Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sebagai salah satu kebutuhan primer manusia setelah pangan dan sandang
harus terpenuhi. Setelah terpenuhinya kebutuhan primer sebagai kebutuhan pokok manusia,
baru manusia memenuhi kebutuhan sekunder dan kebutuhan tertier. Fungsi rumah selain
sebagai pelindung dari segala cuaca dan gangguan alam juga makluk hidup lainnya, rumah
juga berfungsi sebagai pusat pendidikan keluarga, pusat persemaian budaya dan peningkatan
kualitas generasi muda suatu bangsa. Pemenuhan terhadap kebutuhan rumah semakin sulit
terpenuhi, seiring dengan pertumbuhan penduduk yang pesat mengakibatkan harga tanah
semakin tinggi. Petumbuhan penduduk yang terpusat di daerah perkotaan, rawan
memunculkan daerah kumuh baik di bantaran rel kereta api, maupun bantaran sungai.
Salah satu upaya untuk mendorong terhadap pemenuhan kebutuhan terhadap rumah,
diperlukan suatu penyediaan perumahan yang disediakan baik oleh pemerintah maupun
swasta. Perumahan tersebut diklasifikasikan menurut tipe dari rumah dengan memperhatikan
tingkat keterjangkauan daya beli oleh masyarakat Indonesia(Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman).
Pasal 28 H Ayat (1) Undang–Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Sesuai dengan amanat
UUD1945 negara berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut, diantaranya adalah hak
mendapatkan tempat tinggal, negara mengatur tentang kebijakan mengenai perumahan dan
kawasan permukiman.
Banyaknya kebutuhan rumah di Indonesia, sebagaimana yang terjadi pada masyarakat
dunia, terutama pada masyarakat perkotaan, dengan populasi penduduknya yang besar,
sehingga memerlukan upaya pemerintah untuk menangani permasalahan perumahan di
tenggah berbagai kendala seperti keterbatasan lahan perumahan (Koko
Hernawanan,2011:15). Tingginya kebutuhan terhadap rumah mengakibatkan semakin
tingginya harga rumah. Harga rumah yang tinggi menjadikan susahnya mewujudkan impian
memiliki rumah, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Dalam hal tersedianya kebutuhan terhadap rumah, pemerintah seharusnya
memberikan subsidi terhadap masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR) adalah masyarakat yang memiliki pendapatan kurang. Subsidi

1
KPR oleh pemerintah merupakan upaya untuk meningkatkan kepemilikan rumah terhadap
masyarakat berpenghasilan rendah, di tenggah tingginya harga rumah.
Salah satu hal khusus yang diatur dalam undang-undang adalah keberpihakan negara
terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah dan atau pemerintah daerah wajib
memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan memberikan
kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan
perumahan secara bertahap dan berkelanjutan. Kemudahan pembangunan dan perolehan
rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah itu, dengan memberikan kemudahan, berupa
pembiayaan, pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum, keringanan biaya perizinan,
bantuan stimulan, dan insentif fiskal. Dalam makalah ini membahas Daya Beli Masyarakat
Terhadap Perumahan Bersubsidi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kebutuhan masyarakat atas perumahan?
2. Apa peran pemerintah dalam memenuhi rumah bagi warganya?
3. Apa yang di maksud rumah bersubsidi
4. Bagaimana daya beli masyarakat terhadap perumahan bersubsidi

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui kebutuhan masyarakat atas rumah.
2. Menjelaskan peranana pemerintah dalam memenuhi rumah bagai warganya.
3. Menjelaskan rumah bersubsidi
4. Menjelaskan daya beli masyarakat terhadap perumahan bersubsidi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebutuhan Masyarakat Terhadap Rumah


