Anda di halaman 1dari 12

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


Dasar Perumahan Pemukiman UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN

PENYEDIAAN
AMPEL SURABAYA
2021

RUMAH SECARA
FORMAL
Dosen Pengampu :

Septia Heryanti, S.T, M.T

Disusun Oleh Kelompok 3 :


Raudatul Ilmi S. (09010320011)

Agusti Fikri N. (09020320017)

Felixon R. (09020320031)

Hanna Wijaya A.I. (09030320059)

Vita Nur Santi (09040320071)


Perumahan Formal merupakan perumahan yang dibangun oleh PERUMAHAN
FORMAL
pengembang (badan usaha di bidang perumahan dan permukiman) dan
pemerintah (melalui BUMN/BUMD). Berdasarkan UU RI No. 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman diatur mengenai
pembangunan perumahan formal. Menurut pendapat John F. Turner (1976)
dalam buku “Housing by People”, ada 3 faktor dalam pembangunan
perumahan. (1) Pemerintah (public sector), (2) Swasta (Private Sector), (3)
Masyarakat (Popular/Community Sector.

Jika di Indonesia, lebih tepat berdasrkan dua sektor, yaitu :


1.Sektor Formal (Planned Settlement)
2.Sektor Informal (Unplanned Settlement)

Kelompok formal terdiri dari kelompok yang membangun mengikuti


peraturan setempat dangan kepemilikan lahan yang sah dan dilaksanakan
baik secara terorganisir atau individual. Sistem pembangunan formal
merupakan sistem pembangunan yang proses perencanaan, pelaksanaan
dan pengembangan pembangunan dilakukan oleh institusi formal.
Pemrakarsa pembangunan perumahan secara formal terorganisir yaitu
pemerintah dan swasta. Perumahan formal bersifat masal, memiliki standar
baku dan dalam pelaksanaannya sesuai dengan peraturan dan standar yang
ada serta didukung oleh pembiayaan dari institusi formal (perbankan).
Dalam pembangunan formal ini menggunakan teknologi yang canggih dan
tenaga tukang yang terampil. Pengorganisasian pembangunan formal
didasarkan pada pengorganisasian dari sisi pasokan. Kegiatan
pembangunan ini diprakarsai oleh pihak pemasok atau provider/supplier
Organisator pembangunan perumahan formal adalah perumnas dan pengembang swasta. Berikut adalah ciri
pengorganisasian dari sisi pasokan:
Produk rumah disalurkan melalui mekanisme pasar dimana pihak yang berhak mendapakan rumah tidak
ditentukan berdasarkan kebutuhan yang mendesak, tetapi pada kemampuan membayar calon penghuninya.
Pengguna atau pembeli akan terorganisir berdasarkan pada kemampuan ekonominya dimana harga rumah akan
mencerminkan kualitas, luas, lokasi rumah yang akhirnya menentukan masyarakat pembelinya. Hal tersebut
berarti bahwa harga rumah seolah-olah mengorganisasikan masyarakat.
Pembangunan dan pengadaan perumahan yang dilakukan oleh swasta lebih berorientasi pada keuntungan dan
mayoritas diperuntukan untuk masyarakat berpenghasilan sedang hingga atas. Sedangkan pembangunan
pengadaan perumahan yang dilakukan sektor formal pemerintah lebih berorientasi pada masyarakat berpenghasilan
menengah ke bawah. Berikut adalah diagram peran sektor swasta dalam penyediaan dan pengadaan perumahan.
Dalam pembangunan perumahan secara formal terdapat isu dan tantangan dalam pelaksanaannya diantaranya:
Pembangunan perumahan oleh developer swasta memiliki standar baku dan teknologi serta tukang yang terampil
sehingga pembangunannya memerlukan biaya awal yang cukup tinggi sehingga harga rumah yang ditawarkan
semakin mahal. Peran pengembang swasta dalam pengembangan perumahan sederhana dan sangat sederhana
bagi masyarakat berpenghasilan rendah masih sangat minim dan lebih berorientasi pada masyarakat
berpenghasilan menengah keatas dan mementingkan keuntungan.
Harga rumah yang tinggi, kaitannya dengan program pemerintah, bagi masyarakat berpenghasilan rendah
mendapatkan kekhususan perlakuan diantaranya mendapatkan subsidi dari pemerintah. Namun sayangnya subsidi
tersebut tidak disalurkan dengan benar dan dapat mendistorsi harga atau mendorong munculnya penyelewengan
subsidi sehingga tidak tepat sasaran.
