Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya, tujuan didirikannya sebuah negara adalah untuk

kesejahteraan rakyat. Indonesia sebagai sebuah negara

mencantumkan tujuan tersebut ke dalam alinea keempat pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam alinea ini tergambar dengan jelas tujuan dan cita-cita Indonesia

yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia1 . Untuk memajukan kesejahteraan

umum dilaksanakan pembangunan nasional yang hakikatnya yaitu

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan

seluruh rakyat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan

pembangunan kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah.

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 menegaskan Indonesia sebagai sebuah negara

demokrasi2 yang berarti kewenangan pemerintah merupakan

kewenangan yang diberikan oleh rakyat. Dengan demikian,

1
Lihat alinea keempat UUD NRI Tahun 1945
2
Lihat Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945
negara/pemerintah sebagai pemegang kewenangan harus mewadahi

kepentingan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

Negara Indonesia merupakan Negara Hukum3 sebagaimana

tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan pemerintahan

dalam rangka mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan rakyat

harus dibingkai dalam instrumen hukum dan dilaksanakan

berdasarkan hukum.

Menurut Julius Stahl konsep Negara Hukum yang disebutnya

dengan istilah ‘rechstaat’ itu mencakup empat ciri-ciri, yaitu:4

1. Hak-hak asasi manusia;

2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan;

3. Pemerintahan didasarkan pada undang-undang;

4. Adanya peradilan administrasi.

Pasal 28 H ayat (1) UUD NRI 1945 menegaskah bahwa:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat


tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.”

3
Lihat pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945
4
Romi Librayanto. Ilmu Negara Cetakan Kedua. Pustaka Refleksi. Makassar. 2012. Hal. 156
Rumah sebagai tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam

pembentukan watak dan kepribadian bangsa sebagai salah satu

upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri

dan produktif sehingga terpenuhinya tempat tinggal merupakan

kebutuhan dasar bagi setiap manusia yang akan terus ada dan

berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia.5

Rumah merupakan kebutuhan dasar di samping pangan dan

sandang. Karena itu, untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan

yang meningkat bersamaan dengan pertambahan penduduk

diperlukan penanganan dengan perencanaan yang seksama disertai

keikutsertaan dana dan daya yang ada dalam masyarakat. Setiap

manusia dihadapkan pada tiga (3) kebutuhan dasar, yaitu pangan

(makanan), sandang (pakaian), dan papan (rumah). Kebutuhan akan

rumah sebagai tempat tinggal atau hunian, baik di perkotaan maupun

perdesaan.

Terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.

Pada dasarnya, pemenuhan kebutuhan akan rumah sebagai tempat

tinggal atau hunian merupakan tanggung jawab masyarakat itu sendiri.

Namun demikian, pemerintah dan perusahaan swasta yang bergerak

dalam bidang pembangunan perumahan didorong untuk dapat

5
Urip Santoso. Hukum Perumahan. Kencana. Jakarta. 2014. Hal. 1
membantu masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan akan rumah

sebagai tempat tinggal atau hunian.6

Pembangunan rumah ditujukan agar setiap keluarga menempati

rumah yang layak dalam lingkungan yang baik dan sehat.7 7Rumah

yang layak adalah bangunan rumah sekurang-kurangnya memenuhi

persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas

bangunan serta kesehatan penghuninya. Lingkungan yang sehat,

aman, serasi dan teratur merupakan lingkungan yang memenuhi

persyaratan penataan ruang, persyaratan penggunaan tanah,

penguasaan hak atas tanah, dan kelayakan prasarana dan sarana

lingkungannya.8

Dalam pembangunan rumah, diperlukan peraturan perundang-

undangan yang menjadi dasar hukum, kebijakan, arahan, dan

pedoman dalam pelaksanaan pembangunan rumah dan menjadi dasar

hukum dalam penyelesaian masalah, kasus, dan sengketa.

Pembangunan rumah oleh siapapun harus mengikuti ketentuan-

ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan

sehingga tidak menimbulkan masalah, sengketa, dan kerugian. Begitu

banyak ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur

6
Ibid hal. 2
7
Lihat di pasal 28 H ayat (1) UUD NRI 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
8
Urip, op.cit hal. 3
mengenai perumahan. Mulai dari undang-undang yang mengatur

mengenai tanah, mengenai perumahan, mengenai bangunan gedung,

maupun mengenai izin mendirikan bangunan.

Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung, mengatur fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan

gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan

kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap

penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban

pemilik dan pengguna bangunan gedung, ketentuan tentang peran

masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, dan sanksinya.

Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi

oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian

bangunan gedung dengan lingkungannya, bagi kepentingan

masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan. Masyarakat

diupayakan untuk terlibat dan berperan aktif bukan hanya dalam

rangka pembangunan pemanfaatan bangunan gedung untuk

kepentingan mereka sendiri, tetapi juga dalam meningkatkan

pemenuhan persyaratan bangunan gedung dan tertib

penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya. Segala kegiatan

pembangunan tentu saja harus memenuhi standar dan syarat-syarat


yang sudah ditetapkan oleh pihak yang berwenang, seperti suratsurat

dan segala kelengkapannya.9

Kegiatan perizinan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada

intinya adalah untuk menciptakan kondisi bahwa kegiatan

pembangunan sesuai peruntukan, disamping itu agar lebih berdaya

guna dan berhasil guna dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat

dan pembangunan. Lebih jauh lagi melalui sistem perizinan

diharapkan dapat tercapainya tujuan tertentu diantaranya:10

1. Adanya suatu kepastian hukum

2. Perlindungan kepentingan hukum

3. Pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungan

4. Pemerataan distribusi barang tertentu.

Perizinan di bidang pembangunan tentunya memerlukan pengawasan.

Pengawasan tersebut dilakukan oleh aparat pemerintahan. Hal ini

untuk menghindari penyimpangan yang dilakukan terhadap surat izin

yang dikeluarkan. Namun dalam kenyataannya, masih banyak warga

pemegang izin yang melakukan pelanggaran. Masih banyak pula yang

mendirikan bangunan tanpa memiliki izin mendirikan bangunan.


9
Teguh Sutanto. Panduan Praktis dan Mengurus Sertifikat Tanah dan Perizinannya. PT Suka Buku.
Jakarta. Halaman 74
10
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudraja.Hukum Administrasi Negara Dan Kebijakan Pelayanan
Publik. Nuansa. Bandung. 2012. Hal. 94-95
Mendirikan bangunan di bantaran sungai, merenovasi rumah dengan

mengubah bentuk atau struktur bangunan tanpa mengurus IMB

terlebih dahulu, membangun rumah yang tidak sesuai dengan IMB dan

mengubah fungsi bangunan tanpa mengurus IMB terlebih dahulu.

Begitu banyak kasus tersebut yang ditemui di kabupaten Bengkayang.

Tentu banyak yang bertanya, apakah pemerintah tidak mengawasi

pembangunan-pembangunan di Kabupaten Bengkayang sehingga hal-

hal tersebut masih banyak ditemukan.

Dari uraian diatas, penulis kemudian tertarik untuk meneliti dan

membahas lebih dalam dengan mengambil judul “ PENEGAKAN

HUKUM TERHADAP BANGUNAN YANG MERUBAH FUNGSINYA

BERDASARKAN PASAL 2 AYAT 1 PERATURAN DAERAH

KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN ”

B. Masalah Penelitian

Bertitik tolak dari uraian-uraian dalam latar belakang masalah di

atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pelaksanaan kewenangan pemerintah Kabupaten

Bengkayang dalam penegakan hukum terhadap bangunan yang

merubah fungsinya ?
2. Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dan upaya

penanggulangan pelaksanaan kewenangan pemerintah Kabupaten

Bengkayang dalam penegakan hukum ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang pelaksanaan

kewenangan pemerintah Kabupaten Bengkayang dalam penegakan

hukum terhadap bangunan yang merubah fungsinya

2. Untuk mengungkapkan faktor-faktor apa yang menjadi penghambat

pelaksanaan kewenangan pemerintah Kabupaten Bengkayang dalam

penegakan hukum terhadap bangunan yang merubah fungsinya

3. Untuk mengungkapkan upaya penanggulangan pelaksanaan

kewenangan pemerintah Kabupaten Bengkayang dalam penegakan

hukum terhadap bangunan yang merubah fungsinya

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian pada proposal penelitian ini terbagi atas dua

unsur yakni menfaat teoritis dan manfaat praktis. Berikut

penjelasannya :

