laporan
Pelaporan dilakukan secara berjenjang sesuai kewenangannya. Laporan
kegiatan BSPS Sejahtera/BSPS terdiri dari laporan reguler dan laporan
khusus/tematik
E. Pemanfaatan
1. Penghunian dan Pemeliharaan
Penerima bantuan wajib segera menghuni dan memelihara rumah yang telah
selesai dibangun atau diperbaiki. Dalam hal penerima bantuan memperoleh
bantuan PSU, masyarakat wajib mengelola dan memelihara hasil pembangunan
PSU.
2. Pembinaan
Pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan untuk menjamin
rumah serta lingkungan dihuni, dipelihara, dan dikelola sesuai peruntukan oleh
penerima bantuan.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 27
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

2.2 KEBIJAKAN TERKAIT PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN


PADA TINGKAT DAERAH
2.2.1 Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029
A. Tujuan Dan Sasaran
Tujuan Penataan Ruang Jawa Barat Mewujudkan tata ruang wilayah yang efisien,
berkelanjutan dan berdayasaing menuju Provinsi Jawa Barat Termaju di Indonesia.
Sasaran Penataan Ruang :
a. tercapainya ruang untuk kawasan lindung seluas 45% dari wilayah Jawa Barat
dan tersedianya ruang untuk ketahanan pangan;
b. terwujudnya ruang investasi melalui dukungan infrastruktur strategis;
c. terwujudnya ruang untuk kawasan perkotaan dan perdesaan dalam sistem
wilayah yang terintegrasi; dan
d. terlaksananya prinsip mitigasi bencana dalam penataan ruang.

B. Kebijakan dan Strategi Pemanfaatan Ruang


Struktur tata ruang wilayah Jawa Barat, berdasarkan pada pola pembangunan,
dibagi menjadi beberapa wilayah pengembangan (WP). Pembagian WP ini
bertujuan untuk membentuk keterkaitan antara pusatpusat pertumbuhan yang
terintegrasi sehingga masing-masingdaerah dapat menentukan arah pergerakan
perekonomian. Setiap WP terdiri atas wilayah pengembangan utama dan wilayah
penunjang. Wilayah utama berperan sebagai penggerak pertumbuhan dan
perekonomian, sedangkan wilayah penunjang berperan sebagai penopang
pertumbuhan wilayah utama. Di dalam struktur tata ruang Jawa Barat, Wilayah
Kabupaten Bekasi merupakan bagian dari 3 pusat pertumbuhan utama dalam skala
pelayanan nasional, yaitu Metropolitan Bodebek (Bogor, Depok, Bekasi), Bandung,
dan Cirebon.
Rencana tata ruang untuk Kawasan Andalan Bodebek diarahkan untuk
meningkatkan efisiensi pembangunan kawasan perkotaan, mengendalikan
pembangunan kawasan industri agar berkelanjutan dan ramah lingkungan, serta
mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan-kawasan pengembangan di sekitarnya.
Jenis sektor unggulan untuk Kawasan Bodebek adalah sektor Industri, pariwisata,
perdagangan dan jasa, pendidikan dan pengetahuan. Kabupaten Bekasi sendiri,
sektor unggulan atau sektor yang memiliki peran relatif besar di Jawa Barat dan
cenderung untuk terus berkembang adalah industri pengolahan. Rencana
pengembangan Pantura (Pantai Utara Jakarta) bersama dengan Tanggerang,
Subang, Karawang dan Indramayu: dijadikan kawasan pengembangan budidaya
untuk lahan pertanian tanaman pangan lahan basah beririgasi teknis Rencana Tata
Ruang Kawasan Tertentu diarahkan sebagai kawasan pengembangan perkotaan
yang berorientasi pada pengembangan industri dan permukiman perkotaan.
Kawasan untuk industri meliputi areal seluas 18.000 Ha dan kawasan permukiman
perkotaan seluas 12.000 Ha. Dalam rencana struktur ruang Kecamatan Setu
merupakan bagian dari Kawasan Andalan Bodebek dan untuk rencana pola ruang
yang terkait Kawasan Andalan Bodebek di WP II dan WP III Kabupaten Bekasi di

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 28
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

arahkan untuk pengembangan pola ruang permukiman, industri, sawah, dan


pariwisata.

C. Pola ruang
Kabupaten Bekasi dalam Pola Ruang RTRW Provinsi Jabar sebagai Berikut
1) Kawasan Lindung
a. Kabupaten Bekasi masuk kedalam Kawasan suaka alam berupa Kawasan
pantai mangrove yang berada di Muara Gembong
b. Pada Pasal 34 menjelaskan bahwa Bekasi masuk kedalam Kawasan rawan
bencana alam, meliputi : Gelombang Pasang dan Rawan Banjir
c. Pasal 35 Kawasan lindung geologi berupa:
❖ Kawasan konservasi lingkungan geologi Berupa Karts
❖ Kawasan rawan bencana alam geologi berupa kawasan rawan abrasi
d. Kawasan perlindungan alam plasma nutfah eks-situ di Muara Gembong,
terletak di Kabupaten Bekasi;
2) Kawasan Budidaya:
a. Kawasan hutan produksi
b. Kawasan pertanian Tanaman Pangan
c. Kawasan perikanan
d. Pariwisata (Kawasan Wisata Industri dan Bisnis dan Wisata Agro)

2.2.2 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi


Rencana pengembangan permukiman di wilayah Kabupaten Bekasi diselaraskan
dengan meningkatnya jumlah penduduk yang membutuhkan prasarana dan sarana
permukiman yang memenuhi kelayakan dan mampu menunjang aktivitas masyarakat
dalam berkehidupan dan berpenghidupan. Dalam arahan pola ruang RTRW Kabupaten
Bekasi tahun 2011-2031, rencana kawasan permukiman meliputi, pengembangan:
Kawasan permukiman, terdiri dari:
1. Kawasan permukiman eksisting berlokasi tersebar diseluruh kecamatan seluas
+13.918 Ha.
2. Kawasan pengembangan permukiman perkotaan berlokasi di Kecamatan Cibitung,
Karang Bahagia, Tambun Utara, Sukatani, Sukawangi, Cikarang Timur, Cikarang
Pusat, Tambun Selatan, Serang Baru, Setu, Cikarang Selatan, Cikarang Barat, dengan
luas + 24.312,98 Ha
3. Kawasan pengembangan permukiman perdesaan antara lain di Kecamatan
Cibarusah, Bojongmangu, dan Serang Baru dengan luas + 4.906,52 Ha.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 29
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

Tabel 2.8 Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman di Kabupaten Bekasi


