Anda di halaman 1dari 10

Sengketa Akibat Buruknya Pengelolaan

Rumah Susun

Disusun Oleh: Shakilla Aurora 3020210211


Program Studi Hukum Bangunan Gedung dan Perumahan
Fakultas Hukum, Universitas Pancasila
E-mail: shakillaaurora09@gmail.com

Universitas pancasila
Jl. Raya Lenteng Agung No.56-80, RT.1/RW.3, Srengseng Sawah, Jakarta, Kota Jakarta
Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12640
BAB I
PENDAHULUAN

1) Latar Belakang
Rumah susun atau singkatnya rusun merupakan bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama,
benda bersama dan tanah bersama. Seiring dengan berkembangnya jaman, kota-kota
besar sudah pasti menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang terlihat sangat
menjanjikan, sehingga mendorong masyarakat berbondong-bondong datang ke kota
besar dengan tujuan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Keadaan seperti ini
mengakibatkan melonjaknya pertambahan jumlah penduduk yang tinggal di
perkotaan, dan menimbulkan konsekuensi bagi pemerintah untuk menyediakan
tempat tinggal yang layak bagi warga masyarakat. Karena pada dasarnya perumahan
dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar dari manusia yang bukan hanya masuk
pada kebutuhan hidupnya saja, melainkan sebuah proses bermukim manusia dalam
menciptakan tatanan hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati
diri.
Dengan keadaan demikian dan kenyataan bahwa kesediaan lahan dalam kota-kota
besar tidak imbang dengan jumlah penduduk kota yang sangat tinggi maka
Pembangunan perumahan atau hunian yang berbentuk rumah susun atau apartemen
yang dapat mengurangi penggunaan tanah dan membuat ruang terbuka yang lebih lega
merupakan salah satu alternatifnya, hal tersebut bagian dari upaya meningkatkan daya
guna dan hasil guna tanah yang jumlahnya terbatas tersebut, terutama bagi
pembangunan perumahan dan permukiman, serta mengefektifkan penggunaan tanah
terutama didaerah-daerah yang berpenduduk padat, maka perlu adanya pengaturan,
penataan, dan penggunaan atas tanah, sehingga bermanfaat bagi masyarakat banyak.
Mengingat seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa hunian bagi masyarakat
merupakan kebutuhan pokok, selain itu jika dihubungkan dengan hak asasi, maka
tempat tinggal merupakan hak bagi setiap Warga Negara, sebagaimana diatur dalam
Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Kebutuhan dasar tersebut wajib
dihormati, dilindungi, ditegakkan, dan dimajukan oleh Pemerintah.
Pembangunan Rumah Susun dimaksudkan untuk penyediaan hunian yang layak
bagi orang dan badan hukum. Oleh karena itu, perumahan itu harus memenuhi standar
sebagai hunian yang memenuhi syarat baik dari segi kesehatan, kenyamanan, dan
keasrian dari rumah tersebut. Pembangunan Rumah Susun merupakan pemenuhan
atas kebutuhan papan (tempat tinggal) khususnya bagi masyarakat yang
berpenghasilan rendah, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 5 Undang-Undang
No.16 Tahun 1985 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
yang menyatakan bahwa Rumah Susun dibangun sesuai dengan tingkat keperluan dan
kemampuan masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Pembangunannya dapat dilaksanakan atau diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik
Negara atau Daerah, Koperasi, atau Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak
dibidang itu. Dalam perkembangannya, pembangunan rumah susun pada kota kota
besar sangat gencar akibat dari alasan tersebut, diketahui pada tahun 2020 lalu
terdapat 28.766 rusunawa di dalam kota Jakarta. Namun, pembangunan dari rusun
demi terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat ini juga tidak jarang menimbulkan
permasalahan, serta sengketa didalamnya. Dilansir dari Kompas.com pada tahun 2022
ini masih terdapat 130 tower rusun di Jakarta yang belum bersertifikat, selain itu
banyak juga kasus sengketa antara penghuni dan pengelola rumah susun seperi kasus
yang sempat meledak beberapa tahun lalu yaitu kasus Acho. Sehingga terlihat
bahwasannya pembangunan rumah susun sebagai solusi dari suatu masalah yaitu
kurangnya lahan, justru menimbulkan masalah masalah lainnya seperti sengketa
sengketa rusun didalamnya. Oleh karena itu saya sebagai penulis akan membahas
mengenai sengketa akibat dari buruknya pengelolaan rumah susun.

