A. Latar belakang.
Indonesia merupakan negara dengan sistem hukum civil law dengan hukum
tertulisnya dengan Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesi (disingkat
UUD 1945) sebagai hukum tertingginya, yang didalam rumusannya yang secara eksplisit
ataupun implisit terdapat pandangan-pandangan dan nilai-nilai fundamental. UUD 1945
sebagai konstitusi negara indonesia tidak hanya mengatur mengenai lembaga-lembaga
serta struktur ketatanegaraan indonesia saja atau yang disebut sebagai konstitusi politik
(political constitution) . namun lebih dari itu UUD 1945 juga merupakan konstitusi
ekonomi (economic constitution), bahkan konstitusi sosial (social constitution) karena
UUD 1945 memiliki dimensi pengaturan ekonomi dan kesejahtraan sosial didalam BAB
XIV tentang perekonomian dan kesejahtraan sosial.
Dimensi pengaturan ekonomi dan kesejahteraan sosial yang tertuang di dalam Pasal
33 dan 34 UUD 1945. Pasal ini merupakan konsekuensi dari tujuan dari berdirinya negara
Indonesia, hal ini ditunjukkan di dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea ke-4, yang
rumusannya sebagai berikut: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah
negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan “kesejahteraan umum”, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan social”.1 kesejahtraan disini juga berorientasi pada kesejahtraan ekonomi dan
sosial.
tujuan memajukan kesejahtraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dalam
alinea IV pembukaan UUD 1945 sangat erat dengan lebijakan ekonomi. meskipun hal ini
tidak dirumuskan sebagai norma yang dapat ditegakkan melalui proses pengadilan, namun
rumusan pembukaan UUD 1945 haruslah dijadikan acuan dan arahahan dalam
penyusunan kebijakan pemerintahan dibidang perekonomian. . acuan dan arahan yang
demikian dapat kita bandingkan dengan pengertian directive principle of economic policy
1
Kuntana Magnar, Inna Junaenah, dan Giri Ahmad Taufk, Tafsir MK Atas Pasal 33 UUd 1945: (Studi
Atas Putusan MK Mengenai Judicial Review UU No. 7/2004, UU No. 22/2001, dan UU No. 20/2002), Jurnal
Konstitusi, Volume 7, Nomor 1, Februari 2010, Hlm, 112.
2
atau directive principle of state policy dalam konstitusi irlandia dan india yang harus
dijadikan dasar dalam setiap kebijakan.2
perkembangan ppengakuan hak asasi manusia tidak hanya berhenti di Hak asasi
manusia generasi pertama (liberte), namun lahir pula hak asasi manusia generasi kedua
(egalite) yang berkaitan langsung dengan hak-hak ekonomi dan sosial, walaupun hak-hak
ini masih mendapat berbagai kritikan dari berbagai pihak, namun hak ekonomi dan sosial
sendiri menurut amarty sen dalam artikelnya menganggap bahwa apabila hak ekonomi dan
sosial tidak diakui maka akan menyuburkan princip kew gardens principle .3 karena
konsep pembangunan yang hanya menekankan akumulasi kekayaan, pertumbuhan
pendapatan per kapita penduduk dan variablevariable lain yang terkait dengan pendapatan.
Menurut Sen, proses pembangunan adalah semua usaha untuk menghilangkan “ketidak-
bebasan” yang menimbulkan penderitaan bagi semua elemen masyarakat. Pembangunan
seharusnya diukur dengan seberapa banyak kebebasan yang dimiliki karena tanpa
kebebasan orang tidak bisa membuat pilihan yang memungkin mereka untuk membantu
diri sendiri dan orang lain. Amartya Sen mendefinisikan kebebasan sebagai sesuatu yang
terkait dan saling melengkapi antara: 1) kebebasan politik dan hak-hak sipil; 2) kebebasan
ekonomi, termasuk didalamnya kesempatan untuk mendapatkan kredit; 3) kesempatan
sosial, seperti fasilitas kesehatan, pendidikan dan layanan sosial lainnya; 4) jaminan
keterbukaan (transparency), yaitu interaksi antara satu orang dengan yang lain, termasuk
dengan pemerintah, yang ditandai dengan saling pengertian tentang apa yang ditawarkan
dan apa yang diharapkan; 5) perlindungan keamanan (security), seperti bantuan pada
kondisi darurat dan jejaring pengaman lainnya.4
Pasal 33 UUD 1945 sebelum amandemen hanya berisikan 3 (tiga) ayat saja yang
berbunyi sebagai berikut :
(1) pereknonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan;
(2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasa oleh negara;
(3) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
setelah amandemen UUD 1945 maka pasal tersebut ditambah menjadi 5 (lima) ayat
dengan menambahkan ayat 4 dan 5 yang berbunyi sebagai berikut :
2
Jimly Asshiddiqie, 2010, konstitusi ekonomi, komas, jakarta, hal. 248-249.
3
amarty sen, elements of a theory of human rights, Philosophy and Public Affairs; Fall 2004 hal 37.
4
Amartya Sen, Development as Freedom (New York: Anchor Books, 2000), 14, 15-17, 38-41
3
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah,
yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum . pasal ini
memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula
tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk
kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam
batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang
lebih tinggi.Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka
Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan.
5
hukum pertanahan di dunia mengenal dua macam asas mengenai tanah yang
memberikan pengaruh dalam bentuk kewenangan dan kepemilikan tanah.6 asas yang
pertama dikenal sebagai asasl perlekatan (acessie) dan asas yang kedua adalah asas
pemisahan horizontal. namun hukum pertanahan Indonesia memiliki sejarah tersendiri
untuk menetapkan asas yang mana menjadi dasar dalam pengaturan mengenai tanah
di indonesia. kemudian UUPA yang merupakan unifikasi dibidang hukum agraria
yang mengakhiri dualisme hukum pertanahan dengan menetapkan hukum adat
sebagai dasar dari pembentukan hukum pertanahan di indonesia yang terkadung
dalam pasal 5 UUPA yang berbunyi:
“Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum
adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara,
yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta
dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan
dengan peraturan perundang-undangan lainnya, segala sesuatau dengan
mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.”