Ironi rumah kosong dimana banyak penduduk belum memiliki rumah tetapi banyak juga rumah kosong yang tidak
berpenghuni.
Harga lahan yang dengan cepat melambung karena banyak lahan tidur atau lahan yang tidak segera dimanfaatkan
tetapi digunakan untuk investasi dan spekulasi. Hal tersebut mengakibatkan semakin tidak terjangkaunya harga
lahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Penyelenggaraan pembangunan perumahan di Indonesia mengacu kepada Kebijakan dan Strategi Nasional
Perumahan dan Permukiman Tahun 1999 berlandaskan kepada Undang Undang No. 4 Tahun 1992. Selanjutnya
seiring dengan perkembangan sosial politik yang ada maka terjadilah perubahan paradigma penyelenggaraan
pembangunan perumahan, maka Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (KIMPRASWIL)
menyempurnakan Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman. Kebijakan itu dituangkan
dalam surat Keputusan Menteri KIMPRASWIL No. 217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Perumahan dan Permukiman (KSNPP).
Suprijanto (2004) mengatakan bahwa menjelang berakhirnya abad 20, pembangunan perumahan dan
permukiman telah mencapai keberhasilan yang dikenal sebagai pola pasokan. Pola pasokan tersebut diawali
dengan penugasan kepada Perum Perumnas untuk menyediakan perumahan sederhana pada tahun 1974 yang
kemudian dikembangkan oleh para pengembang swasta untuk melayani masyarakat golongan menengah
keatas.
Menurut Sulistiyani, 2002, mengusulkan beberapa
pemikiran demi mengatasi masalah perumahan dan
pemukiman :
1.Manajemen pembangunan dengan merumuskan
kebijakan perumahan yang menyeluruh dan terpadu,
mempertimbangkan aspek lingkungan fungsional,
potensi dana dan daya, peningkatan ekonomi. Tata
ruang dan tata guna tanah.
2.Pendekatan etis dengan mempertimbangkan asas
keterjangkauan, diferensiasi subsidi dan program
sehingga mencakup permasalahan semua kalangan.
3.Pendekatan teknis, pembangunan bertahap, terus
menerus dengan teknologi tepat guna dan sasaran.
4.Pendekatan sosiologi dengan pertimbankan aspek
kemasyarakatan yang memiliki kultur yang hendaknya
dipertimbangkan dalam site planning.
Kedudukan Perumahan Formal dalam Supply Perumahan Sistem Pengadaan Pemukiman di Indonesia

Ada 3 pola pengadaan perumahan di perkotaan. Indonesia menganut pendekatan yang


Pertama,Perumahan yang dibangun swasta, bermutu baik, mahal dualistis. Di satu sisi pengadaan perumahan
dan diperuntukan bagi penduduk penghasilan menengah keatas. oleh masyarakat sendiri diakui dan didukung,
Kedua, rumah yang pengadaannya untuk dipakai sendiri baik oleh dan disisi lain pemerintah merasa masyarakat
pribadi maupun badan usaha. tidak mampu mengadakan perumahan sendiri
Ketiga, adalah pola perumahan di kampung dan jumlahnya dan perlu dibangunkan. Dualisme ini
mencapai dua pertiga dari jumlah yang ada. Perumahan ini dibedakan sebagai permintaan (demand) dan
dibangun penghuninya sendiri. kebutuhan (need).
Konsep kebutuhan (Need) dapat dilihat dari
Menurut D.Drakakish Smith (1981) penyedian perumahan MBR di Repelita I (1969-1974), dilaksanakan
negara berkembang dibagi menjadi 2, Konvensional dan Non- pembangunan dengan mencoba beberapa
Konvensional, yang terbagi lagi menjadi publik, swasta, hibrida, slum, model rumah. Pelaksanaannya pada Repelita II.
dan squatter. Pertama Keputusan Presiden RI No. 29 tahun
Adapun pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk mengurangi 1974 tentang Perum Perumnas. Kedua,
sumber daya alam yang tidak terbarukan, penggunaan berkelanjutan keputusan Menteri Keuangan tentang
SDA yang dapat dibarukan, dan menjaga kapasitas daya serap air penugasan Bank Tabungan Negara (BTN) untuk
dari pembuangan lokal. menyelenggarakan KPR.
Pihak swasta ikut terlibat dari dikeluarkannya
UU penanaman modal asing (1967) dan modal
dalam Negeri (1968). Sejak itu beberapa kota
besar terlihat pihk swasta membangun
perumahan untuk terutama Masyarakat
Berpenghasilan menengah keatas.
Regulasi dan Kebijakan Pemerintah