2) Rumusan Masalah
Dengan latar belakang makalah yang sudah di paparkan diatas, maka rumusan
masalah yang ingin penulis angkat dalam makalah ini ialah, Apakah yang menjadi
permasalahan dalam pengelolaan rumah susun sehingga dapat menimbulkan
sengketa?, serta bagaimana solusi dalam hal pengelolaan rumah susun sehingga
meminimalisir terjadinya sengketa didalamnya.

3) Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Bangunan Gedung
dan Perumahan, serta menambah ilmu dan wawasan penulis mengenai mata kuliah
Hukum Bangunan Gedung dan perumahan. Selain itu, makalah ini juga diharapkan
dapat menjadi bahan informasi ilmiah bagi pihak lain yang ingin mengetahui
mengenai sengketa yang kerap terjadi dalam ranah rumah susun serta solusi yang
ditawarkan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Hukum Rumah Susun


Seperti yang sudah di jelaskan dallam latar belakang mengenai pengertian dari Rumah
Susun ialah, bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan
yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam
arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing
dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang
dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Rusun dapat
dibangun diatas tanah Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Pakai
(HP) di atas tanah negara dan HGB atau HP diatas tanah Hak Pengelolaan (HPL).
Yang mana pengaturan dari rumah susun ini tidaklah rancu, melainkan jelas dan
lengkap dibentuk dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Selain itu terdapat beberapa Undang undang lain yang menjadi landasan hukum dari
Rumah Susun, ialah:
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan
Dan Permukiman Pasal 5 Ayat (1): “Setiap warga Negara mempunyai hak untuk
menempati dan/atau menikmati dan/atau memiliki rumah rumah yang layak
dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur.”
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah
Susun: Pasal 19 Ayat (1), Penjelasan:“Penghuni satuan rumah susun tidak dapat
menghindarkan diri atau melepaskan kebutuhannya untuk menggunakan bagian
bersama, benda bersama dan tanah bersama. Untuk menjamin ketertiban,
kegotong-royongan dan keselarasan sesuai dengan kepribadian Indonesia dalam
mengelola bagian bersama, benda bersama, tanah bersama, maka dibentuk
perhimpunan penghuni yang mengatur dan mengurus kepentingan bersama.”
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah
Susun
Pasal 20: “Bagian bersama yang berupa ruang untuk umum, ruang tangga, lift,
selasar, harus mempunyai ukuran yang mempunyai persyaratan dan diatur serta
dikoordinasikan untuk dapat memberikan kemudahan bagi penghuni dalam
melakukan kegiatan sehari-hari, baik dalam hubungan sesama penghuni, maupun
dengan pihak lain, dengan memperhatikan keserasian, keseimbangan, dan
keterpaduan.”

Pasal 21: “Benda bersama harus mempunyai dimensi, lokasi, kualitas, kapasitas
yang memenuhi persyaratan dan diatur serta dikoordinasikan untuk dapat
memberikan keserasian lingkungan guna menjamin keamanan dan kenikmatan
para penghuni maupun pihak-pihak lain, dengan memperhatikan keselarasan,
keseimbangan, dan keterpaduan.”
Pasal 54: “Para penghuni dalam suatu lingkungan rumah susun baik untuk hunian
maupun bukan hunian wajib membentuk perhimpunan penghuni untuk mengatur
dan mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai pemilikan,
penghunian dan pengelolaan.”

Pasal 61:
“(1) Setiap penghuni berhak:
a) Memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama secara aman dan tertib.
b) Mendapatkan perlindungan sesuai dengan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga.
c) Memilih dan dipilih menjadi Anggota Pengurus Perhimpunan Penghuni.
(2) Setiap penghuni berkewajiban:
a) Mematuhi dan melaksanakan peraturan tata tertib dalam rumah susun
dan lingkungannya sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga.
b) Membayar iuran pengelolaan dan premi asuransi kebakaran.
c) Memelihara rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama,
benda bersama dan tanah bersama.
(3) Setiap penghuni dilarang:
a) Melakukan perbuatan yangmembahayakan keamanan, ketertiban, dan
keselamatan terhadap penghuni lain, bangunan dan lingkungannya.
b) Mengubah bentuk dan/atau menambah bangunan di luar satuan rumah
susun yang dimiliki tanpa mendapat persetujuan perhimpunan penghuni.”
Pasal 62: “Pengelolaan rumah susun meliputi kegiatan-kegiatan operasional
yang berupa pemeliharaan, perbaikan, dan pembangunan prasarana lingkungan,
serta fasilitas sosial, bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.”

Pasal 64: “Pengelolaan terhadap rumah susun dan lingkungannya dapat


dilaksanakan oleh suatu badan pengelola yang ditunjuk atau dibentuk oleh
perhimpunan penghuni.”