Rumah atau tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi
selain kebutuhan pangan dan sandang. Seiring dengan pertumbuhan penduduk Indonesia,
maka kebutuhan akan rumah pun semakin meningkat. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) BPS 2014 mencatat bahwa menurut status kepemilikan tempat tinggal di
Indonesia, diketahui bahwa pada tahun 2014 terdapat 52,2 juta rumah tangga yang memiliki
rumah sendiri dari total 65,5 rumah tangga. Dengan kata lain, sebanyak 13,3 juta rumah
tangga belum memiliki rumah sendiri (sewa/kontrak dan lainnya). Data BPS juga
menyebutkan bahwa jumlah penduduk Indonesia tahun 2014 adalah sebanyak 252,2 juta
jiwa. Dengan pertumbuhan penduduk 1,34% per tahun dapat dipastikan kebutuhan terhadap
perumahan juga akan meningkat. Melihat besarnya angka kebutuhan rumah, maka perlu
dilakukan penyediaan dana yang besar untuk membangunnya.
Masyarakat memiliki beberapa pilihan dalam memiliki rumah, seperti membangun
sendiri atau sewa, membeli secara tunai atau angsuran, maupun dengan cara lain. Pembelian
secara tunai dilakukan apabila pembeli memiliki sejumlah uang yang nilainya sama dengan
harga rumah. Namun, tidak setiap orang mampu membeli rumah secara tunai. Untuk
memenuhi kebutuhan akan perumahan, pemerintah menyediakan dan menyelenggarakan
program yang ditujukan untuk tercapainya tujuan tersebut melalui program kredit perumahan
bagi masyarakat. Program kredit tersebut dilaksanakan sesuai amanat Undang-Undang
Nomor 1 tahun 2011 Pasal 43 Ayat 2 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman bahwa
pemilikan rumah dapat difasilitasi dengan kredit atau pembiayaan pemilikan rumah
Berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(Kementerian PUPR, 2015), didapati bahwa kebutuhan akan perumahan baru yaitu 800 ribu
unit rumah per tahun. Angka ini tidak meliputi rumah tangga yang belum memiliki rumah
sejumlah 13,5 juta unit rumah serta masih ada sekitar 7,6 juta unit rumah yang membutuhkan
peningkatan mutu, karena tidak memenuhi syarat untuk layak huni. Pemerintah sampai saat
ini terus memfasilitasi pembangunan perumahan, baik yang dilakukan secara formal maupun
secara swadaya. Namun berbagai upaya tersebut belum mampu untuk mengurangi
kesenjangan antara kebutuhan perumahan dengan ketersediaan perumahan (backlog) yang
setiap tahunnya terus meningkat.

3
Kebutuhan rumah di Indonesia setiap tahunnya terus bertambah. Berdasarkan data
dari Real Estate Indonesia (REI), total kebutuhan rumah per tahun bisa mencapai 2,6 juta
didorong oleh pertumbuhan penduduk, perbaikan rumah rusak dan backlog atau kekurangan
rumah (http://finance.detik.com). Berdasarkan data jumlah penduduk Indonesia lebih kurang
241 juta jiwa dengan angka pertumbuhan penduduk 1,3 % per tahun. Jumlah rata-rata orang
per Kepala Keluarga (KK) lebih kurang 4,3 jiwa.Dengan perhitungan jumlah kebutuhan
rumah 241 juta x 1,3% = 4,3 juta. Sehingga setiap tahunnya dibutuhkan 728.604 unit rumah
per tahun atau jika dibulatkan menjadi 729 ribu unit rumah pertahun. Selain itu, data BPS
juga menyebutkan jumlah rumah di Indonesia mencapai angka 49,3 juta unit. Dari jumlah itu
3%-nya perlu diperbaiki karena rusak sehingga jumlah rumah yang harus direhabilitasi
mencapai 1.479.000 unit berasal dari perhitugnan 49,3 juta x 3%.

