DISUSUN OLEH:
i
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1
A. Latar Belakang.................................................................. 1
B. Perumusan Masalah .......................................................... 4
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 4
D. Tinjauan Pustaka .............................................................. 4
E. Ruang Lingkup ................................................................. 6
F. Kontribusi ......................................................................... 9
G. Metodologi Penelitian .................................................... 10
BAB II KERANGKA TEORI ......................................................... 12
A. Model .............................................................................. 12
B. Pembelanjaan Tahfidz .................................................... 12
C. Metode Pembelajaran Tahfidz ........................................ 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................... 24
A. Metode Penelitian ........................................................... 24
B. Pendekatan Penelitian ..................................................... 24
C. Jenis Penelitian ............................................................... 25
D. Lokasi Penelitian ............................................................ 26
E. Keberadaan Peneliti ........................................................ 27
F. Sumber Data ................................................................... 27
G. Tehnik Pengumpulan Data ............................................. 28
H. Validasi Data .................................................................. 31
I. Analisis Data .................................................................. 32
BAB IV MODEL PEMBELAJARAN TAHFIDZ AL- QUR’AN DI
INDONESIA, TURKI, IRAN, DAN SAUDI ARABIA ... 34
A. Profil Lembaga- lembaga Tahfidz Al- Qur’an ............... 34
1. Lembaga di Indonesia ............................................... 34
2. Lembaga di Iran ........................................................ 52
3. Lembaga di Turki ..................................................... 56
ii
4. Lembaga di Saudi Arabia ......................................... 62
BAB V ANALISIS KOMPARATIF .............................................. 70
A. Sanad Tahfidz Al- Qur’an .............................................. 70
B. Metode Tahfidz Al- Qur’an ............................................ 75
BAB VI PENUTUP............................................................................ 99
A. Kesimpulan ..................................................................... 99
B. Saran dan Rekomendasi................................................102
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 103
LAMPIRAN .............................................................................................. 106
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perhatian umat Islam terhadap al-Qur’an dari masa ke masa tidak pernah surut.
Bahkan cenderung menunjukkan peningkatan yang sangat besar. Lembaga-lembaga
pengkajian, tahfidz, baca tulis al-Qur’an banyak bertebaran di seantero Indonesia.
Maraknya media massa, visual, audio maupun cetak, pun media-media sosial seperti
facebook, twiter, path, instagram turut memberikan andil atas intensitas dan frekuensi
menghidupkan (living) Al-Qur’an oleh masyarakat. Tak bisa dipungkiri, fenomena ini
merupakan manifestasi janji Allah yang tertuang dalam firman-Nya:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr : 9).
Penggunaan kata ganti "kita (na)" untuk lafadz Allah mengandung makna
bahwa ada pihak lain yang dilibatkan. Artinya, dalam penjagaan al-Qur'an, Allah
melibatkan setiap muslim sebagai wujud dari rasa tanggung jawab seorang muslim
terhadap kitab sucinya. Bentuk pertama penjagaan adalah penjagaan tekstual. Dengan
menghafal secara teliti menunjukkan keikutsertaan dalam penjagaan teks al-Qur'an dari
penambahan, pengurangan ataupun pemalsuan.
Di samping itu, Rasulullah Saw banyak menjelaskan dalam beberapa riwayat
tentang keutamaan membaca dan menghafal al-Qur’an, antara lain:
Abu Umamah ra berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Bacalah
al-Qur`an sebab Al-Qur`an akan datang pada hari kiamat sebagai sesuatu yang
dapat memberikan syafaat (pertolongan) kepada orang keutamaan orang yang
mempunyainya.’” (HR Muslim). Hadis lainnya adalah Rasulullah Saw
bersabda, "Penghafal al-Qur`an akan datang pada hari kiamat, kemudian al-
Qur`an akan berkata: ‘Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia.' Kemudian orang itu
dipakaikan mahkota karamah (kehormatan). Al-Qur`an kembali meminta:
'Wahai Tuhanku tambahkanlah.' Maka, orang tu dipakaikan jubah karamah.
