Anda di halaman 1dari 123

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah adalah sebagai tempat perlindungan untuk menikmati kehidupan,

beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga, rumah juga sebagai kebutuhan

jasmani manusia sebagai perlindungan terhadap gangguan-gangguan cuaca

atau keadaan iklim yang kurang sesuai dengan kondisi hidup manusia. Rumah

juga dapat memenuhi kebutuhan rohani manusia yang memberikan perasaan

aman dan tenteram bagi seluruh keluarga sehingga mereka dapat kerasan

berkumpul dan hidup bersama, serta dapat mengembangkan sifat dan

kepribadian yang sehat.1 Rumah selain simbol bagi status ekonomi seseorang

di dalam masyarakat, namun berperan juga membentuk karakter, akhlak, serta

kepribadian bangsa.

Manusia untuk dapat bertahan hidup, harus dapat memenuhi segala

kebutuhannya. Kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal atau hunian.

Baik di perkotaan maupun pedesaan terus meningkat seiring dengan

bertambahnya penduduk. Oleh karena itu, diperlukan penanganan dengan

perencanaan yang seksama dilengkapi kesiapan dan daya yang ada dalam

masyarakat.3 Pemerintah, perusahaan

2 swasta, maupun lembaga pembiayaan didorong untuk membantu masyarakat

dalam pemenuhan kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal atau hunian.
2

Pemenuhan kebutuhan setiap manusia berbeda-beda. Salah satu yang

menyebabkan perbedaan tersebut adalah pendapatan yang didapat oleh

masing-masing pribadi. Harga rumah yang begitu tinggi menyebabkan tidak

semua orang mampu membelinya secara tunai. Maka dari itu perbankan

menawarkan suatu produk untuk memudahkan masyarakat yang ingin

memiliki hunian idaman yaitu dengan adanya produk KPR (Kredit Pemilikan

Rumah). Pembiayaan KPR yang ditawarkan oleh berbagai bank kadang

menjadi jalan keluar bagi orang-orang yang menginginkan sebuah hunian

dengan mencicil ke bank yang memberikan fasilitas pembiayan hunian

tersebut.

Perbankan dan lembaga keuanganharus bisa memenuhi kebutuhan bisnis

modern dengan menyajikan produk-produk inovatif dan lebih variatif serta

pelayanan yang memuaskan sesuai dengan tuntunan bisnis modern. Salah

satunya produk KPR (Kredit Pemilikan Rumah) yang menjadi salah satu

bisnis strategis karena menyangkut kebutuhan manusia akan tempat tinggal.

Rumah sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat, sehingga mempunyai

pangsa pasar

KPR adalah pembiayaan jangka panjang yang diberikan oleh lembaga

keuangan kepada debiturnya untuk membeli rumah ataupun mendirikan rumah

di atas lahan sendiri dengan jaminan sertifikat kepemilikan atas tanah (rumah)

tersebut. Konsep KPR adalah pembiayaan untuk membeli rumah dan

ditambahkan keuntungan yang disepakati, KPR juga dapat digunakan untuk


3

membangun rumah di atas lahan sendiri, akan tetapi pemberian pinjaman

untuk perbaikan rumah tidak termasuk dalam golongan KPR alasan utamanya

adalah jaminan yang diberikan bisa jadi bukan rumah yang disepakati tersebu

Produk KPR (Kredit Pemilikan Rumah) tidak hanya pada bank konvensional

yang menawarkan KPR terbaiknya. Bank syariah juga cukup gencar dalam

mempromosikan KPR untuk nasabah. Nasabah dapat mengajukan KPR ke

bank konvensional maupun bank syariah. Sekelumit proses yang cukup

panjang, pengumpulan dokumen serta jaminan dan evaluasi dari

pembiayaanya.

4 Saat ini fasilitas KPR sudah menjadi primadona untuk memiliki rum Dimana
zaman sekarang sulit untuk mendapatkan tanah yang masih kosong dan tidak
berpenghuni. Jangka waktu yang ditawarkan pada nasabahnya adalah 5 sampai 15
tahun. Hal ini membuat nasabah tidak merasa berat dalam mengangsur kredit
tersebut dan yang ditekankan dalam KPR ini adalah yang berpenghasilan tetap
karena salah satu persyaratannya adalah menunjukkan slip gaji. Dalam
pembayaran cicilan KPR tidak selamanya nasabah membayar cicilannya berjalan
secara lancar. Namun nasabah juga dapat mengalami kendala yang menghambat
dalam pembayaran cicilannya. Seperti kondisi ekonomi yang terus merosot
dimana banyak perusahaan yang tutup terutama di kota batam dimana studi ini di
teliti, banyak nasabah suatu bank sudah tidak punya kemampuan untuk
melanjutkan kredit nya, maka nasabah akan berusaha menjual jaminan nya dengan
harapan mendapat kan sisa hasil penjulan setelah pelunasan ke bank dapat
membatu untuk bertahan hidup atau kembali kekampung halaman nya.

Dengan situasi ekonomi saat ini di kota batam untuk menjual rumah bukan lah
hal yang mudah karena daya beli masyarakat sangat menurun apalagi objek nya
masih menjadi jaminan bank yang kalau di perjual belikan harus di lunasi terlebih
dahulu.untuk rumah menengah kebawah tentu pembeli nya juga golongan pekerja
atau pengusaha kecil dimana mereka juga tidak mempunyai dana tunai dan
membutuhkan jasa bank untuk membeli nya.

Disinalah permasalahan nya mulai timbul bagaiamana kah cara nya untuk
melakukan jual beli jaminan yang melibat kan antar 2 bank dan 2 debitur yang
berbeda.pratek ini lazim nya di sebut “take Over Jual Beli”
4

Take over jual beli adalah pembelian rumah yang di biayai oleh bank yang mana
rumah tersebut masih menjadi jaminan debitur lain di bank yang lain dan menjadi
objek hak tanggungan.

ada beberapa pihak yang terlibat dalam praktek ini

1.bank….

Pengertian Bank sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 Tentang Perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana

dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk bentuk lainnya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan,

badan-badan pemerintah dan swasta, maupun perorangan menyimpan

dananya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank

melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem

pembayaran bagi sektor perekonomian.

Dalam pembiayaan kredit bank tentu nya harus memperhatikan prinsip kehati
hatian dan keamanan bagi bank tentu setelah penanda tanganan kredit dan dana di
keluarkan kan untuk melunasi hutang tentu nya semua proses balik nama dan
pemasangan hak tanggungan terhadap debitur bank sudah bisa dilaksanakan oleh
notaris pada saat dana sudah di cairkan karena sangat beresiko apabila dana sudah
di cairkan di kemudian hari untuk proses balik nama dan pemasangan hak
tanggungan notaries harus meminta debitur untuk tanda tangan

2.debitur /pembeli adalah…..


3.debitur/penjual adalah
4.notaris adalah

Notaris sebagai cabang dari profesi hukum yang tertua di dunia dimanaJabatan

Notaris lahir karena masyarakat membutuhkannya, bukan jabatan yang sengaja

diciptakan kemudian baru disosialisasikan kepada khalayak. Sejarah lahirnya


5

Dalam sistem Hukum Indonesia, Notaris adalah salah satu organ dan/atau

alat perlengkapan negara yang mempunyai kewajiban memberikan pelayanan

kepada masyarakat. Dengan kata lain Notaris adalah organ negara yang

dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberikan pelayanan umum

kepada masyarakat umum khusus dalam pembuatan akta otentik. Akta otentik

sebagai alat bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum dibidang

keperdataan saja

Seorang Notaris biasanya sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat

memperoleh nasehat yang dapat diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis dan

ditetapkannya (konstatir) adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat

dalam suatu proses hukum. “Alat pembuktian itu dapat membuktikan dengan

sah dan kuat tentang suatu peristiwa hukum sehingga menimbulkan lebih

banyak kepastian hukum (Rechtszerkerheid)”

Notaris selaku pejabat umum pembuat akta perjanjian kredit baik

perjanjian/pengikatan kredit di bawah tangan atau akta di bawah tangan

maupun perjanjian/peng ikatan kredit yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris

(Notariil) atau akta otentik seharusnya dapat berperan agar dapat mewujudkan

keseimbangan antara kepentingan kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit

perbankan.
6

Dalam proses take over jual beli ini notaries yang seharus nya sebagai orang

yang memberi bantuan hokum melakukan penyeludupan hokum yang mana

ini seharus nya tidak di lakukan oleh seorang noatris dimana pada proses ini

akta otentik yang di keluarkan adalah :

1.Perikatan Jual beli (PJB)

2.Akta Kuasa Menjual

3.Akta Jual Beli

4.Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

5.Akta Pemberian Hak Tanggung (APHT)

Bagaimana kah seorang notaries dapat membuat Surat Kuasa Membebankan

Hak Tanggung (SKMHT) dan menanda tangani nya terhadap debitur bank

yang baru sementara sertifikat yang di bebankan hak tanggung masih menjadi

milik orang lain dan menjadi Hak Tanggung dari Bank Lain.

Ini terjadi karena tidak ada nya instrument hokum yang bisa membabtu

masayarakat kecil dalam menyelasaikan permasalahan. Seharus nya ada satu

payung hokum yang bisa membantu masyarakat kecil untuk melaksanakan

proses ini tampa harus membuat seorang noatris melakukan penyeludupan

hokum.yang mana sebenar nya proses ini dilakukan berdasarkan kondisi dan

niat yang baik dari para pihak seharus nya lah ada payung hokum yang bisa

meng akomodasi kepentingan para pihak.

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, mendorong penulis untuk

malakukan kajian dalam menulis tesis yang berjudul “ANALISIS YURIDIS


7

KONSTRUKSI PEMBAYARAN ANTARA BANK ATAS KEPEMILIKAN

OBJEK TANGGUNGAN DARI DEBITUR LAIN KEPADA CALON

NASABAH (STUDI PENELITIAN DI PT.BPR LSE MANGGALA KOTA

BATAM).

B. Perumusan Masalah

1. Secara Teoretis.

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan

pemikiran dibidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu

hukum khususnya mengenai Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta

Perjanjian Kredit 1.

2. Secara Praktis.

Bahwa hasil penelitian nantinya diharapkan dapat memberikan jalan

keluar yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti dan disamping itu

hasil penelitian ini dapat mengungkapkan teori-teori baru serta

pengembangan teori-teori yang sudah ada khususnya mengenai Peranan

Notaris Dalam Pembuatan Akta Perjanjian Kredit.

C. Kerangka Teori Dan Konsep

1. Kerangka Teori

Kerangka Teori mengemukakan teori normative yang relevan dengan

penelitian yang akan dilakukan dan harus dijelaskan variable penelitian

serta hubungan antara variable yang dibentangkan pada penelitian. Apabila


1
Buku Pedoman Penyusunan Proposal Dan Tesis, Hal.7
8

ada hasil penelitian yang terdahulu yang sejenis maka hasil penelitian itu

perlu dipelajari dan dikaji berdasarkan hasil kajian tersebut, peneliti dapat

memperbandingkan sehingga dapat dilihat kelebihan dan kelemahannya2.

Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk

membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada

landasan filosofisnya yang tertinggi3. Berdasarkan hal tersebut, maka

kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir

pendapat, teori, tesis si penulis mengenai sesuatu kasus ataupun

permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan yang mungkin

disetujui atau tidak disetujui4.

Kerangka Teori untuk menganalisis Peranan Notaris Dalam

Pembuatan Akta Perjanjian Kredit adalah menggunakan grand theory

positivime hukum dikembangkan oleh John Austin yang terlihat dari

bukunya yang berjudul Province of Jurispridence. John Austin

menyatakan bahwa law is a command of the lawgiver (hukum adalah

perintah dari penguasa), yaitu perintah dari mereka yang memegang

kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang kedaulatan5.

Pengertian perintah dari penguasa yang berdaulat tersebut dengan

disertai sanksi. Sanksi ini dikatakan sebagai memberikan rasa malu bagi

setiap kejahatan yang terjadi6. Oleh karena itu, hukum positif harus

memenuhi beberapa unsur, yaitu adanya unsur perintah, sanksi, kewajiban


2
Buku Pedoman Penyusunan Proposal Dan Tesis, Hal.7
3
Satjipto Rahardjo, llmu Hukum, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 254.
4
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.
5
Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 61.
6
Lili Rasjidi dan Arief Sidarta, Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya, CV. Remadja Karya, Bandung, 1989, hal. 129.
9

dan kedaulatan. Di sinilah letak korelasi antara persoalan kepastian hukum

yang merupakan salah satu tujuan hukum dengan peranan Negara.

Korelasi7 berdasarkan teori ini adalah bahwa Alat bukti tertulis yang

bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum

dibutuhkan untuk menjamin kepastian, keadilan dan ketertiban yang

diselenggarakan melalui jabatan tertentu. Notaris dalam menjalankan

profesinya tentunya harus patuh kepada Undang-Undang Jabatan Notaris,

Kode Etik Notaris, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) Dan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta peraturan-peraturan

yang berlaku lainnya agar kepastian, keadilan dan ketertiban hukum dapat

tercapai.

Apabila Notaris dalam menjalankan profesinya tidak sesuai dengan

peraturan-peraturan yang telah ada tentunya keadilan bagi para pihak yang

aktanya dibuat dihadapan Notaris tersebut tidak akan tercapai.

Persengketaan antara para pihak dapat terjadi meskipun Notaris dalam

pembuatan suatu akta telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku,

hal ini bukan dikarenakan kesalahan Notaris tersebut, tetapi dikarenakan

para pihak dalam pembuatan akta tersebut tidak memberikan keterangan

sesuai dengan kenyataan yang ada dan sering kali Notaris juga harus ikut

bertanggungjawab atas hal tersebut. Oleh karena itu, Notaris yang

merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan

7
Korelasi adalah salah satu analisis dalam statistik yang dipakai untuk mencari hubungan antara dua variabel yang
bersifat kuantitatif
10

hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan

demi tercapainya kepastian, keadilan serta ketertiban hukum.

Sebagai middle theory dipergunakan theory Philippe Nonet dan Philip

Selznick (Nonet-Selznick) dalam teorinya yang dikenal dengan teori

hukum responsif, menempatkan hukum sebagai sarana respons terhadap

ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasi publik. Sesuai dengan sifatnya

yang terbuka, maka hukum mengedepankan akomodasi untuk menerima

perubahan-perubahan sosial demi mencapai keadilan dan emansipasi

publik8.

Korelasi berdasarkan teori ini adalah bahwa Sebagai seorang Notaris,

yang merupakan pejabat umum, di dalam menjalankan profesinya Notaris

harus dalam keadaan netral atau dengan kata lain tidak memihak salah satu

pihak dalam pembuatan akta perjanjian kredit. Sebagai seorang pejabat

umum Notaris harus memberikan kepastian hak dan kewajiban bagi para

pihak, memberikan perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang

berkepentingan serta meningkatkan pelayanan dan perlindungan hukum

yang lebih baik bagi masyarakat. Peran Notaris dalam mewujudkan

keseimbangan antara kepentingan kreditur dan debitur serta penerapan

kehati-hatian dalam pembuatan akta perjanjian kredit tercermin di dalam

Pasal 16 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Sebagai aplied theory dipergunakan theory Herbert Lionel Adolphus

Hart bahwa perlu dipisahkan antara hukum dan moralitas. Teori hukum

8
Bernart L.Tanya, dkk, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, CV. Kita, Surabaya, hal. 239.
11

harus fokus pada hukum sebagaimana adanya dan bukan pada hukum

sebagaimana seharusnya. Bagi Hart, adanya pemisahan hukum dan

moralitas memungkinkan untuk mempelajari hukum yang tidak adil

sebagai hukum dengan penggunaan yang salah. Dengan validitas hukum

tidak ditentukan oleh validitas moral, individulah yang harus menentukan

untuk menaati hukum atau tidak. Maka bagi Hart, posisi positivisme

hukum justru memberi ruang untuk mengkritisi hukum secara moral9.

Korelasi berdasarkan teori ini adalah bahwa Notaris adalah Pejabat

Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Sebagai pejabat umum Notaris juga merupakan profesi yang tunduk pada

aturan yang ditentukan dalam semua Peraturan Perundang-undangan dan

taat serta patuh terhadap Kode Etik Notaris yang merupakan suatu kaidah

moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia

berdasarkan Keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan

dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua

anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas dan

jabatan sebagai Notaris.

2. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka yang menggambarkan hubungan

antara konsep-konsep khusus yang diteliti, konsep merupakan salah satu

9
ibid
12

unsur konkrit dari teori. Namun demikian, masih diperlukan penjabaran

lebih lanjut dengan jalan memberikan definisi operasionalnya, yang untuk

ilmu hukum dapat diambil misalnya dari peraturan perundang-undangan10.

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang di

generalisasikan dalam hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi

operasional. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan

perbedaan pengertian antara penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah

yang dipakai11.

a. Pengertian Notaris

Pengertian Notaris terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang

No.30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (disingkat UUJN), yaitu:

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang ini. Istilah pejabat umum merupakan terjemahan dari

istilah Openbare Ambtenaren sebagaimana terdapat dalam pasal 1

Peraturan Jabatan Notaris dan pasal 1868 Burgerlijk Wetboek (BW).

Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris menyebutkan bahwa12 :

De notarissen zijn openbare ambtenaren, uitsluitend bevoegd, om


authentieke akten op te maken wegens alle handelingen,
overeenkomsten en beschikkingen, waarvan eene algemeene
verordening gebiedt of de belanghebbenden verlangen, dat bij
authentiek geschrift blijken zal, daarvan de dagtekenig te
verzekeren, de akten in bewaring te houden en darvaan grossen,
afschrif akten en uittreksels uit te geven; alles voorzoover het

10
Buku Pedoman Penyusunan Proposal Dan Tesis, Hal.8
11
Dr. H.Idham, S.H.,M.Kn, Konsolidasi Tanah Perkotaan Dalam Perspektif Otonomi Daerah Guna Meneguhkan
Kedaulatan Rakyat dan Negara Berkesejahteraan, PT. Alumni, Bandung,, 2014, hal. 41
12
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta 1999, hal.31.
13

opmaken dier akten door ene algemene verordening niet ook aan
andere ambtenaren of personen opgedragen of voorbehouden is.
(Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk
membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan
penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh
yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu
akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya
dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya
sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak
juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain).

Pemberian kualifikasi sebagai pejabat umum tidak hanya kepada

notaris saja, tapi juga diberikan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah

sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1996 dan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37

Tahun 1998, dan pejabat lelang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat

(2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

338/KMK.01/2000.

Dengan demikian, Notaris sudah pasti pejabat umum, tapi tidak

setiap pejabat umum adalah Notaris, karena pejabat umum bisa juga

Pejabat Pembuat Akta Tanah atau Pejabat Lelang 13. Pasal 1868 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan : Suatu akta otentik

ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-

undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu

di tempat akta itu dibuat. Dalam Pasal 1 huruf a Wet op het

Notarisambt yang mulai berlaku tanggal 3 April 1999, disebutkan

bahwa “Notaris: de ambtenaar”.

13
Herry Susanto, Peranan Notaris Dalam Menciptakan Kepatutan Dalam Kontrak, FH UII Press, Yogyakarta, 2010,
hal.38.
14

Notaris tidak lagi disebut sebagai Openbaar Ambtenaar

sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Wet op het Notarisambt yang

lama. Tidak dirumuskannya lagi Notaris sebagai openbaar ambtenaar,

sekarang ini tidak dipersoalkan apakah notaris sebagai pejabat umum

atau bukan. Istilah openbaar ambtenaar dalam konteks ini tidak

bermakna umum, tetapi bermakna publik14.

Menurut Gandasubrata, Notaris adalah pejabat umum yang

diangkat oleh pemerintah termasuk unsur penegak hukum yang

memberikan pelayanan kepada masyarakat15. Di dalam tugasnya

sehari-hari ia menetapkan hukum dalam aktanya sebagai akta autentik

yang merupakan alat bukti yang kuat sehingga memberikan

pembuktian lengkap kepada para pihak yang membuatnya. Alat bukti

merupakan keseluruhan bahan yang digunakan sebagai pembuktian

dalam perkara yang disidangkan di pengadilan 16. Bukti tertulis dalam

perkara perdata merupakan bukti yang utama, karena dalam lalu lintas

keperdataan biasanya dengan sengaja seseorang menyediakan suatu

bukti yang dapat dipakai apabila terjadi suatu perselisihan, dan bukti

tadi lazimnya berupa tulisan17.

Notaris sebagai salah satu pejabat umum mempunyai peranan

penting dalam menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan

14
Philipus M. Hadjon dan Taatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
2005, hal.1.
15
H.R. Purwoto S. Gandasubrata, Renungan Hukum, IKAHI Cabang Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1998, hal 484.
16
Bachtiar effendie, Masdari Tasmin dan A.Chodari, Surat Gugat dan Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata,
PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 49.
17
Darwan Prinst, Strategi Menyusun Dan Menangani Gugatan Perdata, CV.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, Hal. 157
15

hukum melalui akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapannya,

mengingat akta autentik sebagai alat bukti terkuat dan memiliki nilai

yuridis yang esensial dalam setiap hubungan hukum bila terjadi

sengketa dalam kehidupan masyarakat. Notaris merupakan pengemban

profesi luhur yang memiliki 4 (empat) ciri-ciri pokok. Pertama, bekerja

secara bertanggung jawab, dapat dilihat dari mutu dan dampak

pekerjaan. Kedua, menciptakan keadilan, dalam arti tidak memihak

dan bekerja dengan tidak melanggar hak pihak manapun. Ketiga,

bekerja tanpa pamrih demi kepentingan klien dengan menjunjung

tinggi harkat dan martabat sesama anggota profesi dan organisasi

profesinya18.

Profesi Notaris disebut juga sebagai salah satu penegak hukum

karena Notaris membuat alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan

pembuktian. Para ahli hukum berpendapat bahwa akta Notaris dapat

diterima dalam pengadilan sebagai bukti yang mutlak mengenai isinya,

tetapi meskipun demikian dapat diadakan penyangkalan dengan bukti

sebaliknya oleh saksi-saksi, yang dapat membuktikan bahwa apa yang

diterangkan oleh Notaris dalam aktanya adalah benar19.

Sebagai pejabat umum, Notaris diangkat oleh Negara dan bekerja

juga untuk kepentingan negara. Namun demikian Notaris bukanlah

pegawai negeri, sebab Notaris tidak menerima gaji dari negara,

melainkan hanya menerima honorarium atau fee dari klien. Notaris


18
Http//Adln.Lib.unair.ac.id, Lanny Kusumawati, Tanggung Jawab Jabatan Notaris. Diakses pada hari Kamis, tanggal
03 Maret 2016, pukul 21.15 WIB.
19
Liliana Tedjosaputro, Malpraktek Notaris dan Hukum Pidana, CV.Agung, Semarang, 1991 hal 4.
16

dapat dikatakan sebagai pegawai pemerintah yang tidak menerima gaji

dari pemerintah, akan tetapi Notaris dipensiunkan oleh pemerintah,

akan tetapi tidak menerima pensiun dari pemerintah. Oleh karena itu,

bukan saja Notaris yang harus dilindungi tetapi juga para

konsumennya, yaitu masyarakat pengguna jasa Notaris20.

Salah satu fungsi negara yaitu dapat memberikan pelayanan umum

kepada rakyatnya., khususnya eksekutif dengan tugas untuk melayani

kepentingan umum dalam bidang hukum publik. Eksekutif ini

biasanya disebuit dengan pemerintah. Dalam hukum administrasi

mereka yang mengisi posisi eksekutif atau pemerintah disebut sebagai

badan atau pejabat tata usaha negara. Tidak semua pelayanan umum

tersebut dapat dilakukan oleh eksekutif berdasarkan peraturan

perundangundangan yang mengatur jabatan-jabatan eksekutif.

