Laporan Pendahuluan
Terkena Relokasi di WP 3 dan 4 Kabupaten Bekasi Berbasis SIG
Tabel 2.1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
No Pasal Keterangan
1 Pasal 1 Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan
maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni
2 Pasal 3 Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk:
1. memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman;
2. mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk
yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan
permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan
kepentingan, terutama bagi MBR;
3. meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan
perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di
kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan;
4. memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan
dan kawasan permukiman;
5. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan
6. menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan
yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.
3 Pasal 20 Luas lantai rumah tunggal dan rumah deret memiliki ukuran paling sedikit 36 m2.
4 Pasal 38 Pembangunan rumah dikembangkan berdasarkan tipologi
1. Tipologi adalah klasifikasi rumah yang berupa rumah tapak atau rumah susun
berdasarkan bentuk permukaan tanah, tempat rumah berdiri meliputi rumah di
atas tanah keras, rumah di atas tanah lunak, rumah di garis pantai/pasang surut,
rumah di atas air/terapung (menetap), rumah di atas air/terapung (berpindah-
pindah).
2. Ekologi adalah persyaratan yang berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan,
baik antara lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan
lingkungan sosial budaya, termasuk nilai-nilai budaya bangsa yang perlu
dilestarikan.
3. Budaya adalah klasifikasi rumah berdasarkan hasil akal budi/adat istiadat manusia
yang diwujudkan dalam bentuk dan arsitektural dan kelengkapan ruangan rumah.
4. Dinamika Ekonomi adalah kondisi permintaan masyarakat dari berbagai selera
yang dipengaruhi oleh tingkat keterjangkauan dan kebutuhan rumah.
5. Keselamatan Dan Keamanan dengan memperhatikan kondisi bangunan beserta
infrastrukturnya dari berbagai ancaman yang membahayakan penghuninya, dan
6. Kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah setempat
Pembangunan rumah dan perumahan harus dilakukan sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah
5 Pasal 43 Pembangunan untuk rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun, dapat
dilakukan di atas tanah
1. hak milik;
2. hak guna bangunan, baik di atas tanah negara maupun di atas hak pengelolaan;
atau
3. hak pakai di atas tanah negara.
6 Pasal 53 Pengendalian perumahan dimulai dari tahap:
1. Perencanaan;
2. Pembangunan
3. Pemanfaatan
7 Pasal 54 Untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi, pemerintah wajib memberikan kemudahan
pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan
perumahan secara bertahap dan berkelanjutan, berupa:
1. subsidi perolehan rumah;
2. stimulan rumah swadaya;
3. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan;
4. perizinan;
5. asuransi dan penjaminan;
6. penyediaan tanah;
No Pasal Keterangan
7. sertifikasi tanah; dan/atau
8. prasarana, sarana, dan utilitas umum.
8 Pasal 55 Orang perseorangan yang memiliki rumah umum dengan kemudahan yang diberikan
Pemerintah atau pemerintah daerah hanya dapat menyewakan dan/atau mengalihkan
kepemilikannya atas rumah kepada pihak lain, dalam hal:
1. pewarisan;
2. penghunian setelah jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun; atau
3. pindah tempat tinggal karena tingkat sosial ekonomi yang lebih baik
Sumber: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Tabel 2.2 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 dan Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Perumahan dan Kawasan
Permukiman
No PP Pasal Keterangan
1 PP No. Pasal 6 Penyelenggaraan Perumahan meliputi:
14/2016 1. perencanaan Perumahan;
2. pembangunan Perumahan;
3. pemanfaatan Perumahan; dan
4. pengendalian Perumahan.
Perumahan mencakup Rumah atau Perumahan beserta prasarana,
Sarana, dan Utilitas Umum
2 Pasal 7 1. Perumahan mencakup Rumah atau Perumahan beserta prasarana,
Sarana, dan Utilitas Umum.
2. Fasilitasi oleh lembaga atau badan yang ditugasi oleh Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.
3 Pasal 8 Tahap Perencanaan Perumahan, meliputi
No PP Pasal Keterangan
1. Perencanaan perumahan menghasilkan dokumen rencana
pembangunan dan pengembangan perumahan yang mengacu pada
dokumen RKP dan ditetapkan dalam RPJP, RPJM, dan rencana
tahunan
2. Dokumen rencana pembangunan dan pengembangan Perumahan
disusun untuk memenuhi kebutuhan rumah serta keterpaduan
prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan
4 Pasal 11, Perencanaan Perumahan terdiri atas:
12, 13 1. Perencanaan dan perancangan Rumah dilakukan untuk:
dan a. menciptakan Rumah yang layak huni;
Pasal 16 b. mendukung upaya pemenuhan kebutuhan Rumah oleh
masyarakat dan pemerintah; dan
c. meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur.
2. Perencanaan prasarana, sarana, dan Utilitas umum, meliputi
a. rencana penyediaan kaveling tanah untuk Perumahan sebagai
bagian dari permukiman; dan
b. Rencana Kelengkapan prasarana, sarana, dan Utilitas umum
Perumahan
Perencanaan prasarana, sarana, dan Utilitas umum Perumahan harus
mengacu pada rencana keterpaduan prasarana, sarana, dan Utilitas
umum
5 PP No. Pasal 14 Hasil perencanaan dan perancangan Rumah harus memenuhi standar,
12/2021 dan meliputi
Pasal 15 1. Ketentuan umum paling sedikit memenuhi:
a. aspek keselamatan bangunan;
b. kebutuhan minimum ruang; dan
c. aspek kesehatan bangunan.
2. Standar teknis terdiri atas:
a. pemilihan lokasi Rumah;
b. ketentuan luas dan dimensi kaveling; dan
c. perancangan Rumah.
Perencanaan dan perancangan Rumah dilaksanakan melalui penyusunan
dokumen rencana teknis.
