Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan Negara Indonesia tidak lepas

dari dasar falsafah yang melandasi kegiatan bernegara dan berbangsa, yaitu

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD 1945). Dasar pembangunan ekonomi di Indonesia diterjemahkan ke dalam

Pasal 33 UUD 1945 amandemen IV yang menjadi landasan penyelenggaraan

ekonomi nasional yang mengatakan, perekonomian disusun dan dikembangkan

sebagai usaha bersama seluruh rakyat secara berkesinambungan berdasarkan asas

keadilan, efisiensi dan demokrasi ekonomi untuk mewujudkan kemakmuran,

kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.1

Rumah atau tempat tinggal merupakan suatu kebutuhan primer dan hak

dasar manusia. Hak bertempat tinggal ini harus dipenuhi negara sebagaimana

yang diamanatkan dalam UUD 1945. Menurut UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1),

dijelaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat

tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak

memperoleh pelayanan kesehatan.

Perekonomian nasional dewasa ini senantiasa bergerak cepat dengan

tantangan yang semakin kompleks. Oleh karena itu diperlukan berbagai

penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi termasuk sektor perbankan sehingga

diharapkan akan dapat memperbaiki dan memperkokoh perekonomian nasional

1
Etty, Mulyati, Kredit Perbankan, Bandung, Refika Aditama, 2016, hlm. 1

1
2

guna memperlancar dan mempercepat pertumbuhan pembangunan nasional.

Sebab pembangunan nasional memerlukan sumber pendanaan yang tidak kecil

guna mencapai sasaran-sasarannya yaitu pertumbuhan ekonomi, pendapatan

perkapita, kesempatan kerja, dan distribusi pendapatan.

Rumah merupakan kebutuhan yang sangat mendasar dalam kehidupan

manusia. Masyarakat awalnya melihat rumah hanya sebagai sarana bernaung

/berlindung saja, tetapi lambat laun persepsi masyarakat tersebut semakin terkikis

dengan kebutuhan rumah sebagai lambang kesejahteraan hidup. Salah satu unsur

pokok dalam pembangunan untuk mensejahterakan rakyat adalah terpenuhinya

kebutuhan masyarakat dalam bidang perumahan (papan). Perumahan merupakan

salah satu kebutuhan yang mendasar bagi manusia, baik untuk tempat tinggal,

tempat usaha, dan perkantoran, namun demikian belum semua anggota

masyarakat dapat memiliki atau menikmati rumah yang layak, sehat, aman dan

serasi.2

Kebutuhan masyarakat akan rumah (papan) berbeda dengan kebutuhan

sandang dan pangan, karena untuk memiliki perumahan diperlukan investasi yang

tidak sedikit. Akibatnya pemenuhan kebutuhan akan perumahan sulit dipenuhi


3
sendiri oleh masyarakat, terlebih bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Kebutuhan masyarakat akan perumahan terus bertambah setiap tahun, sementara

di sisi lain, harga rumah sudah demikian tinggi. Untuk rumah bertipe 36/90 rerata

sudah mencapai harga Rp 500 juta-an. Bagi masyarakat menengah ke bawah,

2
Ade Erlanda Revianty, Analisis Yuridis Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan
Rumah Antara PT. Bank Tabungan Negara Cabang Padang Dengan Ridwan S (Studi Kasus
Putusan Nomor 67/PDT.G/BPSK/2012/PN.Pdg), Jurnal Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Jakarta, 2015, hlm 1-2
3

jelas, harga tersebut sulit dijangkau. Oleh sebab itu, peran pihak ketiga, dalam hal

ini bank, untuk memberikan fasilitas dana Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

sangatlah diperlukan. Kebutuhan fasilitas KPR yang tinggi membuka peluang

bisnis tersendiri bagi perbankan dan pastinya menggiurkan. Oleh karena itu,

banyak bank berlomba untuk memberikan fasilitas KPR kepada masyarakat.4

Rumah sebagai salah satu kebutuhan primer menempati posisi strategis

dalam perekonomian keluarga akibat besaran kapital yang dibutuhkan dalam

pemenuhan atas kebutuhan perumahan tersebut. Secara agregat dalam skala

nasional, akhirnya besaran kapital dalam pemenuhan kebutuhan perumahan ini

akan menjadi penting dalam proses pembangunan perekonomian negara. Bukan

hanya karena potensi besaran kapital yang dapat memicu potensi pertumbuhan

belanja per kapita yang akhirnya penting bagi pertumbuhan pembangunan, tetapi

juga karena efek lanjutannya terhadap sektor-sektor perekonomian lain yang akan

terpengaruh peningkatan pemenuhan kebutuhan akan perumahan. Misalnya,

industri bahan bangunan yang mencakup banyak industri terkait di dalamnya.

Salah satu upaya telah ditempuh dan terus akan dilaksanakan oleh

pemerintah, guna meningkatkan taraf hidup masyarakat golongan ekonomi

menengah ke bawah, khususnya di bidang perumahan dan permukiman, adalah

penyediaan fasilitas KPR.

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Permukiman, rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat

tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan

4
Sularsi dkk..Kajian Penyaluran Kredit PemilikanRumah (KPR) Terkait Prinsip
Perlindungan Konsumen, Jakarta, Responsi Bank Indonesia, 2016, hlm 8
4

martabat penghuninya serta aset bagi pemiliknya. Undang-Undang Dasar 1945

(UUD 1945) Pasal 28-H telah mengamanatkan bahwa perumahan dan

permukiman adalah hak dasar manusia, di mana setiap orang berhak untuk hidup

sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, serta mendapatkan lingkungan hidup

yang baik dan sehat. Prinsip hak dasar tersebut telah diakomodasi oleh pemerintah

melalui Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-undang

No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).

Sebenarnya perjanjian pemilikan rumah tersebut konsep dasarnya adalah

sewa beli, yaitu seorang pembeli barang yang tidak mempunyai uang cukup untuk

membayar harga barang secara tunai, pembeli hanya mampu membayar harga

barang secara kredit. Ketika seorang pembeli hanya mampu membayar secara

kredit, sementara barang diserahkan kepada pembeli, secara hukum pihak kreditur

akan menderita kerugian bilamana pihak pembeli menguasai barangnya sedang

harga pembelian barang belum dibayar tunai. Untuk itulah, maka dalam praktik

dibentuk suatu persetujuan yang dinamakan sewa beli, yaitu perjanjian yang pada

pokoknya adalah sewa-menyewa barang, namun pembeli tidak menjadi pemilik

melainkan hanya pemakai belaka. Baru jika uang sewa telah dibayar, berjumlah

sama dengan harga tunai pembelian barang, status pembeli berubah dari penyewa

atau pemakai menjadi pemilik barang.5

Salah satu unsur pokok dalam kesejahteraan rakyat, adalah terpenuhinya

kebutuhan masyarakat dalam bidang papan atau perumahan. Berdasarkan Pasal 1

angka 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Permukiman ditentukan

5
Akh.Munif, Kontrak Standard Dalam Perjanjian Sewa Beli Rumah dan Akibat
Hukumnya. Jurnal Fakultas Hukum Unira. Volume 8, No.1, Nop 2008, hlm 5
5

bahwa rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal

yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat

penghuninya serta aset bagi pemiliknya.6

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah salah satu fasilitas kredit yang

diberikan oleh bank sebagai kreditur kepada konsumen sebagai debitur khususnya

digunakan untuk membeli tanah beserta bangunan rumah di atas tanah tersebut,

dimana dalam pemberian fasilitas tersebut diperlukan agunan atau jaminan.

Agunan atau jaminan tersebut merupakan suatu tanggungan yang diberikan oleh

seseorang debitur atau pihak ketiga pada kreditur untuk menjamin kewajiban

dalam suatu perikatan. Jaminan ini adalah sesuatu yang dapat dinilai dengan uang

yang diberikan debitur pada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa

debitur akan memenuhi kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian.

Tingginya permintaan akan rumah dan perumahan menjadi peluang usaha

bagi perusahaan yang bergerak di bidang perumahan (pengembang) untuk

membangun rumah dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut.

Permasalahan dalam hal ini untuk mendapatkan rumah tidaklah mudah karena

butuh biaya yang relatif besar, dan untuk mengatasi masalah tersebut maka

masyarakat dalam membeli rumah dapat membayar secara tunai atau melalui

angsuran. Bagi masyarakat yang tidak dapat membayar tunai dapat memiliki

rumah dengan cara kredit melalui bank atau dalam masyarakat dikenal dengan

Kredit Pemilikan Rumah (KPR). KPR merupakan salah satu cara bagi setiap

6
Mariam Darus Badrulzaman, I, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni, 2005, hlm. 183
6

orang untuk mendapatkan rumah selain pembelian dengan cara tunai ataupun

angsuran bertahap.

Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang telah ditandatangani

debitur bank dengan pihak bank di mana pihak bank telah mempersiapkan terlebih

dahulu klausul-klausul dalam perjanjian, tindakan secara sepihak ini dapat

memberikan tanggung jawab yang menjadi beban debitur lebih berat. Umumnya

debitur kurang dapat memahami klausul-klausul dalam perjanjian KPR tersebut.

Oleh karena itu klausula ini disebut sebagai klausula eksemsi.

Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah kredit yang diberikan

oleh bank kepada debitur untuk digunakan membeli atau membayar sebuah

bangunan rumah tinggal dengan tanahnya guna dimiliki atau dihuni. Dalam

perjanjian ini biasanya debitur memberikan jaminan berupa rumah dan tanah yang

dibeli dengan fasilitas kredit bank tersebut. Pemberian kredit pada umumnya

dilakukan oleh pihak bank (kreditur) karena pendapatan dan keuntungan suatu

bank lebih banyak bersumber dari pemberian kredit kepada debitur. 7

Masyarakat yang ingin memiliki rumah, namun tidak mempunyai biaya

dapat memanfaatkan fasilitas kredit yang diberikan Bank Sumut dengan

mengadakan perjanjian KPR tentunya telah memenuhi ketentuan yang

dikeluarkan oleh Bank Sumut. Perjanjian kredit merupakan perjanjian

pendahuluan dari penyerahan uang yang merupakan hasil pemufakatan antara

pemberi dan penerima pinjaman dan mengenai hubungan-hubungan hukum

diantara keduanya. Perjanjian kredit merupakan aspek yang sangat penting dalam

7
Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia,
Bandung, Citra Aditya Bakti, 1995. hlm. 47
7

pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani kreditur dan debitur,

maka tidak ada pemberian kredit itu.8

Berdasarkan informasi yang diperoleh di Bank Sumut masih banyak juga

debitur yang melakukan wanprestasi, debitur tidak dapat membayar cicilan KPR,

dengan berbagai alasan, tepat waktu bahkan ada yang terlambat selama berbulan-

bulan atau dalam bahasa hukum perbankan disebut dengan kredit bermasalah,

dengan kata lain harus ada suatu peraturan dari bank dalam mengawasi

pelaksanaan KPR agar perjanjian tersebut dapat terlaksana dengan baik sehingga

tidak terjadinya wanprestasi yang dilakukan debitur. Hal yang dapat dilakukan

untuk mengatasi kenyataan di atas adalah melakukan perjanjian kredit dengan

membuat perjanjian tertulis yang di dalamnya mengatur kesepakatan kedua belah

pihak debitur dan pihak Bank Sumut, di mana apabila debitur melakukan

wanprestasi maka akan dikenakan denda yang sudah disepakati ada pula dengan

melakukan pengambilan isi rumah sebagai jaminan, sebagai tindakan akhir

dilakukan penyitaan rumah yang sebelumnya sudah mendapatkan surat peringatan

pertama dan apa bila belum mampu membayar sampai peringatan ketiga maka

dilakukan penyitaan.9

Pemberian KPR dikatakan aman bagi kreditur, mengingat rumah

merupakan agunan yang jelas lokasinya dan telah dibebani hak tanggungan,

dengan demikian apabila terjadi debitur wanprestasi, maka bank dapat melakukan

eksekusi terhadap rumah tersebut, sehingga kredit macet dapat diatasi.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis memilih judul Kedudukan Hukum

8
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung, Alfabeta, 2003, hlm 98
9
Hasil wawancara dengan Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan,
tanggal 5 Juli 2017
8

Terhadap Debitur Dalam Perjanjian Kredit Kepemilikan Rumah Jika Terjadi

Wanprestasi (Studi pada PT. Bank Sumut Cabang Medan).

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian

ini, yaitu :

1. Bagaimanakah hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kepemilikan

rumah pada PT. Bank Sumut Cabang Medan?

2. Bagaimanakah kedudukan hukum debitur dalam perjanjian kredit kepemilikan

rumah jika terjadi wanprestasi pada PT. Bank Sumut Cabang Medan?

3. Bagaimanakah penyelesaian hukum dalam perjanjian kredit pemilikan rumah

jika terjadi wanprestasi pada PT. Bank Sumut Cabang Medan?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan di atas, adapun tujuan penulisan skripsi, yaitu

1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian

kepemilikan rumah pada PT. Bank Sumut Cabang Medan

2. Untuk mengetahui kedudukan hukum debitur dalam perjanjian kredit

kepemilikan rumah jika terjadi wanprestasi pada PT. Bank Sumut Cabang

Medan.

3. Untuk mengetahui penyelesaian hukum dalam perjanjian kredit pemilikan

rumah jika terjadi wanprestasi pada PT. Bank Sumut Cabang Medan

D. Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, hukum perbankan


9

dan hukum perjanjian, khususnya mengenai kedudukan hukum terhadap

debitur dalam perjanjian kredit kepemilikan rumah jika terjadi wanprestasi

2. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi kalangan

perbankan, debitur dan pihak ketiga guna mengantisipasi permasalahan yang

muncul di kemudian hari seperti terjadinya wanprestasi oleh debitur dalam

perjanjian.

E. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang

disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu

penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is

written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses

pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process)10. Selain itu

digunakan metode yuridis empiris dengan melakukan penelitian yang

mengumpulkan data secara langsung dari PT. Bank Sumut Cabang Medan.

