Anda di halaman 1dari 5

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/343167954

Catatan Kritis tentang Hunian Berimbang

Article · July 2020

CITATIONS READS

3 832

1 author:

Oswar Mungkasa
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
176 PUBLICATIONS   108 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Grand Design of air polution management of Jakarta View project

All content following this page was uploaded by Oswar Mungkasa on 23 July 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Segmen

Oswar Mungkasa2

Sekilas tentang Hunian Berimbang hunian dan kawasan pemukiman; (iii) mewujudkan sub­

K
onsep hunian berimbang telah dikenal lama dalam sidi silang untuk penyediaan prasarana, sarana dan utilitas
ilmu perencanaan kota maupun sosiologi perko­ umum serta pembiayaan pembangunan perumahan; (iv)
taan, sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan menciptakan keserasian tempat bermukim baik secara so­
sosiologis masya­rakat. Ide dasarnya bahwa keberadaan sial dan ekonomi; dan (v) mendayagunakan penggunaan
beragam strata sosial dalam satu lingkungan hunian akan lahan yang diperuntukkan bagi perumahan dan kawasan
menjamin terciptanya kerukunan diantara berbagai strata pemukiman (pasal 3 Permenpera Nomor 10/2012).
yang ada. Selain itu, akan menjamin tersedianya rumah Penyelenggaraan peru­mah­­an dan kawasan permukiman
bagi masyarakat berpendapatan rendah. dengan Hunian Berimbang dilaksanakan di perumahan,
Kesadaran akan pentingnya konsep ini yang mendorong permukiman, ling­kungan hunian dan kawasan permukim­
pemerintah mengadopsinya melalui penetapan lingkung­ an dengan skala sebagai berikut (i) perumahan dengan
an hunian berimbang dalam Surat Keputusan Bersama jumlah rumah sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) sam­
(SKB) 3 Menteri Tahun 1992, sehingga diharapkan bahwa pai dengan 1.000 (seribu) rumah; (ii) permukim­an dengan
konsep hunian berimbang dapat terwujud3. Walaupun jumlah rumah sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) sampai
kemudian ternyata penerapannya tidak semudah yang dengan 3.000 (tiga ribu) rumah; (iii) Lingkungan hunian
dibayangkan, sehingga sampai saat ini masih sangat sedikit dengan jumlah rumah sekurang-kurangnya 3.000 (tiga
pembangunan perumahan yang menerapkan konsep ini. ribu) sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) rumah; dan
Konsep hunian berimbang kemudian dicantumkan dalam (iv) kawasan permukiman dengan jumlah rumah lebih dari
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumah­ 10.000 (sepuluh ribu) rumah.
an dan Kawasan Permukiman pasal 34 sampai pasal 37 (li­ Lokasi untuk hunian berimbang dapat dilaksanakan
hat boks), dan ditindaklanjuti dalam Permenpera Nomor dalam satu kabupaten/kota pada satu hamparan; atau
10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan tidak dalam satu hamparan. Lokasi Hunian Berimbang
Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang. dalam satu hamparan sekurang-kurangnya menampung
Hunian berimbang didefinisikan sebagai perumahan 1.000 (seribu) rumah dan untuk lokasi yang tidak dalam
dan kawasan pemukiman yang dibangun secara berimbang satu hamparan sekurang-kurangnya menampung 50 (lima
dengan komposisi tertentu dalam bentuk rumah tunggal puluh) rumah.
dan rumah deret antara rumah sederhana, rumah mene­ Sementara persyaratan komposisi atas Hunian Berim­
ngah dan rumah mewah atau dalam bentuk rumah susun bang adalah berdasarkan: (i) Jumlah rumah; atau (ii) Luas­
antara rumah susun umum dan rumah susun komersial an lahan. Komposisi berdasarkan jumlah rumah merupa­
(Pasal 1 Permenpera Nomor 10/2012).
Tujuan Hunian Berimbang adalah untuk (i) menjamin 1. Tulisan ini merupakan rangkuman penulis dari hasil diskusi REI dan Lembaga
Pengkajian Perumahan dan Pengembangan Perkotaan Indonesia (LPP3I)
tersedianya rumah mewah, rumah menengah dan rumah tentang Hunian Berimbang di Hotel Ciputra, Citraland tanggal 6 Maret 2013.
sederhana bagi masyarakat yang dibangun dalam satu ham­ 2. Pemimpin redaksi HUDmagz.
3. Sebagai ilustrasi, dalam konsideran menimbang huruf b. SKB 3 Menteri
paran atau tidak dalam satu hamparan untuk rumah seder­ dicantumkan bahwa untuk mencapai tujuan pembangunan perumahan dan
permukiman yang serasi, perlu diwujudkan lingkungan permukiman yang
hana; (ii) mewujudkan kerukunan antarberbagai golongan penghuninya terdiri dari berbagai profesi, tingkat ekonomi dan status sosial yang
masyarakat dari berbagai profesi, tingkat ekonomi dan saling membutuhkan dengan dilandasi rasa kekeluargaan, kebersamaan dan
kegotongroyongan, serta menghindari terciptanya lingkungan perumahan dengan
status sosial dalam perumahan, pemukiman, lingkung­an pengelompokan hunian yang dapat mendorong terjadinya kerawanan sosial.