6 Pasal 17 Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan harus
memenuhi standar, meliputi:
1. Ketentuan umum paling sedikit memenuhi:
a. kebutuhan daya tampung Perumahan;
b. kemudahan pengelolaan dan penggunaan sumber daya setempat;
c. mitigasi tingkat risiko bencana dan keselamatan; dan
d. terhubung dengan jaringan perkotaan existing
2. Standar teknis terdiri atas:
a. standar Prasarana paling sedikit meliputi:
▪ jaringan jalan;
▪ saluran pembuangan air hujan atau drainase;
▪ penyediaan air minum;
▪ saluran pembuangan air limbah atau sanitasi; dan
▪ tempat pembuangan sampah.
b. standar Sarana paling sedikit meliputi:
▪ ruang terbuka hijau
▪ sarana umum
c. standar Utilitas Umum yaitu tersedianya jaringan listrik.
7 PP No. Pasal 20 Tahap Pembangunan perumahan, meliputi:
14/2016 1. Pembangunan Rumah dan prasarana, Sarana, Utilitas Umum;
2. Peningkatan kualitas perumahan.
Pembangunan Perumahan untuk peningkatan kualitas Perumahan
dilaksanakan melalui upaya penanganan dan pencegahan terhadap
perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh serta penurunan kualitas
lingkungan. Selain itu, Pembangunan Perumahan dilaksanakan melalui
upaya penataan pola dan struktur ruang pembangunan Rumah beserta
No PP Pasal Keterangan
Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang terpadu dengan penataan
lingkungan sekitar
8 PP No. Pasal Pembangunan rumah sederhana di dalam penyediaan hunian berimbang
12/2021 21G bentuk rumah yang tidak diperkenankan/tidak diperbolehkan dibangun
yaitu rumah tunggal atau rumah deret, sehingga pembangunan rumah
sederhana dapat dikonversi dalam bentuk Rumah susun umum yang
dibangun dalam 1 (satu) hamparan yang sama
9 Pasal 22 1. Pembangunan rumah meliputi pembangunan rumah tunggal, rumah
deret, dan/atau rumah susun.
2. Pembangunan Rumah harus dilakukan sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah
10 PP No. Pasal 23 Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan yang
14/2016 dilakukan oleh pemerintah, pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang
wajib dilakukan sesuai dengan rencana, rancangan dan perizinan.
Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan harus
memenuhi persyaratan:
1. kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah Rumah;
2. keterpaduan antara Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum dan
Lingkungan Hunian;
3. ketentuan teknis pembangunan prasarana, Sarana, dan Utilitas
Umum.
11 Pasal 24 1. Peningkatan kualitas perumahan dilakukan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/ atau setiap orang.
2. Peningkatan kualitas perumahan dilakukan terhadap penurunan
kualitas Rumah serta Prasarana, Sarana, din Utilitas Umum.
3. Peningkatan kualitas perumahan ditetapkan oleh bupati/walikota,
khusus DKI Jakarta ditetapkan oleh gubernur
12 Pasal Tahap Pemanfaatan Perumahan meliputi:
25, 26, 1. Pemanfaatan Rumah;
dan 27 a. Pemanfaatan Rumah dapat digunakan sebagai kegiatan usaha
secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak mengganggu
fungsi hunian.
b. Pemanfaatan Rumah selain digunakan untuk fungsi hunian harus
memastikan terpeliharanya perumahan dan Lingkungan Hunian
2. Pemanfaatan Prasarana, dan Sarana perumahan;
a. berdasarkan jenis prasarana dan Sarana sesuai dengan ketentuan
peraturan undangan; dan
b. tidak mengubah fungsi dan status kepemilikan.
13 Pasal 31 Tahap Pengendalian perumahan mulai dilakukan pada tahap:
1. perencanaan;
2. pembangunan; dan
3. pemanfaatan.
Pengendalian Perumahan dilaksanakan oleh pemerintah dan/ atau
Pemerintah Daerah dalam bentuk:
1. perizinan;
2. penertiban; dan/atau
3. penataan.
15 Pasal 33 Pemerintah. Daerah dapat membentuk atau menunjuk satuan kerja
perangkat daerah untuk melaksanakan pengendalian Perumahan.
16 Pasal 34 1. Pengendalian Perumahan pada tahap perencanaan dalam bentuk
penertiban dilakukan - untuk menjamin kesesuaian perencanaan
perumahan dengan rencana tata ruang wilayah dan ketentuan
peraturan perundang-undangan
2. Pengendalian Perumahan pada tahap perencanaan dalam bentuk
penataan dilakukan untuk menjamin kesesuaian perencanaan
Perumahan dengan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur.
17 Pasal 35 1. Pengendalian Perumahan pada tahap pembangunan dalam bentuk
perizinan dilakukan melalui kesesuaian pembangunan dengan
perizinan.
No PP Pasal Keterangan
2. Pengendalian Perumahan pada tahap pembangunan dalam bentuk
penertiban dilakukan untuk menjamin kesesuaian pembangunan
perumahan dengan rencana tata ruang wilayah, perencanaan
perumahan, izin mendirikan bangunan, dan persyaratan lain sesuai
peraturan perundang-undangan.
3. Pengendalian Perumahan pada tahap pembangunan dalam bentuk
penataan dilakukan untuk menjamin pembangunan Perumahan yang
layak huni sehat, aman, serasi, dan teratur serta mencegah terjadinya
penurunan kualitas Perumahan.
18 Pasal 36 1. Pengendalian Perumahan pada tahap pemanfaatan dalam bentuk
perizinan dilakukan melalui pemberian arahan penerbitan sertipikat
laik fungsi yang dilakukan untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan
Rumah dengan fungsinya.
2. Pengendalian Perumahan pada tahap pemanfaatan dalam bentuk
penertiban dilakukan untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan
perumahan dengan sertifikat laik fungsi.