Luas
No Rencana Permukiman Lokasi Keterangan
(Ha)
1 Permukiman eksisting Tersebar diseluruh 13.918 -
kecamatan
2 Pengembangan Kec. Cibitung; 41.907 ✓ Pengembangan hunian vertikal
Permukiman Kawasan Kec.Karang Bahagia; berupa rusunami dan rusunawa
Perkotaan Kec.Tambun Utara; diperkotaan dan kawasan
Kec.Sukatani; industri;
Kec.Sukawangi; ✓ Pengembangan kawasan
Kec.Cikarang Timur; permukiman mandiri; dan
Kec.Cikarang Pusat; ✓ Peningkatan sarana dan
Kec.Tambun Selatan; prasarana dasar permukiman.
Kec.Serang Baru;
Kec.Setu;
Kec.Cikarang Selatan;
Kec.Cikarang Barat.
3 Pengembangan Kec.Babelan; 3.515 ✓ Pengembangan hunian
Permukiman Kawasan Kec.Muaragembong; horizontal;
Perdesaan Kec.Cabangbungin; ✓ Peningkatan sarana dan
Kec.Cibarusah; prasarana dasar permukiman.
Kec.Bojongmangu;
Kec.Serang Baru.
Sumber : RTRW Kabupaten Bekasi, 2011-2031

2.2.3 RP3KP Provinsi Jawa Barat Tahun 2019 - 2039


Dalam Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan
Permukiman di Provinsi Jawa Barat Tahun 2019-2039, terdapat misi & misi yang
meliputi:
A. Misi 1, mewujudkan pelayanan dan ketersediaan perumahan yang layak huni dan
terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, dengan tujuan:
1) Melakukan fasilitasi penyediaan perumahan bagi MBR di perkotaan dan
perdesaan;
2) Mendorong pemenuhan kebutuhan perumahan formal untuk seluruh segmentasi
masyarakat secara merata;
3) Mengembangkan perumahan sebagai antisipasi rencana pembangunan kawasan
strategis dan kawasan skala besar sesuai dengan prinsip-prinsip pengendalian
pemanfaatan ruang;
4) Meningkatkan kualitas rumah layak huni; dan
5) Menjamin terselenggaranya tertib bangunan gedung provinsi Jawa Barat.
B. Misi 2, mewujudkan kawasan permukiman yang berkualitas, produktif, aman, dan
berkelanjutan, dengan tujuan:
1) Mewujudkan upaya pengurangan luasan permukiman kumuh; dan
2) Mewujudkan peningkatan kualitas kawasan permukiman khusus.
C. Misi 3, mewujudkan peningkatan akses infrastruktur dasar permukiman yang terpadu
dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat, dengan tujuan:
1) Mewujudkan peningkatan cakupan pelayanan infrastruktur dasar permukiman;
2) Mewujudkan peningkatan akses pelayanan infrastruktur permukiman regional.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 30
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

D. Misi 4, mewujudkan tertib tata kelola pertanahan guna mendukung pelaksanaan


pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, dengan tujuan mewujudkan
pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman melalui tertib tata kelola pertanahan; dan
E. Misi 5, mewujudkan penyelenggaraan pembangunan PKP yang didukung oleh
kesiapan dan kerjasama kelembagaan dan pembiayaan, dengan tujuan:
1) Meningkatkan peran dan kerjasama kelembagaan;
2) Meningkatkan partisipasi masyarakat; dan
3) Meningkatkan kesiapan dukungan pembiayaan penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman.
Berkaitan dengan RP3KP Provinsi Jawa Barat, arahan kawasan perumahan dan
permukiman untuk Kabupaten Bekasi adalah peningkatan akses infrastruktur dasar
permukiman yang terpadu dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat meliputi
pengembangan pemanfaatan sampah sebagai energi di TPA TPA di Daerah Kabupaten
Bogor, Daerah Kabupaten Bekasi, Daerah Kota Bekasi, Daerah Kota Bogor, dan Daerah
Kota Depok;

2.2.4 RPJMD Kabupaten Bekasi


Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Bekasi tahun 2017 - 2022. Visi Pembangunan Kabupaten Bekasi tahun 2017 - 2022
adalah:
“BERSINAR 2022”
“Berdaya saing, Sejahtera, Indah, dan Ramah Lingkungan)”

Makna visi “ Bersinar 2022” adalah:


Berdaya Kondisi daerah dan masyarakat Kabupaten Bekasi yang memiliki
Saing keunggulan komparatif baik sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru
maupun kualitas SDM yang mampu menjawab berbagai tantangan
regional maupun global
Sejahtera Kondisi Kabupaten Bekasi yang mampu menjamin warganya dalam
keadaan makmur, sehat dan aman. Terpenuhinya berbagai kebutuhan
dasar masyarakat serta kemudahan bagi masyarakat dalam berkarya dan
mengaktualisasi diri.
Indah Kondisi lingkungan dan tata kota Kabupaten Bekasi yang nyaman dan
indah sebagai citra diri Kabupaten Bekasi yang maju dan modern
Ramah Pelaksanaan pembangunan senantiasa memperhatikan kelestarian
Lingkungan lingkungan serta prinsip keberlanjutan untuk menjamin daya dukung
lingkungan sehingga dapat dirasakan oleh generasi mendatang

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 31
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

Untuk menjabarkan Visi Kabupaten Bekasi, ditetapkan menjadi 8 (delapan) Misi


yaitu:
1. Meningkatkan kinerja tata kelola pemerintahan yang responsif, profesional,
transparan dan akuntabel.
2. Memantapkan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.
3. Memantapkan perekonomian daerah melalui penguatan sektor pertanian,
perindustrian, perdagangan, dan pariwisata.
4. Meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pengembangan
Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Koperasi.
5. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pemantapan penyediaan
kebutuhan dasar yang layak.
6. Mewujudkan Kabupaten Bekasi yang lebih Nyaman dan Asri melalui penataan
ruang dan pembangunan infrastruktur yang terpadu.
7. Mewujudkan lingkungan masyarakat yang Agamis dan Tentram melalui
pengembangan nilai-nilai budaya lokal.
8. Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang
berkelanjutan.