18
Edisi 4 - 2013

kan perbandingan jumlah rumah sederhana, jumlah rumah a. Pembangunan rumah sederhana dalam skema hunian
menengah dan jumlah rumah mewah. Perbandingan yang berimbang terkesan seperti pergeseran tanggungjawab
dimaksud adalah dalam skala 3:2:1, yaitu 3 (tiga) atau le­ penyediaan perumahan dari pemerintah ke pengembang
bih rumah sederhana berbanding 2 (dua) rumah mene­ ketika tidak tersedia insentif dari pemerintah
ngah berbanding 1 (satu) rumah mewah4. Perumahan merupakan kebutuhan dasar bahkan
Komposisi berdasarkan luasan lahan merupakan per­ bagian dari hak asasi manusia. Hal ini tercantum secara
bandingan luas lahan untuk rumah sederhana, terhadap jelas mulai dari UUD 1945 berikut UUD 1945 Aman­
luas lahan keseluruhan. Luasan lahan tersebut minimal demen, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
25% dari luas lahan keseluruhan dengan jumlah rumah Manusia Pasal 40, dan terbaru Undang-Undang Nomor
sederhana sekurang-kurangnya sama dengan jumlah ru­ 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Per­
mah mewah ditambah jumlah rumah menengah. mukiman Pasal 129. Sebagai konsekuensinya, Negara
Selain itu, ditetapkan juga dalam hal ini pemerintah bertanggungjawab agar ke­
adanya Hunian Berimbang ru­­ butuhan akan perumahan masyarakat dapat terpenuhi.
mah susun yang merupa­kan Walaupun dalam kenyataannya, masih sekitar 8,2 juta
perumahan atau lingkung­ keluarga belum menempati
an hunian yang dibangun Pasal 34
rumah yang layak huni.
secara berimbang antara ru­ (1) Badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib Konsep hunian berimbang
mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang.
mah susun komersial dan ru­ (2) Pembangunan perumahan skala besar yang dilakukan oleh badan kemudian menjadi salah satu
mah susun umum. Hunian hukum wajib mewujudkan hunian berimbang dalam satu hamparan. jalan keluar pemenuhan hak
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk
Berimbang yang dimaksud badan hukum yang membangun perumahan yang seluruhnya perumahan masyarakat. Na­
tersebut minimal 20% (dua (4) Dalam ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan rumah umum. mun dari kacamata pengem­
hal pembangunan perumahan sebagaimana dimaksud pada
puluh persen) dari total luas ayat (1), Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memberikan bang, pelaksanaan konsep
insentif kepada badan hukum untuk mendorong pembangunan
lantai rumah susun komersial perumahan dengan hunian berimbang. hunian berimbang menjadi
yang dibangun adalah berupa Pasal 35
seperti pergeseran tanggung­
rumah susun umum. Rumah (1) Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian berimbang jawab dari peme­rintah kepa­
meliputi rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.
susun umum tersebut dapat (2) Ketentuan mengenai hunian berimbang diatur dengan Peraturan da pihak pengembang. Kon­
dibangun pada bangunan ter­ Menteri. disi ini sangat terasa ketika