3. Pengendalian Perumahan pada tahap pemanfaatan dalam bentuk
penataan dilakukan untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan
Perumahan dengan fungsi hunian
19 Pasal 37 Kemudahan dan/ atau Bantuan pembangunan dan Perolehan Rumah
Bagi MBR
1. Untuk memenuhi kebutuhan Rumah bagi MBR Pernerintah dan/atau
Pemerintah Daerah wajib memberikan kemudahan pembangunan
dan perolehan Rumah melalui program perencanaan pembangunan
perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.
2. Kemudahan dan/ atau bantuan pembangunan dan perolehan Rumah
bagi MBR dapat berupa:
a. subsidi perolehan Rumah;
b. stimulan Rumah swadaya;
c. insentif perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan di perpajakan;
d. perizinan;
e. asuransi dan penjaminan;
f. penyediaan tanah;
g. sertifikasi tanah; dan/atau
h. Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum. ketentuan bidang
20 Pasal 39 Bantuan pembangunan Rumah bagi MBR dapat diberikan dalam bentuk:
1. Dana;
2. Bahan bangunan Rumah dan/atau
3. Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
Sumber: PP No. 14 Tahun 2016 dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perumahan
dan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Tabel 2.3 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Peran Masyarakat Dalam Penyelenggaraan
Perumahan Dan Kawasan Permukiman
No Pasal Keterangan
1 Pasal 1 Perumahan dan Kawasan Permukiman yang selanjutnya disingkat PKP adalah satu
kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan,
penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan
dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh,
penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran Masyarakat.
Penyelenggaraan PKP adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan
pengendalian termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan
sistem pembiayaan, serta Peran Masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
2 Pasal 2 Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan PKP merupakan pelibatan setiap pelaku
pembangunan dalam upaya pemenuhan kebutuhan perumahan bagi seluruh
masyarakat. Adapun peran masyarakat dilakukan dengan memberikan masukan
kepada pemerintah pusat dan daerah dalam:
1. penyusunan rencana pembangunan PKP;
2. pelaksanaan pembangunan PKP;
3. pemanfaatan PKP;
4. pemeliharaan dan perbaikan PKP; dan/atau
5. pengendalian Penyelenggaraan PKP
3 Pasal 4 Perencanaan dan perancangan rumah dilakukan pada rumah yang sumber
pendanaannya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah. Dalam hal tersebut, masukan masyarakat dapat
diberikan untuk:
1. penetapan kebutuhan rumah yang meliputi lokasi, jumlah, bentuk, tipe, dan
spesifikasi teknis unit rumah;
2. persyaratan administrasi yang meliputi dokumen perizinan dan status hak
atas tanah; dan/atau
3. persyaratan teknis yang meliputi persyaratan tata bangunan dan lingkungan
serta persyaratan struktur bangunan.
4 Pasal 5 Perencanaan kawasan permukiman terdiri atas:
1. perencanaan pengembangan lingkungan hunian;
2. perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru;
3. perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian; dan/atau
4. perencanaan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan perdesaan.
5 Pasal 7 Masukan Masyarakat dalam perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru
dapat diberikan untuk:
1. pelaksanaan identifikasi lokasi lingkungan hunian baru, termasuk identifikasi
harga tanah dan status hak atas tanah;
2. penetapan kebutuhan lingkungan hunian yang meliputi lokasi, luas, jenis,
jumlah serta mutu pelayanan prasarana, sarana, dan utilitas umum
lingkungan hunian;
3. peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai
rencana tata ruang dan standar teknis;
4. penyusunan pertimbangan teknis, sosial, budaya, dan ekonomi;
5. penyusunan strategi pendampingan Masyarakat; dan/atau
6. penyusunan rencana pembiayaan dan pendanaan.
6 Pasal 8 Masukan Masyarakat dalam perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian
dapat diberikan untuk:
1. pendataan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh serta lokasi
permukiman terkait mitigasi bencana alam;
2. pelaksanaan identifikasi masyarakat terdampak;
3. penentuan jenis kegiatan pembangunan kembali yang akan dilakukan melalui
kegiatan:
No Pasal Keterangan
- rehabilitasi;
- rekonstruksi; atau
- peremajaan.
4. penetapan kebutuhan lingkungan hunian, yang meliputi lokasi, luas, jenis,
jumlah serta mutu pelayanan prasarana, sarana, dan utilitas umum
lingkungan hunian;
5. peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai
rencana tata ruang dan standar teknis;
6. penyusunan pertimbangan teknis, sosial, budaya, dan ekonomi;
7. penyusunan strategi pendampingan Masyarakat; dan/atau
8. penyusunan rencana pembiayaan dan pendanaan.
7 Pasal 10 Peran Masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan PKP dilakukan dengan cara
memberi masukan terhadap:
1. pelaksanaan pembangunan rumah beserta prasarana, sarana, dan utilitas
umum;
2. pelaksanaan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh;
3. pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian, baik pengembangan hunian,
pembangunan hunian baru, maupun pembangunan kembali lingkungan
hunian;
4. pelaksanaan pembangunan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan
perdesaan; dan/atau
5. pengawasan terhadap pendayagunaan tanah dan air dalam pelaksanaan
pembangunan PKP.
Kemudian, harus memperhatikan:
1. proses pengadaan barang dan jasa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2. kesesuaian pemanfaatan lahan;
3. mutu dan kualitas hasil pekerjaan;
4. jenis dan kualitas material;
5. perizinan oleh Pemerintah Daerah;
6. pembiayaan dan pendanaan;
7. kode etik profesi;
8. solusi untuk mengatasi permasalahan pelaksanaan pembangunan PKP;
9. perlindungan terhadap hak Masyarakat untuk mendapatkan informasi
legalitas pembangunan perumahan;
10. ekosistem dan daya dukung lingkungan; dan
11. potensi dan kearifan lokal.
