Anda di halaman 1dari 101

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Kebutuhan akan rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar (home needs) bagi manusia setelah pangan dan sandang. Setiap individu manusia akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan dasar daripada kebutuhan sekundernya. Begitu pula dengan kebutuhan akan rumah, setiap orang akan berusaha memenuhi kebutuhan akan rumah dalam setiap tingkat kehidupan masyarakat dengan memperhatikan selera dan kemampuan yang ada. Menurut pasal 5 ayat (1) UU No 4 tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Masyarakat saat ini memiliki beberapa pilihan dalam memiliki rumah. Pilihan tersebut adalah dengan cara membangun sendiri atau dengan cara sewa, membeli secara tunai atau angsuran, hibah atau dengan cara lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada mulanya rumah ditujukan sebagai pemuas kebutuhan terhadap kebutuhan hidup manusia atas tempat tinggal yang nyaman, aman, dan tenang. Namun saat ini kepemilikan rumah tidak hanya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan pokok akan papan saja, melainkan

telah menjadi suatu alternatif investasi yang cukup menarik dengan pengembalian berupa penghasilan sewa ataupun peluang keuntungan yang berupa capital gain yang merupakan selisih antara harga beli dengan harga jual ketika rumah tersebut dijual. Rumah juga merupakan indikator identitas status sosial masyarakat, jika seseorang memiliki rumah yang mewah menandakan si pemiliknya merupakan orang yang memiliki kemampuan tinggi. Dewasa ini telah berkembang berbagai jenis rumah dari yang modern, seperti kondominium dan apartemen sampai jenis yang sederhana, seperti rumah susun sederhana dan rumah biasa. Pilihan masyarakat dalam memiliki rumah dengan cara membeli secara tunai atau angsuran, dapat dilakukan melalui pasar properti. Terdapat dua jenis pasar dalam pasar properti perumahan yaitu pasar primer dan pasar sekunder. Pasar primer adalah pasar yang menyediakan rumah baru dimana untuk jenis ini dipasok oleh pengembang (developer) baik itu pengembang swasta maupun pengembang pemerintah.

Pengembang swasta pada saat ini kebanyakan tergabung dalam organisasi real estate Indonesia (REI) sementara kepanjangan tangan pemerintah dalam hal pembangunan perumahan untuk masyarakat dilaksanakan oleh Perum Perumnas. Pasar sekunder adalah pasar yang menyediakan peralihan hak kepemilikan rumah telah pakai atau non baru. Pada saat ini pasar sekunder banyak dibantu oleh jasa para broker atau agen properti seperti ERA, Colliers, Jardin, Ray white, dan lain sebagainya.

Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai fungsi strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan peningkatan kualitas generasi yang akan datang serta merupakan pengejawantahan jati diri bangsa. Terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan sumber daya manusia yang berkualitas dapat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak huni. Selain berfungsi sebagai pelindung terhadap gangguan alam atau cuaca, rumah juga memiliki peran sosial budaya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, nilai kehidupan, penyiapan generasi muda, dan sebagai manifestasi jati diri. Persoalan perumahan dan permukiman di Indonesia sesungguhnya tidak terlepas dari dinamika yang berkembang dalam kehidupan masyarakat maupun kebijakan pemerintah yang ada. Penyusunan acuan untuk menangani perumahan dan permukiman telah dilakukan sejak Pelita V dalam bentuk kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan (KSNP) namun penekanannya lebih kepada lingkup perumahan saja. Awang Firdaus (1997) menjelaskan bahwa permintaan rumah dipengaruhi oleh faktor-faktor diantaranya adalah lokasi atau

pertumbuhan penduduk, pendapatan, kemudahan pendanaan, fasilitas, dan sarana umum. Harga pasar rumah, selera konsumen serta peraturan perundang-undangan. Pengalaman di Indonesia selama 3 dekade terakhir menunjukan adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara suku bunga bank, angka penjualan rumah, dan laju pertumbuhan ekonomi

(Pananggian, 2004) antara suku bunga bank, angka penjualan rumah didasari oleh beberapa penelitian permintaan rumah periode tahun 1977 sampai dengan 1995 dengan variasi harga, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, jumlah rumah tahun sebelumnya, suku bungan, dan jumlah penduduk usia kawin. Hasilnya adalah variasi harga, PDRB per kapita, jumlah rumah tahun sebelumnya berpengaruh signifikan, sedangkan variasi suku bunga dan jumlah penduduk usia kawin tidak berpengaruh signifikan. Rumah merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu pemerintah akan selalu mengusahakan dalam tingkat kehidupan setiap orang dengan memperhatikan selera dan kemampuan yang ada (Tito Soetalaksana, 2000:8) Menurut Departemen Permukiman dan Tata Ruang (Kimtaru : 2004) bahwa kebutuhan akan perumahan pada dasarnya dapat dibagi atas dua hal pokok, yaitu : 1. Kebutuhan rumah berdasarkan tren (kecenderungan) pertumbuhan penduduk secara alamiah. 2. Kebutuhan dan penyediaan rumah berdasarkan atas banyaknya rumah layak huni. Berdasarkan poin pertama diatas sesuai dengan kebutuhan rumah berdasarkan tren banyak pengembang properti perumahan yang menawarkan perumahan dengan tipe Cluster. Seiring dengan gaya hidup atau lifestyle masyarakat modern yang dinamis lebih cenderung

membutuhkan rumah dengan berbagai fasilitas seperti sarana olahraga (club house), keamanan, rekreasi di dalam satu kawasan dengan sistem satu pintu akses keluar masuk atau disebut juga cluster. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari 4 kabupaten dan 1 ibu kota provinsi ini merupakan salah satu pusat pertumbuhan ekonomi dengan laju pertambahan penduduk yang cukup tinggi di Pulau Jawa, Daerah Istimewa Yogyakarta menempati urutan ketiga setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan kapadatan penduduk 1.102 orang per km (BPS Sensus Penduduk: 2010). Sleman merupakan kabupaten yang memiliki jumlah penduduk tertinggi di Pronsi DIY, berikut ini adalah tabel hasil sensus penduduk 2010 di 5 kabupaten Provinsi DIY.

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk di 5 Kabupaten Provinsi DIY berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2010 (jiwa)
Kabupaten Jumlah Penduduk Kota Yogyakarta 388.088 Sleman 1.090.367 Bantul 910.572 Kulon Progo 388.755 Gunung Kidul 674.408 Sumber: BPS DIY

Pertambahan penduduk yang terjadi baik secara alamiah maupun melalui proses urbanisasi menyebabkan pertumbuhan pada permintaan rumah tinggal. Hal ini mendorong pertumbuhan pembangunan perumahan

di Povinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di Kabupaten Sleman baik rumah sederhana, rumah tipe menengah hingga perumahan mewah. Selama periode tahun 2004-2008 banyaknya penduduk Kabupaten Sleman bertambah 195.179 orang yaitu dari 1.090.136 orang pada akhir tahun 2008, atau rata-rata meningkat sebesar 5,28% pertahun. Selama 5 tahun terakhir, penduduk yang datang sebanyak 80,733 orang, penduduk yang pindah sebanyak 47,449 orang, sehingga terjadi migrasi masuk netto sebanyak 33,284 orang. Kelahiran yang terjadi selama periode 2004-2008 sebanyak 45.991 orang, sedangkan banyaknya penduduk yang meninggal sebanyak 22,213 orang, sehingga terjadi pertambahan penduduk alami sebanyak 23,778 orang. Laju pertumbuhan di Kabupaten Sleman bersifat fluktuatif. Tahun 2003 sebesar 1,14% meningkat pada tahun 2004 menjadi 1,20% tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 1,17%, tahun 2006 1,11%, tahun 2007 1,30%, dan tahun 2008 menjadi 17,41% (www.slemankab.go.id). Dilihat dari Produk Domestik Bruto menurut Lapangan Usaha atas dasar Harga Konstan Tahun 2000 masing-masing kabupaten pada komponen jumlah konstruksi bangunan, Kabupaten Sleman menempati peringkat pertama dibandingkan kabupaten lain (Tabel 1.2). Posisi strategi Kabupaten Sleman juga menyebabkan pesatnya peningkatan permintaan pembangunan perumahan. Walaupaun potensi pengembangan perumahan cukup besar, namun tetap diupayakan kegiatan-kegiatan untuk pengendalian melalui penggarapan potensi secara

besar dan mengefektifkan pelayanan perizinan yang merupakan fungsi pengendalian penataan tanah sekaligus pembinaan terhadap usaha perumahan. Pada Tahun 208 tercatat sebanyak 864 permohonan IPPT dan dari jumlah tersebut sebnyak 394 (45,60%) permohonan disetujui, 195(22,57%) permohonan ditolak dan 275 (31,83%) permohonan dalam proses (www.slemankab.go.id).

Tabel 1.2 PDRB 5 Kabupaten di Provinsi DIY Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Pada Komponen Jumlah Konstruksi Bangunan (dalam jutaan rupiah)

Tahun 2005 2006 2007

Kota Yogyakarta 308.065 362.187 390.323

Sleman 499.734 554.572 601.267

Kulon Progo 65.463 72.612 77.911

Gunung Kidul 216.175 235.067

Bantul 276.078 381.915 413.694

Sumber: BPS DIY

Pengendalian

pemanfaatan,

penggunaan,

penguasaan

dan

pemilikan tanah pada tahun 2008 dilakukan melalui berbagai kegiatan, antara lain pemutakhiran data base penatagunaan tanah, pengembangan sistem informasi geografi(SIG) dengan menggunakan citra satelit beresolusi tingggi. Tertib administrasi juga diupayakan melalui

pendataan, pengukuran, dan pensertifikatan tanah. Di Kabupaten Sleman terdapat 507.728 bidang tanah termasuk 17.031 bidang tanah kas desa

(TKD). Dari keseluruhan bidang tanah yang ada, 81% di antaranya (yaitu 411.260 bidang) telah bersertifikat (www.slemankab.go.id). Tingginya tingkat inflasi di Kabupaten Sleman juga disebabkan oleh tingginya permintan perumahan. Laju inflasi di Kabupaten Sleman selama 5 tahun terakhir sangat berfluktuasi. Setelah menurun tajam dari 11,90% pada tahun 2002 menjadi 4,52% pada tahun 203, laju inflasi kembali meningkat tajam 6,58% tahun 2004 dan meningkat tajam menjadi 15,48% pada tahun 2005. Pada tahun 2006, tingkat inflasi mengalami penurunan menjadi 10,88%, dan kembali menurun menjadi 7,62% pada tahun 2007, dan tahun 2008 menjadi 10,34%. Berikut ini adalah kelompok pengeluaran yang menyebabkan inflasi pada tahun 2008 adalah bahan makanan (10,30%), kesehatan (4,75%), transportasi dan komunikasi( 4,86%), dan perumahan (18,90%). Dapat dilihat bahwa pada tahun 2009 laju inflasi yang disebabkan oleh pengeluaran di sektor perumahan adalah sebesar 18,90%, hal ini menunjukkan bahwa pengeluaran di sektor perumahan merupakan salah satu penyebab terbesar tingginya tingkat inflasi di Kabupaten Sleman (www.slemankab.go.id). Perkembangan pembangunan perumahan di Kaupaten Sleman sangatlah pesat, banyak lahan-lahan kosong, sawah, maupun kebun yang sudah dijadikan perumahan beraneka tipe bangunan dengan menyediakan bebagai fasilitas mendapatkannya. yang cukup menarik serta kemudahan dalam

Berikut ini adalah daftar beberapa developer perumahan bertipe cluster di Kabupaten Sleman :

Tabel 1.3 Daftar Pengembang Perumahan Bertipe Cluster di Kabupaten Sleman

Badan Hukum PT Dutabumi Adi Pratama PT Aditra Graha Asri PT Tirta Segara Biru PT Sarwo Indah

Pedukuhan Kayen

Kelurahan Condongcatur

Nama Penggunaan Kaliurang Pratama

Nayan, Corongan Pugeran Gowok

Maguwoharjo Maguwoharjo Caturtunggal

Kirana Putri Casa Grande Griya Ambarukmo Regency

PT Kharisma Bima Sakti Badan Hukum PT Cakrawala

Nologaten

Caturtunggal

Jogja Town House

Pedukuhan Sanggrahan

Kelurahan Condongcatur

Nama Penggunaan Anggajaya Permai

PT Bahana Mahardika Property

Sambego

Maguwoharjo

Palma Mini Country

Sumber : DPD REI Yogyakarta

10

Pemilihan Perumahan Casa Grande sebagai objek penelitian didasarkan karena Casa Grande merupakan salah satu perumahan tipe cluster terbesar yang ada di Kabupaten Sleman, selain itu Perumahan Casa Grande adalah komplek hunian elegan dengan konsep hunian bergaya arsitektur Spanish dan pembagian system private cluster serta penataan lingkungan yang teduh dan dilengkapi dengan fasilitas yang eksklusif. Casa Grande menghadirkan suatu nuansa dan karakter tersendiri yang memberi warna berbeda dalam kehidupan, secara khusus menonjolkan setiap detail keindahan dari keharmonisan arsitektur dan lingkungan. Casa Grande dibangun diatas lahan seluas 12 hektar, menjadikan satu-satunya kawasan Real Estate terbesar di Yogyakarta yang merefleksikan gaya hidup keluarga yang penuh prestise dan eksklusif. Casa Grande adalah hasil kreasi dari Damai Putra Group, perusahaaan pengembang berskala nasional yang berpengalaman lebih dari 25 tahun, yang tersebar di kota Jakarta, Bekasi, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Purwokerto dan Magelang serta di kota-kota kecil lainnya. Damai Putra Group adalah developer berkualitas yang teruji dengan komitmennya lewat kesuksesan proyek-proyek besarnya di Yogyakarta antara lain Taman Griya Indah, Puri Gejayan Indah, Kaliurang Pratama dan Tirta Sani.