Jika eksekutif sebagai pejabat tata usaha negara mengeluarkan

suatu keputusan yang bersifat konkrit, individual dan final ternyata

merugikan orangperorangan atau badan hukum perdata lainnya, maka

yang merasa dirugikan tersebut dapat mengajukan keputusan tersebut

ke pengadilan tata usaha negara atau jika ada terlebih dapat menempuh

banding atau keberatan.

Salah satu bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya yaitu negara

memeberikan kesempatan kepada rakyat untuk memperoleh tanda

bukti atau dokumen hukum yang berkaitan dalam hukum perdata,

untuk keperluan tersebut diberikan kepada pejabat umum yang dijabat


20
Suhrawardi K. Lubis, 2006, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal 34.
17

oleh Notaris. Dengan kontruksi seperti itu bahwa notaris menjalankan

sebagian kekuasaan negara dalam bidang hukum perdata untuk

melayani kepentingan rakyat memerlukan bukti atau dokumen hukum

berbentuk akta autentik yang diakui oleh negara sebagai bukti yang

sempurna21.

b. Pengertian Kredit

Dewasa ini kegiatan transaksi kredit sukar untuk dihindari oleh

para pelaku bisnis. Para pelaku bisnis melakukan transaksi kredit

dengan beberapa alasan dan tujuan. Alasan dan tujuan tersebut akan

berbeda diantara pihak-pihak pelaku transaksi kredit yang

bersangkutan. Adapun pihak yang berkepentingan dalam transaksi

kredit yaitu pemberi kredit (kreditur) dan penerima kredit (debitur).

Perusahaan dagang memberikan kredit dengan tujuan untuk

meningkatkan volume penjualan dan mengimbangi pesaing. Lembaga

perbankan atau yang sejenis memberikan kredit dengan tujuan untuk

memperoleh bunga dari pokok pinjamannya. Sedangkan pihak debitur

atau pelanggan melakukan transaksi kredit dengan alasan tidak

mempunyai kas yang cukup untuk membeli dan membayar suatu

produk atau terpaksa meminjam sejumlah uang untuk modal dan

diharapkan dengan modal pinjaman tersebut diperoleh suatu

penghasilan yang nantinya dapat mengembalikan pinjamannya tersebut

serta memperoleh nilai lebih atau keuntungan.

21
ibid
18

Kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu “credere” atau “credo”

yang berarti kepercayaan (trust atau faith). Oleh karena itu dasar dari

kegiatan pemberian kredit dari yang memberikan kredit kepada yang

menerima kredit adalah kepercayaan.

Adapun pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 11 UU

Perbankan No.10 tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 tahun

1992 Tentang Perbankan (UU Perbankan) :

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat


dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga22.

F. Asumsi

Pengertian Asumsi adalah pernyataan yang dapat diuji kebenarannya

secara empiris berdasarkan pada penemuan, pengamatan dan percobaan.

Diasumsikan dalam penelitian ini bahwa ada Fakor-Faktor yang menjadi

hambatan dan kendala dalam pelaksanaan proses pembuatan proposal tesis ini.

Sedangkan menurut Bambang Sunggono Asumsi adalah suatu pernyataan

yang dianggap benar tanpa perlu menampilkan data untuk membuktikannya,

dan harus konsisten dengan Informasi yang ada serta dapat diterima.

1. Diasumsikan Pengaturan Hukum Mengenai Peranan Notaris Dalam

Pembuatan Akta Perjanjian Kredit.

22
Indonesia, Undang-Undang Perbankan No, 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.7 tahun
1992, ps.1 angka 11.
19

2. Diasumsikan Implementasi Peranan Notaris Dalam Pembuatan

Akta Perjanjian Kredit.

3. Diasumsikan Faktor Apa Yang Menjadi Kendala/Hambatan Serta

Solusi Mengenai Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta

Perjanjian Kredit.

G. Keaslian Penelitian

Berkaitan dengan keaslian penelitian ini, peneliti sebelumnya telah

melakukan verifikasi, penelitian yang dimaksud Perpustakaan Universitas

Batam. Bahwa penulisan tesis ini berdasarkan hasil penelitian, pemikiran dan

pemaparan asli dari peneliti sendiri, baik untuk naskah laporan maupun

kegiatan praktek lainnya yang tercantum sebagai bagian dari tesis ini.

Alasan yang mendukung peneliti untuk mengambil judul tesis ini adalah

bahwa peneliti dapat memaparkan secara lengkap mengenai permasalahan

yang diteliti, mencantumkan sumber-sumber yang didapat dari hasil penelitian

ini hingga terjun langsung ke kantor Notaris untuk mendapatkan informasi

tersebut. Berdasarkan hal diatas penelitian Tesis ini memang benar

keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara Akademik

H. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Bahwa menurut hemat peneliti, jenis penelitian tesis ini adalah

penelitian hukum yang bersifat Normatif sekaligus menggabungkan


20

Penelitian Hukum yang bersifat Sosiologis (empiris), jenis penelitian

Hukum Normatif, bahwa data yang diambil dari penelitian ini dilakukan

atau ditujukan pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan

hukum lain, disebut sebagai penelitian kepustakaan disebabkan penelitian

dalam penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat

sekunder yang ada di perpustakaan. Bahwa pada penelitian ini penulis

mengambil bahan dari Undang-Undang dasar 1945, karya-karya ilmiah,

buku, kamus, dan sebagainya

Peneliti juga menggunakan jenis penelitian Hukum Sosiologis

(empiris), Bahwa data yang diambil dari penelitian ini yaitu data yang

didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui

penelitian lapangan. Data primer diperoleh melalui penelitian lapangan

misalnya wawancara, dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan

para pihak yang bersangkutan yaitu legal pada Bank Tabungan Negara di

Kota Batam.

2. Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel

a. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang diambil pada penelitian ini adalah di Bank

Tabungan Negara (BTN) yang menjalankan Akta Perjanjian Kredit

serta Notaris/PPAT di Kota Batam yang pernah membuat akta

Perjanjian Kredit pada transaksi perbankan yang berada di Kota

Batam, dengan begitu penulis mendapatkan informasi yang jelas serta

akurat sumbernya.
21

b. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan Perbankan dan

Kantor Notaris/PPAT yang berada di Kota Batam.

c. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pada Bank Tabungan Negara

(BTN) di Kota Batam dengan mewawancarai Legal Bank serta Admin

Kredit Bank yang kesehariannya berhubungan dengan Akta Perjanjian

Kredit, serta Notaris/PPAT yang membuat Akta Perjanjian Kredit.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan (data sekunder)

Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Karena

penelitian yang dilakukan penulis termasuk penelitian hukum normatif

atau penelitian hukum kepustakaan, maka data yang digunakan adalah

data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak

langsung dari sumber pertama.

Adapun bahan-bahan hukum yang penulis pergunakan meliputi:

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai

kekuatan mengikat yaitu: Kompilasi Hukum Islam.

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang

menjelaskan bahan hukum primer seperti: Rancangan Undang-

Undang, hasil-hasil penelitian, buku-buku dan pendapat pakar hukum

maupun makalah-makalah yang berhubungan dengan topik penulisan

ini.
22

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang

memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder seperti kamus hukum, dan kamus bahasa, ensiklopedi.

b. Wawancara

Dalam penelitian ini akan dilakukan wawancara secara langsung

kepada Legal Bank serta Admin Kredit Bank Tabungan Negara (BTN)

yang kesehariannya berhubungan dengan Akta Perjanjian Kredit, serta

Notaris/PPAT yang membuat Akta Perjanjian Kredit.

4. Analisa Data

Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun studi dokumen

pada dasarnya merupakan data tataran yang dianalisis secara kualitatif

yaitu setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian

logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan

penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu

dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus. Penelitian

kualitatif ini lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan

Deduktif dan Induktif serta pada analisisnya terhadap dinamika hubungan

antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah23.

I. Sistematika Penelitian

BAB I : Dalam Bab ini memuat bagian Pendahuluan, yang meliputi Latar

Belakang; Perumusan masalah; Tujuan Penelitian; Manfaat

23
Buku Pedoman Penyusunan Proposal Dan Tesis, Hal.20
23

Penelitian; Kerangka Teori Dan Konsep; Keaslian penelitian;

Metode penelitian yang terdiri dari Spesifikasi penelitian, Lokasi

penelitian, populasi dan sampel, Teknik Pengumpulan Data,

Analisis Data, Jadwal Penelitian; Sistematika Penulisan;

BAB II : Dalam Bab ini membahas tentang Permasalahan Pertama dalam

Perumusan Masalah.

BAB III : Dalam Bab ini membahas tentang Permasalahan Kedua dalam

Perumusan Masalah.

BAB IV : Dalam Bab ini membahas tentang Permasalahan Ketiga dalam

Perumusan Masalah.

BAB V : Dalam Bab ini memuat bagian Penutup, yaitu menerangkan

mengenai Kesimpulan dan Saran Peneliti.

BAB II
24

PENGATURAN HUKUM MENGENAI PERANAN NOTARIS


DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN KREDIT DI
BANK TABUNGAN NEGARA KOTA BATAM
A. Peran Serta Kewenangan Notaris Dalam Pembuatan Akta

1. Pengertian Notaris dan Dasar Hukum Keberadaan Notaris

Notaris adalah salah satu cabang dari profesi hukum yang tertua di dunia 24.

Jabatan Notaris lahir karena masyarakat membutuhkannya, bukan jabatan yang

sengaja diciptakan kemudian baru disosialisasikan kepada khalayak. Sejarah

lahirnya Notaris diawali dengan lahirnya profesi scribae pada zaman Romawi

Kuno (abad ke-II dan ke-III sesudah masehi)25.

Terbentuknya Lembaga Notaris karena adanya kebutuhan masyarakat baik

pada zaman dahulu maupun zaman sekarang. Secara kebahasaan Notaris

berasal dari kata Notarius untuk tunggal dan Notarii untuk jamak. Notarius

merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat Romawi untuk menamai

mereka yang melakukan pekerjaan menulis, namun fungsi Notarius pada

zaman tersebut berbeda dengan fungsi Notaris pada saat ini 26. Notarius lambat

laun mempunyai arti berbeda dengan semula, sehingga kira-kira pada abad ke-

II setelah Masehi yang disebut dengan nama itu ialah mereka yang

mengadakan pencatatan dengan tulisan cepat27.

Sejarah Notariat tumbuh di Italia dimulai pada abad ke-XI atau ke-XII

yang dikenal dengan nama “Latinjse Notariat” yang merupakan tempat asal

24
http://id.wikipedia.org/wiki/Notaris, diakses tanggal 19 Mei 2016, pukul 14.30 WIB.
25
Anke Dwi Saputro, Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang, dan di Masa Datang, Gramedia Pustaka, Jakarta,
2008, hal.40.
26
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia (Perspektif Hukum dan Etika), UII Press, Yogyakarta,
2009, hal.7.
27
R. Sugondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1993, hal.13.
25

berkembangnya Notariat, tempat ini teletak di Italia Utara. Perkembangan

Notariat ini kemudian meluas ke daerah Perancis dimana Notariat ini sepanjang

masa jabatannya merupakan suatu pengabdian yang dilakukan kepada

masyarakat umum. Kebutuhan dan kegunan lembaga Notariat senantiasa

mendapat pengakuan dari masyarakat dan negara. Dari Perancis pada frase

kedua perkembangannya pada permulaan abad ke-XIX lembaga Notariat ini

meluas ke negara lain di dunia termasuk pada nantinya tumbuh dan

berkembang di Indonesia28.

Lembaga Notaris di Indonesia yang dikenal sekarang ini, bukan lembaga

yang lahir dari bumi Indonesia. Lembaga Notaris masuk ke Indonesia pada

permulaan abad ke-XVII dengan beradanya Vereenigde Oost Ind. Compaignie

(VOC) di Indonesia. Jabatan Notaris pada waktu itu tidak mempunyai sifat

yang merdeka, berbeda halnya dengan sekarang ini, oleh karena para Notaris

pada waktu itu tetap merupakan pegawai dari “ Oost Indische Compaign” yang

dibentuk untuk kepentingan negara atau pemerintah Belanda Pengangkatan

Notaris di Indonesia yang pada waktu itu disebut Kepulauan Hindia Belanda

bertujuan untuk mengatur persaingan dagang yang berlatar belakang

penjajahan. Hal ini dilakukan dengan menguasai bidang perdagangan secara

monopoli dan sekaligus pengukuhan penguasaan wilayah jajahan pemerintah

Belanda di bumi Nusantara.

Pada tanggal 16 Juni 1925, dibuat peraturan bahwa seorang Notaris wajib

merahasiakan semua apa yang ia kerjakan maupun informasi yang diterima dari

kliennya, kecuali diminta oleh Raad van Yustitie atau Pengadilan. Peraturan ini
28
http://riz4ldee.wordpress.com/2009/03/04/sejarah-notaris/, diakses tanggal 19 Mei 2016, pukul 15.00 WIB.
26

disebut “Instruksi untuk para Notaris” terdiri dari 10 pasal. Instruksi untuk para

Notaris merupakan peraturan-peraturan tentang jabatan profesi Notaris yang

diatur dengan Instructie Voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie

berkiblat pada Notariswet atau dikenal dengan Peraturan Jabatan Notaris.

Instruksi ini telah diberlakukan di Belanda. Untuk Indonesia diberlakukan sejak

pasal yang ada pada Notariswet di adopsi ke Peraturan Jabatan Notaris

ditambah dengan pasal-pasal yang dibutuhkan saat itu.

Pejabat publik dalam bidang pemerintahan produknya yaitu surat

keputusan atau ketetapan yang terkait dalam ketentuan hukum administrasi

Negara yang memenuhi syarat sebagai penetapan tertulis yang bersifat

individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau

badan hukum perdata, dan sengketa dalam hukum administrasi negara diproses

di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa notaris sebagai pejabat publik yang bukan pejabat atau

badan tata usaha Negara29.

Mengenai jabatan notaris, A.G.Lubbers guru besar dalam ilmu

notariat,menulis dalam kata pendahuluan buku Het Notariaat (1963) dalam Tan

Thong Kie30 : Een niet spectakuler, doch daarom niet mider boeiend juridisch

ambt. Yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia: “Suatu jabatan yuridis

yang tidak spektakuler (tidak amat menarik perhatian), namun tidak kurang

mengasyikkan”31.

29
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Refina Aditama,
Bandung, 2008, hal 31-32.
30
Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba-serbi praktek Notaris Buku II, PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000, hal 172.

31
ibid
27

Istilah atau sebutan dari jabatan Notaris tersebut di Indonesia lebih dikenal

dengan pejabat umum atau openbaar ambtenaar pada zaman pemerintahan

penjajah Hindia Belanda. Pada masa ini Notaris diangkat oleh pemerintah

Hindia Belanda dari kalangan orang-orang pemerintahan, umumnya orang

Belanda atau orang barat yang diberi kesempatan mengikuti pendidikan

khusus, diklat (pendidikan kilat) yang diselenggarakan oleh pemerintah Hindia

Belanda. Keadaan seperti ini lambat laun berakhir sejak proklamasi

kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.

Indonesia merdeka maka banyak orang Belanda, karyawan sipil Belanda,

termasuk Notaris Belanda yang pulang ke negaranya.

Notaris yang masih berada di Indonesia sampai dengan tahun 1954

merupakan Notaris (berkewarganegaraan Belanda) yang diangkat oleh

Gubernur Jenderal (Gouverneur Generaal) berdasarkan Pasal 3 Reglement op

Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (staatsblad 18 60:3). Ketentuan

pengangkatan Notaris oleh Gubernur Jenderal (Gouverneur Generaal), oleh

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 telah dicabut, yaitu Pasal 2 ayat (3),

Pasal 62, Pasal 62 huruf a, Pasal 63 Reglement op Het Notaris Ambt in

Nederlands Indie (staatsblad 1860:3).

Belanda menjajah Indonesia selama lebih dari tiga abad. Belanda adalah

Negara yang menganut sistem civil law dan hal ini diikuti oleh Indonesia

sehingga Notaris di Indonesia adalah seorang pejabat umum Negara yang

bertugas melayani masyarakat umum32. Negara yang menganut sistem civil law

32
Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, Ke Notaris, Mengenal Profesi Notaris, Memahami Praktik Kenotariatan,
Ragam Dokumen Penting yang diurus Notaris, Tips agar tidak tertipu Notaris, CV. Raih Asa Sukses, Jakarta, 2009, hal 27.
28

dapat dilihat dari pengaturan hukumnya yang berbentuk tertulis. Jaman

Pemerintahan Republik Indonesia merdeka terbagi menjadi 2 (dua) periode

atau masa berdasarkan pemberlakuan undang-undang tentang Notaris, yaitu :.

Peraturan Jabatan Notaris, sejak merdeka sampai diberlakukannya

Undang-Undang Jabatan Notaris (Orde Lama, Orde Baru, Reformasi sebelum

Juni 2004); dan Undang-Undang 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang

diundangkan sejak tanggal 6 Oktober 2004. Jaman Reformasi setelah Juni

2004.

Sifat dari Peraturan Jabatan Notaris adalah memaksa (dwingen recht).

Peraturan Jabatan Notaris ini terdiri dari 66 pasal. Isi Peraturan Jabatan Notaris

terdiri dari 5 bab, yaitu :

Bab I : Tentang pelakuan jabatan dan daerah hukum Notaris.

Bab II : Tentang persyaratan untuk diangkat dan cara pengangkatan Notaris.

Bab III : Tentang akta, bentuknya, minut (minuta), salinan dan reportorium.

Bab IV : Tentang pengawasan terhadap Notaris dan akta-aktanya.

Bab V : Tentang penyimpanan dan pengoperan minut-minut, daftar-daftar dan

reportorium-reportorium dalam hal Notaris meninggal dunia, berhenti

atau dipindahkan.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 Oktober 2004. Pasal 91 Undang-Undang

Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris telah mencabut dan menyatakan

tidak berlaku lagi.


29

Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (staatblad 1860:3)

sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 101,

Ordonantie 16 September 1931 Tentang honorarium Notaris, Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 1954, Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004

Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang

Peradilan Umum, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949, Tentang

Sumpah/Janji Jabatan Notaris.

Pengertian Notaris menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah :

“orang yang mendapat kuasa dari pemerintah untuk mengesahkan dan

menyaksikan berbagai surat perjanjian, surat wasiat, akta dan sebagainya” 33.

Notaris adalah seorang pejabat negara atau pejabat umum yang dapat diangkat

oleh negara untuk melakukan tugas-tugas negara dalam hal pelayanan hukum

kepada masyarakat yang bertujuan untuk tercapainya kepastian hukum sebagai

pejabat pembuat akta otentik dalam hal keperdataan. Keberadaan Notaris

adalah untuk melayani kepentingan umum.

Melihat pada stelsel hukum kita, yaitu stelsel hukum kontinental, maka

lembaga Notariat latin sebagai pelaksanaan undang-undang dalam bidang

hukum pembuktian memang harus ada, semata-mata untuk melayani

permintaan dan keinginan masyarakat Peraturan Jabatan Notaris merupakan

sebuah pengaturan pada awal mengenai Notaris di Indonesia. Peraturan Jabatan

Notaris disebut pula ketentuan Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie

(staatsblad 1860 Nomor 3) yang merupakan peraturan peninggalan kolonial

Hindia Belanda pada masa itu. Para Notaris, dengan diancam akan kehilangan
33
http://kbbi.web.id/notaris, diakses tanggal 19 Mei 2016, pukul 15.15 WIB.
30

jabatannya tidak diperkenankan mengadakan persekutuan didalam menjalankan

jabatan mereka, demikian bunyi Pasal 12 Peraturan Jabatan Notaris 34. Peraturan

Jabatan Notaris dirasa telah tidak sesuai dengan perkembangan zaman serta

kebutuhan hukum masyarakat sehingga diadakan pembaruan dan pengaturan

tentang Notaris di Indonesia.

Pengertian Notaris dapat dilihat pula dalam Pasal 1 angka 1 Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yaitu sebagai berikut :

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik

dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”.

Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan

hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris, bukan saja

karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena

dikehendaki oleh pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum

bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.

Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, dunia kenotariatan mengalami perkembangan hukum yang cukup

signifikan dalam hal : Perluasan kewenangan Notaris yaitu kewenangan yang

dinyatakan dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (2) huruf g

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yaitu

kewenangan membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, kewenangan

untuk membuat akta risalah lelang serta perluasan wilayah kewenangan

34
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Buku Kedua, Cetakan Pertama, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hal 286.
31

(yuridiksi). Berdasarkan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris, yaitu Notaris mempunyai wilayah jabatan

meliputi seluruh wilayah Provinsi dengan tempat kedudukan di

Kabupaten/Kota, Pelaksanaan sumpah jabatan Notaris35.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan

Surat Nomor : M.UM.01.06-139 tertanggal 8 November 2004 telah

melimpahkan kewenangan melaksanakan Sumpah Jabatan Notaris kepada

Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Notaris

dibolehkan menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata, sesuai

dengan ketentuan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam menjalankan

jabatannya Notaris bisa secara bersama-sama (lebih dari satu orang) dalam

mendirikan suatu kantor Notaris.

Masalah pengawasan Notaris, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia sesuai kewenangannya berdasarkan Pasal 67 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris membentuk

Majelis Pengawas Notaris, Mengamanatkan agar Notaris berhimpun dalam satu

wadah organisasi Notaris sesuai dengan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Sebagaimana diketahui hingga

saat ini hanya ada satu wadah Notaris untuk berorganisasi yaitu Ikatan Notaris

Indonesia (INI) sebagai wadah tunggal seluruh Notaris di Indonesia.

Dalam sistem Hukum Indonesia, Notaris adalah salah satu organ dan/atau

alat perlengkapan negara yang mempunyai kewajiban memberikan pelayanan


35
http://kbbi.web.id/notaris, diakses tanggal 19 Mei 2016, pukul 15.20 WIB
32

kepada masyarakat. Dengan kata lain Notaris adalah organ negara yang

dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberikan pelayanan umum

kepada masyarakat umum khusus dalam pembuatan akta otentik. Akta otentik

sebagai alat bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum dibidang

keperdataan saja36.

Pengertian Notaris menurut Undang-Undang Jabatan Notaris adalah

sebagai berikut: “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat

akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”. Selain pengertian

Notaris, UUJN juga mengatur pengertian mengenai Pejabat Sementara Notaris

yaitu : “seorang yang untuk sementara menjabat sebagai Notaris untuk

menjalankan jabatan dari Notaris yang meninggal dunia” (Pasal 1 angka 2

UUJN). Pengertian Notaris Pengganti yaitu : “seorang yang untuk sementara

diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit

atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris

”(Pasal 1 angka 3 UUJN).

2. Kewenangan Notaris sebagai Pejabat Umum

Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum. Prinsip negara hukum

adalah menjamin adanya suatu kepastian, ketertiban serta perlindungan hukum

yang berintikan kebenaran dan keadilan didalam masyarakat. Notaris

36
http://adiemartinstefin.blogspot.com/2012/12/kewajiban-notaris-dalam memberikan_6400.html, diakses tanggal
19 Mei 2016, pukul 15.41 WIB.
33

merupakan pejabat umum yang diberikan sebagian kewenangan oleh negara dan

setiap tindakannya harus berdasarkan oleh hukum. Jabatan Notaris merupakan

jabatan seorang pejabat negara atau pejabat umum, berdasarkan ketentuan-

ketentuan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris pejabat umum adalah orang

yang menjalankan sebagian fungsi publik dan negara, khususnya dibidang

hukum perdata37. Hal ini dapat dilihat pada pengertian Notaris yang diatur dalam

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris yang menyebutkan bahwa

Notaris adalah seorang pejabat umum.

Istilah pejabat umum adalah terjemahan dari openbare ambtenaren yang

terdapat pada Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris dan Pasal 1868 Burgerlijk

Wetboek. Menurut kamus hukum, salah satu arti dari ambtenaren adalah

pejabat. Dengan demikian openbare ambtenaren adalah pejabat yang

mempunyai tugas yang bertalian dengan kepentingan masyarakat. Openbare

ambtenaren diartikan sebagai pejabat yang diserahkan tugas untuk membuat

akta otentik yang melayani kepentingan masyarakat dan kualifikasi seperti itu

diberikan kepada Notaris. Istilah atau kata pejabat diartikan sebagai pegawai

pemerintah yang memegang jabatan (unsur pimpinan) atau orang yang

memegang suatu jabatan38, dengan kata lain “pejabat lebih menunjuk kepada

orang yang memangku suatu jabatan39”.

Jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat

oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu serta bersifat

37
Yudha Pandu, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Jabatan Notaris dan PPAT, Indonesia Legal Center
Publishing, Jakarta, 2009, hal 2.
38
Badudu dan Zain, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994, hal 543.
39
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Beberapa Pengertian
Dasar Hukum Tata Usaha Negara, Buku I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hal 28.
34

berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap. Jabatan

merupakan suatu subyek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban. Suatu

jabatan dapat berjalan dengan baik apabila jabatan tersebut disandang oleh

subjek hukum lainnya yaitu orang. Orang yang diangkat untuk melaksanakan

jabatan disebut pejabat. Suatu jabatan tanpa pejabatnya, maka jabatan tersebut

tidak dapat berjalan”40.

Dari uraian-uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Notaris adalah

pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan

lainnya sebagaimana ditentukan dalam ketentuan yang berlaku. Notaris

merupakan salah satu pejabat umum di Indonesia. Pejabat umum dapat

membuat akta otentik namun tidak semua pejabat umum dapat dikatakan

sebagai seorang Notaris, sebagai contohnya adalah pegawai catatan sipil.

Seorang pegawai catatan sipil (ambtenaar van de Burgerlijke Stand), meskipun

ia bukan ahli hukum, ia berhak membuat akta-akta otentik untuk hal-hal

tertentu, umpamanya untuk membuat akta kelahiran, akta perkawinan, akta

kematian41.

Produk hukum dari seorang Notaris adalah akta otentik berupa akta

Notaris dan tidak semua pejabat umum memiliki kewenangan untuk itu. Notaris

harus memiliki keilmuan dan kemampuan yang baik supaya dapat menuangkan

keinginan dan kebutuhan masyarakat kedalam suatu akta. Untuk dapat diangkat

menjadi Notaris seseorang harus memenuhi persyaratan-persyaratan

sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu


40
Hasil Wawancara dengan DIAN ARIANTO, Notaris/PPAT di Kota Batam, Pada Hari Jumat, Tanggal 01 Juli 2016,
Pukul 13.05 WIB
41
Kartini Soedjendro, Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah yang Berpotensi Konflik, Kanisius, Yogyakarta, 2001, hal 43.
35

sebagai berikut : Warga Negara Indonesia; Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa; Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun; Sehat jasmani dan

rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan sehat dari dokter dan psikiater;

Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;

Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan

Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut

pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi

Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan; Tidak berstatus sebagai pegawai

negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang

oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris; dan

Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang

diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Seseorang dapat dikatakan sebagai pejabat public apabila memenuhi 3

(tiga) syarat, yaitu: ia adalah pegawai pemerintah; menjabat sebagai pimpinan;

dan tugasnya adalah mengurusi kepentingan orang banyak 42. Notaris

mempunyai karakteristik yaitu : sebagai jabatan, Notaris mempunyai

kewenangan tertentu, diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, tidak

menerima gaji/pensiun dari yang mengangkatnya dan akuntabilitas atas

pekerjaannya kepada masyarakat43. Karakteristik Notaris sebagai suatu jabatan

publik dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Sebagai Jabatan.
42
http://lekonslenterakonstitusi.blogspot.com/2011/06/pejabat-publik.html, diakses tanggal 19 Mei 2016, pukul 15.50 WIB.
43
Hasil Wawancara dengan DIAN ARIANTO, Notaris/PPAT di Kota Batam, Pada Hari Jumat, Tanggal 01 Juli 2016,
Pukul 13.00 WIB
36

Undang-Undang Jabatan Notaris merupakan unifikasi dibidang pengaturan

Jabatan Notaris yang artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-

undang yang mengatur Jabatan Notaris di Indonesia. Segala hal yang berkaitan

dengan Notaris di Indonesia harus mengacu kepada Undang-Undang Jabatan

Notaris. Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara.

Menempatkan Notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau

tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi

tertentu (kewenangan tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu

lingkungan pekerjaan tetap.

b. Notaris mempunyai kewenangan tertentu.

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan

hukum yang Mengaturnya sebagai suatu batasan supaya jabatan tersebut dapat

berjalan dengan baik dan tidak berbenturan dengan wewenang jabatan lainnya.

Dengan demikian jika seorang pejabat (Notaris) melakukan suatu tindakan

diluar dari wewenang yang telah ditentukan, maka pejabat tersebut dapat

dikategorikan telah melakukan suatu perbuatan melanggar wewenang.

c. Diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah.

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris, “Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah”. Dalam

hal ini Menteri yang membidangi kenotariatan (Pasal 1 angka 14 Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris).

d. Tidak menerima gaji/pensiun dari yang mengangkatnya.


37

Pemerintah yang mengangkat Notaris dalam hal ini adalah Menteri

Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Notaris hanya menerima honorarium atas

jasa hukum yang diberikan kepada masyarakat berdasarkan kewenangannya

Hononarium seorang Notaris diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

e. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat.

Notaris mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat atas akta yang

dibuatnya. Masyarakat berhak menggugat Notaris apabila ternyata akta yang

dibuatnya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jabatan Notaris mempunyai dua ciri dan sifat yang essential44,

ketidakmemihakkan dan kemandiriannya dalam memberikan bantuan kepada

para kliennya. Adalah suatu credo, suatu keyakinan, bahwa kedua ciri tersebut

melekat pada dan identik dengan perilaku pelaku jabatan ini. Meskipun secara

administratif Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, tidak berarti

Notaris menjadi subordinasi (bawahan) yang mengangkatnya pemerintah.

Dengan demikian Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya :

Bersifat mandiri (autonomous); Tidak memihak siapapun (impartial);

Tidak tergantung kepada siapapun (independent), yang berarti dalam

menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang

mengangkatnya atau oleh pihak lain45.

44
Essential adalah inti, pokok penting atau sesuatu yang mendasar/hakiki.

45
Hasil Wawancara dengan DIAN ARIANTO, Notaris/PPAT di Kota Batam, Pada Hari Jumat, Tanggal 01 Juli 2016,
Pukul 13.05 WIB
38

Notaris sebagai pejabat umum memiliki kewenangan sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu sebagai berikut :

a. Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan

Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta,

semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang.

b. Selain kewenangan sebagaimana di maksud pada ayat (1), Notaris

berwenang pula : Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian

tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

Membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

Membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat

uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan; Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat

aslinya; Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

Akta; Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau Membuat

Akta risalah lelang.

c. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),

Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan.
39

Notaris dalam menjalankan kewenangannya harus berlandaskan kepada

asas-asas pelaksanaan tugas jabatan notaris yang baik. Dalam asas-asas umum

pemerintahan yang baik (AUPB) dikenal asas-asas sebagai berikut 46 : Asas

persamaan; Asas kepercayaan; Asas kepastian hukum; Asas kecermatan; Asas

pemberian alasan; Larangan penyalahgunaan wewenang; Larangan bertindak

sewenang-wenang.

Asas-asas tersebut sangat penting bagi seorang Notaris agar Notaris dapat

menjalankan tugasnya dengan baik dan tidak bertentangan dengan aturan

hukum yang berlaku. Untuk kepentingan pelaksanaan tugas jabatan Notaris,

ditambah dengan Asas Proposionalitas dan Asas Profesionalitas.

Notaris merupakan salah satu bagian dari masyarakat Indonesia, sehingga

sesuai dengan asas persamaan maka Notaris tidak boleh membeda-bedakan

masyarakat satu dengan yang lain dalam memberikan pelayanan baik dilihat

dari sosial ekonomi maupun alasan lainnya. Selain itu, berdasarkan asas

kepercayaan maka seorang Notaris merupakan pihak yang sangat dipercaya

oleh masyarakat yang dalam hal ini adalah para pihak yang menghadap

Notaris.

Salah satu bentuk jabatan kepercayaan yaitu dengan melihat Notaris yang

mempunyai kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu tentang akta yang

dibuatnya sesuai dengan sumpah atau janji yang telah diucapkan sebelum

diangkat sebagai Notaris kecuali undang-undang menentukan lain. Dengan

demikian, batasannya hanya undang-undang saja yang dapat memerintahkan

46
Philipus M. Hadjon, dkk., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the Indonesia Administrative
Law), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2002, hal 270.
40

Notaris untuk membuka rahasia isi akta dan keterangan ataupun pernyataan

yang diketahui Notaris yang berkaitan dengan pembuatan akta yang

dimaksud47.

Hal ini sesuai dengan isi Pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-Undang Jabatan

Notaris yaitu : “merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya

dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan

sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain”. Sumpah atau

janji tersebut mengandung dua hal yang harus dipahami, yaitu :

Notaris wajib bertanggung jawab kepada Tuhan karena sumpah/janji yang

diucapkan berdasarkan agama masing-masing, dengan demikian artinya segala

sesuatu yang dilakukan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya akan

diminta pertanggungjawabannya dalam bentuk yang dikehendaki Tuhan;.

Notaris wajib bertanggung jawab kepada negara dan masyarakat, artinya

negara telah memberi kepercayaan untuk menjalankan sebagai tugas negara

dalam bidang hukum perdata, yaitu dalam pembuatan alat bukti berupa akta

yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, dan kepada masyarakat yang

telah percaya bahwa Notaris mampu memformulasikan kehendaknya kedalam

bentuk akta Notaris dan percaya bahwa Notaris mampu menyimpan

(merahasiakan) segala keterangan atau ucapan yang diberikan dihadapan

Notaris;

Berdasarkan asas kepastian hukum, Notaris wajib berpegang kepada

aturan-aturan hukum yang berkaitan mengenai akta yang dibuatnya. Hal ini

disebabkan apabila seorang Notaris berpedoman kepada aturan hukum yang


47
ibid
41

berlaku maka hal ini dapat memberikan suatu kepastian hukum bagi

masyarakat yang membutuhkan pelayanan Notaris. Selanjutnya, sesuai dengan

asas kecermatan maka seorang Notaris diwajibkan untuk meneliti seluruh bukti

yang diperlihatkan serta mendengarkan pernyataan ataupun keterangan sebagai

dasar dalam pembuatan suatu akta. Hal ini sesuai dengan Pasal 16 ayat (1)

huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris yang menyebutkan bahwa, “seorang

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib bertindak secara seksama

”48.

Pelaksanaan asas kecermatan wajib dilakukan dalam pembuatan akta ini

dengan Melakukan pengenalan terhadap penghadap, berdasarkan identitasnya

yang diperlihatkan kepada Notaris, Menanyakan kemudian mendengarkan dan

mencermati keinginan atau kehendak para pihak tersebut (tanya-jawab),

Memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak para

pihak tersebut, Memberikan saran dan membuat kerangka akta untuk

memenuhi keinginan atau kehendak para pihak tersebut, Memenuhi segala

teknik administratif pembuatan akta Notaris, seperti pembacaan,

penandatanganan, memberikan salinan dan pemberkasan untuk minuta 49,

Melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan

Notaris.

Notaris dalam menjalankan jabatannya harus berlandaskan pada asas

pemberian alasan. Dalam hal ini Notaris harus memiliki alasan serta fakta yang

mendukung dalam akta yang dibuatnya, selain itu Notaris harus dapat
48
ibid
49
Minuta akta adalah asli akta Notaris, dimana di dalam minuta akta ini terdiri dari (dilekatkan) data-data diri para
penghadap dan dokumen lain yang diperlukan untuk pembuatan akta tersebut.
42

memberikan pengertian hukum kepada para penghadap terhadap akta yang

dibuatnya tersebut. Notaris memiliki batas kewenangan dalam menjalankan

tugas jabatannya dan hal ini sesuai dengan Pasal 15 Undang-Undang Jabatan

Notaris. Notaris tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan dalam

pembuatan akta diluar wewenang yang telah ditentukan oleh Undang-Undang

Jabatan Notaris.

Apabila Notaris menjalankan tugas jabatannya diluar wewenang yang

diberikan kepadanya maka tindakan tersebut dapat disebut sebagai tindakan

penyalahgunaan wewenang. Apabila penyalahgunaan wewenang tersebut

menyebabkan para pihak menderita kerugian maka para pihak dapat meminta

pertanggungjawaban Notaris tersebut. Notaris harus mempertimbangkan dan

melihat semua dokumen yang diperlihatkan kepada Notaris, hal ini sesuai

dengan asas larangan bertindak sewenang-wenang.

Notaris wajib mengutamakan adanya keseimbangan antara hak dan

kewajiban para pihak yang menghadap Notaris. Hal ini berdasarkan pada Pasal

16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu Notaris diwajibkan

bertindak dengan menjaga kepentingan para pihak. Notaris harus mampu dalam

mempertimbangan keinginan para pihak sehingga kepentingan para pihak

tersebut tetap terjaga secara proposional yang kemudian dituangkan dalam

bentuk akta notaris. Selain itu, Notaris wajib memberikan pelayanan sesuai

dengan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris

kecuali apabila ada alasan untuk menolaknya. Hal ini sesuai dengan asas
43

profesionalitas, asas ini mengutamakan keahlian (keilmuan) Notaris dalam

menjalankan tugas jabatannya.

3. Kewajiban dan Larangan Notaris

Notaris merupakan pejabat umum yang diciptakan negara sebagai

implementasi dari negara dalam memberikan pelayanan kepada rakyat yang

merupakan jabatan yang istimewa, luhur, terhormat dan bermartabat karena

secara khusus diatur dengan undang-undang tersendiri mengenai jabatan

tersebut. Pada dasarnya Notaris harus memberikan pelayanan sebaik-baiknya

kepada masyarakat yang memerlukan bukti akta otentik. Notaris sebagai

pejabat umum yang mempunyai kewenangan dalam membuat akta otentik

tentunya memiliki kewajiban yang harus dijalankan dan tidak boleh

bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Kewajiban seorang Notaris diatur dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang

Jabatan Notaris yaitu sebagai berikut50 :

Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; Membuat Akta dalam

bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;

Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta;

Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta berdasarkan

Minuta Akta; Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-

undang ini; kecuali ada alasan untuk menolaknya; Merahasiakan segala sesuatu

mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna

50
KENOTARIATAN, dulkadir, Diakses pada hari Kamis, tanggal 03 Maret 2016, pukul 22.00 WIB.
44

pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali ditentukan lain

oleh undang-undang51;

Menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang

memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat

dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu

buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada

sampul setiap buku; Membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar

atau tidak diterimanya surat berharga; Membuat daftar Akta yang berkenaan

dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan;

Mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar

nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementrian

yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5

(lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap

akhir bulan; Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang Negara

Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama,

jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan; Membacakan Akta di

hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi,

atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat dibawah

tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan

Notaris; Menerima magang calon Notaris.

Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN menyebutkan bahwa : “memberikan

pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada


51
KENOTARIATAN, dulkadir, Diakses pada hari Kamis, tanggal 03 Maret 2016, pukul 22.05 WIB.
45

alasan untuk menolaknya”. Alasan yang dapat diberikan oleh Notaris apabila ia

menolak untuk membuat akta para pihak antara lain yaitu alasan yang

menyebabkan Notaris tidak berpihak. Contohnya seperti adanya hubungan

darah atau semenda dengan Notaris itu sendiri maupun dengan istri/suaminya.

Contoh lainnya seperti salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan dalam

bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum ataupun hal lain yang tidak

dibolehkan oleh undang-undang.

Sebenarnya dalam praktik ditemukan alasan-alasan lain, sehingga Notaris

menolak memberikan jasanya, antara lain52 :Apabila Notaris sakit sehingga

tidak dapat memberikan jasanya, jadi berhalangan karena fisik; Apabila Notaris

tidak ada karena dalam cuti, jadi karena sebab yang sah; Apabila Notaris

karena kesibukan pekerjaannya tidak dapat melayani orang lain; Apabila surat-

surat yang diperlukan untuk membuat sesuatu akta, tidak diserahkan kepada

Notaris; Apabila penghadap atau saksi instrumentair yang diajukan oleh

penghadap tidak dikenal oleh Notaris atau tidak dapat diperkenalkan

kepadanya; Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar bea meterai

yang diwajibkan53.

Apabila karena pemberian jasa tersebut, Notaris melanggar sumpahnya

atau melakukan perbuatan melawan hukum; Apabila pihak-pihak menghendaki

bahwa Notaris membuat akta dalam bahasa yang tidak dikuasai olehnya, atau

apabila orang-orang yang menghadap berbicara dengan bahasa yang tidak jelas,

sehingga Notaris tidak mengerti apa yang dikehendaki oleh mereka.


52
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Rajawali, Jakarta, 1982, hal 97-98
dalam buku Habib Adjie I, hal 87.
53
ibid
46

Dalam praktik Notaris yang diteliti, akan ditemukan alasan lain mengapa

Notaris tidak mau atau menolak memberikan jasanya, dengan alasan antara

akta yang akan dibuat tidak cocok dengan honorarium yang akan diterima

Notaris. Honorarium diatur dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yaitu: “Notaris berhak menerima

honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan kewenangannya”.

Selanjutnya dalam Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris disebutkan pula bahwa: “Besarnya honorarium yang

diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari

setiap akta yang dibuatnya”.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris, “Notaris

bersumpah atau berjanji untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang ia

peroleh dalam pelaksanaan jabatan Notaris”. Berdasarkan Pasal 16 ayat (1)

huruf f Undang-Unang Jabatan Notaris, “Notaris berkewajiban untuk

merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang ia peroleh guna pembuatan akta”. Selain itu, Pasal 54 Undang-

Undang Jabatan Notaris menyebutkan, “Notaris hanya dapat memberikan,

memperlihatkan, atau memberitahukan isi Akta, Grosse Akta, Salinan Akta

atau Kutipan Akta, kepada orang yang berkepentingan langsung pada Akta,

ahli waris atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh

peraturan perundang-undangan”54.

Secara umum Notaris memiliki kewajiban untuk merahasiakan segala

keterangan sehubungan dengan akta yang dibuat dihadapannya, dengan batasan


54
ibid
47

bahwa hanya undang-undang saja yang dapat memerintahkan seorang Notaris

untuk membuka rahasia tersebut. Hal ini dinamakan sebagai kewajiban ingkar

(verschoningsplicht). Kewajiban ingkar untuk Notaris melekat pada tugas

jabatan Notaris.

Notaris mempunyai kewajiban ingkar bukan untuk kepentingan diri

Notaris itu sendiri melainkan kepentingan para pihak yang menghadap. Hal ini

disebabkan para pihak telah mempercayakan sepenuhnya kepada Notaris

tersebut. Notaris dipercaya oleh para pihak untuk mampu menyimpan semua

keterangan ataupun pernyataan para pihak yang pernah diberikan dihadapan

Notaris untuk kepentingan dalam pembuatan akta.

Adapun kewajiban-kewajiban Notaris yang harus dirahasiakan

berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris dan

Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris meliputi keseluruhan

isi akta yang terdiri dari awal akta, badan akta dan akhir akta, akta-akta yang

dibuat Notaris sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 54 Undang-Undang

Jabatan Notaris, serta keterangan-keterangan dan serangkaian fakta yang

diberitahukan oleh klien kepada Notaris baik yang tercantum dalam akta

maupun yang tidak tercantum di dalam akta dalam proses pembuatan akta55.

Selain kewajiban yang harus dikerjakan oleh seorang Notaris, terdapat

pula larangan bagi seorang Notaris. Larangan bagi seorang Notaris diatur

dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu sebagai berikut :

55
Eis Fitriyana Mahmud, “Batas-batas Kewajiban Ingkar Notaris dalam Penggunaan Hak Ingkar pada Proses
Peradilan Pidana”, Jurnal, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang, 2013,
hal 18.
48

Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya; Meninggalkan wilayah

jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

Merangkap sebagai pegawai negeri;

Merangkap jabatan sebagai pejabat negara; Merangkap jabatan sebagai

advokat; Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha

milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta; Merangkap

jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II

diluar tempat kedudukan Notaris; Menjadi Notaris Pengganti; atau Melakukan

pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau

kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

Apabila seorang Notaris melanggar larangan yang tersebut dalam Pasal 17

ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut diatas maka Notaris tersebut

dapat dikenakan sanksi sebagai berikut: Peringatan tertulis; Pemberhentian

sementara; Pemberhentian dengan hormat, atau Pemberhentian dengan tidak

hormat.

Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris, “Notaris dilarang untuk membuat akta dalam suatu

keadaan tertentu seperti membuat akta untuk diri sendiri maupun keluarga

sendiri”. Apabila seorang Notaris melanggar Pasal 52 ayat (1) tersebut diatas

berdasarkan Pasal 52 ayat (3) maka Notaris tersebut dikenakan sanksi perdata

yaitu dengan “membayar biaya, ganti rugi dan bunga kepada para penghadap

dan konsekuensinya adalah akta yang dibuat hanya memiliki kekuatan

pembuktian sebagai akta dibawah tangan”56.


56
ibid
49

Notaris dalam keadaan tertentu tidak berwenang dalam membuat akta

karena alasan-alasan yang berkaitan dengan tugas jabatan Notaris, seperti :

Sebelum Notaris mengangkat sumpah (Pasal 4 Undang-Undang Jabatan

Notaris); Selama Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya (Pasal 9

Undang-Undang Jabatan Notaris); Diluar wilayah jabatannya (Pasal 17 huruf a

dan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris); Selama Notaris cuti

(Pasal 25 Undang-Undang Jabatan Notaris).

B. Pemahaman Tentang Kredit

1. Pengertian Kredit

Dewasa ini kegiatan transaksi kredit sukar untuk dihindari oleh para pelaku

bisnis. Para pelaku bisnis melakukan transaksi kredit dengan beberapa alasan

dan tujuan. Adapun pihak yang berkepentingan dalam transaksi kredit yaitu

pemberi kredit (kreditur) dan penerima kredit (debitur).

Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, maka transaksi kredit

menyangkut uang sebagai alat kredit yang menjadi pembahasan. Kredit

berfungsi koperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara

kreditur dengan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung

resiko. Singkatnya kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen

kepercayaan, resiko dan pertukaran ekonomi di masa-masa mendatang57.

Perusahaan dagang memberikan kredit dengan tujuan untuk meningkatkan

volume penjualan dan mengimbangi pesaing. Lembaga perbankan atau yang

sejenis memberikan kredit dengan tujuan untuk memperoleh bunga dari pokok
57
O. P. Simorangkir, Seluk Beluk Bank Komersil, (Cetakan Kelima, Jakarta, Aksara Persada, 1986, hal. 91
50

pinjamannya. Sedangkan pihak debitur atau pelanggan melakukan transaksi

kredit dengan alasan tidak mempunyai kas yang cukup untuk membeli dan

membayar suatu produk atau terpaksa meminjam sejumlah uang untuk modal

dan diharapkan dengan modal pinjaman tersebut diperoleh suatu penghasilan

yang nantinya dapat mengembalikan pinjamannya tersebut serta memperoleh

nilai lebih atau keuntungan.

Perjanjian adalah “suatu peristiwa di mana dua orang atau dua pihak saling

berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu perstujuan yang dibuat oleh

kedua belah pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa

yang termaktub dalam persetujuan itu58, Kredit berasal dari bahasa Yunani,

yaitu “credere” atau “credo” yang berarti kepercayaan (trust atau faith). Oleh

karena itu dasar dari kegiatan pemberian kredit dari yang memberikan kredit

kepada yang menerima kredit adalah kepercayaan.

Adapun pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang

Perbankan No.10 tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7

tahun 1992 Tentang Perbankan (Undang-Undang Perbankan) : “Kredit adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga59.