2. Sifat penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu penelitian yang hanya

menggambarkan fakta-fakta tentang objek penelitian baik dalam kerangka

sistematisasi maupun sinkronisasi berdasarkan aspek yuridis, dengan tujuan

menjawab permasalahan yang menjadi objek penelitian.11

10
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Bandung, Citra
Aditya Bakti, 2006, hlm. 118
11
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2010, hlm. 116-117
10

3. Sumber data

Sumber data penelitian ini didapatkan melalui data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh penulis dengan melakukan studi lapangan (field

research), yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara

(interview) kepada Bapak Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang

Medan Data sekunder, adalah data yang diperoleh penulis yang sebelumnya telah

diolah orang lain. Data sekunder terdiri dari:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri

dari kaidah dasar. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini,

yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

Tentang Perbankan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3790, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan

Kawasan Permukiman Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5188. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 3632.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer melalui hasil penelitian hukum, seperti karya

ilmiah, jurnal, artikel baik dari media cetak ataupun media massa yang

berkaitan dengan judul penelitian12

12
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 13
11

4. Alat pengumpulan data

Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah melalui studi dokumen dengan penelusuran kepustakaan (library research)

serta penelitian lapangan (field research) dengan cara wawancara dengan Bapak

Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan

5. Analisa data

Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan kemudian ditelaah

dan dianalisis. Adapun analisis hasil penulisan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah analisis kualitatif, mengelola data, dan menganalisanya dan kemudian

dituangkan dengan cara menggunakan kalimat sehingga pembaca lebih mudah

memahami penelitian ini.13

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

skripsi dengan judul Kedudukan Hukum Terhadap Debitur Dalam Perjanjian

Kredit Kepemilikan Rumah Jika Terjadi Wanprestasi (Studi Pada PT. Bank

Sumut Cabang Medan), belum pernah ada di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, namun ada beberapa judul yang berkaitan dengan Kredit

Kepemilikan Rumah (KPR), diantaranya:

Dery Mersikta Sitepu (2017), dengan judul penelitian perlindungan hukum

terhadap nasabah akibat wanprestasi dalam perjanjian kredit pemilikan rumah di

PT. Bank Mandiri Cabang Medan, adapun permasalahan dalam penelitian ini

adalah alasan PT. Bank Mandiri Cabang Medan menolak pemberian kredit

13
Tampil Anshari Siregar. Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi. Medan,
Pustaka Bangsa Press, 2005, hlm 26
12

pemilikan rumah kepada calon debiturnya. Faktor penyebab debitur

tidak melaksanakan kewajibannya dan tindakan PT. Bank Mandiri Cabang Medan

terhadap debitur akibat wanprestasi dalam perjanjian kredit pemilikan rumah dan

Perlindungan hukum yang diberikan oleh PT. Bank Mandiri Cabang Medan

akibat debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit pemilikan rumah.

M. Syahfitra (2016), dengan judul penelitian Tinjauan Yuridis

Wanprestasi Pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Dan Penyelesaiannya pada

PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Cabang Medan. Adapun permasalahan

dalam penelitian ini adalah hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Kredit

Pemilikan Rumah (KPR) pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Cabang

Medan. Penyebab terjadinya wanprestasi pada perjanjian Kredit Pemilikan

Rumah (KPR) di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Cabang Medan dan

upaya penyelesaian wanprestasi atas perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di

PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Cabang Medan.

Vilany Lafiza (2013), dengan judul penelitian Perlindungan Hukum

Konsumen Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Apabila Terjadi Force

Majeure (Studi pada PT. Daya Prima Indonesia). Adapun permasalahan dalam

penelitian ini adalah hak-hak konsumen perumahan yang tidak terpenuhi akibat

dari adanya Force majeure. Upaya penyelesaian masalah hak konsumen

perumahan yang tidak terpenuhi akibat Force majeure (Studi pada PT. Daya

Prima Indonesia) dan hambatan yang dihadapi dalam menyelesaikan

permasalahan hak konsumen perumahan yang tidak terpenuhi akibat Force

majeure (Studi pada PT. Daya Prima Indonesia).

Bahwa dikarenakan belum ada yang membahas penelitian ini, maka penelitian ini

dapat dipertanggungjawabkan secara akademik maupun secara ilmiah.


13

G. Sistematika Penulisan

Guna mempermudah dalam penulisan skripsi penulis membagi menjadi 5

(lima) bab yang didalam bab masing-masing terdiri sub bab yang menguraikan

permasalahannya secara tersendiri, di dalam suatu konteks yang saling berkaitan

satu dengan yang lainnya. Adapun bab-bab yang dimaksud adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan,

manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

Bab ini berisikan pengertian kredit dan perjanjian kredit, jenis-jenis

kredit dan asas-asas pemberian kredit, bentuk perjanjian kredit bank,

prestasi dan wanprestasi dan hapusnya perjanjian kredit.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

Bab ini berisikan pengertian kredit dan perjanjian kredit, jenis-jenis

kredit dan asas-asas pemberian kredit, bentuk perjanjian kredit bank,

prestasi dan wanprestasi dan hapusnya perjanjian kredit.

BAB III TINJAUAN UMUM KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH

Bab ini berisikan pengertian kredit kepemilikan rumah dan dasar

hukumnya, jenis dan syarat yang harus dipenuhi debitur dalam

memperoleh kredit kepemilikan rumah dan tujuan kredit pemilikan

rumah (KPR)
14

BAB IV KEDUDUKAN HUKUM TERHADAP DEBITUR DALAM

PERJANJIAN KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH JIKA TERJADI

WANPRESTASI

Bab ini merupakan hasil dari pembahasan yang berisikan pelaksanan

perjanjian Kredit Pemilikan Rumah pada PT. Bank Sumut Cabang

Medan, kedudukan hukum debitur dalam perjanjian kredit kepemilikan

rumah jika terjadi wanprestasi pada PT. Bank Sumut Cabang Medan

dan penyelesaian hukum dalam perjanjian kredit pemilikan rumah jika

terjadi wanprestasi pada PT. Bank Sumut Cabang Medan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

penulis. Selain kesimpulan, berisi juga saran-saran dari penulis yang

berhubungan dengan proses dalam melakukan penelitian yang telah

dilakukan.
BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit

Sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh barang dengan

membayar cicilan atau angsuran di kemudian hari atau memperoleh pinjaman

uang, yang pembayarannya dilakukan dikemudian hari dengan cicilan atau

angsuran sesuai dengan perjanjian. Artinya kredit dapat berbentuk barang atau

berbentuk uang. Baik kredit berbentuk barang maupun kredit berbentuk uang

dalam hal pembayarannya dengan menggunakan metode angsuran atau cicilan

tertentu.14

Kata kredit berasal dari bahasa latin creditus yang merupakan bentuk past

participle dari kata credere yang berarti to trust atau faith. Kata trust itu sendiri

berarti kepercayaan.15 Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur (yang

memberi kredit) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah penerima

kredit) mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-

syarat yang telah disetujui bersama, dan dapat mengembalikan (membayar

kembali) kredit yang bersangkutan.

Blacks Law Dictionary memberikan pengertian kredit, yaitu: The ability

of a business man to borrow money, or obtain goods on time, inconsequence of

trouble held by the particular lender, as to his solvency and reliability.16

14
Kasmir, I, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, RajaGrafindo Persada,
2014, hlm. 72
15
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung, Citra Aditya BAkti, 1996,
Hlm. 5
16
Black, Henry Campbell, Blacks Law Dictionary Centennial Sixth Edition, St. Paul,
Minn: West Publishing co. 1990 hlm. 255

15
16

Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian kredit, antara lain:

pertama, pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara menganggur,

dan kedua pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau

badan lain. Jadi istilah lain dari kredit adalah pinjaman (uang) atau utang.17

Salvelberg menyatakan bahwa kredit mempunyai arti antara lain: pertama,

sebagai dasar dari setiap perikatan dimana seseorang berhak menuntut sesuatu

dari orang lain; kedua, sebagai jaminan dimana seseorang menyerahkan sesuatu

kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembAminapa yang

diserahkan itu (commodatus, depositus, regulare, pignus).18

Levy merumuskan arti hukum dari kredit sebagai berikut:19 menyerahkan

secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima

kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk

keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu

dibelakang hari.

M. Jaklie mengatakan bahwa kredit adalah suatu ukuran kemampuan dari

seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomis sebagai ganti dari

janjinya untuk membayar kembAminhutangnya pada tanggal tersebut.

Selanjutnya dikatakan bahwa dapat disimpulkan ada 4 (empat) elemen penting

dari kredit, yaitu:

1. Tidak seperti hibah, transaksi kredit mensyaratkan peminjam dan pemberi

kredit untuk saling tukar menukar sesuatu yang bernilai ekonomis;

17
Gazali, Djoni S dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Jakarta, Sinar Grafika, 2010,
hlm. 264
18
Mariam Darus Badrulzaman, II, Perjanjian Kredit Bank, Bandung, Alumni, 1989, hlm.
21
19
Ibid
17

2. Tidak seperti pembelian secara kontan transaksi kredit mensyaratkan

debitur untuk membayar kewajibannya pada suatu waktu dibelakang hari;

3. Tidak seperti dalam hibah maupun pembelian secara tunai, transaksi kredit

akan terjadi sampai pemberi kredit bersedia mengambil risiko bahwa

pinjamannya mungkin tidak akan dibayar.

4. Sebegitu jauh ia bersedia menanggung risiko, bila pemberi kredit menaruh

kepercayaan terhadap peminjam. Risiko dapat dikurangi dengan meminta

kepada peminjam untuk menjamin pinjaman yang diinginkan, meskipun

sama tidak dapat dicegah semua risiko kredit.20

Rolling G. Thomas menyebutkan bahwa arti kredit sebagai berikut:In

general sense, credit is a based on confidence in the debtor ability to make a

money payment a some future time.21

Bahwa kredit didasarkan kepada kepercayaan akan kemampuan debitur

untuk membayar pada masa mendatang. Selain itu juga Tucker menyebutkan

bahwa arti kredit adalah: The transfer of something valuable to another, whether

money, goods or services in the confidence that will both willing and able, at a

future day, past its equivalent.22

Selanjutnya Achmad Anwari, memberikan arti kredit sebagai berikut:

kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh satu pihak kepada pihak lain dan

prestasi (jasa) itu akan dikembalikan lagi pada waktu tertentu yang akan datang

disertai suatu kontra prestasi (balas jasa berupa biaya).23

20
Ibid, hlm. 22
21
Ibid
22
Hadiwidjaja dan Rivai Wirasasmita, Analisis Kredit, Jakarta, Pionir Jaya, 1990, hlm. 6
23
Achmad Anwari, Praktek Perbankan di Indonesia (kredit investasi), Jakarta, Balai
Aksara, 1980, hlm. 14
18

Menurut Djuhaendah Hasan, dari beberapa pengertian yang dikemukakan

para sarjana dalam literatur terlihat bahwa kredit merupakan suatu perjanjian yang

objeknya dapat berupa uang atau barang, meskipun titik temu antara semua

pendapat itu akan menuju kepada pengertian peminjaman uang.24

Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan,

memberi defenisi kredit sebagai berikut: kredit adalah penyediaan uang atau

tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan

pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga.

Dari pengertian kredit tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

Kemampuan seorang pelaku usaha untuk meminjamkan uang, atau memperoleh

barang-barang secara tepat waktu, sebagai akibat dari argumentasi yang tepat dari

pemberi pinjaman, seperti halnya keandalan dan kemampuan membayarnya.

B. Jenis-jenis Kredit dan Asas-Asas Pemberian Kredit

1. Jenis-jenis kredit

Terdapat beberapa jenis kredit yang biasa diberikan bank umum dan bank

perkreditan rakyat untuk masyarakat. Jenis kredit yang diberikan oleh bank ini

belum diatur secara jelas dalam Undang-Undang Perbankan. Pengaturan

mengenai jenis-jenis kredit dapat ditemukan pada Surat Edaran Bank Indonesia

24
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang
Melekat Pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, Bandung, Citra
Aditya Bakti, 1996, hlm. 143
19

Nomor 30/4/KEP/DIR tentang pemberian kredit usaha kecil tanggal 4 April 1997,

adapun jenis-jenis kredit dimaksud yaitu:

a. Kredit investasi

Biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun

proyek (pabrik) baru. Contoh kredit investasi misalnya untuk membangun

pabrik atau membeli mesin-mesin.

b. Kredit modal kerja

Digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.

Contoh kredit modal kerja dibelikan untuk membeli bahan baku,

membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lain yang berkaitan dengan

proses produksi perusahaan.

Perkembangan kredit saat ini memang sudah jauh dari bentuk awalnya,

terutama karena berbagai kebutuhan manusia yang semakin beragam. Salah satu

bukti perkembangan kredit tersebut dapat dilihat melalui jenis-jenis kredit yang

dikenal saat ini. Begitu banyaknya jenis kredit memperlihatkan begitu eratnya

eksistensi kredit dengan usaha pemenuhan kebutuhan manusia. Sebenarnya

perkembangan jenis kredit tersebut tidak dapat dipisahkan dari kebijakan

perkreditan yang ditetapkan sesuai dengan tujuan pembangunan.25

Kredit dapat dibedakan menurut kriteria lembaga pemberi dan penerima

kredit yang menyangkut struktur pelaksanaan kredit di Indonesia, maka jenis

kredit terdiri dari:

a. Kredit perbankan kepada masyarakat untuk kegiatan usaha dan atau

konsumsi. Kredit ini diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta

25
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti,
1996, hlm 233
20

kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan

permodalan, dan atau kredit dari bank kepada individu untuk membiayai

pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa.

b. Kredit likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Sentral kepada

bank-bank yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan

sebagai dana untuk membiayai perkreditannya.

c. Kredit langsung, kredit ini diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga

pemerintah atau semi pemerintah. Misalnya Bank Indonesia memberikan

kredit langsung kepada Bulog dalam rangka pelaksanaan program

pengadaan barang.

Kredit juga dibedakan berdasarkan sudut pendekatan yang dilakukan, yaitu

berdasarkan tujuan kegunaannya, jangka waktu, macam, sektor perekonomian,

agunan, golongan ekonomi, serta penarikan dan pelunasan.

Jenis-jenis kredit berdasarkan tujuan atau kegunaannya, yaitu :

(a) Kredit konsumtif

Kredit yang dipergunakan untuk kebutuhan sendiri bersama dengan

keluarganya, seperti kredit mobil dan rumah yang akan digunakan sendiri

bersama keluarganya. Kredit ini sangat tidak produktif.

(b) Kredit modal kerja atau kredit perdagangan

Kredit yang akan dipergunakan untuk menambah modal usaha debitur. Kredit

ini sangat produktif.

(c) Kredit investasi

Kredit yang dipergunakan untuk investasi produktif, akan tetapi baru akan

menghasilkan dalam jangka waktu yang relatif lama. Kredit ini biasanya
21

diberikan grace period, misalnya kredit bagi perkebunan kelapa sawit dan lain

sebagainya.26

Macam-macam kredit berdasarkan jangka waktu, yaitu :

1.1.Kredit jangka pendek: yaitu kredit yang memiliki jangka waktu paling lama

satu tahun saja.

1.2.Kredit jangka menengah: ialah kredit yang memiliki jangka waktu antara satu

sampai tiga tahun.