Pada 1950 dibentuk lembaga-lembaga


perumahan untuk mengembangkan
standar rumah sehat. Pada 1960-an,
pemerintah meratifikasi UU berkaitan
membangun rumah-baru, juga
membentuk lembaga penelitian untuk
mengkaji masalah perumahan yang
didukung PBB. Tahun 1970-an,
mengadopsi skema formal dan informal
untuk kebijakan perumahan atas saran-
saran Internasional. Skema formal untuk
dibangun sama-sama oleh agen
pemerintah dan swasta untuk rumah
dinas dan prinadi. Untuk informal yaitu
perbaikan rumah kumuh, peremajaa kota.
Tahun 1980-an, program rumah murah
dan perbaikan rumah tetap merupakan
dua kebijakan utama. Akan tetapi masih
tetap menghadapi masalah perumahan
berkaitan pada pertumbuhan penduduk,
tingginya tingkat urbanasi, kelangkaan
Sumber daya, ketidakefisienan produksi
rumah, krisis ekonomi, korupsi merajalela,
dan lain sebagainya.
Pasar Perumahan dan Pemukiman Faktor Permintaan Perumahan dan Pemukiman di Indonesia

Ada 2 komponen utama menentukan Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan perumahan


pasar perumahan yaitu jumlah unit rumah diIndonesia adalah sebagai berikut (Hartoyo, 2006) : pertama,
dan jumlah rumah tangga sebagai konsumen. harga/nilai rumah dipengaruhi oleh atribut karakteristik rumah
Jumlah unit ditentukan dari rumah yang yaitu : jenis lantai bukan tanah, fasilitas jamban sendiri dan
sudah ada + rumah yang baru dibangun. Yang ketersediaan septic tank dalam system pembuangan air limbah.
menentukan konsumen adalah pendapatan Kedua, permintaan rumah sesuaidengan atribut karakteristik
setiap rumah tangga, prospek, lokasi + rumahnya dipengaruhi oleh pendapatan rumah tangga, wilayah
perbandingan harga hunian kontrak. Jawa/luar Jawa, dan status penguasaan rumah. Dalam jangka
Beberapa Aspek yang mempengaruhi panjang, menghuni rumah dengan status penguasaan milik
permintaan perumahaan: sendiri lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan status
penguasaan rumah sewa/kontrak.
1.Kemampuan keluarga untuk membeli
rumah
2.Persentasi penghasilan perbulan yang bisa
disisihkan untuk perumahan
3.Jenis-jenis unit rumah
4.Faktor kependudukan pertumbuhan
penduduk, migrasi, urbanisasi, dll
5.Harga tiap-tiap unit rumah
6.Lembaga perbankan yang membantu
pengadaan perumahan

Perubahan pasar perumahan selalu terjadi


karena banyak faktor-faktor yang
mempengaruhi penyediaan (supply) dan
permintaan (demand).Keseimbangan
penyediaan dan permintaan ini harus selalu
Strategi Pembangunan Perumahan Formal di Indonesia

Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan


Permukiman (KSNPP) menetapkan tiga kebijakan dengan
tiga strategi seperti berikut:
1.Melembagakan sistem penyelenggaraan perumahan dan
permukiman dengan pelibatan masyarakat sebagai pelaku
utama. Dengan strategi : Pengembangan peraturan
perundang-undangan dan pemantapan kelembagaan
dibidang perumahan dan permukiman serta fasilitasi
pelaksanaan penataan ruang kawasan permukiman yang
transparan dan partisipatif
2.Mewujudkan pemenuhan kebutuhan perumahan (papan)
bagi seluruh lapisan masyarakat, sebagai salah satu
kebutuhan dasar manusia. Dengan Strategi : Pemenuhan
kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau dengan
menitikberatkan kepada masyarakat miskin dan
berpendapatan rendah.
3.Mewujudkan permukiman yang sehat, aman, harmonis
dan berkelanjutan guna mendukung pengembangan jati
diri, kemandirian dan produktivitas masyarakat. Dengan
Strategi : Perwujudan kondisi lingkungan permukiman
yang sehat,aman, harmonis dan berkelanjutan.
Skema Pembiayaan

Skema Pembiayaan pada Perumahan Formal : 2. KPR Bersubsidi


1. Bank melalui KPR (Konvensional dan Syariah) KPR Bersubsidi adalah Kredit/pembiayaan pemilikan
KPR adalah suatu fasilitas yang diberikan oleh perbankan rumah yang mendapat bantuan dan/atau kemudahan
kepada para nasabah perorangan yang akan membeli perolehan rumah bagi pemerintah berupa dana murah
atau merenovasi rumah. Selain dari perbankan, terdapat jangka panjang dan subsidi perolehan rumah yang
juga perusahaan yang menyalurkan pembiayaan dari diterbitkan oleh Bank Pelaksana baik secara konvensional
lembaga sekunder untuk pembiayaan rumah (housing maupun dengan prinsip syariah. Jenis subsidi yang biasa
financing). Adapun, prinsip KPR adalah dengan diberikan meliputi:
membiayai terlebih dahulu biaya pembelian atau a. KPR SSB (Selisih Suku Bunga) adalah Kredit
pembangunan rumah yang kemudian diangsur untuk kepemilikan rumah yang diterbitkan oleh Bank Pelaksana
pembayaran balik. secara konvensional yang mendapat pengurangan suku
bunga melalui Subsidi Bunga Kredit Perumahan.
b. KPR SSM (Subsidi Selisih Marjin) adalah pembiayaan
pemilikan rumah yang diterbitkan oleh Bank Pelaksana
dengan prinsip syariah yang mendapat pengurangan
marjin melalui Subsidi Bunga Kredit Perumahan.
c. Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) adalah Subsidi
pemerintah yang diberikan kepada masyarakat
berpenghasilan rendah dalam rangka pemenuhan
sebagian/ seluruh uang muka perolehan rumah
d. Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)
adalah dukungan fasilitas likuiditas pembiayaan
perumahan kepada MBR yang pengelolaannya
dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat.
Skema Pembiayaan

3. TAPERA/BAPETARUM – PNS
Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) adalah penyimpanan yang dilakukan oleh Peserta secara pcriodik dalam
jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan
berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir (PP No 25 Tahun 2020). Tapera bertujuan untuk
menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan
dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi Peserta. Pengelolaan Tapera
meliputi: pengerahan Dana Tapera yang dilakukan untuk mengumpulkan dana dari peserta; pemupukan Dana
Tapera yang dilakukan untuk meningkatkan nilai dana Tapera; dan pemanfaatan Dana Tapera yang dilakukan
untuk pembiayaan perumahan bagi peserta.
Daftar Pustaka

Dr. Sunarti, S.T., M.T. "BUKU AJAR PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN". Semarang : Undip Press ; 43
https://doc-pak.undip.ac.id/6099/3/Buku%20Ajar%20Perumahan%20dan%20Permukiman.pdf

Auliya, Dwira Nirfalini. 2017. "PEMBANGUNAN PERUMAHAN FORMAL". Medan : USU Press ; 1 - 13.
https://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/71216/Fulltext.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Perkim. 2021. "Pembiayaan dalam Penyediaan Perumahan". Diakses pada 3 April 2022. Dari
:https://perkim.id/tantangan-penyediaan-perumahan/pembiayaan-dalam-penyediaan-perumahan/

Anda mungkin juga menyukai