11

Demi memenuhi keinginan akan rumah impian konsumen, Casa Grande menawarkan delapan tipe rumah, yaitu Valencia, Catalonia, Garcia, Mallorca, Barcelona, Vilanova, Madrid dan Granada. Dengan bermacam tipe rumah dimulai dari tipe 116/125 sampai dengan tipe 268/360. Konsumen juga dapat dengan leluasa menentukan pilihan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen dalam tipe khusus dan tipe sudut. Disamping itu beragam fasilitas pendukung kenyamananpun disediakan secara professional. Selain fasilitas sistem keamanan 24 jam yang disediakan di setiap cluster, konsumenpun dapat menikmati fasilitas club house seperti Fitness Center, Aerobic, Swimming Pool, Badminton, Tennis Court, Teras Kafe serta Covention Hall. Terdapat juga Jogging track bagi yang gemar berolah raga. Kelebihan lainnya Casa Grande berada pada kawasan yang strategis dan prospektif. Jarak ke pusat kota pun cukup dekat yaitu sekitar 15 menit dan jarak menuju Bandara Adisucipto pun sangat dekat, hanya 5 menit saja. Selain itu, letaknya yang dekat dengan pusat pendidikan dan kampus-kampus terkenal tentu memberi pertimbangan tersendiri bagi para penghuninya. Belum lama ini Casa Grande juga mengembangkan New Design untuk 20 unit rumah terbarunya, dengan konsep Spanish pendekatan minimalis. New Design ini dirancang secara khusus untuk peningkatan pelayanan kepada konsumen dan keluarga. Refleksikan gaya hidup

12

konsumen yang penuh prestise dengan tinggal di Casa Grande dan dimanjakan oleh seluruh fasilitas yang ada. Oleh karena alasan tersebut maka saya mengajukan skripsi dengn judul FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN PERUMAHAN TIPE CLUSTER (STUDI KASUS PERSEPSI PERUMAHAN CASA GRANDE SLEMAN)

1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, untuk menganalisisnya diperlukan beberapa pertanyaan penelitian (research question) yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu :
1. Apakah persepsi faktor harga perumahan berhubungan dengan

persepsi permintaan perumahan tipe cluster di perumahan Casa Grande Sleman?


2. Apakah

persepsi

faktor

kelengkapan

fasilitas

perumahan

berhubungan dengan persepsi permintaan perumahan tipe cluster di perumahan Casa Grande Sleman?
3. Apakah persepsi faktor lokasi berhubungan dengan persepsi

permintaan perumahan tipe cluster di perumahan Casa Grande Sleman?


4. Apakah persepsi faktor lingkungan berhubungan dengan persepsi

permintaan perumahan tipe cluster di perumahan Casa Grande Sleman?

13

5. Apakah persepsi faktor pendapatan keluarga berhubungan dengan

persepsi permintaan perumahan tipe cluster di perumahan Casa Grande Sleman?


6. Apakah persepsi faktor harga substitusi berhubungan dengan

persepsi permintaan perumahan tipe cluster di perumahan Casa Grande Sleman? 7. Apakah persepsi faktor harga, fasilitas, lokasi, pendapatan, lingkungan, dan harga barang substitusi secara bersama-sama berhubungan dengan persepsi permintaan perumahan tipe cluster di perumahan Casa Grande Sleman?

1.3

Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai sebagai berikut:
1. Menganalisis dan mengetahui hubungan persepsi faktor

harga perumahan terhadap permintaan perumahan di perumahan Casa Grande Sleman.


2. Menganalisis dan mengetahui hubungan persepsi faktor

kelengkapan fasilitas terhadap permintaan perumahan di perumahan Casa Grande Sleman.

14

3. Menganalisis dan mengetahui hubungan persepsi faktor

lokasi terhadap permintaan perumahan di perumahan Casa Grande Sleman.


4. Menganalisis dan mengetahui hubungan persepsi faktor

lingkungan terhadap permintaan di perumahan Casa Grande Sleman.


5. Menganalisis dan mengetahui hubungan persepsi faktor

pendapatan terhadap permintaan di perumahan Casa Grande Sleman.


6. Menganalisis dan mengetahui hubungan persepsi faktor

harga substitusi terhadap permintaan di perumahan Casa Grande Sleman.


7. Menganalisis dan mengetahui hubungan persepsi faktor

persepsi harga, fasilitas, lokasi, pendapatan, lingkungan, dan harga barang substitusi secara bersama-sama terhadap permintaan di perumahan Casa Grande Sleman.

1.3.2

Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan dan

memberi manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan gambaran dan penjelasan kepada calon pembeli rumah mengenai hal-hal yang perlu

15

dipertimbangkan dan diperhatikan dalam memutuskan membeli rumah. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu dan dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian serupa.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan bagi pengembang dalam meningkatkan mutu dan kualitas perumahan terutama di perumahan Casa Grande Sleman.

1.4

Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Berisi latar belakang masalah yang diteliti yang dilanjutkan dengan perumusan masalah. Selain itu juga dijabarkan tujuan dan kegunaan penelitian yang perlu disampaikan sehingga penelitian ini selalu terarah dengan benar yang diperlihatkan melalui sistematika penulisan yang tepat sesuai dengan tujuan penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi tentang teori-teori dan penelitian terdahulu yang melandasi penelitian ini. Dalam landasan teori dijabarkan teori-teori yang mendukung perumusan hipotesis dan dalam analisis teori hipotesis selanjutnya. BAB III METODE PENELITIAN

16

Bab ini menjelaskan mengenai variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian, metode pengumpulan data, dan jenis data yang digunakan. Selain itu juga dijelaskan mengenai bagaimana cara menganalisa data tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam Bab ini akan diuraikan tentang gambaran umum objek penelitian, gambaran singkat responden, analisis data yang diperoleh dari hasil pengolahan secara statistik dengan

menggunakan EVIEWS. BAB V PENUTUP Merupakan bagian kesimpulan melalui pengujian secara singkat yang telah diperoleh dari pembahasan yang telah disesuaikan dengan permasalahan, tujuan dan hipotesis

17

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1

Kajian Pustaka Hidayat (1996) melakukan penelitian atas faktor faktor yang dijadikan pertimbangan dalam membeli rumah di sekitar Jabodetabek dengan sujek penelitian kepala keluarga. Penelitian ini menggunakan variabel lingkungan, variabel sarana dan prasarana, serta variabel kondisi lalulintas sebagai variabel independen dan variabel keputusan pembellian sebagai variabel dependennya. Regresi linear berganda adalah alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa urutan yang dijadikan dasar konsumen dalam membeli rumah adalah: kondisi lingkungan, keamanan lingkungan, sarana belanja, sarana pelayanan kesehatan, sarana hiburan atau rekreasi, banyak saudara atau kerabat, dan kondisi lalu lintas. Utama (1997) melakukan penelitian dengan tujuan untuk melihat perbedaan urutan preferensi konsumen untuk pembelian rumah kali pertama, kedua, dan seterusnya. Dengan menggunakan sampel karyawan UGM, urutan preferensi konsumen dalam membeli rumah terhadap pilihan karakteristik properti sebagai berikut : kenyamanan lingkungan, besarnya cicilan per bulan, besar uang muka, kondisi lalu lintas, tempat ibadah, transportasi umum, dekat dengan tempat kerja, dekat dengan

18

rumah sakit, dekat dengan puskesmas, dekat dengan pasar, baru kemudian beberapa faktor lain. Sementara itu dalam penelitian keputusan pembelian rumah pada BLOK A di Perumahan Plamongan Indah Semarang yang dilakukan oleh Indriasti (2000) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh lokasi, fasilitas, kualitas, dan harga terhadap keputusan pembelian rumah di Perumahan Plamongan Indah. Penelitian tentang preferensi konsumen dalam membeli rumah di Perumahan Candi Indah dan Puri Sewon Asri DIY yang dilakukan Heru (2005) dikemukakan bahwa keunggulan masing- masing kawasan dan fasilitas yang ditawarkan dijadikan faktor pertimbangan oleh konsumen. Kenyamanan adalah syarat utama sebuah rumah tinggal dan untuk seterusnya konsumen juga mempertimbangkan faktor internal, fasilitas, aksesibilitas dan faktor pendidikan Penelitian-penelitian terdahulu masih jarang yang melakukan penelitian berdasarkan faktor-faktor permintaan perumahan secara keseluruhan, mereka hanya memfokuskan pada beberapa variabel saja. Selain itu peneliti-peneliti terdahulu masih sangat jarang yang melakukan penelitian terhadap faktor-faktor permintaan perumahan yang bertipe cluster, namun hasil penelitian-peneliian terdahulu cukup banyak membantu pemerintah daerah sekitar penelitian dalam mengkoreksi pembangunan infrastruktur terutama perumahan.

19

Kesamaan penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan keputusan pembelian sebagai variabel dependennya serta variabel harga, fasilitas, lokasi, lingkungan,

pendapatan, dan harga substitusi sebagai variabel independennya yang berdasarkan pada teori permintaan perumahan. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Persepsi Persepsi adalah suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca indera (Dreverdalam Sasanti, 2003). Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu.(tour in Indonesia culturs : 2008) Sabri (1993) mendefinisikan persepsi sebagai aktivitas yang memungkinkan manusia mengendalikan rangsangan-

rangsangan yang sampai kepadanya melalui alat inderanya, menjadikannya kemampuan itulah dimungkinkan individu

mengenali milleu (lingkungan pergaulan) hidupnya. Proses persepsi terdiri dari tiga tahap yaitu tahapan pertama terjadi pada pengideraan diorganisir berdasarkan prinsip-prinsip tertentu, tahapan ketiga yaitu stimulasi pada penginderaan

diinterprestasikan dan dievaluasi. (tour in Indonesia culturs : 2008).

20

Marat (1981) mengatakan bahwa persepsi adalah suatu proses pengamatan seseorang yang berasal dari suatu kognisi secara terus menerus dan dipengaruhi oleh informasi baru dari lingkungannya. Riggio (1990) juga mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif baik lewat penginderaan, pandangan, penciuman dan perasaan yang kemudian ditafsirkan .(tour in Indonesia culturs : 2008). Mar'at (Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi di pengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuan terhadap objek psikologis. Rahmat (dalam Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi juga ditentukan juga oleh faktor fungsional dan struktural. Beberapa faktor fungsional atau faktor yang bersifat personal antara kebutuhan individu,

pengalaman, usia, masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan lainlain yang bersifat subyektif .(tour in Indonesia culturs : 2008). Faktor struktural atau faktor dari luar individu antara lain: lingkungan keluarga, hukum-hukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam masyarakat. Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terdiri dari faktor personal dan struktural. Faktor-faktor personal antara lain pengalaman, proses belajar, kebutuhan, motif dan pengetahuan terhadap obyek psikologis. Faktor-faktor struktural meliputi lingkungan keadaan sosial, hukum yang

21

berlaku, nilai-nilai dalam masyarakat .(tour in Indonesia culturs : 2008). Pelaku orang lain dan menarik kesimpulan tentang penyebab perilaku tersebut atribusi dapat terjadi bila:1). Suatu kejadian yang tidak biasa menarik perhatian seseorang, 2). Suatu kejadian memiliki konsekuensi yang bersifat personal, 3). Seseorang ingin mengetahui motif yang melatarbelakangi orang lain (Shaver, 1981; Lestari, 1999). Brems & Kassin (dalam Lestari, 1999) mengatakan bahwa persepsi sosial memiliki beberapa elemen, yaitu: a. Person, yaitu orang yang menilai orang lain. b. Situasional, urutan kejadian yang terbentuk berdasarkan pengalaman orang untuk meniiai sesuatu. c. Behavior, yaitu sesuatu yang di lakukan oleh orang lain. Ada dua pandangan mengenai proses persepsi, yaitu: 1. Persepsi sosial, berlangsung cepat dan otomatis tanpa banyak pertimbangan orang membuat kesimpulan tentang orang lain dengan cepat berdasarkan penampilan fisik dan perhatian sekilas. 2. Persepsi sosial, adalah sebuah proses yang kompleks, orang mengamati perilaku orang lain dengan teliti hingga di peroleh analisis secara lengkap terhadap person, situasional, dan behaviour.

22

2.2.2

Teori Permintaan Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga tertentu selama periode waktu tertentu. Fungsi permintaan seorang konsumen akan suatu barang dapat dirumuskan sebagai : Dx = f ( Y, Py, T, u ) Dimana : Dx = Jumlah barang yang diminta Y = Pendapatan Konsumen Py = Harga Barang Lain T = Selera U = Faktor-faktor Lainnya Persamaan tersebut berarti jumlah barang X yang diminta dipengaruhi oleh harga barang X, pendapatan konsumen, harga barang lain, selera dan faktor-faktor lainnya. Dimana DX adalah jumlah barang X yang diminta konsumen, Y adalah pendapatan konsumen, Py adalah harga barang selain X, T adalah selera konsumen dan U adalah Faktor-faktor lainnya. Dalam

kenyataannya permintaan akan suatu barang tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri namun juga oleh faktorfaktor lain. (Sadono Sukirno, 2005). 2.2.3 Kurva Permintaan Permintaan seseorang hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, maka setiap perubahan harga barang tersebut

23

akan mempengaruhi keputusan konsumen untuk menentukan berapa jumlah yang akan dimintanya. Pada umumnya jika suatu barang naik maka jumlah barang yang diminta akan turun, begitu pula sebaliknya. Kurva permintaan adalah kurva yang menghubungkan antara tingkat harga suatu barang dengan jumlah yang diminta atas barang tersebut, ceteris paribus. Hubungan antar harga suatu komoditi dengan jumlah yang diminta dapat dilihat dalam grafik permintaan di bawah ini (Suryawati, 2005: 12).
Gambar 2.1 Kurva Permintaan

Sumber : Suryawati (2005 : 13)

Seperti disebutkan di atas, hal ini dapat membedakan jumlah yang diminta dan permintaan. Perubahan harga akan mempengaruhi jumlah yang diminta, bukan permintaan.