8 Pasal 11 Peran Masyarakat dalam pemanfaatan PKP dilakukan dengan cara memberi masukan
terhadap kesesuaian antara fungsi dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 Tentang
Peran Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman
daun pintu serta jendela, dan penutup atap. Penerima bantuan wajib memenuhi
persyaratan administrasi dan persyaratan teknis untuk menjamin keandalan dan
kelayakan bangunan.
b. Kecukupan luas tempat tinggal
Kecukupan minimum luas bangunan meliputi pemenuhan standar ruang gerak
minimum per-orang untuk kenyamanan hunian. Kecukupan minimum luas per
orang dihitung 7,2 meter persegi dengan tinggi ruang minimal 2,8 meter.
Pemenuhan luasan rumah memperhatikan ketersediaan lahan dan kemampuan
berswadaya.
c. Akses air minum layak
Akses air minum layak meliputi pemenuhan akses air minum yang terkoneksi dengan
sistem sanitasi di dalam bangunan.
d. Akses sanitasi layak
Akses sanitasi layak meliputi bangunan sebagai sarana mandi cuci kakus beserta
septictank yang layak, tempat sampah, saluran pembuangan air kotor, dan sistem
pembuangan air limbah. Akses sanitasi dapat berada di dalam rumah, halaman
rumah, atau komunal dengan jarak yang terjangkau. Urutan prioritas pemenuhan
kriteria rumah layak huni adalah ketahanan bangunan, akses sanitasi layak, akses air
minum layak, lalu kecukupan luas tempat tinggal. Selain memenuhi 4 indikator
tersebut, rumah layak huni juga memenuhi syarat kesehatan yang terdiri atas
pencahayaan dan penghawaan. Sarana penghawaan minimal 5% (lima persen) dari
luas lantai bangunan berupa bukaan jendela dengan memperhatikan sirkulasi udara.
Sarana pencahayaan minimal 10% (sepuluh persen) dari luas lantai bangunan
dengan memperhatikan sinar matahari. Pemenuhan indikator akses sanitasi dan
akses air minum layak dapat dilakukan dengan kerjasama lintas sektor dan lintas
program. 207 jdih.pu.go.id Dalam memenuhi indikator rumah layak huni tersebut,
dapat digunakan inovasi teknologi pembangunan/perbaikan rumah seperti RISHA,
RUSPIN, RIKA, BRIKON, teknologi ferosemen, teknologi kawat anyam, atau
teknologi lain yang laik untuk digunakan. Dalam hal pemenuhan persyaratan rumah
layak huni belum mencapai standar, menjadi tanggung jawab penerima bantuan
dengan pembinaan dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pemenuhan
persyaratan rumah layak huni dengan mempertimbangkan kearifan lokal diperlukan
untuk mengakomodir pemenuhan rumah layak huni bagi masyarakat yang tinggal
di wilayah tertentu.
Selanjutnya, terdapat beberapa acuan yang digunakan dalam pemenuhan syarat
layak huni dan penataan lingkungan antara lain:
a. SNI 03-1733 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Perumahan di Perkotaan;
b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 6/PRT/M/2006 tentang Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan;
c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Persyaratan
Teknis Bangunan Gedung;
d. Peraturan Menteri PUPR Nomor 5/PRT/M/2016 tentang Izin Mendirikan Bangunan;
e. Peraturan Menteri PUPR Nomor 14/PRT/M/2018 tentang Pencegahan dan
Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.
Tabel 2.4 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2022 Tentang Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana Alokasi
Khusus Fisik Infrastruktur Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Tahun Anggaran
2022
No PP Pasal Keterangan
1 Permen PUPR Pasal 1 Bidang perumahan dan permukiman dilaksanakan untuk mendukung
No. 5/2022 DAK Fisik Reguler dengan arah kebijakan meningkatkan akses
masyarakat secara bertahap terhadap perumahan dan permukiman
layak dan aman yang terjangkau termasuk memperbaiki kehidupan
masyarakat di permukiman kumuh, lokasi afirmasi, KPPN, terdampak
bencana, terdampak program pemerintah, serta di daerah tertinggal,
perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar di Provinsi Kepulauan Riau,
Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Maluku
Utara, Papua dan Papua Barat.
2 Pasal 9 Menu kegiatan bidang perumahan dan permukiman yang akan
dilaksanakan dalam pengelolaan DAK Fisik terdiri dari:
1. Penanganan permukiman kumuh terintegrasi;
2. Bantuan stimulant peneyediaan rumah swadaya; dan
3. Penyediaan rumah khusus.
Pasal 10 Kriteria teknis dirumuskan melalui indeks teknis untuk rumah swadaya
dengan mempertimbangkan:
1. alokasi anggaran untuk penambahan nilai bantuan dan
program perumahan sejenis atau anggaran pendampingan
yang bersumber dari APBD, Anggaran Pendapatan Belanja
Desa, atau sumber dana lain yang sah.
2. proporsi jumlah kekurangan rumah (backlog) terhadap
jumlah rumah tangga;
3. proporsi jumlah rumah tidak layak huni terhadap jumlah
rumah;
4. tersedianya sistem pendataan rumah; dan
5. memiliki program prioritas penyediaan hunian layak dan
penanganan kawasan permukiman kumuh yang tercantum
dalam dokumen perencanaan meliputi rencana
pembangunan jangka menengah daerah, rencana strategis
bidang perumahan dan kawasan permukiman yang
didalamnya terdapat materi rencana strategis DAK Fisik,
rencana tata ruang wilayah provinsi/kabupaten/kota,
rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman, dan dokumen rencana pencegahan
dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
Selain kriteria teknis diatas, juga mempertimbangkan standar besaran
bantuan yang diberikan melalui pelaksanaan kegiatan DAK Fisik,
No PP Pasal Keterangan
disesuaikan dengan kewajaran harga yang harus dipenuhi dan
ditandatangani oleh pejabat daerah tertentu.