Pengertian kredit menurut Teguh Pudjo Muljono :

58
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005, hal. 67
59
Indonesia, Undang-Undang Perbankan No, 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.7 tahun
1992, ps.1 angka 11
51

Kredit adalah suatu penyertaan uang atau tagihan atau dapat juga barang

yang menimbulkan tagihan tersebut pada pihak lain. Atau juga memberi

pinjaman pada orang lain dengan harapan akan memperoleh suatu tambahan

nilai dari pokok pinjaman tersebut yaitu berupa bunga sebagai pendapatan bagi

pihak yang bersangkutan60.

Rumusan yang terdapat dalam Undang-Undang Perbankan tersebut

mengenai perjanjian kredit dapat disimpulkan bahwa dasar dari perjanjian

kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam yang terdapat dalam Pasal 1754

KUH Perdata. Dalam Pasal tersebut dinyatakan bahwa “perjanjian pinjam-

meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada

pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabiskan

karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan

mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama

pula61.

Menurut HMA Savelberg dalam buku yang ditulis oleh Mariam Darus

Badrulzaman, menyatakan bahwa kredit mempunyai arti 62 : sebagai dasar dari

setiap perikatan dan seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain;.

sebagai jaminan dan seseorang menyerahkan sesuatu pada orang lain dengan

tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan.

Kata kredit berasal dari bahasa Latin, yaitu “credere”, yang diterjemahkan

sebagai “ kepercayaan” atau “credo” yang berarti “ percaya”. Kredit dalam

60
Teguh Pudjo Muljono, Analisa Laporan Keuangan Untuk Perbankan, Djambatan, Jakarta, 1989, hal.45
61
R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan Ketiga Puluh Enam, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta, 2005, hal 451-452.
62
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1989, hal. 21.
52

bahasa Inggris disebut dengan “trust” dan “faith”. Karena tidak akan mungkin

adanya pemberian pinjaman tanpa adanya kepercayaan di sana dan

kepercayaan itu adalah sesuatu yang mahal harganya. Mungkin dikalangan

perbankan dikenal istilah adalah sangat tidak sulit bagi bank untuk

menyalurkan atau merealisasikan pemberian suatu pinjaman (loan), tetapi

sangat sulit bagi bank untuk dapat menarik kembali dana tersebut atau

dibutuhkan seni (cara) untuk menarik kembali dana tersebut63.

Berdasarkan pada pengertian-pengertian diatas dapat diketahui bahwa

transaksi kredit timbul sebagai akibat suatu pihak meminjam kepada pihak lain,

baik itu berupa uang, barang dan sebagainya yang dapat menimbulkan tagihan

bagi kreditur. Hal lain yang dapat menimbulkan transaksi kredit yaitu berupa

kegiatan jual beli dimana pembayarannya akan ditangguhkan dalam suatu

jangka waktu tertentu baik sebagian maupun seluruhnya64. Kegiatan transaksi

kredit tersebut diatas akan mendatangkan piutang atau tagihan bagi kreditur

serta mendatangkan kewajiban untuk membayar bagi debitur.

2. Unsur-Unsur Yang Dapat Menjamin Terjadinya Proses Kredit

Unsur-unsur yang terdapat pada transaksi kredit menurut Kasmir, yaitu65 :

a. Kepercayaan

Yaitu suatu keyakinan pemberian kredit (Bank) bahwa kredit yang

diberikan baik berupa uang, barang atau jasa akan benar-benar diterima

kembali dimasa tertentu di masa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh Bank,

63
Irham Fahmi, Analisis Kredit Dan Fraud, Pendekatan Kualitatif Dan Kuantitatif, PT. Alumni, Bandung,2008, hal 4.
64
Hasil Wawancara dengan AL KAF, Manager Legal Bank Tabungan Negara (BTN) Kota Batam, Pada Hari Jumat,
Tanggal 22 Juli 2016, Pukul 09.00 WIB
65
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Cet.kelima, PT.Raja Grafindo, Jakarta, 2006, hal.74.
53

karena sebelum dana dikucurkan, sudah dilakukan penelitian dan penyelidikan

yang mendalam tentang nasabah. Penelitian dan penyelidikan dilakukan untuk

mengetahui kemampuannya dalam membayar kredit yang disalurkan.

b. Kesepakatan

Di samping unsur kepercayaan di dalam kredit juga mengandung unsur

kesepakatan antara pemberi kredit dengan penerima kredit. Kesepakatan

penyaluran kredit dituangkan dalam akad kredit yang ditandatangani oleh

kedua belah pihak Bank dan nasabah Kesepakatan, bahwa semua persyaratan

pemberian kredit dan prosedur pengembalian kredit serta akibat hukumnya

adalah hasil kesepakatan dan dituangkan dalam akta perjanjian yang disebut

kontrak kredit66.

c. Jangka Waktu67

Setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu, jangka

waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Hampir

dapat dipastikan bahwa tidak ada kredit yang tidak memiliki jangka waktu.

d. Resiko

Faktor resiko kerugian dapat diakibatkan dua hal yaitu resiko kerugian

yang diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar kreditnya padahal

mampu dan resiko kerugian yang diakibatkan karena nasabah tidak sengaja

yaitu akibat terjadinya musibah seperti bencana alam. Penyebab tidak tertagih

sebenarnya dikarenakan adanya suatu tenggang waktu pengembalian (jangka

waktu). Semakin panjang jangka waktu suatu kredit semakin besar resikonya
66
Abdulkadir Muhammad, dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan Dan Pembiayaan, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2000, hal. 59
67
ibid
54

tidak tertagih, demikian pula sebaliknya. Resiko ini menjadi tanggungan Bank,

baik resiko yang disengaja maupun resiko yang tidak disengaja.

e. Balas Jasa

Akibat dari pemberian fasilitas kredit bank tentu mengharapkan suatu

keuntungan dalam jumlah tertentu. Keuntungan atas pemberian suatu kredit

atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga bagi bank prinsip

konvensional. Balas jasa dalam bentuk bunga, biaya provisi dan komisi serta

biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan utama bank. Sedangkan

bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan

bagi hasil.

3. Fungsi Kredit

Adapun fungsi transaksi kredit dalam kehidupan perekonomian menurut

Muchdarsyah Sinungan adalah sebagai berikut68 :

a. Kredit dapat meningkatkan utilitas (kegunaan) dari uang.

Keberadaan uang atau modal yang disimpan oleh para pemilik uang

atau modal pada suatu lembaga keuangan (bank) atau sejenisnya, akan

disalurkan oleh lembaga keuangan tersebut kepada sektor-sektor usaha

produktif. Hal ini akan meningkatkan kegunaan uang tersebut, yang tadinya

sebagai simpanan (tabungan dan deposito), kini dapat dijadikan modal untuk

melaksanakan suatu usaha atau proyek.

b. Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.

68
Muchdarsyah Sinungan, Uang dan Bank, Cet.3, Jakarta, Rineka Cipta , Jakarta, 1991, hal 5.
55

Melalui kredit, peredaran uang kartal maupun uang giral akan lebih

berkembang karena kredit menciptakan mobilitas usaha sehingga

penggunaan uang akan bertambah, baik secara kuantitatif maupun secara

kualitatif.

c. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha.

Dengan adanya kredit, pihak peminjam atau yang diberi kredit akan

bekerja semaksimal mungkin agar dari usaha yang dijalaninya dihasilkan

keuntungan yang besar sehingga dapat melunasi kredit tersebut.

d. Kredit sebagai salah satu alat pengendali stabilitas moneter.

Kebijakan kredit bisa digunakan untuk menekan laju inflasi, yaitu

dengan menyalurkan kredit hanya pada sektor-sektor usaha yang produktif

dan sector prioritas yang secara langsung berpengaruh pada hajat hidup

masyarakat.

e. Kredit sebagai sarana peningkatan pendapatan nasional.

Dengan banyaknya pengusaha baik dari industri skala kecil maupun

besar yang mendapatkan fasilitas kredit, diharapkan dapat meningkatkan

pendapatan mereka dan secara nasional diharapkan akan dapat

meningkatkan pendapatan nasional.

Menurut Marhainis Abdul Hay, bahwa ketentuan Pasal 1754 KUH

Perdata tentang perjanjian kredit bank identik dengan perjanjian pinjam-

mengganti, menentukan bahwa perjanjian pinjam-mengganti adalah :

“persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain

suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian,


56

dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah

yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.69”

R. Wirjono Prodjodikoro, dalam buku berjudul “Pokok-Pokok Hukum

Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu”, berpendapat ketentuan

pada Pasal 1754 KUH Perdata ditafsirkan sebagai persetujuan yang bersifat

“riil”. Hal ini dapat dimaklumi, oleh karena pasal tersebut tidak menyebutkan

bahwa pihak pertama “mengikatkan diri untuk memberikan” suatu jumlah

tertentu barang-barang yang menghabiskan, melainkan pihak pertama“

memberikan” suatu jumlah tertentubarang-barang yang menghabis karena

pemakaian.70”

Menurut Rachmadi Usman, dalam bukunya berjudul “Aspek-Aspek

Hukum Perbankan Di Indonesia”, bahwa perjanjian kredit bank mempunyai

beberapa fungsi, antara lain : perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian

pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau

tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian

pengikatan jaminan, dan perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk

melakukan monitoring kredit71.

Perusahaan dagang memberikan kredit dengan tujuan untuk

meningkatkan volume penjualan dan mengimbangi pesaing. Lembaga

perbankan atau yang sejenis memberikan kredit dengan tujuan untuk

memperoleh bunga dari pokok pinjamannya. Sedangkan pihak debitur atau

69
Marhainis Abdul Hay, Hukum Perjanjian Di Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1979, hal. 147.
70
Wirjono Prodjodikoro, Pokok-Pokok Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung,
1981, hal. 137.
71
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal. 273.
57

pelanggan melakukan transaksi kredit dengan alasan tidak mempunyai kas

yang cukup untuk membeli dan membayar suatu produk atau terpaksa

meminjam sejumlah uang untuk modal dan diharapkan dengan modal pinjaman

tersebut diperoleh suatu penghasilan yang nantinya dapat mengembalikan

pinjamannya tersebut serta memperoleh nilai lebih atau keuntungan.

BAB III
IMPLEMENTASI PERANAN NOTARIS DALAM
PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN KREDIT DI BANK
TABUNGAN NEGARA KOTA BATAM
A. Peran Notaris Dalam Menerapkan Asas Keseimbangan Serta prinsip
Kehati-Hatian

1. Tanggung Jawab Profesi Notaris Dalam Menjalankan dan Menegakkan


Hukum di Indonesia

Dalam menjalankan suatu tugas, baik yang merupakan tugas jabatan atau

tugas profesi, tiap pelaksanaanya dibutuhkan tanggung jawab (accountability)

dari masing-masing individu yang menjalankanya. Tanggung jawab itu sendiri

timbul karena beberapa hal antara lain karena tanggung jawab mendapat suatu

kepercayaan untuk melaksanakan suatu tugas atau fungsi; karena tanggung

jawab mendapat suatu kepercayaan; karena tanggung jawab mendapat amanah

untuk menduduki suatu jabatan atau kedudukan Sifat dapat diserahi tanggung
58

jawab seseorang akan terlihat pada cara ia bertindak dalam keadaan darurat

dan cara ia melakukan pekerjaan rutinnya72.

Profesi adalah pekerjaan tetap di bidang tertentu berdasarkan keahlian

khusus yang dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan untuk

memperoleh penghasilan. Profesi itu sendiri dapat dibedakan menjadi Profesi

biasa dan Profesi luhur (officium nobile) yang menuntut moralitas tinggi.

Setiap profesi, khususnya profesi yang berkaitan dengan hukum, memiliki

etika profesi, yang kaidah-kaidah pokoknya antara lain Profesi harus

dipandang sebagai pelayanan dan oleh karena itu sifat “tanpa pamrih” menjadi

ciri khas dalam mengembangkan profesi; Pelayanan profesional dalam

mendahulukan kepentingan pencari keadilan mengacu pada nilai-nilai yang

luhur; Mengembangkan profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat

secara keseluruhan; Persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat

sehingga dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengembangan

profesi73.

Profesi hukum dituntut untuk memiliki rasa kepekaan atas nilai keadilan

dan kebenaran serta mewujudkan kepastian hukum bagi pencapaian dan

pemeliharaan ketertiban masyarakat. Selain itu, profesi hukum berkewajiban

selalu mengusahakan dengan penuh kesadaran yang bermoral untuk

mengetahui segala aturan hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. Secara

ilmiah bagi tegaknya hukum dan keadilan dan terutama diperuntukan bagi

mereka yang membutuhkanya.

72
Sofa,”Melatih Tanggung Jawab,”http://id.google.com/”melatih tanggung jawab”, diakses pada hari Selasa, tanggal
26 Juli 2016, pukul 12.00 WIB
73
ibid
59

Dalam melakukan tugas profesionalnya seorang Notaris harus

mempunyai integritas moral, dalam arti segala pertimbangan moral harus

melandasi pelaksanaan tugas-tugas profesionalnya. Sesuatu yang bertentangan

dengan yang baik harus dihindarkan walaupun dengan melakukanya, ia akan

memperoleh imbalan jasa yang tinggi. Perimbangan moral dalam

melaksanakan tugas profesi tersebut, harus diselaraskan dengan nilai-nilai

dalam masyarakat, nilai-nilai sopan santun, dan agama yang berlaku. Tidak

penting bahwa seorang hanya memiliki kemampuan profesional yang tinggi,

tetapi ia baru mempunyai arti apabila disamping mempunyai kemampuan

profesional adalah seorang yang bermoral.

Seorang Notaris yang bertanggung jawab secara profesional terhadap

profesinya maka ia mencintai profesinya sebagai tugas mulia akan menjunjung

tinggi etika profesi, bahwa melalui profesi hukum ia mau mengabdi kepada

sesama sebagai idealismenya74. Ia dihormati dan dipercayai oleh pencari

keadilan bukan semata-mata karena bobot dan kualitas penguasaan hukum

yang dimilikinya atau kehandalan kemampuan intelektual dan ilmu

hukumnya, melainkan karena ia juga memiliki integritas diri sebagai pengawal

konstitusi, hak asasi manusia, kebenaran dan keadilan sebagai komitmen

moral profesinya.

Dalam hal ini ia harus membina relasi atas dasar saling menghargai dan

saling percaya. Dalam menjalankan profesinya ia mempertimbangkan

kewajibanya kepada hati nuraninya sendiri, kepada klien, kepada sumpah

74
Hasil Wawancara dengan DIAN ARIANTO, Notaris/PPAT di Kota Batam, Pada Hari Jumat, Tanggal 01 Juli 2016,
Pukul 13.10 WIB
60

profesi, dan rekan seprofesi. Dengan begitu, akan terbentuk suatu kesadaran

hukum yang berkeadilan pada diri profesional hukum.

Pada dasarnya tugas seorang Notaris adalah membuat akta otentik dimana

akta tersebut dapat menjadi suatu bukti yang sah bila terjadi sengketa.

Sebelum melakukan pekerjaan yang diminta oleh klien maka seorang Notaris

hendaknya memberikan penyuluhan kepada klien sehingga klien dapat

menangkap/memahami penyuluhan tersebut, walaupun dengan diberikan

penyuluhan urung membuat akte atau urung menjadi klien dari Notaris yang

bersangkutan. Dan dalam hal ini memberi syarat juga kepada klien agar tidak

terjerumus dalam kesalahan.

Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia, adalah

keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab juga berarti

berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Tanggung jawab

dapat diartikan dengan “bertindak tepat tanpa perlu diperingatkan”. Sedangkan

bertanggung jawab merupakan sikap tidak tergantung dan kepekaan terhadap

perasaan orang lain.

Pengertian tanggung jawab di sini adalah kesadaran yang ada dalam diri

seseorang bahwa setiap tindakannya akan mempunyai pengaruh bagi orang

lain ataupun diri sendiri, maka ia akan berusaha agar tindakan-tindakannya

hanya memberi pengaruh positif saja terhadap orang lain maupun diri sendiri

dan menghindari tindakan-tindakan yang dapat merugikan orang lain atau diri

sendiri. Dalam hal keadaan dimana kepentingan diri sendiri harus


61

dipertentangkan dengan kepentingan orang lain, maka seorang yang

bertanggung jawab akan berusaha memenuhi kepentingan orang lain dahulu75.

Tanggung jawab adalah ciri orang beradab. Manusia merasa bertanggung

jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan

menyadari memperoleh atau meningkatkan kesadaran bertanggung jawab

perlu ditempuh usaha melalui pendidikan, penyuluhan, keteladanan dan takwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Hans Kelsen dalam bukunya membagi pertanggung jawaban menjadi

empat macam yaitu76:

Pertanggung jawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab


terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri; Pertanggung jawaban
kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas suatu
pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain; Pertanggung jawaban
berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggung
jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan
diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian; Pertanggung jawaban
mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab
atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak
diperkirakan.

Konsep pertanggung jawaban ini apabila dikaitkan dengan profesi

Notaris, maka Notaris dapat dipertanggung jawabkan atas kesalahan dan

kelalaiannya dalam pelaksanaan tugas dan jabatannya. Notaris tidak

bertanggung jawab atas isi akta yang dibuat dihadapannya, melainkan notaris

hanya bertanggung jawab terhadap bentuk formal akta otentik sebagaimana

yang ditetapkan oleh Undang-Undang.

75
zaysscremeemo.blogspot.com/2012/06/pengertian-tanggungjawab.html, Zainudin alfarisi, Diakses pada hari Jumat,
tanggal 04 Maret 2016, pukul 13.00 WIB.

76
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien, Nuansa & Nusamedia, Bandung, 2006, hal.140
62

Penjelasan Undang-Undang Jabatan Notaris menunjukan bahwa Notaris

hanya sekedar bertanggung jawab terhadap formalitas dari suatu akta otentik

dan tidak terhadap materi akta otentik tersebut. Hal ini mewajibkan Notaris

untuk bersifat netral dan tidak memihak serta memberikan semacam nasihat

hukum bagi klien yang meminta petunjuk hukum pada Notaris yang

bersangkutan. Sejalan dengan hal tersebut maka Notaris dapat dipertanggung

jawabkan atas kebenaran materiil suatu akta bila nasihat hukum yang

diberikannya ternyata dikemudian hari merupakan suatu yang keliru.

Melalui konstruksi penjelasan Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut

dapat ditarik kesimpulan bahwa notaris dapat diminta pertanggung-jawaban

atas kebenaran materiil suatu akta yang dibuatnya bila ternyata notaris tersebut

tidak memberikan akses mengenai suatu hukum tertentu yang berkaitan

dengan akta yang dibuatnya sehingga salah satu pihak merasa tertipu atas

ketidaktahuannya. Untuk itulah disarankan bagi Notaris untuk memberikan

informasi hukum yang penting yang selayaknya diketahui klien sepanjang

yang berurusan dengan masalah hukum77.

Lebih lanjut dijelaskan juga bahwa ada hal lain yang juga harus

diperhatikan oleh Notaris, yaitu yang berkaitan dengan perlindungan hukum

Notaris itu sendiri, dengan adanya ketidak hati-hatian dan kesungguhan yang

dilakukan notaris, sebenarnya Notaris telah membawa dirinya pada suatu

perbuatan yang oleh undang-undang harus dipertanggungjawabkan. Jika suatu

kesalahan yang dilakukan oleh Notaris dapat dibuktikan, maka Notaris dapat

77
ibid
63

dikenakan sanksi berupa ancaman sebagaimana yang telah ditentukan oleh

undang-undang.

2. Asas Keseimbangan Dalam Hukum Perjanjian Di Indonesia

Asas keseimbangan, dikaitkan dengan asas dalam perjanjian, dikatakan

lahir sebagai suatu penolakan terhadap asas kebebasan berkontrak. Asas

kebebasan berkontrak pada kenyataannya dikatakan telah membawa

ketidakadilan, karena didasarkan pada asumsi bahwa para pihak dalam

kontrak memiliki posisi tawar (bargaining position) yang seimbang, tetapi

pada kenyataannya para pihak tidak selalu dalam posisi memiliki posisi tawar

yang seimbang78.

Selain itu asas kebebasan berkontrak merupakan cerminan dari suatu

kepercayaan bahwa individualisme dianggap sebagai suatu nilai dan

kepercayaan, dimana manusia dipandang mengetahui kepentingan-

kepentingan mereka sendiri yang terbaik, dimana paham itu menaruh

perhatian utama terhadap maksimalisasi dari kekayaan seseorang yang satu

dan kebahagiaan seseorang yang lain tanpa memperdulikan bagaimana

kekayaan atau kebahagiaan itu didistribusikan.

Paham individualisme dianggap tidak sesuai dengan falsafah Negara

Republik Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini dapat ditunjukkan dalam sila

Keadilan Sosial, yang diartikan sebagai keadilan sosial bagi seluruh umat

manusia. Dalam hal ini terdapat hak dan kewajiban, dimana kedua-duanya

harus dilaksanakan dengan tidak berat sebelah atau seimbang79.

78
Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, FH UI: Pascasarjana, 2003, hal 1-2.
79
Soesanto Darmosoegondo, Falsafah Pancasila, Alumni, Bandung, 1977 hal. 68
64

Ciri khas dari asas keseimbangan adalah Penyeimbangan kedudukan

kreditur yang kuat sehingga kedudukan debitur dan kreditur seimbang.

Kreditur mempunyai hak untuk menuntut perlunasan prestasi melalui

kekayaan debitur, namun juga memikul beban untuk melaksanakan perjanjian

itu dengan itikad baik dan Dalam hal ini terdapat hak dan kewajiban, maka

kedua-duanya harus dilaksanakan dengan tidak berat sebelah atau seimbang.

Herlien Budiono menyebutkan tiga aspek dari asas keseimbangan, yaitu

yang dianggap sebagai faktor penguji dalam rangka menetapkan akibat-akibat

yang muncul apakah telah terjadi ketidakseimbangan. Aspek-aspek tersebut

adalah sebagai berikut80:

a. Perbuatan para pihak yang dapat memunculkan akibat hukum dikatakan

dimunculkan dalam dua kategori perbuatan yaitu pernyataan kehendak dan

kewenangan bertindak. Hal yang mempengaruhi perbuatan para pihak

dalam hal ini adalah ketidakcakapan bertindak, dimana termasuk

didalamnya ancaman (bedreiging), penipuan (bedrog), atau

penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden). Yang dimaksud

penyalahgunaan keadaan adalah bila seseorang yang mengetahui atau

seharusnya mengerti bahwa orang lain karena keadaan atau kondisi khusus,

misalnya, keadaan kejiwaan (kondisi kejiwaan yang menyebabkan

seseorang tidak mampu untuk mengambil keputusan yang telah

dipertimbangkan dengan matang), atau dalam hal adanya ketergantungan

psikis atau praktikal lainnya, kurang pengalaman atau karena keadaan

80
Herlien Budiono, Asas Kesimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia (hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-
Asas Wigati Indonesia), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal.335-338
65

terpaksa, ternyata telah tergerak untuk melakukan atau mendorong (atau

melanjutkan) suatu perbuatan hukum tertentu.

b. Isi Kontrak, Bahwa kebebasan untuk menentukan isi kontrak dibatasi oleh

undang-undang, kesusilaan yang baik, atau ketertiban umum 81. Akibat

bertentangan dengan hal-hal tersebut akan menyebabkan perjanjian absah,

batal demi hukum, atau dapat dibatalkan. Perjanjian yang bertentangan

dengan undang-undang, kesusilaan82, atau ketertiban umum, dikatakan

dapat mengakibatkan keadaan menjadi tidak seimbang.

c. Pelaksanaan dari apa yang telah disepakati, Pelaksanaan kontrak harus

dipenuhi oleh faktor-faktor itikad baik, kepatutan, dan kelayakan.