Sedangkan perubahan permintaan akan menyebabkan kurva permintaan bergeser ke kanan dan ke kiri (Gambar 2.1). Pegeseran kurva permintaan berarti jumlah yang diminta akan berubah di setiap tingkat harga.

24

Kurva permintaan mempunyai slope yang menurun ke kanan (berslope negatif ) yang berarti jika harga suatu barang naik (asumsi yang lain tetap- ceteris paribus) maka konsumen akan cenderung untuk menurunkan permintaanya atas barang tersebut, begitu pula sebaliknya dan hal ini disebut Hukum Permintaan. 2.2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kenaikan permintaan akan menyebabkan kurva permintaan bergerak naik ke kanan. Sebaliknya jika permintaan turun makan kurva permintaan akan bergesr turun ke kiri. Adapun faktor-faktor pembentuk keadaan ceteris paribus adalah (Suryawati, 2005: 15).: a. Pendapatan

Bila pendapatan konsumen naik maka permintaan akan naik dan sebaliknya, Namun untuk kasus barang inferior peningkatan pendapatan justru akan mengurangi

permintaan suatu barang. b. Jumlah konsumen di pasar

Peningkatan konsumen akan meningkatkan permintaan suatu barang di pasar. c. Selera atau preferensi konsumen Bila selera konsumen terhadap suatu barang naik, maka kurva permintaan akan bergeser ke kanan, yang berarti di setiap tingkat harga konsumen akan menambah

konsumsinya.

25

d.

Harga barang lain yang terkait, yaitu :

Jika Barang lain yang merupakan barang substitusi. Jika harga barang substitusi, misal harga gandum turun, maka permintaan beras menurun (kurva permintaan bergeser ke kiri) Jika barang lain merupakan barang komplementer. Misal, jika harga gula naik, maka permintaan kopi akan turun (kurva permintaan bergeser ke kiri). 2.2.5 Faktor Permintaan Lahan Wolcot (1987) menyatakan bahwa barang dan jasa dikatakan mempunyai nilai bagi seseorang apabila barang dan jasa tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut (Rifat : 2004) 1. Kegunaan (utility), artinya memiliki kemampuan untuk memberikan kepuasan bagi keinginan dan kebutuhan manusia. Kegunaan suatu properti tergantung pada karakteristiknya, seperti lokasi, aksessibilitas, ukuran, disain dan bentuk lain dari kegunaan yang berpengaruh pada nilai properti. 2. Tersedia secara terbatas (scarcity), artinya ketersediaan/ penawaran suatu komoditas relatif terhadap

permintaannya. Kelangkaan tanah terkait dengan kegunaan dan kemampuannya dalam memberikan kepuasan.

26

3. Hasrat atau keinginan (desire), adalah harapan pembeli terhadap suatu komoditas untuk dapat memuaskan kebutuhan hidupnya atau keinginan individunya. 4. Daya beli efektif (efective purchasing power), adalah kemampuan seseorang secara individu atau kelompok untuk berpartisipasi di pasar untuk memperoleh suatu komoditas di tukar dengan sejumlah uang tertentu atau barang lain yang setara nilainya. Interaksi faktor-faktor tersebut di atas menciptakan nilai yang tercermin dalam prinsip ekonomi permintaan dan penawaran. Permintaan suatu komoditas tercipta karena komiditas tersebut memiliki kegunaan dan keterbatasan di pasar. Permintaan juga dipengaruhi oleh keinginan untuk memuaskan kebutuhan tetap dibatasi oleh kemampuan oleh kegunaan dan keterbatasan di pasar. Suatu komoditas akan tersedia di pasar apabila dapat memberikan kepuasan kepada pembelinya. Apabila daya beli masyarakat menurun maka penawaran suatu komoditas akan meningkat pula. Wolcot (1987) juga menyebutkan bahwa nilai suatu properti seperti tanah dipengaruhi bahwa nilai suatu properti seperti tanah, dipengaruhi oleh faktor- faktor yang mempengaruhi motivasi suatu kegiatan manusia. Faktorfaktor yang

mempengaruhi nilai tanah adalah :

27

1. Faktor sosial, ditunjukan dengan karakteristik penduduk yang meliputi jumlah penduduk, jumlah keluarga, tingkat pendidikan, tingkat kejahatan dan lain- lain. Faktor ini membentuk pola penggunaan tanah pada suatu wilayah. 2. Faktor ekonomi, ditunjukkan dalam hubungan permintaan dan penawaran dengan kemampuan ekonomi suatu masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Variasi

permintaan meliputi jumlah tenaga kerja, tingkat upah, tingkat pendapatan, daya beli, suku bunga dan biaya transaksi. Variabel penawaran meliputi jumlah tanah yang tersedia, biaya perijinan, pajak, dan biaya overhead lainnya. 3. Faktor pemerintah, kebijakan pemerintah baik di bidang politik maupun hukum akan mempengaruhi nilai tanah, misalnya fasilitas keamanan, kesehatan, pendidikan, jaringan transportasi, peraturan perpajakan dan lain-lain.
4. Faktor lingkungan mempengaruhi nilai tanah meliputi

kondisi internal, yaitu lokasi, ukuran, topografi, jenis tanah, dimensi. Kondisi eksternal/ meliputi keasaan lingkungan sekitar lokasi tersebut seperti keberadaan laut atau pelabuhan, sungai, gunung dan jaringan transportasi yang mempengaruhi kemudahan atau aksesbilitas ke lokasi tanah

28

2.2.6

Permintaan Perumahan Permintaan perumahan memainkan peranan penting dalam mempengaruhi nilai pasar properti jenis perumahan. Hal ini di karenakan penawaran tanah untuk pembangunan terbatas dari segi keluasaan akan tetap dari segi permintaan selalu berubah dan bertambah. Awang Firdaus (Valuestate, 1997 : 14) menjelaskan bahwa permintaan konsumen terhadap perumahan dipengaruhi oleh faktor faktor sebagai berikut 1. Lokasi

Keberadaan lokasi perumahan, apakah dipusat di pinggir kota sangat mempengaruhi minat konsumen dalam membeli rumah. Semakin strategis letak perumahan tersebut berarti semakin baik dan memiliki tingkat permintaan yang semakin tinggi. Faktor-faktor ekonomi dari keberadaan lokasi perumahan juga menjadi

pertimbangan konsumen dalam memilih rumah yang dikehendakinya. Jarak menuju tempat kerja, tempat hiburan, dan fasilitas umum sebagai motif efisiensi waktu dan biaya transportasi merupakan faktor ekonomi yang menjadi pertimbangan konsumen di dalam memilih lokasi rumah yang dimaksud. 2. Pertambahan penduduk

29

Dengan alasan bahwa setiap orang memerlukan tempat tinggal sebagai tempat berlindung, maka setiap

pertambahan penduduk baik secara alami maupun non alami (karena urbanisasi) akan meningkatkan permintaan akan rumah. 3. Pendapatan Konsumen

Kesanggupan seseorang dalam memiliki rumah sangat dipengaruhi pendapatan yang diperolehnya. Apabila pendapatan perekonomian seseorang tidak meningkat terjadi resesi dan dan kondisi inflasi,

kecenderungan untuk memiliki rumah akan meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas. 4. Kemudahan Mendapatkan Pinjaman

Pada pasar properti perumahan, permintaan perumahan dipengaruhi juga oleh kebijakan pemerintah dan institusi keuangan seperti perbankan. Karakteristik pasar properti yaitu membutuhkan dana besar, menyebabkan konsumen sangat tergantung pada kemudahan pendanaan.

Kemudahan pendanaan ini dapat berupa fasilitas kredit pinjaman, penurunan tingkat suku bunga pinjaman, dan jangka waktu pelunasan pinjaman. Apabila kemudahan tersebut dapat diperoleh konsumen, dipercaya permintaan

30

akan rumah oleh konsumen akan bertambah. Sebaliknya jika syarat mendapatkan pinjaman sangat ketat, atau suku bunga pinjaman yang tinggi akan menurunkan permintaan rumah oleh masyarakat. 5. Fasilitas dan Sarana Umum

Fasilitas disini meliputi fasilitas umum dan fasilitas sosial, diantaranya infrastruktur, sarana pendidikan, kesehatan, keagamaan, sarana transportasi, dan lain-lain. Keberadaan fasilitas tersebut membangun serta menarik minta investor yang selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan rumah di kawasan tersebut. 6. Harga Pasar Rumah

Seperti dalam hal teori permintaan dan penawaran, semakin tinggi harga barang akan mengakibatkan

penurunan permintaan akan barang yang dimaksud. Apabila harga rumah menengah naik, sementara

kecenderungan memiliki rumah dengan tingkat harga tersebut akan berkurang dan permintaan akan beralih ke rumah dengan harga yang lebih rendah. 7. Undang-undang

Peraturan tentang jenis hak penggunaan lahan/tanah yang membatasi hak atas tanah tersebut turut menjadi faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen akan rumah.

31

Demikian juga dengan peraturan lain seperti peraturan perpajakan (PBB dan BPHTB) turut menjadi faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli rumah. 2.2.7 Definisi Perumahan Beberapa pengertian mengenai rumah dan perumahan. Menurut The Dictionary of Real Estate Appraisal (2002:313) pengertian properti perumahan adalah tanah kosong atau sebidang tanah yang dikembangkan, digunakan atau disediakan untuk tempat kediaman, seperti single family houses, apartemen, rumah susun.Berdasarkan Undang-Undang No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. a. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. b. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan c. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

32

Menurut American Institute Of Real Estate Appraisal (2001), residential property dibagi menjadi single family residential dan multifamily residential. Menurut Abd. Rahman (1992: 170) properti perumahan bisa dikategorikan kepada beberapa jenis, yaitu : 1. Rumah tinggal, dapat dibedakan menjadi rumah elit, rumah menengah, rumah sederhana dan rumah murah. 2. Flat, dapat dibedakan menjadi rumah susun, apartemen, dan kondominium. Menurut Harvey (1989), rumah memilikki 2 arti penting, yaitu : 1. Rumah sebagai kata benda, menunjukkan bahwa tempat tinggal (rumah dan tanah) sebagai suatu komiditi. 2. Rumah sebagai kata kerja, menunjukkan suatu proses dan aktivitas manusia yang terjadi dalam pembangunan, pengembangan maupun sampai proses penghuninya. Menurut SKB Menteri Dalam Negeri, Menteri PU, Menteri Perumahan Rakyat tahun 1992 Properti perumahan dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, yaitu : 1. Rumah sederhana adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 54 m2 sampai 200 m2 dan biaya pembangunan per m2 tidak melebihi dari harga

33

satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintan kelas C yang berlaku. 2. Rumah menengah adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 200 m2 sampai 600 m2 dan/atau biaya pembangunan per m2 antara harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerinah kelas C sampai A yang berlaku. 3. Rumah mewah adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 600 m2 sampai dengan 2000 m2 dan/ atau biaya pembangunan per m2 di atas harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas kelas A yang berlaku. Harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan rumah dinas pemerintah adalah harga satuan per m2 tertinggi yang tercantum dalam Pedoman Harga Satuan per m2 tetinggi untuk pembangunan gedung pemerintahan dari rumah dinas yang secara berkala ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Direktorat Jenderal Cipta Karya. Menurut Burgess dalam Mulyo Hendarto (2002),

penyebaran permukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1. Saingan (Competition)

34

Warga kota yang satu dengan yang lainnya saling bersaing mendapatkan perumahan sesuai dengan keinginannnya. Keinginan untuk mendapatkan tempat yang baik

tergantung kepada kemampuan ekonomi masing-masing. Jadi dengan demikian ada kemungkinan sukar diaturnya mengadakan kompleks perumahan apabila faktor ekonomi perorangan ini menjadi faktor penentu. 2. Hak Milik Pribadi (Private Ownership)

Tanah-tanah yang sudah dimiliki dan direncanakan untuk membangun rumahnya, tidak mudah dimiliki oleh pihak lain. Terlebih jika letaknya strategis. Pemilikan seperti ini menulkitkan adanya perencanaan tata kota. 3. Perbedaan Keinginan (Differential Desirability)

Penilaian ini berkaitan dengan masalah pribadi, masalah prstise, masalah sosial, dan lainnya. 4. Topografi

Secara langsung maupun tidak langsung topografi ini berpengaruh terhadap kedudukan dari suatu bangunan, sehingga dapat mempengaruhi harga tanah ataupun bangunan di tempat- tempat tertentu, daya tarik untuk mkemiliki atau menolak tempat tersebut. 5. Transportasi

35

Berpengaruh terhadap waktu dan biaya perjalanan dikaitan dengan ketersesiaan dan kemampuan finansial, maka hal ini akan juga berpengaruh terhadap lokasi dan juga persebaran permukiman. 6. Struktur Asal (Intertia of Early)

Kota-kota dengan bangunan historis yang memiliki nilai budaya yang tinggu akan mempunyai kesulitan dalam rangka mengatur permukiman masa kini. Biasanya bangunan tersebut dipertahankan sebagai momentum bersejarah.
2.2.8