Maka dari itu, hukum agraria nasional mengadaptasi konsep-konsep, asas-asas
dan lembaga-lembaga hukumnya untuk dirumuskan menjadi norma hukum yang
tertulis, yang disusun menurut sistem hukum adat tersebut dan salah satu asas yang
diambil dari hukum adat dalam pengaturan hukum tanah nasional adalah asas
pemisahan horizontal.7 pemberlakuan asas pemisahan horizontal didalam hukum
pertanahan indonesia memberikan pemisahan antara kepemilikan tanah dengan apa
yang melekat padanya, hal ini membatasi kewenangan pemilik hak atas tanah dalam
memanfaatkan tanah yang dimilikinya. sebagai hasil dari pemberlakuan asas
pemisahan horizontal, diindonesia dikenal berbagai macam hak sebagaimana disebut
diatas selain hak milik untuk pemanfaatan atas tanah yang terpisah dari kepemilikan
atas tanah yang dimanfaatkan tersebut.
Diindonesia sendiri konsepsi hak milik baru diatur secara tegas dalam Undang-
Undang Dasar sementara tahun 1950, yaitu pada pasal 26 ayat (3) yang berbunyi,
“hak milik itu adalah suatu fungsi sosial”. Yang mana ketentuan mengenai fungsi
sosial hak milik itu juga dimuat dalam undang-undang pokok-pokok agraria (UUPA).
Yang dirumuskan dalam pasal 33 ayat (2) UUD 1945 hanya mengenai hak milik
kolektif yang berkaitan de ngan penguasaan oleh negara yang mencakup juga
pengertian hak milik kolektif seluruh rakyat indonesia.
6
Boedi Harsono, hukum agraria indonesia, (jakarta: Djambatan, 2003), hlm, 20
7
sudargo Gautama, tafsitan Undang-Undang Pokok Agraria, Cet V, Alumni, Bandung, 1981, hlm 16
6
Pertama, pasal 7 UUPA mengenai pemilikan dan penguasaan tanah yang tidak
boleh melampaui batas/batas maximum yang tidak diperkenankan dan pasal 17
undang-undang tersebut kepemilikan tanah pertanian yang sudah mempunyai
ketentuan lebi lanjut, yakni dalam Undang-Undang No 56 prp tahun 1960 tentang
penetapan luas tanah pertanian.8 Serta kepemilikan tanah non pertanian sejauh ini
aturan batas mmaksimum kepemilikan tanah hak milik untuk perumahan adalah
keputusan Menteri Agraria/kepala kantor pertanahan No. 6 Tahun 1998 Tentang
pemberian hak milik atas tanah untuk rumah tinggal, serta di pasal 4 bahwa seseorang
yang mengajukan permohonan harus memberikan pernyataan yaitu bahwa dengan
perolehan tanah yang dimohon itu yang bersangkutan akan mempunyai hak milik atas
tanah untuk rumah tinggal lebih dari 5 (lima) bidang yang seluruhnya meliputi luas
tidak lebih dari 5000 (lima ribu) m2. namun, apakah dengan ketentuan No. 6 Tahun
1998 Tentang pemberian hak milik atas tanah untuk rumah tinggal dapat dijadikan
sebagai acuan batas maksimum tanah hak milik untuk tanah non pertanian.
TABEL 1
8
boedi harsono, hukum agraria Indonesi; sejarah pembentukan undang-undang pokok agraria, isi dan
pelaksanaannya, ED Rev. cet. 10, jakarta: djambatan, 2005, hlm 368
9
BPS: Sensus Penduduk 2010
7
Ko Kod Stat
Luas
de Lamba e Ibu Popula us
Nama (km²) Pulau
BP ng ISO kota si[4] [5] khus
S [3]
us
Banda 56.500,5 Daerah Sumater
11 Aceh ID-AC 4.494.410
Aceh 1 khusus a
Sumater 12.982.20 72.427,8 Sumater
12 ID-SU Medan
a Utara 4 1 a
Sumater 42.224,6 Sumater
13 ID-SB Padang 4.846.909
a Barat 5 a
87.844,2 Sumater
14 Riau ID-RI Pekanbaru 5.538.367
3 a
45.348,4 Sumater
15 Jambi ID-JA Jambi 3.092.265
9 a
Sumater Palemban 60.302,5 Sumater
16 ID-SS 7.450.394
a Selatan g 4 a
Bengkul 19.795,1 Sumater
17 ID-BE Bengkulu 1.715.518
u 5 a
Lampun Bandar 37.735,1 Sumater
18 ID-LA 7.608.405
g Lampung 5 a
Kepulau
an Pangkal 16.424,1 Sumater
19 ID-BB 1.223.296
Bangka Pinang 4 a
Belitung
Kepulau Tanjung Sumater
21 ID-KR 1.679.163 8.084,01
an Riau Pinang a
Daerah
Daerah
Khusus Jakarta
31 ID-JK 9.607.787 740,29 khusus Jawa
Ibukota Pusat
ibukota
Jakarta
Jawa 43.053.73 36.925,0
32 ID-JB Bandung Jawa
Barat 2 5
Jawa 32.382.65 32.799,7
33 ID-JT Semarang Jawa
Tengah 7 1
Daerah
Daerah
Istimewa ID- Yogyakart
34 3.457.491 3.133,15 istime Jawa
Yogyaka YO a
wa
rta
Jawa 37.476.75 46.689,6
35 ID-JI Surabaya Jawa
Timur 7 4
36 Banten ID-BT Serang 10.632.16 9.018,64 Jawa
8
Ko Kod Stat
Luas
de Lamba e Ibu Popula us
Nama (km²) Pulau
BP ng ISO kota si[4] [5] khus
S [3]
us
6
Nusa
51 Bali ID-BA Denpasar 3.890.757 5.449,37 Tenggar
a
Nusa Nusa
19.708,7
52 Tenggar ID-NB Mataram 4.500.212 Tenggar
9
a Barat a
Nusa Nusa
46.137,8
53 Tenggar ID-NT Kupang 4.683.827 Tenggar
7
a Timur a
Kalimant 120.114, Kalimant
61 ID-KB Pontianak 4.395.983
an Barat 32 an
Kalimant
Palangkar 153.564, Kalimant
62 an ID-KT 2.212.089
aya 50 an
Tengah
Kalimant
Banjarma 37.530,5 Kalimant
63 an ID-KS 3.626.616
sin 2 an
Selatan
Kalimant Samarind 194.849, Kalimant
64 ID-KI 3.553.143
an Timur a 08 an
Kalimant Tanjung 72.567.4 Kalimant
65 ID-KI 738.163