Dari apa yang telah diuraikan di atas, bahwa Herlien ternyata

memasukkan kembali asas-asas untuk sahnya suatu perjanjian sebagai faktor-

faktor dalam mengukur keadaan ketidakseimbangan. Asas-asas tersebut

adalah :

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Dalam hal ini, faktor dari

KUHPerdata yang dapat dipersamakan dengan faktor-faktor yang telah

Herlien utarakan di atas adalah seperti yang tertuang dalam Pasal 1320

KUHPerdata; Suatu sebab yang tidak terlarang, yaitu dalam hal ini tidak
81
Ketertiban umum adalah kepatutan dan keadilan. Perjanjian yang disusus oleh para pihak sebaiknya harus sesuai
dengan kepatutan dan keadilan, karena jika kedua unsur tersebut tidak ada dalam perjanjian, maka pengadilan dapat
merubah isi perjanjian tersebut di luar apa yang secara tegas telah diperjanjikan, Khairandy, op.cit, hal. 295
82
Menurut J. Satrio, kesusilaan adalah istilah abstrak, yang isinya bisa berbeda-beda di satu daerah dibanding dengan daerah
lain, dan disamping itu penilaian orang tentang kesusilaan berubah-ubah menurut perkembangan zaman. Kesusilaan dapat bersifat
terbatas yaitu jika ia merupakan penerapan moral umum pada kalangan terbatas atau pada hubungan hukum tertentu. Sedangkan
yang lain mengatakan bahwa, mereka mau menerima kesusilaan dalam kalangan yang terbatas, asal tidak bertentangan dengan
kesusilaan umum. Yang mendukung pandangan yang terakhir mengatakan bahwa lebih sulit bagi kita untuk menuntut hakim agar ia
menerapkan norma moral, yang ia sendiri tidak yakini, karena ia sendiri bukan datang dari kalangan, dalam mana norma moral itu
berlaku dan karenanya tak sesuai dengan kesadaran moralnya. J. Satrio, Hukum perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian
Buku II, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal 109-110. Lihat juga Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Universitas
Indonesia, Jakarta, 2003, hal.39. Kaedah kesusilaan menurut Rosa Agustina, adalah norma-norma moral, sepanjang dalam
kehidupan manusia diakui sebagai norma hukum. Utrech, sebagaimana dikutip oleh Rosa Agustina, mendefinisikan kesusilaan
sebagai semua norma yang ada di dalam kemasyarakatan, yang tidak merupakan hukum, kebiasaan atau agama. Adapun moral
berbeda dengan susila dalam hal, bahwa susila memandang kelakuan manusia sebagai anggota masyarakat, apakah ia baik
atau tidak, namun tidak mencapai batin manusia, apakah baik atau tidak, karena disitulah moral mengambil peranannya
66

bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Hal

ini dapat dipersamakan dengan Pasal 1337 KUHPerdata; Perjanjian tersebut

dilaksanakan dengan itikad baik, kepatutan dan kelayakan (Pasal 1339

KUHPerdata).

Selain itu, seperti telah dijelaskan di atas, Herlien juga memasukkan

adanya unsur penyalahgunaan keadaan sebagai bagian dari faktor penguji

apakah telah terjadi keadaan ketidakseimbangan, yaitu ketidakcakapan

bertindak para pihak.

3. Pemahaman Makna Asas Keseimbangan

Pemahaman makna asas keseimbangan ditelusuri dari pendapat beberapa

sarjana, antara lain: Sutan Remy Sjahdeini, Mariam Darus Badrulzaman, Sri

Gambir Melati Hatta, serta Ahmadi Miru, secara umum memberi makna asas

keseimbangan sebagai keseimbangan posisi para pihak yang berkontrak 83.

Oleh karena itu, dalam hal terjadi ketidakseimbangan posisi yang

menimbulkan gangguan terhadap isi kontrak diperlukan intervensi otoritas

tertentu (pemerintah). Beranjak dari pemikiran tersebut di atas, maka

pemahaman terhadap daya kerja asas keseimbangan yang menekankan

keseimbangan posisi para pihak yang berkontrak terasa dominan dalam

kaitannya dengan kontrak konsumen.

Hal ini didasari pemikiran bahwa dalam perspektif perlindungan

konsumen terdapat ketidakseimbangan posisi tawar para pihak. Hubungan

konsumen-produsen diasumsikan hubungan yang subordinat, sehingga

83
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas proporsionalitas dalam Kontrak komersial, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta 2010, hal.79.
67

konsumen berada pada posisi lemah dalam proses pembentukan kehendak

kontraktualnya. Hubungan subordinat, posisi tawar yang lemah, dominasi

produsen serta beberapa kondisi lain diasumsikan terdapat ketidakseimbangan

dalam hubungan para pihak.

Berdasarkan pertimbangan di atas, konsumen perlu diberdayakan dan

diseimbangkan posisi tawarnya. Dalam konteks ini asas keseimbangan yang

bermakna “equal-equilibrium” akan bekerja memberikan keseimbangan

manakala posisi tawar para pihak dalam menentukan kehendak menjadi tidak

seimbang. Tujuan dari asas keseimbangan adalah hasil akhir yang

menempatkan posisi para pihak seimbang (equal) dalam menentukan hak dan

kewajibannya. Oleh karenanya dalam rangka menyeimbangkan posisi para

pihak, intervensi dari otoritas Negara (pemerintah) sangat kuat.

Contoh yang dapat dicermati sehubungan dengan diundangkannya

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Substansi undang-undang tersebut sangat kuat nuansa campur tangan negara

dalam menyeimbangkan posisi para pihak (konsumen-produsen pelaku usaha).

Upaya menyeimbangkan posisi para pihak (konsumen-produsen pelaku usaha)

tegas dinyatakan dalam penjelasan umumnya yang menyatakan bahwa.

“Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan

‘kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan

konsumen berada pada posisi yang lemah’. Konsumen menjadi objek aktivitas

bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha


68

melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang

merugikan konsumen84”.

Bentuk intervensi yang bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum

kepada konsumen dengan cara membatasi sekaligus menyeimbangkan posisi

tawar para pihak, sebgaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Substansi pasal tersebut

mengatur pencantuman klausula baku yang harus diperhatikan oleh pelaku

usaha agar tidak merugikan konsumen, bahkan di dalamnya memberi sanksi

kebatalan terhadap kontrak konsumen yang bersangkutan, sebagai berikut85:

a. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada

setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila : Menyatakan pengalihan

tanggung jawab pelaku usaha; Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak

menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; Menyatakan

bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang

dibayarkan atas barang dan /atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik

secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan

sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara

angsuran; Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang

atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; Memberi hak kepada

pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta


84
Periksa Penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
85
http://www.jurnalhukum.com/pengertian-pelaku-usaha/, Wibowo Tunardi Diakses pada hari Kamis, tanggal 18
Maret 2016, pukul 14.00 WIB
69

kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa; Menyatakan

tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan,

lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku

usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk

pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang

yang dibeli oleh konsumen secara angsuran86.

b. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau

bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang

pengungkapannya sulit dimengerti.

c. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen

atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

d. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan

undang-undang ini.

Beranjak dari rumusan Pasal 18 di atas, pada dasarnya asas keseimbangan

mempunyai daya kerja, baik pada proses pembentukan maupun pelaksanaan

kontrak. Namun unsur kebebasan kehendak para pihak, khususnya bagi

konsumen, baik dalam proses pembentukan kehendak maupun pelaksanaan

kontrak dianggap lemah sehingga diberdayakan melalui “norma larangan”.

Dengan semikian, daya kerja asas keseimbangan disini mempunyai makna

86
http://www.jurnalhukum.com/pengertian-pelaku-usaha/, Wibowo Tunardi Diakses pada hari Kamis, tanggal 18
Maret 2016, pukul 14.10 WIB
70

“imperative” yang memaksa salah satu pihak (pelaku usaha) untuk tunduk

dengan tujuan akan dicapai keseimbangan hak dan kewajiban para pihak.

Hal ini dapat disimak dari substansi Pasal 62 (1) yang menyatakan:

Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a,

huruf b, huruf c, huruf e, Ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak

Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Substansi87 pengaturan pasal tersebut di atas sejalan dengan pemikiran

bahwa dalam kontrak yang bersifat timbal balik, posisi para pihak (hak

kehendak-wilsrecht) diupayakan seimbang dalam menentukan hak dan

kewajibannya. Oleh karena itu, apabila terdapat posisi yang tidak seimbang di

antara para pihak, maka hal ini harus ditolak karena akan berpengaruh

terhadap substansi maupun maksud dan tujuan dibuatnya kontrak/perjanjian

itu.

Interpretasi terhadap penggunaan istilah keseimbangan terhadap

kandungan substansi aturan tersebut, ialah: Pertama, lebih mengarah pada

keseimbangan posisi para pihak, artinya dalam hubungan kontraktual tersebut

posisi para pihak diberi muatan keseimbangan; Kedua, kesamaaan pembagian

hak dan kewajiban dalam hubungan kontraktual seolah-olah tanpa

memperhatikan proses yang berlangsung dalam penentuan hasil akhir

pembagian tersebut; Ketiga, keseimbangan seolah sekadar merupakan hasil

87
Substansi adalah pengertian yang menunjuk hal yang adanya pada dirinya sendiri, tidak tergantung pada yang lain
diluar dirinya.
71

akhir dari sebuah proses; Keempat, intervensi Negara merupakan instrumen

pemaksa dan mengikat agar terwujud keseimbangan posisi para pihak;

Kelima, pada dasarnya keseimbangan posisi para pihak hanya dapat dicapai

pada syarat dan kondisi yang sama (ceteris paribus).

Notaris selaku pejabat umum pembuat akta perjanjian kredit baik

perjanjian/pengikatan kredit di bawah tangan atau akta di bawah tangan

maupun perjanjian/pengikatan kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris

(notariil) atau akta otentik dapat berperan mewujudkan keseimbangan antara

kepentingan kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit perbankan. Notaris

dituntut berperan aktif guna memeriksa segala aspek hukum guna kepentingan

kreditur dan debitur88.

Perlindungan terhadap bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur

tertuju pada ketentuan peraturan perundang-undangan serta ketentuan

perjanjian yang mengatur hubungan antara bank dan nasabahnya, hubungan

hukum yang terjadi antara bank dan nasabah dapat terwujud dari suatu

perjanjian, baik perjanjian yang berbentuk akta dibawah tangan maupun dalam

bentuk otentik. Dalam hal pelepasan kredit, peran Notaris dengan

kedudukannya yang mandiri dan tidak memihak sangat diperlukan, bank

hendaknya meminta legal opinion dari Notaris terhadap bentuk perjanjian

kredit yang akan ditetapkan oleh bank, sehingga Notaris dapat berperan

sebagai salah satu unsur filterisasi suatu pelepasan kredit.

88
http://notarisgracegiovani.com/index.php/about/2-uncategorised/24-notaris-kedudukan-fungsi-dan-peranannya,
Arif Suhardi ,NOTARIS: Kedudukan, Fungsi dan Peranannya, Diakses pada hari Kamis, tanggal 18 Agustus 2016,
pukul 13.00 WIB
72

B. Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Menghadapi Permasalahan


Hukum Perjanjian Kredit di Dalam Praktek

1. Peran Notaris Dalam Penegakan Prinsip Kehati-hatian

Prinsip kehati-hatian adalah salah satu asas terpenting yang wajib

diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan

usahanya. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) Undang-

Undang No 10 Tahun 1998, bank tanpa alasan apa pun juga wajib menjunjung

tinggi prinsip kehati-hatian tersebut89.

Bank dalam memberikan kredit perlu diawasi secara ketat, mengingat hal

tersebut merupakan perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah

penyimpan dana terhadap segala risiko kerugian yang timbul dari suatu

kebijakan dari kegiatan usaha yang dilakukan bank. Karena dana yang

disalurkan bank berupa kredit merupakan dana masyarakat, baik masyarakat

penyimpan uang atau uang negara. Hal tersebut juga mengingat peranan bank

sangat besar dalam menjaga kestabilan ekonomi secara makro, maka bank

perlu menjaga kesehatannya terutama dalam menyalurkan kredit. Terkadang

godaan sangat besar sekali dalam menyalurkan kredit, yang menyebabkan

membengkaknya kredit macet dalam bank.

Mengapa undang-undang, peraturan-peraturan serta kebijakan-kebijakan

tentang prinsip-prinsip perkreditan di Indonesia sudah sedemikian rupa dibuat

oleh para ahli hukum. Tetapi, dalam kenyataannya masih ada kecenderungan

timbul masalah kredit macet, jaminan bermasalah, meski sudah ada pelatihan

89
http://notarisgracegiovani.com/index.php/about/2-uncategorised/24-notaris-kedudukan-fungsi-dan-peranannya ,
Arif Suhardi, NOTARIS: Kedudukan, Fungsi dan Peranannya, Diakses pada hari Kamis, tanggal 18 Agustus 2016, pukul
13.05 WIB
73

dan kursuskursus. Jawabannya, pegawai bank juga manusia. Di satu sisi

pimpinan menargetkan realisasi kredit kepada masyarakat, yang mengandung

risiko, bahkan sanksi jika target tak tercapai. Di sisi lain, ada bonus bagi

pegawai berprestasi.

Untuk mencegah adanya kredit-kredit bermasalah, sebaiknya perlu

dipikirkan formula apa yang dapat melindungi bank. Selain bank aman, kredit

tercapai sesuai target. Di sinilah perlunya kepiawaian dan kehati-hatian agar

tidak salah dalam menentukan antara pencapaian target dan risiko melanggar

aturan.

Dalam penegakan prinsip kehati-hatian notaris dituntut untuk selalu hati-

hati dalam melaksanakan pekerjaan dari pihak bank. Namun, tugas Notaris

harus didukung oleh bank agar tidak ada kecenderungan bank hanya

memikirkan pencapaian target atau kecenderungan berlindung di cover note

Notaris90. Hal-hal inilah yang perlu disikapi secara cerdas oleh pejabat bank,

sehingga bawahannya tidak bekerja gegabah, dengan ilmu "serudak-seruduk".

Meski Notaris harus meneliti dengan hati-hati, tetapi berlindung kepada

cover note notaris tidak bisa dibenarkan. Dan, seharusnya tidak diperkenankan

intervensi dari pegawai bank yang menangani kredit dalam tugas-tugas

notaris. Jangan sampai notaris harus mengeluarkan cover note segera pada hari

penandatanganan, tanpa diberi kesempatan untuk meneliti kembali data-data

yang diserahkan debitur. Bank tidak boleh hanya menuntut pencapaian target,

90
Cover Note (Surat Pernyataan) notaris merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh para notaris yang berisi suatu
pernyataan atau keterangan notaris yang menyebutkan atau menguraikan bahwa tindakan hukum tertentu para
pihak/penghadap untuk akta-akta tertentu telah dilakukan dihadapan notaris.
74

tanpa mendukung notaris untuk teliti. Bank harus menegakkan prinsip kehati-

hatian, mengingat beberapa bank menggunakan notaris sebagai syarat

mencairkan kredit kepada debitor.

Penegakkan prinsip kehati-hatian dapat dilaksanakan dengan baik dan

benar apabila bank dalam menjalankan usahanya lebih menyadari bahwa dana

yang disalurkan dalam bentuk kredit merupakan dana masyarakat yang

ditanam dalam bentuk tabungan, deposito dan lain-lain. Perbaikan dalam

sistem penilaian pegawai bank dapat membantu mengatasi timbulnya kredit

macet dan kredit bermasalah, pencapaian target tidak berdampak pada

penilaian kinerja pegawai bank. Pegawai bank yang menangani kredit harus

dibekali juga masalah hukum, sehingga tidak ada penekanan terhadap notaris

maupun pihak-pihak yang terkait dalam pemberian kredit91.

Mengkaji tentang penegakan dan pembangunan hukum, persoalannya

tidak terlepas dari beroperasinya 3 (tiga) komponen sistem hukum (legal

system), sebagaimana yang dikatakan Lawrence M. Friedman, yakni struktur,

substansi, dan kultur. Kultur memegang peranan penting dalam penegakan

hukum. Penegakan hukum pada suatu masyarakat sangat tinggi, karena

didukung oleh kultur masyarakat yang patuh pada hukum.

Menjalankan aturan sesuai rel yang ada tidaklah sulit. Walaupun

peraturan dan undang-undang sudah ada, namun jika dalam proses

penegakannya terdapat unsur budaya tergesa-gesa, maka tidak akan efektif.

Hal-hal semacam itu yang menyebabkan masalah kredit menjadi kedodoran.

91
http://notarisgracegiovani.com/index.php/about/2-uncategorised/24-notaris-kedudukan-fungsi-dan-peranannya, Arif
Suhardi, NOTARIS: Kedudukan, Fungsi dan Peranannya, Diakses pada hari Kamis, tanggal 18 Agustus 2016, pukul 13.05
WIB
75

Pelaksana perkreditan di lapangan kerap risau, bahkan putus asa terhadap

pencapaian target, sehingga cenderung membangun budaya tergesa-gesa.

Kedudukan Notaris sendiri dapat mengalami potensi konflik dengan

bank, apabila dalam menjalankan jabatannya tidak menuruti kemauan pihak

bank yang menangani kredit. Notaris harus berani memutuskan "take it or

leave it". Peran Notaris harus patuh pada peraturan jabatan notaris, bekerja

selalu dalam koridor hukum. Tidak diperkenankan adanya prinsip keuntungan

semata-mata.

Namun demikian, perlu ada kesepakatan antara notaris bank agar ada

keseragaman dalam melayani bank. Seragam standar tarif, seragam

persyaratan akad kredit, seragam visi dan misi menangani akad kredit,

seragam menegakkan aturan.

2. Prinsip Kehati-Hatian Menghadapi Permasalahan Hukum Dalam


Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit atau disebut juga “PK” dibuat dan ditandatangani oleh

kreditur yang memberikan fasilitas kredit dan debitur yang menerima fasilitas

kredit Dalam praktek sebelum perjanjian kredit ditandatangani, bank

menerima surat permohonan dari (calon) debitur yang apabila disetujui oleh

bank maka bank akan menerbitkan Surat Persetujuan Pemberian Kredit

(SPPK) atau disebut juga Offering Letter atau Term Sheet.

Surat Persetujuan Pemberian Kredit yang diberikan kepada (calon)

debitur memuat syarat/ketentuan yang diminta bank berupa syarat komersial

maupun syarat yuridis. Setelah disetujui oleh calon debitur dengan

menandatangani Surat Persetujuan Pemberian Kredit, maka Surat Persetujuan


76

Pemberian Kredit akan diserahkan kepada Notaris untuk mempersiapkan

Perjanjian Kredit-nya92.

Notaris dalam mempersiapkan perjanjian kredit akan mengacu pada surat

persetujuan pemberian kredit yang harus diakui, kadang-kadang hanya

mengatur hal-hal pokok saja, sedangkan ketentuan lain yang belum diatur

harus dipikirkan sendiri oleh notaris. Tidak jarang terjadi, ketentuan dalam

surat persetujuan pemberian kredit harus dimintakan klarifikasi kepada

kreditur dan debitur.

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Notaris dalam membuat akta

perjanjian kredit perbankan serta beberapa permasalahan hukum dalam

praktek pada perjanjian kredit93 :

a. Komparisi

Kreditur atau Debitur adalah suatu Perseroan Terbatas.

(1) Bila kreditur dan debitur adalah suatu perseroan terbatas, notaris harus

melihat anggaran dasar berikut perubahan-perubahannya (bila ada),

termasuk SK Pengesahan, SK persetujuan dari Menteri Hukum dan

HAM RI dan juga Akta terakhir tentang pengangkatan Direksi dan

Komisaris. Walaupun Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang

Perseroan Terbatas yang berlaku tanggal 16 Agustus 2007, dalam

praktek masih terdapat anggaran dasar perseroan terbatas yang sudah

disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 memuat

ketentuan yang bertentangan dengan Undang-Undang tersebut, sebagai


92
Hasil Wawancara dengan AL KAF, Manager Legal Bank Tabungan Negara (BTN) Kota Batam, Pada Hari Jumat,
Tanggal 22 Juli 2016, Pukul 09.10 WIB
93
Imas Fatimah, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Praktek Berkenaan Dengan Perjanjian Kredit, Dokumentasi
Notaris/PPAT Herman Adriansyah
77

contoh tentang kewenangan Direksi untuk meminjam uang yang

dibatasi dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari sekurang-

kurangnya seorang anggota Komisaris. Pasal 108 ayat 4 Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa anggota Dewan

Komisaris merupakan Majelis dan setiap anggota Komisaris tidak

dapat bertindak sendiri-sendiri melainkan berdasarkan keputusan

Dewan Komisaris. Oleh karenanya notaris yang membuat perjanjian

kredit tersebut tetap harus meminta persetujuan tertulis terlebih dahulu

dari seluruh anggota Dewan Komisaris dan tidak cukup bila

persetujuan diberikan oleh hanya seorang Komisaris, seperti ditetapkan

dalam Anggaran Dasar tersebut94.

(2) Surat Kuasa dari Direksi Bank yang dibuat dibawah tangan.

Bank minta agar kuasa tersebut tidak dilekatkan pada minuta akta

mengingat kuasa akan terus menerus dipergunakan oleh bank tersebut.

Yang harus dilakukan oleh notaris adalah meminta agar bank tersebut

membuat surat kuasa secara notarial agar dapat dipergunakan berulang

kali karena apabila kuasa dibuat dibawah tangan maka konsekuensinya

kuasa tersebut harus dilekatkan pada minuta.

(3) Efektifnya Pengangkatan Direksi dan Komisaris.

Masih ada bank yang menganggap bahwa Direksi dan Dewan

Komisaris baru efektif pengangkatannya bila telah ada tanda terima

pemberitahuan yang dikeluarkan oleh Menhunkam RI, hal ini tidak

benar karena pengangkatan Direksi dan Komisaris perseroan terbatas


94
ibid
78

berlaku sejak tanggal yang ditetapkan oleh RUPS yang

mengangkatnya dan bila RUPS tidak menyebutkan tanggal

pengangkatan maka Direksi dan Komisaris diangkat sejak RUPS itu

terjadi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

pengangkatan dan pemberhentian Direksi wajib diberitahukan dalam

waktu 30 hari setelah RUPS, namun pemberitahuan bukanlah

merupakan syarat efektifnya pengangkatan dari seorang Direksi atau

komisaris95.

(4) Agen Jaminan Yang Ditunjuk oleh para Kreditur Sindikasi.

Pada kredit sindikasi dikenal adanya istilah agen fasilitas dan agen

jaminan, agen jaminan berfungsi untuk melakukan perbuatan hukum

sehubungan dengan barang jaminan antara lain melakukan

administrasi, menandatangani dokumen jaminan, menyimpan

dokumen jaminan dan melakukan eksekusi atas jaminan. Agen

jaminan pada saat menandatangani dokumen jaminan akan bertindak

berdasarkan kuasa dari para kreditur peserta sindikasi. Dalam praktek

ada bank yang tidak menghendaki disebutkannya nama dari para

kreditur sindikasi didalam komparisi sehingga didalam sertifikat

fidusia atau dalam sertifikat hak tanggungan hanya akan tercantum

nama agen jaminan. Permintaan bank tersebut didasarkan kepada

alasan bahwa para kreditur sindikasi dari waktu ke waktu dapat

mengalihkan piutangnya kepada para kreditur lain, sehingga bila

menyebut nama-nama kreditur sindikasi pada sertifikat hak


95
ibid
79

tanggungan, hal tersebut akan menyulitkan karena harus selalu

dilakukan perubahan nama-nama kreditur dan menimbulkan biaya.