1.3.Kredit jangka panjang: adalah kredit yang memiliki jangka waktu lebih dari

tiga tahun.

Macam-macam kredit berdasarkan jenisnya, yaitu :

a. Kredit aksep merupakan kredit yang diberikan oleh bank yang pada

hakikatnya hanya berupa pinjaman uang, biasanya sebanyak plafond kredit

(L3 atau BMPK)-nya.

b. Kredit penjual merupakan kredit yang diberikan oleh penjual kepada

pembeli, artinya barang telah diterima pembayaran kemudian, contohnya

Usance L/C.

c. Kredit pembeli merupakan pembayaran telah dilakukan kepada penjual,

tetapi barangnya diterima belakangan atau pembelian dengan uang muka,

misalnya red clause L/C.

2. Asas-asas kredit

Prinsip-prinsip pemberian kredit perbankan menurut Pasal 8 ayat (1)

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menentukan dalam memberikan kredit


26
Ibid
22

atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai

keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta

kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan

pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

Prinsip-prinsip pemberian kredit lebih lanjut dinyatakan dalam penjelasan

Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, menentukan bahwa: kredit

atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank

mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan

asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat.

Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan

kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang

diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.Untuk

memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus

melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan,modal, agunan,

dan prospek usaha dari nasabah debitur.

Pemberian kredit dalam praktek perbankan haruslah didasarkan pada

keyakinan. Dalam melakukan kriteria penilaian kredit bank melakukan analisis 5C

dan 7P. Unsur 5 Cs sebagai dasar dalam pemberian kredit meliputi:

1. Penilaian watak/kepribadian (character)

Suatu keyakinan bahwa, sifat atau watak dari orang-orang yang akan

diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar

belakang si debitur baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun

bersifat pribadi seperti gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga,


23

hobby dan sosial standingnya, yang merupakan ukuran kemampuan

membayar.27

2. Penilaian kemampuan (capacity)

Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitur dalam bidang usahanya

dan kemampuan manajerialnya, bank yakin bahwa usaha yang akan

dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, maka calon debiturya

dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan

pinjamannya.

3. Penilaian terhadap modal (capital)

Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara

menyeluruh mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat\

diketahui kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang

pembiayaan proyek atau usaha calon debitur yang bersangkutan. Dalam

praktek selama ini bank jarang memberikan kredit untuk membiayai

seluruh dana yang diperlukan debitur. Debitur wajib menyediakan modal

sendiri, sedangkan kekurangannya itu dapat dibiayai dengan kredit bank.

Bank fungsinya hanya menyediakan tambahan modal, dan biasanya lebih

sedikit dari pokoknya.28

4. Penilaian terhadap agunan (collateral)

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik

maupun nonfisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang

diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi


27
Ibid, hlm 109
28
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta,
Rineka Cipta, 2009, hlm 33-34
24

suatu masalah maka jaminan yang dititipkan dapat dipergunakan secepat

mungkin.

5. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur (condition of economy)

Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik

sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta

prospek usaha dari sektor yang ia jalankan. Penilaian prospek bidang

usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik

sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.29

Bank dalam memberikan kredit, selain menerapkan prinsip 5 Cs, juga

hendaknya menerapkan prinsip lainnya yang dinamakan dengan prinsip 7P yang

terdiri atas:

a. Personality

Menilai debitur dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari

maupun dimasa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah

laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.

b. Party

Mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi atau golongan tertentu

berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Sehingga nasabah dapat

digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapatkan fasilitas yang

berbeda dari bank.

c. Purpose

Mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit

yang diinginkan nasabah.Tujuan pengambilan kredit dapat bermacam-macam.

29
Kasmir, Op.Cit, hlm 109-110
25

Sebagai contoh untuk modal kerja atau investasi, konsumtif atau produktif dan

lain sebagainya.

d. Prospect

Menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak,

atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. Hal ini penting

mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek

bukan hanya bank yang rugi, tetapi juga debitur.

e. Payment

Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah

diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Semakin

banyak sumber penghasilan debitur, akan semakin baik. Dengan demikian,

jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya.

f. Profitability

Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.

Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau

semakin meningkat, apalagi dengan ditambah kredit yang akan diperolehnya.

g. Protection

Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan

perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau

jaminan asuransi.30

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa dalam pemberian

kredit menerapkan beberapa prinsip-prinsip yang terdiri dari prinsip 5C yang

terdiri dari: character, capacity, capital, collateral, condition of economy, dan


30
Ibid, hlm 110-111
26

prinsip 7P yang terdiri dari: personality, party, purpose, payment, profitability,

protection, prospect. Prinsip-prinsip ini berguna bagi pihak bank dalam

memperhitungkan kemampuan pembayaran kredit oleh debitur.

C. Bentuk Perjanjian Kredit Bank

Perjanjian kredit yang dibuat selama ini berpedoman pada hukum

perikatan yang diatur dalam Buku III KUHPerdata. Perjanjian kredit merupakan

landasan hukum dalam pemberian kredit bagi para pihak karena merupakan suatu

alat bukti tertulis sah yang diperlukan oleh para pihak.31

Menurut hukum, perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis

yang penting memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUHPerdata seperti telah

diuraikan di depan. Namun dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit

untuk dijadikan sebagai alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah

sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Dalam dunia modern yang

kompleks ini perjanjian lisan tentu sudah tidak dapat disarankan untuk digunakan

meskipun secara teori diperbolehkan karena lisan sulit dijadikan sebagai alat

pembuktian bila terjadi masalah dikemudian hari. Untuk itu setiap transaksi

apapun harus dibuat tertulis yang digunakan sebagai alat bukti. Masyarakat

menyimpan tabungan atau deposito di bank maka akan memperoleh buku

tabungan atau bilyet deposito sebagai alat bukti. Untuk pemberian kredit perlu

dibuat perjanjian sebagai alat bukti.32

31
I Made Adi Dwi Pranatha. Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Bank
Pada PT. Bank Negara Indonesia (BNI) Kantor Cabang Unit (KCU) Singaraja. Skripsi Fakultas
Hukum Universitas Udayana, Denpasar, 2016, hlm. 30
32
Sutarno, Op.Cit, hlm. 99.
27

Bentuk perjanjian kredit dikaitkan dengan teori kepastian hukum dalam

pemberian kredit sebaiknya dibuat dengan akta autentik. Hal ini dimaksudkan

untuk memberikan jaminan kepastian hokum kepada pihak kreditur apabila terjadi

sesuatu dikemudian hari. Bentuk perjanjian kredit ada yang lisan dan ada yang

berbentuk tertulis. Perjanjian kredit pada umumnya dibuat dibuat secara tertulis,

karena perjanjian kredit secara tertulis lebih aman dibandingkan dalam bentuk

lisan. Dengan bentuk tertulis para pihak tidak dapat mengingkari apa yang telah

diperjanjikan, dan ini merupakan bukti kuat dan jelas apabila terjadi sesuatu

terhadap kredit yang telah disalurkan atau juga dalam hal terjadi ingkar janji oleh

para pihak.33

Berdasarkan Pasal 1 butir (11) Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang

Perbankan, yang dimaksud kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Meskipun pada umumnya perjanjian tidak perlu dibuat secara tertulis (asalkan

kedua belah pihak sepihak, cakap hukum, tentang suatu sebab tertentu, dan suatu

sebab yang halal sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang

membolehkan kesepakatan pada perjanjian dapat dilakukan dalam bentuk lisan

maupun tulisan) namun kiranya kesepakatan pada perjanjian perbankan harus

dibuat dalam sebuah perjanjian tertulis. Ketentuan ini terdapat pada penjelasan

Pasal 8 Undang-Undang Perbankan yang mewajibkan kepada bank pemberi kredit

33
Ibid. hlm. 31
28

untuk membuat perjanjian secara tertulis. Keharusan perjanjian perbankan harus

berbentuk tulisan telah ditetapkan dalam pokok-pokok ketentuan perkreditan oleh

Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undang- Undang

Perbankan.

Dasar hukum lain yang mengharuskan perjanjian kredit secara tertulis

adalah instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1996 tanggal 10 Oktober

1966. Dalam instruksi tersebut ditegaskan dilarang melakukan pemberian kredit

tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara bank dengan debitur atau antara

bank sentral dan bank-bank lainnya. Surat Bank Indonesia yang ditujukan kepada

segenap Bank Devisa No. 03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970,

khususnya butir 4 yang berbunyi untuk pemberian kredit harus dibuat surat

perjanjian kredit.34

Perjanjian yang dibuat secara tertulis dalam praktek perbankan dibedakan

lagi menjadi dua bentuk perjanjian yaitu :35

1. Akta di bawah tangan

Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan dinamakan akta di

bawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh

bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk

mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah

menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standar (standaardform)

yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara

34
Ibid. hlm. 99.
35
Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta, Pustaka
Yustisia, 2010, hlm. 24.
29

lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh bank tersebut

termasuk jenis akta di bawah tangan.36

Saat penandatanganan perjanjian kredit yang mana isinya telah

disiapkan sebelumnya oleh bank kemudian diberikan kepada setiap calon

debitur agar calon debitur dapat mengetahui mengenai syarat-syarat dan

ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam formulir perjanjian kredit.

Maka mau atau tidak mau calon debitur harus dapat menerima semua

ketentuan dan persyaratan yang telah tercantum dalam formulir perjanjian

kredit.

Apabila calon nasabah debitur tidak berkenan terhadap klausul

yang terdapat di dalamnya, maka tidak terdapat kesempatan untuk

melakukan protes atas klausul yang tidak diperkenankan oleh nasabah

tersebut, karena perjanjian tersebut telah dibakukan oleh lembaga

perbankan yang bersangkutan dan bukan oleh petugas perbankan yang

berhadapan langsung dengan calon nasabah debitur. Sehingga seperti yang

telah disinggung sebelumnya, mau tidak mau, calon nasabah yang hendak

mengajukan kredit , harus menyetujui segala syarat dan ketentuan yang

telah diajukan oleh bank sebagai kreditur.

2. Akta autentik.

Akta autentik adalah surat atau tulisan yang sengaja dibuat dan

ditandantangani, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar

suatu hak untuk dijadikan sebagai alat bukti. Berdasarkan Pasal 1868

36
Sutarno. Op.Cit, hlm. 100
30

KUH Perdata, akta autentik berupa akta yang ditentukan oleh undang-

undang, dibuat dan/atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang

berkuasa untuk itu, di tempat di mana akta dibuat.

Bentuk perjanjian ini dibuat oleh notaris, Sebenarnya semua syarat

dan ketentuan perjanjian disiapkan oleh bank terlebih dahulu setelah itu

barulah diserahkan kepada notaris untuk dirumuskan sebagai akta notariil.

Intinya yaitu perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya

yang dibuat oleh atau dihadapan notaris.

Perjanjian kredit yang berbentuk akta autentik pada umumnya

untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu

menengah atau panjang. Biasanya dikhususkan kepada kredit investasi,

kredit modal kerja, kredit sindikasi (lebih dari satu kreditur), dan lain-lain.

Dalam praktiknya, meskipun akta tersebut dibuat oleh dan/atau di hadapan

notaris, namun segala syarat dan ketentuan yang terdapat dalam akta dibuat oleh

bank, kemudian diberikan kepada notaris ke dalam akta.37

D. Hapusnya Perjanjian Kredit

Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 tidak memuat ketentuan

mengenai hapusnya perjanjian kredit. Sesuai dengan asas lex specialis derogat lex

generalis maka ketentuan mengenai hapusnya perjanjian kredit menggunakan

ketentuan dalam buku III Bab IV KUHPerdata mengenai hapusnya suatu

perikatan. Pasal 1319 KUHPerdata menetapkan semua perjanjian baik yang

mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu

tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat didalam bab ini dan bab

37
Badriyah Harun, Op.Cit.,hlm. 38.
31

yang lalu. Jadi perjanjian kredit yang merupakan perjanjian yang tidak dikenal di

dalam KUHPerdata, juga harus tunduk pada ketentuan- ketentuan umum yang

termuat di dalam Buku II KUHPerdata.38

Pasal 1381 KUHPerdata memuat ketentuan tentang hapusnya perikatan.

Cara-cara mengenai hapusnya perikatan menurut Pasal 1381 KUHPerdata yaitu

karena pembayaran, penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan

atau penitipan, pembaharuan utang perjumpaan uang atau kompensasi,

pencampuran utang, pembebasan utang, musnahnya barang yang terutang,

kebatalan/pembatalan, berlakunya syarat batal, dan lewatnya waktu.39

Berakhirnya atau hapusnya perjanjian diterangkan oleh Pasal 1381

KUHPerdata bahwa hapusnya atau berakhirnya perjanjian disebabkan peristiwa-

peristiwa sebagai berikut:40

1. Karena pembayaran

Pembayaran yang dimaksud pada bagian ini berbeda dari istilah pembayaran

yang yang dpergunakan dalam percakapan sehari-hari, karena dalam

pengertian sehari-hari dilakukan dengan menyerahkan uang sedangkan

menyerahkan barang selain uang tidak disebutkan sebagai pembayaran, tetapi

pada bagian yang dimaksud dengan pembayaran adalah segala bentuk

pemenuhan prestasi.41

38
Rachmadi Usman. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama, 2001, hlm. 84
39
Erwin Arif Tinawati. Pelaksanaan Batas Kewenangan Penguasaan Atas Barang
Jaminan Dalam Lembaga Fiducia. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2007, hlm. 26
40
Sutarno, Op.Cit., hlm, 84-90
41
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2017, hlm 87-88
32

Pembayaran adalah kewajiban debitur secara sukarela untuk memenuhi

perjanjian yang telah diadakan. Dengan adanya pembayaran oleh seorang

debitur atau pihak yang berhutang berarti Debitur telah melakukan prestasi

sesuai perjanjian. Dengan dilakukannya pembayaran oleh Debitur maka

perjanjian kredit/hutang menjadi hapus atau berakhir.

2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan atau

dalam bahasa Belanda dinamakan consignatie.

Apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur,

debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika

kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di

pengadilan.42

Prestasi debitur dengan melakukan pembayaran tunai yang diikuti dengan

penitipan dapat mengakhiri atau menghapuskan perjanjian. Guna

menerangkan maksud kalimat ini perlu diberikan contoh, misalnya seorang

debitur bernama X memperoleh pinjaman dari bank 5 juta rupiah dengan

bunga 6% pertahun dan jangka waktu satu tahun. Sebelum jangka waktu

berakhir debitur memiliki uang yang cukup sehingga menawarkan kepada

Kreditur untuk melunasi hutang pokok tersebut sebelum jangka waktu

berakhir. Jika kreditur menyetujui tawaran debitur tersebut maka terjadilah

pembayaran tunai yang mengakhiri perjanjian. Tetapi kalau kreditur menolak

tawaran tersebut, maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai

yang diikuti dengan penitipan di Pengadilan Negeri. Ketentuan pembayaran

42
Ibid, hlm 96
33

tunai yang diikuti penitipan ini prosedurnya diatur dalam Pasal 1404 s/d 1412

KUHPerdata. Tetapi hanya berlaku untuk perjanjian yang prestasinya

memberi barang-barang bergerak, sedangkan untuk memberi barang tidak

bergerak undang-undang tidak mengatur.