Penjabaran visi & misi Kabupaten Bekasi Tahun 2017-2022 yang terkait dengan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman adalah:
1. Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Melalui Pemantapan Penyediaan
Kebutuhan Dasar Yang Layak
2. Menyediakan hunian yang sehat,nyaman dan asri, dengan sasaran
Meningkatnya kualitas lingkungan perumahan dan kawasan permukiman

2.3 TINJAUAN PUSTAKA


2.3.1 Relokasi Permukiman
A. Pengertian Relokasi
Relokasi atau resettlement merupakan proses pemindahan penduduk dari lokasi
permukiman yang tidak sesuai dengan peruntukannya ke lokasi baru yang disiapkan
sesuai dengan rencana pembangunan kota. Relokasi atau pemindahan permukiman
dilakukan terhadap lokasi permukiman yang peruntukkannya bukan untuk
perumahan atau lokasi permukiman yang rawan bahaya. Relokasi juga perlu
memerhatikan aspek fisik permukiman sehingga diharapkan tidak menimbulkan
masalah baru di lokasi tujuan. Jha et. Al (2010:77) menjelaskan relokasi sebagai
sebuah proses dimana permukiman masyarakat, aset dan infrastruktur publik
dibangun kembali di lokasi lain.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 32
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

B. Latar Belakang Adanya Relokasi Permukiman


Asian Development Bank (November 1995) menyampaikan laporan hasil studinya
yang menunjukkan bahwa banyak kebijakan dan peristiwa yang seringkali menjadi
penyebab program relokasi (resettlement), antara lain:
1. Proyek pemerintah yang memerlukan pembebasan tanah untuk keperluan
pembangunan sarana prasarana kota, pembuatan waduk, pembuatan rel kereta
api atau jalan bebas hambatan, untuk keperluan jaringan listrik dan telepon;
2. Kondisi force majour, seperti bencana alam, kebakaran, perang dan kerusuhan.

C. Keberhasilan dan Kegagalan Relokasi Pemukiman


Asian Development Bank menyebutkan bahwa kegiatan permukiman kembali
relokasi adalah prioritas penanganan permasalahan permukiman yang sedapat
mungkin untuk dihindari. Hal ini dikarenakan program-program seperti
pemindahan ke wilayah lain (transmigrasi), penggusuran untuk kepentingan proyek
dan pemindahan paksa untuk eksploitasi sumber daya alam di beberapa tempat
selalu menyisakan masalah, tidak saja menyangkut kerugian materil di lokasi lama
tetapi juga kesulitan-kesulitan atau masalah yang dihadapi korban di lokasi baru.
Sumber-sumber produktif termasuk lahan, pendapatan dan mata pencaharian dapat
hilang. Kultur budaya dan kegotongroyongan yang ada dalam masyarakat dapat
menurun. Kehilangan sumber kehidupan dan pendapatan dapat mendorong
timbulnya eksploitasi ekosistem, kesulitan hidup, ketegangan, dan kemiskinan (ADB,
Nopember 1995).
Oleh karenanya penanganan permasalahan permukiman dengan relokasi harus
memperhatikan berbagai tinjauan, tidak hanya fisik, tetapi juga sosial budaya
masyarakat dan kesempatan untuk aktualisasi diri dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya di lokasi baru sehingga diharapkan kegiatan relokasi dapat
memberikan manfaat nyata bagi setiap elemen masyarakat.
Namun pada kenyataannya, kegiatan relokasi banyak mengalami kegagalan. Salah
satu bentuk kegagalan kegiatan relokasi pasca bencana adalah kembalinya
masyarakat terkena dampak ke lokasi lama. Jha dkk. (2010:79) menyebutkan
beberapa penyebab permukiman relokasi ditinggalkan oleh penghuninya di
antaranya:
1. Pemukiman dirancang menggunakan pola penggunaan lahan yang tidak sesuai
dengan identitas masyarakat yang tidak memungkinkan terjadinya
pengelompokan kerabat dan lingkungan kelompok penting untuk ikatan social
di daerah pedesaan.
2. Ada cukup ruang untuk alat gudang, peternakan, dan kebutuhan pertanian
lainnya, serta kondisi tanah yang buruk, bersama dengan kurangnya irigasi, alat-
alat, input pertanian, dan peternakan, sehingga sulit untuk membangun kembali
mata pencaharian berbasis pertanian di daerah pertanian.
3. Kesalahan desain rumah dan konstruksi (seperti kurangnya perlindungan
termal), dimensi petak tanah yang terbatas, kesulitan memperluas dan
meningkatkan kualitas rumah, dan kurangnya ruang untuk kegiatan domestik
dan mata pencaharian.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 33
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

4. Akses yang buruk dan kurangnya transportasi umum, khususnya ke pasar dan
fasilitas sosial.
5. Konflik dan persaingan dengan masyarakat lama atau masyarakat sekitar yang
tidak menerima keuntungan dari kegiatan relokasi permukiman di daerahnya
dan kurangnya struktur untuk tata kelola sumber daya.
6. Konflik sosial yang disebabkan oleh masyarakat yang dipindahkan dengan latar
belakang etnis, agama, atau sosial yang berbeda dalam jarak dekat.
7. Janda dan kepala rumah tangga perempuan yang terkena pelecehan seksual dan
fisik.

Bank Dunia (2001) juga melihat dampak yang mungkin timbul bagi penduduk yang
dipindahkan atau orang terkena dampak relokasi adalah:
1. Kehidupan penduduk dapat terkena akibat atau dampak yang menyebabkan
penderitaan. Banyak mata pencaharian dan kekayaan yang hilang.
Pemeliharaan kesehatan cenderung menurun. Mata rantai antara produsen dan
konsumen seringkali terputus dan pasar tenaga kerja menjadi terpecah-pecah.
2. Jaringan-jaringan sosial informal yang merupakan bagian dari sistem
pemeliharaan kehidupan sehari-hari (seperti kebiasaan saling tolong menolong
dan sumber dukungan sosial ekonomi) menjadi rusak.
3. Organisasi-organisasi setempat dan perkumpulan-perkumpulan formal dan
informal lenyap karena bubarnya anggota mereka. Masyarakat dan otoritas
tradisional dapat kehilangan pemimpin-pemimpin mereka.
4. Efek kumulatif ialah rusaknya sistem sosial dan ekonomi setempat yang secara
mendasar menimbulkan dampak bagi sejumlah besar penduduk.
Sejalan dengan Bank Dunia, Cernea dalam Martanto (2014:71) jurnal SAPPK ITB
menyebutkan bahwa pemukiman kembali bisa menyebabkan dampak negatif yang
signifikan terhadap penduduk yang dimukimkan kembali (khususnya anggota
masyarakat yang paling rentan) melalui beberapa faktor:
1. Hilangnya perumahan dan tanah, dan kurangnya sanitasi (menyebabkan
kekurangan gizi dan masalah kesehatan lainnya);
2. Penurunan kualitas kualitas pendidikan dan kesempatan kerja (seseorang yang
direlokasi mungkin tidak lagi memiliki akses ke lahan pertanian dan
perusahaan);
3. Gangguan pada jaringan dukungan sosial (individu kegiatan sosial tidak pernah
dapat dipulihkan dan tersebar mungkin mengalami kesulitan menyesuaikan diri
dengan kehidupan jauh dari keluarga dan teman-teman);
4. Hilangnya aset budaya