pisah bangunan rumah susun Pasal 36 tidak tersedia insentif yang
komersial atau diba­ngun da­ (1) Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang
tidak dalam satu hamparan, pembangunan rumah umum harus
memadai bagi pengembang
lam satu hamparan dengan dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota. dalam pelaksanaannya. Hal
(2) Pembangunan rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
rumah susun komersial. harus mempunyai akses menuju pusat pelayanan atau tempat kerja. ini terlihat jelas pada pasal 34
Perencanaan perumahan (3) Kemudahan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan peraturan daerah.
ayat 4 yang menyatakan ‘da­
dan kawasan permukiman (4) Pembangunan perumahan dilakukan hunian berimbang sebagaimana lam hal pembangunan peru­
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang sama.
dengan Hunian Berimbang mahan sebagaimana dimak­
dapat dilaksanakan dalam Pasal 37 sud ayat (1)5, Pemerintah
Ketentuan lebih lanjut mengenai perumahan skala besar dan kriteria
satu hamparan atau tidak da­ hunian berimbang sebagaimana dimaksud Pasal 34, Pasal 35 dan Pasal 36 dan/atau pemerintah daerah
lam satu hamparan. Perenca­ diatur dengan Peraturan Menteri. dapat memberikan insentif
naan tidak dalam satu ham­ sumber: UU Nomor 1 Tahun 2011, tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. kepada badan hukum untuk
paran wajib dilakukan oleh mendorong pembangunan
setiap orang yang sama dan perencanaan tersebut tertuang perumahan dengan hunian berimbang. Sementara pada
dalam dokumen-dokumen berupa (i) Rencana tapak; (ii) pasal 54 ayat (2) disebutkan bahwa untuk memenuhi
Desain rumah; (iii) Spesifikasi teknis rumah; (iv) Rencana kebutuhan rumah bagi MBR, Pemerintah dan/atau pe­
kerja perwujud­an hunian berimbang; (v) Rencana kerjasa­ merintah daerah wajib memberikan kemudahan pem­
ma. Dokumen tersebut harus mendapat pengesahan dari
pemerintah daerah kabupaten/kota, khusus DKI Jakarta 4. Dalam Permenpera No. 10/2012 tercantum rumah komersil sebagai rumah yang
diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan.Rumah mewah sebagai rumah
oleh pemerintah daerah provinsi DKI Jakarta. komersial yang diselenggarakan dengan harga jual lebih besar dari 4 (empat)
kali harga jual rumah sederhana. Sedangkan rumah sederhana adalah rumah
umum yang dibangun di atas tanah dengan luas kavling antara 60 m2 sampai
Isu terkait Hunian Berimbang dengan 200m2 dengan luas lantai bangunan paling sedikit 36 m2 dengan harga
Dalam diskusi terungkap beberapa isu utama, termasuk jual sesuai ketentuan pemerintah. Selanjutnya, rumah menengah adalah rumah
komersial dengan harga jual lebih besar dari 1 (satu) sampai dengan 4 (empat)
juga hambatan pelaksanaan konsep hunian berimbang se­ kali harga jual rumah sederhana.
5. Pasal 34 ayat (1) menyatakan ‘Badan hukum yang melakukan pembangunan
lama ini, yaitu: perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang’