an Utara Selor 9 an
Sulawesi 13.930,7
71 ID-SA Manado 2.270.596 Sulawesi
Utara 3
Sulawesi 68.089,8
72 ID-ST Palu 2.635.009 Sulawesi
Tengah 3
Sulawesi 46.116,4
73 ID-SN Makassar 8.034.776 Sulawesi
Selatan 5
Sulawesi
36.757,4
74 Tenggar ID-SG Kendari 2.232.586 Sulawesi
5
a
Gorontal ID- 12.165,4
75 Gorontalo 1.040.164 Sulawesi
o GO 4
Sulawesi 16.787,1
76 ID-SR Mamuju 1.158.651 Sulawesi
Barat 9
ID- 47.350,4
81 Maluku Ambon 1.533.506 Maluku
MA 2
Maluku ID- 39.959,9
82 Sofifi 1.038.087 Maluku
Utara MU 9
9
Ko Kod Stat
Luas
de Lamba e Ibu Popula us
Nama (km²) Pulau
BP ng ISO kota si[4] [5] khus
S [3]
us
Papua Manokwa 114.566, Daerah
91 [6]
760.422 Papua
Barat ri 40 khusus
309.934, Daerah Papua
94 Papua ID-PA Jayapura 2.833.381
40 khusus
Maka dengan jumlah penduduk yang sangat banyak dengan pengatur mengenai
kepemilikan yang belum optimal, tidak salah ketika orientasi perekonomian
diindonesia saat ini belum menuju kepada kesejahtaan sosial sebagaimana dalam pasal
34 UUD 1945 NRI , banyak rakyat yang tidak memiliki tanah atau tidak memiliki
tempat tinggal merupakan fakta nyata di indonesia, apalagi di daerah-daerah
perkotaan. Sedangkan konstitusi sendiri mengamanatkan untuk kesejahtraan dan
penguasaan yang berorientasi pada sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan uraian singkat diatas maka penulis tertarik untuk menulis tentang
KONSTITUSIONALISME HAK MENGUASAI NEGARA ATAS TANAH,
dengan membandingkan hukum pertanahan di indonesia dengan hukum pertanahan di
australia.
B. Rumusan Masalah.
10
firly irhamdani, 2012, analisis yuridis terhadap batas mmaksimum kepemilikan tanah hak milik non
pertanian menurut hukum pertanahan nasional, tesis, universitas Indonesia, depok,
10
PEMBAHASAN
berdasarkan sejarah terbentuknya pasal 33 ayat 3 UUD 1945, berawal pada saat R
soepomo melontarkan didepan sidang BPUPKI pada tanggal 31 mei 1945 yang diakhir
pidatonya tentang negara integralistik. dinyatakan bahwa, dalam negara yang berdasarkan
integralistik berdasarkan persatuan, maka dalam lapangan ekonomi akan dipakai sistem
"sosialisme Negara" (staats socialism). perusahaan-perusahaan yang penting akan diurus
11
walton h hamilton, constitutionalism, encyclopedia of social sciences, edwin Ra., seligman & Alvin
Johnson, eds., 1931, hal. 255
12
badan pembinaan hukum nasional, 2015, Hak menguasai negara di bidang pertanahan. Hasil
penelitian dengan pimpinannya rachmat trijono. Hal 48
12
oleh negara sendiri. pada hakekatnya negara yang akan menentukan dimana, dimasa apa,
perusahaan apa yang akan diselenggarakan oleh pemerintah pusan maupun pemerintah
daerah atay yang akan diserahkan pada suatu badan hukum pribat atau kepada seseorang,
itu semua tergantung pada kepentingan negara atau kepada kemakmuran yang sebesar-
besarnya bagi rakyat. begitu pun tentang hal tanah, pada hakekatnya negara yang
menguasai tanah seluruhnya. tambang-tambang yang penting untuk negara akan diurus
sendiri oleh negara.13 Yang walaupun hari ini banyak tambang-tambang yang diizinkan
oleh negara untuk beroperasi, padahal tambang tersebut memiliki dayaguna yang sangat
besar bagi kemakmuran rakyat.
Memberikan izin kepada pihak swasta merupakan salah satu hak menguasai negara
dalam hal pemberian dan pencabutan izin oleh pemerintah. Berpegang teguh pada
konstitusi merupakan elemen penting untuk dapat mewujudkan kemakmuran rakyat yang
sebesar-besarnya, karena rumusan pasal 33 sendiri memiliki corak anti liberalisme-
kapitalis serta mengikuti tradisi dari negara-negara sosialis.
Konsep hubungan antara pemerintah dengan tanah, pemerintah dengan warganegara
yang berkaitan dengan tanah memang telah di rumuskan dalam ketentuan pasal 33 ayat (3)
dengan penguasaan negara terhadap tanah, penguasaan disini pula berkaitan dengan
hubungannya dengan warga negara, dengan orientasi kemakmuran sebesar-besarnya
untuk rakyat.
(1) Mahakamah konstitusi sebagai pengegak konstitusi ekonomi
Telah dijabarkan diatas bahwasannya ketentuan mengenai pertanahan di indonesia
hukum tertingginya adalah pasa 33 ayat (3) dengan penguasaan negara atas tanah yang
menjadi intinya, hal ini memberikan pemafahaman bahwasannya kepemilikan kolektif
yang menjadi tlak ukur nya, walaupun dalam UUPA berdasarkan penguasaan tersebut
menghasilkan berbagai hak atas tanah lainnya yang salah satunya adalah hak milik.
Faham konstitusi dijadikan sebagai panduan dalam menjalankan kehidupan berbangsa
dan bertanah air untuk menuju pada tujuan negara indonesia pun di wujudkan dengan
mahkamh konstitusi sebgai The guardian of constitution, yang menuntut konstitusi
sebagai poros hubungan negara dengan warganya dalam hal pertanahan.