3. Novasi atau pembaruan utang

Novasi merupakan salah satu cara untuk menghapuskan atau mengakhiri suatu

perjanjian. Novasi atau pembaruan utang adalah suatu perjanjian baru yang

menghapuskan perjanjian lama dan pada saat yang sama memunculkan

perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama. Pasal 1413 KUHPerdata

menetapkan 3 (tiga) macam cara untuk terjadinya novasi:

a. Novasi subyektif aktif adalah suatu perjanjian yang bertujuan

menggantikan kreditur lama dengan seorang kreditur baru.

b. Novasi subyektif pasif adalah suatu perjanjian yang bertujuan mengganti

debitur lama dengan debitur baru dan membebaskan debitur lama dari

kewajibannya.

c. Novasi objektif suatu perjanjian antara kreditur dengan debitur untuk

memperbaharui atau merubah objek atau isi perjanjian. Pembaruan objek

perjanjian ini terjadi jika kewajiban prestasi tertentu dari debitur diganti

dengan prestasi lain. Misalnya kewajiban menyerahkan suatu barang

diganti dengan menyerahkan uang.

4. Kompensasi atau perjumpaan utang

Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang

ditentukan menurut jenis (generische ziken), yang dipunyai oleh dua orang

atau pihak secara timbal balik, dimana masing-masing pihak berkedudukan


34

baik sebagai kreditur maupun kreditur terhadap orang lain, sampai jumlah

terkecil yang ada di antara kedua utang tersebut.43

Untuk dapat dilakukan perjumpaan utang atau kompensasi Pasal 1427 KUH

Perdata memberikan syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu:

a) Kedua utang harus sama-sama mengenai utang atau barang yang dapat

dihabiskan dari jenis dan kualitas yang sama.

b) Kedua utang seketika dapat ditetapkan besarnya atau jumlahnya dan

seketika dapat ditagih. Kalau yang satu dapat ditagih sekarang sedangkan

utang lainnya baru dapat satu bulan yang akan datang maka kedua utang

itu tidak dapat diperjumpakan.

5. Percampuran utang

Apabila kedudukan kreditur dan debitur berkumpul pada satu orangm utang

tersebut hapus demi hukum. Dengan demikian pencampuran utang tersebut

juga dengan sendirinya menghapuskan tanggungjawab penanggung utang.

Namun sebaliknya, apabila pencampuran utang terjadi pada penanggung

utang, tidak dengan sendirinya menghapuskan utang pokok. Demikian pula

pencampuran utang terhadap salah seorang dari piutang tanggung

menanggung tersebut tidak dengan sendirinya menghapuskan utang kawan-

kawan berutang.44

6. Pembebasan utang

Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum yang dilakukan Kreditur dengan

menyatakan secara tegas tidak menuntut lagi pembayaran hutang dari debitur.

43
Rachmadi Usman, Op.Cit., hlm. 280
44
Ahmadi Miru, Op.Cit, hlm 104
35

Artinya kreditur memberitahukan secara lisan atau tertulis kepada debitur

bahwa kreditur membebaskan kepada debitur untuk tidak membayar lagi

hutangnya. Jadi pembebasan hutang ini dapat dilakukan secara sepihak yang

berupa pernyataan atau pemberitahuan tertulis kepada debitur yang isinya

kreditur membebaskan hutangnya dan debitur menerima pemberitahuan itu

atau membalas surat kreditur yang menyetujui pembebasan hutang tersebut.

7. Musnahnya barang yang terhutang

Apabila barang tertentu yang menjadi objek perjanjian musnah, hilang, tidak

dapat lagi diperdagangkan, sehingga barang itu tidak diketahui lagi apakah

barang itu masih ada atau tidak maka perjanjian menjadi hapus asal

musnahnya barang, hilangnya barang bukan kesalahan debitur dan sebelum

debitur lalai menyerahkan barangnya kepada kreditur.

Apabila debitur dibebaskan untuk memenuhi perjanjian yang disebabkan

peristiwa musnahnya atau hilangnya barang, namun jika debitur mempunyai

hak-hak berkaitan dengan barang yang musnah atau hilang, misalnya hak

asuransi atas barang tersebut maka debitur diwajibkan menyerahkan kepada

kreditur.

8. Pembatalan perjanjian

Jika syarat subyektif (sepakat dan cakap) tidak dipenuhi maka perjanjian itu

dapat dibatalkan artinya para pihak dapat menggunakan hak untuk

membatalkan atau tidak menggunakan hak untuk membatalkan. Bila syarat

objektif (objek tertentu dan sebab yang halal) tidak dipenuhi maka perjanjian

itu batal demi hukum artinya perjanjian itu sejak semula dianggap tidak

pernah ada jadi tidak ada perikatan hukum yang dilahirkan. Meskipun syarat-
36

syarat subyektif dan syarat objektif dalam perjanjian telah dipenuhi, perjanjian

juga dapat dibatalkan oleh salah satu pihak jika salah satu pihak dalam

perjanjian tersebut melakukan wanprestasi (Pasal 1266 KUH Perdata).

9. Berlakunya syarat batal

Hapusnya perjanjian yang diakibatkan oleh berlakunya syarat batal terjadi jika

perjanjian yang dibuat oleh para pihak adalah perjanjian dengan syarat batalm

dan apabila syarat itu terpenuhi, maka perjanjian dengan sendirinya batal,

yang berarti mengakibatkan hapusnya perjanjian tersebut, karena apabila

syarat terpenuhi pada perjanjian dengan syarat tangguh, maka perjanjiannya

bukan batal melainkan tidak lahir.45

10. Kedaluwarsa

Kedaluwarsa atau lewat waktu juga dapat mengakibatkan hapusnya kontrak

antara para pihak. Hal ini diatur dalam Pasal 1967 KUHPerdata.46 Berakhirnya

perjanjian dapat disebabkan oleh lewatnya waktu (daluarsa) perjanjian.

Berakhirnya perjanjian harus dibedakan dengan perjanjian karena suatu

perjanjian dikatakan berakhir apabila segala sesuatu yang menjadi isi

perjanjian telah dilaksanakan. Semua kesepakatan diantara para pihak menjadi

berakhir setelah apa yang menjadi tujuan diadakannya perjanjian telah tercapai

oleh para pihak.47

Pokok-pokok hukum perikatan, menyebutkan bahwa persetujuan atau

perjanjian dapat hapus karena:

45
Ahmadi Miru, Op.Cit, hlm 109
46
Ibid, hlm 110
47
Suharnoko, Hukum Perjanjian (Teori dan Analisis Kasus), Jakarta, Kencana, 2014,
hlm. 30
37

a. Ditentukan dalam persetujuan oleh para pihak, misalnya persetujuan

tersebut berlaku dalam jangka waktu tertentu.

b. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu persetujuan, misalnya

Pasal 1066 ayat (3) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa para ahli

waris tertentu untuk tidak melakukan pemecahan harta warisan. Waktu

persetujuan dalam Pasal 1066 ayat (4) KUH Perdata dibatasi hanya selama

5 tahun.

c. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan

terjadinya peristiwa tertentu, maka persetujuan tersebut akan hapus,

misalnya jika terjadi salah satu pihak meninggal dunia, maka persetujuan

akan hapus, antara lain:

1) Persetujuan perseroan (Pasal 1646 ayat (4) KUHPerdata).

2) Persetujuan pemberian kuasa (Pasal 1813 KUHPerdata).

3) Persetujuan kerja (Pasal 1603 KUHPerdata).

d. Pernyataan penghentian persetujuan (Opzegging). Penghentian persetujuan

ini dapat dilakukan baik oleh salah satu ataupun kedua belah pihak dan ini

hanya ada pada persetujuan-persetujuan yang bersifat sementara.

e. Persetujuan hapus karena putusan hakim.

f. Tujuan dari persetujuan telah tercapai.

g. Dengan perset ujuan dari para pihak.48

48
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Bumi Cipta, 1997, hlm. 84
BAB III

TINJAUAN UMUM KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH

A. Pengertian Kredit Kepemilikan Rumah dan Dasar Hukumnya

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan salah satu jenis pelayanan

kredit yang diberikan oleh bank kepada para nasabah yang menginginkan

pinjaman khusus untuk memenuhi kebutuhan dalam pembangunan rumah. KPR

juga muncul karena adanya berbagai kondisi penunjang yang strategis diantaranya

adalah pemenuhan kebutuhan perumahan yang semakin lama semakin tinggi

namum belum dapat mengimbangi kemampuan daya beli kontan dari

masyarakat.49

Menurut Slamet Ristanto, KPR merupakan salah satu produk perbankan

yang disediakan bagi debitur untuk pembiayaan perumahan. Perumahan disini

bukan dalam arti rumah tempat tinggal pada umumnya, tetapi meliputi ruang

untuk membuka usaha seperti rumah toko (ruko) dan rumah kantor (rukan), serta

apartemen mewah dan rumah susun.50

KPR adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk

digunakan membeli atau membayar sebuah bangunan rumah tinggal dengan

tanahnya guna dimiliki atau dihuni. Dalam perjanjian KPR biasanya debitur

memberikan jaminan berupa rumah dan tanah yang dibeli dengan fasilitas KPR

tersebut.51

49
Hardjono, Mudah Memiliki Rumah Idaman Lewat KPR. Jakarta, Pusaka Grahatama,
2008, hlm. 25.
50
Slamet Ristanto, Mudah Meraih Dana KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dari Memilih
Bank hingga Cara Mengangsur, Yogyakarta, Pustaka Grhatama, 2008, hlm. 20.
51
Abdul Basit. Jaminan Kredit Pemilikan Rumah dengan Perjanjian Pemberian Jaminan
dan Kuasa. Lambung Mangkurat Law Journal Vol 1 Issue 1, March (2016), hlm 5

38
39

Melalui pembiayaan KPR, masyarakat tidak harus menyediakan dana

seharga rumah. Cukup memiliki uang muka tertentu, dan rumah idaman pun

menjadi milik debitur. Debitur dapat leluasa menempatinya karena meski masih

mengangsur rumah itu sudah menjadi rumah debitur sendiri. Pengertian Kredit

Kepemilikan Rumah (KPR) tidak ada yang baku ada yang mendefinisikan KPR

adalah suatu fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan kepada para nasabah

perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah.52 Adapula yang

mengartikan KPR sebagai salah bentuk dari kredit konsumer yang dikenal dengan

Housing Loan yang diberikan untuk konsumen yang memerlukan papan,

digunakan untuk keperluan pribadi, keluarga atau rumah tangga dan tidak untuk

tujuan komersial serta tidak memiliki pertambahan nilai barang dan jasa di

masyarakat.53

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa KPR

merupakan fasilitas kredit dari bank untuk memenuhi kebutuhan perumahan.

Prinsip KPR adalah membiayai terlebih dahulu biaya pembelian atau

pembangunan rumah, dan dana untuk membayar balik dilakukan dengan angsuran

atau cicilan tersebut. Seiring berjalannya waktu, pengertian KPR pun saat ini telah

berkembang menjadi lebih luas, tidak saja untuk pembelian rumah, namun juga

menyewa dan membangun rumah di atas tanah yang telah ada. Misalnya

membangun rumah di atas tanah yang dimiliki, setelah perhitungan pada akhir

pembangunan, namun dana kurang mencukupi sehingga pada saat itu bisa

mencoba mengambil KPR untuk meneruskan pembangunan rumah sampai selesai

dan menurut persyaratan yang diajukan bank.


52
Ayo Ke Bank Memiliki Rumah Sendiri,<http://www.bi.go.id>, diakses 6 Juni 2017
53
Johannes Ibrahim, Mengupas Tuntas Kredit Komersial Dalam Perjanjian Kredit Bank
(Perspektif Hukum dan Ekonomi), Bandung,Mandar Maju, 2004, hlm. 229.
40

Dasar hukum KPR dapat dilihat dari ketentuan mengenai jaminan dalam

KUHPerdata di mana terdapat jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan

umum diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang dinyatakan bahwa: Segala

kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik

yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan

untuk segala perikatan perseorangan.

Sedangkan Pasal 1132 KUHPerdata mengatur: kebendaan tersebut

menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan

kepadanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut

keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing kecuali

diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah yang didahulukan

Berdasarkan pasal tersebut maka dalam jaminan umum semua kekayaan

debitur menjadi jaminan atas utang-utangnya dan krediturnya menjadi kreditur

konkuren.yang harus membagi rata kekayaan debitur secara proporsional.

Sedangkan yang dimaksud dengan jaminan khusus adalah jaminan yang

diperjanjikan atas suatu barang tertentu yang diperjanjikan untuk utang tertentu.

Jaminan khusus dapat berupa jaminan perorangan maupun jaminan kebendaan.

Jaminan kebendaan memiliki ciri-ciri yaitu: mempunyai hubungan langsung atas

benda debitur, merupakan perjanjian accessoir, dapat dipertahankan terhadap

siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite) dan dapat dialihkan,54 maka

dapat disimpulkan dalam perjanjian KPR lazimnya digunakan jaminan kebendaan

berupa Hak Tanggungan.

54
Sri Soedewi M. Sofyan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-pokok Hukum Jaminan
dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta, Liberty, 1980, hlm. 47.
41

B. Jenis dan Syarat Yang Harus Dipenuhi Debitur dalam Memperoleh

Kredit Kepemilikan Rumah

Bagi masyarakat yang tidak memiliki uang tunai yang cukup untuk

membeli rumah, salah satu cara untuk memiliki rumah adalah menggunakan

fasilitas KPR yang ditawarkan oleh bank. Umumnya masyarakat berpikir bahwa

KPR hanya ada satu jenis. Padahal, KPR yang ditawarkan oleh bank memiliki

berbagai jenis, dan semuanya memiliki prinsip yang berbeda-beda. Berikut ini

adalah jenis-jenis KPR yang tersedia di Indonesia.