Karakteristik Perumahan Menurut Mahfud Sidik (2000), karakteristik perumahan yang bersifat unik terutama menyangkut hal-hal sebagai berikut : 1. Lokasinya yang tetap dan hampir tidak mungkin dipindah 2. Pemanfaatannya dalam jangka panjang. 3. Bersifat heterogen secara multidimensional, terutama dalam lokasi, sumber daya alam dan preferensinya. 4. Secara fisik dapat dimodifikasi. Menurut Robert C Kyle properti perumahan (residential property) dapat diklasifikasikan menjadi seperti pada Gambar 2.2. Secara Spasial lokasinya tetap berarti bahwa lokasi perumahan memiliki atribut yang khusus tidak saja menyangkut aspek fisik, tetapi juga aspek kenyamanan, strata sosial, akses

36

pada fasilitas umum, pusat perbelanjaan dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Jarak dengan tempat kerja, gaya hidup dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Jarak dengan tempat kerja, gaya hidup dan kenyamanan lingkungan sekelilingnya dan tujuan lainnya. Pemanfaatan rumah tinggal dalam jangka panjang adalah ciri umum dari bangunan perumahan. Pada umumnya penghuni rumah melakukan modifikasi bentuk, interior, eksterior, dan ruangan bangunan perumahan dari bentuk aslinya. Dari sisi pasar perumahan, di lokasi yang lain. Di lain pihak, modifikasi hunian yang banyak dilakukan oleh individu-individu di suatu lingkungan perumahan tertentu akan mempengaruhi kondisi pasar perumahan di lingkungan tersebut.
Gambar 2.2 Penggolongan Properti Perumahan
Residential Real Estate

Single Family

Multy Family Residence

Free Standing Homes

Town Homes

Walk Up Buildings

Garden Developments

Highrise Buildings

Cluster Homes

Row Homes

Midrise Buildings

Sumber : Mahfud Sidik (2000 : 156)

37

2.2.9

Teori Pemukiman Kota Permukiman merupakan usaha padat tanah (land

intensive), dimana sekitar lima puluh persen tanah kota merupakan lahan untuk permukiman. Besarnya pengeluaran masyarakat untuk permukiman pada umumnya berkisar antara lima belas persen sampai dengan dua puluh persen dari penghasilannya (Sukanto, 2001: 73). Di negara dengan tingkat penghasilan warganya tinggi, elastisitas permintaan akan rumah relatif rendah, begitu pula sebaliknya. Keinginan memiliki rumah dibatasi oleh tingkat

penghasilan serta biaya pembangunan perumahan. Tingkat penghasilan rendah serta biaya pembangunan tinggi

mengakibatkan orang tidak dapat membangun rumah yang memenuhi syarat, meski kebutuhan permukiman merupakan kebutuhan primer. Kondisi ini akan menyebabkan munculnya rumah yang tidak memenuhi persyaratan kelayakan sebuah rumah (Sukanto, 2001: 77). Faktor penting dalam menganalisis permintaan pasar perumahan (Appraisal Institute, 2001: 273) antara lain : 1. Jumlah populasi pada area pasar 2. Tingkat pendapatan perkapita 3. Jenis pekerjaan dan tingkat pengangguran 4. Jumlah pemilik dan penyewa

38

5. Pertimbangan keuangan 6. Pola penggunaan tanah 7. Pertumbuhan dan Perkembangan kota 8. Faktor fisik lingkungan properti (seperti topografi, cuaca) 9. Struktur pajak daerah 10. Ketersediaan fasilitas pendukung dan jasa publik. 2.2.10 Teori Mobilitas Tempat Tinggal Menurut teori mobilitas tempat tinggal yang dikemukakan Turner (Yunus, 2000: 29), terdapat perilaku yang berbeda pada masyarakat dalam menentukan pilihan tempat tinggal.

Berdasarkan perilaku menentukan tempat tinggal tersebut terdapat tiga golongan strata sosial masyarakat, yaitu : 1. Bridgeheaders, golongan masyarakat ekonomi rendah yang cenderung memilih tempat tinggal dekat dengan tempat kerja untuk menekan biaya. 2. Consolidator, golongan dengan kemampuan ekonomi yang mulai mapan dan mencari lingkungan yang lebih nyaman. 3. Status atau Seekers, golongan dengan kemampuan ekonomi yang sangat kuat dan berusaha mendapatkan pengakuan terkait dengan status sosialnya. Pada golongan masyarakat dengan keterbatasan ekonomi umumnya memilih untuk bertempat tinggal dekat dengan tempat kerjanya dengan maksud menghemat biaya transportasi.

39

Masyarakat golongan ini bisanya adalah warga baru di kota tersebut yang masih belum memungkinkan untuk memiliki rumah sendiri. Pada golongan masyarakat yang telah mengalami peningkatan kesejahteraan mulai memikirkan untuk memiliki rumah sendiri di tempat lain dengan kondisi yang lebih baik, prioritas untuk dekat dengan tempat kerja. Pada golongan ini pilihan tempat tinggal diarahkan ke pinggiran yang menurut mereka menjanjikan kenyamanan dalam bertempat tinggal. Pada masyarakat yang tingkat kesejahteraannya semakin meningkat, maka kemampuan ekonomi akan merubah perilaku masyarakat untuk mencapai suatu kondisi yang mengakibatkan statusnya diakui dalam strata sosial. Identitas pribadi menjadi prioritas yang sangat tinggi dalam kehidupannya, serta timbul keinginan untuk memiliki rumah modern.
2.2.11 Teori Lokasi Perumahan

Pemilihan dan penentuan lokasi untuk properti perumahan bagi setiap orang berbeda-beda sesuai dengan pertimbangan masing-masing individunya. Beberapa ahli membuat kesimpulan mengenai pemilihan lokasi properti perumahan sebagai berikut (Harry W. Richadson, 1978: 280-281):

40

1.

Filter Down Theory

Teori ini muncul pada tahun 1920 oleh EW Burgess untuk menerangkan pola pemukiman di Chicago. Menurut EW. Burgerss, perkembangan CBD yang pesat membuat pusat kota menjadi tidak menarik (tanah mahal, macet, polusi). 2. Hipotesis Tiebout (1956)

Tiebout mengemukakakan bahwa seseorang memilih lokasi perumahan kota atau kabupaten yang pajaknya rendah atau pelayanan publiknya bagus. 3. Trade off Model oleh Alonso (1964) dan Solow

(1972,1973) Secara sederhana diartikan sebagai adanya trade off aksesibilitas terhadap ruang yang dipilih rumah tangga sebagai lokasi untuk properti perumahan. Model ini juga mengasumsikan bahwa kota melingkar dengan sebuah pusat tenaga kerja dan transportasi yang tersedia dimanamana, semua lokasi dipertimbangkan secara homogen kecuali jarak ke pusat kota. Rumah tangga akan bersedia membayar lebih untuk properti dengan lokasi yang lebih dekat dengan CBD karena biaya commuting lebih rendah. 4. Ellis ( 1967 )

Ellis menekankan pentingnya preferensi lingkungan dan karakteristik sekitar dalam memilih lokasi perumahan.

41

5.

Senior dan Wilson (1974)

Senior dan Wilson menyatakan bahwa untuk beberapa rumah tangga, kemudahan pencapaian ke tempat kerja tidak berarti sama sekali. 6. Little (1974) dan Kirwan & Ball (1974)

Mereka meneliti mengenai implikasi dari keinginan sebagian besar keluarga- keluarga untuk hidup dengan tetangga yang homogen. 7. Social Aglomeration Theory (1985)

Dikemukakan bahwa orang memilih rumah dengan pertimbangan utama bahwa dia akan nyaman bersama dengan kelompok sosial tertentu dimana kelompok ini bisa terbentuk berdasarkan ras, pendapatan, usia, dan lain sebagainya, yang kemudian timbul segregasi. Pilihan lokasi untuk rumah tinggal menggambarkan suatu usaha individu untuk menyeimbangkan dua pilihan yang bertentangan, yaitu kemudhan ke pusat kota dan luas tanah yang bisa diperoleh. Menurut Synder dan Anthony (1991: 153) ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi perumahan: 1. Perwilayahan (zoning). Peraturan antara lain terkait dengan tipe dan ukuran bangunan, persyaratan ketinggian

bangunan, garis sepadan bangunan.

42

2. Utilitas (utilities) Meliputi ketersediaan dan kondisi saluran pembuangan air hujan, sanitasi, pemasangan gas, listrik, dan telepon. 3. Faktor-faktor teknis (technical factor). Kondisi tanah, topografi, dan drainase, desain dan biaya. 4. Lokasi (location). Ketersediaan di pasar untuk penggunaan yang diusulkan, aksesibilitas, kondisi pesekitaran, dan kondisi lalu lintas. 5. Estetika (eisthetics). Meliputi pemandangan dan bentang alam yang ada. 6. Komunitas (community). Terutama terkait lingkungan termasuk didalamnya kesehatan dan jasa-jasa yang diselenggarakan pemerintah. 7. Pelayanan kota (city service). Penyediaan pendidikan, layanan kesehatan, dan jasa-jasa yang diselenggarakan pemerintah. 8. Biaya (cost). Biaya dan keterjangkauan penyewa.

2.2.12 Konsep Kebutuhan, Keinginan dan Permintaan Kebutuhan manusia adalah keadaan merasa tidak memiliki kepuasan dasar. Kebutuhan ini tidak diciptakan oleh masyarakat, namun sudah ada terukir dalam hayati serta kondisi manusia. Sedangkan keinginan adalah hasrat akan pemuas tertentu dari

43

kebutuhan tersebut. Bila seseorang berhasil dalam memuaskan suatu kebutuhan yang penting. Kebutuhan itu tidak lagi menjadi motivator, dia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang lebih rendah tingkat kepentingannya. Permintaan adalah keinginan akan sesuatu produk yang didukung dengan kemampuan serta ketersediaan membelinya. Jadi, keinginan menjadi permintaan bila didukung oleh daya beli, Tingkatan kebutuhan manusaia dapat dijabarkan dalam Gambar 2.3

Gambar 2.3 Hirarki Kebutuan Maslow

Sumber : Kloter dan Susanto (1999 : 240)

2.2.13 Proses Pengambilan Keputusan Konsumen Pengaruh lingkungan, perbedaan dan pengaruh individu, serta proses psikologis dapat membentuk dan mempengaruhi keputusan konsumen mencakup semua jenis perilaku pemenuhan

44

kebutuhan dan jajaran luas dari faktor yang memotivasi dan mempengaruhinya. Secara sistematik model dasar dari proses keputusan konsumen beserta faktor yang mempengaruhi dan membentuk perilaku tersebut dapat dijelaskan dalam Gambar 2.4 Secara umum keputusan konsumen mengambil bentuk dan mempunyai langkah- langkah sebagai berikut : 1. Pengenalan kebutuhan, yaitu konsumen mempresepsikan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan kondisi aktual untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan. Kebutuhan ini akan menjadi motivasi dalam membuat keputusan.
Gambar 2.4 Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Pengaruh Lingkungan

Pengaruh Individu

Proses Keputusan Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Pembelian Hasil Sumber : Engel. et. Al (1994)

Proses Ideologi s

2. Pencarian informasi, yaitu konsumen mencari informasi yang disimpan dalam ingatan atau mendapatkan informasi yang relevan dari lingkungan.

45

3. Evaluasi alternatif, yaitu konsumen mengevaluasi pilihan terkait dengan manfaat yang diharapkan dan

menyempitkan pilihan. Konsumen menggunakan informasi yang tersimpan dalam ingatan ditambah informasi yang didapat dari luar untuk membangun kriteria tertentu. Ini membantu konsumen untuk mengevaluasi dan

membandingkan alternatif tersebut. 4. Pembelian, yaitu konsumen memperoleh alternatif yang dipilih atau pengganti yang dapat diterima bila perlu. Konsumen dapat memutuskan apakah produk yang akan dibeli atau diputuskan untuk tidak dibeli sama sekali. 5. Hasil, yaitu perilaku konsumen setelah pembelian dimana konsumen mengevaluasi alternatif setelah pembelian. Bukan tidak lazim pembeli akan mengalami periode yang seketika dan sementara berupa penyesalan atau keraguan setelah keputusan pembelian. Hal ini dapat menimbulkan dampak apakah pembeli terpuaskan atau tidak.
2.3

Hipotesis Berdasarkan teori dan permasalahan yang ada, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Diduga persepsi faktor harga berhubungan signifikan terhadap persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe Cluster.

46

2. Diduga persepsi faktor fasilitas berhubungan signifikan terhadap persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe Cluster. 3. Diduga persepsi faktor lokasi berhubungan signifikan terhadap persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe Cluster. 4. Diduga persepsi faktor lingkungan berhubungan signifikan terhadap persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe Cluster. 5. Diduga persepsi faktor pendapatan berhubungan signifikan terhadap persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe Cluster. 6. Diduga persepsi faktor harga substitusi berhubungan signifikan terhadap persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe Cluster. 7. Diduga secara bersama-sama persepsi faktor harga, fasilitas, lokasi, pendapatan , lingkungan, dan harga barang substitusi berhubungan signifikan terhadap persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe Cluster.

47

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan rincian sebagai berikut : 1. Data Primer Data Primer yang digunakan dalam penelitian ini meliputi profil responden, tanggapan responden terhadap pertanyaan yang diajukan terkait dengan indikator masing masing variabel penelitian. 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diolah oleh orang atau lembaga lain dan telah dipublikasikan. Data- data dimaksud diperoleh dari BPS, pengembang perumahan, majalah-majalah, publikasi di internet, laporan perusahaan dan brosur-brosur. Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan antara lain meliputi data penghuni, jumlah penduduk, topografi, jumlah unit rumah, tipe-tipe perumahan, banyaknya perumahan, dan data lainnya yang diperlukan.