Kemudian, untuk rumah khusus mempertimbangkan:
1. jumlah penerima manfaat di lokasi yang diusulkan;
2. jumlah unit kebutuhan rumah khusus di lokasi yang
diusulkan;
3. kesesuaian dengan rencana tata ruang kabupaten/kota;
4. legalitas lahan;
5. ketersediaan listrik, air bersih, dan aksesibilitas; dan
6. pelaporan.
Pasal 17 DAK Fisik diprioritaskan untuk mendanai kegiatan fisik dan dapat
digunakan untuk mendanai Kegiatan Penunjang paling banyak 5%
(lima persen) dari alokasi bidang irigasi, jalan, air minum, sanitasi, serta
perumahan dan permukiman. Kegiatan Penunjang bidang perumahan
dan permukiman dialokasikan paling banyak 5% (lima persen) untuk
masing-masing menu rumah swadaya dan menu rumah khusus.
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2022 Tentang
Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Infrastruktur Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Tahun
Anggaran 2022
Tabel 2.5 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Bantuan Pembangunan Perumahan dan
Penyediaan Rumah Khusus
No Pasal Keterangan
1 Pasal 1 Penyediaan Rumah Khusus adalah pembangunan rumah khusus yang berbentuk
rumah tunggal dan rumah deret dengan tipologi berupa rumah tapak atau rumah
panggung berserta prasarana, sarana, dan utilitas umum.
2 Pasal 2 Pendanaan pelaksanaan Bantuan Pembangunan Perumahan dan Penyediaan Rumah
Khusus bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau sumber
dana lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3 Pasal 68 Bentuk Penyediaan Rumah Khusus meliputi:
1. pembangunan rumah baru layak huni beserta prasarana, sarana, dan/atau
utilitas umum; dan/atau
2. mebel.
4 Pasal 69 Pembangunan penyediaan rumah baru layak huni dilakukan dengan ketentuan:
1. luas lantai bangunan rumah khusus paling rendah 28 m2 (dua puluh delapan
meter persegi) dan paling tinggi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi); dan
2. Rumah khusus berbentuk rumah tunggal, rumah kopel atau rumah deret
dengan tipologi berupa rumah tapak atau rumah panggung.
Kemudian bentuk penyediaan rumah khusus dilakukan dengan:
1. mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan;
2. mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri; dan/atau
3. mempertimbangkan aspek lingkungan dan unsur kearifan lokal.
5 Pasal 72 Tahapan pelaksanaan Penyediaan Rumah Khusus meliputi:
1. permohonan Penyediaan Rumah Khusus;
2. verifikasi;
3. penetapan penerima Penyediaan Rumah Khusus;
4. perencanaan teknis;
5. pembangunan rumah khusus; dan
6. serah terima dan pengelolaan rumah khusus.
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang
Pelaksanaan Bantuan Pembangunan Perumahan dan Penyediaan Rumah Khusus
❖ Luas dan jenis bangunan, jumlah dan jenis tanam tumbuh dan benda lain
yang berdiri di atas tanah
Hasil pengumpulan data yang telah dilakukan kemudian di verifikasi dan di
validasi berdasarkan kriteria, sebagai berikut :
❖ Telah menguasai dan memanfaatkan tanah secara fisik paling singkat 10
(sepuluh) tahun secara terus menerus; dan
❖ Menguasai dan memanfaatkan tanah dengan itikad baik secara terbuka, serta
tidak diganggu gugat, diakui dan dibenarkan oleh pemilik hak atas tanah
dan/atau Lurah/Kepala Desa setempat.
Hasil verifikasi dan validasi masyarakat yang memenuhi kriteria dibuat dalam
bentuk daftar masyarakat yang berhak mendapatkan santunan paling sedikit
memuat :
❖ Indentitas masyarakat yang menguasai/ menggarap/ menyewa
❖ Lama penguasaan
❖ Bukti penguasaan
❖ Jenis, jumlah dan luas bangunan
❖ Jenis dan jumlah tanam tumbuh, dan
❖ Benda lain yang berkaitan dengan tanah
3) Penetapan Penilai;
Instansi yang memiliki tanah mengusulkan penilai untuk menghitung besaran nilai
santunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengadaan barang/jasa pemerintah. Dalam hal ini penilai bertugas melakukan
penilaian besarnya santunan, meliputi :
❖ Biaya pembersihan segala sesuatu yang berada diatas tanah
❖ Mobilisasi
❖ Sewa rumah paling lama 12 (dua belas) bulan
❖ Tunjangan kehilangan pendapatan dan pemanfaatan tanah. Tunjangan
tersebut meliputi biaya pengganti bangunan dan tanam tumbuh.
4) Pemberian Santunan atau relokasi;
Berdasarkan penetapan Gubernur/Bupati/Walikota instansi yang memiliki tanah
melaksanakan pemberian santunan kepada masyarakat. Santunan yang diberikan
bisa dalam bentuk uang atau relokasi. Pelaksanaan pemberian santunan yang
berupa uang dapat diberikan dalam bentuk tunai atau melalui transaksi
perbankan. Pemberian santunan dalam bentuk uang disiapkan oleh Instansi yang
memiliki tanah dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah keputusan
Gubernur/ Bupati/Walikota. Sedangkan pemberian santunan dalam bentuk
relokasi dilakukan oleh instansi yang memiliki tanah dengan berkoordinasi
dengan Tim Terpadu, pemberian santunan dalam bentuk relokasi dilakukan oleh
instansi pemilik tanah dalam jangka waktu 1 (satu) tahun.