Pasal 68:
“Badan pengelola mempunyai tugas:
a. Melaksanakan pemeriksaan, pemeliharaan, kebersihan dan perbaikan rumah
susun dan lingkungannya pada bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama.
b. Mengawasi ketertiban dan keamanan penghuni serta penggunaan bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama sesuai dengan peruntukannya.
c. Secara berkala memberikan laporan kepada perhimpunan penghuni disertai
permasalahan dan usulan pemecahannya.”

B. Permasalahan dalam Pengelolaan Rumah Susun


Sebagai sesuatu yang baru bagi masyarakat, cukup banyak permasalahan yang
menyangkut pengelolaan rumah susun. Permasalahan penghunian datang dari
kenyataan bahwa menghuni rumah susun masih dirasakan sebagai bentuk budaya baru
yang memerlukan waktu penyesuaian. Rumah susun terdiri dari beberapa lantai
hunian, merupakan bentuk perubahan hidup yang biasa melekat dengan tanah,
menjadi tidak memiliki tanah untuk sekedar bercocok tanam. Kendala lain adalah
masalah penghunian, pada awal penghunian sudah diadakan seleksi sesuai dengan
target sasasan, yaitu masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun dalam
perjalanannya, banyak penghuni yang memperjual-belikan hak penghuniannya
kepada orang-orang yang tidak berhak. Hal ini dipicu oleh kebutuhan ekonomi para
penghuni awal. Jika diuraikan secara jelas, maka masalah dalam hal pengelolaan
rumah susun dapat dibagi menjadi:
a) Teknis
Secara teknis permasalahan yang sering kali timbul dalam pengelolaan rumah
susun adalah:
a. Mahalnya harga tanah di pusat-pusat kota yang berdekatan dengantempat
bekerja dan berusaha, sehingga harga jual rusunawa masihmahal walau telah
disubsidi;
b. Kurang sempurnanya perletakan antara dapur, kamar mandi dan kamar tidur,
dikarenakan keterbatasan luasan per satuan unit rumah susun serta belum
adanya desain standar yang ideal;
c. Kurangnya pengawasan pada saat pelaksanaan pembagunan, sehingga sering
terjadi kebocoran air, baik itu air bersih atau air kotor dari lantai diatasnya;
d. Tidak tersedianya ruang jemur pakaian yang memadai;
e. Karena umumnya berlantai lebih dari 4, maka pada saat hujan terjadi tempias
dan saat musim panas cahaya dapat masuk langsung ke dalam rumah;
f. Kualitas bangunan yang serba standar, sehingga mengurangi rasa nyaman;
g. Tidak tersedia lift untuk bangunan sampai dengan berlantai 5.
h. Tidak tersedianya ruang pertemuan yang memadai sebagai tempat
bersosialisasi;
i. Belum semua bangunan rumah susun yang dilengkapi dengan ramp untuk
penyandang cacat.
j. Distribusi air bersih sering kali tidak merata, misalnya apabila unit bagian
bawah memakai air, maka unit bagian atas akan kesulitan mendapatkan air,
karena kurangnya volume dan tekanan air.
b) Sosial Budaya
Tinggal di rumah susun merupakan budaya yang relatif baru bagi masyarakat kita,
sehingga seringkali kegiatan sehari-hari yang dilakukan pada saat tinggal di rumah
biasa (tidak susun) terbawa ke lingkungan rumah susun, yang antara lain sebagai
berikut:
a. Berbicara dan menggunakan perangkat audio dengan keras, sehingga
mengganggu tetangga kamar maupun penghuni secara keseluruhan;
b. Mengutamakan kepentingan individu dalam menggunakan fasilitas umum
seperti, tangga, selasar depan kamar yang juga berfungsi sebagai jalan akses
bagi tetangga, dapur dan kamar mandi umum, tempat bermain umum bagi
anak-anak, parkir dan fasilitas umum lainnya;
c. Menjemur pakaian keluar jendela, sehingga merusak pemandangan dan dapat
meneteskan air dari pakaian yang masih basah ke jemuran pakaian yang sudah
kering di bawahnya;
d. Tanpa disadari selalu membuang sampah atau barang tidak berharga lainnya
ke luar yang dapat mengganggu kenyamanan penghuni lainya, khususnya
dilantai bawah;
e. Karena terletak saling berdekatan, maka segala kegiatan, harta benda tetangga
jelas terlihat, sehingga sering menjadi pergunjingan dan saling cemburu;
f. Kurangnya kesadaran penghuni dalam memelihara fasilitas umum.