48

3.2

Populasi dan Sampel Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi atau kejadian di mana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian. Sedangkan elemen sendiri merupakan unit dimana data yang diperlukan akan dikumpulkan atau dapat dianalogikan sebagai unit analisis (Mudrajad, 2003: 103). Populasi dalam penelitian ini adalah semua konsumen yang membeli dan tinggal diperumahan Casa Grande. Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak pengembang, perumahan Casa Grande menawarkan delapan tipe rumah (Tabel 3.1).

Tabel 3.1 Daftar Jumlah Rumah di Perumahan Casa Grande


Tipe Rumah T.90/159 T.116/125 T.120/192 T.150/159 T.180/200 T.195/240 T.228/300 T.268/360 Jumlah Rumah Yang Sudah Dihuni 10 7 6 8 6 8 6 6 58 Rumah Yang Belum Dihuni 4 3 4 1 2 1 2 2 18 Jumlah Keseluruhan 14 10 10 9 8 9 8 8 76

Sumber : Damai Poetra Group

Sampel adalah suatu himpunan bagian (subset) dari unit populasi (Mudrajad, 2003 : 103). Sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan dianggap mewakili populasi. Dalam penelitian ini, dengan mempertimbangkan jumlah populasi,

49

penelitian dilakukan terhadap seluruh populasi. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 58KK (berdasarkan jumlah rumah yang dihuni), namun peniliti hanya bisa mendapatkan 30 reponden karena pada saat melakukan survey ada sebagian penghuni rumah yang tidak berada di tempat maupun menolak kuisioner penelitian.

3.3

Metode Pengumpulan Data Menurut Sugiyono (2004 : 129) untuk memperoleh data primer, teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan gabungan ketiganya. Sedangkan untuk memperoleh data sekunder dapat dilakukan dengan penelitian arsip (achival research) dan studi kepustakaan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Wawancara (Interview)

Wawancara untuk memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan secara tatap muka, terutama dengan penghuni perumahan untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai kondisi kehidupan sosial kemasyarakatan di lokasi perumahan dan berbagai permasalahan yang terjadi di sana. 2. Kuesioner

Data juga diperoleh dengan cara mendatangi seluruh responden dan memberikan angket atau kuesioner untuk diisi responden,

50

kemudian responden mengisi jawaban pertanyaan dalam angket, serta mengumpulkan kembali angket yang telah diisi. 3. Dokumentasi

Data-data sekunder, seperti data-data perumahan, tipe rumah, dan data- data sekunder lainnya diperoleh dari penelitian terhadap dokumen atau arsip yang diperlukan.
3.4

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang menjadi perhatian utama dalam sebuah pengamatan. Pengamat akan dapat memprediksi ataupun menerangkan variabel dalam variabel terikat beserta perubahannya yang terjadi kemudian. Variabel terikat beserta

perubahannya yang terjadi kemudian. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah keputusan pembelian, yang dimaksud dalam keputusan pembelian disini adalah keputusan seorang konsumen untuk membeli atau tidaknya perumahan tipe cluster di Perumahan Cassa Grande. Sedangkan variabel bebas (independent variable) adalah variabel dapat mempengaruhi perubahan dalam variabel terikat dan mempunyai hubungan bagi variabel terikat nantinya (Mudrajad, 2003 : 42). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah persepsi harga, fasilitas, lokasi, dan lingkungan. Definisi operasional merupakan definisi yang didasarkan pada sifat-sifat hal yang di definisikan yang dapat diamati dan diukur. Definisi

51

operasional dari variabel yang akan diteliti dalam pemerintahan ini akan diuraikan sebagai berikut: 1. Variabel Persepsi Faktor Harga Penekanan terhadap harga sangat terkait dengan fungsi atau kegunaan yang dirasakan konsumen. Harga yang mahal bukan berarti dijauhi konsumen, tetapi dikatakan mahal jika konsumen tidak dapat memaksimalkan fungsi atau kegunaan produk tersebut. Mahal tidak lagi diukur dari nilai mata uang yang dikeluarkan konsumen, dengan kata lain sifat harga sangat paradoksial atau tidak tetap. Harga adalah suatu yang dipersepsikan oleh konsumen, semakin baik persepsi konsumen terhadap harga produk menunjukkan adanya maksimalisasi fungsi atau kegunaan produk tersebut (Hermawan, 2002). Persepsi harga dapat dipandang dari kesesuaian antara pengorbanan yang dilakukan konsumen dengan nilai yang akan diterimanya setelah melakukan pembelian. Dari hal itulah konsumen akan mempersepsikan harga produk tersebut (Hermawan, 2002). Indikator yang digunakan untuk menjelaskan variabel persepsi harga adalah : a. Kesesuaian/ keterjangkauan harga oleh segmentasi

yang dituju b. Kesesuaian harga dengan manfaat yang diterima. c. Kesesuaian harga dengan kualitas rumah yang diinginkan.

52

2. Variabel Persepsi Faktor Fasilitas Variabel persepsi faktor fasilitas dalam penelitian ini adalah penyediaan perlengkapan fisik perumahan yang mampu

memberikan kemudahan kepada penghuni perumahan dalam melakukan berbagai aktivitas sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi. Termasuk dalam pengertian fasilitas dalam penelitian ini antara lain berupa jalan, saluran air, jaringan listrik, jaringan telepon, pembuangan sampah, fasilitas peribadatan, fasilitas rekreasi dan kebudayaan, fasilitas olahraga dan lapangan terbuka. Indikator variabel fasilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Kelengkapan fasilitas yang disediakan pengembang b. Kesesuaian fasilitas dengan kebutuhan penghuni c. Kemampuan fasilitas dalam melayani seluruh penghuni 3. Variabel Persepsi Faktor Lokasi Lokasi merupakan daerah atau tempat dimana sesuatu berada. Dalam penelitian ini, variabel lokasi mengacu pada letak perumahan dan dengan membandingkannya properti lainnya. Lokasi juga terkait dengan aksesibilitas, termasuk di dalamnya keterjangkauan dan kemudahan untuk menjangkau lokasi

perumahan. Indikator untuk variabel lokasi dalam penelitian ini adalah :

53

a. Kemudahan dalam menuju lokasi perumahan b. Kelancaran lalulintas menuju lokasi perumahan c. Kedekatan dengan pusat kota d. Kedekatan dengan tempat kerja/ aktivitas 4. Faktor Persepsi Faktor Lingkungan Lingkungan memiliki dua aspek dimensi yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Yang termasuk dalam lingkungan sosial adalah semua interaksi sosial antara dan di antara masyarakat (J Paul Peter & Jerry C Olson, 1996:5). Konsumen dapat berinteraksi dengan orang lain baik secara langsung maupun secara mengamati. Sedangkan yang termasuk lingkungan fisik (physical environment) adalah semua aspek non manusia dalam lingkungan dimana perilaku konsumen terjadi (J. Paul Peter & Jerry C Olson, 1996:8). Setiap aspek lingkungan fisik dapat dibagi menjadi elemen ruang (spatial) dan non ruang (non spatial). Indikator yang digunakan untuk menjelaskan variabel lingkungan dalam

penelitian ini adalah : a. Kondisi udara di lingkungan perumahan b. Ketersediaan air bersih c. Keamanan lingkungan perumahan d. Kemampuan menjaga privasi penghuni 5. Variabel Persepsi Faktor Pendapatan

54

Besar kecilnya pendapatan seseorang berpengaruh kepada kemampuan daya beli seseorang, termasuk dalam membeli rumah. Indikator yang digunakan untuk menjelaskan variabel pendapatan dalam penelitian ini adalah : a. Kesesuaian dengan pendapatan b. Daya beli c. Sumber pendapatan lain 6. Variabel Persepsi Faktor Harga Subsitusi Perilaku konsumen dalam membeli rumah pasti membandingkan dengan perumahan lain. Bagaimana fasilitas, lingkungan, lokasi, dan yang paling penting harganya. Apalagi sekarang pengembang menawarkan berbagai macam tipe perumahan, dengan berbagai macam fasilitas, dan hadiah. Indikator yang digunakan untuk menjelaskan variabel harga subsitusi dalam penelitian ini adalah : a. Pemilihan berdasarkan perbandingan harga b. Pemilihan berdasarkan perbandingan fasilitas c. Pemilihan berdasarkan perbandingan lokasi d. Pemilihan berdasarkan perbandingan lingkungan 7. Variabel Persepsi Keputusan pembelian Preferensi konsumen dalam memilih dan membeli rumah merupakan suatu gambaran mengenai alasan-alasan konsumen memilih rumah yang lebih disukai atau diinginkannya.

55

Proses pengambilan keputusan konsumen untuk memilih rumah dapat bersifat rasional sesuai manfaat obyektif yang diperoleh dari kepemilikan rumah, namun dapat juga bersifat tidak rasional, yakni memandang kepemilikan rumah secara simbolis dan berkenaan dengan respon emosi. Keputusan pembelian rumah merupakan suatu keputusan

konsumen yang diambil setelah dia memperhatiakn semua aspek untuk kemudian melakukan pemilihan terhadap alternatif

keputusan yang tersedia. Menurut teori perilaku konsumen yang diungkapkan Horward dan Shay sebagaimana dikutip Antonius (2005 : 29), ukuran yang menentukan konsumen dalam membeli suatu produk antara lain adalah : keyakinan, ketertarikan, dan kepercayaan. Apabila skor variabel keputusan pembelian yang diperoleh dengan perhitungan skala likert semakin tinggi, maka hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pula tingkat keyakinan dan kepercayaan responden dalam melakukan pembelian rumah. Indikator variabel keputusan pemilihan rumah dalam penelitian ini adalah : a. Kemantapan ketika melakukan pembelian b. Merupakan keputusan yang tepat c. Penawaran yang mendorong pembelian

56

Penelitian ini menggunakan skala likert untuk mengukur jawaban responden. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2004 : 86). Variabel yang akan diukur dengan menggunakan skala Likert dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item instrumen yang dapat berupa pertanyaan- pertanyaan. Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban-jawaban tersebut dapat dberi skor dan selanjutnya dijumlahkan untuk mendapatkan gambaran mengenai perilaku. Adapun skor yang diberikan terhadap jawaban atas pertanyaan adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2004: 87) : Skor 5 : untuk jawaban sangat setuju Skor 4 : untuk jawaban setuju Skor 3 : untuk jawaban ragu ragu Skor 2 : untuk jawaban tidak setuju Skor 1 : untuk jawaban sangat tidak setuju 3.5 Metode Analisis Metode Analisis data dilakukan adalah analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan bentuk analisis data yang dinyatakan dalam bentuk uraian. Analisis ini bertujuan untuk memahami tanggapan dan pengentahuan responden terhadap pertanyaan yang diajukan, sedangkan analisis data kuantitatif dimaksudkan untuk

57

memperkirakan besarnya pengaruh secara kuantitatif suatu kejadian terhadap kejadian lainnya dengan menggunakan statistik. Dalam penelitian ini analisis kuantitatif yang dilakukan analisis regresi linear berganda.

3.6

Pengujian Kualitas Data 3.6.1 Uji Realiabilitas Uji reliabilitas mengukur tingkat kestabilan suatu alat pengukur dalam mengukur suatu gejala atau kejadian. Semakin tinggi reabilitas suatu alat pengukur, semakin stabil pula alat pengukur tersebut untuk mengukur suatu gejala dan sebaliknya jika reabilitas rendah maka alat tersebut tidak stabil dalam mengukur suatu gejala. Suatu alat ukur dikatakan memiliki reabilitas yang tinggi atau dapat dipercaya apabila alat ukur tersebut stabil sehingga dapat diandalkan (dependability) dan dapat digunakan untuk meramalkan (predictability). Uji reabilitas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu Imam Ghozali (2006 : 45): a. Pengukuran ulang. Caranya, kepada responden diberikan pertanyaan yang sama namun pada waktu yang berbeda. Setelah itu, akan dilihat apakah jawaban yang diberikan responden dapat konsisten atau tidak.

58

b. Pengukuran sekali. Pada cara ini pengukuran yag dilakukan hanya sekali kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaanpertanyaan lain atau dilakukan dengan mengukur korelasi antar jawaban variabel. Uji ini dapat dilakukan dengan uji statistik Cornbach alpa. Suatu variabel dikatakan realibel jika nilai Cronbach Alpa lebih besar dari 0,60. 3.6.2 Uji Validitas Uji validitas mengukur apakah data yang diperoleh dari pengumpulan data melalui metode kuisioner dapat dipercaya atau tidak serta apakah dapat mewakili apa yang hendak diteliti. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut. Menurut Imam Ghozali (2006 : 45) beberapa cara untuk mengukur validitas antara lain : 1. Melakukan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor variabel Hipotesis yang diajukan adalah : Ho : skor butir pertanyaan berkorelasi positif dengan total skor konstruk. Ha : skor butir pertanyaan tidak berkorelasi positif dengan total skor konstruk.