1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian dan skripsi ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya

tentang perjanjian jual beli pada bidang keperdataan serta menambah

literatur-literatur, referensi dan bahan-bahan informasi ilmiah serta

pengetahuan pada bidang hukum keperdataan yang telah ada

sebelumnya.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil dari penelitian dan penulisan skripsi ini dapat

memberikan jawaban atas apa yang telah penulis teliti dalam

penelitian, serta diharapkan dapat mengembangkan dan

meningkatkan kemampuan penulis pada bidang hukum tata usaha

negara sebagai bekal untuk terjun ke masyarakat.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini merupakan hasil karya penulis dan bukan

merupakan plagiarisme, sepanjang pengetahuan penulis belum ada

penelitian yang sama dengan penelitian penulis, adapun penelitian

penulis berjudul : “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP BANGUNAN

YANG MERUBAH FUNGSINYA BERDASARKAN PASAL 2 AYAT 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 10

TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN” dan

rumusan dalam penelitian ini adalah :


a. Bagaimana pelaksanaan kewenangan pemerintah Kabupaten

Bengkayang dalam penegakan hukum terhadap bangunan yang

merubah fungsinya ?

b. Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dan upaya

penanggulangan pelaksanaan kewenangan pemerintah Kabupaten

Bengkayang dalam penegakan hukum ?

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang pelaksanaan

kewenangan pemerintah Kabupaten Bengkayang dalam penegakan

hukum terhadap bangunan yang merubah fungsinya

b. Untuk mengungkapkan faktor-faktor apa yang menjadi penghambat

pelaksanaan kewenangan pemerintah Kabupaten Bengkayang dalam

penegakan hukum terhadap bangunan yang yang merubah fungsinya

c. Untuk mengungkapkan upaya penanggulangan pelaksanaan

kewenangan pemerintah Kabupaten Bengkayang dalam penegakan

hukum terhadap bangunan yang yang merubah fungsinya

Penelitian yang diangkat oleh peneliti diatas berbeda dengan

penelitian hukum yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya,

penelitian skripsi yang dilakukan oleh Peterson Christian Mau pada

Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti yang berjudul “ Efektivitas

Pasal 3 huruf (b) Peraturan Daerah Kota Singkawang Nomor 2 tahun


2015 tentang izin mendirikan bangunan Di Kelurahan Sikajung

Singkawang Selatan “ yang memiliki rumusan masalah sebagai berikut

a. Apa saja upaya yang dilakukan aparatur pemerintah untuk

meningkatkan efektifitas Pemerintah Daerah Singkawang No 12

Tahun 2015 tentang izin mendirikan bangunan?

b. Faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat kota Singkawang

Tidak mengurus izin mendirikan bangunan?

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini :

a. Untuk memperoleh data dan informasi tentang jumlah bangunan

yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan

b. Untuk mengetahui faktor faktor penyebab kenapa masyarakat tidak

mengurus izin mendirikan bangunan

c. Untuk mengetahui dan mengungkapkan upaya-upaya yang dilakukan

oleh pihak dinas penanaman modal dalam meningkatakan kesadaran

masyarkat

F. Kerangka Teoritik

Pengertian IMB menurut Pasal 1 butir 21 pada Perda Kabupaten

Bengkayang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Izin Mendirikan

Bangunan, “Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah izin yang


diberikan untuk menggunakan bangunan sesuai dengan fungsi

bangunan yang terserta dalam IMB”

Secara teoritik menurut Prajudi Atmosudirjo, izin ( vergunning )


adalah suatu penetapan yang merupakan dispensasi pada suatu
larangan oleh undang-undang. Pada umumnya pasal unsang-undang
yang bersangkutan berbunyi, “dilarang tanpa izin..(melakukan)..dan
seterusnya”Selanjutnya, larangan tersebut diikuti dengan perincian
syarat-syarat. Kriterian dan sebagainya yang perlu di penuhi oleh
permohonan untuk memperoleh dispensasi dari larangan, disertai
dengan penetapan prosedur dan petunjuk pelaksana (juklak) kepada
pejabat-pejabata administrasi negara yang bersangkutan.11

Persyaratan Administrasi bangunan gedung menurut Pasal 8

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang

bangunan gedung :

(1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif


yang meliputi:
a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak
atas tanah;
b. status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. izin mendirikan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau
bagian bangunan gedung.
(3) Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan
tertib pembangunan dan pemanfaatan.