c) Ekonomi
Penghuni rumah susun sewa umumnya adalah yang berpendidikan dan
berpenghasilan rendah, sehingga dalam kegiatan penghunian selalu timbul
permasalahan:
1. Kriminalitas diantara sesama penghuni;
2. Kecemburuan secara ekonomi antar penghuni;
3. Terlambat membayar sewa, air, listrik dan iuran lainnya sebagai penghuni;
4. Kurangnya insentif perpajakan kepada para penghuni, pengelola maupun
pengembangnya.

d) Hukum
a. Hak dan kewajiban penghuni dan pengelola tidak terperinci secara jelas
berikut sanksi yang akan diterapkan apabila terjadi pelanggaran;
b. Rendahnya disiplin para penghuni dalam mematuhi segala kewajiban;
c. Lemahnya penegakan hukum terhadap semua pelanggaran yang dilakukan.

e) Administrasi
Masalah – masalah yang sering timbul dari segi administrasi adalah:
a. Lemahnya pengelola dalam mengadiministrasikan penghuni, baik yang masuk
maupun yang keluar;
b. Rendahnya kesadaran para penghuni dalam melaporkan dan mencatatkan
segala kegiatan keluar – masuk penghuni, jumlah dan kegiatannya kepada
pengelola.

C. Sengketa Rumah Susun serta Upaya Penanganannya


Setelah di paparkan kesalahan yang kerap terjadi dalam pengelolaan Rumah susun
dalam sub bab sebelumnya. Selanjunya disini akan di bahas beberapa poin yang tidak
jarang menjadi sebab dari terjadinya masalah atau sengketa dalam kehidupan Rumah
susun, Pertama ialah pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah
Susun (P3RS). Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,
P3RS harus terbentuk paling lambat satu tahun sejak serah terima unit satuan rumah
susun. Ketentuan ini perlu diperjelas, khususnya menyangkut: (1) pengertian serah
terima unit disini, apakah dalam pengertian serah terima secara fisik, atau serah terima
dalam pengertian legal, ada transfer of title / levering; (2) jangka waktu satu tahun,
dihitung sejak unit pertama diserahterimakan atau setelah semua unit
diserahterimakan; (3) dalam pembentukan P3RS, difasilitasi pengembang, tetapi pada
saat bersamaan, sejumlah pengembang sengaja tidak menjual semua unit rumah
susun, sehingga ada kecenderungan dari Pengembang untuk menempatkan orang-
orangnya duduk dalam kepengurusan P3RS.
Selanjutnya, kenaikan besaran service charge. Tinggal di rumah susun dimanjakan
dengan berbagai fasilitas, tetapi pada saat bersamaan kepada penghuni dibebani
kewajiban membayar service charge. Dari biaya service charge tersebut, badan
pengelola dalam melakukan perawatan dan perbaikan berbagai fasilitas yang
dinikmati bersama-sama yang ada di kompleks rumah susun. Persoalan yang sering
muncul adalah ketika terjadi kenaikan biaya service charge. Selalu ada tarik menarik
antara penghuni dengan P3RS, khususnya tentang perlu tidaknya kenaikan service
charge, soal besaran kenaikan service charge dan soal transparansi dan akuntabilitas
badan pengelola/P3RS kepada semua penghuni. Dalam keadaan seperti ini, yang
harus dipertegas adalah dalam menentukan besaran service charge dihitung dengan
prinsip full cost recovery atau dimungkinkan badan pengelola memungut keuntungan
(margin). Jika diperbolehkan, berapa persen margin yang dapat ditoleransi. Dalam
praktik, P3RS menunjuk badan pengelola. Dalam menunjuk badan pengelola dapat
berupa penunjukkan langsung atau melalui tender terbuka. Selama ini pada umumnya
badan pengelola ditunjuk langsung oleh P3RS dan dalam beberapa kasus badan
pengelola berupa PT yang ada afiliasi dengan pengembang yang membangun rumah
susun.
Kenaikan besaran tarif listrik juga tidak jarang menjadi sengketa dalam rumah susun.
Salah satu kebutuhan pokok penghuni rumah susun adalah listrik. Dari sumber tenaga
listrik, pada umumnya mengandalkan pasokan utama dari PT PLN, dan diback up
dengan sumber tenaga listrik cadangan berupa generator / genset. Tipe pasokan tenaga
listrik dari PT PLN adalah masuk kategori pelanggan curah, dengan demikian yang
berhubungan dengan PT PLN adalah badan pengelola, tidak ada kontrak khusus
antara penghuni rusun susun dengan PT PLN. Soal perbedaan tarif antara tarif yang
dikenakan PT PLN kepada badan pengelola, dengan tarif yang dikenaikan badan