59

Uji signifikasi dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel. Jika r hitung lebih besar dibandingkan r tabel dan nilai positif maka butir pertanyaan atau indikator tersebut valid. Selain dengan cara diatas, untuk menguji signifikansi dapat juga dengan membandingkan t hitung dengan t tabel. Jika t hitung lebih besar daripada t tabel, maka r memang memiliki korelasi positif. 2. Melakukan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk. Jika korelasi antara masing- masing indikator terhadap total skor konstrukk menunjukkan hasil signifikan, maka dapat disimpukan bahwa masing- masing indikator adalah valid. 3.7 Alat Analisis Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda (multiple regression analysis) dengan model linear. Analisis regresi berganda adalah analisis hubungan antara dua atau lebih variabel bebas (X) terhadap satu variabel terikat (Y) dengan asumsi Y merupakan fungsi dari X. Hasil analisis regresi adalah berupa koefisien untuk masingmasing variabel bebas. Koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi nilai variabel terikat dengan suatu persamaan. Koefisien regresi dihitung

60

dengan dua tujuan sekaligus. Pertama meminimumkan penyimpangan antara nilai aktual dan nilai estimasi variabel terikat berdasarkan data yang ada. (Tabachnick dalam Ghozali 2006 : 81). Dalam analisis regresi, selain mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, juga melanjutkan arah hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas. (Imam Ghozali, 2006 : 82) Secara matematis, hubungan variabel tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut : Y = b0 + b1X1 + b2X2 +b3X3 +b4X4 + b5X5 +b6X6 + e Dimana : Y = Persepsi Keputusan pembelian rumah B0 = konstansta X1 = Variabel persepsi faktor harga X2 = Variabel persepsi faktor fasilitas X3 = Variabel persepsi faktor lokasi X4 = Variabel persepsi faktor lingkungan X5 = Variabel persepsi faktor pendapatan X6 = Variabel persepsi faktor harga substitusi B1 = koefisien parameter variabel bebas, i =1,2,3,4,5 E = Disturbance Error

3.8

Uji Statistik 3.8.1 Uji Hipotesis

61

Pengujian hipotesis statistik, yang meliputi pengujian hipotesis secara serempak (uji F-Test statistik), pengujian hipotesis secara individu (uji T-Test statistik ) serta pengujian ketetapan perkiraan (R2). 1. Pengujian Parsial (uji T-Test statistik) Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji T-Test statistik. Tujuan penggunaan uji T-Test statistik adalah untuk menguji parameter secara parsial atau sendirisendiri dengan tingkat kepercayaan tertentu. Ho: i = 0, artinya variabel independen secara individu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen Ho:i > 0, artinya variabel independen secara individu berpengaruh dependen. Pengambilan keputusan :
a.

positif

signifikan

terhadap

variabel

Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima. variabel tidak independen tersebut secara

Berarti individu

berpengaruh secara signifikan

terhadap variabel dependen. b. Berarti Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak. variabel independen tersebut secara

62

individu berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap variabel dependen. T hitung dapat dicari dengan rumus : i t = Sei Gambar 3.1 Kurva Distribusi t

Daerah penerimaan Ho

Daerah penolakan Ho

Sumber : Agus Widarjono (2007)

2. Pengujian Secara Serempak ( Uji F- Test Statistik ) Uji F-test satatistik dilakukan untuk mengetahui proporsi variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen secara serempak atau gabungan, dilakukan pengujian hipotesis secara serentak dengan menggunakan uji F.

63

Ho: 1 = 2 = 3, artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Ho:1 2 3, artinya variabel independen secara bersama-sama dependen. Pengambilan keputusan :
a.

berpengaruh

terhadap

variabel

Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima. independen tersebut secara

Berarti variabel

bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.


b.

Jika F hitung > F tabel, maka Ho ditolak. variabel independent tersebut secara secara

Berarti

bersama-sama

berpengaruh

signifikan

terhadap variabel dependen. F- hitung diperoleh dengan rumus : R2 /( k-1 ) F = (1-R2) / (n-k)

64

Gambar 3.2 Kurva Distribusi F

Ho diterima Ho ditolak
Ho ditolak

Sumber : Agus Widarjono (2007) 3.

Pengujian Ketetapan Perkiraan (uji R2) R2 adalah suatu besaran yang lazim dipakai untuk mengukur kebaikan kesesuaian (goodness of fit), yaitu bagaimana garis regresi mampu menjelaskan

fenomena yang terjadi. R2 mengukur proporsi (bagian) atau persentase total variasi data (variabel

independent) yang dijelaskan oleh model regresi. Semakin tinggi nilai R2, maka garis regresi sampel semakin baik. Tingkat ketetapan regresi ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi R2, yang terletak pada 0 < R2 < 1 (Gujarat Damodar, 1987 hal 67). Nilai R2 diperoleh dari : Jumlah kuadrat refresi R = Total jumlah kuadrat
2

ESS = TSS

TSS RSS

RSS

65

= TSS e 2 = 1 - y 2 3.9 Uji Asumsi Klasik


3.9.1

= 1 - TSS

Uji Multikolinearitas Tujuan uji multikolinearitas untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang sempurna atau tidak sempurna diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan. Multikolinearitas dapat diketahui dengan melihat korelasi antar variabel independen. Salah satu metode yang digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas pada suatu model regresi adalah dengan cara melakukan regresi dependen variabel bebas yang terkandung dalam suatu model regresi yang sedang di uji. Apabila variabel bebas yang baru dimasukkan ke dalam percobaan tidak dapat mengakibatkan perbaikan R2 tanpa menyebabkan koefisien-koefisien regresi menjadi diterima

disebabkan tanda yang salah, maka variabel bebas ini dianggap sebagai variabel bebas yang berguna. Setelah itu dihitung nilai F, dengan rumus :

R2 /( k-1 ) F = (1-R2) / (n-k)

66

Jika F hitung > F tabel, berarti variabel independen berkorelasi dengan variabel independen lainnya, sehingga terdapat multikolinearitas. Jika F hitung < F tabel, berarti variabel independen tidak berkorelasi dengan variabel independen lainnya sehingga tidak ada multikolinearitas.

3.9.2

Uji Heteroskesdastisitas Yaitu bahwa salah satu asumsi penting yang kita bangun dalam model OLS adalah bahwa varian dari residual adalah konstan. Namun dalam kenyataannya seringkali varian residual adalah tidak konstan atau disebut heterodastisitas. Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya heterodastisitas adalah salah satunya dengan metode White. Yaitu suatu metode yang tidak memerlukan asumsi tentang adanya normalitas pada residual.Apabila untuk model yang mempunyai lebih dari satu variabel independen dapat dirumuskan : ei2 =
0

+ 1X1i + 2X2i + 3X3i + 4X4i + vi

3.9.3

Uji Autokorelasi

67

Autokorelasi merupakan korelasi antara residual satu observasi dengan observasi lain yang disusun menurut urutan waktu (time series ) maupun menurut urutan ruang atau tempat (cross section ). Untuk menguji apakah hasil estimasi suatu model regresi tidak mengandung korelasi serial diantara disturbance term-nya, maka digunakan D-W Statistik :

2 (et et 1)

t= 2

DW =

pilihan pada

et 2

t> 1

a. Jika d < dl atau du > (4 - dl) maka Ho ditolak, dengan alternatif yang berarti terdapat

autokorelasi. b. Jika d terletak antara du dan (4 du) maka Ho diterima yang berarti tidak ada autokorelasi. c. Jika d terletak antara dl dan du atau diantara ( 4 du ) dan ( 4 dl ), maka uji DW tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti. Untuk nilai-nilai ini tidak dapat ( pada suatu tingkat signifikan tertentu ) disimpulkan ada tidaknya autokorelasi diantara faktor-faktor

gangguan.

68

Gambar 3.3 Statistik Durbin Watson

Ada autokorelasi Daerah raguragu positif

Tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif

Daerah raguAda ragu autokorelasi negatif

dl

du

4-dl

4-du

Sumber : Agus Widarjono (2007)

69

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

4.1

Deskripsi Subjek Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Responden Gambaran umum responden yang menjadi subyek dalam penelitian ini, yaitu konsumen yang membeli dan tinggal di Responden yang diambil

perumahan Casa Grande Sleman.

sebagai sampel adalah sebanyak 30 orang. Responden akan dibagi menjadi 4 kategori, yaitu : Responden menurut jenis kelamin, usia, status martial, pendidikan terakhir, pekerjaan, penghasilan perbulan, type rumah dan status rumah.

4.1.2

Responden Menurut Jenis Kelamin Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari sampel yang

berjumlah 30 konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan Casa Grande Sleman dapat diperoleh gambaran tentang kelamin dari masing-masing responden (Tabel 4.1). Berdasarkan hasil penelitian pada konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan Casa Grande Sleman, responden jenis

menurut jenis kelamin, menunjukkan bahwa lebih banyak responden dengan jenis kelamin pria dari pada responden wanita,

70

responden pria sebanyak 17 orang atau 56,7% dan responden wanita sebanyak 13 orang atau 43,3%. Tabel 4.1 Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Pria Wanita Jumlah 17 13 Presentase(%) 56,7 % 43,3 %

Sumber : Data diolah (2011)

4.1.3

Responden Menurut Usia Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari sampel yang

berjumlah 30 konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan Casa Grande Sleman dapat diperoleh gambaran tentang usia dari masing-masing responden (Tabel 4.2). Sebagian besar responden berusia 30 40 tahun dengan jumlah 12 orang atau 40%. Responden terbesar selanjutnya yaitu usia 40 50 tahun dengan jumlah 9 orang atau 30%. Responden berusia kurang dari 30 tahun berjumlah 7 orang atau 23,3% dan yang berusia lebih besar dari 50 tahun berjumlah 2 orang atau 6,7%. Sebagian besar responden berusia antara 30 40 tahun dikarenakan usia tersebut adalah usia para pasangan muda yang mulai menempati tempat tinggal mereka sendiri. Usia ini memiliki penghasilan yang cukup untuk membeli dimana mereka berada pada usia yang produktif. Tabel 4.2

71

Responden Menurut Usia Usia Responden <30 th 30-40 th 40-50 th >50 th Jumlah 7 12 9 2 Responden 23,3 % 40 % 30 % 6,7 %

Sumber : Data diolah (2011)

4.1.4

Responden Menurut Status Martial Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari sampel yang

berjumlah 30 konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan Casa Grande Sleman dapat diperoleh gambaran tentang status martial dari masing-masing responden (Tabel 4.3). Sebagian besar responden memiliki status martial menikah yaitu sebanyak 26 orang atau 86,7% dan yang tidak atau belum menikah sebanyak 4 orang atau 13,3%. Dengan demikian dapat disimpulkan sebagian besar responden adalah yang telah menikah karena mereka ingin tinggal di rumah sendiri untuk

berumahtangga.

Tabel 4.3 Responden Menurut Status Martial Status Martial Menikah Tidak/ belum Jumlah 26 4 Presentase 86,7 % 13,3 %

Sumber : Data diolah (2011)

72

4.1.5

Responden Menurut Pendidikan Terakhir Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari sampel yang

berjumlah 30 konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan Casa Grande Sleman dapat diperoleh gambaran tentang

pendidikan terakhir dari masing-masing responden (Tabel 4.4).

Tabel 4.4 Responden Menurut Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir SMP SMA Diploma S1/S3/S3 Jumlah 0 3 10 17 Presentase 0% 10 % 33,3 % 66,7 %

Sumber : Data diolah (2011)

Responden menurut pendidikan terakhir dari tingkat SMP tidak ada, SMA sebanyak 3 orang atau 10%, Diploma sebanyak 10 orang atau 33,3% dan pendidikan S1/S2/S3 sebanyak 17

orang atau 66,7%. Dengan demikian diketahui bahwa mayoritas responden berpendidikan terakhir S1/S2/S3 karena mereka adalah orang-orang yang memiliki pendidikan cukup tinggi sehingga memiliki kemampuan untuk bekerja dan memiliki penghasilan yang layak untuk membeli rumah di perumahan Casa Grande Sleman.

73

4.1.6

Responden Menurut Pekerjaan Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari sampel yang

berjumlah 30 konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan Casa Grande Sleman dapat diperoleh gambaran tentang pekerjaan dari masing-masing responden (Tabel 4.5). Responden menurut pekerjaan di PNS sebanyak 6 orang atau 20%, TNI/Polri sebanyak 3 orang atau 10%, wiraswasta sebanyak 6 orang atau 20%, pegawai swasta sebanyak 10 orang atau 33,4%, ibu rumah tangga sebanyak 3 orang atau 10%,

professional sebanyak 1 orang atau 3,3%, dan BUMN sebanyak 1 orang atau 3,3%. Dengan demikian diketahui bahwa mayoritas responden adalah pegawai swasta yang memiliki penghasilan cukup tinggi untuk melakukan pembelian rumah pada perumahan Casa Grande Sleman.

Tabel 4.5 Responden Menurut Pekerjaan Pekerjaan PNS TNI/ Polri Wiraswasta Pegawai Swasta Ibu Rumah Tangga Profesional BUMN Jumlah 6 3 6 10 3 1 1 Presentase 20 % 10 % 20 % 33,4 % 10 % 3,3 % 3,3 %

Sumber : Data diolah (2011)

74

4.1.7

Responden Menurut Penghasilan Perbulan Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari sampel yang

berjumlah 30 konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan Casa Grande Sleman dapat diperoleh gambaran tentang

penghasilan perbulan dari masing-masing responden (Tabel 4.6). Responden menurut penghasilan terbanyak adalah 4 8 juta sebanyak 14 orang atau 46,7%, kemudian lebih besar dari 8 juta sebanyak 12 orang atau 40%, 1 4 juta sebanyak 4 orang atau 13,3% dan penghasilan kurang dari 1 juta tidak ada. Dengan demikian diketahui bahwa mayoritas responden adalah mereka yang berpenghasilan antara 4 sampai 8 juta yang merupakan penghasilan cukup tinggi sehingga mampu melakukan pembelian rumah di perumahan Caa Grande.