11
Prajudi Atmosudirdjo, Hukum administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hal 94
(4) Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan,
dan pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Kemudian dalam pasal 2 Perda Kabupaten Bengkayangjuga diatur

tentang kewajiban masyarakat memiliki izin mendirikan bangunan yang

akan mendirikan bangunan, menyatakan bahwa :

(1) Orang, Badan/Lembaga sebelum membangun atau merubah


bangunan di wilayah Kabupaten Bengkayang diharuskan memiliki IMB
dari Kepala Instansi atau Kepala Daerah.
(2) Orang, Badan/Lembaga sebelum menggunakan bangunan diwilayah
Kabupaten Bengkayang harus memiliki izin penggunaan bangunan
dari Kepala Daerah.
(3) Orang, Badan/Lembaga sebelum merobohkan bangunan diwilayah
Kabupaten Bengkayang harus memiliki Izin Merobohkan Bangunan
( IHB) dari Kepala Daerah.

Persayaratan Umum Pasal 4 Perda Kabupaten Bengkayang Nomor


10 Tahun 2010 tentang Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten
Bengkayang menyatakan bahwa :
(1) Setiap bangunan harus memiliki persyaratan teknis, persyaratan
lingkungan dan persyaratan Administrasi
(2) Fungsi bangunan yang dibangun harus sesuai dengan peruntukan
lokasi yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang:.
(3) Perletakan bangunan pada lokasi harus digambarkan pada gambar
situasi/site plan
(4) Gambar situasi perletakan bangunan yang telah disetujui oleh Dinas
Pekerjaan Umum menjadi kelengkapan dalam proses Izin Mendirikan
Bangunan
(5) Gambar Situasi Perletakan Bangunan harus memuat penjelasan
tentang :
a. Bentuk kapling/ pekarangan sesai dengan Peta dari Badan
Pertanahan Nasional;
b. Fungsi Peruntukan Bangunan;
c. Muka jalan menuju kapling dan sekeliling kapling;
d. Peruntukan bangunan sekeliling kapling;
e. Letak bangunan diatas kapling;
f. Koefesien Dasar Bangunan;
g. Koefesien Hijau Bangunan;
h. Garis Sempadan Bangunan;
i. Arah Mata Angin;
j. Skala Gambar.

Pasal 5 persayaratan Bangunan Perda Kabupaten Bengkayang

Nomor 10 Tahun 2010 tentang izin mendirikan bangunan adalah

sebagai berikut :

(1) Garis Sempadan Bangunan yang sejarah dengan as jalan (rencana


jalan) /tepi sungai/tepi pantai ditentukan berdasarkan lebar
jalan/rencana jalan/lebar sungai/kondisi pantai, fungsi jalan dan
perumahan kapling/kawasan.
(2) Garis sepadan terhadap jalan dan jembatan ditentukan berdasar kan
peraturan ketentuan sebagai berikut :
a. Jalan Arteri Primer tidak kurang dari 20 {dua puluh} meter.
Jalan negara;
b. Jalan Kolekor primer tidak kurang dari 15 (lima belas) meter;
c. Jalan Lokal Primer tidak kurang dari 10 (sepuluh) meter;
d. Jalan Arteri Sekunder tidak kurang dari 20 (dua puluh) meter;
e. Jalan Kolektor Sekunder tidak kurang dari 8 (delapan) meter;
f. Jalan Lokal Sekunder tidak kurang dari 4 (empat) meter;
g. Jembatan tidak kurang dari 100 (seratus) meter ke arah hilir
dan hulu.
(3) Garis sempadan untuk jalan yang bersifat khusus di wilayah
Kabupaten Bengkayang dapat ditentukan dengan surat Keputusan
Bupati.
(4) Letak Garis Sempadan Pondasi Bangunan terluar sebaimana
dimaksud pada ayat (1) bilamana tidak di tentukan lain adalah separuh
lebar daerah milik jalan (Damija) dihitung dari tepi jalan/pasar.
(5) Letak Garis Sempadan Pondasi Bangunan terluar sebaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk daerah pantai bilamana tidak ditentukan
lain adalah 100 meter dari garis pasang tertinggi pada pantai yang
bersangkutan.
(6) Untuk lebar jalan/sungai yang kurang dari 5 m.letak garis sempadan
adalah 2,5m dihitung dari tepi jalan/pagar.
(7) Letak Garis Sempadan Pondasi Bangunan terluar pada bagian
samping yang berbatasan dengan tetangga bilamana tidak di tentukan
lain adalah minimal 2 meter dari batas kapling ,atau dasar
kesepakatan dengan tetangga yang saling berbatasan.
(8) Letak Garis Sempadan Pondasi Bangunan terluar pada bagian
belakang yang berbatasan dengan tetangga bilamana tidak ditentukan
lain adalah minimal 2 meter dari batas kapling.
Persyaratan Lingkungan Pasal 15 Perda Kabupaten Bengkayang