Tabel 2.6 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 6 Tahun 2020 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 62
Tahun 2018 Tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka
Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Nasional
No Pasal Keterangan
1 Pasal 1 Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan adalah penanganan masalah sosial
berupa pemberian santunan untuk pemindahan masyarakat yang menguasai tanah
yang akan digunakan untuk pembangunan nasional.
2 Pasal 2 Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dilaksanakan oleh Gubernur. Dalam hal
dan 3 ini, Gubernur dapat melibatkan pegawai di lingkungan unit kerjanya, serta dapat
mendelegasikan kewenangan Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan kepada
Bupati/Walikota dengan mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, kondisi geografis
dan sumber daya manusia.
3 Pasal 33 Biaya yang dibutuhkan untuk Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan, meliputi:
dan 34 1. persiapan;
2. pendataan, verifikasi dan validasi;
3. penetapan penilai;
4. pemberian santunan atau relokasi;
5. penitipan uang santunan;
6. pendokumentasian dan pengadministrasian Penanganan Dampak Sosial
Kemasyarakatan; dan
7. pengosongan/eksekusi.
Selain biaya di atas, dibutuhkan juga biaya untuk sosialisasi, administrasi dan
pengelolaan, pemantauan dan evaluasi serta penyerahan hasil Penanganan Dampak
Sosial Kemasyarakatan.
Kemudian, biaya-biaya tersebut mempertimbangkan luasan objek Penanganan
Dampak Sosial Kemasyarakatan, jumlah masyarakat (KK) dan jumlah bidang yang
terkena Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan, letak geografis, nilai santunan
dan sarana prasarana yang tersedia.
Tabel 2.7 Peraturan Menteri ATR/BPN No. 19/2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
No Pasal Keterangan
1 Pasal 3 Dokumen Perencanaan Pengadaan tanah (DPPT) disusun berdasarkan studi kelayakan
yang mencakup:
1. survei sosial ekonomi;
2. kelayakan lokasi;
3. analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat;
4. perkiraan nilai tanah;
5. Dampak Lingkungan dan Dampak Sosial yang mungkin timbul akibat dari
Pengadaan Tanah dan pembangunan; dan
6. studi lain yang diperlukan.
2 Pasal 81 Tahapan pelaksanaan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum meliputi:
1. penyiapan pelaksanaan;
2. inventarisasi dan identifikasi;
3. penetapan Penilai;
4. musyawarah penetapan bentuk Ganti Kerugian;
5. pemberian Ganti Kerugian;
6. pemberian Ganti Kerugian dalam keadaan khusus;
7. penitipan Ganti Kerugian;
8. pelepasan Objek Pengadaan Tanah;
No Pasal Keterangan
9. pemutusan hubungan hukum antara Pihak yang Berhak dengan Objek Pengadaan
Tanah;
10. pendokumentasian data pelaksanaan pengadaan tanah; dan
11. pengambilan Ganti Kerugian.
3 Pasal 115 Bentuk Ganti Kerugian berupa:
1. uang;
2. tanah pengganti;
3. permukiman kembali;
4. kepemilikan saham; atau
5. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
4 Pasal 143 Anggaran penyusunan DPPT dapat bersumber dari:
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
3. anggaran badan hukum milik negara/badan usaha milik negara/badan usaha milik
daerah yang mendapat penugasan khusus; dan/atau
4. sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sumber: Peraturan Menteri ATR/BPN No. 19/2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
A. Persiapan Kegiatan
1. Pemrograman
a. Perencanaan Program
b. Peganggaran
2. Penetapan Lokasi Kegiatan
a. Pengusulan Kegiatan
b. Verifikasi/Penilaian Usulan
c. Penetapan Lokasi
d. Seleksi/Pengolahan Validasi Data
e. Penyampaian Daftar Calon Penerima Bantuan
B. Perencanaan Kegiatan
1. Penyiapan Kegiatan
a. Penugasan Tim Pelaksana
b. Penunjukan Bank/Pos
c. Pembekalan dan Mobilisasi Tim Pelaksana
d. Penyiapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Bahan Bangunan
e. Verifikasi Data Calon Penerima Bantuan
f. Penetapan Lokasi Desa/Kelurahan dan Calon Penerima Bantuan
2. Penyiapan Masyarakat
a. Pengorganisasian Calon Penerima Bantuan
b. Sosialisasi dan Penyuluhan
c. Identifikasi Kebutuhan Perbaikan Rumah
d. Survei Pemilihan Toko/Penyedia Bahan Bangunan
e. Penyusunan Proposal
f. Pengusulan Proposal
g. Verifikasi dan Persetujuan Proposal
C. Pelaksanaan Kegiatan
1. Penetapan Penerima, Pencairan, dan Penyaluran Bantuan
a. Penetapan Penerima Bantuan
b. Pencairan Dana Bantuan
c. Penyaluran Dana Bantuan
2. Penggunaan Bantuan
a. Penyusunan Daftar Rencana Penggunaan Dana Bantuan (DRPB)
b. Kontrak Toko/Penyedia Bahan Bangunan
c. Pembelian Bahan Bangunan
3. Pekerjaan Rumah Fisik
a. Penunjukan Tukang/Pekerja
b. Pekerjaan Perbaikan/Pembangunan Rumah
4. Pertanggungjawaban Bantuan
a. Pembayaran Upah Kerja
b. Penyusunan Laporan Penggunaan Dana
5. Pekerjaan Fisik Pembangunan PSU
a. Pengadaan
b. Pekerjaan Fisik Pembangunan PSU
c. Pertanggungjawaban Bantuan
d. Penyerahan Bantuan
D. Pengawasan dan Pengendalian
1. Mekanisme Pengawasan dan Pengendalian
a. Pengawasan dan pengendalian dimaksudkan untuk menjaga kualitas
pelaksanaan kegiatan BSPS Sejahtera/BSPS sesuai dengan target yang
ditetapkan. Target yang dimaksud meliputi ketepatan sasaran, ketepatan
waktu, ketepatan target keuangan, ketepatan kualitas output berupa rumah
layak huni, dan kualitas dokumen administrasi pertanggungjawaban kegiatan.