pengelola kepada penghuni sering menjadi objek sengketa antara penghuni dengan
P3RS / badan pengelola. Dari pihak P3RS berdalih, kelebihan biaya tagihan listrik
dipakai untuk pemeliharaan / perbaikan jaringan, serta untuk membiayaan biaya listrik
fasilitas bersama. Bisa saja biaya listrik sama dengan tagihan PT PLN, dengan
konsekuensi akan dibebankan pada biaya service charge. Dengan demikian, dalam
kasus besaran tarif listrik di rumah susun, perlu ada transparansi dan akuntabilitas,
sehingga tidak ada saling curiga antara penghuni dengan P3RS / badan pengelola.
Lalu, sering juga terjadi praktik monopoli layanan akses internet. Layanan akses
internet khususnya berbasis fixed broadband sudah menjadi kebutuhan penghuni
rumah susun, baik dalam konteks untuk kebutuhan komunikasi, layanan data dan tv
kabel. Ada dua isu dalam layanan akses internet di rumah susun. Isu pertama, apakah
penghuni rumah susun punya pilihan terhadap akses layanan internet di rumah susun.
Isu kedua, apabila ada praktik monopoli layanan akses internet, apakah penghuni
rumah susun sudah mendapatkan layanan sesuai dengan tarif yang dibayar kepada
internet service provider. Sejumlah rumah susun di Jakarta hanya ada satu pilihan
akses internet, biasanya perusahaan satu group dengan pengembang yang membangun
rumah susun. Alasan hanya ada satu pilihan akses internet, karena perusahaan tersebut
yang membangun jaringan dalam kompleks rumah susun tersebut, sehingga pantas
mendapatkan hak eksklusif. Hal penting yang harus dipastikan, apabila akses internet
dimonopoli satu penyedia / provider, tidak menyalahgunakan posisi monopoli untuk
memperdaya penghuni rumah susun dalam bentuk tarif yang eksesif, sehingga
provider menikmati excessive margin dengan cara yang tidak terbuka.
Selanjutnya, sertifikasi satuan rumah susun, khususnya sertifikasi rumah susun non-
hunian. Undang-undang No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, membedakan
rumah susun hunian dan rumah susun campuran, tetapi tidak menjelaskan secara
spesifik rumah susun campuran. Undang-undang Rumah Susun juga tidak secara
spesifik mengatur rumah susun non-hunian. Tidak adanya pengaturan khusus rumah
susun non-hunian menimbulkan ketidakpastian di lapangan, khususnya menyangkut
penerbitan sertifikat satuan rumah susun non-hunian, karena banyak pengembang
yang sudah melakukan transaksi dengan konsumen untuk rumah susun non-hunian.
Terakhir, peraturan Daerah tentang Pertelaan. Sertifikat satuan rumah susun tidak
dapat diproses karena pemerintah kabupaten / kota di lokasi dibangunnya rumah susun
belum memiliki Peraturan Daerah tentang Pertelaan. Untuk itu harus dipastikan,
pemerintah kabupaten / kota dimana lokasi dibangunnya rumah susun sudah memiliki
Perda Pertelaan. Ini penting, karena Badan Pertanahan Nasional hanya bisa
menerbitkan sertifikat satuan rumah susun apabila lokasi dibangunnya rumah susun
sudah memiliki Perda Pertelaan.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Landasan hukum dari Rumah Susun ialah Undang-Undang No. 20 Tahun 2011
tentang Rumah Susun, sengketa dalam Rumah Susun memang banyak dan wajar
terjadi akibat dari silih paham antara penghuni dan pengelola serta budaya
masyarakat yang masih belum elastis dengan budaya hidup dalam Rumah Susun
sehingga kerap mengabaikan peraturan yang ada, bahkan dalam beberapa kasus masi
banyak peraturan mengenai Rumah susun yang rancu sehingga menimbulkan
sengketa dalam kehidupan rumah susun. Dalam hal upaya menangani ataupun
meminimalisir sengketa Rumah Susun ada baiknya bagi semua pihak untuk
memahami aturan yang ada serta taat dan paham pada perannya masing masing
seperti yang di jelaskan dalam bab pembahasan diatas.

DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan
Dan Permukiman.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah
Susun
Sudryatomo. Mencermati Masalah Rumah Susun.
Https://Ylki.Or.Id/2016/05/Mencermati-Masalah-Rumah-Susun/
Suhaiela Bahfein. "130 Tower Rusun Dan Apartemen Di Jakarta Belum
Bersertifikat",
Https://Www.Kompas.Com/Properti/Read/2022/11/16/163000021/130-Tower-
Rusun-Dan-Apartemen-Di-Jakarta-Belum-Bersertifikat.

Anda mungkin juga menyukai