Kemudian al-Qur`an memohon lagi: 'Wahai Tuhanku, ridhailah dia.' Maka
Allah Swt meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu: 'Bacalah dan
teruslah naiki (derajat-derajat surga).' Dan Allah Swt menambahkan dari setiap
ayat yang dibacanya tambahan nikmat dan kebaikan.’” (HR Tirmidzi dari Abu
Hurairah).
Rasulullah saw bersabda, "Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia",
para sahabat bertanya, "Siapa mereka wahai Rasulullah ? ", Rasulullah
bersabda, "Ahli Qur’an. Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang
khusus-Nya". Al-Jazari mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ahli Qur’an
adalah orang-orang yang hafal Al-Qur’an dan mengamalkannya. Hadis lainnya
antara lain dari ‘Ali bin Abi Thalib, dia berkata, Rasulullah saw bersabda,
1
2
adalah terlahirnya hafidz hafidzah yang hafalannya masih bisa terpelihara dengan
bacaan yang mujawwad (memenuhi standar tajwid). Disamping itu, akan lebih ideal bila
setiap hafidz hafidzah sekaligus mampu memahami maksud atau tafsir setiap ayat yang
dihafal. Hasil maksimal tersebut belum dapat terwujud sepenuhnya, terutama di
lembaga pendidikan formal. Terbukti dari minimnya para siswa-siswi atau mahasiswa
mahasiswi yang mampu mempertahankan hafalan ayat-ayat tersebut sampai akhir masa
studi. Artinya, setiap ayat atau surat yang dihafal dalam setiap semester tidak dapat
terakumulasi secara baik. Dengan kata lain sebuah lembaga tersebut hanya melahirkan
mantan hafidz hafidzah.
Kenyataan ini menimbulkan kesan bahwa upaya menghafal ayat-ayat al-Qur’an
dalam lembaga pendidikan formal hanyalah sebatas formalitas. Posisi perintah
menghafal ayat al-Qur’an tidak berbeda dengan perintah atau tawaran mengikuti kursus
melukis, menari dalam deretan program-program ekstrakurikuler. Posisi materi tahfidz
al-Qur’an tak ubahnya seperti materi bahasa Indonesia, matematika atau materi lainnya
yang target utamanya adalah lulus ujian. Akibatnya, berapapun ayat yang telah
disetorkan secara hafalan akan lupa atau tidak terkumpul rapi dalam memori para
penghafal pasca ujian. Bila ini dibiarkan maka semarak tahfidz yang didengungkan di
negeri ini hanya sebatas kuantitas tapi kurang berkualitas. Hikmah yang bisa diambil
hanya sebatas pengenalan dan pengalaman peserta didik untuk menghafal al-Qur’an.
Tidak adanya hasil maksimal dalam pembelajaran tahfidz al-Qur’an mengakibatkan
kerugian waktu, pikiran dan financial. Inilah problem utama dari penelitian ini.
Penelitian ini akan menelusuri metode-metode yang digunakan dan kiat-kiat
yang dilakukan pengasuh atau penghafal dalam proses penghafalan atau pasca
penghafalan. Sebagai akibat dari arus globalisasi dan open information, maka suatu riset
dirasa tidak cukup kalau hanya menjadikan suatu negara sebagai obyek penelitian.
Memandang perlu untuk melakukan penelitian di Mesir juga Iran. Beberapa tahun yang
lalu masyarakat dunia dikejutkan dengan munculnya balita dari Iran yang sudah mampu
menghafal 30 juz dengan sangat lancar dan teruji di hadapan publik. Gema ketakjuban
anak ajaib itu belum sirna, sampai muncul lagi dari Mesir, seorang anak yang bernama
Tabarak, yang sudah mampu menghafal Al-Qur’an 30 juz ketika usianya baru 4,5 tahun.