Di tengah perkembangan kajian hukum konstitusi, konstitusi agraria hadir sebagai
suatu ranah baru di tengah kecenderungan semakin luasnya objek kajian dari hukum
konsitusi. Beberapa studi kontemporer tentang konstitusi sudah memperluas ruang
13
Muhammad Bakri, hak menguasai tanah oleh negara : paradigma baru untuk reformasi agraria,
yogyakarta, cetakan I, 2007, hal 35
13
perantauannya dari persoalan yang belum banyak dibahas sebelumnya. Misalkan dalam
dua buku dari Jimly Asshiddiqie barubaru ini yang membahas persoalan lingkungan hidup
dan persoalan ekonomi dari sudut pandangan hukum konstitusi dalam buku Green
Constitution dan buku Konstitusi Ekonomi (Economic Constitution) (Asshiddiqie, 2010).
Contoh lain, Neil Walker di Edinburg University mengembangkan studi konstitusi dalam
masyarakat majemuk dan supra-negara di Eropa dengan menawarkan wacana Konstitusi
Pluralis (Constitutional Pluralism). Buku ini berada dalam semangat perantauan dari
kajian konstitusi yang sama, yang dalam hal ini membahas persoalan agraria, sehingga
disebut sebagai Konstitusi Agraria (agrarian constitution). Ranah yang lebih luas dalam
kajian konstitusi dikemudian hari barangkali akan membahas persoalan yang selama ini
masih kurang didalami seperti perburuhan (labor constitution), perempuan (feminist
constitution), keuangan (financial constitution), maritim (maritime constitution) dan
seterusnya.
Dengan banyak nya perkembangan mengenai ranah konstitusi berimplikasi pula pada
wewenang mahkamah konstitusi sebagai penegak konstitusi, kebijakan-kebiajakan
pemerintah harus terus di tinaju konstitutionalitas nya agar UUD 1945 tetap sebagi poros
penyelenggaraan negara indonesia.
Mahkamah konstitusi kerap memutuskan perkara yang menggunakan batu uji pasal 33
UUD 1945 yang diantaranya adalah:
1. Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Judicial Review Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
a. karakteristik air yang merupakan bagian dari HAM, oleh karenanya negara
memiliki peran dalam rangka melindungi, mengormati dan memenuhinya;
b. negara dapat turut campur didalam melakukan pengaturan terhadap air.
Sehingga Pasal 33 ayat (3) harus diletakan di dalam konteks HAM dan
merupakan bagian dari Pasal 28H UUD 1945
c. Bahwa air merupakan sebagai benda res commune, sehingga tidak dapat
dihitung hanya berdasarkan pertimbangan nilai secara ekonomi. Konsep res
commune, berimplikasi pada prinsip pemanfaat air harus membayar Iebih
murah;
d. Hak guna pakai air merupakan turunan dari hak hidup yang dijamin oleh UUD
1945 dan masuk ke dalam wilayah hokum publik yang berbeda dengan hukum
privat yang bersifat kebendaan;
e. peran swasta masih dapat dilakukan di dalam pengelolaan sumber daya air,
selama peran negara masih ditunjukkan dengan merumuskan kebijakan,
14
a. Konsepsi “Dikuasai oleh Negara” dalam pasal 33 (3) UUD 1945 merupakan
konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang
dianut dalam UUD 1945, baik di bidang politik (demokrasi politik) maupun
ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah
yang diakui sebagai sumber, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dalam pengertian
kekuasaan tertinggi tersebut tercakup pula pengertian pemilikan publik oleh
rakyat secara kolektif. Bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalam wilayah hukum negara pada hakikatnya adalah milik
publik seluruh rakyat secara kolektif yang dimandatkankepada negara untuk
menguasainya guna dipergunakan bagi sebesar besarnya kemakmuran
bersama.
b. Bahwa jika pengertian “dikuasai oleh negara” hanya diartikan sebagai
pemilikan dalam arti perdata (privat), maka hal dimaksud tidak mencukupi
dalam menggunakan penguasaan itu untuk mencapai tujuan “sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”. Walaupun demikian, konsepsi kepemilikan perdata itu
sendiri harus diakui sebagai salah satu konsekuensi logis penguasaan oleh
negara yang mencakup juga pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas
rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud.
c. Bahwa berdasarkan uraian tersebut, pengertian “dikuasai oleh negara”
haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara yang luas yang
bersumber dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia. Rakyat secara kolektif
itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk
merumuskan kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan
pengawasan untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan sebagian pokok pertimbangan Mahkamah konstitusi tersebut,
Mahkamah Konstitusi telah memutuskan secara materil mengabulkan gugatan
pemohon untuk sebagian.
Salah satu hal yang masih menjadi perdebatan mengenai Pasal 33 UUD 1945 adalah
tercantum didalam ayat (3) mengenai pengertian “hak penguasaan negara” atau ada yang
menyebutnya dengan “hak menguasai negara”. Sebenarnya ketentuan yang dirumuskan
dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 tersebut sama persisnya dengan apa yang
dirumuskan dalam Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3) UUDS 1950, sehingga ada anggapan
bahwa hal itu merupakan cerminan nasionalisme ekonomi Indonesia.
selanjutnya, untuk mengurai konsep penguasaan negara atas tanah, ada baiknya kita
tinjau juga beberapa teori kekuasaan negara, diantaranya yaitu menurut van vollenhoven
negra sebagai organisasi tertinggi dari bangsa yang diberi kekuasan untuk mengatur
segala-galaanya dn negara berdasarkan kedudukannya memiliki kewenangan untuk
peraturan hukum14. dalam hal ini kekuasaan negara selalu dihubungkan dengan teori
kedaulatan (sovereignty atau souverenitet).
sejalan dengan kedua teori diatas, maka secara teoritik kekuasaan negara atas sumber
daya alam bersumber dari rakyat yang dikenal dengan hak bangsa. negara dalam hal ini,
dipandang sebagai yang memiliki karakter suatu lembaga masyarakat umum, sehingga
kepadanya diberikan wewenang dan kekuasaan untuk mengatur , mengurus dan
memelihara pemanfaatan tanah.