Dengan demikian, program relokasi tidak serta merta diadakan melainkan perlu
diperhatikan prinsip – prinsip pemindahan guna menjamin keberlangsungan
kehidupan penghuninya sehingga dapat mengurangi dampak yang mungkin terjadi
dalam proses relokasi hingga tahap pasca huni permukiman.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 34
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

Jha dkk. (2010) menyebutkan beberapa prinsip tentang relokasi, yaitu:


1. Perencanaan relokasi yang efektif adalah yang bisa membantu membangun dan
melihat secara positif;
2. Relokasi bukanlah sebuah pilihan yang harus dilakukan karena resiko bisa
dikurangi dengan mengurangi jumlah penduduk pada suatu permukiman
daripada memindahkan seluruh permukiman;
3. Relokasi bukan sekedar merumahkan kembali manusia, namun juga
menghidupkan dan membangun kembali masyarakat, lingkungan dan modal
sosial;
4. Lebih baik menciptakan insentif yang mendorong orang untuk merelokasi
daripada memaksa mereka untuk meninggalkan;
5. Relokasi seharusnya mengambil tempat sedekat mungkin dengan dengan lokasi
asal mereka;
6. Masyarakat di lokasi yang akan ditempati merupakan salah satu yang
mendapatkan dampak dari relokasi dan harus dilibatkan dalam perencanaan.
Sedangkan menurut Martanto (2014:71), lebih jelasnya menyebutkan beberapa
prinsip relokasi yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Pemindahan bersifat sukarela.
2. Penerima dampak mendapatkan penghidupan yang setara atau lebih baik dari
sebelum relokasi.
3. Penerima dampak mendapatkan kompensasi penuh selama proses transisi.

Tabel 2.9 Kriteria permukiman baru yang sesuai dengan harapan masyarakat terkena dampak
relokasi
No Aspek Syarat
1 Lokasi tempat tinggal ❖ Dekat dengan pusat kota
❖ Dekat dengan tempat kerja
❖ Tidak di daerah pegunungan
❖ Tidak terlalu jauh dari lokasi lama
❖ Masih dalam lingkup kecamatan yang sama dengan lokasi lama
❖ Bebas dari ancaman banjir
2 Lapangan pekerjaan ❖ Terdapat pilihan lapangan pekerjaan yang beragam
❖ Dekat dengan lapangan perkerjaan
❖ Terdapat jaminan modal dan pekerjaan dari pemerintah
❖ Dekat dengan keramaian seperti pasar agar peluang pekerjaan
lebih banyak
3 Fasilitas Umum dan ❖ Dekat dengan sekolah, puskesmas/rumah sakit, pasar
Sosial ❖ Ketersediaan terhadap air bersih mudah
❖ Kondisi jalan raya baik disertai transportasi umum yang
memadai
4 Lainnya ❖ Tetap dekat dengan warga yang sekarang
❖ Penggantian lahan dan bangunan sesuai dengan yang dimiliki
saat ini
❖ Status kepemilikan lahan dan bangunan jelas
❖ Ketersediaan bangunan untuk tempat tinggal yang siap huni
❖ Lingkungan permukiman yang aman dan nyaman
Sumber: Harliani (2014:48)

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 35
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

Tabel 2.10 Resume Teoritis tentang Relokasi Perumahan


Tinjauan Teori Sumber Substansi
Prinsip yang harus diperhatikan dalam relokasi: Martanto Prinsip yang harus diperhatikan dalam relokasi:
1. Pemindahan bersifat sukarela. (2014:71) 1. Sukarela,
2. Penerima dampak mendapatkan penghidupan yang setara atau lebih baik dari 2. Dampak positif terhadap penghidupan,
sebelum relokasi. 3. Kompensasi/dana bantuan transisi,
3. Penerima dampak mendapatkan kompensasi penuh selama proses transisi. 4. Dampak negatif sosial dan ekonomi dapat dihindari,
4. Meminimalisir kerusakan jaringan sosial dan peluang ekonomi. 5. Peluang pengembangan,
5. Memberikan peluang pengembangan bagi penerima dampak. 6. Pelibatan masyarakat terkena dampak dan keterbukaan,
6. Demokratis, partisipatioris, terbuka dan akuntabel. 7. Keberlanjutan/sustainable.
7. Kemandirian dan Keberlanjutan.
Kriteria permukiman baru sesuai dengan harapan masyarakat terkena dampak: Harliani Kriteria lokasi permukiman tujuan relokasi:
1. Lokasi tempat tinggal (lokasi tujuan) (2014:48) 1. Lokasi tujuan relokasi dekat dengan pusat kota, tempat kerja, tidak di
❖ Dekat dengan pusat kota daerah pegunungan, tidak terlalu jauh dari lokasi lama, masih dalam
❖ Dekat dengan tempat kerja lingkup kecamatan yang sama, bebas dari bencana.
❖ Tidak di daerah pegunungan 2. Lokasi tujuan relokasi menjamin peluang berusaha /bekerja dengan
❖ Tidak terlalu jauh dari lokasi lama ketersediaan peluang lapangan pekerjaan yang beragam, adanya bantuan
❖ Masih dalam lingkup kecamatan yang sama dengan lokasi lama modal usaha dan bekerja dari pemerintah, dan dekat dengan keramaian.
❖ Bebas dari ancaman banjir 3. Lokasi tujuan relokasi menyediakan fasum dan fasos yang memadai dan
2. Lapangan pekerjaan dapat dijangkau dengan mudah.
❖ Terdapat pilihan lapangan pekerjaan yang beragam 4. Lokasi tujuan relokasi menjamin keterikatan antar masyarakat, penggantian
❖ Dekat dengan lapangan perkerjaan dan status aset lahan dan bangunan, bangunan siap huni, dan lingkungan
❖ Terdapat jaminan modal dan pekerjaan dari pemerintah permukiman yang nyaman.
❖ Dekat dengan keramaian seperti pasar agar peluang pekerjaan lebih banyak
3. Fasilitas Umum dan Sosial
❖ Dekat dengan sekolah, puskesmas/rumah sakit, pasar
❖ Ketersediaan terhadap air bersih mudah
❖ Kondisi jalan raya baik disertai transportasi umum yang memadai
4. Lainnya
❖ Tetap dekat dengan warga yang sekarang
❖ Penggantian lahan dan bangunan sesuai dengan yang dimiliki
❖ Status kepemilikan lahan dan bangunan jelas
❖ Ketersediaan bangunan untuk tempat tinggal yang siap huni
❖ Lingkungan permukiman yang aman dan nyaman
Beberapa hal/aspek yang dapat mempengaruhi proses relokasi permukiman akibat Usamah Beberapa aspek yg mempengaruhi relokasi:
bencana: Haynes 1. Aspek sosial budaya: keterikatan antar kelompok masyarakat dan jaminan
terhadap status lahan dan bangunan.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 36
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

