BAB I
a. Latar Belakang
Manusia dalam menjalani kehidupan tidak pernah terlepas dari hal-hal yang
berhubungan dengan tempat dimana dia tinggal dalam sehari- hari. Bagi manusia
kebutuhan akan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar (basic need), di samping
kebutuhan akan sandang dan pangan. Tempat tinggal memang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Tanpa tempat tinggal yang layak, manusia tidak akan dapat
hidup dengan layak pula. Manusia tidak cukup dengan terpenuhinya kebutuhan akan
kebutuhan itu dari kebutuhan yang minimum hingga kebutuhan yang tidak terbatas.
Rumah memiliki fungsi yang sangat besar bagi individu dan keluarga tidak
saja mencakup aspek fisik, tetapi juga mental dan sosial. Untuk menunjang fungsi
rumah sebagai tempat tinggal yang baik maka harus dipenuhi syarat fisik yaitu aman
sebagai tempat berlindung, secara mental memenuhi rasa kenyamanan dan secara
sosial dapat menjaga privasi setiap anggota keluarga, menjadi media bagi
kebutuhan dasar berupa rumah yang layak huni, diharapkan tercapai ketahanan
keluarga. Menurut Pasal 1 ayat (7) UU No 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan
Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan dalam rangka
membantu masyarakat miskin yang rumahnya tergolong tidak layak huni. Pemerintah
memahami fenomena ini sejak awal sehingga sesuai dengan kewenangannya dapat
melakukan tugas dan fungsinya dengan baik. Tujuan Negara Republik Indonesia
melainkan hanya dikurangi jumlah dan diminimalkan demikian halnya dengan yang
terjadi pada masyarakat. Perlu adanya peran yang serius dari pemerintah dalam
menanggulangi angka kemiskinan ini, melalui program bantuan rumah tidak layak
huni ini diharapkan dapat membantu masyarakat memenuhi kebutuhan rumah yang
satunya adalah program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. Bantuan
rehabilitasi rumah tidak layak huni merupakan salah satu program bantuan sosial
pemerintah Kabupaten Takalar, sebagai wujud kepedulian pemerintah dalam
rumah yang sehat dan layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah masih jauh
dari harapan. Program ini sudah lama terealisasi yang mana bantuan yang diberikan
dibutuhkan, mengingat masih banyak masyarakatnya yang berumah namun tak layak
huni. Program ini berbentuk stimulan, harus ada keterlibatan dari masyarakat sekitar.
terkait Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Sebagai Strategi
b. Rumusan Masalah
layak huni?
BAB II
organisasi atau komunitas, dapat menyangkut struktur sosial atau pola nilai dan
norma, sehingga penulisan ini mengemukakan dua perubahan sosial yang terjadi di
Perubahan ekonomi adalah suatu gejala yang terjadi dalam perekonomian sebagai
sehingga akan berpengaruh pada pola konsumsi masyarakat. Program ini mengurangi
beban keluarga yang mendapatkan maka kebutuhan yang belum dipenuhi dapat
selatan kabupaten takalar khususnya di kelurahan patte’ne dapat meningkat. Tentu ini
menjadi harapan untuk masyarakat dan pemerintah kelurahan patte’ne untuk tetap
● Investasi
● tingkat Pengangguran
● Produktivitas
Sebelum adanya program rehabilitasi sosial Rumah Tidak Layak Huni, konsumsi
Rp.2.500.000 per bulan dan pasca adanya program rehabilitasi sosial Rumah Tidak
Perilaku adalah serangkaian tindakan yang dibuat oleh individu, organisasi, sistem,
atau entitas buatan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri atau lingkungannya,
yang mencakup organisme lain disekitarnya serta lingkungan fisik. Bentuk perubahan
perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang digunakan oleh para ahli dalam
Syam (2023) memaparkan bahwa sebelum adanya program rehabilitasi sosial Rumah
Tidak Layak Huni, perilaku Masyarakat Kelurahan Patte’ne memiliki perilaku yang
positif dalam artian rukun dan menjunjung tinggi nilai sipakatau sipakalebbi
sipakainge, sedangkan pasca adanya program rehabilitasi sosial Rumah Tidak Layak
hal negatif terlihat timbulnya rasa cemburu kepada orang lain yang menerima dan
yang menganggap dia yang lebih layak untuk mendapatkan bantuan tersebut. Selain,
ada perubahan perilaku dikarenakan efek psikologis dan efek simbolik. Efek
psikologis ini mewujud pada tingginya rasa kuatir yang dialami oleh masyarakat akan
sosial Rumah Tidak Layak Huni, dan setelah adanya program rehabilitasi sosial
Rumah Tidak Layak Huni kemudian rasa aman terhadap kondisi daya tahan
rumahnya menjadi tinggi. Untuk efek simbolik ditemukan pada kurangnya rasa
bangga karena kondisi rumahnya yang tidak layak sebelum adanya program
rehabilitasi sosial Rumah Tidak Layak Huni berbanding dengan setelah adanya
program rehabilitasi sosial Rumah Tidak Layak Huni dimana masyarakat yang
terdampak program tersebut menjadi bangga dengan rumah yang telah diperbaiki.