Nomor 10 Tahun 2010 tentang Izin Mendirikan Bangunan yaitu sebagai

berikut :

(1) Setiap bangunan tidak boleh menghalangi pandangan lalu lintas.


(2) Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperbolehkan
mengganggu atau menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan
umum.
(3) Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperboleh di
bangun/berada di atas sungai/saluran/selokan parit
pengairan/bantaran sungai.
(4) Ketentuan mengenal sempadan bangunan pada daerah pantai,
sungai, kawasan sekitar danau/waduk atau sekitar mata air
disesuaikan dengan rencana umum tata ruang atau sesuai dengan
ketentuan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Permohonan izin mendirikan bangunan gedung yang memenuhi

persyaratan diinformasikan kepada pemilik bangunan gedung beserta

besarnya biasa yang harus dibayar untuk mendapatkan izin

mendirikan bangunan. Sedangkan bagi permohonan izin mendirikan

bangunan yang belum/tidak memnuhi persyaratan jika harus

diinformasikan kepada pemohon untuk diperbaiki/dilengkapai.

Proses perizinan bangunan untuk kepentingan umum harus

mendapatkan pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan. Proses

perizinan bangunan tertentu harus mendapatkan pertimbangan teknis

dari tim ahli bangunan dan melalui proses dengar pendapat publik.
Izin mendirikan bangunan merupakan salah satu prasyarat utama

yang harus dipenuhi oleh pemilik bangunan dalam mengjukan

permohonan kepada isntansi/perusahaan yang berwenang untuk

mendapatkan pelayanan utilitas umum daerah seperti penyambungan

jaringan listrik, jaringan air minum, jaringan telepon.

Mengingat Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum

yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum, dibidang proyek

konstruksi bangunan, maka dalam menjalankan kegiatan-kegiatan

pembangunan tersebut berdasarkan kepada kaidah hukum berisi

kenyataan normative atau apa yg semestinya dilakukan atau yang

berlaku sebagai “aturan main” kegiatan kenegaraan, pemerintahan

dan kemasyarakatan yaitu UUD 1945 dan merujuk kepada UU

organisnya yaitu UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung.12

Bagi setiap orang yang melanggar Perda Kabupaten

Bengkayang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Izin Mendirikan

Bangunan, maka diberikan sanksi sebagai berikut :

(1) Setiap orang atau Badan Hukum yang terbukti melanggar peraturan
daerah ini diancam hukuman pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 50.000.000,- (Lima Puluh
Juta Rupiah).

12
Edi AS’Adi, Hukum Proyek Konstruksi Bangunan, Graha ilmu, Yogjakarta : 2011, Hal 1-2.
(2) Tindakan pidana sebagaiman dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
Soerjono Soekanto adalah :

1. Faktor hukumnya sendiri, yang dalam tulisan ini akan dibatasi pada

Unang-Undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.13

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Deskriptif

Analis, yaitu menggambarkan yang sebenarnya suatu masalah atau

pristiwa dengan maksud tertentu untuk memecahkan pernasalahan

dari objek atas dasar fakta yang dikumpulkan dan tampak

sebagaimana adanya pada saat penelitian dilakukan, kemudian di

analisa sehingga akhirnya dapat di Tarik suatu kesimpulan.