Tinjauan Teori Sumber Substansi


1. Aspek sosial dan budaya, yang meliputi hubungan sosial dengan tetangga, Dalam 2. Aspek ekonomi: jaminan terhadap peluang bekerja dan penggantian aset
kerabat, ketersediaan tempat berkumpul dan fasilitas lain yang mendukung Harliani lahan dan bangunan.
seperti di lingkungan tempat tinggal yang lama, serta jaminan terhadap status (2014:41) 3. Aspek fisik dan lingkungan: ketersediaan sarana dan prasarana.
kepemilikan lahan dan bangunan. 4. Aspek kualitas fisik bangunan: pemilihan lokasi, perencanaan lingkungan
2. Aspek ekonomi, meliputi jarak antara lokasi lingkungan yang baru dengan permukiman, dan bahan/material bangunan tempat tinggal.
tempat bekerja, jaminan terhadap mata pencaharian, serta penggantian aset 5. Aspek pengambilan keputusan: partisipasi /keterlibatan masyarakat.
lahan dan bangunan.
3. Aspek fisik dan lingkungan, yang mempengaruhi di antaranya ketersediaan
sarana dan prasarana lingkungan maupun kondisi geografis di lingkungan baru.
4. Aspek kualitas konstruksi bangunan, seperti bahan bangunan yang digunakan
untuk membangun tempat tinggal yang baru, sistem instalansi di dalam
bangunan rumah, pemilihan lokasi tempat tinggal baru, pemilihan tapak (site
selection), dan perencanaan desain permukiman baru.
5. Aspek pengambilan keputusan, yang melibatkan partisipasi masyarakat serta
stakeholder lain yang berkepentingan serta proses komunikasi antara
pemerintah dan masyarakat yang baik.
Keberhasilan relokasi dipengaruhi oleh: Martanto Faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan relokasi:
1. Partisipasi masyarakat baik yang akan dipindahkan ataupun masyarakat sekitar (2014:72) 1. Partisipasi masyarakat,
di daerah yang akan ditempati, 2. Lokasi tujuan,
2. Lokasi baru yang akan ditempati, 3. Peluang usaha/bekerja,
3. Adanya mata pencaharian yang sesuai dengan keterampilan masyarakat, 4. Keterikatan/hubungan antar masyarakat,
4. Kemampuan masyarakat yang dipindahkan untuk menyesuaikan diri dengan 5. Jaminan dana bantuan atau kompensasi.
masyarakat sekitar di daerah yang akan ditempati,
Sumber: Martanto (2014:71), Harliani (2014:48), Usamah Haynes Dalam Harliani (2014:41)

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 37
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

2.3.2 Konsepsi Bencana Alam dan Bahaya Alam


Definisi bencana terdapat pada Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Undang-undang ini dilatarbelakangi oleh
maraknya bencana yang terjadi di Indonesia, sebelum terbit undang-undang tersebut,
masalah kebencanaan di Indonesia bersifat sebagai upaya tanggap darurat dan tidak
terintegrasi dalam suatu perencanaan. Dengan adanya undang-undang ini,
penanggulangan bencana termasuk dalam bagian perencanaan wilayah.
Sebagai perbandingan, menurut definisi (ISDR, 2004), yaitu badan internasional
yang bergerak pada bidang penyusunan strategi pengurangan dampak bencana, suatu
badan yang dibentuk oleh UNDP, bencana didefinisikan sebagai adanya gangguan yang
luar biasa terhadap suatu tatanan masyarakat yang menyebabkan kerugian kepada
masyarakat luas, baik berupa materi, maupun kerusakan lingkungan dan melebihi
kemampuan dari masyarakat tersebut untuk mengatasi bencana yang menimpanya
dengan sumberdaya yang dimiliki. Inti dari kedua definisi tersebut diantaranya adalah
adanya suatu kondisi yang dapat menimbulkan kerugian atau korban terhadap
kehidupan normal komunitas, kondisi yang dimaksud adalah bahaya bencana, selain itu
secara implisit disinggung mengenai kerentanan serta kapasitas suatu komunitas.
Hubungan antara konsep bencana dan Risiko bencana dapat dijelaskan dengan
menggunakan dua model yang saling berkaitan mengenai kebencanaan. Model pertama
yaitu ‘crunch’ yang menguraikan mengenai apa yang dimaksud dengan kebencanaan dan
bagaimana hal ini terjadi. Model kedua yaitu model ‘released’ yang menjelaskan
bagaimana bencana itu dapat dihindari atau diminimalisir (Wisner, 1994 dalam Tearfund,
2006).

Gambar 2.3 Model Crunch (Sumber: Tearfund, 2006)

Pada model crunch disebutkan bahwa bencana akan terjadi apabila adanya
faktor bahaya bencana (hazards) bertemu atau menimpa pada kondisi yang rentan
(vulnerability). Hal ini diperlihatkan pada Gambar 2.3 Bahaya bencana adalah suatu
kejadian yang dapat mengarah pada kondisi bahaya, menimbulkan kerugian dan korban,
misalnya tsunami. Pada suatu tempat tsunami merupakan suatu bahaya yang dapat
menimbulkan korban manusia dan kerugian yang sangat besar.
Akan tetapi ditempat lainnya dengan skala kekuatan yang sama, tsunami ini
mungkin tidak menimbulkan kerugian dan korban yang besar, karena pada lokasi ini
tsunami menimpa pada bangunan yang sudah tahan bencana, atau kondisi masyarakat
di tempat tersebut memiliki tingkat respon/kesiapan menghadapi pengetahuan bencana
yang lebih baik. Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa bahaya tidak dapat diartikan

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 38
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

sebagai bencana, akan tetapi bahaya ini akan menjadi bencana apabila menimpa pada
kondisi yang rentan. Suatu komunitas dapat dikatakan ‘rentan’ apabila komunitas
tersebut tidak memiliki kemampuan untuk mengantisipasi, bertahan, dan pulih terhadap
suatu bahaya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bencana hanya akan terjadi
apabila adanya bahaya menimpa pada suatu kondisi yang dianggap rentan menimbulkan
kerugian, kerusakan atau kehilangan. Sedangkan tingkat kerugian, kerusakan atau
kehilangan apabila terjadi bencana, yang disebabkan adanya potensi interaksi dari
bahaya terhadap kerentanan yang diwakili oleh arah gambar panah bahaya dan
kerentanan yang saling bertolak belakang, disebut sebagai tingkat Risiko bencana.
Penjelasan mengenai Risiko bencana ini akan diuraikan lebih detail pada uraian
selanjutnya.