B. Peran Pemerintah Memenuhi Perumahan Untuk Warganya


Upaya untuk mendorong terhadap kepemilikan rumah dilaksanakan oleh pemerintah
melalui kebijakan pemberian subsidi perumahan. Hal ini diwujudkan dalam Peraturan
Menteri Negara Perumahan Rakyat RI Perumahan Rakyat Nomor 05 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan
Melalui KPR/KPRS Bersubsidi. Peraturan Menteri Perumahan Rakyat RI Nomor 12 Tahun
2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 05 Tahun
2005 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi
Perumahan Melalui KPR/KPRS Bersubsidi. Pada tahun 2005 melalui Peraturan Menteri
Perumahan Rakyat Nomor 5 Tahun 2005 tentang Subsidi Kredit Pemilikan Rumah
(KPR)/Kredit Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Perumahan Melalui KPRS/
KPRS Mikro Bersubsidi.
Jaminan terhadap kesejahteraan dalam sektor perumahan diatur lebih lanjut dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.Dalam
Undang-Undang ini negara menyatakan memiliki peran yang sangat penting dalam
penyediaan dan penyelenggaraan kawasan permukiman, sehingga mampu bertempat tinggal
serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam lingkungan yang sehat, aman,
harmonis, danberkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.Negara juga bertanggung jawab
dalam menyediakan dan memberikan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat melalui
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman serta keswadayaan
masyarakat.Penyediaan dan kemudahan perolehan rumah tersebut merupakan satu kesatuan
fungsional dalam wujud tata ruang, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu

4
menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah,
dan keterbukaan dalamtatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Salah satu upaya dalam mengurangi angka ketersediaan perumahan (backlog), yaitu
dengan diterbitkannya Undang- Undang No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman. Pengaturan ini membawa harapan baru, khususnya bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR). Sekurang-kurangnya terdapat tiga hal penting dari undang-
undang ini. Pertama, ada pernyataan eksplisit akan hak setiap warga negara akan perumahan
(Pasal 19). Semangat pengaturan ini adalah adanya kemauan kuat pembuat undang-undang
atas upaya pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Lebih dari itu,
bahkan salah satu pasalnya mengatur tentang kewajiban pemerintah provinsi untuk
mencadangkan dan menyediakan tanah bagi perumahan MBR (Pasal 17 dan Pasal 126).
Undang-undang ini menempatkan perumahan dan permukiman kumuh sebagai bagian dari
sistem yang terdiri dari pembinaan, penyelenggaraan perumahan dan penyelenggaraan
kawasan permukiman.
Kedua, terdapat pengakuan bahwa penyelenggaraan perumahan adalah tanggung
jawab negara yang pembinaannya dilaksanakanoleh pemerintah dan pemerintah daerah.
Klausul ini semakin menekankan bahwa pembangunan perumahan dan permukiman tidak
terlepas dari pembangunan daerah, perkotaan ataupun perdesaan. Adapun pembagian tugas
dan wewenang pemerintah dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman mengacu kepada otonomi daerah dan kemandirian daerah.
Ketiga, sistem pembiayaan akan menjadi bagian penting dari pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman. Pada undang-undang yang terdahulu (Undang-Undang
No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman) hanya ada satu ketentuan
pemerintah untuk memberi kemudahan atas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pasal 33.
Sementara itu, di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman terdapat beberapa pasal dan bahkan bab khusus tentang pendanaan
dan sistem pembiayaan, yaitu pada Bab X, yang mencantumkan berbagai sistem pembiayaan
sampai dengan pembiayaan sekunder untuk perumahan (Pasal 128).
Salah satu program pemerintah yakin Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan
(FLPP) yang telah berlangsung sejak tahun 2010. Berdasarkan Pasal 119 terkait pendanaan,
dikatakan bahwa sumber dana untuk pemenuhan kebutuhan rumah dapat berasal dari sumber
dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Program FLPP merupakan
penyaluran pembiayaan dari pemerintah pusat melalui bank pelaksana kepada MBR dalam

5
kepemilikan rumah yang dibeli dari pengembang. Tujuan digulirkannya program FLPP ini
adalah untuk akan meningkatkan daya beli masyarakat yang pada gilirannya memberikan
kesempatan yang lebih luas kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan
Masyarakat Berpenghasilan Menengah Bawah (MBM) untuk mendapatkan bantuan
pembiayaan perumahan. (Bappenas, 2015).