Maka berdasarkan penjelasan diatas perbuatan pemerintahan baik dalam bentuk
peraturan maupun keputusan yang berkaitan dengan tanah harus sesuai dengan konsep
menguasai negara dalam pasal 33 (3) UUD 1945 sebagai konstitusi ekonomi indonesia
dan di tujukan untuik kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.
Kebijakan dari rakyat dan oleh rakyat untuk rakyat tersebut dapat mencegah
kemelaratan, kemiskinan bahkan dapat menjadi poros kesejahtraan sosial sebagimana
dirumuskan dalam pasal 34 UUD 1945 .
16
Tony Blackshield dan George Williams, Australian constitution law, the federation press, hal 1.
Dalam Jimly asshiddiqie, konstitusi ekonomi , 2010, kompa jakarta hal 131.
17
Ibid, hal 133
18
18
Duhaime, Lloyd, Real Property and Tenancy Law, Published: 30 October 2011
www.duhaime.org/LegalResources/RealEstateTenancy.aspx. Diakses pada 10 november 2016.
19
Chain of Title-Wikipedia, the free encyclopedia, en.wikipedia.org/wiki/Chain_of_title. A chain of
title is the
sequence of historical transfers of title to a property. The "chain" runs from the present owner back to
the original owner of the property. In situations where documentation of ownership is important, it is often
necessary to reconstruct the chain of title. To facilitate this, a record of title documents may be maintained by a
registry office or civil law notary. Diakses pada 10 november 2016.
19
Berdasarkan latar belakang historis kepemilikan hak atas tanah bahwa, pernah di
dunia Barat ada dan diperlakukan asas hukum: “Cuius est solum eius est usque ad coelum
et ad inferos”. Barang siapa memiliki tanah (permukaan bumi), dia juga memiliki segala
apa yang ada di atasnya sampai surga nirwana dan segala apa yang di bawahnya sampai
pusat bumi.21 Sehubungan dengan hal itu, disimpulkan oleh Kratovil, bahwa kerena
pengertian “tanah” meluas sampai pusat bumi, maka jelas, bahwa pemilik tanah biasanya
memiliki juga mineral-mineral yang merupakan bagian dari tanah.22 Bahkan sejak zaman
Abad Pertengahan (Middle Ages) dikenal “asas Domein” sebagai dasar hukum yang
memungkinkan Negara memberikan hak atas tanah kepada pihak lain selaku pemilik tanah
berdasarkan konsepsi feodal, seperti yang melandasi Hukum Tanah Inggris dan bekas
negara-negara jajahannya. Dalam konsepsi feodal ini, semua tanah adalah “milik Raja”
dan siapapun hanya menguasai dan menggunakan tanah “milik Lord”-nya sebagai
“tenant”. Hal ini disebut Doktrin Tenure. Biarpun ketentuan-ketentuannya sudah diganti
namun konsep dasarnya masih tetap sama, juga di negara-negara yang tidak lagi berbentuk
kerajaan. Kedudukan Raja/Crown sebagai pemilik tanah diganti oleh Negara. Dalam
Hukum Tanah yang berkonsepsi feodal, hak penguasaan atas tanah yang tertinggi adalah
Hak Milik Raja. Semua tanah di seluruh wilayah negara adalah milik raja, seperti misalnya
yang berlaku di Kerajaan Inggris. Di negara-negara yang tidak lagi merupakan kerajaan,
hak penguasaan yang tertinggi ada pada Negara, sebagai pengganti Raja. Hak-hak
penguasaan atas tanah yang bersumber pada hak milik Raja tersebut dengan sendirinya
tidak ada yang setingkat Hak Milik, mereka hanya “memakai” tanah milik Raja.
20
Boedi Harsono, Op. Cit., hal. 20.
21
Butt, Peter, Land Law, 3rd ed, (Sidney: The Law Book Company Limited, 1996), hal. 12.
22
Kratovil, Robert, Real Estate Law, (New Yersey: Prentice Hall, 1974), hal. 5-6.
20
Dalam konteks ini, karena Australia merupakan negara Commonwealth dari Kerajaan
Inggris maka dalam Hukum Tanah Australia, pada prinsipnya sama dengan Inggris bahwa
semua minyak bumi dan helium adalah milik Crown, yang penguasaannya ada pada
Negara Bagian. Emas dan perak juga milik Crown, selama belum secara tegas diberikan
dengan grant kepada pihak lain. Pemilikan mineral dan bahan galian lainnya tergantung
pada apa yang ditentukan dalam grant pemberian hak yang bersangkutan. Jika tidak secara
tegas dinyatakan, tetap menjadi milik Crown, mineral dan bahan galian lainnya yang ada
dalam tubuh bumi di bawah tanah yang diberikan itu adalah milik pemegang haknya.23
Pada prinsipnya, seluruh tanah di wilayah Australia adalah milik Raja (all land
belongs to the Crown). Awalnya, tanah yang dialihkan dari pemerintah untuk kepemilikan
pribadi melalui tanah "grant" (hibah) atau tanah "patent". Pemerintah dapat atau tidak
dapat menyertakan atau mengecualikan hak mineral dalam tanah "grant" atau tanah
"patent", atau hak-hak tersebut dapat diatur oleh undang-undang. Pemerintah dapat
memilih untuk menyewakan atau menjual hak mineral terpisah dari "tanah" atau "real
property". Selanjutnya, tanah atau real property dialihkan dari kepemilikan pribadi
menjadi kepemilikan pribadi lainnya oleh "Deed" (Akta). Seorang pemilik pribadi juga
dapat menjual hak mineral kepada pihak lain, sementara pihak lain menjual tanahnya
kepada pihak ketiga. Hal ini menjadi "chain of title" (rantai kepemilikan) tanah grant atau
patent, diikuti oleh serangkaian akta pengalihan (conveyance deeds). Umumnya, tanah
"fee simple" yang dialihkan juga mengalihkan hak mineral dari Grantor (pemberi) kepada
Grantee (penerima) asalkan Grantor memiliki hak mineral tersebut untuk
mengalihkannya. Untuk mengetahui apakah Grantor (pemberi) telah memiliki hak mineral
tersebut, maka Grantee (penerima) perlu menelusuri kembali "chain of title" (rantai
kepemilikan), biasanya oleh County Clerk of Court atau County Recorder of Deeds. Salah
satunya adalah mencari pembatasan-pembatasan akta atau pemisahan hak mineral dalam
chain of title. Kemudian seseorang juga perlu meneliti apakah hukum (undang-undang)
Federal atau Negara Bagian mencadangkan hak mineral untuk pemerintah melalui tanah
grant atau tanah patent atau peralihan berikutnya. Salah satu komponen penting dari "hak
mineral" biasanya "right of entry" untuk mengeksploitasi hak-ha tersebut. Sementara
banyak hak mineral memberikan penguasaan "dormant" (aktif), mereka sering memiliki
hak "superior" untuk mengeksploitasi tanah dibandingkan pemilik properti. Mereka dapat
memilih menggali lubang besar atau membongkar properti pihak lain untuk
23
Wikipedia, the Free Encyclopedia, “Australian Property Law”, diakses pada 10 november 2010.