(Sumber: Adaptasi Dari Tearfund, 2006)

Gambar 2.4 Model Released, Hubungan Komponen Crunch Dengan Risiko Bencana

Salah satu upaya untuk mengurangi Risiko bencana, menurut model released
(Gambar 2.4) adalah dengan menekan variabel bahaya agar intensitas, frekuensi atau
kekuatannya menjadi berkurang, misalnya dengan mendirikan bendungan untuk
mengurangi Risiko bencana banjir atau membangun dinding pantai untuk mengurangi
dampak dari bahaya gelombang pasang. Upaya tersebut umumnya tidak terlalu efektif
untuk bahaya bencana episodik (episodic events) yang frekuensi kejadiannya relatif
rendah, misalnya bahaya bencana tsunami, selain periode ulangnya relatif lama, bahaya
bencana tsunami juga tidak dapat diprediksi untuk kekuatan dan waktu terjadinya
(IOTWS, 2006, II-4).

2.3.3 Apresiasi Data Berbasis Sistem Informasi Geografis


A. Sejarah peta dan GIS
Konsep peta telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini terbukti dengan telah
banyaknya gambar yang menyerupai peta perjalanan. Salah satunya seperti yang
digambarkan oleh orang-orang Cro-Magnon pada dinding gua di Lascaux Prancis. Pada
dinding gua terdapat gambar hewan dilengkapi dengan garis yang dipercaya sebuah rute

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 39
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

migrasi hewan-hewan tersebut. Dari zaman ke zaman petapun berkembang. Tidak


hanya manfaat peta yang akhirnya disadari semakin luas. Teknologi pembuatan peta itu
sendiri juga ikut berkembang.
GIS adalah singkatan dari Geographic Information System. Dalam bahasa Indonesia
sendiri, GIS disingkat SIG yang artinya Sistem Informasi Geografi. Sistem Informasi
Geografi adalah sebuah sistem yang dapat membantu memberikan gambaran yang lebih
jelas tentang informasi dari sebuah tempat. Hasil akhir SIG dapat juga disebut Smart
Maps. Hal ini dikarenakan hasil hasil akhir SIG memang merupakan sebuah peta yang
dilengkapi dengan data yang dibutuhkan oleh si pembuatnya. Smart Map inilah yang
nantinya dapat membantu user, baik dalam menganalisis ataupun mengambil keputusan
terhadap suatu daerah.
Sistem Informasi Geografis (SIG) muncul pada tahun 1967. Pertama kali SIG
dipergunakan oleh Departemen Energi, Pertambangan dan sumber daya Ottawa,
Ontario, Kanada. SIG yang pertama dikembangkan oleh Roger Tomlinson yang diberi
nama CGIS (Canadian GIS). SIG ini digunakan untuk menyimpan, menganalisis dan
mengolah data yang dikumpulkan untuk CLI (Canadian Land Inventory = Inventarisasi
Tanah Canada). Tujuannya untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan
Canada). Sedangkan Roger Tomlinson sendiri akhirnya mendapat julukan sebagai Bapak
SIG.

B. Konsep Dasar GIS


GIS merupakan sistem komputer yang mampu memproses dan menggunakan data yang
menjelaskan tentang tempat pada perumukaan bumi. Informasi permukaan bumi dalam
GIS direpresentasikan dalam layer-layer informasi, seperti jaringan jalan, bangunan,
fasilitas dll. Lihat Gambar 2.5. Lebih lanjut GIS didefinisikan sebagai sekumpulan alat yang
terorganisir yang meliputi hardware, software, data geografis dan manusia yang
sumuanya dirancang secara efisien untuk dapat melihat, menyimpan, memperbaharui,
mengolah dan menyajikan semua bentuk informasi bereferensi geografis (ESRI, 1994).
Selanjutnya GIS pada dasarnya dibuat untuk mengumpulkan, menyimpan, dan
menganalisis obyek serta fenomena yang posisi geografisnya merupakan karakteristik
yang penting untuk di analisis (Stan Aronoff, 1989).

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 40
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

Gambar 2.5 Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis

Dari definisi ini, GIS jelas mempunyai karakteristik sebagai perangkat pengelola basis data
(Database Management System (DBMS), sebagai perangkat analisa keruangan (spatial
analysis) dan juga sekaligus proses komunikasi untuk pengambilan keputusan.
Keunikan GIS jika dibanding dengan sistem pengelola basis data yang lain adalah
kemampuan untuk menyajikan informasi spatial maupun non-spatial secara bersama.
Sebagai contoh data GIS penggunaan lahan dapat disajikan dalam bentuk luasan yang
masing-masing mempunyai atribut penjelasan baik itu tabuler, text, angka, maupun
image file. Informasi yang berlainan tema disajikan dalam lapisan (layer) informasi yang
berlainan.
Tiga tugas utama yang diharapkan dari sistem informasi geografis adalah:
1). Penyimpanan, menajemen, dan integrasi data spasial dalam jumlah besar
2). Kemampuan dalam analisis yang berhubungan secara spesifik dengan komponen
data geografis.
3). Mengorganisasikan dan mengatur data dalam jumlah besar, sehingga informasi
tersebut dapat digunakan semua pemakainya.
Lebih sederhana lagi GIS mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai database system
dan sebagai alat analisis dan modeling yang berkaitan dengan informasi geografis.

C. Sub System GIS


Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka GIS dapat diuraikan menjadi beberapa
subsistem, yaitu :
1 Data Input ▪ Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan
mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai
sumber. Subsistem ini pula yang bertanggungjawab
dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 41
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

format data-data aslinya ke dalam format yang dapat


digunakan oleh GIS

2 Data Output ▪ Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran


seluruh atau sebagaian basis data baik dalam bentuk
softcopy mapuun bentuk hardcopy seperti : tabel,
grafik, peta dan lain-lain

3 Data Management ▪ Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial


mapun atribut ke dalam sebuah basisdata sedimikian
rupa sehingga mudah dipanggil, di update dan di edit.

4 Data Manipulation & Analysis ▪ Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang


dapat dihasilkan oleh GIS. Selain itu, subsistem ini juga
melakukan manipulasi dan permodelan data untuk
menghasilkan informasi yang diharapkan.

Gambar 2.6 Uraian Subsistem-subsistem GIS

D. Komponen G.I.S
GIS merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-
sistem komputer yang lainnya di tingkat fungsional dan jaringan. Secara umum GIS terdiri
dari beberapa komponen yaitu :
1 Perangkat Keras ▪ Pada saat ini tersedia berbagai platform perangkat keras, mulai dari
PC desktop, Workstation, hingga multiuser host yang dapat
digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam jaringan
komputer yang luas, berkemampuan tinggi, memilki ruang
penyimpan (hardisk yang besar dan mempunyai kapasitas memori
(RAM) yang besar. Adapun perangkat keras yang sering digunakan
untuk GIS adalah komputer (PC), mouse, digitizer, printer, plotter
dan scanner.