1. KPR konvensional

Jenis ini yang paling banyak diketahui oleh masyarakat. Alasan utamanya

cukup jelas, yakni karena kurangnya informasi yang ada mengenai jenis KPR

yang ada. KPR konvensional, atau disebut juga KPR non-subsidi, disediakan

oleh hampir seluruh bank, tentu dengan persyaratan dan bunga yang berbeda-

beda. Suku bunga yang ditetapkan biasanya mengikuti BI Rate, karena ini

bukan KPR dari pemerintah, pihak bank akan mengenakan denda yang cukup

besar apabila masyarakat terlambat atau menunggak cicilan. Masa pinjaman

KPR konvensional berkisar lima hingga 25 tahun.

2. KPR bersubsidi

KPR bersubsidi merupakan fasilitas dari pemerintah yang disalurkan melalui

bank-bank. Keunggulan KPR bersubsidi adalah uang muka dan bunga yang

lebih rendah dibanding KPR konvensional. Namun, jenis KPR bersubsidi ini

hanya untuk masyarakat dengan penghasilan rendah dan belum memiliki

rumah, serta tipe rumah yang dapat dibiayai maksimal tipe 36. Kekurangan

dari KPR bersubsidi adalah lokasi rumah yang sangat terpencil dan akses yang
42

cukup sulit. Harga rumah yang dapat menggunakan KPR bersubsidi maksimal

Rp120 juta. Suku bunga untuk KPR bersubsidi adalah 7,25% flat, dan sudah

termasuk premi asuransi jiwa, asuransi kebakaran, dan asuransi kredit. Berita

baiknya, pada awal tahun 2015 pemerintah berencana untuk menurunkan suku

bunga KPR bersubsidi menjadi 5% flat. KPR bersubsidi juga bebas dari pajak

pertambahan nilai (PPN).

3. KPR syariah

Ini merupakan jenis KPR yang juga banyak diminati, sebab KPR syariah

menggunakan prinsip jual-beli (murabahah). Maksudnya adalah KPR syariah

akan membayarkan lunas rumah yang diinginkan, dan tinggal mencicil kepada

bank dengan masa cicilan hingga 15 tahun. Cicilan yang dibayarkan

jumlahnya tetap karena KPR syariah tidak mengenal adanya bunga, tetapi

harga rumah yang harus dibayarkan sudah ditambahkan dengan keuntungan

yang akan diambil bank. Ini merupakan jenis KPR yang cocok bagi yang takut

akan pergerakan bunga naik-turun.

4. KPR pembelian

KPR pembelian adalah jenis pembiayaan rumah dengan memberikan

pinjaman uang untuk membeli rumah, dan rumah yang akan dibeli tersebut

dijadikan jaminannya. Tak hanya rumah yang dapat dijadikan agunannya, tapi

juga berbagai properti lain, seperti apartemen, ruko, dan rukan.

5. KPR refinancing

Sebenarnya KPR refinancing bukanlah sebuah jenis pembiayaan untuk

membeli rumah, melainkan termasuk dalam jenis pinjaman pribadi. KPR

refinancing adalah fasilitas peminjaman uang yang menggunakan rumah yang


43

sudah dimiliki sebagai jaminannya. Tak hanya bangunan rumah yang dapat

dijadikan jaminan, tapi surat tanah juga dapat dijadikan jaminannya.

6. KPR take over

Tak banyak bank yang memberikan fasilitas KPR take over. Salah satu bank

yang menawarkan KPR take over adalah KPR Mandiri. KPR take over adalah

fasilitas untuk memindahkan KPR yang telah berjalan ke bank lain dengan

keuntungan berupa tambahan limit pinjaman. KPR jenis ini lebih ke arah

persaingan antar-bank untuk mendapatkan konsumen baru.

7. KPR angsuran berjenjang

KPR Mandiri juga memiliki KPR angsuran berjenjang, yakni fasilitas

pinjaman yang diberikan untuk pembelian rumah tinggal dengan keringanan

berupa penundaan pembayaran sebagian angsuran pokok sampai tahun ke-tiga

masa pinjaman.

8. KPR duo

Ini merupakan jenis KPR lain yang juga sangat jarang ditawarkan. Salah satu

bank yang menawarkan KPR jenis ini adalah KPR Mandiri. KPR Mandiri Duo

adalah fasilitas pinjaman yang diberikan untuk pembelian rumah tinggal,

apartemen, ruko, atau rukan sekaligus pembelian mobil, motor, atau furnitur.

Menurut Direktorat Jenderal Perumahan dan Pemukiman, di Indonesia

terdapat dua jenis KPR, yaitu:

a. KPR bersubsidi

Suatu kredit yang diperuntukkan kepada masyarakat berpenghasilan

menengah ke bawah dalam rangka memenuhi kebutuhan perumahan atau

perbaikan rumah yang telah dimiliki. Bentuk subsidi yang diberikan berupa
44

subsidi meringankan kredit dan subsidi menambah dana pembangunan atau

perbaikan rumah. Kredit subsidi ini diatur tersendiri oleh pemerintah, sehingga

tidak setiap masyarakat yang mengajukan kredit dapat diberikan fasilitas ini.

Secara umum batasan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam memberikan

subsidi adalah penghasilan pemohon dan maksimum kredit yang diberikan.

b. KPR non subsidi

Suatu KPR yang diperuntukan bagi seluruh masyarakat. Ketentuan KPR

ditetapkan oleh bank, sehingga penentuan besarnya kredit maupun suku bunga

dilakukan sesuai kebijakan bank yang bersangkutan.55

Secara umum, persyaratan dan ketentuan dari bank untuk nasabah yang

akan mengajukan KPR relatif sama, baik dari sisi administrasi maupun penentuan

kredit. Untuk mengajukan KPR, syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut.

1) Warga Negara Indonesia

2) Telah berusia 21 tahun atau telah menikah dan cakap untuk melakukan

tindakan hukum;

3) Pada saat kredit lunas usia pemohon kredit tidak melebihi 65 tahun;

4) Memiliki penghasilan yang menurut perhitungan bank dapat menjamin

kelangsungan pembayaran kredit;

5) Tidak memiliki Kredit bermasalah;

6) Memberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk kredit lebih dari

Rp 100.000.000,- atau SPT Pasal 21 Form AI untuk jumlah kredit lebih

dari Rp 50.000.000,- dan kurang dari Rp. 100.000.000,-

55
Direktorat Jenderal Perumahan dan Pemukiman, Keputusan Direktur Jenderal
Perumahan dan Pemukiman Tentang Standard Operasoinal dan Prosedur Pelaksanaan Program
Bantuan Kredit Bersubsidi Untuk Perumahan, Kep Dirjen Perumahan dan Pemukiman No.
10/KPTS/DM/2003, BAGIAN II ayat (1).
45

Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal

atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

lingkungan. Ketentuan ini, pemerintah melindungi hak-hak konsumen dengan

mewajibkan pengembang perumahan untuk melengkapi perumahan yang

dibangunnya dengan sarana utama dan sarana penunjang. Sarana utama suatu

perumahan adalah jaringan jalan untuk mobilitas manusia dan angkutan barang,

jaringan saluran pembuangan air limbah dan tempat pembuangan sampah,

jaringan saluran air hujan untuk drainase, dan jaringan air bersih apabila

tidak tersedia air tanah. Sementara, sarana penunjang perumahan meliputi antara

lain bangunan perbelanjaan, pelayanan umum dan pemerintahan, sarana ibadah,

rekreasi dan olahraga, permakaman dan pertamanan. Sarana-sarana inilah yang

wajib disediakan oleh pihak pengembang perumahan dan menjadi hak

konsumen.

C. Tujuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

Kredit Pemilikan Rumah merupakan salah satu jenis kredit konsumtif yang

didasarkan pada penggunaan kredit yaitu untuk membeli, membangun,

merenovasi dan memperluas rumah dengan pembayaran secara angsuran dengan

besar angsuran perbulan tetap (pokok + bunga) dengan jangka waktu yang

ditentukan sesuai dengan kesanggupan debitur. Pemasaran KPR ditujukan kepada

masyarakat umum baik yang berpenghasilan tetap, tidak tetap maupun para

profesional hukum serta badan usaha baik yang berbadan hukum maupun yang

tidak berbadan hukum. Dalam pemberian kredit bank menetapkan maksimal

angsuran kredit sebesar 50% dari penghasilan bersihnya perbulan. Tidak ada

peluncuran produk perbankan yang terjadi begitu saja tanpa tujuan yang jelas,
46

termasuk KPR sebagai salah satu produk perbankan. Karena itu sebelum

membahas serba-serbi KPR lebih lanjut, penulis akan memaparkan tujuan

diadakannya KPR oleh bank selaku pihak pemberi pinjaman. Telah disebutkan

pada paragraf sebelumnya, KPR erat kaitannya dengan kepemilikan rumah.

Semakin berkembangnya jaman dan penghasilan seseorang, kebutuhan seseorang

akan hunian yang layak makin tinggi.

Dalam prakteknya, tidak jarang kita pun harus berkompetisi dengan orang-

orang lain untuk memperebutkan rumah idaman. Beberapa orang memiliki daya

beli yang tinggi, karenanya dapat langsung membayar seluruh uang untuk dapat

memiliki rumah. Beberapa lagi memiliki anggaran dengan kemampuan sebatas

mencicil namun tetap ingin memiliki rumah tersebut.

Tujuan KPR sendiri dilakukan atas dasar kebutuhan mencicil untuk

memiliki rumah. Dengan hanya membayar uang muka sebesar 30 hingga 50

persen dari keseluruhan harga rumah, untuk selanjutnya bank yang akan

membayarkan cicilan kepada orang-orang yang telah dinilai sanggup untuk

mengembalikan uang bank.56

56
http://www.simulasikredit.com/apa-itu-kpr-kredit-kepemilikan-rumah (diakses pada 8
Juni 2017)
BAB IV

KEDUDUKAN HUKUM TERHADAP DEBITUR DALAM PERJANJIAN


KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH JIKA TERJADI WANPRESTASI
(STUDI PADA PT. BANK SUMUT CABANG MEDAN)

A. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Kepemilikan

Rumah pada PT. Bank Sumut Cabang Medan

PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara disingkat PT Bank

SUMUT didirikan di Medan pada tanggal 4 November 1961 dalam bentuk PT

berdasarkan Akta Notaris Rusli Nomor 22. Berdasarkan Undang-Undang Nomor

13 Tahun 1962 tentang Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah dan sesuai

dengan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 5 Tahun 1965, bentuk

usaha diubah menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Modal dasar sebesar

Rp. 100 juta dan saham yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera

Utara dan Pemerintah Tingkat II se Sumatera Utara. 57Untuk meningkatkan modal

disetor sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya telah terjadi beberapa kali

perubahan peraturan daerah Bentuk Badan Hukum dirubah menjadi PT sesuai

dengan akta pendirian PT Nomor 38 Tahun 1999 Notaris Alina Hanum Nasution,

SH pada tanggal 16 April 1999 yang telah mendapat pengesahan dari Menteri

Kehakiman RI Nomor C - 8224HT. 01. 01 TH 99 tanggal 5 Mei 1999 dan

diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 54 tanggal 6 Juli

1999 dengan modal dasar Rp. 400 milyar. Dasar perubahan bentuk hukum dan

modal dasar sebelumnya telah dituangkan dalam Peraturan Daerah Tingkat I

Sumatera Utara Nomor 2 Tahun 1999. Modal dasar ditingkatkan menjadi Rp. 500

57
Profil Bank Sumut, Tahun 2017

47
48

Milyar, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan selanjutnya dengan akta

Nomor 31 Tanggal 15 Desember 1999. PT. Bank SUMUT merupakan bank non

devisa yang kantor pusatnya beralamatkan di Jalan Imam Bonjol No. 18 Medan.

Visi dan Misi BANK SUMUT

Visi BANK SUMUT adalah menjadi bank andalan bagi membantu dan

mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah di segala

bidang serta sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat.

Misi BANK SUMUT adalah mengelola dana pemerintah dan masyarakat secara

professional yang didasarkan pada prinsip-prinsip compliance. Tujuan PT Bank

Sumut adalah:

1. Menghasilkan laba

2. Meningkatkan pertumbuhan daerah diberbagai sektor

3. Meningkatkan taraf hidup rakyat

Perjanjian dalam hukum perdata Indonesia diatur dalam Bab III

KUHPerdata, yakni Pasal 1313 KUHPerdata memberikan pengertian tentang

perjanjian, yaitu: suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Berdasarkan bunyi Pasal

1313 KUHPerdata tersebut, bahwa hubungan antara dua orang tersebut adalah

suatu hubungan hukum dimana hak dan kewajiban di antara para pihak tersebut

dijamin oleh hukum.58 Hubungan antara dua orang tersebut adalah suatu

hubungan hukum dimana hak dan kewajiban diantara para pihak tersebut dijamin

58
H.R.Daeng Naja, Hukum Kredit Dan Bank Garansi, Bandung, Citra Aditya Bakti,
2005, hlm. 175
49

oleh hukum. Sebuah perjanjian dapat menimbulkan perikatan yang dalam

bentuknya berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji atau

kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perikatan adalah suatu perhubungan

hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan dimana pihak yang 1 (satu)

berhak menuntut untuk menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak lain yang

berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang berhak menuntut

sesuatu disebut kreditur, sedangkan yang memenuhi tuntutan tersebut adalah

debitur.59

Hukum perjanjian merupakan suatu perikatan hukum yang dilahirkan oleh

suatu perjanjian mengakibatkan lahirnya hak dan kewajiban para pihak yang

melakukan perikatan tersebut.60

Hak dari debitur dalam perjanjian KPR pada Bank Sumut meliputi :

a. Menerima dana pencairan kredit apabila kredit telah disetujui.

b. Dalam hal debitur merasa bahwa pembukuan/pencatatan bank atas

kewajiban dan pembayaran yang telah dilakukan tidak benar, maka debitur

berhak mengajukan keberatan kepada bank disertai dengan bukti-bukti

yang sah, maka yang dianggap benar adalah catatan pembukuan bank.

c. Menerima bukti-bukti kepemilikan rumah bila kredit telah dinyatakan

lunas oleh bank sepanjang pihak penjual/pengembang telah menyerahkan

bukti-bukti kepemilikan yang dimaksud kepada bank61.

59
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, 2010, hlm. 1
60
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaya, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Jakarta,
Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2002, hlm. 65
61
Hasil wawancara dengan Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan,
tanggal 5 Juli 2017
50

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak debitur meliputi:

1) Berkewajiban memenuhi segala kelengkapan administrasi yang sesuai

dengan peraturan bank yang berlaku.

2) Berkewajiban memberikan down payment (DP) kepada pihak

penjual/pengembang.