C. Perumahan Bersubsidi
Ketika suatu bangsa memasuki tahap negara kesejahteraan (welfare state) tuntutan
terhadap intervensi pemerintah melalui pembentukan hukum yang melindunggi pihak yang
lemah sanggat kuat, termasuk untuk menciptakan kesejahteraan dimasyarakat(Inosensius
Samsul, 2004:23). Melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman, memberikan harapan yang besar terhadap masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR) untuk mendapatkan rumah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1992 Tentang Perumahan dan Permukiman pemerintah mengulirkan kebijakan pemberian
subsidi perumahan.
Subsidi perumahan adalah suatu kredit yang diperuntukan kepada masyarakat
berpenghasilan menengah ke bawah dalam rangka memenuhi kebutuhan perumahan atau
perbaikan rumah yang telah dimiliki. Bentuk subsidi yang diberikan berupa: subsidi selisih
bunga, penambahan dana pembangunan, memperbaiki rumah.
Pada era tahun 1980 dan era 1990-an kejayaan PERUMNAS dan BTN (Bank
Tabungan Negara) impian rakyat untuk memiliki rumah dapat terwujud. Pada tahun 1992-
1998 BTN dengan Perumnas mampu menyediakan 50% perumahan nasional disediakan
dengan Perumnas. Perumnas ini disediakan dalam rumah sederhana (RS) dan rumah sangan
sederhana (RSS) serempak diberbagai kota di Indonesia(Reinald Kasali,2013:1). Program
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bersubsidi merupakan bagian dari inisiatif pemerintah yang
telah dicanangkan sejak 2003 melalui “Gerakan Nasional Pembangunan Sejuta Rumah” dan
“Program 1000 Tower Rumah Susun Sederhana” yang ditujukan bagi masyarakat dengan
daya beli rendah. Subsidi yang diberlakukan didasarkan pada dua hal, yakni berupa subsidi
uang muka dan subsidi selisih bunga.Maka pemerintah menjalin kerjasama dengan pihak
perbankan dalam hal pemberian kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi bagi masyarakat
berpenghasilan rendah, sebagai salah satu usaha untuk meningkatan kesejahteraan dan taraf
hidup masyarakat di Indonesia (http://elib.unikom.ac.id).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, Pasal 22 Ayat (3) memberikan pembatasan terhadap rumah tunggal atau deret

6
yang dapat difasilitasi melalui KPR sejahtera tapak memiliki ukuran luas lantai rumah paling
sedikit 36 (tiga puluh enam) meter persegi. Ketentuan dari pasal ini dianggap bertentangan
dengan tujuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman untuk menyediakan rumah bagi MBR. Sesuai dengan daya beli dari MBR,
semakin kecil luas rumah akan semakin murah pula harga rumah sejehtera tersebut.
Berdasarkan pemberian pola subsidi lama, dengan pemberian subsidi pada uang muka
dan selisih bunga, pemerintah mengubah sistem pemberian subsidi berupapemberian fasilitas
likuiditas pemilikan perumahan (FLPP) yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Negara
Perumahan RakyatNomor 13 Tahun 2012 tentang Pengadaan Perumahan Melalui
Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera Dengan Dukungan Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan.

D. Daya Beli Masyarakat Tehadap Perumahan Bersubsidi


Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat
Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan pada tahun 2020
melanjutkan program bantuan subsidi perumahan untuk meningkatkan daya beli Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) memiliki rumah dengan harga terjangkau dan layak huni.

Pemberian subsidi dilakukan melalui sejumlah program yang sudah berjalan seperti
KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga Kredit
Perumahan (SSB), dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) dan Bantuan Pembiayaan
Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).

Dalam rangka progress pembiayaan perumahan TA 2019 dan target TA 2020, Dirjen
Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Eko D. Heripoerwanto
mengatakan, untuk penyaluran KPR FLPP tersebut dilakukan melalui Lembaga Pengelolaan
Dana Pembiayaan Perumahan (LPDPP) bekerjasama dengan Bank Pelaksana. Pada tahun
2020 mendatang, alokasi dana FLPP yang akan disalurkan sebesar Rp 11 triliun bagi 102.500
unit rumah. Sementara untuk SBUM sebesar Rp 600 miliar bagi 150.000 unit rumah, SSB
sebesar Rp 3,86 triliun, dan BP2BT sebesar Rp 134,4 miliar bagi 312 unit rumah,

Menurut Eko, untuk alokasi dana FLPP pada tahun 2020 sudah termasuk
pengembalian pokok sebesar Rp 2 Triliun dan Top-Up FLPP TA 2019 (Dana Talangan BTN
per 23 Desember 2019 sebanyak 11.745 Unit dan Rp 1,2 Triliun). Sebenarnya istilahnya

7
bukan tambahan, tetapi pelaksanaan FLPP yang dipercepat karena kita akan menggunakan
anggaran 2020 ditarik ke depan, tahun 2019.