19
Segmen

bangunan dan perolehan rumah melalui program pe­ trasi harga lahan di Jakarta berbeda dengan kota ke­
rencanaan pembangunan perumahan secara bertahap cil di pedalaman pulau Sulawesi, termasuk juga biaya
dan berkelanjutan. Jadi insentif tersebut hanya wajib pembangunan rumah yang berbeda signifikan dari satu
ketika membangun rumah bagi MBR tetapi menjadi lokasi ke lokasi lain. Sepertinya pengaturan hunian
tidak wajib ketika terkait hunian berimbang. Perbedaan berimbang ‘bias kota besar’. Dibutuhkan fleksibilitas
ini menjadi terlihat seperti membedakan antara penye­ yang memberi ruang bagi pemerintah masing-masing
dia rumah bagi MBR dan pengembang yang terkena daerah untuk merinci ketentuan hunian berimbang
ketentuan hunian berimbang. Sementara pada dasarnya dalam peraturan daerahnya sesuai dengan kondisi ma­
keduanya juga membangun rumah sederhana. Bahkan sing-masing. Walaupun demikian, secara nasional perlu
tidak tertutup kemungkinan jumlah rumah sederhana ditetapkan variabel penentunya (saat ini berupa harga
yang dibangun dalam skema hunian berimbang jauh rumah, luasan kapling dan jumlah rumah), yang ke­
lebih banyak dan masif. mudian masing-masing daerah dapat menyesuaikan.
b. Konsep hunian berimbang banyak disalahpahami sebagai f. Konsep hunian berimbang belum terakomodasi/terinter-
hanya sekedar mengurangi backlog, padahal filosofi uta- nalisasi kedalam skema Rencana Tata Ruang. Sebagai
manya adalah menjaga keserasian sosial dalam masyarakat konsekuensinya, penerapan hunian berimbang dapat
melalui hidup berdampingan diantara beragam strata so- bertabrakan dengan ketentuan atau penetapan tata ru­
sial dalam satu lingkungan hunian. Hal ini sebenarnya ang suatu wilayah. Sebagai ilustrasi, dalam rencana tata
telah tercantum jelas dalam SKB 3 (tiga) Menteri ta­ ruang ditetapkan luasan kapling minimal yang tidak
hun 1992 maupun dalam Permenpera No­ sesuai dengan ketentuan hunian berimbang.
mor 10 Tahun 2012. Sebagai akibatnya, g. Penerapan skema hunian berimbang kurang mengako-
hunian berimbang dalam satu ham­ modasi konsep sejenis yang telah ada sebelumnya seperti
paran adalah suatu keniscayaan. Na­ skema Kawasan Siap Bangun (Kasiba) dan Lingkungan
mun perlu juga disepakati luasan Siap Bangun (Lisiba). Walaupun disadari juga bahwa
minimal yang dapat dikatego­ skema Kasiba dan Lisiba juga relatif tidak berjalan baik.