2 Perangkat lunak ▪ Bila dibandang dari sisi lain, GIS juga merupakan sistem perangkat
lunak yang tersusun secara modular, dimana basisdata memgang
peranan penting. Setiap subsistem diimplementasikan dengan
menggunakan perangkat lunak yang terdiri dari beberapa modul,
hingga tidak mengherankan kika ada perangkat GIS yang terdiri

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 42
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

dari ratusan modul program (*.exe) yang masing-masing dapat


dieksekusi sendiri.

3 Data dan Informasi ▪ GIS dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi
Geografi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengancara me-
ngimport–nya dari perangkat-perangkat lunak GIS yang lain
meupun secara langsung dengan cara mendijitasi data spasisialnya
dari peta dan memasukan data atributnya dari tabel-tabel dan
laporan dengan menggunakan keyboard.

4 Management ▪ Suatu proyek GIS akan berhasil jika di manage dengan baik dan
dikerjakan oleh orang-orang memiliki keahlian yang tepat pada
semua tingkat

E. Keuntungan dan kegunaan GIS


Keuntungan dari pemanfaatan GIS (Korte)
1) data lebih aman dan tersusun lebih baik
2) tumpang tindih data dapat dihilangkan
3) perbaikan/updating data menjadi lebih mudah dan cepat;
4) data mudah disimpan, dicari(querry) dianalisis, dan disajikan.
5) data pada organisasi (pemerintah daerah) menjadi terpadu; sehingga tingkat
produktivitas karyawan menjadi meningkat
Lebih spesifik lagi kegunaan GIS berkaitan dengan pengelolaan kota (urban management)
adalah; sebagai DSS (Division Support System), yaitu sebagai alat pengambilan keputusan
bagi aparat pengelola dan pembangunan kota seperti Bupati/Walikota, Bappeda dan
Dinas-dinas Sektoral.
Selain keuntungan seperti diuraikan di atas, kegunaan GIS menjadi kurang bermanfaat,
jika kita kurang memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Gagal merumuskan persoalan dengan benar;
2) Kurang mempertimbangkan kemampuan operasionalnya;
3) Hanya untuk coba-coba;
4) Gagal merumuskan tujuan;
5) Tidak memperhitungkan pengembangan jangka panjang
6) Kurang mendapat dukungan pengelolaaan
7) Kurang melibatkan pemakai
8) Gagal merinci kebutuhan
9) Kurangnya latihan bagi pemakai dan kurang laporan mengenai keberhasilan GIS
kepada atasan

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 43
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

Beberapa contoh penerapan dari GIS (Geographic Information System)


▪ Sumber Daya Alam
Berguna sebagai alat inventarisasi, manajemen, serta kesesuaian lahan untuk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perencanaan tatagunalahan, analisis daera, rawan
bencana alam dsb.
▪ Pengelolaan dan Manajemen Kota
Sebagai DSS (Divisi Suport System) yang membantu Bupati/Walikota dalam hal
perencanaan, pengelolaan Wilayah dan Kota, memberikan informasi daerah serta
profil investasi untuk menarik investor.
▪ Kependudukan
Berguna untuk menyusun data pokok, penyediaan informasi kependudukan/sensus
dan sosial ekonomi, sistem informasi untuk pemilu dsb
▪ Lingkungan
Meliputi pemantauan pencemaran sungai, danau, laut; evaluasi pengendapan
lumpur/sedimen baik disekitar danau, sungai/pantai; permodelan pencemaran udara,
limbah berbahaya dan sebagainya.
▪ Pertanahan
Berguna untuk menginventarisasi masalah tanah dan mengelola sistem informasi
pertanahan.
▪ Prasarana
Membantu untuk menginventarisasi dan manajemen informasi jaringanpipa air
minum, sistem informasi pelanggan perusahaan air minum perencanaan
pemeliharaaan dan perluasan jaringan pipa air minum, listrik dan telepon.
▪ Ekonomi Bisnis dan Marketing
Penentuan lokasi-lokasi bisnis yang mempunyai prospek tinggi, seperti bank, pasar
swalayan/supermarket, kantor cabang, show room
▪ Perpajakan
Aplikasi dibidang perpajakan, misalnya dalam menentukan NJOP dengan teknologi
GIS dapat dengan mudah dianalisa dan dikaji berdasarkan informasi fisik yang tersedia
di dalam basis data spasial (menyangkut lokasi, aksesibilitas, dsb), serta berdasarkan
perbandingan dengan informasi atribut tentang nilai jual tanah dari tanah serupa di
lokasi lain.
▪ Perencanaan Prasarana Perkotaan
Untuk merencanakan investasi di bidang prasarana perkotaan, GIS dapat digunakan
untuk menghitung kelayakan investasi berdasarkan perhitungan jumlah konsumen
serta data fisik lainnya.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 44
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

2.3.3.1 Sistem Informasi Pemetaan


Sampai saat ini, belum ada teknologi IT di pasaran yang mampu menjembatani
kebutuhan informasi pemetaan dalam 2 aspek. Yaitu untuk dijabarkan dalam
publikasikan interaktif yang mudah dan nyaman (Data Publikatif), serta dapat diupdate
secara dinamis seperti data spasial (Data Spasial).

Gambar 2.7 Sistem Informasi Pemetaan

2.3.3.2 Struktur Data Spasial


Struktur Data Spasial memiliki fungsi utama untuk berbagai keperluan analisa,
digitalisasi, database regional, kearsipan, dan sejumlah fungsi lain yang membutuhkan
informasi peta dinamis. Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.8 Struktur Data Spasial

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 45
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

2.3.3.3 Struktur Data Publikatif


Struktur Data Publikatif memiliki fungsi utama sebagai decision support system,
serta presentasi teknis. Yang digunakan dalam rapat kerja atau expose kewilayahan. Oleh
sebab itu maka untuk data spasial yang bersifat publikasi berbasis web akan dilakukan
sebagai berikut :
❖ Sifat mapping statis (berbentuk image/gambar)
❖ Dapat diupdate tetapi memerlukan editing
❖ Membutuhkan pengolahan kompresi gambar
❖ Mudah dipublikasikan di situs internet dan dapat dipublikasikan secara langsung
(portabel)
❖ Dapat diedit secara on-line atau off-line
❖ Pembatasan akses mudah dilakukan

Gambar 2.9 Struktur Data Publikatif

2.3.3.4 Teknis
Sesuai dengan tujuan dan manfaat databse yang dibangun, maka dalam
implementasi pembangunannya diarahkan untuk dapat dikembangkan lebih lanjut, baik
untuk keperluan pengembangan sistem informasinya maupun untuk dasar pengambilan
keputusan yang tepat dan akurat bagi pemerintah. Metodologi dalam pelaksanaan
kegiatan penyusunan database ini dilihat dari proses secara umum akan memberikan hasil
dan kemampuan sistem yang diharapkan sesuai dengan keinginan, metodologi/alur.
Database tersebut dapat dideskripsikan secara umum pada gambar di bawah ini.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 46
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