Beberapa pendapat menyatakan tidak dicantumkannya nama-nama

para kreditur dalam komparisi masih dapat diterima, mengingat fungsi

agen jaminan jelas mewakili para kreditur sebagaimana ditetapkan

dalam akta perjanjian kredit sindikasi maupun dalam akta pembagian

hasil jaminan. Namun, untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan

yang tidak diharapkan, tetap dianjurkan dalam komparisi agar

menyebutkan agen jaminan bertindak untuk dan atas nama para

kreditur (dengan menyebutkan nama-nama para kreditur).

b. Jumlah Fasilitas

Jumlah Fasilitas dapat diberikan dalam mata uang rupiah maupun mata

uang lain. Dalam hal fasilitas kredit diberikan dalam 2 (dua) mata uang

yang berbeda, yang harus diperhatikan :

Bunga dalam fasilitas rupiah dalam ditetapkan fix 12 % pertahun atau

floating. Yang dimaksud floating adalah bunga mengambang yang ratenya

mengikuti kondisi pasar dan tergantung dari bank yang bersangkutan

apakah mereka berpatokan pada SBI 1 bulanan atau time deposit 1 bulanan

(sebagai base rate dari bank) + ….%, sehingga apabila baserate tersebut

mengalami kenaikan atau penurunan, bunga yang dibebankan kepada

debitur juga akan mengalami kenaikan atau penurunan; Bunga dalam

fasilitas USD ditetapkan fix 6 % per tahun atau bunga adalah Libor/Sibor

+...%. Berarti bunga yang berlaku untuk Libor/Sibor yang berlaku 1 bulan
80

atau 3 bulan misalnya bunga Libor/Sibor 4 % + sprite bank 3 % maka

bunga diberlakukan adalah 7 %; Untuk fasilitas USD juga harus

ditambahkan ketentuan hak Bank untuk apabila terjadi penurunan kurs nilai

rupiah sampai batas tertentu, misalnya Rp. 14.000.-per USD, untuk

mengkonversi fasilitas tersebut dalam rupiah.

c. Aset Yang Diambil Alih (AYDA)

Salah satu akibat dari tidak dilunasinya kredit oleh debitur kepada bank,

bank dapat melakukan pengambilalihan asset yang dijaminkan atau

melakukan eksekusi. Berdasarkan undang-undang perbankan bank dapat

melakukan pengambilalihan asset untuk sementara (1 tahun dan maksimum

sampai dengan 5 tahun) dan untuk selanjutnya harus dijual kepada pihak

ketiga dan bukan untuk dimiliki. Akta yang dibuat adalah perjanjian

pengikatan jual beli atas asset yang diambil alih dari debitur (karena

pengambilalihan hanya bersifat sementara). Ketika bank telah memperoleh

pembeli (investor) Pejabat Pembuat Akta Tanah dapat membuat akta jual

beli berdasarkan kuasa yang diberikan debitur kepada bank, permasalahan

timbul karena ada kemungkinan badan pertanahan nasional tidak bersedia

untuk melakukan balik nama kepada pembeli (investor) karena berpendapat

bahwa jual beli hanya dimungkinkan terhadap bank dan bukan kepada

pihak ketiga. Sebagai Notaris wajib untuk menjelaskan kepada badan

pertanahan nasional tentang adanya peraturan menganai asset yang diambil


81

alih (AYDA) hanyalah bersifat sementara dan bank tidak diperkenankan

untuk membeli secara tetap96.

d. Positive Covenant (Hal-Hal Yang Wajib Dilakukan) Dan Negative

Covenant (Hal-Hal Yang Dilarang)

Dalam praktek tidak tertutup kemungkinan setelah dilakukan negosiasi

antara kreditur dan debitur, ketentuan-ketentuan yang semula ditetapkan

dalam hal-hal yang dilarang berubah dan masuk menjadi ketentuan-

ketentuan yang wajib dilakukan (ketentuan negative covenant berubah

menjadi positive covenant).

e. Club Deal

Club Deal terjadi dalam hal 2 (dua) bank membiayai proyek yang sama

kepada satu debitur, Perjanjian kredit ditandatangani dengan syarat-syarat

yang ditentukan oleh masing-masing bank dan Proyek yang dibiayai

menjadi jaminan hutang dari kedua bank tersebut.

Akta yang harus dibuat adalah Perjanjian kredit dari masing-masing bank,

Surat Kuasa Membebankan Hak Tangungan97 (yang nantinya akan

ditindaklanjuti dengan hak tanggungan bila jaminan adalah berupa barang

tidak bergerak, jaminan diberikan untuk menjamin hutang A dan hutang B)

dan Akta perjanjian pembagian hasil jaminan yang pada pokoknya

96
Imas Fatimah, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Praktek Berkenaan Dengan Perjanjian Kredit, Dokumentasi
Notaris/PPAT Herman Adriansyah
97
Surat Kuasa Untuk Memberikan Hak Tanggungan (SKMHT) adalah Surat atau Akta yang berisikan pemberian
kuasa yang diberikan oleh Pemberi Agunan/Pemilik Tanah (Pemberi Kuasa) kepada Pihak Penerima Kuasa untuk mewakili
Pemberi Kuasa guna melakukan pemberian Hak Tanggungan kepada Kreditor atas tanah milik Pemberi Kuasa.
82

mengatur bahwa apabila terjadi kejadian kelalaian maka hasil eksekusi

jaminan akan dibagikan kepada bank A dan bank B secara paripassu.

Dalam perjanjian kredit bank A harus dimuat : Barang jaminan adalah

untuk menjamin hutang debitur kepada bank A maupun kepada bank B

(Cross Corateral); Kelalaian adalah antara lain bila debitur lalai melakukan

kewajibannya kepada bank A dan bank B (Cross Default)

Dalam perjanjian kredit bank B harus dimuat : Barang jaminan adalah

untuk menjamin hutang debitur kepada bank B maupun kepada bank A

(Cross Corateral); Kelalaian adalah antara lain bila debitur lalai melakukan

kewajibannya kepada bank B dan bank A (Cross Default)

Dalam hal bank A telah memberikan fasilitas kredit kepada debitur lebih

awal dari bank B, dan bank A telah menandatangani perjanjian kredit serta

manandatangani hak tanggungan atas jaminan yang diberikan kreditur,

maka bank B yang memberikan fasilitas kredit berikutnya kepada debitur

harus menyiapkan akta-akta sebagai berikut :

Perjanjian kredit antara bank B dan debitur yang memuat antara lain

memuat ketentuan cross collateral dan cross default; Surat Kuasa

Membebankan Hak Tanggungan atas jaminan yang diberikan debitur baik

untuk menjamin hutang kepada bank A maupun bank B (dimana

sebelumnya hak tanggungan yang menjadi jaminan kepada bank A

dimintakan roya kepada Badan Pertanahan Nasional) ;Perjanjian pembagian

hasil jaminan

f. Kedudukan Hukum (Domisili)


83

Domisili98 hukum ditetapkan oleh para pihak ditempat pada kantor panitera

pengadilan negeri yang wewenangnya meliputi wilayah tempat kantor bank

yang memberi kredit. Namun demikian untuk memenuhi keperluan bank

dikemudian hari dalam mengajukan gugatan di pengadilan lain dan untuk

dapat mengakomodasi adanya beberapa jaminan yang diberikan oleh

debitur kepada bank dilokasi yang berbeda-beda, maka perlu ditambahkan

ketentuan mengenai ditetapkannya domisili pada kantor pengadilan lain. Di

dalam perjanjian kredit misalnya dapat dicantumkan: Mengenai perjanjian

kredit ini dan segala akibatnya para pihak memilih tempat kedudukan

hukum (domisili) yang tetap dan secara hukum pada kantor pengadilan

negeri yang wewenangnya meliputi wilayah tempat kantor bank yang

memberi kredit yaitu kantor pengadilan Jakarta Selatan. Dengan tidak

mengurangi ketentuan peraturan yang berlaku, bank berhak untuk

mengajukan tuntutan hokum terhadap debitur melalui pengadilan negeri

lainnya yang berwenang di dalam wilayah republik Indonesia.

g. Negatif Pledge99

Debitur A telah mendapat fasilitas kredit dari bank X, dimana dalam

perjanjian kredit disepakati oleh bank dan debitur A bahwa kredit yang

diberikan tidak dijamin dengan jaminan tertentu secara khusus, misalnya

tidak dijamin dengan jaminan Fidusia, Gadai ataupun hak tanggungan.

98
Domisili atau tempat kediaman itu adalah “tempat di mana seseorang dianggap hadir mengenai hal melakukan hak-
haknya dan memenuhi kewajibannya juga meskipun kenyataannya dia tidak di situ

99
Negatif Peldge adalah (janji pembatasan) dalam hukum perusahaan berarti janji sebuah perusahaan untuk tidak
melakukan penjaminan ulang yang hanya akan menguntungkan kreditor lain.
84

Negatif pledge tidak berarti debitur dianggap tidak memberikan jaminan

akan tetapi debitur tetap memberikan jaminan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi:” Segala

kebendaan siberhutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak baik

yang sudah ada maupun yang baru yang ada dikemudian hari, menjadi

tanggungan untuk segala pengikatan”.

Di dalam pasal mengenai agunan ditambahkan hal-hal sebagai berikut:

Fasilitas kredit ini tidak dijamin dengan agunan berupa benda, pendapatan

atau aktiva lain dari debitur dalam bentuk apapun serta tidak dijamin oleh

pihak lain manapun; Seluruh kekayaan debitur, baik barang bergerak

maupun tidak bergerak baik yang telah ada maupun yang akan ada

dikemudian hari menjadi jaminan atas semua hutang debitur kepada semua

kreditur yang tidak dijamin secara khusus atau tanpa hak preference 100;

Sehubungan dengan ayat 1 pasal ini, para pihak setuju untuk

memberlakukan pasal 1131 dan pasal 1132 KUHPerdata. Pada pasal

mengenai pernyataan dan jaminan ditambahkan hal-hal sebagai berikut:

Debitur menyatakan tidak akan membuat atau memberikan dengan hak-

hak jaminan dalam bentuk apapun, terhadap seluruh atau sebagian dari asset

milik debitur, baik yang sekarang ada maupun yang akan ada dikemudian

hari, kepada kreditur lain untuk menjamin hutang yang telah ada maupun

yang akan ada dikemudian hari, kecuali agunan yang telah ada dan telah

disetujui sebelum perjanjian kredit ini.

100
hak preferensi adalah hak istimewa bagi penagih (orang yang berpiutang);
85

Debitur menyatakan bahwa seluruh kreditur mempunyai hak yang sama

terhadap kekayaan debitur (equal treatment), dengan tidak ada satupun yang

diistimewakan atau didahulukan dari yang lainnya, kecuali agunan yang

telah ada sebelum perjanjian kredit ini.

h. Channeling

Channeling adalah merupakan fasilitas kredit yang biasa diberikan oleh bank

kepada perusahaan finance misalnya untuk pembiayaan pemilikan

kendaraan bermotor.

Bank dan perusahaan finance tersebut akan membuat perjanjian kerjasama

dimana bank akan memberikan pinjaman kepada perusahaan finance dalam

suatu jumlah tertentu yang akan digunakan oleh perusahaan finance untuk

membiayai pembiayaan kepada debiturnya (un-user).

Perusahaan finance bertindak sebagai fasilisator dan servicing agent yang

mempunyai tugas Melakukan pemasaran dan memberikan rekomendasi

calon debitur (unuser) kepada bank, Memeriksa kelengkapan dokumen

kredit, Membantu bank dalam penyelesaian kredit seperti melakukan

penagihan dan eksekusi barang jaminan dengan cara antara lain menjual

barang jaminan untuk selanjutnya dipertanggungjawabkan kepada bank,

Perjanjian kredit antara un-user dapat ditandatangani oleh bank dan unuser

atau oleh perusahaan finance selaku kuasa dari bank dengan un-user. Akta

yang dibuat adalah Perjanjian kerjasama antara bank dan perusahaan finance

dan Perjanjian kredit antara bank atau perusahaan finance yang bertindak

selaku kuasa dari bank dengan un-user.


86

i. Jual Beli Piutang (Asset Purchase)

Asset purchase merupakan fisilitas kredit yang diberikan oleh bank kepada

(antara lain perusahaan finance), dengan cara perusahaan finance

mengalihkan piutang-piutang nasabahnya (un-user) kepada bank, Fasilitas

yang diberikan kepada perusahaan finance.

Akta yang dibuat adalah Perjanjian jual beli piutang antara bank dan multi

finance, Akta cessie (pengalihan tagihan) yang akan dilakukan pada saat

pengalihan piutang-piutang nasabah (un-user) kepada bank, piutang beralih

menjadi milik bank pada saat penandatangan cessie,.

Akta perjanjian pengelolaan piutang yang memuat ketentuan-ketentuan

antara lain Perusahaan finance ditunjuk oleh bank untuk mengelola dan

menatausahaan piutang yang diambil alih oleh bank, Perusahaan finance

dalam mengelola piutang berkewajiban Menerima, mengelola dan

melakukan tagihan baik angsuran,bunga dan biaya-biaya. Memberi somasi

pada setiap un-user bila un-user lalai membayar angsuran serta Melakukan

penarikan barang jaminan termasuk melaksanakan eksekusi barang

jaminan101.

j. Sindikasi

Sindikasi adalah merupakan fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur

oleh 2 atau lebih kreditur secara bersama-sama dalam satu perjanjian kredit

yang disebut perjanjian kredit sindikasi. Akta-akta yang dibuat dalam

101
ahmadvai.blogspot.com/2014/04/pengertian-dan-perbedaan-akta-otentik.html, Ahmadvai, pengertian-dan-
perbedaan-akta-otentik, Diakses pada hari Jumat, tanggal 18 Agustus 2016, pukul 14.15 WIB.
87

perjanjian sindikasi adalah Perjanjian kredit sindikasi, Akta-akta yang

berkaitan dengan jaminan, Perjanjian pembagian bagi hasil jaminan.

BAB IV
KENDALA/HAMBATAN SERTA SOLUSI MENGENAI
PERANAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA
PERJANJIAN KREDIT DI BANK TABUNGAN NEGARA
KOTA BATAM
A. Perjanjian Baku Dalam Perjanjian Kredit Perbankan

Perjanjian menjadi instrument untuk mengakomodir atau

mempertemukan kepentingan yang berbeda antara 2 (dua) pihak atau lebih.

Melalui perjanjian, perbedaan tersebut diakomodasi dan selanjutnya dibingkai

dengan perangkat hukum sehingga mengikat para pihak. Dalam kontrak bisnis

pertanyaan mengenai sisi kepastian dan keadilan justru akan tercapai apabila

perbedaan yang ada di antara para pihak terakomodasi melalui mekanisme

hubungan kontraktual yang bekerja secara proposional102.

Asas kebebasan berkontrak yang merupakan ruh dan nafas sebuah

kontrak atau perjanjian, secara implisit memberikan panduan bahwa dalam

berkontrak pihak-pihak diasumsikan mempunyai kedudukan yang seimbang.

Dengan demikian, diharapkan akan muncul perjanjian atau kontrak yang adil

dan seimbang pula bagi para pihak. Dalam perjanjian bisnis pertanyaan

mengenai sisi kepastian dan keadilan justru akan tercapai apabila perbedaan

102
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian : Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta, 2013, hal 1
88

yang ada di antara para pihak terakomodasi melalui mekanisme hubungan

kontraktual yang bekerja secara proposional.

Perjanjian baku adalah suatu perjanjian dengan isi dan susunannya sudah

baku. Perjanjian baku seringkali digunakan oleh perusahaan dengan tujuan

agar perjanjian dapat dilakukan secara cepat dan praktis 103. Dalam perjanjian

baku dikenal prinsip take it or leave it, artinya apabila konsumen atau debitur

setuju dengan persyaratan atau klausul-klausul perjanjian yang dibuat oleh

produsen atau kreditur maka perjanjian tersebut sah, sebaliknya apabila

debitur atau konsumen tidak menyetujui maka perjanjian tidak terjadi.

Penggunaan perjanjian baku dibatasi dan terdapat sejumlah larangan

terhadap pencantuman klausul baku seperti yang disebutkan dalam Pasal 18

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Pembatasan penggunaan terhadap perjanjian baku dimaksudkan untuk

mewujudkan asas proposionalitas.

Perjanjian baku yang dimaksud dalam penulisan karya ilmiah ini adalah

perjanjian kredit. Timbulnya hubungan hukum berdasarkan perjanjian kredit

tersebut, tanpa disadari oleh debitur hak-haknya sering diabaikan oleh pihak

bank. Pada umumnya debitur hanya dapat menerima saja apa keinginan dari

pihak bank. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, sering terdapat klausula baku pada suatu

perjanjian kredit bank

Dengan cara mencantumkan syarat sepihak dimana klausula ini

menyatakan bahwa bank sewaktu-waktu diperkenankan untuk merubah


103
Gatot Supramono, Perjanjian Utang-Piutang, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013, hal 19
89

(menaikkan/menurunkan) suku bunga pinjaman (kredit) yang diterima oleh

debitur, tanpa pemberitahuan atau persetujuan dari debitur terlebih dahulu atau

dengan kata lain ada kesepakatan bahwa debitur setuju terhadap segala

keputusan sepihak yang diambil oleh bank untuk merubah suku bunga kredit,

yang telah diterima oleh debitur pada masa/ jangka waktu perjanjian kredit

berlangsung.

Namun demikian, perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh pihak yang lebih

kuat tersebut tidak seimbang atau berat sebelah yang memberatkan pihak yang

lemah. Dalam ilmu hukum, keadaan tersebut dinamakan misbruik van

omstandigheden (penyalahgunaan kesempatan atau penyalahgunaan keadaan).

Penyalahgunaan keadaan menyangkut keadaan yang berperan pada

terjadinya kontrak, yakni menikmati keadaan orang lain tidak menyebabkan

isi atau maksud kontrak menjadi tidak dibolehkan, tetapi menyebabkan

kehendak yang disalahgunakan menjadi tidak bebas104. Penyalahgunaan

keadaan ini sangat relevan dengan persengketaan transaksi konsumen.

Keunggulan ekonomis dan psikologis dari produsen atau kreditur sering

sangat dominan sehingga mempengaruhi konsumen atau debitur untuk

memutuskan kehendaknya secara rasional.

Penyalahgunaan keadaan timbul karena adanya ketidakseimbangan para

pihak dalam suatu perjanjian yang menimbulkan tidak bebasnya salah satu

pihak, yaitu pihak yang lemah, untuk mengutarakan kehendaknya dalam suatu

perjanjian, khususnya perjanjian baku.

104
Muhammad Arifin, Penyalahgunaan Sebagai Faktor Pembatas Kebebasab Berkontrak, Jurnal Ilmu Hukum, Vol
14, No. 2 September 2011, hal 276
90

Upaya-upaya untuk menjamin adanya perlindungan hukum dan kepastian

hukum serta menghindari adanya benturan kepentingan sebagai akibat

tindakan pemakaian jasa layanan perbankan khususnya dalam bidang layanan

perkreditan perbankan yang melaksanakan fungsi ekonomi melalui

tindakannya yang diduga merupakan pernyalahgunaan keadaan dan bisa

membawa akibat kerugian bagi Konsumen sebelumnya dapat dijumpai dalam

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dan Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun

1999 jo Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2000 jo Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang serta perundang-undangan lainnya

yang berkaitan dengan kegiatan perbankan.

Selain beberapa perundang-undangan yang telah disebutkan di atas,

masalah perlindungan konsumen pada umumnya dan penyelesaian sengketa

yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha, Pemerintah Republik

Indonesia mewujudkan dalam Undang-Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen dan beberapa peraturan perundang-

undangan yang materinya melindungi konsumen

Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausula-

klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya (dalam transaksi perbankan

adalah bank yang bersangkutan) dan pihak lain (dalam transaksi perbankan
91

adalah nasabah dari bank tersebut) pada dasarnya tidak mempunyai peluang

untuk merundingkan atau meminta perubahan105.

Perjanjian baku dapat dirumuskan dalam pengertian bahwa perjanjian

baku merupakan perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam

bentuk formulir. Perjanjian baku terkadang tidak memperhatikan isinya, tetapi

hanya menekankan pada bagian pentingnya dengan janji-janji atau klausula

yang harus dipenuhi oleh para pihak yang menggunakan perjanjian baku dan

seringkali bunyinya sangat umum dan digeneralisasi. Perjanjian baku biasanya

digunakan dalam jumlah besar dan untuk transaksi yang ditentukan oleh salah

satu pihak dan persyaratan-persyaratan yang tertuang dalam perjanjian baku

tersebut harus diterima oleh pihak lain secara keseluruhan tanpa adanya

negosiasi diantara para pihak106.

Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit merupakan perjanjian baku atau

perjanjian standar, karena dalam praktik perbankan, setiap bank telah

menyediakan blanko atau formulir perjanjian kredit yang isinya telah

dipersiapkan terlebih dahulu107. Formulir tersebut diberikan kepada setiap

calon nasabah yang akan mengajukan permohonan fasilitas kredit. Calon

nasabah hanya diminta Pendapatnya apakah dapat menerima syarat-syarat

yang tersebut dalam formulir yang diberikan atau tidak.

Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang

ditentukan oleh bank, maka debitur berkewajiban untuk menandatangani

105
Sutan Remi Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam
Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2009, hal 74.
106
ibid
107
Hasil Wawancara dengan DIAN ARIANTO, Notaris/PPAT di Kota Batam, Pada Hari Jumat, Tanggal 01 Juli
2016, Pukul 15.00 WIB
92

perjanjian kredit tersebut, akan tetapi jika debitur menolak maka ia tidak perlu

menandatangani perjanjian kredit tersebut108.

Menurut Thomas Suyatno, dalam bukunya berjudul “Dasar-Dasar

Perkreditan”, mengatakan bahwa jaminan kredit bank berfungsi adalah untuk

menjamin pelunasan utang debitur cidera janji, pailit. Jaminan kredit bank

akan memberikan jaminan kepastian hukum kepada perbankan bahwa

kreditnya akan tetap/kembali dengan cara eksekusi mengeksekusi jaminan

kredit perbankannya109.

Perjanjian kredit tidak mempunyai suatu bentuk tertentu karena tidak

ditentukan oleh undang-undang. Hal ini menyebabkan perjanjian kredit antara

bank yang satu dengan lainnya tidak sama, karena disesuaikan dengan

kebutuhan masing-masing bank. Akan tetapi pada umumnya perjanjian kredit

bank dibuat dalam bentuk tertulis baik secara notariil maupun di bawah

tangan.Penyendirian atau penyediaan secara khusus itu diperuntukkan bagi

keuntungan seorang kreditur tertentu yang telah memintanya, karena bila tidak

ada penyendirian atau penyediaan khusus itu, bagian dari kekayaan tadi,

seperti halnya dengan seluruh kekayaan si debitur dijadikan jaminan untuk

pembayaran atau kedudukan istimewa terhadap kreditur lainnya110.

Suatu perjanjian yang dibuat dengan akta Notaris, jika dibuat oleh notaris

dengan klausula-klausula yang hanya mengambil alih saja klausula-klausula

yang telah dibakukan oleh salah satu pihak, sedangkan pihak yang lain tidak

108
Hasil Wawancara dengan AL KAF, Manager Legal Bank Tabungan Negara (BTN) Kota Batam, Pada Hari Jumat,
Tanggal 22 Juli 2016, Pukul 09.10 WIB
109
Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995, hal. 88
110
Gunawan Widjaja, dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 81.
93

mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan atas

klausula-klausula itu, maka perjanjian yang dibuat dengan akta notaris itu

adalah juga perjanjian baku.

Kontrak baku sangat banyak dipraktekkan dewasa ini, seperti apa yang

diperaktekkan oleh pihak bank rakyat Indonesia.maka tidak ada sama sekali

peluang yang dimiliki oleh nasabah peminjam untuk menegosiasikan isi

perjanjian kredit karna kontrak tersebut sudah tercetak dalam bentuk formulir

formulir, dan bilamana terjadi suatu kontrak para pihak hanya mengisi data

data informatif tertentu saja tampa ada perubahan daripada klausul klausulnya.

Dengan demikian oleh hukum diragukan apakah benar ada elemen kata“

sepakat” yang merupakan syarat sahnya suatu kontrak. karena itupula untuk

membatalkan kontrak baku tidaklah cukup hanya ditunjukan bahwa kontrak

tersebut adalah kontrak baku sebab kontrak baku an sich adalah netral untuk

dapat membatalkannya yang perlu ditonjolkan adalah elemen apakah dengan

kontrak baku tersebut telah terjadi penggerogotan terhadap posisi tawar

menawar sehingga eksistensi unsur kata sepakat diantara para pihak

sebenarnya tidak terpenuhi karena itu syarat syarat sahnya suatu kontrak mesti

ditinjau sehubungan dengan adanya kontrak baku ini antara lain adalah 111

syarat kuasa yang halal terutama misalnya jika ada unsur penyalahgunaan

keadaan, syarat kuasa yang halal terutama jika ada unsur pengaruh yang tidak

pantas, syarat kesepakatan kehendak terutama jika ada keterpaksaan atau

ketidakjelasan bagi salah satu pihak.