rikan sebagai satu hamparan Tidak tertutup kemungkinan skema Kasiba dan Lisiba
yang memenuhi stan­ dapat bersinergi dengan hunian berimbang.
DENPASAR dar kelayakan minimal
terbentuknya suatu
h. Penerapan suatu kebijakan publik dalam hal ini hunian
berimbang membutuhkan dasar pijak yang kuat berupa
ko­munitas yang hete­ hasil evaluasi pelaksanaan hunian berimbang. Sementara
rogen. berdasar pengamatan pemangku kepentingan, pelak­
c. Konsep hunian berim- sanaan konsep hunian berimbang secara resmi belum
bang dapat juga dilihat pernah di evaluasi. Termasuk juga penetapan batasan
sebagai salah satu bentuk hamparan tidak melalui pengujian/simulasi. Akibat­
Corporate Social Responsibility (CSR). nya permenpera tentang hunian berimbang menjadi
Mempertimbangkan penyediaan pe­ kurang matang konsepnya.
rumahan menjadi tanggung jawab pe­ i. Penerapan hunian berimbang membutuhkan penegak­
merintah/pemerintah daerah, beban yang an hukum (law enforcement) yang kuat. Pengalaman
ditanggung pengembang dapat diperhitungkan sebagai menunjukkan bahwa skema sejenis hunian berim­
kontribusi CSR nya. bang rawan penyalahgunaan. Sebagai ilustrasi, ketika
d. Pasar tanah dilepas ke pasar sehingga harga tanah tidak dibangun rumah sederhana pada lokasi dengan harga
terkendali. Kondisi ini menjadikan pengembang terbe­ tanah yang cukup mahal, terdapat kecenderungan ru­
bani secara finansial, khususnya pada daerah dengan mah tersebut akan dialihkan ke pihak lain oleh pemi­
harga tanah yang tinggi, ketika harus menyiapkan por­ liknya demi memperoleh keuntungan finansial jangka
si tertentu lahan bagi kebutuhan rumah sederhana yang pendek.
harganya ditentukan. Sementara ke depannya tidak ada j. Penolakan (setidaknya tidak menjadi preferensi) dari ke­
jaminan bahwa kapling untuk rumah sederhana tidak lompok strata tertentu untuk hidup berdampingan dalam
dipindahtangankan kepada mereka yang tidak berhak. satu hamparan tertentu dengan kelompok strata bawah.
e. Penerapan konsep hunian berimbang perlu memperhati- Walaupun sinyalemen ini tidak secara eksplisit dinya­
kan keberagaman daerah, dan tidak menerapkan skema takan tetapi biasanya terwujud dalam bentuk citra ka­
‘one fit for all’. Hal ini menjadikan penerapan konsep wasan perumahan menjadi kurang ‘menjual’.
hunian berimbang sulit dilaksanakan. Sebagai ilus­ k. Pengaturan skema hunian berimbang melalui SKB 3