3) Debitur berkewajiban membayar biaya-biaya yang diperlukan guna

persiapan perjanjian kredit. Biaya-biaya ini meliputi biaya provisi kredit,

administrasi kredit, premi asuransi kebakaran atas agunan, biaya asuransi

jiwa penerima kredit, biaya penilaian/ appraisal agunan (sesuai dengan

ketentuan yang berlaku), dan biaya notaris dan/ atau Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT) dalam rangka penandatangan perjanjian KPR Sumut

beserta biaya pengikatan agunan62

Hak dan kewajiban kreditur yang meliputi :

(a) Bank berhak menerima pembayaran angsuran sesuai dengan kesepakatan

dengan debitur.

(b) Berhak untuk menahan bukti pemilikan rumah atau sertifikat hak milik.

(c) Berhak untuk melaksanakan eksekusi hak tanggungan apabila terjadi

wanprestasi oleh debitur.

(d) Bank berkewajiban menyerahkan kembali kepada debitur semua surat-

surat dan dokumen mengenai rumah berikut tanahnya serta surat-surat

bukti lainnya yang disimpan atau dikuasakan oleh bank apabila pihak

debitur telah melunasi kredit.

62
Ibid
51

(e) Bank berkewajiban untuk mencairkan dana kredit kepada debitur apabila

permohonan pengajuan kreditnya telah disetujui dan telah mendantangani

perjanjian Kredit.63

Hampir semua perbankan sama dalam memperoleh fasilitas KPR, adapun

dari Bank Sumut, calon debitur harus memenuhi persyaratan, yaitu :

1.1.Warga Negara Indonesia

1.2.Usia minimal 21 tahun dan pada saat kredit lunas usia maksimum 55 tahun

(untuk pegawai) dan 60 tahun (untuk wiraswasta/professional)

1.3.Memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap

1.4.Fotocopy surat pemesanan, kuitansi uang muka, dan PPJB (rumah baru dari

developer)

1.5.Fotocopy sertifikat, Akta jual beli, Izin Mendirikan Bangunan, dan Pajak

Bumi dan Bangunan terakhir (rumah second)

1.6.Menyampaikan dokumen persyaratan lengkap sesuai checklist, antara lain:

1. Calon debitur perorangan :

a. Fotocopy KTP pemohon/calon debitur (suami-istri)

b. Fotocopy Kartu Keluarga

c. Fotocopy Surat Nikah

d. Fotocopy Surat Kewarganegaraan (untuk WNI keturunan)

e. Surat keterangan bekerja dari perusahaan tempat calon debitur bekerja

(dalam hal calon debitur sebagai karyawan)

f. Slip gaji 3 bulan terakhir

63
Ibid
52

g. Fotocopy SPT Tahunan PPh Pasal 21

h. Surat-surat bukti agunan sesuai dengan agunan yang akan dijaminkan,

dimana pada saat permohonan diajukan dapat berupa fotocopy terlebih

dahulu, dan aslinya harus diserahkan sebelum proses pengikatan kredit

dilakukan

i. Fotocopy rekening tabungan atau rekening koran 3 bulan terakhir

j. Fotocopy NPWP pribadi

k. Fotocopy Surat Izin Praktek/SK Pengangkatan dari Instansi terkait

2. Calon debitur korporasi

1) Fotocopy Akta Pendirian Perusahaan dan perubahan-perubahannya

2) Surat pernyataan yang menyatakan bahwa akta pendirian perusahaan

dan perubahan-perubahannya yang diserahkan pada Bank Sumut

adalah yang terkini

3) Fotocopy NPWP perusahaan

4) Fotocopy SIUP64

Prosedur pemberian kredit adalah tahap-tahap yang harus dilalui sebelum

sesuatu kredit diputuskan untuk dikucurkan. Tujuannya adalah untuk

mempermudah bank dalam menilai kelayakan suatu permohonan kredit.65

Prosedur pemberian dan penilaian kredit oleh dunia perbankan secara umum antar

bank yang satu dengan bank yang lain tidak jauh berbeda. Yang menjadi

perbedaan mungkin hanya terletak pada bagaimana cara-cara bank tersebut

menilai serta persyaratan yang ditetapkannya dengan pertimbangan masing-


64
Hasil wawancara dengan Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan,
tanggal 5 Juli 2017
65
Kasmir, II.Dasar-dasar Perbankan, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2002, hlm. 124
53

masing bank. Dimana prosedur pemberian kredit tersebut secara umum dapat

dibedakan antara pinjaman perseorangan dengan pinjaman oleh suatu badan

hukum, kemudian dapat pula ditinjau dari segi tujuannya apakah untuk konsumtif

atau produktif.66

B. Kedudukan Hukum Debitur dalam Perjanjian Kredit Kepemilikan

Rumah Jika Terjadi Wanprestasi pada PT. Bank Sumut Cabang Medan

Hukum perjanjian menganut sistem terbuka dimana memberikan

kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian

yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.

Oleh karena itu pasal-pasal dalam hukum perjanjian dapat diposisikan sebagai

hukum pelengkap (optional law). Ini berarti bahwa pasal-pasal itu boleh saja tidak

digunakan atau disingkirkan apabila dikehendaki oleh para pihak dalam membuat

suatu perjanjian.

Pengertian hubungan hukum adalah hubungan yang terhadapnya hukum

melekatkan hak pada salah satu pihak dan melekatkan kewajiban pada pihak

lainnya. Jika salah satu pihak tidak mengindahkan atau melanggar hubungan tadi,

maka hukum dapat memaksakan agar hubungan hukum tadi dipenuhi atau

dipulihkan kembali.67

Apabila wanprestasi sehingga akan mengakibatkan objek dari perjanjian

kredit tersebut disita oleh pihak bank, maka debitur mencari jalan keluar dengan

cara menjual kembali atau mengalihkan apa yang menjadi objek dalam perjanjian

66
Ibid
67
Mariam Darus Badrulzaman, III, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung, Citra Aditya
Bhakti, 2001, hlm 1-2.
54

kredit tersebut, dalam hal ini debitur mengalihkan hak kreditnya atau pengalihan

hak atas tanah dan bangunan tersebut.68

Guna mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu di

perhatikan apakah dalam perikatan itu ditentukan tenggang waktu pelaksaanaan

pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hak tenggang waktu pelaksanaan

pemenuhan prestasi tidak ditentukan, perlu memperingatkan debitur supaya ia

memenuhi prestasi. Tetapi dalam hal telah ditentukan tenggang waktunya,

menurut ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap lalai dengan

lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan. Kreditur dapat

menuntut debitur yang telah melakukan wanprestasi hal-hal sebagai berikut:

1. Kreditur dapat meminta pemenuhan prestasi saja dari debitur;

2. Kreditur dapat menuntut prestasidisertaigantirugikepada debitur (Pasal

1267 KUHPerdata);

3. Kreditur dapat menuntut dan meminta ganti rugi, hanya mungkin kerugian

karena keterlambatan;

4. Krediturdapatmenuntut pembatalan perjanjian;

5. Kreditur dapat menuntut pembatalan disertai ganti rugi kepada debitur.69

Ganti rugi itu berupa pembayaran uang denda. Seorang debitur yang

dituduh lalai dan dituntut hukuman kepadanya, ia dapat melakukan pembelaan

terhadap dirinya dari shukuman yang akan diberikan dengan mengajukan

beberapa alasan. Pembelaan tersebut ada tiga macam, yaitu: 70

68
Gunawan Widjaya dan Kartini Muljadi, Penanggungan Utang dan Perikatan
Tanggung Menanggung, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 57.
69
R. Subekti, Op.Cit, hlm 40
70
Ibid, hlm55
55

a. Keadaan memaksa (overmacht atau forcemajeur)

Bahwa debitur tidak dapat melaksanakan apa yang telah diperjanjikan

karena adanya hal-hal yang tidak terduga, dimana ia tidak dapat berbuat sesuatu

terhadap peristiwa yang terjadi di luar dugaan tersebut. Misalnya, bencana alam

yang menyebabkan musnahnya objek yang diperjanjikan. Seiring dengan

perkembangannya keadaan memaksa itu tidak hanya bersifat mutlak tetapi ada

juga yang bersifat tidak mutlak yaitu debitur masih dapat melaksanakan perjanjian

tetapi dengan pengorbanan yang sangat besar sehingga tidak sepantasnya pihak

kreditur menuntut debitur untuk melaksanakan perjanjian. Misalnya, setelah

diadakannya suatu perjanjian, keluar suatu Peraturan Pemerintah yang melarang

dikeluarkannya suatu jenis barang yang merupakan objek perjanjian, dari suatu

daerah dengan ancaman hukuman berat bagi si pelanggar sehingga, kreditur tidak

dapat menuntut pemenuhan hak pelaksanaan perjanjian.

b. Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (exceptio non adimpleti

contractus).

Debitur yang dituduh telah lalai dan dituntut untuk membayar ganti rugi, dapat

mengajukan di depan hakim bahwa kreditur sendiri juga telah lalai dalam

menepati janjinya. Misalnya, sipenjual menuduh si pembeli terlambat

menyerahkan barangnya padahal si pembeli sendiri terlambat membayar uang

muka, tentang exception adimpleti contractus ini tidak. diatur di dalam undang-

undang dan merupakan suatu hukum yurispundensi yaitu hukum yang diciptakan

para hakim.

c. Pelepasan hak (rechstvenverking).


56

Alasan terakhir ini merupakan suatu sikap pihak kreditur yang membuat pihak

debitur menyimpulkan bahwa kreditur tidak akan lagi menuntut ganti rugi.

Misalnya, si pembeli telah membeli suatu barang dan ia mengetahui adanya suatu

cacat tersembunyi atau tidak berkualitas bagus tetapi ia tidak menegur sipembeli

dan tetap memakai barang tersebut sehingga dari sikapnya tersebut ia telah puas

akan barang tersebut maka, dalam hal ini sudah selayaknya tuntutannya tidak

diterima oleh hakim.71

Hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang lalai adalah sebagai berikut:

a) Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat

dinamakan ganti rugi;

b) Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian;

c) Peralihan risiko;

d) Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.72

Pentingnya suatu jaminan oleh bank dalam memberikan kredit adalah

salah satu upaya untuk mengantisipasi risiko yang mungkin timbul dalam

tenggang waktu antara pelepasan dan pelunasan kredit tersebut. Keberadaan

jaminan kredit merupakan persyaratan guna memperkecil risiko bank dalam

menyalurkan kredit. Hal tersebut di atas menunjukkan perlu diperhatikannya

faktor kemampuan, kemauan, kehati-hatian dengan menjaga unsur keamanan dan

sekaligus unsur keuntungan dari suatu kredit.73

71
Hasil wawancara dengan Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan,
tanggal 5 Juli 2017
72
Ibid
73
Dody Arifiawan Wibianto, dkk. Perjanjian Pengoperan Kredit Pemilikan Rumah Yang
Masih Dalam Jaminan (Studi di PT BTN Cabang Malang).Artikel. Pascasarjana Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya, 2015, hal 6
57

Transaksi KPR menimbulkan tiga hubungan hukum sekaligus, yaitu:

hubungan hukum antara bank dengan pemasok barang, dalam hal ini adalah

hubungan hukum antara bank dengan pihak ketiga. Hubungan hukum antara bank

dengan nasabah pembeli barang, dalam hal ini adalah hubungan hukum antara

bank dengan nasabah. Hubungan hukum antara nasabah pembeli barang dengan

pemasok barang, dalam hal ini adalah hubungan hukum antara nasabah bank

dengan pihak ketiga.

Kedudukan kreditur berdasarkan perjanjian kredit dengan debitur telah

disubrogir kepada developer. Kedudukan bank berdasarkan perjanjian kerja sama

pemberian fasilitas KPR dengan jaminan khusus untuk debitur yang telah

lalai/wanprestasi tersebut telah dilaksanakan oleh developer. Sehingga tidak ada

lagi kepentingan hukum dari bank terhadap debitur/konsumen dan developer.

Dengan demikian hubungan yang bersifat segitiga tersebut telah hapus/putus dan

menyisakan hubungan hukum antara debitur dan developer saja.

C. Penyelesaian Hukum dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Jika

Terjadi Wanprestasi pada PT. Bank Sumut Cabang Medan

Setiap perjanjian yang dibuat para pihak, maka masing-masing pihak

diwajibkan untuk memenuhi apa yang menjadi isi dari perjanjian atau para pihak

wajib untuk memenuhi prestasinya. Perjanjian melahirkan hak dan kewajiban bagi

masing-masing pihak yang membuat perjanjian. Dengan membuat perjanjian,

maka pihak yang mengadakan perjanjian secara sukarela mengikatkan diri untuk

menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu guna

kepentingan masing-masing pihak. Apabila dari perjanjian yang telah disepakati


58

bersama tersebut ada sesuatu hal yang tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka

hal ini menimbulkan wanprestasi.

Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah

memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan

berdasarkan kesepakatan dan kehendak tanpa ada pihak yang dirugikan.

Terkadang perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena tidak

berprestasinya salah satu pihak atau debitur. Untuk mengatakan bahwa debitur

salah dan melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian, terkadang tidak mudah.

Hal sulit untuk menyatakan wanprestasi karena tidak dengan mudah dijanjikan

dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang

diperjanjikan. Bentuk prestasi debitur dalam perjanjian berupa tidak berbuat

sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu

sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam

perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu dan

memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka

menurut Pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi

dengan lewatnya batas waktu tersebut.

Apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya, maka untuk

menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, terdapat tata cara

menyatakan wanprestasi oleh kreditur terhadap debitur atau kepada pihak yang

mengingkari janji, yaitu melalui sommatie dan ingebreke Stelling. Sommatie

adalah pemberitahuan atau pernyataan tertulis dari kreditur kepada debitur yang

berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau

dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu dan

dilakukan melalui pengadilan., sedangkan ingebreke Stelling artinya peringatan


59

kreditur kepada debitur tidak melalui Pengadilan Negeri atau langsung secara

lisan, hanya melalui teguran saja dan tidak ada tindak lanjut. Keadaan tertentu

sommatie tidak diperlukan untuk dinyatakan bahwa seorang debitur melakukan

wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam perjanjian, prestasi dalam

perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, debitur mengakui dirinya wanprestasi74

Prestasi ialah objek dalam perikatan dimana, prestasi dalam perikatan, yaitu:

untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, dan untuk tidak berbuat

sesuatu75

Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, wanprestatie yang

berarti prestasi buruk/cidera janji. Dalam Bahasa Inggris, wanprestasi disebut

breach of contract, yang bermakna tidak dilaksanakannya kewajiban sebagaimana

mestinya yang dibebankan oleh kontrak.76

Pelaksanaan perjanjian kredit terhadap pemilikan rumah KPR, apabila

pihak-pihak telah melaksanakan kewajibannya masing-masing, maka dengan

demikian pada asasnya masing-masing pihak telah mempunyai itikad baik,

sebelum berlangsungnya pelaksanaan pembayaran oleh pihak pembeli selama

jangka waktu yang telah ditentukan dan disepakati. Namun demikian dalam

pelaksanaan selanjutnya apabila pelaksanaan kredit pemilikan rumah kreditur

telah direalisasikan dan pembayaran angsuran telah berjalan maka akan nampak

bawa itikad baik yang ada pada pihak debitur adakalanya tidak terlaksana. Hal ini

74
Qodhi, Wanprestasi, Ganti Rugi, sanksi dan keadaan memaksa, tersedia di website
http://yogiikhwan.wordpress.com/2008/03/20/wanprestasi-sanksi-ganti-kerugian-dan-keadaan-
memaksa/, diakses tanggal 2 Juni 2017
75
Nanda Amalia, Hukum Perikatan, Aceh, Unimal Press, 2012, hlm. 3
76
Lukman Santoso Az, Hukum Perikatan (Teori Hukum dan Teknis Pembuatan Kontrak,
Kerja Sama, dan Bisnis), Malang, Setara Press, 2016, hlm. 75
60

disebabkan oleh berbagai faktor dalam kehidupan sosial yang menghalangi

pelaksanaan itikad baik tersebut.

Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dijelaskan bahwa sebagai bukti

adanya hak tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat hak

tanggungan. Hal ini berarti sertifikat hak tanggungan merupakan bukti adanya hak

tanggungan.Oleh karena itu maka sertipikat hak tanggungan dapat membuktikan

sesuatu yang pada saat pembuatannya sudah ada atau dengan kata lain yang

menjadi patokan pokok adalah tanggal pendaftaran atau pencatatanya dalam buku

tanah hak tanggungan. Adapun mengenai perlindungan hukum bagi kreditur

sebagai pemegang Hak Tanggungan adalah adanya ketentuan Pasal 6 Undang-

undang Hak Tanggungan yang mengatur bahwa kreditur dapat menjual lelang

harta kekayaan debitur dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan

tersebut apabila debitur wanprestasi.

Wanprestasi memang dapat terjadi dengan sendirinya tetapi kadang-

kadang tidak. Banyak perikatan yang tidak dengan ketentuan waktu pemenuhan

prestasinya memang dapat segera ditagih. Tetapi pembeli juga tidak dapat

menuntut pengganti kerugian apabila penjual tidak segera mengirim barangnya ke

rumah pembeli. Ini diperlukan tenggang waktu yang layak dan ini diperbolehkan

dalam praktik. Tenggang waktu dapat beberapa jam, dapat pula satu hari bahkan

lebih. 77

77
I Gede Tor Kaesar Nero, dkk. Wanprestasi Dan Penyelesaiannya Dalam Perjanjian
Kredit Pemilikan Rumah (Kpr) Pada Bank Btn Cabang Singaraja Bali. Artikel Universitas
Udayana Denpasar dan Universitas Brawijaya Malang,2013, hlm 8
61

Jalan keluar untuk mendapatkan kapan debitur itu wanprestasi undang-

undang memberikan upaya hukum dengan suatu pernyataan lalai. Fungsi

pernyataan lalai ialah merupakan upaya hukum untuk menentukan kapan saat

terjadinya wanprestasi. Sebelum bank melakukan penyelesaian atas pembiayaan

KPR yang bermasalah terlebih dahulu bank melakukan restrukturasi pembiayaan

terhadap masalah yang dihadapi nasabahnya. Restrukturasi pembiayaan adalah

upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan penyediaan dana terhadap

nasabah yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya dengan

mengikuti ketentuan yang berlaku.78 Bank melakukan rescheduling terhadap

nasabah yang macet tersebut dengan memperkecil jumlah angsurannya dan

memperpanjang jangka waktu yaitu sisa angsuran nasabah dibagi dengan bulan

yang diminta oleh nasabah, asalkan tidak melampaui batas yang ditentukan bank

dan sisa tersebut tanpa ada penambahan margin yang dihitung sampai angsuran

tersebut selesai. Adapun saran lainnya yaitu pihak bank melakukan pergantian

akad dengan akad qardhul hasan. Sama-sama hutang tetapi debitur hanya akan

membayar sisa pokoknya saja tanpa ada penambahan margin yang dihitung

sampai angsuran tersebut selesai

Wanprestasi dalam perjanjian KPR adalah sebagai berikut:

1. Wanprestasi timbul apabita terjadi salah satu atau lebih dari kejadian atau

peristiwa-peristiwa di bawah ini:

a. Debitur tidak memenuhi kerajiban yang tetah ditetapkan dalam perjanjian

KPR ini.

78
Hasil wawancara dengan Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan,
tanggal 5 Juli 2017
62

b. Debitur tidak melakukan petunasan atau pembiayaan yang jatuh tempo.

c. Kekayaan nasabah seluruhnya atau sebagian temnasuk tetapi tidak terbatas

pada barang yang menjadi agunan, beralih kepada pihak lain, musnah atau

hilang, disita oteh instansi yang berwenang atau mendapat tuntutan dari

pihak lain yang menurut pertimbangan bank dapat mempengaruhi kondisi

pembiayaan dan/atau nasabah.

d. Debitur yang melakukan perbuatan dan/atau terjadinya peristiwa dalam

bentuk dan dengan nama apapun yang atas pertimbangan bank dapat

mengancam kelangsungan pembayaran pembiayaan nasabah sehingga

kewajiban debitur kepada bank menjadi tidak terjamin sebagaimana

mestinya.

e. Debitur dinyatakan tidak berhak lagi menguasai harta kekayaannya baik

menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut putusan

pengadilan, termasuk tetapi tidak terbatas pada pemyataan pailit oleh

pengadilan dan/atau debitur dilikuidasi.

f. Bilamana terhadap nasabah diajukan gugatan perdata atau tuntutan pidana

dan/atau terdapat putusan atas perkara-perkara tersebut yang menurut

pertimbangan bank (pertimbangan mana adalah mengikat terhadap

nasabah) dapat mempengaruhi kemampuan nasabah untuk membayar

kembali pembiayaannya kepada bank.

g. Terdapat kewajiban atau hutang atau kewajiban pembayaran berdasarkan

perjanjian yang dibuat antara debitur dengan pihak lain, baik sekarang

ataupun di kemudian hari, menjadi dapat ditagih pembayarannya dan

sekaligus sebelum tanggal pembayaran yang tetah ditetapkan, disebabkan


63

nasabah meiakukan kelalaian atau pelanggaran terhadap perjanjian

tersebut.

2. Debitur rnenyetujui bahwa apabila terjadi kejadian wanprestasi, maka bank

secara sepihak dapat:

a. Melakukan penyelamatan dan penyeiesaian pembiayaan.

b. Mengakhiri jangka waktu pembiayaan.79

Penyebab terjadinya wanprestasi dalam perjajian KPR di Bank Sumut,

yaitu: wanprestasi yang terjadi sebagai akibat kelalaian dari pihak debitur.

Wanprestasi yang terjadi akibat lemahnya pengawasan kredit dari pihak bank.80

Akibat hukum atau risiko yang harus dipikul pihak debitur yang melakukan

wanprestasi dalam hal pembayaran angsuran setiap bulannya dapat dipisahkan

dalam dua bentuk yaitu : terhadap debitur yang merasa tidak puas dan terhadap

debitur yang tidak mampu lagi membayar angsuran.

Penyelesaian wanprestasi yang dilakukan oleh kreditur adalah melakukan

penagihan debitur dengan tekanan psikhologis menganjurkan untuk menjual

barang jaminan atau barang-barang miliknya yang tidak produktif. Kreditur

biasanya melakukan penagihan ke rumah debitur dan memberikan solusi yang

bagi debitur untuk dapat kembali mengangsur pinjamannya.81 Di samping

dilakukannya penagihan langsung, biasanya kreditur juga memberikan surat

pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur untuk membayar angsuran yang

belum dilakukan debitur. Surat pemberitahuan ini biasanya datang ke rumah

79
Hasil wawancara dengan Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan,
tanggal 5 Juli 2017
80
Hasil wawancara dengan Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan,
tanggal 5 Juli 2017
81
Hasil wawancara dengan Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan,
tanggal 5 Juli 2017
64

debitur jika debitur belum membayar angsuran wajibnya selama tujuh hari setelah

waktu jatuh tempo pembayaran. Adanya surat pemberitahuan ini menjadi sebuah

peringatan kepada debitur untuk segera melakukan pembayaran atas

angsurannya.82

Strategi Bank Sumut dalam mengatasi wanprestasi debitur KPR terhadap

debitur, yaitu melakukan pembinaan dengan cara menelpon nasabah yang

terlambat membayar angsuran, mengirim surat pemberitahuan atau surat

peringatan terhadap debitur yang menunggak dan menagih langsung dengan cara

mengunjungi rumah atau kantor debitur yang menunggak. Melakukan

rescheduling atau penambahan jangka waktu sesuai dengan kesepatakan dua belah

pihak. Dalam hal tersebut nasabah dapat memperpanjang jangka waktu, dan

memperkecil angsuran. Bentuk tindakan bank jika debitur di rescheduling adalah

penambahan denda atas keterlambatan pembayaran angsuran yakni sebesar 1,5%

dari sisa biaya tunggakan.83

Upaya penyelesaian yang dilakukan oleh kreditur dalam penyelesaian

KPR, debitur yang melakukan wanprestasi, yaitu kreditur tidak akan melakukan

tindakan nyata yang terlalu keras kepada debitur karena akan berakibat

merugikan debitur. Kreditur memiliki prosedur yang bertahap dimana pada awal

terjadinya wanprestasi adalah memberikan surat teguran, penagihan langsung

sampai dengan penarikan jaminan.84

Tindakan yang diambil oleh pihak kreditur apabila debitur wanprestasi


82
Hasil wawancara dengan Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan,
tanggal 5 Juli 2017
83
Hasil wawancara dengan Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan,
tanggal 5 Juli 2017
84
Hasil wawancara dengan Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan,
tanggal 5 Juli 2017
65

adalah melalui peringatan secara lisan maupun secara tertulis sebanyak tiga kali.

Adapun cara pemberitahuan atau peringatan yang dilakukan oleh pihak kreditur

antara lain dengan jalan :

1) Surat peringatan secara tertulis yang pertama diberikan apabila peringatan

secara lisan tidak diperhatikan oleh si debitur.

2) Apabila dalam tenggang waktu satu bulan sejak peringatan tersebut

diberikan, pihak debitur tetap tidak memperhatikan peringatan tersebut, maka

pihak kreditur akan mengeluarkan surat peringatan yang kedua kalinya.

3) Apabila surat peringatan pertama dan kedua tetap tidak mendapatkan

tanggapan yang baik dari debitur, maka pihak kreditur akan memberikan

surat peringatan untuk terakhir kalinya kepada pihak debitur tersebut yang

jangka waktunya satu bulan sesudah peringatan kedua.85

Setelah dikeluarkannya surat peringatan ketiga kalinya dan pihak debitur

tetap tidak melunasi hutangnya tersebut, maka diterbitkan surat pemberitahuan

untuk pengosongan rumah. Dan debitur diberi kesempatan selama tiga puluh hari

untuk melunasi hutangnya. Namun bila dalam jangka waktu tersebut tidak bisa

atau tidak mau melunasi hutang serta mengosongkan rumah, maka kreditur

dimungkinkan untuk melaksanakan hak eksekusinya atas barang jaminan yaitu

berupa penjualan di muka umum atau mengadakan lelang terbuka. Hasil dari

penjualan barang tersebut digunakan untuk melunasi sisa hutang debitur pada

kreditur. Upaya dari pihak kreditur untuk meminimalisir akan terjadinya

wanprestasi oleh debitur adalah melalui pengikatan agunan yang telah dibeli

85
Hasil wawancara dengan Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan,
tanggal 5 Juli 2017
66

melalui KPR yaitu melalui Hak Tanggungan dan melalui Akta Jual Beli, namun

apabila sudah terjadi kredit macet akan dilakukan upaya lain untuk mengatasi

kredit macet yaitu upaya secara administrasi perkreditan dan upaya penyelesaian

melalui hukum. Upaya penyelesaian melalui administrasi perkreditan meliputi

rescheduling, reconditioning, restructuring, kombinasi dan penyitaan jaminan.

Sedangkan upaya penyelesaian melalui hukum yaitu melalui Panitia Urusan

Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara

(DJPLN), Badan Peradilan dan melalui Arbitrase atau Badan Alternatif

Penyelesaian Sengketa.86

Pelaksanaan KPR tidak selalu berjalan dengan baik karena terdapat juga

kendala-kendala seperti yang dijelaskan di atas. Penyelesaian tersebut mempunyai

tahapan-tahapan, yaitu

(a) Secara kekeluargaan permasalahan itu akan diselesaikan dengan cara

kekeluargaan oleh pihak bank dan para pihak yang bersangkutan melakukan

untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut

(b) Memberi solusi pihak bank akan memberikan solusi seperti meminta pihak

yang bermasalah untuk menjual rumah tersebut kepada pihak lain, apabila

debitur masih tidak dapat melanjutkan kewajibannya

(c) Memberikan surat peringatan apabila pihak yang bermasalah tidak dapat

menjual rumah maka pihak bank akan memberikan Surat Peringatan (SP) 1,

SP 2, SP 3, lalu akan men cap rumah tersebut.

(d) Mendatangi pihak debitur setelah pihak kreditur melakukan tahapan-tahapan

tersebut, maka pihak bank akan mendatangi pihak yang bermasalah untuk

86
Hasil wawancara dengan Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan,
tanggal 5 Juli 2017
67

menanyakan apakah pihak yang bermasalah dapat melanjutkan kredit

tersebut, jika tidak maka pihak bank akan melakukan penyitaan dan pihak

bank akan melakukan lelang terhadap rumah tersebut.87

Berdasarkan informasi yang diperoleh upaya-upaya untuk penyelamatan

penyelesaian kredit bermasalahnya KPR pihak Bank Sumut melakukan upaya

restrukturisasi dan penyelesaian, pola-pola restrukturisasi kredit, yaitu

1. Penjadwalan ulang

Penjadwalan ulang merupakan penetapan kembali jangka waktu kredit dan

jumlah angsuran bulanan atas sisa kredit dan/atau penetapan pembayaran

angsuran atas tunggakan yang ada dari kredit bermasalah dan/atau mempunyai

potensi bermasalah yang meliputi Penjadwalan Ulang Sisa Pinjaman (PUSP) dan

Penjadwalan Ulang Sisa Tunggakan (PUST). Biasanya diberikan kepada debitur

yang bermasalah dan menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan kredit.