Dua realita ini, baik dengan parameter kekinian maupun masa-masa kejayaan
Islam, cukup menggugah untuk dijadikan penelitian yang intensif. Baik personal dua
4
B. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengelolaan pembelajaran tahfid Al-Qur’an di Indonesia, Iran,
Turki, dan Arab Saudi?
2. Apa keunggulan dari masing-masiing Lembaga atau pesantren tahfidz al-Qur’an
di Indonesia, Iran, Turki, dan Arab Saudi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Merumuskan tehnik metodologis dari lembaga pendidikan diIran, Turki, dan
Arab Saudi yang dapat diterapkan di Indonesia.
2. Menemukan persamaan dan pebedaan masing-masing metode tahfidz al-Qur’an
yang digunakan di lembaga pendidikan di Indonesia, Iran, Turki, dan Arab
Saudi?
D. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa sarjana yang telah melakukan riset terkait tahfidz al-Qur’an, antara
lain:
1. Sebuah studi di Amerika Serikat untuk mengetahui bagaimana Al-Qur’an
berpengaruh pada kesembuhan?, apakah pengaruhnya bersifat organic (berkaitan
dengan organ tubuh), spiritual atau kedua-duanya?. Studi yang dilangsungkan di
Lembaga Ilmu Kedokteran Islam dengan menggunakan perangkat elektronik
yang dilengkapi computer untuk memonitor dan mengukur semua perubahan
fisiologis pada sejumlah relawan ketika mereka mendengarkan bacaan al-
Qur’an. Hasil percobaan ini menunjukkan adanya efek menenangkan terhadap
5
E. Ruang Lingkup
Untuk memperjelas masalah yang akan dibahas dan agar tidak terjadi
pembahasan yang meluas atau menyimpang,maka perlu kiranya dibuat suatu
batasan masalah. Bagian ini memaparkan keluasan cakupan penelitian. Keluasan
cakupan penelitian dapat dibatasi dengan pembatasan lokasi (kancah) penelitian,
membatasi banyaknya variabel yang akan dikaji, dan membatasi subjek penelitian
misalnya terbatas dalam satu kelas atau beberapa kelas di sekolah tertentu atau di
beberapa sekolah secara independen.
Penelitian ini melanjutkan penelitian yang telah dilakukan oleh Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI. Tiga kali berturut-turut Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan
Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI telah meneliti pesantren-pesantren
tahfidz di Indonesia pada tahun 2005 dengan memfokuskan pada aspek metodologi
pada 7 pesantren yang menyebar di Jawa dan Sumatera. Pada tahun 2007, LPMQ
melanjutkan penelitian tersebut dengan fokus kajian berbeda, yaitu mengungkap
aspek sejarah kelembagaan, ragam metode, dan hubungan sanad atau jaringan
1
Arif Zamhari, “Lembaga Pendidikan Penghafal Al-Quran: Studi Perbandingan Pesantren
Tahfidl Sulaymaniyah Turki Dan Pesantren Tahfidz Indonesia”, Jurnal Kuriositas, Edisi VIII, Vol. 2,
STAIN Parepare, Desember 2015, h. 53-67.
2
7
antarpesantren, khususnya di wilayah Jawa, Madura, dan Bali. Pada tahun 2008,
LPMQ juga melakukan penelitian serupa dengan wilayah penelitian yang berbeda.
Penelitian tersebut dilakukan terhadap 17 pesantren yang berada di pulau Sumatera
dan Kalimantan, dengan perincian: 3 lembaga di Nanggroe Aceh Darussalam, 2
lembaga di Sumatera Utara, 2 lembaga di Sumatera Barat, 2 lembaga di Jambi, 2
lembaga di Sumatera Selatan, 1 lembaga di Lampung, 2 lembaga di Kalimantan
Selatan, 1 lembaga di Kalimantan Timur, 1 lembaga di Kalimantan Barat dan 1
lembaga di Kalimantan Tengah. Penelitian ini dilakukan oleh para peneliti di
lingkungan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI.
Pada tahun 2009, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Badan
Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI kembali melakukan penelitian serupa
yang dilakukan terhadap 10 lembaga tahfidz yang berada di wilayah Sulawesi
Selatan (4 lembaga), Riau (1 lembaga), Kepulauan Riau (1 lembaga), Bengkulu (2
lembaga), dan Nusa Tenggara Barat (2 lembaga).3
Beberapa lembaga tahfidz yang telah dilaporkan oleh LPMQ menunjukkan
banyaknya populasi pesantren yang banyak untuk diteliti. Sedangkan penelitian ini
lebih menguatkan dan mengamati ada tidaknya perubahan-perubahan dalam
pengelolaan tahfidz dalam kurun waktu 2009-2018. Oleh karena itu, penelitian ini
berusaha meneliti kembali ke beberapa pesantren yang dinilai berpengaruh terhadap
pesantren-pesantren yang lain, yaitu Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak
Bantul Yogyakarta, Pondok Tahfidz Yanbu’ul Qur’an Kudus, Pondok Pesantren
Al-Munawwar Sidayu Gresik, Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng
Jombang, Yayasan I’anatul Mubtadi’in-La Raiba Hanifida Jombang, Pondok
Pesantren Hamalatul Qur’an Jogoroto Jombang, Pesantren Ilmu Al-Qur’an (PIQ)
Singosari Malang, Pondok Pesantren Dar Al-Qur’an Arjawinangun Cirebon,
Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Falah Cicalengka Bandung, Pondok Pesantren
Manhajul Qur’an Ploso Mojo Kediri.
Pesantren-pesantren ini dipilih karena:
3
Muhammad Shohib dan M. Bunyamin Yusuf Surur (ed.), Memelihara Kemurnian Al-Qur’an:
Profil Lembaga Tahfidz Al-Qur’an di Nusantara (Jakarta: LPMQ, 2011), h. viii.
8
F. Kontribusi
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Lembaga pendidikan non formal atau lembaga-lembaga tahfidz untuk
peningkatan kualitas hafalan peserta didiknya.
2. Lembaga pendidikan formal untuk meninjau ulang efektif tidaknya proses
pembelajaran tahfidz al-Qur’an dalam lembaganya.
3. Pemerintah Indonesia agar lebih perhatian kepada penguatan sarana-prasarana
lembaga-lembaga yang menjunjung tahfidz-tahfidz al-Qur’an sehingga tidak
semarak secara kuantitas tetapi juga berkualitas.
G. Metodologi Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian lapangan dengan pendekatan deskriptif
yaitu berupaya mengungkap fakta yang ada dan menyajikannya dalam format
sistematis. Penelitian berupaya menemukan model-model pembelajaran tahfid yang
dilakukan di Indonesia, Mesir, Iran dan Turki. Aspek-aspek pembelajaran yang akan
diteliti meliputi kebijakan pemerintah dan institusi pendidikan terkait dengan tahfidz,
model pengajaran dalam tahfid, penyediaan sarana dan prasarana, lingkungan sosial dan
pendidikan yang mendukung pembelajaran tahfidz, model evaluasi dan penilaian, serta
sebaran alumni tahfidz.
Data penelitian terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer adalah data
yang berkaitan langsung dengan subjek penelitian. Data ini diperoleh dari peraturan
pemerintah dan institusi pendidikan terkait dengan tahfid, pengelola lembaga
pendidikan tahfid, peserta tahfid, dan evaluator. Data sekunder adalah data-data yang
tidak berkaitan langsung dengan subjek penelitian namun memiliki hubungan. Data
sekunder meliputi data statistik pendidikan tahfid, metode-metode pengajaran, dan data
lain yang berkaitan.
10
4
Mahmud Achmad,, Tehnik Simulasi dan Permodelan, (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada,
2008), hal. 1-2.
5
http://repository.upi.edu/11779/11/T_PKKH_1104495_Chapter2.pdf
6
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: balai peustaka, 2002), hal. 381.
7
Mohammad Irsyad dan Nurul Qomariah, Strategi Menghafal Al-Qur`an Sejak Usia Dini. Lihat:
http://ejournal.uinsuka.ac.id/tarbiyah/conference/index.php/aciece/aciece2/paper/viewFile/50/39
11
12
proses menghafal al-Qur’an tidak terasa berat. Menurut Sa’ad Riyadh8 ada
beberapa syarat bagi seseorang sebelum menghafal al-Qur’an di antaranya sebagai
berikut:
1) Niat Ikhlas
Menghafal Al-Qur’an sebanyak 30 juz, 114 surah, dan kurang lebih 6000 ayat
bukanlah pekerjaan yang mudah. Dalam menghafal Al-Qur’an diperlukan waktu
yang relatif lama antara 1 sampai 4 tahun, diperlukan kemauan yang kuat dan
kesabaran yang tinggi agar cita-cita murid menjadi hafidz tercapai.
8
Saad Riyadh, Ingin Anak Anda Cinta al-Qur`an? (Solo: Aqwam, 2008), hal.44. Lihat juga,
Mohammad Irsyad dan Nurul Qomariah, Strategi Menghafal Al-Qur`an Sejak Usia Dini.
http://ejournal.uinsuka.ac.id/tarbiyah/conference/index.php/aciece/aciece2/paper/viewFile/50/39.
9
Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Depok: Gema Insani Press, 2008), hal. 26-34.
Lihat juga, http://etheses.uin-malang.ac.id/4625/1/12110231.pdf.;
http://eprints.ums.ac.id/12424/3/BAB_II.pdf.
13
4) Talaqqi
5) Berakhlak Terpuji
Seorang murid calon hafidz hendaknya berakhlak terpuji, sesuai syariat, dan
menjauhi sifat-sifat tercela. Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca, tetapi yang lebih
penting untuk dipelajari dan diamalkan isinya.
10
Lihat, catatan kaki no. 6. Lihat juga, http://digilib.uinsby.ac.id/ 22732/1/ Hervina% 20
Kusumawati_ D01214004.pdf
14
3) Talaqqi, yaitu seorang murid menyetorkan atau mendengarkan hafalan yang baru
dihafal kepada seorang guru. Guru tersebut harus seorang hafidz Al-Qur’an, yang
sholih dan wara’. Proses talaqqi ini dilakukan untuk mengetahui hasil hafalan murid
calon hafidz dan mendapatkan bimbingan seperlunya.
4) Takrir, yaitu murid mengulang-mengulang hafalan yang pernah dihafalkan kepada
seorang guru tahfidz. Takrir dimaksudkan agar hafalan si murid tetap terjaga dengan
baik. Selain itu takrir juga dilakukan sendiri-sendiri untuk melancarkan hafalan dan
tidak mudah lupa.
5) Tasmi’, yaitu memperdengarkan hafalan kepada orang lain baik kepada
perseorangan maupun kepada jama’ah. Dengan tasmi’ ini, murid calon penghafal Al-
Qur’an akan diketahui kekurangannya. Misalnya kesalahan mengucapkan huruf atau
harakat.
Berdasarkan penjelasan di atas, metode pembelajaran para murid dalam
menghafal Al-Qur’an tidak terlepas dari bimbingan guru yang berkompeten untuk
mendengar dan membenarkan bacaan Al-Qur’an murid-muridnya sehingga metode
pembelajaran utama yang cocok digunakan dalam menghafal Al-Qur’an yaitu
metode pengulangan bacaan sampai para murid mampu mengucapkan dengan benar
tanpa melihat mushaf Al-Qur’an.
Para murid dalam menghafal al-Qur’an, cara pembelajaran yang digunakan
para guru di lembaga tahfidz bisa berbeda-beda, tetapi semuanya bertumpu pada
pembacaan al-Qur’an berulang-ulang sampai para murid dapat mengucapkannya
dengan benar tanpa melihat mushaf al-Qur’an.