20
Edisi 4 - 2013

(tiga) menteri tidak mempunyai legitimasi yang kuat. Hal peran yang jelas kepada Perumnas sebagai ‘leading sec-
ini yang ditengarai menjadi salah satu kendala penerap­ tor’ pembangunan perumahan publik, penyiapan in­
an hunian berimbang selama ini. Walaupun demikian sentif (disinsentif ) bagi pengembang.
sinyalemen ini belum pernah diuji kesahihannya. c. Perlunya dilakukan kajian akademis disertai simulasi
l. Walaupun dianggap sulit diterapkan, namun ternyata terkait konsep hunian berimbang, khususnya terkait
beberapa lokasi perumahan telah berupaya menerapkan besaran luasan hamparan dan jumlah rumah minimal
konsep hunian berimbang. Kementerian Perumahan yang layak bagi terbentuknya sebuah komunitas so­
Rakyat mencatat setidaknya terdapat 5 (lima) lokasi sial yang harmonis, komposisi alternatif hunian ber­
yang telah melaksanaan konsep ini yaitu Perumahan imbang (tidak mutlak 1:2:3), besaran beban finansial
Telaga Kahuripan (Kabupaten Bogor) seluas 750 ha, maksimal yang dapat ditanggung oleh pengembang,
Perumahan Bukit Semarang Baru di kabupaten Sema­ pilihan insentif yang wajib disediakan, kemungkinan
rang seluas 1.250 ha, Perumahan Bukit Baruga di kota menjadikan kontribusi pengembang dalam
Makassar seluas 1.000 ha, perumahan Driyorejo di ka­ hunian berimbang menjadi ske­
bupaten Gresik seluas 1.000 ha, dan Perumahan ma CSR pengembang.
Kurnia Jaya di kota Batam seluas 100 ha. Termasuk dalam hal
ini adalah kajian aka­
Agenda ke Depan demis terhadap tero­
Dalam diskusi disepakati beberapa hal bosan yang akan di­
diantaranya adalah (i) konsep hunian ber­ lakukan. Keseluruhan
imbang adalah suatu upaya mencegah ter­ konsep hunian berim­
jadinya pengelompokan perumahan berdasar bang tersebut seharusnya bersifat
strata sosial yang dapat mendorong terjadinya fleksibel sehingga dapat disesuaikan dengan
kerawanan sosial. Selain itu, konsep hunian kondisi masing-masing daerah. Penerapan sistem
berimbang juga mendukung pemerintah da­ indeks terhadap variabel yang diberlakukan secara na­
lam mengurangi backlog rumah layak huni dan terjangkau. sional menjadi suatu pilihan.
Namun pelaksanaannya yang membutuhkan suatu pan­ d. Penegasan kewenangan pemerintah, pemerintah pro­­
duan yang rinci tetapi fleksibel disesuaikan dengan kon­ vinsi, pemerintah kabupaten/kota, pihak terkait lain­
disi masing-masing daerah; (ii) Undang-Undang Nomor nya seperti Perumnas, BPN dalam penerapan skema
1 Tahun 2011 masih dianggap perlu ‘sedikit’ penyesuaian lingkungan hunian berimbang. Pada saat yang sama
terutama terkait kewajiban pemerintah/pemerintah daerah juga perlu ditegaskan kewajiban pihak pengembang
mendukung penerapan skema lingkungan hunian berim­ termasuk masyarakat. Termasuk juga pilihan bentuk
bang; (iii) Permenpera Nomor 10 Tahun 2012 yang se­ kemitraan yang dapat dilakukan.
layaknya menjadi acuan penerapan konsep hunian berim­ e. Penerapan skema hunian berimbang bersifat dinamis,
bang, ternyata dipandang belum cukup memadai. Masih dalam arti ketika harga tanah dilepas ke pasar maka
terdapat banyak hal yang perlu diperjelas, diluruskan, dan kemungkinan akan terjadi ‘moral hazard’ berupa pen­
ditambahkan jualan aset rumah sederhana kepada pihak lain yang
Dalam penerapannya, konsep lingkungan hunian ber­ berpotensi ‘mengacaukan’ skema hunian berimbang.
imbang membutuhkan dukungan pemerintah setidaknya Untuk itu, langkah pengendalian baik berupa peman­
dalam beberapa hal, yaitu. tauan, penerapan sanksi, penegakan hukum yang ketat
a. Peninjauan kembali dan revisi terhadap Rencana Tata menjadi keniscayaan.
Ruang Wilayah yang ada agar mengadopsi skema ling­ f. Bentuk dukungan tersebut sebaiknya tercantum dalam
kungan hunian berimbang. Sehingga penerapan skema Peraturan Menteri Perumahan Rakyat yang mengatur
lingkungan hunian berimbang mempunyai acuan yang tentang hunian berimbang. Untuk itu, disarankan agar
jelas terkait aspek tata ruang. Kementerian Perumahan Rakyat melakukan penin­
b. Dilakukan upaya terobosan dalam mendukung penye­ jauan kembali dan merevisi Permenpera terkait. Dalam
diaan rumah sederhana dalam skema lingkungan huni­ upaya peninjauan dan revisi tersebut seyogyanya meli­
an berimbang diantaranya dapat berupa pengenalan batkan pemangku kepentingan dan didasari oleh hasil
konsep ‘freezing’ terhadap harga tanah, penyiapan bank evaluasi pelaksanaan konsep hunian berimbang selama
tanah, penerapan kembali (revitalisasi) skema Kasiba ini, yang disertai hasil kajian/simulasi terhadap varia­
dan Lisiba melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor bel/faktor yang ditetapkan sebagai penentu dimensi
80 tahun 1999 tentang Kasiba dan Lisiba, pemberian hunian berimbang.

View publication stats


21

Anda mungkin juga menyukai