C. Pola ruang
Kabupaten Bekasi dalam Pola Ruang RTRW Provinsi Jabar sebagai Berikut
1) Kawasan Lindung
a. Kabupaten Bekasi masuk kedalam Kawasan suaka alam berupa Kawasan
pantai mangrove yang berada di Muara Gembong
b. Pada Pasal 34 menjelaskan bahwa Bekasi masuk kedalam Kawasan rawan
bencana alam, meliputi : Gelombang Pasang dan Rawan Banjir
c. Pasal 35 Kawasan lindung geologi berupa:
❖ Kawasan konservasi lingkungan geologi Berupa Karts
❖ Kawasan rawan bencana alam geologi berupa kawasan rawan abrasi
d. Kawasan perlindungan alam plasma nutfah eks-situ di Muara Gembong,
terletak di Kabupaten Bekasi;
2) Kawasan Budidaya:
a. Kawasan hutan produksi
b. Kawasan pertanian Tanaman Pangan
c. Kawasan perikanan
d. Pariwisata (Kawasan Wisata Industri dan Bisnis dan Wisata Agro)
Penjabaran visi & misi Kabupaten Bekasi Tahun 2017-2022 yang terkait dengan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman adalah:
1. Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Melalui Pemantapan Penyediaan
Kebutuhan Dasar Yang Layak
2. Menyediakan hunian yang sehat,nyaman dan asri, dengan sasaran
Meningkatnya kualitas lingkungan perumahan dan kawasan permukiman
masyarakat luas, baik berupa materi, maupun kerusakan lingkungan dan melebihi
kemampuan dari masyarakat tersebut untuk mengatasi bencana yang menimpanya
dengan sumberdaya yang dimiliki. Inti dari kedua definisi tersebut diantaranya adalah
adanya suatu kondisi yang dapat menimbulkan kerugian atau korban terhadap
kehidupan normal komunitas, kondisi yang dimaksud adalah bahaya bencana, selain itu
secara implisit disinggung mengenai kerentanan serta kapasitas suatu komunitas.
Hubungan antara konsep bencana dan Risiko bencana dapat dijelaskan dengan
menggunakan dua model yang saling berkaitan mengenai kebencanaan. Model pertama
yaitu ‘crunch’ yang menguraikan mengenai apa yang dimaksud dengan kebencanaan dan
bagaimana hal ini terjadi. Model kedua yaitu model ‘released’ yang menjelaskan
bagaimana bencana itu dapat dihindari atau diminimalisir (Wisner, 1994 dalam Tearfund,
2006).
Pada model crunch disebutkan bahwa bencana akan terjadi apabila adanya
faktor bahaya bencana (hazards) bertemu atau menimpa pada kondisi yang rentan
(vulnerability). Hal ini diperlihatkan pada Gambar 2.3 Bahaya bencana adalah suatu
kejadian yang dapat mengarah pada kondisi bahaya, menimbulkan kerugian dan korban,
misalnya tsunami. Pada suatu tempat tsunami merupakan suatu bahaya yang dapat
menimbulkan korban manusia dan kerugian yang sangat besar.
Akan tetapi ditempat lainnya dengan skala kekuatan yang sama, tsunami ini
mungkin tidak menimbulkan kerugian dan korban yang besar, karena pada lokasi ini
tsunami menimpa pada bangunan yang sudah tahan bencana, atau kondisi masyarakat
di tempat tersebut memiliki tingkat respon/kesiapan menghadapi pengetahuan bencana
yang lebih baik. Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa bahaya tidak dapat diartikan
sebagai bencana, akan tetapi bahaya ini akan menjadi bencana apabila menimpa pada
kondisi yang rentan. Suatu komunitas dapat dikatakan ‘rentan’ apabila komunitas
tersebut tidak memiliki kemampuan untuk mengantisipasi, bertahan, dan pulih terhadap
suatu bahaya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bencana hanya akan terjadi
apabila adanya bahaya menimpa pada suatu kondisi yang dianggap rentan menimbulkan
kerugian, kerusakan atau kehilangan. Sedangkan tingkat kerugian, kerusakan atau
kehilangan apabila terjadi bencana, yang disebabkan adanya potensi interaksi dari
bahaya terhadap kerentanan yang diwakili oleh arah gambar panah bahaya dan
kerentanan yang saling bertolak belakang, disebut sebagai tingkat Risiko bencana.
Penjelasan mengenai Risiko bencana ini akan diuraikan lebih detail pada uraian
selanjutnya.
Gambar 2.4 Model Released, Hubungan Komponen Crunch Dengan Risiko Bencana
Salah satu upaya untuk mengurangi Risiko bencana, menurut model released
(Gambar 2.4) adalah dengan menekan variabel bahaya agar intensitas, frekuensi atau
kekuatannya menjadi berkurang, misalnya dengan mendirikan bendungan untuk
mengurangi Risiko bencana banjir atau membangun dinding pantai untuk mengurangi
dampak dari bahaya gelombang pasang. Upaya tersebut umumnya tidak terlalu efektif
untuk bahaya bencana episodik (episodic events) yang frekuensi kejadiannya relatif
rendah, misalnya bahaya bencana tsunami, selain periode ulangnya relatif lama, bahaya
bencana tsunami juga tidak dapat diprediksi untuk kekuatan dan waktu terjadinya
(IOTWS, 2006, II-4).
mengolah data yang dikumpulkan untuk CLI (Canadian Land Inventory = Inventarisasi
Tanah Canada). Tujuannya untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan
Canada). Sedangkan Roger Tomlinson sendiri akhirnya mendapat julukan sebagai Bapak
SIG.