21
Sistem hak atas tanah di Australia yang didasarkan pada Common Law Inggris
terbukti rumit. Khususnya, hak atas tanah yang baik tergantung pada validitas setiap tahap
perubahan dalam rantai kepemilikan hak atas tanah (chain of title) sejak awal tanah
tersebut diberikan. Oleh karena itu, tahun 1863, diputuskan untuk memulai perubahan
menjadi "Torrens Title"25, sebuah sistem yang awalnya dirancang untuk South Australia
(Australia Selatan), di mana hakatas tanah dijamin oleh Crown.26 Perubahan besar oleh
legislatif Inggris tahun 1926 tidak mempengaruhi hukum Negara-negara bekas koloni,
sebagai negara yang terpisah sudah menerima atau menolak sisa-sisa hukum kepemilikan
tanah Inggris kuno. Tetapi satu aspek yang tetap adalah bahwa hak atas tanah kuno
menurut koloni Inggris, biasanya dapat ditelusuri kembali kepada titik awal kepemilikan
oleh kedaulatan Negara Inggris berdasarkan chain of title. Pada abad modern, tanah tetap
merupakan fokus utama dalam Hukum Tanah atau Hukum Properti Barat, khususnya
Hukum Properti Australia. Perkembangan hukum di bidang pertanahan lebih besar
daripada perkembangan hukum atas benda bergerak, terutama disebabkan tingginya nilai
tanah dibandingkan dengan benda bergerak. Setiap Negara Bagian Australia memiliki asas
(regime) yang berbeda untuk pengaturan dan birokratisasi pertanahan. Sebagian besar
undang-undang berdasarkan hukum tetapi masih dapat dipengaruhi oleh common law dan
prinsip-prinsip yang berasal dari sejarah Australia sebagai koloni Inggris, di mana hukum
tanah dan bangunan dikembangkan melalui lingkup feodalisme. Hukum Properti
24
Woodman, R.A., The Law of Real Property in New Soouth Wales, ((Sidney: The Law Book
Company Limited, 1996), hal. 30.
25
Title Torrens adalah sistem kepemilikan tanah di mana daftar kepemilikan tanah yang dikelola oleh
negara
yang menjamin indefeasible title (hak tidak dapat diganggu gugat) yang termasuk dalam daftar
tersebut. Kepemilikan tanah dialihkan melalui pendaftaran hak dengan menggunakan akta (deed). Tujuan
utamanya adalah untuk menyederhanakan transaksi tanah dan untuk menjamin kepemilikan sebagai hak mutlak
atas tanahnya. Hal ini telah meluas di seluruh negara sangat dipengaruhi oleh Inggris, terutama di
Commonwealth of Nations dan telah menyebar ke berbagai negara dalam kelompok negara tersebut. “Torrens
Title”, Wikipedia, the free encyclopedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Torrens_title. Diakses pada 10 november
2016
26
Searching New South Wales Land Titles Office Records, NSW LTO, 1996 - detailed guide to
searching the various classes of record in the LTO (SAG ref: B2/11/Pam.18). diakses pada 10 november 2016.
22
Tabel di bawah ini berisi daftar undang-undang inti dalam setiap yurisdiksi Australia yang
mengatur kepentingan dalam Hukum Tanah berkaitan dengan property dan pola pendaftaran
hak:
TABEL II
New South Wales Real Property Act 1900 Conveyancing Act 1919
Victoria Transfer of Land Act 1958 Land Titles Validation Act 1994
Australian Capital Territory Real Property Act 1925 Land Titles Act 1925
Western Australia Property Law Act 1969 Titles Validation Act 1994
1. Crown Land (tanah milik Raja) digunakan untuk jalan raya, hutan, instansi
pemerintah, dan kepentingan lainnya. Tanah Crown merupakan wilayah milik
kerajaan ("the Crown"), tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Saat ini, di mana di
negara Kerajaan Inggris adalah kepala negara, istilah ini digunakan untuk merujuk
kepada tanah publik. Di Inggris, sumber penghasilan turun-temurun dari tanah Crown
memberikan pendapatan bagi kerajaan sampai awal masa pemerintahan George III
ketika Crown Estate diserahkan kepada Parliament of Great Britain sebagai imbalan
atas daftar pembayaran sipil tetap – raja memelihara pendapatan dari Duchy of
Lancaster. Di Australia, Public land (tanah publik) disebut sebagai Crown Land.
Public land adalah milik Crown (Raja) dan termasuk tanah yang dicadangkan,
dimiliki untuk kepentingan publik, atau tanah kosong. Biasanya meliputi cadangan
untuk konservasi alam, kehutanan, konservasi laut, konservasi air, pertambangan dan
pertahanan serta dan berbagai tujuan untuk kepentingan pemerintah atau masyarakat,
serta vacant Crown Land (tanah kosong milik Raja) dan lainnya. Public land sekitar
23% dari tanah Australia, kategori terbesar adalah vacant land (tanah kosong) sekitar
12,5% dari tanah.27 Crown Land dikuasai dengan “right of the Crown” (hak Raja)
atas State (Negara Bagian) atau Commonwealth of Australia (Negara Persemakmuran
Australia); tidak ada satu “Crown” (sebagai badan hukum pemerintah) di Australia.
Berbagai Negara Bagian memiliki kebijakan yang berbeda-beda terhadap penjualan
dan penggunaan Crown Land di dalam Negara Bagian; misalnya New South Wales
melalui reformasi kontroversial tahun 2005 memerlukan Crown Land harus dinilai
berdasarkan harga pasar.28 Crown Land digunakan untuk bandar udara (di
Commonwealth) dan kepentingan umum (biasanya di State/Negara Bagian). Di
Tasmania, Crown Land dikelola berdasarkan Lands Crown Act 1976; di South
Australia berdasarkan Crown Land Management Act 2009; di Victoria berdasarkan
Crown Land (Reserves) Act 1978 dan the Land Act 1958. Sebagian besar tanah publik
di Australia yang dikuasai oleh Crown menjadi hak setiap Negara Bagian. Satu-
satunya Crown Land yang dikelola oleh Commonwealth terdiri dari tanah di Northern
Territory (diserahkan oleh South Australia), Australian Capital Territory, dan daerah-
27
Australia Government, Land Tenure at Geoscience Australia, http://www.ga.gov.au/scientifictopics/
geographic-information/land-tenure. Diakses pada 10 november 2010.
28
ABC News, “Crown Land Rent Changes Spark Concerns for Clubs”, diakses pada 10 november
2010.
24
daerah kecil yang diperoleh untuk bandar udara, pertahanan dan keperluan pemerintah
lainnya.
2. Crown Reserves Land (tanah cadangan milik Raja) digunakan untuk sarana jalan-raya
cadangan, hutan cadangan, hutan lindung, taman nasional. Peraturan yang mengatur
Reserves of State Land (tanah cadangan Negara Bagian), di Western Australia yaitu
Land Administration Act 1997 berkaitan dengan disposisi tanah Negara Bagian,
pengadaan dan administrasi tanah cadangan Reserves of State Land Minister for
Lands dapat menyisihkan tanah negara atas perintah Menteri untuk kepentingan
umum; The Park and Reserves Act 1895 menetapkan untuk pengangkatan lembaga
manajemen untuk mengontrol dan mengelola Crown Reserves Land.
3. Aboriginal Land (dimiliki secara kolektif oleh masyarakat adat (asli) Aborigin):
Crown Lands disediakan untuk masyarakat adat Aborigin tetapi di bawah kontrol
Government Aboriginal dari Negara Bagian/Wilayah yang berwenang. Tanah
Aboriginal freehold dan leasehold adalah tanah yang dimiliki oleh masyarakat adat
Aborigin yang ditunjuk, dengan syarat-syarat khusus yang melekat pada haknya.
Tidak termasuk tanah yang dimiliki secara pribadi oleh pemilik tanah perorangan
Aborigin. Setelah diterbitkan Commonwealth Native Title Act 1993, hasil putusan
High Court Mabo, kini masyarakat adat Aborigin memperoleh Native Title (Hak
Adat) atas tanah mereka. Native Title adalah istilah hukum Australia yang
memberikan kepemilikan tradisional atas tanah dan air yang menurut tradisi, hukum
dan adat istiadat mereka selalu milik orang Aborigin. Hak-hak ini berbeda dan
terpisah dari hukum atas Aboriginal Land Councils dalam membuat gugatan tanah
menurut New South Wales Aboriginal Land Rights Act 1983 jo. Commonwealth
Native Title Act 1993. Melalui Aboriginal Land Claims (gugatan tanah masyarakat
adat Aborigin) dilakukan penyelidikan serta penilaian atas Crown Lands di seluruh
Negara Bagian. Berdasarkan New South Wales Aboriginal Land Rights Act 1983,
Vacant Crown Land (tanah kosong milik Raja) dikembalikan kepada orang-orang
Aborigin untuk digunakan, ditempati, diperlukan untuk tujuan penting atau tanah
perumahan. Pengembalian hak atas tanah Aborigin (Native Title) bertujuan untuk
memperbaiki ketidak-adilan masa lalu ketika tanah masyarakat adat Aborigin direbut
oleh penjajahan. Pencabutan hak ini telah menyebabkan banyak masalah sosial,
ekonomi dan fisik bagi masyarakat adat Aborigin. Pemerintah Commonwealth
mengelola Native Title.29
29
ibid
25
4. Vacant Crown Land (tanah kosong milik Raja): Crown Land yang tidak disediakan
untuk tujuan apapun.30
Jenis-jenis kepemilikan hak atas tanah mempunyai berbagai jangka waktu dikenal sebagai
"estates":
a. Fee Simple, Fee Absolute dan Fee atau estate adalah hak yang paling luas dan penyewa
diperbolehkan untuk menjual atau untuk mengalihkan dengan wasiat atau dialihkan tanpa
wasiat kepada ahli waris penyewa jika ia meninggal (di negara-negara lain yang
menganut sistem Common Law disebut Freehold (Hak Milik)). Ketika seseorang
membeli Grant in Fee Simple Title Deed, berarti ia membeli empat unsur kepemilikan:
(1) Indefeasible (tidak dapat diganggu-gugat); (2) inalienable (tidak dapat dicabut); (3)
Haknya tidak dapat diambil atau dibuat null or void (batal atau tidak berlaku), dan (4)
pemilik properti yang tanahnya memiliki Deeds in Fee Simple (Akta Hak Milik) atau
Freehold Deeds in Fee Simple (Akta Freehold pada Fee Simple) memiliki hak menolak
untuk menyetujui pengambil-alihan tanah mereka karena tujuan lain. Fee Simple Title
tidak termasuk:
i. Kepemilikan air di atas tanah bahwa air tidak dapat dimiliki, karena benda
bergerak.
ii. Hanya penggunaan air ketika berada di atas tanah.
iii. Hak untuk merusak kenikmatan tetangga dan penggunaan property-nya.
iv. Hak tanpa izin memasuki tanah orang lain.