Target tersebut, menurut Eko dapat ditingkatkan sesuai dengan kemampuan serapan
pasar hingga maksimum kurang lebih sebanyak 50.000 unit. Hal ini dikarenakan BP2BT
berasal dari pinjaman atau hibah luar negeri, yang kenaikan target output dan anggarannya
tidak memerlukan persetujuan DPR.

Selain itu, Pemerintah saat ini sedang mengembangkan skema pemenuhan


pembiayaan rumah untuk ASN, TNI, atau Polri untuk mereka yang memiliki penghasilan di
atas Rp 8 juta. Skema penyaluran Kredit Perumahan Rakyat tersebut adalah melalui
penyaluran KPR ASN, TNI atau Polri, di mana Bank Penyalur bekerja sama dengan
Bendahara Gaji di Kementerian atau Lembaga terkait yang bertanggung jawab atas
pemotongan gaji guna pembayaran angsuran KPR.

Pengajuan KPR dapat dilakukan oleh pegawai pelat merah kepada Bank Penyalur.
Kemudian, Bank Penyalur melakukan pencairan KPR kepada debitur dan dijual kepada
PT.SMF untuk kemudian dibayar dengan dana jangka panjang. Sementara aset KPR berada
di PT. SMF dijual dalam bentuk EBA/Covered Bond KPR ASN/TNI/Polri ke pasar modal.

Berdasarkan status 23 Desember 2019, saat ini terdapat 19 Asosiasi Pengembang


Perumahan serta 13.618 Pengembang Perumahan yang telah terdaftar didalam Pengelolaan
Sistem Informasi Registrasi Pengembang (SIRENG). SIRENG merupakan cikal bakal
penerapan akreditasi dan registrasi asosiasi pengembang perumahan serta sertifikasi dan
registrasi pengembang perumahan (ARSAP4) sebagaimana telah diatur dalam Peraturan
Menteri PUPR Nomor 24/PRT/M/2018.

Hingga 23 Desember 2019, penyaluran bantuan FLPP telah mencapai 77.564 unit.
Adapun dana yang telah dikucurkan adalah sekitar Rp 7,6 miliar. Sementara, realisasi
bantuan Subsidi Selisih Bunga mencapai 99.907 unit. Adapun target yang dipatok pemerintah
untuk penyaluran FLPP dan SSB pada tahun ini, masing-masing adalah 68.858 unit dan
100.000 unit.

Tak hanya dua program tersebut, layanan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis
Tabungan alias BP2BT juga mencapai angka Rp 205,7 miliar dari target Rp 207,16 miliar.
Walaupun demikian, untuk penyaluran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan alias SBUM

8
masih di bawah target. Hingga 23 Desember, tercatat baru 161.747 unit yang mendapat
fasilitas tersebut, dari target 237 ribu unit.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemberian subsidi pada bidang perumahan merupakan salah satu kebijakan dari
pemerintah terhadap penyediaan perumahan khususnya masyarakat berpenghasilan rendah.
Dari koreksi harga pasar perumahan yang sangat tinggi tidak memberikan peluang kepada
masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah. Pemberian subsidi terhadap
masyarakat berpenghasilan rendah ini diharapkan akan mewujudkan masyarakat khususnya
masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat


Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan pada tahun 2020
melanjutkan program bantuan subsidi perumahan untuk meningkatkan daya beli Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) memiliki rumah dengan harga terjangkau dan layak huni.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://www.pu.go.id/berita/view/17774/tahun-2020-kementerian-pupr-alokasikan-anggaran-
bantuan-subsidi-kpr-flpp-sebesar-rp-11-triliun di akses tanggal 28 Desember
2019

Kusumastuti, Dora. 2015. KAJIAN TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM


PEMBERIAN SUBSIDI DI SEKTOR PERUMAHAN: Fakultas Hukum
Universitas Slamet Riyadi Surakarta

11

Anda mungkin juga menyukai