111
Munir Fuadi, Hukum Kontrak dalam sudut pandang bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal.76
94

Sebenarnya kontrak baku ini sendiri tidak begitu menjadi persoalan

secara hukum mengingat kontrak baku sudah merupakan kebutuhan sehari-

hari bukankah kebiasaan juga sudah menjadi sumber hukum,yang menjadi

persoalan adalah apabila kontrak baku tersebut mengandung unsur-unsur yang

tidak adil, atau kontrak tersebut mengandung klausula eksenorasi sebagaimana

terdapat pada ketentuan pasal 18 undang undang perlindungan

konsumen,sehingga apabila yang demikian dibenarkan oleh hukum akan

sangat menyentuh rasa ketidakadilan dalam masyrakat112.

Dalam praktek klausula klausula yang berat sebelah dalam kontrak baku

tersebut biasanya mempuyai wujud sebagai berikut ; Dicetak dengan hurup

kecil, Bahasa yang tidak jelas artinya, Tulisan yang kurang jelas dan susah

dibaca, kalimat yang kompleks, istilah yang digunakan oleh pakar hukum

tentang klausula eksenorasi adalah klausula yang digunakan dengan tujuan

yang pada dasarnya untuk membebaskan atau membatasi tanggungjawab salah

satu pihak terhadap gugatan pihak lain.

Dalam hal yang bersangkutan tidak dengan semestinya melaksanakan

kewajibanya yang ditentukan oleh perjanjian tersebut R.H.J. ENGLELS

menyebutkan ada 3 faktor dari perjanjian dengan klausula eksenorasi yaitu

sebagai berikut :

Tanggung jawab untuk akibat akibat hukum karena kurang baik dalam

melaksanakan kewajiban kewajiban perjanjian; Kewajiban kewajiban sendiri

yang biasanya dibebankan kepada pihak untuk mana syarat dibuat,dibatasi

atau dihapuskan (perjanjian keadaan darurat); Kewajiban-kewajiban


112
ibid
95

diciptakan (syarat-syarat pembebasan) oleh salah satu pihak dibebankan

dengan memikulkan tanggungjawab yang lain yang mungkin ada untuk

kerugian yang di derita pihak ketiga.

Perjanjian eksenorasi yang membebaskan tanggung jawab seseorang pada

akibat akibat hukum yang terjadi karena kurangnya pelaksanaan kewajiban

kewajiban yang diharuskan oleh perundang undangan antara lain tentang

masalah ganti rugi dalam hal perbuatan ingkar janji,ganti rugi tidak dijalankan

apabila persyaratan eksenorasi mencantumkan hal hal itu dalam ketentuan,

larangan penggunaan kontrak standart dikaitkan dengan dua hal yaitu isi dan

bentuk penulisannya,dari segi isinya dilarang menggunakan kontrak standar

yang memuat klausula klausula yang tidak adil, sedangkan dari segi bentuk

penulisannya harus ditulis dengan sederhana,jelas,dan terang sehingga dapat dibaca

dan dimengerti dengan baik oleh konsumen ataupun debitur.

Menurut sutan remy sjahdeni ada tiga ciri yang membedakan perjanjian

kredit dengan perjanjian pinjam uang yaitu113 Sifatnya konsensuil,yang

membedakan perjanjian kredit bank dengan perjanjian peminjaman uang yang

bersifat riil, Bahwa kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah debitur

tidak dapat digunakan secara leluasa untuk tujuan yang tidak tertentu oleh

nasabah debitur seperti yang dapat digunakan oleh nasabah peminjam uang

pada peminjaman uang yang biasa, mengenai syarat penggunaanya kredit

bank hanya dapat digunakan menurut cara tertentu yaitu dengan cara

113
Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi para Pihak dalam Perjanjian
Kredir di Bank, Jakarta, 1993, hal 63
96

mengunakan cek atau perintah pemindahbukuan (lasimnya dengan

menerbitkan bilyet giro)

Dalam hal penggolongan kredit dapat digolongkan pada beberapa

kategori ialah114 : Penggolongan berdasarkan jangka waktu; Penggolongan

berdasarkan dokumentasi yaitu suatu kredit dengan perjanjian tertulis;

Penggolongan kredit berdasarkan bidang ekonomi; Penggolongan kredit

berdasarkan tujuan penggunaan; Penggolongan kredit berdasarkan obyek yang

ditransfer; Penggolongan kredit berdasarkan Negara asal kreditor;

Penggolongan kredit berdasarkan jumlah krediturnya.

Kontrak baku memiliki kelebihan yaitu adanya sifat efisien sehingga

dapat membuat praktek bisnis lebih sederhana, dan dapat ditandatangani

seketika oleh para pihak. Akan tetapi kontrak baku memiliki kelemahan yaitu

kurangnya kesempatan bagi pihak lawan untuk menegosiasi atau mengubah

klausula-klausula dalam kontrak yang bersangkutan sehingga sangat

berpotensi untuk menjadi klausula yang berat sebelah. Faktor penyebab

sehingga seringkali kontrak baku menjadi sangat berat sebelah adalah sebagai

berikut :115

Kurang adanya atau bahkan tidak adanya kesempatan bagi salah satu

pihak untuk melakukan tawar menawar, sehingga pihak yang kepadanya

disodorkan kontrak tidak banyak kesempatan untuk mengetahui isi kontrak

tersebut, apalagi kontrak yang ditulis dengan huruf yang sangat kecil.

114
Santosa Sembiring, Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal 68
115
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Buku Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2002, hal 76.
97

Pihak penyedia dokumen biasanya memiliki cukup banyak waktu untuk

memikirkan tentang klausula-klausula dalam dokumen tersebut, bahkan

mungkin telah berkonsultasi dengan para ahli; Pihak yang kepadanya

disodorkan kontrak baku menempati kedudukan yang sangat tertekan,

sehingga hanya dapat bersikap take it or leave it.

Dalam praktek, klausula yang berat sebelah dalam kontrak baku tersebut

biasanya mempunyai bentuk dicetak dengan huruf kecil, bahasa yang tidak

jelas artinya, tulisan yang kurang jelas dan susah dibaca, kalimat yang

kompleks, kalimat ditempatkan pada tempat-tempat yang kemungkinan besar

tidak dibacakan oleh salah satu pihak.

Perjanjian baku yang banyak terdapat di masyarakat dapat dibedakan

dalam 3 (tiga) jenis yaitu :116 Perjanjian baku sepihak, yaitu perjanjian yang

isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian

tersebut. Pihak yang kuat adalah pihak kreditur yang umumnya mempunyai

posisi kuat dibandingkan dengan pihak debitur; Perjanjian baku yang

ditetapkan oleh pemerintah, yaitu perjanjian baku yang mempunyai obyek

hak-hak atas tanah; Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan Notaris

mencakup perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah

disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang

meminta bantuan notaris yang bersangkutan.

Mariam Darus Badrulzaman menambahkan satu jenis lagi perjanjian baku

yaitu perjanjian baku timbal balik. Perjanjian baku timbal balik yaitu

116
Johannes Ibrahim, Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif (Perspektif Hukum dan Ekonomi),
CV.Utomo, Bandung, 2003, hal. 37.
98

perjanjian yang isinya ditentukan oleh kedua belah pihak, misalnya perjanjian

baku yang pihaknya terdiri dari pihak majikan dan pihak lainnya buruh. Kedua

pihak umumnya terikat dalam organisasi, misalnya perjanjian buruh

kolektif117.

Menurut Sutan Remy Sjahdeni, dalam perjanjian kredit bank tidak hanya

mewakili dirinya sebagai perusahaan bank saja, tetapi juga mengemban

kepentingan masyarakat yaitu masyarakat penyimpan dana dan selaku bagian

dari sistem moneter. Untuk menentukan klausula itu memberatkan atau tidak,

pertimbangannya sangat berbeda dibandingkan dalam menentukan klausula

dalam perjanjian baku lainnya.

Klausula eksemsi (pembebasan) tidak dapat dianggap bertentangan

dengan ketertiban umum dan keadilan jika dalam perjanjian kredit

dicantumkan klausula untuk mempertahankan eksistensi bank dan bertujuan

melaksanakan kebijaksanaan pemerintah di bidang moneter. Perjanjian baku

merupakan ketentuan kontrak yang disiapkan lebih dulu untuk dipakai secara

umum dan penggunaan berulang-ulang oleh satu pihak serta biasanya tanpa

adanya negosiasi dengan pihak lainnya. Perjanjian baku yang diusulkan oleh

satu pihak akan mengikat pihak lain dengan adanya penerimaan. Perjanjian

baku itu mengikat pada saat perjanjian itu ditandatangani.

Dalam proses pengajuan kredit, biasanya pihak yang memberikan kredit

telah menyediakan standar dan form-form yang sudah baku, tidak bisa ditawar

atau dinegosiasikan. Dalam prakteknya, debitur menghadapi resiko yang lebih

kecil dibandingkan dengan kreditur di dalam perjanjian kredit, namun debitur


117
Salim HS,H, Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 156.
99

perlu mempersiapkan diri untuk mengetahui segala aspek dan masalah kredit

agar mengetahui posisi hukum yang sebenarnya yang berguna juga dalam

berhubungan dan menghadapi pihak pemberi kredit dan para tukang tagihnya

sehingga untuk itu perlu pemahaman, ketelitian, dan kehati-hatian dalam

proses pengajuan kredit. Pada kontrak baku perjanjian kredit bank, terdapat

banyak klausula yang memberatkan nasabah penerima kredit, klausula-

klausula tersebut antara lain :118

1. Kewenangan bank untuk sewaktu-waktu tanpa alasan apapun dan tanpa

pemberitahuan sebelumnya secara sepihak menghentikan izin tarik kredit.

Klausula ini mengenai kewenangan bank secara sepihak menolak penarikan

kredit dengan atau tanpa diikuti tindakan menghentikan perjanjian kredit

sebelum jangka waktu berakhir, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu

kepada nasabah debitur. Klausula yang demikian memperlihatkan bank

selaku kreditur berada dalam posisi yang kuat, namun dalam

pelaksanaannya dapat saja digugat oleh nasabah debitur.

Contoh Kasus:

ARI menggugat Bank X dengan alasan bahwa Bank X telah melakukan

perbuatan melawan hukum, yaitu secara sepihak memutuskan perjanjian

kredit sebelum jangka waktunya dan melelang barang agunan walaupun

kredit belum jatuh tempo. Dalam perkara No. 286/PDT/988/PT-MDN di

Pengadilan Tinggi Medan, hakim berpendapat bahwa klausula perjanjian

kredit yang memberikan kewenangan kepada Bank untuk secara sepihak

118
http://duniakontraktor.wordpress.com/2011/01/27/perjanjian‐kredit‐dan‐permasalahannya/, Feby Maranta
Sukatendel, Perjanjian Kredit dan Permasalahannya, diakses pada hari Sabtu, tanggal 30 Juli 2016, Pukul 11.30 WIB.
100

mengakhiri perjanjian kredit sebelum waktunya telah menempatkan bank di

posisi yang lebih kuat daripada nasabah debitur, bertentangan dengan itikad

baik di dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan

menyinggung rasa keadilan119.

2. Bank berwenang secara sepihak menentukan harga jual dari barang agunan

dalam proses penjualan barang jaminan akibat kredit nasabah debitur

macet. Semestinya sesuai dengan asas kepatutan dan itikad baik, bank tidak

menentukan sendiri harga jual atas barang-barang agunan melainkan

penafsiran harga dilakukan oleh suatu appraisal company (perusahaan jasa

penilai) yang independen dan telah mempunyai reputasi baik. Disamping

itu juga undang-undang telah menentukan cara untuk menjual barang-

barang agunan berdasarkan bentuk pengikatan jaminannya. Terhadap hal

tersebut, nasabah debitur dapat saja menggugat pihak kreditur.

Contoh kasus:

ADI, Presiden Direktur PT SMS, memiliki kredit macet di Bank X

sehingga dilakukanlah pelelangan barang agunan. Kemudian ADI

mengajukan keberatan terhadap hasil pelelangan barang agunan yang

dilakukan oleh Badan Urusan Piutang Negara melalui Kantor Lelang

Negara karena hasil pelelangan barang agunan tersebut jauh dibawah harga

pasar. Atas gugatan tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa BUPN

telah melakukan perbuatan melawan hukum dan oleh karena itu lelang yang

119
http://duniakontraktor.wordpress.com/2011/01/27/perjanjian‐kredit‐dan‐permasalahannya/, Feby Maranta
Sukatendel, Perjanjian Kredit dan Permasalahannya, diakses pada hari Sabtu, tanggal 30 Juli 2016, Pukul 11.40 WIB
101

telah dilakukan oleh Kantor Lelang Negara pada tanggal 9 November 1991

dinyatakan batal demi hukum.

3. Kewajiban nasabah debitur untuk tunduk kepada segala petunjuk dan

peraturan bank yang telah ada dan yang masih akan ditetapkan kemudian

oleh bank. Klausula ini bertentangan dengan aturan dasar yang harus

diperhatikan bagi mengikatnya syarat-syarat suatu perjanjian. Dengan

dicantumkannya klausula tersebut pada perjanjian kredit maka klausula

tersebut adalah tidak sah dan karenanya tidak mengikat bagi nasabah

debitur. Petunjuk dan peraturan bank mengikat nasabah debitur apabila

telah disampaikan terlebih dahulu untuk diketahui dan dipahami oleh

debitur. Tanpa terlebih dahulu diketahui dan dipahami meskipun nasabah

debitur membubuhkan tanda tangannya, maka perjanjian itu tidak

mengikat120.

4. Kuasa nasabah debitur yang tidak dapat dicabut kembali kepada bank untuk

dapat melakukan segala tindakan yang dipandang perlu oleh bank.

Pembuatan kuasa tersebut harus dengan tegas dan khusus menyebutkan

tindakan-tindakan dan kewenangan apa saja yang boleh dilakukan oleh

kreditur. Kreditur harus dengan itikad baik menjalankan kuasa tersebut dan

tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan debitur sepanjang

kebijaksanaan kreditur tidak mengurangi kemampuan nasabah debitur

untuk melunasi utangnya. Misalnya pemberian kuasa umum untuk

melakukan segala tindakan sehubungan dengan perbuatan hukum penjualan

120
http://duniakontraktor.wordpress.com/2011/01/27/perjanjian‐kredit‐dan‐permasalahannya/, Feby Maranta
Sukatendel, Perjanjian Kredit dan Permasalahannya, diakses pada hari Sabtu, tanggal 30 Juli 2016, Pukul 12.00 WIB
102

barang agunan seperti menjual rumah dari pemberi kuasa (debitur).

Sekalipun di dalam kuasa itu terkandung pula kuasa untuk menetapkan

harga oleh penerima kuasa (kreditur), tetapi penerima kuasa tidak berhak

untuk menetapkan harga yang sedemikian rendahnya sehingga merugikan

pemberi kuasa.

5. Pencantuman klausula-klausula eksemsi (pembebasan) yang membebaskan

bank dari tuntutan ganti kerugian oleh nasabah debitur atas terjadinya

kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat tindakan bank. Klausula ini

tidak dapat serta merta mengikat nasabah debitur sekalipun nasabah debitur

telah menandatangani perjanjian kredit. Asas kepatutan dalam KUH

Perdata menghendaki agar hakim tetap mempertimbangkan masalahnya

secara kasus per kasus.

6. Pencantuman klausula eksemsi (pembebasan) mengenai tidak adanya hak

nasabah debitur untuk dapat menyatakan keberatan atas pembebanan bank

terhadap rekeningnya.

Sekalipun pembukuan bank merupakan bukti yang kuat untuk menentukan

jumlah-jumlah yang dipertikaikan, tetapi mengingat pembukuan bank

bukan merupakan bukti otentik, maka apabila nasabah debitur keberatan

mengenai jumlah-jumlah dari pembukuan tersebut hendaknya nasabah

debitur harus tetap mempunyai peluang untuk dapat membuktikan

kebenaran sebaliknya. Hak nasabah debitur untuk dapat membuktikan

kebenaran sebaliknya dari catatan-catatan pembukuan bank adalah karena

memang sudah sering terjadi kesalahan dalam pembukuan bank dan juga
103

sudah sering diketahui mengenai terjadinya kecurangan-kecurangan yang

dilakukan oleh petugas bank yang merugikan nasabah debitur.

7. Pembuktian secara sepihak oleh Bank perihal Kelalaian Nasabah Debitur.

Pencantuman Klausula dalam Perjanjian Kredit yang memberikan

kewenangan kepada Bank secara sepihak dalam membuktikan Kelalaian

Nasabah Debitur merupakan ketentuan yang bersifat memaksa dan

bertentangan dengan asas hukum pembuktian sehingga klausula tersebut

batal demi hukum. Asas Hukum Pembuktian menurut KUH Perdata dan

Hukum Acara Perdata mewajibkan Pihak yang mendalilkan sesuatu untuk

membuktikan dalilnya tersebut. Berdasarkan asas hukum pembuktian

tersebut, maka Bank harus membuktikan kelalaian Debitur apabila bank

merasa debitur telah lalai dalam melaksanakan kewajibannya.

Selain klausula-klausula dalam Perjanjian Kredit yang dapat

memberatkan nasabah Debitur, perlu diperhatikan juga dokumen-dokumen

lain yang menjadi acuan dan referensi dari Perjanjian Kredit, namun sering

terjadi dokumen tersebut tidak mudah di-akses oleh Debitur. Contoh

dokumen-dokumen yang terkait dengan Perjanjian Kredit adalah “Persyaratan

Umum Pemberian Kredit oleh Bank” atau “Persyaratan Umum Pembukaan

Rekening121”.

Dalam prakteknya, biasanya dokumen-dokumen tersebut disimpan oleh

Bank dan dapat dilihat sewaktu-waktu oleh nasabah Debitur. Debitur perlu

memperhatikan dokumen-dokumen tesebut secara teliti untuk menghindari

121
Rekening adalah suatu alat untuk mencatat transaksi-transaksi keuangan yang bersangkutan dengan aktiva,
kewajiban, modal, pendapatan dan biaya.
104

dan mengantisipasi adanya klausula-klausula yang memberatkan Debitur, dan

oleh karena itu sebaiknya Debitur meminta salinan dokumen-dokumen

tersebut kepada Bank untuk dapat dipelajari dan dikonsultasikan.

B. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Kredit Perbankan dari


Penyalahgunaan Keadaan Dalam Perjanjian Baku

1. Analisis Hukum Tentang Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi

manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan

kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang

diberikan oleh hukum122, Konsep awal perlindungan hukum sangat terkait

dengan pemerintah dan tindak pemerintahan sebagai titik sentral, sehingga

lahirnya konsep ini dari perkembangan hukum administrasi negara-negara

barat. Dengan tindak pemerintah sebagai titik sentral, dibedakan dua macam

perlindungan hukum, yaitu :123

1. Perlindungan hukum yang preventif

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan

kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu

putusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah

mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar

artinya bagi tindakan pemerintah yang didasarkan pada kebebasan

bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum preventif pemerintah

terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang

122
Minatul Lusfida, Perlindungan Hukum Oleh Bank Kepada Pengguna Kartu Kredit (Credit Card Holder) Yang
Mengalami Kerugian (Studi Di PT Bank Central Asia Tbk Cabang Pasuruan), Skripsi Tidak Diterbitkan, Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya, Malang, 2008, hal 21
123
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hal 117
105

didasarkan pada diskresi. Di Indonesia belum ada pengaturan secara khusus

mengenai sarana perlindungan hukum preventif.

2. Perlindungan hukum yang represif

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan

sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh peradilan umum dan

peradilan administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum

represif.

2. Analisis Hukum Terhadap Perjanjian Kredit Sebagai Perjanjian Baku

Salah satu perjanjian yang lazim digunakan dalam kehidupan masyarakat

sehari-hari adalah perjanjian baku. Perjanjian baku ialah perjanjian yang

hampir seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan

pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan

atau meminta perubahan124. Perjanjian baku dibuat secara sepihak oleh pelaku

usaha. Perjanjian baku dibuat antara perusahaan besar di satu pihak dan pra

konsumennya di pihak lain.

Pada tataran praktis perjanjian baku banyak diterapkan dalam dunia

perbankan, dalam hal ini adalah perjanjian kredit perbankan. Menurut Sutan

Remi Sjahdeini, perjanjian kredit adalah perjanjian antar bank dengan nasabah

sebagai nasabah debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah-nasabah debitur untuk

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga,

imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.

124
Sutan Remi Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam
Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2009, hal 74
106

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tidak mengatur

secara khusus tentang penggunaan perjanjian baku bagi para bank pelaksana,

sehingga terjadinya bentuk perjanjian kredit bank merupakan hasil proses

kegiatan bank menangani kredit bank Perjanjian-perjanjian kredit yang

digunakan dalam dunia perbankan, baik di Indonesia maupun di mancanegara,

selalu merupakan perjanjian tertulis yang memuat klausul-klausul baku. Oleh

karena itu, perjanjian kredit perbankan selalu merupakan perjanjian baku

(standard contract)125.

Bentuk dan isi model perjanjian kredit dibuat dan ditentukan secara

sepihak oleh bank sebagai kreditur. Nasabah sebagai debitur hanya dapat

menyetujui atau menolak perjanjian kredit tersebut. Hal ini dikarenakan

kedudukan bank sebagai kreditur yang memiliki kedudukan ekonomi lebih

tinggi sehingga dianggap memiliki wewenang untuk menentukan bentuk dan

isi perjanjian kredit, yang mana hal tersebut salah satu karakteristik dari

perjanjian baku.

Perjanjian kredit yang dibuat oleh pihak bank secara sepihak tersebut

cenderung kurang mencerminkan asas keseimbangan. Asas keseimbangan

atau asas proposionalitas ialah asas yang menghendaki kedua pihak memenuhi

dan melaksanakan perjanjian itu. Asas proposionalitas ini merupakan

kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk

menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi

melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk


125
ibid
107

melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dihat di sini bahwa

kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk

memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur

seimbang126.

3. Analisis Hukum Terhadap Penyalahgunaan Keadaan

Praktik perjanjian kredit perbankan sebagai perjanjian baku sangat erat

kaitannya dengan penyalahgunaan keadaaan. Penyalahgunaan keadaan timbul

karena salah satu pihak yang memiliki keunggulan, menyalahgunakan keadaan

tersebut untuk membatasi kebebasan berkontrak pihak yang lemah. Dalam

perjanjian kredit, penyalahgunaan keadaan dapat dilakukan oleh pihak bank,

sebagai pihak yang memiliki keunggulan ekonomi. Perjanjian kredit disusun

dan dibuat terlebih dahulu oleh bank secara sepihak.

Debitur tidak memiliki kesempatan untuk melakukan negosiasi terkait

dengan syarat-syarat dan isi-isi dalam perjanjian kredit tersebut. Debitur hanya

memiliki kebebasan untuk menerima atau menolak perjanjian kredit tersebut.

Dalam keadaan yang mendesak, seringkali debitur terpaksa menerima

perjanjian kredit tersebut, walaupun dalam perjanjian kredit tersebut dirasa

memberatkan.

Minimnya pengetahun para nasabah terkait dengan hukum perjanjian atau

perbankan dan lemahnya posisi nasabah selaku debitur dalam perjanjian

kredit, memberikan peluang terjadinya penyalahgunaan keadaan.

Penyalahgunaan keadaan sejak semula tidak dapat dipandang sebagai hal yang

dapat dibenarkan. Penyalahgunaan keadaaan dapat dimasukkan sebagai


126
ibid
108

keadaan yang bertentangan dengan ketertiban umum atau kebiasaan baik. Atas

dasar tersebut, suatu perjanjian dapat dinyatakan tidak berlaku sebagian atau

seluruhnya.