Tabel 4.6 Responden Menurut Penghasilan Perbulan Penghasilan Perbulan <Rp 1juta Rp 1-4 juta Rp 4-8 juta >Rp 8 juta Jumlah 0 4 14 12 Presentase 0% 13,3 % 46,7 % 40 %

Sumber : Data diolah (2011)

4.1.8

Responden Menurut Tipe Rumah Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari sampel yang

berjumlah 30 konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan

75

Casa Grande Sleman dapat diperoleh gambaran tentang tipe rumah dari masing-masing responden (Tabel 4.7). Responden menurut tipe rumah adalah T.195/240 sebanyak 5 orang atau 16,6%, T.180/200 sebanyak 6 orang atau 20%, T.268/360 sebanyak 2 orang atau 6,7%, T.228/300 sebanyak 2 orang atau 6,7%, T.116/125 sebanyak 3 orang atau 10%, T.120/192 sebanyak 2 orang atau 6,7%, T.90/159 sebanyak 8 orang atau 26,6%, dan T.150/159 sebanyak 2 orang atau 6,7%. Diketahui bahwa mayoritas responden lebih memilih rumah T.90/159 karena tipe ini adalah kategori sedang dimana harganya lebih terjangkau bagi mereka, selain itu dengan dengan luas tanah 159 m dan bangunan 90 m, responden dapat memanfaatkan sisa tanah yang cukup luas untuk kegiatan lain di luar rumah.

Tabel 4.7 Responden Meurut Tipe Rumah Tipe Rumah T.90/159 T.116/125 T.120/192 T.150/159 T.180/200 T.195/240 T.228/300 T.268/360 Jumlah 8 3 2 2 6 5 2 2 Presentase 26,6 % 10 % 6,7 % 6,7 % 20 % 16,6 % 6,7 % 6,7 %

Sumber : Data diolah (2011)

76

4.1.9

Responden Menurut Status Rumah Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari sampel yang

berjumlah 30 konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan Casa Grande Sleman diperoleh gambaran tentang status rumah dari masing-masing responden (Tabel 4.8).

Tabel 4.8 Tabel Menurut Status Rumah Status Rumah Milik Sendiri Kontrak Kredit Jumlah 23 1 6 Presentase 76,7 % 3,3 % 20 %

Sumber : Data diolah (2011)

Responden menurut

status rumah sendiri sebanyak 23

orang atau 76,7%, sewa atau kontrak sebanyak 1 orang atau 3,3% dan status kredit rumah sebanyak 6 orang atau 20%. Dengan demikian diketahui bahwa mayoritas responden memilih untuk memiliki rumah mereka sendiri sebagai investasi dan jaminan masa depan mereka.

77

4.2

Analisis Data 4.2.1 Hasil Pengujian Validitas dan Realiabilitas

a. Hasil Pengujian Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan dalam kusioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang diukur kuesioner tersebut (Ghozali, 2001). Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r-hitung dengan nilai r-tabel yang merupakan hasil dari analisis korelasi pearson. Apabila nilai r-hitung lebih besar dari r-tabel maka pertanyaan dikatakan valid. Hasil pengujian validitas dapat dilihat pada Tabel 4.9. Dari hasil pengujian validitas dengan df = n k (30 6 = 24) pada tabel dibawah ini dapat diketahui semua items pertanyaan pada kuesioner mempunyai nilai rhitung lebih besar dari nilai r-tabel dengan nilai r semuanya positif sehingga dapat disimpulkan bahwa semua items pertanyaan dapat dinyatakan valid.

Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas

78

Variabel X1 X2 Variabel X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24

r-hitung 0,805 0,794 r-hitung 0,867 0,657 0,621 0,758 0,896 0,906 0,932 0,937 0,871 0,907 0,881 0,923 0,779 0,860 0,825 0,905 0,865 0,878 0,786 0,541 0,712 0,399

r-tabel 0,388 0,388 r-tabel 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388 0,388

Keterangan Valid Valid Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Sumber : Data diolah (2011) b. Hasil Pengujian Realiabilitas

Uji reabilitas adalah sebenarnya alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau construct. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2000). Pengujian reliabilitas dilakukan dengan alat ukur uji statistik Cronbach alpha. Suatu atau variabel dikatakan reliabel jika nilai

79

Cronbach alpha > 0,60. Hasil pengujian reliabilitas (Tabel 4.10).

Tabel 4.10 Hasil Uji Realiabilitas Variabel Persepsi Harga Fasilitas Lokasi Lingkungan Pendapatan Harga Substitusi Keputusan Pembelian Alpha 0,912 0,824 0,967 0,965 0,910 0,940 0,719

Sumber : Data diolah (2011)

4.2.2

Hasil Regresi Analisis regresi linear berganda digunakan untuk

mengetahui pengaruh variabel bebas atau independen terhadap variabel terikat atau dependen. Hasil analisis persepsi harga,

fasilitas, lokasi, lingkungan, pendapatan dan harga subsitusi terhadap keputusan pembelian konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan Casa Grande Sleman dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

80

Tabel 4.11 Hasil Regresi


Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 04/12/11 Time: 14:12 Sample: 1 30 Included observations: 30 Variable C X1 X2 X3 X4 X5 X6 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Coefficient 0.266350 0.166602 0.300571 0.154587 0.126279 0.218395 0.121274 0.727552 0.656479 0.327803 2.471459 -5.122322 1.948437 Std. Error 0.529708 0.055424 0.078160 0.053619 0.054076 0.061445 0.059969 t-Statistic 0.502824 3.005978 3.845616 2.883084 2.335235 3.554308 2.022275 Prob. 0.6199 0.0063 0.0008 0.0084 0.0286 0.0017 0.0549 4.166000 0.559289 0.808155 1.135101 10.23666 0.000015

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

Sumber : Data diolah (2011)

Hasil analisis tersebut di atas konstanta dan koefisien regresi yang diperoleh dapat dimasukkan pada persamaan umum regresi adalah sebagai berikut :
Y = 0,166 X1 + 0,300 X2 + 0,154 X3 + 0,126 X4 + 0,218 X5 + 0,121 X6

4.3

Hasil Pengujian Hipotesis 4.3.1 Hasil Pengujian Uji F Analisis uji F pada dasarnya menunjukkan apakah

semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel

81

dependen. Pengujian dengan cara membandingkan antara F tabel dengan F hitung. Mencari F tabel dengan kriteria =5%, df = n k (30 - 6 = 24). Dari tabel didapat nilai F tabel adalah 2,51. Dari output EVIEWS pada lampiran dengan nilai F sebesar 10.23666. Karena F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Besarnya signifikansi 0,000 yang artinya lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan atas hasil tersebut maka dapat disinpulkan bahwa model tersebut baik dan dapat diterima. 4.3.2 Hasil Pngujian Uji t Analisis uji-t digunakan untuk menguji apakah variabel bebas secara parsial atau individual berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Dengan dilakukan uji-t ini akan dapat diketahui apakah variabel persepsi harga, fasilitas, lokasi,

lingkungan, pendapatan dan harga subsitusi berhubungan terhadap keputusan pembelian konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan Casa Grande Sleman (Tabel 4.14).

1.

Uji t terhadap Persepsi Faktor Harga

Hipotesis yang digunakan Ho : i 0; Persepsi Faktor Harga tidak berhubungan terhadap Keputusan Pembelian Ha : i >0; Persepsi Faktor Harga berhubungan terhadap Keputusan Pembelian

82

Dengan menggunakan = 5% t tabel = ( ; n-K) = (0,05; 30-6) = (0,05; 24) = 1,711 t hitung = 3.005 Untuk variabel Persepsi Faktor Harga diperoleh nilai thitung sebesar 3,005, sedangkan nilai t-tabel dengan derajat kebebasan 24 dan =5% diperoleh nilai sebesar 1,711. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa t hitung > t tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini berarti Persepsi Harga berhubungan terhadap Keputusan

Pembelian.

2. Uji t terhadap Persepsi Faktor Fasilitas

Hipotesis yang digunakan Ho : i 0; Persepsi Faktor Fasilitas tidak berhubungan terhadap Keputusan Pembelian Ha : i > 0; Persepsi Faktor Fasilitas berhubungan terhadap Keputusan Pembelian Dengan menggunakan = 5% t tabel = ( ; n-K)

83

= (0,05; 30-6) = (0,05; 24) = 1,711 t hitung = 3,845 Untuk variabel Persepsi Faktor Fasilitas diperoleh nilai thitung sebesar 3,845, sedangkan nilai t-tabel dengan derajat kebebasan 24 dan =5% diperoleh nilai sebesar 1,711. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa t hitung > t tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini berarti Fasilitas berhubungan terhadap Keputusan Pembelian.

3. Uji t terhadap Lokasi Hipotesis yang digunakan Ho : i 0; Lokasi tidak berhubungan terhadap Keputusan Pembelian Ha : i > 0; Lokasi berhubungan terhadap Keputusan Pembelian Dengan menggunakan = 5% t tabel = ( ; n-K) = (0,05; 30-6) = (0,05; 24) = 1,711

84

t hitung = 2,883 Untuk variabel Lokasi diperoleh nilai t-hitung sebesar 3.005, sedangkan nilai t-tabel dengan derajat kebebasan 24 dan =5% diperoleh nilai sebesar 1,711. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa t hitung > t tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini berarti Lokasi berhubungan terhadap Keputusan Pembelian.
4. Uji t terhadap Lingkungan

Hipotesis yang digunakan Ho : i 0; Lingkungan tidak berhubungan terhadap Keputusan Pembelian Ha : i > 0; Lingkungan berhubungan terhadap Keputusan Pembelian Dengan menggunakan = 5% t tabel = ( ; n-K) = (0,05; 30-6) = (0,05; 24) = 1,711 t hitung = 2,335 Untuk variabel Lingkungan diperoleh nilai t-hitung sebesar 2,335, sedangkan nilai t-tabel dengan derajat kebebasan 24 dan =5% diperoleh nilai sebesar 1,711.

85

Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa t hitung > t tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini berarti Linkungan berhubungan terhadap Keputusan Pembelian. 5. Uji t terhadap Pendapatan Hipotesis yang digunakan Ho : i 0; Pendapatan tidak berhubungan terhadap Keputusan Pembelian Ha : i > 0; Pendapatan berhubungan terhadap Keputusan Pembelian Dengan menggunakan = 5% t table = ( ; n-K) = (0,05; 30-6) = (0,05; 24) = 1,711 t hitung = 3,554 Untuk variabel Pendapatan diperoleh nilai t-hitung sebesar 3,554, sedangkan nilai t-tabel dengan derajat kebebasan 24 dan =5% diperoleh nilai sebesar 1,711. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa t hitung > t tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini berarti Pendapatan berhubungan terhadap Keputusan Pembelian. 6. Uji t terhadap Harga Substitusi Hipotesis yang digunakan

86

Ho : i 0; Persepsi Harga tidak berhubungan terhadap Keputusan Pembelian Ha : i > 0; persepsi harga berhubungan terhadap Keputusan Pembelian Dengan menggunakan = 5% t table = ( ; n-K) = (0,05; 30-6) = (0,05; 24) = 1,711 t hitung = 2,022 Untuk variabel Harga Subsitusi diperoleh nilai t-hitung sebesar 2,022, sedangkan nilai t-tabel dengan derajat kebebasan 24 dan =5% diperoleh nilai sebesar 1,711. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa t hitung > t tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini berarti Harga Substitusi berhubungan terhadap Keputusan

Pembelian.

Tabel 4.12 Hasil Uji t


Variabel Persepsi Harga Fasilitas t-hitung 3.005 3.845 t-tabel 1,711 1,711 Probabilitas 0.0063 0.0008

87

Lokasi Lingkungan Pendapatan Harga Substitusi

2.883 2.335 3.554 2.022

1,711 1,711 1,711 1,711

0.0084 0.0286 0.0017 0.0549

Sumber : Data diolah (2011) 4.3.3

Hasil Pngujian Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur tingkat

hubungan antara variabel dependen dengan semua variabel independen. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1. dengan semakin dekatnya R2 dengan 1 semakin tepat pula regresi untuk menjelaskan variabel dependennya. Dari perhitungan diperoleh hasil bahwa nilai R2 sebesar 0.727552 mengandung arti bahwa seluruh variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 73%, sedangkan sisanya sebesar 27% dijelaskan oleh variabel lain diluar model regresi ini. 4.4 Hasil Pengujian Asumsi Klasik 4.4.1 Uji Multikolinearitas

Uji multikolineritas digunakan untuk menguji ada tidaknya hubungan yang sempurna antar variabel-variabel independen. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dengan

meregresi setiap variabel penjelas dengan variabel penjelas lainnya. Hasil regresi antara variabel-variabel bebas dengan bantuan komputer adalah sebagai berikut:

88

Tabel 4.13 Uji Multikolinieritas

Variabel Penjelas X1 dengan X2

R2 Variabel

R2 Keseluruhan

Keterangan Tidak ada Multik olinierit as Tidak ada Multik olinierit as Keterangan Tidak ada Multik olinierit as Tidak ada Multik olinierit as Tidak ada Multik olinierit a Tidak ada Multik olinierit as Tidak ada Multik olinierit as Tidak ada Multik olinierit as Tidak ada Multik olinierit as Tidak ada Multik olinierit as Tidak ada Multik olinierit as Tidak ada Multik olinierit as Tidak ada Multik olinierit as Tidak ada Multik

89

0,2503

0.727

X1 dengan X3 0,6027 0.727

Variabel Penjelas X1 dengan X4

R2 Variabel

R2 Keseluruhan

0,0318

0.727

X1 dengan X5 0,0150 0.727

X1 dengan X6 0,0744 0.727

X2 dengan X3 0,1902 0.727

X2 dengan X4 0,2548 0.727

X2 dengan X5 0,1284 0.727

X2 dengan X6 0,0070 0.727

X3 dengan X4 0,2237 0.727

X3 dengan X5 0.1925 0.727

X3 dengan X6 0.3084 0.727

X4 dengan X5 0.0488 0.727

X4 dengan X6 0.0625 0.727

90

Sumber : Data diolah (2011)

Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas antar satu variabel dengan variabel yang lain digunakan pengujian dengan membandingkan nilai R2 variabel dengan R2 keseluruhan. Bila R2 variabel < R2 keseluruhan berarti tidak terjadi multikolinieritas antara variabel independen dan apabila R2 variabel > R2 keseluruhan maka terjadi multikolinieritas. Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas karena R2 variabel < R2 keseluruhan.