Gambar 2.10 Alur Aplikasi

2.3.3.5 Basis Data


Pembuatan basis data spasial beserta atributnya merupakan proses pengalihan
data dari bentuk analog menjadi bentuk digital. Data atribut yang dihasilkan dapat
ditambah dengan atribut-atribut lain yang berfungsi sebagai variabel untuk analisis yang
dibutuhkan. Untuk mendapatkan kualitas basis data yang baik, perlu dilakukan
pengawasan ulang pada aspek quality assurance dan quality qontrol, sehingga dapat
ditetapkan tingkatan pemakainya.
Untuk memudahkan komunikasi dengan stakeholder, maka basis data SIG perlu
dilengkapi dengan metadata, misalnya media transfer data, format, kandungan, sumber
data, prosedur atau algoritma data untuk aplikasi yang lain.
Untuk membuat aplikasi SIG digunakan model data yang menjelaskan
hubungan antar entitas (E-R techniques) dan diagram alir data. Teknik tersebut dapat
menyederhanakan fenomena yang bersifat kompleks dan dapat mengantisipasi
perkembangan aplikasi yang mengarah pada pemodelan dinamis. Pengertian model
pada dasarnya merupakan penyederhanaan suatu sistem. Apabila suatu sistem telah
dipahami, maka dapat dilakukan penyusunan model. Pemodelan dapat dilakukan
melalui tiga tahap, yaitu model konseptual, model matematis dan implementasi model
dengan menggunakan komputer.
Pembuatan model konseptual merupakan pendefinisian entitas-entitas yang
terkait (E-R Relationships) untuk tujuan aplikasi tertentu. Hubungan keterkaitan antar
entitas disajikan dalam bentuk model diagram. Apabila model konseptual telah
dilengkapi dengan model diagram, maka model matematis dapat diformulasikan. Model
matematis akan menjelaskan hubungan antara input dan output dengan menggunakan
model regresi, analisis multivariant, faktor analisis dan sebagainya. Pengembangan
pemodelan yang diarahkan ke DSS (Decision Support System), akan menjadikan setiap
model aplikasi dapat dihimpun dalam suatu basis model yang masing-masing
menghimpun aturan-aturan (algoritma) untuk proses analisis.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 47
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

A. Basis Data Relasional


Sistem pemrograman yang berbasis web dinamis membutuhkan basis data yang
realisonal (mampu melakukan auto serta remote record dengan bantuan script). Hal
ini sangat kompleks dan sangat mahal karena merupakan urat nadi sistem
perekaman basis data yang dikembangkan dan dibutuhkan oleh masing-masing
keperluan secara custom.
Basis data relasional berbeda dengan basis data tabel yang dijabarkan dalam bentuk
baris dan kolom seperti pada excel. Sistem data tabel memiliki fungsi fix formula
yang sangat optimal dalam menyusun desktop database, tetapi sangat tidak relevan
untuk operasional remote. SQL adalah salah satu basis data relasional yang paling
fleksibel dan paling handal yang terdapat dalam sistem web. Pengembangan SQL
sangat beragam, dari yang berbayar (mahal) sampai dengan yang gratis. Secara
umum, SQL terdiri dari dua bahasa, yaitu Data Definition Language (DDL) dan Data
Manipulation Language (DML). Implementasi DDL dan DML berbeda untuk tiap
sistem manajemen basis data, namun secara umum implementasi tiap bahasa ini
memiliki bentuk standar yang ditetapkan ANSI.

B. Data Definition Language


Data Definition Language (DDL) digunakan untuk mendefinisikan, mengubah, serta
menghapus basis data dan objek-objek yang diperlukan dalam basis data, misalnya
tabel, view, user, dan sebagainya.
Secara umum, DDL yang digunakan adalah CREATE untuk membuat objek baru,
USE untuk menggunakan objek, ALTER untuk mengubah objek yang sudah ada, dan
DROP untuk menghapus objek. DDL biasanya digunakan oleh administrator basis
data dalam pembuatan sebuah aplikasi basis data.

C. Data Manipulation Language


Data Manipulation Language (DML) digunakan untuk memanipulasi data yang ada
dalam suatu tabel. Perintah yang umum dilakukan adalah :
1. Select untuk menampilkan data;
2. Insert untuk menambahkan data baru;
3. Update untuk mengubah data yang sudah ada;
4. Delete untuk menghapus data.
SQL telah digunakan secara luas oleh developer-developer besar untuk membangun
basis data yang tangguh dengan kebutuhan yang sangat luas dan kompleks.
Penggunaan sistem SQL dimulai dari perekaman data terbatas semacam address
book, sampai dengan pengelolaan konsumen yang berskala jutaan record untuk
kebutuhan perusahaan multinasional.
Oracle dan Microsoft adalah 2 dari beberapa pengembang sistem SQL yang
berbayar. Basis data relasional yang dibangun oleh kedua perusahaan itu telah
dipakai oleh banyak perusahaan besar, serta beberapa situs e-government.
Perbedaan utama dari pengembang basis data relasional yang berbayar adalah
ketangguhan sistem yang teruji dan memiliki standarisasi serta dukungan teknis yang

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 48
Pemerintah Kabupaten Bekasi
Identifikasi Lahan-Lahan Potensial Sebagai Lokasi Relokasi Perumahan atau
Laporan Antara
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG

memadai. Tetapi ada juga SQL yang dikembangkan secara free-sources (bebas) yaitu
mySQL yang mendukung aplikasi PHP.

D. Manajemen Data
Untuk melakukan menajeman data geografis paling tidak dibutuhkan sebuah DBMS
(Databese Management System). Pemodelan berorientasi objek menjadi sangat
dibutuhkan karena pemodelan basisdata relational tidak mampu melakukan
penyimpanan data spasial. Pada analisis spasial system manajemen database
memberikan beberapa keragaman. Ada beberapa keragaman applikasi yang dapat
digunakan sebagai database seperti Oracle Spatial, PostgreSQL, Informix, DB2,
Ingres dan yang paling popular saat ini adalah MySQL. Untuk mendapatkan
pengembangan fungsional analisis pada level database beberapa DBMS telah
mendukung procedural bahasa pemrograman. Oracle DBMS menawarkan dua
kemungkinan untuk menghasilkan individual operation dilevel database. Yang
pertama adalah PL/SQL sebuah procedural bahasa pemrograman. Yang kedua
adalah Java Virtual Machine (JVM) untuk proses Java classes di level database.

DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN


DAN PERTANAHAN 2 - 49
Pemerintah Kabupaten Bekasi

Anda mungkin juga menyukai