4. Analisis Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Hukum perlindungan konsumen127 merupakan bagian dari hukum

konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan

juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun

konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum

yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain

berkaitan dengan barang dan/ atau jasa konsumen, dan/ atau jasa konsumen,

didalam pergaulan hidup.

Perlindungan hukum kepada konsumen diarahkan untuk mencapai tujuan

perlindungan hukum bagi konsumen, yaitu Meningkatkan kesadaran,

kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, Mengangkat

harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses

negatif pemakaian barang dan/ atau jasa, Meningkatkan pemberdayaan

konsumen dalam memilih, menetukan, dan menuntut hak-haknya sebagai

konsumen, Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi, Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai

pentingnya perlindungan hukum bagi konsumen, sehingga tumbuh sikap yang

jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha, Meningkatkan kuliatas barang

127
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
109

dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/ atau

jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

5. Analisis Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Kredit Perbankan

Terdapat 2 (dua) bentuk perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum

preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum bagi nasabah

kredit perbankan dari penyalahgunaan keadaaan dalam perjanjian baku yang

berbentuk preventif dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen terdapat dalam Pasal 18 Ayat (1) Huruf g dan huruf

h, yang mengatur pembatasan penggunaan klausul baku dalam perjanjian

kredit. Regulasi tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya pemasalahan

yang terkait dengan perjanjian kredit.

Sedangkan perlindungan hukum bagi nasabah kredit perbankan dari

penyalahgunaan keadaaan dalam perjanjian baku yang berbentuk represif 128

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen terdapat dalam Pasal 18 Ayat (3 dan 4), dan Pasal 62 Ayat (1).

Penyelesaian sengketa yang timbul dalam hal ini dapat diselesaikan melalui

penyelesaian sengketa konsumen secara litigasi yang merupakan penyelesaian

sengketa melalui pengadilan dan penyelesaian sengketa konsumen secara non

litigasi yang merupakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan yakni

dengan bentuk-bentuk sebagaimana yang diatur dalam Pasal 52 huruf (a)

Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang terdiri dari : arbitrse,

konsiliasi, dan mediasi. Penyelesaian secara non litigasi atau penyelesaian

128
Represif adalah Pengendalian sosial yang bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang pernah terganggu
karena terjadinya suatu pelanggaran dengan cara menjatuhkan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
110

sengketa di luar pengadilan ini dilakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen (BPSK).

C. Analisis Hukum Tentang Penyalahgunaan Keadaan Dalam Perjanjian


Baku Berdasar Dengan Syarat Kesepakatan Dalam Pasal 1320 Kitab
Undang Undang Hukum Perdata

1. Analisis Hukum Terhadap Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata

Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320

KUHPerdata, antara lain Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya,

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, Suatu pokok persoalan tertentu,

Suatu sebab yang halal129.

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat subyektif, karena mengenai

orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua

syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai

perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

Dalam hal syarat obyektif, kalau syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian itu

batal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu

perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang

mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum,

adalah gagal. Dalam hal suatu syarat subjektif, jika syarat itu tidak dipenuhi,

perjanjiannya bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai

hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.

2. Analisis Hukum Terhadap Syarat Kesepakatan Dalam Pasal 1320 Kitab


Undang-Undang Hukum Perdata

129
http://www.jurnalhukum.com/syarat-syarat-sahnya-perjanjian, Wibowo Tunardy, Syarat Sah Perjanjian, Diakses
pada hari Jumat, tanggal 19 Agustus 2016, pukul 16.00 WIB.
111

Syarat kesepakatan menjadi syarat pertama dalam syarat-syarat sahnya

perjanjian. Syarat kesepakatan merupakan syarat subyektif dalam syarat

sahnya perjanjian. Tidak dipenuhinya syarat subjektif dapat menyebabkan

dimintakannya pembatalan terhadap perjanjian. Kesepakatan merupakan

penerapan dari salah satu asas-asas perjanjian, yaitu asas konsesualitas.

Kebebasan berkontrak menjadi hal yang sangat utama dalam perjanjian karena

perjanjian berlaku ketika dua belah pihak dalam perjanjian saling menyepakati

perjanjian. Kesepakatan dalam perjanjian baku merupakan hal yang utama.

Karena dalam perjanjian baku, debitur hanya mempunyai dua pilihan, yaitu

menyepakati perjanjian yang telah ditawarkan oleh kreditur atau menolak

perjanjian tersebut130.

Pada dasarnya kesepakatan terjadi manakala kedudukan kedua belah

pihak berada dalam kedudukan yang seimbang. Kesepakatan menjadi dasar

utama dalam perjanjian yang harus dicapai melalui kebebasan menentukan

kehendaknya. Untuk menentukan kehendaknya seseorang tidak dapat dalam

keadaan khilaf, dipaksa atau dalam keadaan ditipu. Namun dalam

perkembangan hukum perjanjian, tiga keadaan tersebut tidak cukup memenuhi

kebutuhan hukum pada saat ini.

Dalam asas kesepakatan atau konsensus, setiap orang diberi kesempatan

untuk menyatakan keinginannya yang dirasanya baik untuk menciptakan

perjanjian. Hal ini sangat erat kaitannya dengan asas kebebasan berkontrak.

Dalam praktik perjanjian kredit bank yang berlaku saat ini menunjukkan

130
http://www.jurnalhukum.com/syarat-syarat-sahnya-perjanjian, Wibowo Tunardy, Syarat Sah Perjanjian, Diakses
pada hari Jumat, tanggal 19 Agustus 2016, pukul 16.05 WIB
112

bahwa asas kesepakatan yang menjadi dasar utama dalam perjanjian mulai

ditinggalkan

3. Analisis Hukum Terhadap Penyalahgunaan Keadaan Berdasar Syarat


Kesepakatan Dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Perkembangan yang terjadi saat ini dalam hukum perjanjian memastikan

bahwa penyalahgunaan keadaan menjadi salah satu faktor yang membatasi

penerapan asas kebebasan berkontrak. Penyalahgunaan keadaan timbul dari

suatu peristiwa perjanjian dimana salah satu pihak menyalahgunakan

kesempatan yang menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya .

Penyalahgunaan keadaan sangat erat kaitannya dengan kesepakatan

dalam perjanjian. Kedudukan yang tidak seimbang antara para pihak dalam

perjanjian akan dapat melahirkan kesepakatan yang timpang, sehingga

melahirkan perjanjian yang dilandasi dengan kesepakatan semu, yang dibuat

karena keterpaksaan pihak yang lebih lemah untuk memenuhi kebutuhannya.

Sepintas hal tersebut dilindungi dengan asas kebebasan berkontrak dimana

para pihak secara bebas dapat menentukan isi perjanjiannya, dan karenanya

mempunyai kekuatan mengikat, namun karena kesepakatan yang diberi tidak

didasarkan atas kehendak bebas, melainkan karena keadaan terpaksa, maka

perjanjian tersebut dapat dibatalkan atas dasar penyalahgunaan keadaan. Yang

mana sesungguhnya penyalahgunaan keadaan justru menjadi faktor pembatas

kebebasan berkontrak.

Permasalahan dalam penyalahgunaan keadaan adalah mengenai

keunggulan pihak yang satu terhadap pihak yang lainnya. Penyalahgunaan

kedaaan terjadi karena ketimpangan bargaining power yang tak dapat


113

dihindari oleh pihak yang lemah dan pihak yang lebih kuat

menyalahgunakannya dengan memaksakan isi dan syarat-syarat perjanjian

yang memberinya keuntungan yang tidak seimbang.

Kontrak baku memiliki kelebihan yaitu adanya sifat efisien sehingga

dapat membuat praktek bisnis lebih sederhana, dan dapat ditandatangani

seketika oleh para pihak. Akan tetapi kontrak baku memiliki kelemahan yaitu

kurangnya kesempatan bagi pihak lawan untuk menegosiasi atau mengubah

klausula-klausula dalam kontrak yang bersangkutan sehingga sangat

berpotensi untuk menjadi klausula yang berat sebelah. Faktor penyebab

sehingga seringkali kontrak baku menjadi sangat berat sebelah adalah sebagai

berikut :131 Kurang adanya atau bahkan tidak adanya kesempatan bagi salah

satu pihak untuk melakukan tawar menawar, sehingga pihak yang kepadanya

disodorkan kontrak tidak banyak kesempatan untuk mengetahui isi kontrak

tersebut, apalagi kontrak yang ditulis dengan huruf yang sangat kecil; Pihak

penyedia dokumen biasanya memiliki cukup banyak waktu untuk memikirkan

tentang klausula-klausula dalam dokumen tersebut, bahkan mungkin telah

berkonsultasi dengan para ahli; Pihak yang kepadanya disodorkan kontrak

baku menempati kedudukan yang sangat tertekan, sehingga hanya dapat

bersikap take it or leave it.

BAB V

131
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Buku Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2002, hal 76.
114

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengaturan Hukum Mengenai Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta

Perjanjian Kredit di Bank Tabungan Negara adalah bahwa Peranan

Notaris dalam pembuatan akta perjanjian kredit perbankan sangatlah

penting, Notaris mempunyai kedudukan mandiri dan tidak memihak di

dalam menjalankan jabatannya. Peranan notaris untuk mewujudkan

kesetaraan terkait pada cara bagaimana perjanjian terbentuk, dan tidak

pada hasil akhir dari prestasi yang ditawarkan secara timbal balik.

Kedudukan Kreditur dan debitur dapat setara dalam perjanjian kredit

perbankan, apabila ada debitur kuat, yaitu debitur yang mempunyai

pinjaman yang besar pada bank, posisi debitur akan berubah menjadi

pihak yang mempunyai kekuatan untuk mengutarakan kehendaknya

dalam membuat perjanjian dan menentukan isi perjanjian bahkan untuk

mengakhiri suatu perjanjian kredit tersebut.

2. Implementasi Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Perjanjian Kredit

di Bank Tabungan Negara adalah bahwa Prinsip kehati-hatian adalah

salah satu asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh

bank dalam menjalankan kegiatan usahanya. Berdasarkan ketentuan Pasal

2 dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang No 10 Tahun 1998, bank tanpa

alasan apa pun juga wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian

tersebut. Notaris dalam mempersiapkan perjanjian kredit akan mengacu

pada surat persetujuan pemberian kredit yang harus diakui, kadang-


115

kadang hanya mengatur hal-hal pokok saja, sedangkan ketentuan lain

yang belum diatur harus dipikirkan sendiri oleh notaris. Tidak jarang

terjadi, ketentuan dalam surat persetujuan pemberian kredit harus

dimintakan klarifikasi kepada kreditur dan debitur.

3. Faktor Apa Yang Menjadi Kendala/Hambatan Serta Solusi mengenai

Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Perjanjian Kredit di Bank

Tabungan Negara adalah bahwa perlindungan hukum bagi nasabah kredit

perbankan dari penyalahgunaan keadaaan dalam perjanjian baku yang

berbentuk represif dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen terdapat dalam Pasal 18 Ayat (3 dan 4), dan

Pasal 62 Ayat (1). Penyelesaian sengketa yang timbul dalam hal ini dapat

diselesaikan melalui penyelesaian sengketa konsumen secara litigasi yang

merupakan penyelesaian sengketa melalui pengadilan dan penyelesaian

sengketa konsumen secara non litigasi yang merupakan penyelesaian

sengketa di luar pengadilan yakni dengan bentuk-bentuk sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 52 huruf (a) Undang-Undang Perlindungan

Konsumen yang terdiri dari : arbitrse, konsiliasi, dan mediasi.

Penyelesaian secara non litigasi atau penyelesaian sengketa di luar

pengadilan ini dilakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK).

B. Saran
116

1. Pengaturan Hukum Mengenai Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta

Perjanjian Kredit di Bank Tabungan Negara adalah bahwa Notaris selaku

pejabat umum pembuat akta perjanjian kredit baik perjanjian/pengikatan

kredit di bawah tangan atau akta di bawah tangan maupun

perjanjian/pengikatan kredit yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris

(Notariil) atau akta otentik seharusnya dapat berperan agar dapat

mewujudkan keseimbangan antara kepentingan kreditur dan debitur

dalam perjanjian kredit perbankan.

2. Implementasi Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Perjanjian Kredit

di Bank Tabungan Negara adalah bahwa Prinsip kehati-hatian adalah

Bank dalam memberikan kredit perlu diawasi secara ketat, mengingat hal

tersebut merupakan perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah

penyimpan dana terhadap segala risiko kerugian yang timbul dari suatu

kebijakan dari kegiatan usaha yang dilakukan bank. Karena dana yang

disalurkan bank berupa kredit merupakan dana masyarakat, baik

masyarakat penyimpan uang atau uang negara. Hal tersebut juga

mengingat peranan bank sangat besar dalam menjaga kestabilan ekonomi

secara makro, maka bank perlu menjaga kesehatannya terutama dalam

menyalurkan kredit. Terkadang godaan sangat besar sekali dalam

menyalurkan kredit, yang menyebabkan membengkaknya kredit macet

dalam bank.
117

3. Faktor Apa Yang Menjadi Kendala/Hambatan Serta Solusi mengenai

Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Perjanjian Kredit di Bank

Tabungan Negara adalah bahwa Minimnya pengetahun para nasabah

terkait dengan hukum perjanjian atau perbankan dan lemahnya posisi

nasabah selaku debitur dalam perjanjian kredit, memberikan peluang

terjadinya penyalahgunaan keadaan. Penyalahgunaan keadaan sejak

semula tidak dapat dipandang sebagai hal yang dapat dibenarkan.

Penyalahgunaan keadaaan dapat dimasukkan sebagai keadaan yang

bertentangan dengan ketertiban umum atau kebiasaan baik. Atas dasar

tersebut, suatu perjanjian dapat dinyatakan tidak berlaku sebagian atau

seluruhnya.
118

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku-Buku

Abdulkadir, Muhammad. dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan


Dan Pembiayaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000
Adjie, Habib. Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik, Refina Aditama, Bandung, 2008
Anshori, Abdul Ghofur. Lembaga Kenotariatan Indonesia (Perspektif Hukum dan
Etika), UII Press, Yogyakarta, 2009
Arifin, Muhammad. Penyalahgunaan Sebagai Faktor Pembatas Kebebasab
Berkontrak, Jurnal Ilmu Hukum, Vol 14, No. 2 September 2011
Badrulzaman, Mariam Darus. Perjanjian Kredit Bank, P.T Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1991
Badrulzaman, Mariam Darus. Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1989
Badudu dan Zain, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1994
Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan,
Buku Kedua, Cetakan Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010
Budiono, Herlien. Asas Kesimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia (hukum
Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia), Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2006
Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di bidang Kenotariatan,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007
Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan Di Indonesia, Cetakan ke V, PT Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2006
Darmosoegondo, Soesanto. Falsafah Pancasila, Alumni, Bandung, 1977
Effendie Bachtiar, Masdari Tasmin dan A.Chodari. Surat Gugat dan Hukum
Pembuktian dalam Perkara Perdata, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991,
Fahmi, Irham. Analisis Kredit Dan Fraud, Pendekatan Kualitatif Dan Kuantitatif,
PT. Alumni, Bandung, 2008
Fuadi, Munir. Hukum Kontrak dalam sudut pandang bisnis, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2000
119

Gandasubrata, H.R. Purwoto S. Renungan Hukum, IKAHI Cabang Mahkamah


Agung RI, Jakarta, 1998
Hadjon, Philipus M. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu,
Surabaya, 1987

Hadjon, Philipus M. dkk., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia


(Introduction to the Indonesia Administrative Law), Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 2002
Hadjon, Philipus M dan Taatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 2005
Hay, Marhainis Abdul. Hukum Perjanjian Di Indonesia, PT. Pradnya Paramita,
Jakarta, 1979
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Prenada Media, Jakarta,
2005
Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial, LaksBang Mediatama, Yogyakarta, 2008
Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian Asas proporsionalitas dalam Kontrak
komersial, Kencana Prenada Media Group, Jakarta 2010
Hutagalung, Ari S. et. all, Hukum Kontrak di Indonesia, Elips, 1998
Ibrahim, Johannes. Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif (Perspektif
Hukum dan Ekonomi), CV.Utomo, Bandung, 2003
Idham, Konsolidasi Tanah Perkotaan Dalam Perspektif Otonomi Daerah Guna
Meneguhkan Kedaulatan Rakyat dan Negara Berkesejahteraan, PT.
Alumni, Bandung, 2014

Indrajaya, Rudi. Era Baru Perlindungan Konsumen, IMNO, Bandung, 2000

Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha


Negara, Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, Buku I,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Cet.kelima, PT.Raja Grafindo,


Jakarta, 2006

Kelsen, Hans. Teori Hukum Murni, diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien, Nuansa
& Nusamedia, Bandung, 2006
Khairandy, Ridwan. Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, FH UI:
Pascasarjana, 2003
120

Kie, Tan Thong. Studi Notariat, Serba-serbi praktek Notaris Buku II, PT.Ichtiar
Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000
Koesoemawati Ira dan Yunirman Rijan, Ke Notaris, Mengenal Profesi Notaris,
Memahami Praktik Kenotariatan, Ragam Dokumen Penting yang diurus
Notaris, Tips agar tidak tertipu Notaris, CV. Raih Asa Sukses, Jakarta, 2009
Lubis, Suhrawardi K. 2006, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta
Lubis, M. Solly. Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994
Lukman Santosa Az, Hak Dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank,Cetakan
Pertama, Pustaka Yustisia, Jakarta Selatan, 2011
Lusfida, Minatul. Perlindungan Hukum Oleh Bank Kepada Pengguna Kartu
Kredit (Credit Card Holder) Yang Mengalami Kerugian (Studi Di PT Bank
Central Asia Tbk Cabang Pasuruan), Skripsi Tidak Diterbitkan, Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2008
Mahmud, Eis Fitriyana. “Batas-batas Kewajiban Ingkar Notaris dalam
Penggunaan Hak Ingkar pada Proses Peradilan Pidana”, Jurnal, Program
Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya,
Malang, 2013
Muljono, Teguh Pudjo. Analisa Laporan Keuangan Untuk Perbankan, Djambatan,
Jakarta, 1989
Notodisoerjo, R. Soegondo. Hukum Notariat di Indonesia, PT. Raja Grafindo,
Jakarta, 1993
Notodisoerjo, R. Soegondo. Hukum Notariat di Indonesia, PT. Raja Grapindo
Persada, Jakarta, 1993
Notodisoerjo, R. Soegondo. Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan,
Rajawali, Jakarta, 1982, hal 97-98 dalam buku Habib Adjie I
O. P. Simorangkir, Seluk Beluk Bank Komersil, (Cetakan Kelima, Jakarta, Aksara
Persada, 1986
Pandu, Yudha. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Jabatan Notaris dan
PPAT, Indonesia Legal Center Publishing, Jakarta, 2009
Prodjodikoro, Wirjono. Pokok-Pokok Hukum Perdata Tentang Persetujuan-
Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1981
Prinst, Darwan. Strategi Menyusun Dan Menangani Gugatan Perdata, CV.Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1998
Puryatma, I Made. Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta, Ikatan
Notaris Indonesia Wilayah Bali NTT, Denpasar, 2010
121

Rahardjo, Satjipto. llmu Hukum, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991
Rasjidi, Lili. Dasar-Dasar Filsafat Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996
Rasjidi Lili dan Arief Sidarta, Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya, CV.
Remadja Karya, Bandung, 1989
Salim H.S, Hukum Kontrak Teory dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar
Grafika, cetakan ke enam, Jakarta, 2006
Salim H.S, Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,
Jakarta, 2003
Saputro, Anke Dwi. Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang, dan di Masa
Datang, Gramedia Pustaka, Jakarta, 2008
Sembiring, Santosa. Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung, 2000
Sinungan, Muchdarsyah. Uang dan Bank, Cet.3, Jakarta, Rineka Cipta , Jakarta,
1991
Sjahdeini, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang
Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institiut
Bankir Indonesia, Jakarta, 1993
Sjahdeni, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang
bagi para Pihak dalam Perjanjian Kredir di Bank, Jakarta, 1993
Soedjendro, Kartini. Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah yang Berpotensi
Konflik, Kanisius, Yogyakarta, 2001
Subekti, R dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan
Ketiga Puluh Enam, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2005
Supramono, Gatot. Perjanjian Utang-Piutang, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2013
Susanto, Herry. Peranan Notaris Dalam Menciptakan Kepatutan Dalam Kontrak,
FH UII Press, Yogyakarta, 2010
Suyatno, Thomas. Dasar-Dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1995
Tanya, Bernart L. dkk, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi, CV. Kita, Surabaya
Tedjosaputro, Liliana. Malpraktek Notaris dan Hukum Pidana, CV.Agung,
Semarang, 1991
Tobing, G.H.S. Lumban. Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta 1999
122

Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta, 2001
Widjaja Gunawan, dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2007

2. Peraturan Perundangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan


Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

Lembaran Negara 1954 Nomor 101, Ordonantie 16 September 1931 Tentang


honorarium Notaris

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

3. Makalah, Jurnal, Artikel, Lembaran Negara, Buku Pedoman Pembuatan


Tesis, dan Surat Kabar

Buku Pedoman Penyusunan Proposal Dan Tesis

4. Website/Internet
Adie Marthin Stefin, diakses dari:http://adiemartinstefin.blogspot.com/kewajiban-
notaris-dalam memberikan_6400.html, 2012, diakses pada hari Kamis,
tanggal 03 Maret 2016, pukul 21.00 WIB.
Ahmadvai.blogspot.com/2014/04/pengertian-dan-perbedaan-akta-otentik.html,
Ahmadvai, pengertian-dan-perbedaan-akta-otentik, Diakses pada hari Jumat,
tanggal 18 Agustus 2016, pukul 14.15 WIB.
Http//Adln.Lib.unair.ac.id, Lanny Kusumawati, Tanggung Jawab Jabatan Notaris.
Diakses pada hari Kamis, tanggal 03 Maret 2016, pukul 21.15 WIB.
Http://id.wikipedia.org/wiki/Notaris, diakses tanggal 19 Mei 2016, pukul 14.30
WIB.
Http://riz4ldee.wordpress.com/2009/03/04/sejarah-notaris/, diakses tanggal 19
Mei 2016, pukul 15.00 WIB.
Http://kbbi.web.id/notaris, diakses tanggal 19 Mei 2016, pukul 15.15 WIB.
123

Http://adiemartinstefin.blogspot.com/2012/12/kewajiban-notaris-dalam
memberikan_6400.html, diakses tanggal 19 Mei 2016, pukul 15.41 WIB.
Http://lekonslenterakonstitusi.blogspot.com/2011/06/pejabat-publik.html, diakses
tanggal 19 Mei 2016, pukul 15.50 WIB.
Http://www.jurnalhukum.com/pengertian-pelaku-usaha/, Wibowo Tunardi
Diakses pada hari Kamis, tanggal 18 Maret 2016, pukul 14.00 WIB.
Http://notarisgracegiovani.com/index.php/about/2-uncategorised/24-notaris-
kedudukan-fungsi-dan-peranannya, Arif Suhardi ,NOTARIS: Kedudukan,
Fungsi dan Peranannya, Diakses pada hari Kamis, tanggal 18 Agustus 2016,
pukul 13.00 WIB.

Http://duniakontraktor.wordpress.com/2011/01/27/perjanjian‐kredit‐dan‐
permasalahannya/, Feby Maranta Sukatendel, Perjanjian Kredit dan
Permasalahannya, diakses pada hari Sabtu, tanggal 30 Juli 2016, Pukul
11.30 WIB.
www.anneahira.com/notaris.htm, Anne Ahira, segala hal tentang notaris, Diakses
pada hari Jumat, tanggal 19 Agustus 2016, pukul 13.00 WIB.
zaysscremeemo.blogspot.com/2012/06/pengertian-tanggungjawab.html, Zainudin
alfarisi, Diakses pada hari Jumat, tanggal 04 Maret 2016, pukul 13.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai