Menyetujui:
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran, Ketua Peneliti
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasal 33 dan 34 UUD 1945. Pasal ini merupakan konsekuensi dari tujuan
1
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
dengan sendirinya benar (self evidence), dan sebagai norma dasar perlu
berikut :
asas kekeluargaan;
1
Hans Kelsen (terjemahan Drs. Somardi), Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum
Normatif Sebagai Ilmu Hukum Empirik-Deskriptif, Rimdi Press,1995, hlm.113-114
2
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
kemakmuran rakyat;
nasional; dan
dalam undang-undang.
menguasai hajat hidup orang banyak, bumi dan air dan kekayaan alam
rakyatnya.
3
tersebut pada prinsipnya digunakan ialah untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan dan barang publik lainnya (public goods) yang pada akhirnya
ditegaskan secara lugas di dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dalam
4
Kedua hal tersebut, secara tidak langsung membawa konsekuensi
Masyarakat miskin Ibu Kota (UPC), Somasi NTB, Yayasan Islamic Center
2
Harian Umum Pikiran Rakyat, Edisi Senin,18 Juli 2005.
5
berbagai penolakan juga turut disuarakan oleh organisasi masyarakat
mengalami ujian yang signifikan di dalam UUD 1945. Posisi dilematis bagi
UUD 1945. Dalam konteks inilah penelitian akan ditujukan, untuk melihat
B. Identifikasi Masalah
3
Harian Umum Kompas, Edisi 29 April 2005.
6
1. Bagaimana Pasal 33 UUD 1945 dalam perspektif ekonomi dan
konstitusi ?
C. Tujuan Penelitian
D. Kerangka Konsepsional
logika di dalam mencari makna awal dari keberadaan UUD 1945 yang
7
menemukan konteks pemaknaan cita negara dan konstruksi Pasal 33
Minyak Bumi dan Gas Alam dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002
8
Bagan I
Alur Pikir
STAATS IDEE
PEMBUKAAN
Cabang-cabang
Hak Menguasai Sebesar-besar produksi yang
Negara kemakmuran rakyat strategis
Tafsir legislatif
melalui 3 Undang-Undang
tindakan
pengurusan(bestuursdaad) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002
Tentang Ketenagalistrikan
pengaturan (regelendaad)
9
E. Metode Penelitian
konkret.5
4
Arief B Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2000,
hlm.159
5
Ronny Hanitjo Soemitro, Metodologi Penelitian & Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1994, hlm.22-23
6
Ibid, hlm.10
10
3 bentuk bahan hukum. Pertama ialah pengunaan bahan-bahan
11
Tahun 2004 dan UU Nomor 22 Tahun 2001). Adapun dalam penelitian
3. Analisis Data
alat analisis.8
Konstitusi;
7
Andreas B Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif & Kualitatif, Yayasan Kalam Hidup,
Bandung, 2004, hlm.259
8
Ibid, hlm.246
12
c. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan
Ketenagalistrikan;
Ketenagalistrikan; dan
F. Tempat Penelitian
antaranya ialah :
13
1. Perpustakaan pusat Universitas Padjadjaran;
terkait.
G. Sistematika penulisan
berikut:
Bab I Pendahuluan.
konstitusi ekonomi.
14
Bab III Putusan MK Terhadap Permohonan Pengujian UU
tentang Ketenagalistrikan
15
kebijakan ekonomi melalui peraturan perundang-undangan,
Ekonomi Indonesia.
16
BAB II
A. Konstitusi
kehidupan suatu negara. Hal ini tidak terlepas dari pemahaman, bahwa
political, economic, and social- which operate at the time its adoption”
politik suatu negara. Namun lebih luas dari itu, ia juga berisikan tujuan,
yakni :
9
K.C. Wheare, Modern Constitution, Oxford University Press, 1969, hlm. 68
17
4. suatu keinginan, dengan mana perkembangan kehidupan
ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin. 10
governments.
18
pihak lain.12 Sebagai suatu kaidah, konstitusi yang memuat cita-cita yang
lain melalui penafsiran yang dilakukan oleh badan legislatif, eksekutif dan
court), menjadi fokus utama. Hal ini didasarkan pada salah satu fungsi
12
Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Mandar
Maju, Bandung, 1995, hlm. 6
13
Ibid, hlm.7
14
Ibid.
19
di banyak negara ialah dengan membentuk kelembagaan secara
constitutions).15 Hal ini dipandang sebagai salah satu fungsi checks and
kemudian dikenal dengan Judicial Review. Hal ini mendapat dasar teoritis
organ-organ legislatif. Hal ini tidak terlepas dari, masih berperannya raja
15
Indra Perwira, Inkonsistensi Pilar Negara, LPPMD Unpad Press, Bandung, 2001,
hlm.11
16
Jimly, op.cit, hlm.220
17
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Normatif Sebagai Ilmu Empirik-
Deskriptif, Rimdi Press, Bandung, 1995, hlm.280
20
(dalam konteks negara monarki) kedalam cabang kekuasaan legislatif dan
eksekutif.18
“The judicial doctrine of judicial review provides that the judiciary may
the constitution”19
kewenangan dari supreme court dan Kedua, terkait dengan alasan teori
power), salah satu kasus yang menjadi dasar (landmark case) dari
21
putusan ini kemudian telah diterima sebagai preseden di dalam
lainnya.22
20
Ibid, hlm.88
21
Tom Ginsburg, Judicial Review in New Democracies Constitutional Courts In Asian
Cases, Cambridge University Press, New York, hlm.21
22
Ibidi, hlm.22
22
misalnya terjelma melalui cara-cara/prosedur sebagaimana telah
23
Sri Soemantri, Hak Uji Material Di Indonesia, Alumni, Bandung, 1997, hlm. 6-11.
24
Purnadi Purbacaraka et al, Perihal Kaedah Hukum, Alumni, Bandung, 1982, hlm.41-42.
23
timbal balik antara norma yang satu dengan norma yang lainnya di dalam
dengan yang lainnya tidak terlepas dari sifat norma hukum yang logis. Hal
konflik antar norma hukum, yakni situasi di mana dua norma adalah sah
bahwa tuhan itu ada dan tuhan itu tidak ada, hanya satu yang dapat benar
dan yang lain harus salah, maka berdasarkan asumsi ini hanya satu dari
kedua norma-norma itu yang dapat sah (valid, berlaku) dan yang lainnya
harus tidak sah. Ini menemukan eksperisnya di dalam asas : Lex Posterior
hukum.25 Apabila pertentangan itu terjadi antara dua norma yang berbeda
digunakan asas ”lex superior derogate legi inferiori”. Norma yang lebih
25
Arief B Sidharta, Hukum dan Logika, Alumni, Bandung, 2002, hlm. 28
24
Dalam prakteknya, pengujian terhadap konstitusi tidak harus melulu
26
Second International Conference of Judges on the “Role of Judge-made Law in the
Development of Law and Access to Justice”. Supreme Court of Georgia and with the
support of the Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit GmbH (GTZ)
regional project – Support of Judicial and Legal Reforms in the Countries of the South
Caucasus, 1-3 December 2003.
25
dan Democratic/normative reinforcement. Adapun penjabarannya adalah
C. Konstitusi Ekonomi
27
Daniel E. Hall, Constitutional Law Cases and Commentary, Delmar Publisher,
International Thomson Publishing Company ITP, 1997, hlm.73
26
semakin efektif, efisien dan akomodatif terhadap perubahan-perubahan
maters”
tidak terlepas dari dimensi kesejarahan dari kemunculan konsep ini. Pada
dan krisis sosial pasca Perang Dunia Ke-I di Jerman, pada era Republik
Jerman yakni kiri radikal (sosialis) dan kanan radikal (liberalis). Namun
28
Christian Joergoes, What Is Left of The European Economic Constitution ?, EUI
Working Paper Law No.2004/13, hlm.10, www.iue.it/PUB/la04-13.pdf
27
dipertahankan di dalam batas-batas tertentu, namun kebebasan masih
terfokus pada satu isu besar yang memaksa sebagian pakar konstitusi
29
Ibid, hlm.11
30
Marco Dani, Economic Constitutionalism(s) in a Time of Uneasiness – Comparative
Study on The Economic Constitutional Identities of Italy, the WTO and the EU, Jean
Monnet Working Paper 08/05
31
Ibid, hlm.9
28
dalam melakukan fungsi dari lembaga-lembaga negara tradisional kepada
persoalan ekonomi.32
Marco Dani sebagai post national legal order.33 Namun demikian, terdapat
32
Berdasarkan diskusi dengan Bagir Manan, kelembagaan-kelembagaan semi negara ini
banyak bermunculan di Eropa, seperti dalam masalah penentuan harga barang-barang
tertentu
33
Marco Dani, Op Cit, hlm.8
29
Dalam konteks Indonesia, fokus kajian ini menjadi sangat relevan
dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945. Pertama, terkait dengan
yang terdapat di dalam Pasal 33 UUD 1945. Hal ini telah menjadi
perdebatan panjang dari para ahli baik hukum maupun ekonomi, di dalam
34
Attip Latippulhayat, State Control and Privatisation of the Indonesian
Telecommunications Industry : From ownership to regulation, unpublished Ph.D Thesis,
Monash University Melbourne, 2007, hlm.12
30
peran dari perusahaan swasta perorangan, pengusahaan tersebut harus
“…. paragraphs two and three of Article 33 deal with state control over
the strategic sectors. Nevertheless, it does not necessarily mean that
the state itself should be an operator or provider of goods or services.
More precisely, state control means state regulation of economic
activities, particulary to prevent the exploitation of those who are
ecomomically weak by those weak by those who are economically
strong…”
35
Ibid, hlm.12
36
Ibid, hlm.11
37
Ibid
31
BAB III
KETENAGALISTRIKAN
difokuskan pada objek kajian dari penelitian secara umum. Objek tersebut
Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas Alam dan
tidak diulas pada bab ini. Hal ini disebabkan, dalam beberapa
32
melakukan permohonan pembatalan, seperti Pasal 28 dan 18 UUD 1945
Nomor : 7 Tahun 2004 oleh Munarwan (YLBHI), dkk) dan dalam beberapa
menjadi hal menarik dari sisi isu, tidak kurang 5 permohonan perkara
diajukan oleh Walhi dan beberapa ormas lainnya, PUU Nomor : 60/PUU-
II/2004 oleh Zumrotun, dkk dari kelompok petani, PUU Nomor 63/PUU-
II/2004 oleh Suta Widhya dari masyarakat dan PUU Nomor 08/PUU-
II/2005 oleh Suyanto, dkk (2063 orang pemohon). Pada dasarnya, para
33
pemohon memiliki kekhawatiran terhadap berlakunya undang-undang ini,
dilakukan.
34
Tabel I
Persandingan Argumentasi Pemohon dan
Pemerintah Putusan Pengujian
UU No.7/2004
35
3. Terkait dengan pelibatan Pasal 45 ayat (3) UU No.7 Tahun 2004 dikhawatirkan Pendayagunaan Sumber Daya
pelaku non-negara akan menimbulkan pelepasan tanggung jawab negara Air untuk memenuhi berbagai
(swastanisasi) dalam atas pemenuhan hak atas air dari rakyatnya. Dengan kebutuhan hidup membutuhkan
pengelolaan sumber daya air, kata lain tanggung jawab negara akan diemban pada sarana dan prasarana. Undang-
yang dinyatakan dalam pasal- orang-perorang maupun badan usaha, baik itu badan undang Nomor 7 tentang
pasal sebagai berikut : usaha swasta nasional maupun badan swasta asing. Sumber Daya Air adalah Undang-
(Pasal 9 Pasal, 41 dan Pasal Artinya profit oriented akan menjadi tujuan utama pihak- undang yang berlaku untuk
45 Undang-Undang Nomor 7 pihak tersebut, bukan pemenuhan hak-hak dasar. seluruh rakyat, dengan demikian
Tahun 2004,) merupakan suatu hal yang wajar
apabila masyarakat, pelanggan,
konsumen yang mendapatkan air
dari PDAM dikenakan biaya jasa
pengelolaan Sumber Daya Air.
Jika tidak demikian, maka
Pemerintah bertindak tidak adil,
karena masyarakat yang
mengambil air secara langsung
dari sumber air dan yang
mendapat pelayan air melalui
jaringan distribusi sama-sama
tidak dibebani biaya jasa
pengelolaan Sumber Daya Air.
Sumber :PUU 063/PUU-II/2004
36
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi
tidak terlepas dari karakteristik air yang merupakan bagian dari Hak
(3) harus diletakan di dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM) dan
Hak guna pakai air merupakan turunan dari hak hidup yang dijamin
oleh UUD 1945 dan masuk ke dalam wilayah hukum publik yang
Hak guna usaha air bukan merupakan hak kepemilikan atas air,
37
pencerminan hak asasi manusia dan kedua, hak yang timbul
pemohon.
38
Lending (Utang berbasis Kebijakan) oleh lembaga-lembaga keuangan
multilateral seperti IMF, World Bank dan ADB maupun akibat perubahan-
Makna Pasal 33 UUD 1945. Pasal 33 UUD 1945, berdasarkan cita pendiri
yang diamantakan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Hal ini kemudian
bantuan hukum dan hak asasi manusia indonesia), Yayasan 324, SNB
39
Tabel II
Persandingan Argumentasi Pemohon dan
Pemerintah Putusan Pengujian
UU No.22/2001
40
Kepada perusahaan hanya diberikan hak
keekonomian (economic interest) yang tentunya
masih harus dibagi dengan Pemerintah.
3 Unbundling System Para Pemohon mendalilkan, pola industri minyak dan Khusus untuk bidang pengangkutan dan
Pasal 10 gas nasional yang memisahkah antara kegiatan hulu niaga gas bumi melalui pipa diberlakukan
dan hilir (unbundling), sebagaimana diatur dalam pengaturan prinsip usaha terpisah
Pasal 10 undang-undang a quo, akan berakibat lebih (unbundling) untuk memberikan pelayanan
mahalnya biaya/harga produk bahan bakar minyak yang lebih baik kepada konsumen baik dalam
dan non-bahan bakar minyak karena setiap sektor segi harga maupun kualitas serta pengaturan
kegiatan mempunyai biaya dan profit tersendiri. Hal dan pengawasan penyediaan dan
ini, oleh Para Pemohon, juga dinilai bertentangan pendistribusian BBM untuk menjamin
dengan trend industri minyak dan gas dunia. pengadaannya di seluruh wilayah NKRI.
Selanjutnya, untuk melaksanakan kegiatan
tersebut di atas, maka Pemerintah
membentuk Badan Pengatur Penyediaan dan
Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan
Pengangkutan Gas Bumi melalui Pipa yang
selanjutnya disebut BPH Migas. Hal ini sesuai
dengan Pasal 33 ayat (2) Undang Undang
Dasar 1945.
Sumber : PUU :002/PUU-I/2003
41
Setelah mendengar berbagai dalil-dalil baik dari para pemohon dan
42
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
33 UUD 1945 memiliki pengertian yang lebih tinggi atau lebih luas
doktrin “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dalam pengertian
oleh rakyat secara kolektif. Bahwa bumi dan air dan kekayaan alam
43
kepada negara untuk menguasainya guna dipergunakan bagi sebesar-
kemakmuran rakyat”.
negara” juga tidak dapat diartikan hanya sebatas sebagai hak untuk
44
berwenang melakukan fungsi pengaturan. Karena itu, pengertian
Mahkamah.
Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi, air dan kekayaan alam
45
(regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
masing cabang produksi. Yang harus dikuasai oleh negara adalah jika:
hajat hidup orang banyak; atau (ii) penting bagi negara tetapi tidak
menguasai hajat hidup orang banyak; atau (iii) tidak penting bagi
46
negara tetapi menguasai hajat hidup orang banyak. Ketiganya harus
lembaga perwakilan rakyat untuk menilai apa dan kapan suatu cabang
hidup orang banyak. Cabang produksi yang pada suatu waktu penting
bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, pada waktu
yang lain dapat berubah menjadi tidak penting bagi negara dan/atau
cabang produksi minyak dan gas bumi, yang adalah juga kekayaan
dimaksud oleh Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, oleh Pemerintah dan DPR
dinilai telah tidak lagi penting bagi negara dan/atau menguasai hajat
47
tercakup pula pengertian kepemilikan perdata sebagai instrumen untuk
kemakmuran rakyat.
48
privat itu juga harus dipahami bersifat relatif, dalam arti tidak mutlak
juga tidak menolak ide kompetisi di antara para pelaku usaha, asalkan
49
merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai
bahwa minyak dan gas bumi adalah cabang produksi yang penting dan
Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
“paling banyak”, dan Pasal 28 ayat (2) dan (3) Undang-undang Nomor 22
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik
50
Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik
51
C. Putusan Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002
Tentang Ketenagalistrikan
dilakukan oleh APHI, PBHI dan Yayasan 324. Adapun beberapa pasal
52
Tabel III
Persandingan Argumentasi Pemohon dan
Pemerintah Putusan Pengujian
UU No.20/2002
53
Pemerintah untuk menyediakan tenaga listrik.
2. Pemerintah cq. Bapeptal melakukan
pengawasan terhadap penerapan kompetisi
dan wajib menjamin kecukupan pasokan
tenaga listrik di wilayah kompetisi
3. Menimbang c UU Nomor 20 Kedudukan negara yang dalam usaha diwakili Negara tetap bertanggung jawab melalui
Tahun 2002 bertentangan oleh BUMN menjadi sama dengan kedudukan "pengaturan" atau hak regulasi.
dengan Pasal 33 UUD 1945. pihak swasta dalam usaha penyediaan tenaga Menguasai hajat hidup orang banyak tidaklah
listrik untuk kepentingan umum. Dengan berarti memiliki, bahkan memonopoli, melainkan
demikian, negara tidak lagi menguasai usaha suatu kewenangan mengusahakan baik secara
penyediaan tenaga listrik dan tidak ada jaminan langsung maupun tidak langsung melalui
yang dapat diberikan oleh negara atas pengaturan kegiatan usaha
ketersediaan tenaga listrik yang dibutuhkan oleh
masyarakat.
4. Pasal 7 1. Ketidakpastian hukum terhadap masyarakat 1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 telah
sebagai calon pelanggan, dan atas harga memberi hak kepada masyarakat untuk
listrik dalam, dengan penyebutan ”harga yang mendapatkan pelayanan penyediaan tenaga
wajar”. Istilah ”harga yang terjangkau” listrik.
sebagaimana tercantum dalam UU 2. Telah mengatur ketentuan penetapan tarif
Ketenagalistrikan Nomor 15 Tahun 1985 tidak yang antara lain harus memperhatikan
ditegaskan lagi. kemampuan masyarakat sebagaimana
2. Harga yang wajar adalah harga yang dimaksud dalam Pasal 43 huruf i. Perlu kami
ditentukan oleh pelaku usaha tanpa perlu sampaikan, bahwa pengujian penafsiran
memperdulikan kondisi keadaan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b
rakyat. tersebut di atas tidak merupakan hak
konstitusional.
5. Pasal 8 ayat (2), Pasal 16, Pasal 1. Kebijakan tersebut di atas akan merupakan 1. Produk tenaga listrik belum dapat diartikan,
17 ayat (3), dan Pasal 30 ayat upaya privatisasi pengusahaan tenaga listrik disamakan, dan diberlakukan sebagai komoditi
(1), menerapkan sistem dan telah menjadikan tenaga listrik sebagai ekonomi, tetapi juga harus diartikan sebagai
unbundling. komoditas pasar, yang berarti tidak lagi prasarana yang perlu disubsidi, sehingga
memberikan proteksi kepada mayoritas rakyat pengertian kompetisi dan perlakuan yang
yang belum mampu menikmati listrik. sama kepada semua pelaku usaha.
2. Aspek kompetisi bebas yang tercantum dalam 2. Pengertian dikuasai oleh negara sebagaimana
54
Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (3) justru telah diuraikan di atas, akan menimbulkan
akan meningkatkan krisis ketenagalistrikan di kerancuan berfikir karena makna penguasaan
Indonesia yang kini sudah terjadi di luar Jawa, negara yang mencakup pengaturan,
sehingga kebijakan tersebut tidak tepat dan pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan
malah akan semakin memberatkan konsumen akan dikurangi jika dalam penyediaan tenaga
listrik. listrik diperlakukan secara sama dalam sistem
3. Kebijakan tersebut berakibat PLN harus persaingan dengan badan usaha swasta,
“unbundled” menjadi beberapa jenis usaha, termasuk asing.
padahal selama ini PLN telah memiliki ijin 3. Peran swasta tidak berarti akan dilakukan
yang terintegrasi secara vertikal, di samping penjualan aset BUMN kepada swasta,
itu belum tentu bidang usaha yang melainkan mengundang peran serta swasta
dikompetisikan (misalnya usaha pembangkit) untuk investasi baru di bidang
diminati swasta ketenagalistrikan, di mana pengelolaan
transmisi dan distribusi tenaga listrik tetap
diusahakan oleh BUMN. Hal tersebut sejalan
dengan sistem perekonomian nasional yang
diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 15 ayat (2) Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik yang 1. Menguasai hajat hidup orang banyak tidaklah
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 20 berarti memiliki, bahkan memonopoli,
Tahun 2002 mempunyai fungsi yang sama, dan melainkan suatu kewenangan mengusahakan
akan berbenturan dengan Komisi Pengawas baik secara langsung maupun tidak langsung
Persaingan Usaha (KPPU) yang ditetapkan melalui pengaturan kegiatan usaha.
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. 2. Dalam prakteknya negara memiliki berbagai
Oleh karenanya, akan timbul ketidakpastian keterbatasan, sehingga tidak mampu
hukum dalam pengawasan kompetisi yang mengusahakan sendiri cabang-cabang
hendak diterapkan produksi yang penting bagi masyarakat,
bahkan pengusahaan sendiri oleh negara
justru menimbulkan kerugian bagi masyarakat,
karena pelaksanaannya tidak efisien,
transparan, dan profesional.
3. Bahwa karena keterbatasannya, negara perlu
dibantu dengan memberikan kesempatan
55
kepada masyarakat berpartisipasi dalam
cabang-cabang produksi yang penting bagi
masyarakat melalui program swastanisasi.
4. Dari adanya pengaturan untuk penerapan
kompetisi, dan pembentukan Lembaga
Pemerintah yang melakukan pengawasan
kompetisi membuktikan, bahwa negara tetap
bertanggung jawab terhadap usaha
penyediaan tenaga listrik
6. Pasal 20 ayat (1) 1. Terkandung ketidakpastian hukum terhadap 1. konsep membantu negara tetap didasarkan
pihak masyarakat sebagai Konsumen. pada kemampuan, efektivitas usaha,
2. Dengan demikian, konsumen sesungguhnya profesionalisme, transparansi dalam berusaha
tidak mempunyai pilihan sebagaimana dan memberikan pelayanan kepada
dimaksud dalam UU Nomor 20 Tahun 2002. masyarakat konsumen listrik;
3. Apabila konsumen memang tidak mempunyai 2. Bahwa swastanisasi di samping memberikan
pilihan, maka berarti manfaat kompetisi tidak peluang kepada masyarakat, tetapi juga
dirasakan oleh masyarakat, melainkan hanya memberikan pilihan atau alternartif pelayanan
dinikmati oleh pelaku usaha. bagi konsumen;
3. Negara tetap bertanggung jawab melalui
"pengaturan" atau hak regulasi.
Sumber : Putusan Mahkamah Konstitusi PUU Nomor : 001/PUU-I/2002
56
Setelah melihat dalil-dalil pemohon dan tanggapan pemerintah,
negara sebagai mana telah diuraikan di atas hal dimaksud harus dinilai
termasuk dalam arti pemilikan privat yang tidak harus selalu 100%.
mutlak (di atas 50%) atau bersifat mayoritas relatif (di bawah 50%)
relatif dalam BUMN akan tetapi harus dipertahankan posisi negara untuk
57
keputusan atas penentuan kebijakan dalam badan usaha yang
sebagai berikut :
dan c maupun Pasal 16, 17 ayat (1), dan 21 ayat (3) Undang-undang
58
unbundling, menurut ahli hanya akan terjadi di daerah JAMALI (Jawa,
Madura dan Bali) sebagai pasar yang telah terbentuk yang akan
bangsa agar lebih sehat yang selama ini telah berjasa memberikan
59
BUMN yang akan bermuara kepada tidak terjaminnya pasokan listrik
selalu efisien dan malah menjadi beban berat bagi negara, sehingga
juga menilai bahwa tenaga listrik hingga saat ini masih merupakan
cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup
orang banyak, sehingga oleh karenanya menurut pasal 33 ayat (2) UUD
1945 harus tetap dikuasai oleh negara, dalam arti harus dikelola oleh
yang menyertakan dana pinjaman dari dalam dan luar negeri atau dengan
baik dan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa hanya BUMN yang
nasional atau asing hanya ikut serta apabila diajak kerjasama oleh BUMN,
60
baik dengan kemitraan, penyertaan saham, pinjaman modal dan lain-lain.
pengelola tenaga listrik hanyalah BUMN, dalam hal ini PLN, ataukah
lebih efisien, tidak ada salahnya jika tugas itu tetap diberikan kepada PLN,
tetapi jika tidak, dapat juga berbagi tugas dengan BUMN lainnya atau
dikuasai oleh negara ialah bahwa terhadap cabang produksi yang telah
asing;
61
yang dilakukan haruslah memperkuat penguasaan negara untuk dapat
mengikat;
dengan konstitusi pada dasarnya adalah Pasal 16, 17 ayat (3), serta 68,
sesuai dengan jiwa dan semangat Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang
62
sehingga dengan demikian, meskipun hanya pasal, ayat, atau bagian dari
Dengan demikian, semua perjanjian atau kontrak dan ijin usaha di bidang
UU No. 20 Tahun 2002 tetap berlaku sampai perjanjian atau kontrak dan
63
10) Menimbang bahwa guna menghindari kekosongan hukum
64
BAB IV
KETENAGALISTRIKAN
Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Alam dan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2002 Tentang Ketenagalistrikan. Pada bab ini akan
terbagi menjadi 3 sub bab, yakni pertama ialah mengenai Kedudukan Pasal
65
membedakannya dengan pasal-pasal lain di dalam UUD 1945 yang
termasuk dalam materi muatan yang lazim di dalam suatu konstitusi, sejauh
konstitusi jika hanya dipandang sebagai dokumen politik yang berisikan tata
pandangan ini ialah Lord Bryce, dengan menyatakan bahwa terdapat tiga
38
K.C Wheare dalam Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni,
Bandung, 2006, hlm.58
39
Ibid, hlm. 56
66
Membatasi konstitusi hanya dalam konteks persoalan-persoalan sipil dan
konseptual dan kenyataan tidak membatasi diri di dalam ketiga hal tersebut.
Hal ini dapat diwakili oleh pernyataan A.A.H Struycken yang menyatakan
dokumen politik yang hanya memiliki dimensi sipil dan politik, namun juga
memiliki dimensi sosial, ekonomi dan budaya. Lebih lanjut dalam hal UUD
bahwa UUD 1945 saat ditetapkannya baru berisi 3 hal pokok yang
dilaksanakan.41
berikut :
40
Ibid, hlm.3
41
Ibid, hlm.56
67
”kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara
Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, ......”
dimensi ekonomi di dalam UUD 1945. Hal ini dapat diwakili dengan adanya
tujuan maka diperlukan suatu strategi untuk mencapai tujuan tersebut, untuk
fathers) kita telah telah menentukan bahwa strategi yang diambil ialah
merupakan hubungan yang sifatnya tak terpisahkan. Hal ini tidak terlepas,
68
sebagaimana dikemukakan oleh Soepomo mengenai teori negara
dan bercita-cita persatuan hidup, persatuaan antara kawulo dan gusti yaitu
persatuan antara dunia lahir dan dunia batin, antara mikrokosmos dan
pandangan ini adalah bahwa negara dan rakyat bersatu, tidak terdapat
42
Soepomo dalam A. Hamid S. Attamimi, Pernanan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Suatu Studi Atas Analisis Mengenai
Keputusan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I – IV, Disertasi
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 59
43
Ibid, hlm.58
69
organik dari negara, yang mempunyai kedudukan dan kewajiban tersendiri
UUD 1945 Muhammad Hatta sebagai salah seorang the founding fathers
dunia.46
Secara teoritik dan kesejarahan terdapat tiga konsep utama terkait dengan
tugas negara. Pertama, dikenal dengan political state yang berlangsung pada
44
Ibid, hlm.61
45
Moh.Hatta, Beberapa fasal ekonomi : Djalan Keekonomian & Koperasi, Cetakan Ke-5,
Perpustakaan Perguruan Kementerian P.P & K, Jakarta, 1954, hlm.265
46
Ibid, hlm.268 – 283.
70
sepenuhnya terpusat pada raja yang dijalankan oleh abdi-abdinya dan pada
absolut, dan rakyat selalu diposisikan sebagai abdi yang harus menuruti
kehendak raja. Kedua, konsep negara legal state (Negara Hukum Statis)
Gagasan untuk membebaskan diri dari kekuasaan despotik raja ini mendapat
kekuasaan yang suci berasal dari Tuhan, namun justru berasal dari rakyat
negara. Untuk mencegah agar tidak terjadi absolutisme dari penguasa, maka
suatu hak yang harus dihormati oleh negara, sehingga negara memiliki
malam yang hanya bertindak jika ada gangguan terhadap keamanan. Ketiga,
71
Barat. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan negara untuk mengatur dalam
ketenagakerjaan.47
umum dan menyediakan kebutuhan dasar bagi masyarakat. Untuk itu negara
dijabarkan lebih lanjut, yakni konsep ”dikuasai oleh negara”, ”untuk sebesar-
47
S.F Marbun dan Moh. Mahfud M.D, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty,
Yogyakarta, 1997, hlm.41-46
72
produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, akan
dibahas pada bagian selanjutnya, dalam hal tafsiran Pasal 33 dari perspektif
ekonomi.
Manan mengatakan bahwa, makna ”hak menguasai negara” bahwa hak ini
harus dilihat sebagai antesis dari asas domein yang memberikan wewenang
Dalam konteks, sumber daya alam secara umum, hal tersebut tetap berlaku.
Dalam hal ini perlu penegasan lebih lanjut, sumberdaya alam mana yang
48
Bagir Manan Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, PSH FH UII Press, Yogyakarta, 2004,
cetakan III, hlm 233
73
pemanfatan tersebut hanya berhubungan dengan penggunaan atau
seperti halnya hak milik atas tanah diberlakukan. Sumberdaya alam tertentu
menafsirkan “blanco mandate” Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut, maka
74
kewenangan itu harus didasarkan pada prinsip-prinsip hukum yang
fundemantal, yakni: 49
49
Indra Perwira dan Asep Warlan Yusuf, Naskah Akademik RUU PSDA, tidak dipublikasikan,
UNPAD, Bandung, 2001
75
b. Prinsip ”untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” (Asas Manfaat)
yang ingin dicapai oleh pengelolaan sumber daya alam melalui instrumen
Negara harus memberikan hak terdahulu kepada rakyat yang telah secara
kepentingan orang yang lebih banyak. Di masa lalu kita sering menemukan
50
Ibid
76
Hal itu terjadi karena keberpihakan kepada rakyat miskin tidak
perundang-undangan.
hak, baik yang melekat pada individu maupun pada masyarakat adat. UUPA
diatur dalam Domein Verklaring, di mana pemilik tanah atau lahan sekaligus
dalam tanah.
77
Asas pemisahan secara horisontal ini digunakan sebagai dasar untuk
mempunyai hak milik atas tanah tidak sekaligus dapat menggunakan tanah
Penataan Ruang. Jadi penataan ruang tidak berkaitan dengan hak atas,
hutan, tambang dan mineral di atas tanah hak milik seseorang atau hak
ulayat suatu masyarakat adat. Di masa depan asas yang bersumber dari
hak pengusaan kolektif. (tanah atau laut), padahal pada hak ulayat melekat
sumberdaya alam, penataan fungsi ruang dan sebagainya. Oleh karena itu
Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1960, yang menyatakan sebagai berikut
:51
51
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria Isi dan Pelaksanannya Jilid 1, Djambatan, 1995, hlm.199
79
peraturan tentang hal-hal yang belum ada pengaturannya atau
dengan droit function. Kekuasaan yang demikian besar, bukanlah tidak terikat
52
S.F Marbun dan Mahfud M.D, Op Cit, hlm.46
53
Ibid, hlm.47
80
administasi negara maupun melalui peradilan umum. 54 Kemudian selain
umum.
54
Ibid
55
M.Dawam Rahardjo, Esai-Esai Ekonomi Politik Cetakan Ketiga, LP3ES, Jakarta, 1988,
hlm.19
81
mekanisme persaingan bebas akan menciptakan pola alokasi yang efektif
berakar pada gagasan Adam Smith dalam bukunya yang terkenal dengan
Judul An Inqiury Into The Nature and Causes of The Wealth of Nations
bersaing dalam produksi dan perdagangan barang dan jasa. 56 Hal ini
Pandangan ini, seringkali disebut dengan kaum sosialis atau pada bentuk
satu pemikir besar dari kalangan ini ialah Karl Marx (1818-1883), yang
56
Mark Skousen (Terjemahan), Sang Maestro Teori-Teori Ekonomi Modern, Prenada,
Jakarta, 2005,hlm.26
82
eksploitatif, pengejaran yang berlebihan terhadap nilai lebih (profit dan
kondisi yang menindas bagi kaum buruh dengan tingkat upah yang rendah.
pembatasan terhadap inisiatif pribadi di dalam aktivitas ekonomi. Hal ini untuk
57
Ibid, hlm.183-191
58
Ibid, hlm.189
83
kelas proletar, sebagaimana terjadi di dalam sistem kapitalis. Proses
Bagi kalangan sosialis, bentuk campur tangan negara dilakukan dengan cara
kebijakan defisit dan melakukan pengeluaran untuk kerja publik yang akan
tidak perlu lagi menjalankan defisit dan model klasik akan berfungsi kembali
59
Ibid, hlm.396
84
dengan benar.60 Namun demikian, terkait dengan distribusi pendapatan yang
berkeadilan sebuah model peran negara baru turut pula dikembangkan yakni
laporannya tahun 1942, konsep ini memiliki dimensi politik, yakni untuk
terlihat jelas bahwa negara memiliki campur tangan yang kuat di dalam
hidup orang banyak dan pengelolaan sumber daya alam, karakteristik yang
60
Ibid, hlm.397
61
www.wikipedia.org
85
ruang inisiatif terhadap peran individu/perorangan di dalam pengelolaannya.
1945, yang berbunyi ”cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
bagi kooperasi atau dikelola langsung oleh negara. Jika melakukan analisis
lebih lanjut, maka terdapat dua bidang sumber daya ekonomi yang tidak
bagi negara dan cabang produksi yang menguasai hidup orang banyak.
Ketahanan nasional disini tidak terbatas pada aktivitas yang sifatnya militer
62
Muhammad Hatta, Op Cit, hlm.266
86
goods/utilita sociale), terdapat 3 kriteria untuk memberikan batasan terhadap
dilakukan secara simultan dari satu orang ke orang lainnya dan kedua non-
tidak mungkin untuk meletakan hak kepemilikan pada barang tersebut atau
cabang produksi yang menguasai hidup orang banyak secara ekonomi bukan
63
Inge Kaul et.al, Loc Cit, hlm.3
87
cabang produksi hidup orang banyak merupakan barang yang memiliki nilai
ekonomi yang tinggi dan tidak dapat dikonsumsi secara simultan, seperti air,
hidup orang banyak sebagai barang publik diletakan dalam pengertian yang
yakni barang publik yang ditentukan oleh sistem hukum suatu negara dalam
Demikian pula pengertian dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi
sebagai berikut :
”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
rakyat”
mutandis mengikuti tafsir di dalam Pasal 33 ayat (2), yang telah diuraikan di
banyak dan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
88
dalam meletakan konteks kata-kata sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
diletakan dalam wilayah hukum publik bukan privat. Hal ini membawa
terhadap barang publik tersebut harus dijamin oleh negara, hal ini
masyarakat Indonesia;
89
2. Kalimat dikuasai oleh negara, memilki implikasi bahwa pengelolaan
Koperasi;
Bumi dan Gas Air dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 Tentang
90
putusan mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi; dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 Tentang
91
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada
33 UUD 1945 memiliki pengertian yang lebih tinggi atau lebih luas
doktrin “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dalam pengertian
oleh rakyat secara kolektif. Bahwa bumi dan air dan kekayaan alam
92
yang terkandung di dalam wilayah hukum negara pada hakikatnya
11) Bahwa jika pengertian “dikuasai oleh negara” hanya diartikan sebagai
negara” juga tidak dapat diartikan hanya sebatas sebagai hak untuk
93
UUD 1945, sebagaimana lazimnya di banyak negara yang menganut
Mahkamah.
Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi, air dan kekayaan alam
94
kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
95
tergantung pada dinamika perkembangan kondisi kekayaan masing-
masing cabang produksi. Yang harus dikuasai oleh negara adalah jika:
hajat hidup orang banyak; atau (ii) penting bagi negara tetapi tidak
menguasai hajat hidup orang banyak; atau (iii) tidak penting bagi
lembaga perwakilan rakyat untuk menilai apa dan kapan suatu cabang
hidup orang banyak. Cabang produksi yang pada suatu waktu penting
bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, pada waktu
yang lain dapat berubah menjadi tidak penting bagi negara dan/atau
96
merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan
rakyat. Sehingga Bumi, Air dan Kekayaan Alam Yang Terkandung di dalam
hukum negara pada hakikatnya adalah milik publik guna dipergunakan untuk
UUD 1945, sepanjang bahwa peran negara tidak direduksi menjadi hanya
dan gas bumi. Para Pemohon menilai, dengan cara itu berarti undang-
97
undang a quo mendahulukan kepentingan pengusaha yang berorientasi
dengan harga yang seragam dan terjangkau karena hal itu merupakan
33 UUD 1945. Pasal 23 ayat (2) dimaksud menyatakan, “Izin usaha yang
Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibedakan atas: a. Izin
98
mendapatkan Izin Usaha yang diperlukan sebagaimana dimaksud
beralasan”
negara dan bangsa agar lebih sehat yang selama ini telah berjasa
99
Keterangan ahli yang diajukan pemohon telah menjelaskan pengalaman
empiris yang terjadi di Eropa, Amerika Latin, Korea, dan Meksiko, sistem
dan tidak selalu efisien dan malah menjadi beban berat bagi negara,
cabang prouduksi dan Sumber Daya Alam seperti tercantum di dalam Pasal
peranan BUMN sebagai Badan Usaha Milik Negara dan efektifitas pelayanan
100
dikecualikan dalam perolehan izin dalam sektor hilir Migas. Jaminan ini
jaminan hak eksklusif ini Pertamina yang notabene milik pemerintah dan
negara.
dari hak hidup yang dijamin oleh UUD 1945. Dalam konteks ini, Mahkamah
101
berpendapat bahwa hak guna pakai air merupakan turunan dari hak hidup
dan kelembagaan hak guna usaha air bukan merupakan hak kepemilikan
undang-undang.
102
dalam kelima aspek tersebut di dalam batasan konstitusional
penafsiran.64
64
Loc Cit, Second International Conference of Judges on the “Role of Judge-made Law in
the Development of Law and Access to Justice”. Supreme Court of Georgia and with the
support of the Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit GmbH (GTZ) regional
project – Support of Judicial and Legal Reforms in the Countries of the South Caucasus, 1-3
December 2003.
103
a. Prinsip Penafsiran Objektivitasi
penafsiran harus didasarkan pada arti secara harfiah dari bunyi peraturan
b. Prinsip Kesatuan
dibaca secara bersamaan dengan teks yang ada dan tidak terpisah.
Sehingga sesuatu yang khusus berasal dari hal yang sifatnya umum dan
sesuatu yang umum membentuk suatu yang khusus. Prinsip kesatuan ini
104
sistematis. Dalam berbagai pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi telah
yang tak terpisahkan dengan Pembukaan UUD 1945 (sebagai premis umum)
Indonesia.
penafsiran terhadap teks, asal usul dari teks tersebut harus diperhatikan,
Mahkamah Konstitusi dengan kehendak pembentuk UUD 1945 dalam hal ini
diwakili oleh Muhammad Hatta. Hal ini terkait dengan isu pengelolaan
105
cabang-cabang produksi dan sumber daya alam sebagaimana dimaksud
Dalam uraian dalam Bab IV sub bab A, penelitian ini dapat dilihat bahwa
alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 UUD 1945, kepada pihak non-
teks dari peraturan yang satu dengan peraturan dari teks peraturan yang
lainnya berdasarkan pada lingkup pengaturan yang sama dan berlaku secara
106
Mahkamah Konstitusi secara implisit telah memperbandingkan antara kedua
1945.
65
Christian Joergoes, Loc Cit, hlm.10, www.iue.it/PUB/la04-13.pdf
107
konsekuensi dari konstitusi tidak selalu terkait dengan persoalan
kelembagaan ekonomi.
ideologi ekonomi yang dianut oleh suatu negara. Bagi negara-negara yang
aktivitas ekonomi dalam rangka untuk menjaga agar kompetisi dalam bidang
108
produksi masih dijamin dimungkinkan walaupun dengan berbagai macam
pembatasan.
terdapat di dalam Pasal 33 UUD 1945, hal ini menandakan bahwa Indonesia
bagi negara, faktor-faktor produksi yang menguasai hidup banyak dan faktor-
faktor produksi sumber daya alam dikuasai oleh negara. Menunjukkan peran
berikut :
109
tertentu, sedangkan di tempat yang berbeda kondisi alamnya, tidak
mendapatkannya”
110
Kemudian di dalam pertimbangan putusan pengujian Undang-Undang
itu penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak;
atau (ii) penting bagi negara tetapi tidak menguasai hajat hidup
orang banyak; atau (iii) tidak penting bagi negara tetapi menguasai
hajat hidup orang banyak. Ketiganya harus dikuasai oleh negara dan
untuk menilai apa dan kapan suatu cabang produksi itu dinilai
Cabang produksi yang pada suatu waktu penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak, pada waktu yang lain dapat
111
Kemudian di dalam pertimbangan putusan pengujian Undang-Undang
daya beli dan kekuatan pasokan. Kalau itu yang terjadi maka ukuran
derivat dari suatu hak asasi manusia seperti dalam kasus pengujian
Undang-Undang Air;
112
2. Oleh karenanya, terhadap faktor-faktor produksi sebagaimana
kepemilikan publik;
ekonomi tersebut terkait dengan isu monopoli negara, pelibatan peran non-
hal ini dimungkinkan selama kedudukan BUMN sebagai pelaku pasar tetap
113
memiliki hak eksklusif/kekhususan yang tidak terdapat dalam pelaku pasar
lainnya, hal ini dilakukan dalam kerangka strategi penguatan BUMN sebagai
yang sederajat antara PLN dengan pelaku usaha lainnya sedangkan dalam
perusahaan negara.
mekanisme pasar semata namun dalam penentuan tarif harus terlihat peran
114
BAB V
A. Kesimpulan
sumber daya alam (bumi, air, dan kekayaan alam yang ada di
115
representasi kolektivitas masyarakat Indonesia. Kalimat dikuasai oleh
116
dimungkinkan selama peran negara tetap dipertahankan di dalam
1945.
117
Undang Migas terkait dengan penerapan unbundling system, dalam
perusahaan negara.
B. Saran
118
negara”, jika terdapat permohonan pengujian UU yang terkait dengan
119
DAFTAR PUSTAKA
120
Daniel E. Hall, Constitutional Law Cases and Commentary, Delmar
Publisher, International Thomson Publishing Company
ITP, 1997
Hans Kelsen (terjemahan Somardi), Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu
Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Empirik-Deskriptif,
Rimdi Press,1995.
Indra Perwira, Asep Warlan Yusuf, Naskah Akademik RUU PSDA,
Laporan Penelitian, tidak dipublikasikan, Unpad,
Bandung, 2001.
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1999.
M.Dawam Rahardjo, Esai-Esai Ekonomi Politik Cetakan Ketiga, LP3ES,
Jakarta, 1988.
Mark Skousen (Terjemahan), Sang Maestro Teori-Teori Ekonomi Modern,
Prenada, Jakarta, 2005.
121
Tom Ginsburg, Judicial Review in New Democracies Constitutional Courts
In Asian Cases, Cambridge University Press, New York,
2003
K.C. Wheare, Modern Constitution, Oxford University Press, 1969.
B. Jurnal :
Konstitusi, Volume 2, Nomor 2, September 2005, Mahkmah Konstitusi,
Jakarta.
Dialektika : Inkonsistensi Pilar Negara, LPPMD Unpad, Bandung, Vol : 2
No : 2-2001
C. Harian Umum :
Harian Umum Pikiran Rakyat, Edisi Senin,18 Juli 2005
Harian Umum Kompas, Edisi 29 April 2005
122
Identities of Italy, the WTO and the EU, Jean Monnet
Working Paper 08/05
Alam;
Daya Air;
008/PUU-III/2005;
123