b. Fee Tail Estate berarti bahwa kepemilikan hanya bisa dialihkan kepada keturunan
langsung pihak laki-laki (lineal descendant). Apabila tidak mempunyai keturunan
langsung, jika meninggal dunia maka tanah dikembalikan kepada bangsawan (the lord).
c. Life Estate adalah hak yang diberikan kepada penyewa (tenant), hanya selama hidupnya,
setelah itu secara otomatis kembali menjadi milik bangsawan (the lord).
d. Leasehold atau Leasehold Crown adalah hak sewa diberikan untuk jangka waktu 99
tahun. Sebagai penyewa tanah milik Raja (lessee Crown), penyewa dapat menjual sewa
Crown (Crown lease)-nya asalkan telah menyelesaikan pembangunan bangunan yang
diperlukan dan perjanjian pengembangan yang terkandung dalam hak sewa (lease) atau
memperoleh perizinan. Dengan grants (hibah) tersebut, pemilik terdaftar (atau penyewa
tanah Crown) diberikan hak-hak tertentu dalam kaitannya dengan tanah sewa.
30
ibid
26
INDONESIA AUSTRALIA
Dimuatnya ketentuan mengenai hak Tidak adanya peraturan tertinggi tentang
menguasai negara dalam konstitusi pereknonomian atau biasa disebut konstitusi
indonesia sebagai hukum tertinggi ekonomi, apalagi yang berkaitan dengan hak
mengenai pertanahan menguasai negara.
Penggunaan asas pemisahan horizontal. Penggunaan asas pelekatan tanah dengan yang
melekat dengannya.
Berdasarkan pembagian status tanah Pada hakikatnya tanah merupakan tanah raja
indonesia mengenal , tanah negara, tanah yang lain hanyaah tanah yang dihibahkan,
hak dan tanah ulayat. walaupun australia juga mengenal adanya
tanah aborogin.
Negara hanya sebagai penguasa atas tanah Negara merupakan pemilik tanah
dan bukan pemilik atas tanah.
Dasar hukumnya berdasarkan putusan Berdasarkan sejarah negara persemakmuran
mahkamah konstitusi yang berkaitan inggris yang bersifat feodalistik.
dengan pasal 33 ayat (3)
Berdasarkan tabel diatas, terdapat berbagai perbedaan yang menurut penulis sangat
prinsipil, perbedaan antara australia yang lebih condong mengikuti tradisi negara-negara
liberal-kapitalis dengan indonesia yang menurut jimly dalam bukunya konstitusi ekonomi
lebih condong mengikuti tradisi sosialis, walaupun dalam perjalannya sering kali
mengalami persamaan dengan negara liberalistik. Persamaan nya diurai dengan
membandingkan dengan negara asutralia yang akan dipaarkan di tabel dibawah ini:
TABEL IV
27
Indonesia Australia
Konteks fungsi tanah Tanah memiliki fungsi Tanah digunakan untuk
sosial kepentingan umum
Konteks kekuasaan Negara dapat mengatur, Raja juga dapat mengatur
penguasa. menertibkan dan dan memberikan tanah
pengelolaan (yang melekat padanya)
Konteks hubungan penguasa penguasaan negara dibatasi Adanya aborigin land
dengan rakyat berdasarkan keberaadan hak individu dan sebagai pembatasan tanah
hak atas tanah masyarakat hukum adat. raja.
Tujuan tanah. Sebesar-besarnya Ditinjau dari Crown
kemakmuran rakyat. Reserves Land maka
australia pun tetap
menggunakan tanah demi
kelangsungan kehidupan
berbangsa.
Corak penguasaan tanah. Penguasaan oleh pusat dan Penguasaan oleh
daerah commenwealth australia dan
negara-negara bagian.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pemparan diatas maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut
DAFTAR PUSTAKA.
BUKU, JURNAL DAN ARTIKEL.
A. Mukthie Fadjar, “Pasal 33 UUD 1945, HAM, dan UU SDA,” Jurnal Konstitusi Volume 2
Nomor 2 (September 2005)
Abdulkadir Besar, Perubahan UUD 1945 Tanpa Paradigma (amandemen bukan, konstitusi
baru setengah hati), (Jakarta: Pusat Studi Pancasila, 2002), hlm. 68.
Boedi harsono, hukum agraria Indonesi; sejarah pembentukan undang-undang pokok agraria,
isi dan pelaksanaannya, ED Rev. cet. 10, jakarta: djambatan, 2005,
Badan pembinaan hukum nasional, 2015, Hak menguasai negara di bidang pertanahan. Hasil
penelitian dengan pimpinannya rachmat trijono.
Firly irhamdani, 2012, analisis yuridis terhadap batas mmaksimum kepemilikan tanah hak
milik non pertanian menurut hukum pertanahan nasional, tesis, universitas
Indonesia, depok
Kratovil, Robert, Real Estate Law, (New Yersey: Prentice Hall, 1974),
Les Six Livres de la Republique adalah buku yang ditulis oleh Jean Bodin pada tahun 1576
Paris, Dalam bahasa Indonesia berarti Enam Buku Republik.
Maurice Allais : L’Impot sur le capital et la reforme Monetaire, Hermann, Paris, edisi
terbaru, 1989, p. 5 sedang edisi pertama ialah tahun 1977.
Muhammad Bakri, hak menguasai tanah oleh negara : paradigma baru untuk reformasi
agraria, yogyakarta, cetakan I, 2007,
Notonagoro, Politik Hukum dan Pembngunan agraria, jakarta, bina aksara, 1984,
30
R. Wiratno, dkk, ahli-ahli pikir tentang negara dan hukum, jakarta , pembangunan, 1958
sudargo Gautama, tafsitan Undang-Undang Pokok Agraria, Cet V, Alumni, Bandung, 1981,
Tri Hayati, dkk, Konsep Penguasaan Negara di Sektor Sumber Daya Alam berdasarkan Pasal
33 UUD 1945, ( Jakarta : Sekretariat Jenderal MKRI dan CLGS FHUI, 2005),
walton h hamilton, constitutionalism, encyclopedia of social sciences, edwin Ra., seligman &
Alvin Johnson, eds., 1931,
Woodman, R.A., The Law of Real Property in New Soouth Wales, ((Sidney: The Law Book
Company Limited, 1996
INTERNET