4.4.2

Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual

dari model yang diamati tidak memiliki variasi yang konstan dari variasi satu observasi ke observasi lainnya. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji white yang menyatakan jika nilai chi-square hitung (2) < chi-square tabel (2) menunjukkan tidak adanya heteroskedastisitas. Dalam penelitian ini diperoleh nilai determinasi (R2) sebesar 0.461790. Nilai chi-square hitung sebesar 13.85369 diperoleh dari informasi Obs* R-squared yaitu jumlah observasi dikalikan dengan koefisien determinasi. Sedangkan nilai chi

91

square tabel (2) pada = 5%

dengan df sebesar 12 adalah

14,0671. Karena nilai chi-squares hitung (2) lebih kecil dari pada nilai chi squares (2) tabel maka dapat disimpulkan bahwa dalam model persamaan yang digunakan tidak terdapat gejala

heteroskedastisitas (Tabel 4.14). Tabel 4.14 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Metode White no cross terms

White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared 1.215513 13.85369 Prob. F(12,17) Prob. Chi-Square(12) 0.347395 0.310149

Variable C X1 X1^2 X2 X2^2 X3 X3^2 X4 X4^2 X5 X5^2 X6 X6^2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat

Coefficient -0.739273 -0.397720 0.066720 0.569030 -0.072702 0.118359 -0.019260 -0.506664 0.079350 0.172333 -0.028449 0.448975 -0.074832 0.461790 0.081876 0.217003 0.800533 11.78698 2.179746

Std. Error 1.031632 0.454824 0.070199 0.385237 0.052299 0.259307 0.040928 0.364741 0.053874 0.239492 0.037757 0.393178 0.063980

t-Statistic -0.716605 -0.874449 0.950434 1.477089 -1.390128 0.456444 -0.470583 -1.389107 1.472862 0.719577 -0.753460 1.141914 -1.169613

Prob. 0.4833 0.3941 0.3552 0.1579 0.1824 0.6538 0.6439 0.1827 0.1591 0.4816 0.4615 0.2693 0.2583 0.082382 0.226472 0.080868 0.688054 1.215513 0.347395

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

92

Sumber : Data diolah (2011)

4.4.3

Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat menyebabkan tidak tercapainya varian

yang minimum dan pengujian terhadap variabel signifikan menjadi tidak berguna, karena itu untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dapat dilihat dari hasil Durbin Watson test (DW-test) dan dapat dilakukan pengujian. Nilai DW-test sebesar 1.948437 Keterangan: n = 30 K=6
= 5% = 0.05

du = 0.99 dl = 1.93

; 4-du = 3.01 ; 4-dl = 2.07

Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan komputer diperoleh nilai DW-test sebesar 1.948437. Nilai tersebut terletak di daerah tidak ada autokorelasi positif maupun negatif. Sehingga dapat ditarik kesimpulan tidak ada autokorelasi (Gambar 5.1). Gambar 4.1 Grafik Hasil Uji Durbin Watson

93

Menolak Ho Autokorelasi Positif 0 0.99

Daerah raguragu Menerima Ho Tolak Ha 1.93 1.94

Daerah raguragu

Menolak Ho Autokorelasi negatif 2.07 4

3.01

Sumber : Data diolah (2011) 4.5

Interpretasi Hasil Analisis Analisis ini menyatakan bahwa variabel-variabel penelitian yang berhubungan dengan permintaan perumahan tipe cluster di Kabupaten Sleman adalah Persepsi Harga, Fasilitas, Lokasi, Lingkungan,

Pendapatan, dan Harga Substitusi. Pengaruh variabel-variabel penelitian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.

Hipotesis pertama yaitu persepsi faktor harga berhubungan

dengan persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe cluster diterima. Hal ini dapat dilihat dari besarnya t hitung yang lebih besar dari t tabel dan probabilitas yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan hubungan antara harga dengan keputusan pembelian yaitu makin tinggi harga suatu barang makan makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut.

2.

Hipotesis kedua yaitu persepsi faktor fasilitas berhubungan

dengan persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe

94

cluster diterima. Hal ini dapat dilihat dari besarnya t hitung yang lebih besar dari t tabel dan probabilitas yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara fasilitas dengan keputusan pembelian yang berarti semakin lengkap fasilitas yang ditawarkan semakin mendorong konsumen melakukan pembelian.

3.

Hipotesis ketiga yaitu persepsi faktor lokasi berhubungan

dengan persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe cluster diterima. Hal ini dapat dilihat dari besarnya t hitung yang lebih besar dari t tabel dan probabilitas yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa letak perumahan tersebut atau lokasi menjadi pertimbangan pembeli dalam membeli rumah.

4.

Hipotesis keempat yaitu persepsi faktor lingkungan

berhubungan dengan persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe cluster diterima. Hal ini dapat dilihat dari besarnya t hitung yang lebih besar dari t tabel dan probabilitas yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenyamanan dan keamanan dalam lingkungan juga mempengaruhi pembeli dalam menentukan pembelian rumah.

5.

Hipotesis

kelima

yaitu

persepsi

faktor

pendapatan

berhubungan dengan persepsi keputusan pembelian rumah pada

95

perumahan tipe cluster diterima. Hal ini dapat dilihat dari besarnya t hitung yang lebih besar dari t tabel dan probabilitas yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar kecilnya pendapatan seseorang berpengaruh kepada kemampuan daya beli seseorang, termasuk dalam membeli rumah. Semakin tinggi pendapatan semakin beragam pula keinginan konsumen. 6. Hipotesis keenam yaitu persepsi faktor harga substitusi

berhubungan dengan persepsi keputusan pembelian rumah pada perumahan tipe cluster diterima. Hal ini dapat dilihat dari besarnya t hitung yang lebih besar dari t tabel dan probabilitas yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku

konsumen dalam membeli rumah pasti membandingkan dengan perumahan lain.

96

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

5.1

Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah disusun pada bab-bab sebelumnya dan sesuai dengan data-data yang diperoleh selama penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Responden pada penelitian ini sudah memutuskan untuk membeli rumah di perumahan Casa Grande Sleman, hal ini berarti responden sudah memiliki niat dan tujuan untuk membeli rumah di perumahan Casa Grande Sleman sehingga penelitian ini hanya melihat hubungan persepsi harga, fasilitas, lokasi, lingkungan, pendapatan, dan harga substitusi terhadap persepsi keputusan pembelian perumahan. Secara parsial dan individual variabel persepsi harga berhubungan dengan permintaan perumahan Casa Grande Sleman. Hubungan variabel persepsi harga, fasilitas, lokasi, lingkungan, pendapatan, dan harga substitusi terbukti signifikan terhadap persepsi keputusan pembelian perumahan, dilihat dari hasil uji t yang menghasilkan uji statistik sebesar dengan P value harga. karena P value lebih kecil dari = 0,05 maka dapat disimpulkan faktor harga,fasilitas, lokasi, lingkungan, pendapatan dan harga substitusi berhubungan signifikan terhadap permintaan perumahan di Casa Grande Sleman.

97

Hubungan keenam variabel tersebut terhadap persepsi keputusan pembelian ini ternyata cukup besar, hal ini ditunjukkan dengan besarnya angka koefisien adjusted determinasi yang tinggi yaitu 73% demikian tingkat perubahan tingkat keputusan pembelian konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan Casa Grande Sleman dijelaskan oleh tingkat perubahan persepsi harga, fasilitas, lokasi, lingkungan, pendapatan dan harga subsitusi dan hanya 27 % sisanya berhubungan dengan faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model.

5.2

Keterbatasan Setelah dilakukan analisis dan interpretasi penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu peneliti hanya memfokuskan penelitian ini pada faktorfaktor permintaan yang bersifat mikro (khusus) yaitu meliputi lokasi, harga, fasilitas, pendapatan, dan harga substitusi saja. Selain itu, penggunaan metode skala likert hanya bisa melihat hubungan antar variabel saja, sehingga tidak dapat melihat seberapa besar pengaruh sesungguhnya antar masing-masing variabel.

5.3

Implikasi Berdasarkan hasil penelitian ini, variabel persepsi harga, fasilitas, lokasi, lingkungan, pendapatan dan harga subsitusi berhubungan terhadap persepsi keputusan pembelian konsumen yang membeli dan tinggal di perumahan Casa Grande Sleman. Berikut ini adalah beberapa saran yang

98

bisa dipertimbangkan dalam perkembangan perumahan Casa Grande Sleman: Variabel fasilitas adalah variabel yang mempunyai hubungan paling besar dalam permintaan perumahan di Casa Grande Sleman. Fasilitas seperti taman bermain, kolam renang, minimarket, clubhouse tersebut dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan dalam fasilitas perumahan yang bisa memberikan manfaat lebih bagi pengguna fasilitas Casa Grande Sleman kepada penghuni Casa Grande Sleman pada khususnya dan masyarakat umum pada umumnya. Variabel pendapatan berhubungan terhadap keputusan pembelian perumahan Casa Grande Sleman, upaya yang dapat dilakukan pengembang adalah menawarkan produk perumahan sesuai dengan pendapatan masyarakat kabupaten Sleman pada umumnya sehingga bisa diterima dan terjangkau oleh lapisan masyarakat. Variabel lokasi juga berhubungan terhadap keputusan pembelian perumahan Casa Grande Sleman, Oleh karena itu perlu pertimbangan dalam pemilihan lokasi yang strategis dan mudah dijangkau. Variabel harga juga berhubungan terhadap keputusan pembelian perumahan Casa Grande Sleman. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keputusan pembelian pada perumahan Tamansari adalah memberikan harga yang bersaing, memberikan kredit yang lunak dengan tempo pembayaran lebih lama atau yang lainnya. Pemberian harga khusus

99

pada masa promosi dapat mempengaruhi keputusan pembelian perumahan Casa Grande Sleman. Variabel lingkungan juga berhubungan terhadap keputusan pembelian perumahan Casa Grande Sleman. Pengembang perlu menciptakan lingkungan yang kondusif dalam perumahan. Adanya keamanan dan kegiatan-kegiatan dalam bersosialisasi dalam lingkungan yang akan mempererat hubungan dari keluarga dalam perumahan. Harga barang substitusi juga berhubungan terhadap keputusan pembelian walaupun hubungan tersebut kecil. Upaya yang perlu dilakukan oleh pengembang yaitu terus mencari perkembangan terbaru dari perumahan-perumahan lainnya dari pesaing sehingga dapat bertahan dalam usaha perumahan.

100

DAFTAR PUSTAKA AIREA (2001), The Apprisal of Real Estate 12th edition, Chicago USA. Appraisal Institute (1993), The Dictionary of Real Estate Appraisal. Illinois: Appraisal Institute. Anonim, UU No. 4 tahun (1992), tentang Perumahan dan Permukiman. Arsyad, Lincolin (1997), Ekonomi Mikro Ikhtisar Teori dan Soal Jawab, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta. Awang Firdaos (1997), Permintaan dan Penawaran Perumahan Valuestate, Vol.007, Jakarta. Awang Firdaos (2005), Analisis Pengaruh Jarak ke Jalan Lingkar Luar terhadap Nilai Jual Properti Perumahan di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta, Jurnal Survey dan Penilaian, Vol. 001, Jakarta. Augusty Ferdinand (2006), Metode Penelitian Manajeman, Pedoman Penelitian untuk Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Ilmu Manajeman , Edisi 2, Badan Penerbit Universitas Diponegonro, Semarang. Daljoeni, (1987). Geografi Kota dan Desa, Alumni, Bandung. Doli Siregar (1999), Pemahaman Investasi dan Pasar Properti dalam Proses Pengambilan Keputusan, SGT-BI Research Division, Jakarta. Edih Mulyadi (2005), Pengaruh Pertumbuhan Tenaga Kerja Sektor Industri Terhadap Permintaan Perumahan Sederhana dan Sangat Sederhana di Kabupaten Bekasi, Direktorat PBB dan BPHTB, Jakarta. Engel, James F, Blackwell, Roger D and Miniard, Paul W (1994), Perilaku Konsumen Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, Gujarati, Damodar (1997), Terjemahan : Sumarno Zain. Ekonometrika Dasar. Jakarta. Erlangga.

Ismail, (2004). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Rumah yang diminta di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Survey dan Penilaian, Vol. 028, Jakarta. Mudrajat Kuncoro (2001), Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

101

Muara Nanga (2001), Makro Ekonomi-Teori, Masalah, dan Kebijakan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Pandju, (1999), Pengadaan Perumahan Perkotaan dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah, Alumni, Bandung. Sukirno, Sadono (2003), Pengantar Teori Mikroekonomi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Widarjono, Agus (2007), Ekonometrika Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII

Anda mungkin juga menyukai