1. Bentuk Penelitian

13
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum,PT. Raja
GrafindoPersada, Jakarta,2002,hal 5.
Penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dengan mempelajari

literature-literatur, tulisan para sarjana, Undang-Undang, Peraturan-

Peraturan Hukum serta buku-buku yang ada hubungannya dengan

masalah yang diteliti.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan data sebagai berikut:

a. Data Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari

subyek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau

alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber


14
informasi yang dicari.19 Data yang berupa sejumlah

keterangan atau fakta yang secara langsung dari lokasi

penelitian di Kabupaten Bengkayang.

b. Data Sekunder

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer, yaitu: norma atau kaidah dasar,

peraturan perundang-undangan, dalam penelitian ini

bahan hukum primer yang digunakan adalah:

1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

2) Bahan Hukum Sekunder


14
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Cet.1, 1998) halaman 91.
Bahan hukum sekunder, meliputi literatur-literatur yang

berkaitan dengan Bahan hukum sekunder berupa

literaturliteratur yang berkaitan dengan Penegakan

Hukum terhadap Bangunan.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang

mendukung hukum primer dan bahan hukum sekunder,

diantaranya berupa bahan dari media internet, kamus,

ensiklopedia, dan lain sebagainya.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

a. Teknik komunikasi langsung, yaitu penulis mengadakan kontak

secara langsung dengan sumber data ( responden ) guna

mendapatkan dan mengumpulkan data melalui

wawancara/interview

b. Teknik komunikasi tidak langsung, yaitu penulis mengadakan

kontak secara tidak langsung dengan sumber, dengan cara

menyebarkan angket/kuesioner kepada sumber data yang

berhubungan dengan penelitian ini.

4. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah kumpulan keseluruhan objek yang lengkap

yang akan dijadikan objek penelitian. Menurut Bambang


Sungguno, Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek

dengan ciri yang sama. Populasi dapat berupa himpunan orang,

benda (hidup atau mati), kejadian, kasus-kasus, waktu, atau

tempat, dengan sifat atau ciri yang sama.15

Adapun populasi yang diambil dalam penelitian ini

adalah :

1) Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten

Bengkayang;

2) Masyarakat yang merubah fungsi bangunannya di

Kabupaten Bengkayang

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang benar-benar diteliti.

Teknik pengumpulan sampel berdasarkan purposive sampling.

Menurut Sugiyono purposive sampling adalah teknik untuk

menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan

tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa

lebih representative. Sampel dalam penelitian ini sebagai

berikut :

1) Badan pelayanan perizinan terpadu Kabupaten

Bengkayang

15
Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1997.
3) Masyarakat yang merubah fungsi bangunannya di

Kabupaten Bengkayang

5. Analisis Data
Setelah data yang diperoleh dari wawancara dan quisioner

terkumpul, maka penulis melakukan pemilihan dan kemudian

disesuaikan dengan masalah pokok penelitian serta melakukan

perbandingan antara teori-teori, pendapat-pendapat para ahli dengan

perturan perundang-undangan yang selanjutnya dilakukan analisis

yang bersifat kualitatif dan empiris serta pada akhirnya ditarik

kesimpulan.16

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Edi AS’Adi, Hukum Proyek Konstruksi Bangunan, Graha Ilmu, Yogjakarta,

2011

Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudraja.Hukum Administrasi Negara

Dan Kebijakan Pelayanan Publik. Nuansa. Bandung. 2012.

16
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 2014, hal. 125.
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survey, LP3ES,

Jakarta, 2014

Prajudi Atmosudirdjo, Hukum administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta,

1983

Romi Librayanto. Ilmu Negara Cetakan Kedua. Pustaka Refleksi. Makassar.

2012

Urip Santoso. Hukum Perumahan. Kencana. Jakarta. 2014.

Teguh Sutanto. Panduan Praktis dan Mengurus Sertifikat Tanah dan

Perizinannya. PT Suka Buku. Jakarta. 2014

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta, PT Pustaka Pelajar, Cet.1,

1998

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakan

Hukum,PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta,2002

Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada

Undang-Undang :

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

Anda mungkin juga menyukai