Dari definisi ini, GIS jelas mempunyai karakteristik sebagai perangkat pengelola basis data
(Database Management System (DBMS), sebagai perangkat analisa keruangan (spatial
analysis) dan juga sekaligus proses komunikasi untuk pengambilan keputusan.
Keunikan GIS jika dibanding dengan sistem pengelola basis data yang lain adalah
kemampuan untuk menyajikan informasi spatial maupun non-spatial secara bersama.
Sebagai contoh data GIS penggunaan lahan dapat disajikan dalam bentuk luasan yang
masing-masing mempunyai atribut penjelasan baik itu tabuler, text, angka, maupun
image file. Informasi yang berlainan tema disajikan dalam lapisan (layer) informasi yang
berlainan.
Tiga tugas utama yang diharapkan dari sistem informasi geografis adalah:
1). Penyimpanan, menajemen, dan integrasi data spasial dalam jumlah besar
2). Kemampuan dalam analisis yang berhubungan secara spesifik dengan komponen
data geografis.
3). Mengorganisasikan dan mengatur data dalam jumlah besar, sehingga informasi
tersebut dapat digunakan semua pemakainya.
Lebih sederhana lagi GIS mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai database system
dan sebagai alat analisis dan modeling yang berkaitan dengan informasi geografis.
D. Komponen G.I.S
GIS merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-
sistem komputer yang lainnya di tingkat fungsional dan jaringan. Secara umum GIS terdiri
dari beberapa komponen yaitu :
1 Perangkat Keras ▪ Pada saat ini tersedia berbagai platform perangkat keras, mulai dari
PC desktop, Workstation, hingga multiuser host yang dapat
digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam jaringan
komputer yang luas, berkemampuan tinggi, memilki ruang
penyimpan (hardisk yang besar dan mempunyai kapasitas memori
(RAM) yang besar. Adapun perangkat keras yang sering digunakan
untuk GIS adalah komputer (PC), mouse, digitizer, printer, plotter
dan scanner.
2 Perangkat lunak ▪ Bila dibandang dari sisi lain, GIS juga merupakan sistem perangkat
lunak yang tersusun secara modular, dimana basisdata memgang
peranan penting. Setiap subsistem diimplementasikan dengan
menggunakan perangkat lunak yang terdiri dari beberapa modul,
hingga tidak mengherankan kika ada perangkat GIS yang terdiri
dari ratusan modul program (*.exe) yang masing-masing dapat
dieksekusi sendiri.
3 Data dan Informasi ▪ GIS dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi
Geografi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengancara me-
ngimport–nya dari perangkat-perangkat lunak GIS yang lain
meupun secara langsung dengan cara mendijitasi data spasisialnya
dari peta dan memasukan data atributnya dari tabel-tabel dan
laporan dengan menggunakan keyboard.
4 Management ▪ Suatu proyek GIS akan berhasil jika di manage dengan baik dan
dikerjakan oleh orang-orang memiliki keahlian yang tepat pada
semua tingkat
di dalam basis data spasial (menyangkut lokasi, aksesibilitas, dsb), serta berdasarkan
perbandingan dengan informasi atribut tentang nilai jual tanah dari tanah serupa di
lokasi lain.
▪ Perencanaan Prasarana Perkotaan
Untuk merencanakan investasi di bidang prasarana perkotaan, GIS dapat digunakan
untuk menghitung kelayakan investasi berdasarkan perhitungan jumlah konsumen
serta data fisik lainnya.
2.3.2.4 Teknis
Sesuai dengan tujuan dan manfaat databse yang dibangun, maka dalam
implementasi pembangunannya diarahkan untuk dapat dikembangkan lebih lanjut, baik
untuk keperluan pengembangan sistem informasinya maupun untuk dasar pengambilan
keputusan yang tepat dan akurat bagi pemerintah. Metodologi dalam pelaksanaan
kegiatan penyusunan database ini dilihat dari proses secara umum akan memberikan hasil
dan kemampuan sistem yang diharapkan sesuai dengan keinginan, metodologi/alur.
Database tersebut dapat dideskripsikan secara umum pada gambar di bawah ini.
Penggunaan sistem SQL dimulai dari perekaman data terbatas semacam address
book, sampai dengan pengelolaan konsumen yang berskala jutaan record untuk
kebutuhan perusahaan multinasional.
Oracle dan Microsoft adalah 2 dari beberapa pengembang sistem SQL yang
berbayar. Basis data relasional yang dibangun oleh kedua perusahaan itu telah
dipakai oleh banyak perusahaan besar, serta beberapa situs e-government.
Perbedaan utama dari pengembang basis data relasional yang berbayar adalah
ketangguhan sistem yang teruji dan memiliki standarisasi serta dukungan teknis yang
memadai. Tetapi ada juga SQL yang dikembangkan secara free-sources (bebas) yaitu
mySQL yang mendukung aplikasi PHP.
D. Manajemen Data
Untuk melakukan menajeman data geografis paling tidak dibutuhkan sebuah DBMS
(Databese Management System). Pemodelan berorientasi objek menjadi sangat
dibutuhkan karena pemodelan basisdata relational tidak mampu melakukan
penyimpanan data spasial. Pada analisis spasial system manajemen database
memberikan beberapa keragaman. Ada beberapa keragaman applikasi yang dapat
digunakan sebagai database seperti Oracle Spatial, PostgreSQL, Informix, DB2,
Ingres dan yang paling popular saat ini adalah MySQL. Untuk mendapatkan
pengembangan fungsional analisis pada level database beberapa DBMS telah
mendukung procedural bahasa pemrograman. Oracle DBMS menawarkan dua
kemungkinan untuk menghasilkan individual operation dilevel database. Yang
pertama adalah PL/SQL sebuah procedural bahasa pemrograman. Yang kedua
adalah Java Virtual Machine (JVM) untuk proses Java classes di level database.