Perubahan perilaku yang dipaparkan oleh Syam tersebut berada pada kelompok
perilaku yang alamiah adalah perilaku manusia selalu berubah sebagian perubahan itu
disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu
perubahan lingkungan fisik atau sosial, budaya dan ekonomi maka anggota
Adanya program rehabilitasi sosial Rumah Tidak Layak Huni telah membuat
lingkungan fisik dalam hal ini rumah warga Masyarakat Kelurahan Patte’ne
perasaan cemburu dan iri terhadap masyarakat yang menerima program rehabilitasi
rehabilitasi sosial Rumah Tidak Layak Huni yang tercermin dari adanya perubahan di
upaya atau bentuk perubahan sosial yang berlandaskan pada teori modernisasi.
Menurut Martono (2018), modernisasi dianggap sebagai proses bertahap dan juga
sosial Rumah Tidak Layak Huni dikatakan sebagai produk modernisasi dikarenakan
Dalam teori modernisasi, kemiskinan yang terjadi disebabkan oleh faktor internal dari
suatu daerah. menurut McClelland (Martono, 2018) faktor internal tersebut merujuk
pada rendahnya semangat untuk berprestasi lebih tinggi. Pada masyarakat kelurahan
“ngapain sekolah tinggi-tinggi, kalau tetap susah dapat kerja”. Dampak yang terjadi
mengalami perubahan jenis pekerjaan dari yang awalnya bekerja di sektor agraria
3. Perubahan lingkungan
Secara fisik Rumah Tidak Layak Huni membuat tampilan perumahan menjadi
kurang asri apalagi dalam jumlah banyak karena pada umumnya kepadatannya tinggi.
Karena pada umumnya lingkungan Rumah Tidak Layak Huni tidak tertata maka
tidak langsung secara fisik atau non fisik kepada penghuni. Dampak terhadap fisik
penghuni Rumah Tidak Layak Huni karena kurang mampu memberi perlindungan
dari panas dan hujan serta bahaya konstruksi, adalah masalah kesehatan dan ancaman
bencana. Dampak secara fisik Rumah Tidak Layak Huni karena kecukupan luas
ruang (sempit) adalah khususnya pertumbuhan bagi anak- anak dan keleluasaan
bergerak bagi orang dewasa dan dampak secara non fisik membuat penghuni tidak
betah tinggal didalam rumah (anak remaja keluyuran atau banyak di jalanan).
b. Dampak perubahan sosial di masyarakat Kelurahan Patte’ne dengan
tidak layak huni menjadi rumah layak huni sehingga dapat meningkatka
adalah bantuan berbentuk subsidi yang diperuntukkan bagi rumah tangga yang
kesejahteraan masyarakat.
Respon masyarakat terhadap program rumah tidak layak huni sangat positif karena
adanya program ini masyarakat dapat memenuhi harapan rumah yang layak huni,
menumbuhkan rasa percaya diri dan rasa aman, dengan program ini rehabilitasi
rutilahu ini masayarakat bisa melihat dan merasakan upaya yang dilakukan
pemerintah dalam mengatasi salah satu masalah kemiskinan yang ada pada
masyarakat pencapaian program bantuan rumah tidak layak huni menandakan bahwa
bantuan rumah tidak layak huni adalah sarana membangun kepedulian sosial di
masyarakat. Kesuksesan program bantuan tersebut tidak terlepas dari gotong royong
bantuan ini.
Patte’ne dengan adanya program rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni.
1. Kemiskinan
halnya dengan yang terjadi pada masyarakat. Bila dilihat dalam konteks agama
sebenarnya jauh lebih jelas. Dalam Islam dibedakan secara tegas antara mereka yang
disebut sebagai “miskin” dan mereka yang masuk golongan “fakir”. Orang miskin
adalah mereka yang tidak atau kurang memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan
primer dalam kehidupannya, sementara orang fakir adalah mereka yang memiliki
Teori
Strategi