2. Penundaan pembayaran kewajiban kredit (grace periode)

Merupakan keringanan yang diberikan kepada debitur dengan cara

menunda pembayaran atas sejumlah kewajiban kredit untuk jangka waktu

tertentu, sesuai hasil analisa kemampuan debitur. Biasanya diberikan kepada

debitur yang masih mempunyai itikad baik, namun mengalami penurunan

kemampuan membayar kewajiban kredit karena adanya musibah, misal:

pemutusan hubungan kerja, bencana alam, kerusuhan, dan atau sesuai kebijakan

yang ditetapkan oleh bank.

87
Hasil wawancara dengan Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan,
tanggal 5 Juli 2017
68

3. Alih debitur

Merupakan pengalihan seluruh hutang/kewajiban debitur (berikut asset)

kepada pihak lain yang memenuhi ketentuan bank yang berlaku. Biasanya

diberikan kepada debitur yang mengalami kesulitan untuk melanjutkan

pembayaran angsuran dan untuk mengatasinya debitur yang bersangkutan

menginginkan dan/ atau menyetujui untuk mengalihkan kewajibannya sebagai

debitur KPR kepada pihak lain (calon debitur baru). Selain itu, diberikan kepada

debitur sulit dihubungi/tidak menghuni dan telah dinyatakan raib oleh Pengadilan

Negeri dan telah ada calon debitur pengganti atau dimungkinkan bank dapat

melakukan alih debitur tanpa sepengetahuan dan menghadirkan debitur lama

dengan akta kuasa menjual sepanjang Notaris/PPAT bersedia.

4. Pengurangan tunggakan bunga / denda

Pengurangan tunggakan bunga adalah pemberlakuan kewajiban pembayaran

di bawah jumlah yang seharusnya atas sejumlah nilai total pembayaran tunggakan

bunga yang belum dipenuhi. Pengurangan denda adalah pemberlakuan kewajiban

pembayaran di bawah jumlah yang seharusnya atas sejumlah nilai total

pembayaran denda yang belum dipenuhi.88

Oleh karena itu, memang barang jaminan dapat dilelang sebelum lewat jangka

waktu pembayaran kredit dalam hal debitur melakukan tindakan wanprestasi

lainnya. Meski demikian, ada baiknya ditempuh upaya-upaya secara administrasi

terlebih dahulu untuk menyelesaikan kredit yang bermasalah sebelum melakukan

gugatan ke pengadilan dan mengeksekusi barang jaminan. Penyelesaian kredit

88
Hasil wawancara dengan Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan,
tanggal 5 Juli 2017
69

macet khususnya yang menyangkut perjanjian KPR yang dilakukan oleh Bank

Sumut, yaitu:

a. Penyelesaian kredit macet secara muswayarah

Penyelesaian kredit macet secara damai dilakukan terhadap debitur yang

masih mempunyai itikad baik (kooperatif) untuk menyelesaikan kewajibannya.

Penyelesaian kredit secara damai antara lain meliputi:

1) Keringanan tunggakan bunga dan/atau denda maksimum sebatas bunga

dan/atau denda yang belum terbayar oleh debitur.

2) Penjualan sebagian atau seluruh agunan secara di bawah tangan oleh

debitur atau pemilik agunan untuk angsuran atau penyelesaian kewajiban

debitur.

3) Pengambil alihan aset debitur oleh kreditur untuk angsuran atau

penyelesaian kewajiban debitur.

4) Pengurangan tunggakan pokok kredit, hal tersebut baru dapat dilakukan

setelah mendapat persetujuan Rapat Umum Pemagang Saham.

b. Penyelesaian melalui jalur hukum

Penyelesaian kredit macet melalui saluran hukum atau bantuan dari pihak

ketiga dilakukan apabila debitur tidak kooperatif untuk menyelesaikan

kewajibannya. Penyelesaian kredit macet melalui saluran hukum antara lain:

c. Penyelesaian kredit melalui pengadilan negeri

Alternatif penyelesaian kredit macet sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat

(1) huruf b Undang-undang Hak Tanggungan ini dapat dimanfaatkan oleh semua

kreditur pemegang Hak Tanggungan. Apalagi perjanjian KPR jaminannya berupa

rumah yang sertipikatnya dibebani dengan Hak Tanggungan. Hal ini karena hanya
70

inilah pilihan eksekusi lelang yang disediakan oleh Undang-Undang Hak

Tanggungan mengingat para kreditur tidak dapat memanfaatkan ketentuan Pasal

20 ayat (1) huruf a Jo Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan. Bagi kreditur

pemegang Hak Tanggungan pertama, alternatif eksekusi ini dapat dipilih apabila

debitur menolak/melawan pelaksanaan lelang berdasarkan Pasal 20 ayat (1) huruf

a Jo Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan. Berdasarkan Pasal 20 ayat (1)

huruf b Undang-Undang Hak Tanggungan dijelaskan bahwa titel eksekutorial

pada sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-

Undang Hak Tanggungan dapat dijadikan dasar penjualan objek Hak Tanggungan

melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan. Pasal 20 Ayat (1) huruf a Jo Pasal 11 ayat (2) huruf e

Undang-undang Hak Tanggungan, apabila debitur cidera janji, maka kreditur

pemegang Hak Tanggungan berdasarkan ketentuan tersebut pada dasarnya tidak

memerlukan izin dari pengadilan mengingat penjualan berdasarkan Pasal 6

Undang-Undang Hak Tanggungan ini merupakan tindakan pelaksanaan

perjanjian. Sehingga apabila debitur cidera janji, kreditur pemegang Hak

Tanggungan pertama dapat langsung melaksanakan eksekusi lelang objek Hak

Tanggungan. Hak istimewa ini hanya dimiliki oleh kreditur pemegang Hak

Tanggungan pertama. Pemegang Hak Tanggungan kedua, ketiga dan seterusnya

tidak dapat memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh Undang-undang Hak

Tanggungan ini. Syarat agar eksekusi lelang ini dapat dilakukan apabila dalam

Akta Pembebanan Hak Tanggungan dicantumkan janji-janji sesuai dengan Pasal

11 ayat (2) huruf e Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu pemegang Hak

Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual sendiri objek Hak


71

Tanggungan apabila debitur cidera janji. Untuk pelaksanaan eksekusi lelang

objek Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 20 ayat (1) huruf a Jo Pasal 6 dan Pasal

11 ayat (2) huruf e Undang-Undang Hak Tanggungan maka yang bertindak

sebagai pemohon lelang adalah kreditur pemegang Hak Tanggungan pertama.

Penyelesaian kredit macet perjanjian KPR di Bank Sumut telah sesuai

dengan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan yang menyatakan

bahwa apabila debitur cidera janji pemegang Hak Tanggungan pertama

mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri

melalui pelelangan umum.89

2) Penjualan di bawah tangan objek hak tanggungan

Berkenaan dengan eksekusi objek Hak Tanggungan sebagai jaminan

perjanjian KPR, sebenarnya Undang-Undang Hak Tanggungan masih

menyediakan satu sarana hukum lagi, yaitu melalui penjualan di bawah tangan.

Sarana hukum ini diatur dalam Pasal 20 ayat (20) Undang-Undang Hak

Tanggungan yang menyebutkan bahwa : atas kesepakatan pemberi dan

pemegang Hak Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilakukan di

bawah tangan, jika dengan demikian akan diperoleh harga tertinggi yang

menguntungkan semua pihak. Untuk dapat memanfaatkan sarana ini, maka harus

dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

(a) Harus ada kesepakatan antara kreditur pemegang Hak Tanggungan dan debitur

pemberi Hak Tanggungan

89
Hasil wawancara dengan Arifin selaku Account Officer Bank Sumut Cabang Medan,
tanggal 5 Juli 2017
72

(b) Penjualan tersebut dapat menghasilkan harga tertinggi yang menguntungkan

semua pihak.

(c) Lebih dahulu diberitahukan secara tertulis oleh pemberi atau pemegang Hak

Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

(d) Penjualan tersebut diumumkan lebih dahulu sekurang-kurangnya dalam 3

surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan atau media massa

setempat.

(e) Tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Mengingat ketentuan Pasal 20

ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan ini dimaksudkan untuk

melaksanakan penjualan di bawah tangan, sehingga kreditur pemegang Hak

Tanggungan dapat langsung melakukan eksekusi terhadap jaminan tersebut.

Sengketa yang terjadi antara para pihak dalam perjaniian harus

diselesaikan berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 55 Undang-Undang

Perbankan, yang menyatakan bahwa: penyelesaian sengketa perbankan dilakukan

oleh pengadilan. Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian

sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa

dilakukan sesuai KPR. Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) tidak boleh bertentangan dengan isi perjanjian. Penjelasan Pasal 55 ayat (2)

Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

penyelesaian sengketa di lakukan sesuai isi perjanjian kredit kepemilikan rumah

adalah upaya sebagai berikut: musyawarah, mediasi perbankan, melalui badan

arbitrase, melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan merupakan penyelesaian

sengketa yang paling tua dalam sistem hukum barat dan bersifat konfrontatif.
73

Penyelesaian sengketa hukum dengan berperkara di muka pengadilan mulai

dirasakan tidak efektif. Selain membutuhkan waktu cukup lama untuk

mendapatkan putusan akhir. Juga menghabiskan dana yang tidak sedikit. Di

kalangan pebisnis penyelesaian sengketa melalui pengsilan dinilai sebagai jalur

primitif karena terlalu memboroskan waktu. Rentang waktu penyelesaian yang

relatif lama, dengan mempertimbangkan laju inflasi, tidak jarang ketika

kemenangan sudah dicapai nilai objek sengketa tidak sebanding dengan

keuntungan yang diperoleh. Belum dihitung kerugian immaterial para pihak

akibat gugat menggugat yang berkepanjangan 90

90
Mono, Henny, Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Mediasi, Malang, Bayumedia
Publishing, 2014, hlm 9
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah

1. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kepemilikan Rumah pada

PT. Bank Sumut Cabang Medan, yaitu hak dari debitur dalam perjanjian KPR

pada Bank Sumut meliputi :menerima dana pencairan kredit apabila kredit

telah disetujui. Dalam hal debitur merasa bahwa pembukuan/pencatatan bank

atas kewajiban dan pembayaran yang telah dilakukan tidak benar, maka

debitur berhak mengajukan keberatan kepada bank disertai dengan bukti-bukti

yang sah, maka yang dianggap benar adalah catatan pembukuan bank.

Menerima bukti-Bukti kepemilikan rumah bila kredit telah dinyatakan lunas

oleh bank sepanjang pihak penjual/pengembang telah menyerahkan bukti-

bukti kepemilikan yang dimaksud kepada bank. Kewajiban yang harus

dipenuhi oleh pihak debitur meliputi berkewajiban memenuhi segala

kelengkapan administrasi yang sesuai dengan peraturan bank yang berlaku.

Berkewajiban memberikan down payment kepada pihak penjual/pengembang.

Debitur berkewajiban membayar biaya-biaya yang diperlukan guna persiapan

perjanjian kredit. Biaya-biaya ini meliputi biaya provisi kredit, administrasi

kredit, premi asuransi kebakaran atas agunan, biaya asuransi jiwa penerima

kredit, biaya penilaian/ appraisal agunan (sesuai dengan ketentuan yang

berlaku), dan biaya Notaris dan/atau PPAT dalam rangka penandatangan

perjanjian KPR Sumut beserta biaya pengikatan agunan.

74
75

Hak dan kewajiban kreditur yang meliputi bank berhak menerima pembayaran

angsuran sesuai dengan kesepakatan dengan debitur. Berhak untuk menahan

bukti pemilikan rumah atau sertifikat hak milik. Berhak untuk melaksanakan

eksekusi hak tanggungan apabila terjadi wanprestasi oleh debitur. Bank

berkewajiban menyerahkan kembali kepada debitur semua suratsurat dan

dokumen mengenai rumah berikut tanahnya serta surat-surat bukti lainnya

yang disimpan atau dikuasakan oleh bank apabila pihak debitur telah melunasi

kredit. Bank berkewajiban untuk mencairkan dana kredit kepada debitur

apabila permohonan pengajuan kreditnya telah disetujui dan telah

mendantangani perjanjian kredit.

2. Kedudukan hukum debitur dalam perjanjian kredit kepemilikan rumah jika

terjadi wanprestasi pada PT. Bank Sumut Cabang Medan, adalah hubungan

hukum yang terbentuk didasarkan pada hubungan kontraktual, hal ini berlaku

hampir pada semua nasabah, baik nasabah penyimpan dana maupun nasabah

debitur. nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan atas suatu

kontrak atau perjanjian KPR yang dibuat antara bank sebagai kreditur

(pemberi dana) dengan pihak debitur (peminjam dana)

3. Penyelesaian hukum dalam perjanjian kredit pemilikan rumah jika terjadi

wanprestasi pada PT. Bank Sumut Cabang Medan, yaitu dimulai dari surat

peringatan/surat teguran, guna menanyakan alasan debitur belum memenuhi

kewajibannya dan mengingatkan kepada debitur untuk membayar

kewajibannya, apabila upaya yang dilakukan kreditur tidak ditanggapi oleh

debitur, maka pihak kreditur mengirimkan somasi sebanyak tiga kali guna

membicarakan kewajiban debitur.


76

B. Saran

Atas kesimpulan yang telah disampaikan di atas maka terdapat beberapa

saran dan rekomendasi yang dapat menjadi masukan bagi seluruh pemangku

kepentingan (stakeholder) dalam praktik penyaluran KPR, diantaranya:

1. Dengan adanya hak dan kewajiban para pihak diharapkan debitur perlu

meningkatkan kesadaran (awareness) atas setiap produk yang digunakan,

khususnya produk KPR, karena bagaimanapun debitur harusnya dapat

melindungi hak-haknya sebagaimana yang telah dijamin dalam regulasi yang

telah dibentuk. Perbankan wajib memberikan pemahaman, baik terkait

informasi produk perbankan beserta karakteristiknya maupun edukasi perihal

financial awareness secara sistematis, sehingga dalam penandatangan kontrak

tidak terjadi lagi perbedaan penafsiran ataupun ketidaktahuan istilah

perbankan yang sering digunakan.

2. Pelaksanaan perjanjian antara Bank Sumut dengan debitur diperlukan

kesepakatan bersama apabila terjadi kemacetan dalam pembayarn angsuran.

Kesepakatan yang disetujui tidak memberatkan pihak debitur sehingga debitur

dapat menyampaikan keberatannya dengan kesepakatan kedua belah pihak.

3. Jika terjadinya wanprestasi dalam kewajiban debitur, hendaknya kedua belah

pihak baik kreditur maupun debitur melakukan musyawarah guna mencari

solusi dalam penyelesaian wanprestasi, apabila belum menemui jalan buntu

baru diselesaikan melalui jalur hukum sehingga masing-masing pihak

mendapatkan keadilan.

Anda mungkin juga menyukai