1. Metode Klasik
Metode Klasik dalam menghafal al-Qur’an sudah diterapkan beberapa
madrasah dan lembaga tahfidz al-Qur’an di pelbagai negara Islam terutama
Indonesia, dengan menggunakan cara sebagai berikut:
11
Bahirul Amali Herry, Agar Orang Sibuk Bisa Menghafal Al Quran, (Jakarta: Pro-U Media,
2012), hal. 83-90. Lihat juga, http://digilib.uinsby.ac.id/17329/5/Bab%202.pdf;
http://eprints.ums.ac.id/30830/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdf
15
a) Talqin yaitu cara pengajaran hafalan yang dilakukan seorang guru terhadap
murid-muridnya dengan membaca suatu ayat Al-Qur’an, lalu ditirukan murid
secara berulang-ulang hingga menancap di hatinya.
b) Talaqqi adalah presentasi hafalan murid kepada gurunya.
c.) Mu’aradlah adalah para murid saling membaca secara bergantian.
2. Metode Modern
a. Metode Fardhi
1. Murid bersikap tenang, rileks, dan tidak tegang.
2. Murid membaca ayat al-Qur’an yang akan dihafal sampai terekam dengan jelas ke
dalam pikiran dan hati.
3. Murid menghafal ayat al-Qur’an dengan mengingat bentuk tulisan huruf dan
tempatnya.
4. Setelah itu, murid memejamkan ke dua mata.
12
http://eprints.iain-surakarta.ac.id/520/1/14.%20Mir%27atul%20Farihah.pdf.
13
Saipul Bahri Jamarah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002),
hal.178.Lihat juga;
https://www.google.com/search?q=a.%09Metode+Fardi+1.%09Murid+bersikap+tenang,+rileks,+dan+tid
ak+tegang.+2.%09Murid+membaca+ayat+alQur%E2%80%99an+yang+akan+dihafal+sampai+terekam+
dengan+jelas+ke+dalam+pikiran+dan+hati.&safe=strict&client=firefoxb&sa=X&tbm=isch&tbo=u&sour
ce=univ&ved=2ahUKEwjU9uD1uJfeAhVLvI8KHSoqAlsQsAR6BAgAEAE&biw=800&bih=471
16
5. Murid membaca dengan suara pelan dan konsentrasi (rileks dan posisi mata tetap
terpejam).
6. Kemudian murid membaca ayat al-Qur’an tersebut dengan suara keras (posisi
mata tetap terpejam dan rileks).
6. Murid mengulangi sampai 3x atau sampai benar-benar hafal.
7. Murid memberi tanda pada kalimat yang dianggap sulit dan bermasalah (garis
bawah).
8. Murid tidak pindah hafalan baru sebelum hafalan lama sudah dihafal dengan baik.
9. Murid melakukan penggabungan ayat al-Qur’an yang sudah dihafal.
Setelah ayat pertama dan ke dua dihafal murid, belum boleh pindah ke ayat
ke tiga, tetapi harus digabungkan terlebih dahulu antara ke duanya dengan mengikuti
langkah-langkah berikut:
1. Murid konsentrasi, membaca ayat al-Qur’an yang pertama dan ke dua sekaligus,
dengan suara pelan.
2. Kemudian membaca ke duanya dengan suara keras, konsentrasi, dan tenang.
3. Murid mengulangi ke dua ayat al-Qur’an tersebut minimal 3x, sehingga hafalan
benar-benar kuat.
4. Tiap-tiap dua tambahan ayat al-Qur’an baru, harus digabungkan dengan ayat al-
Qur’an sebelumnya sehingga terjadi kesinambungan hafalan.
5. Murid mengulang hafalan ayat al-Qur’an dari belakang ke depan. Kemudian, dari
depan ke belakang.
6. Semuanya dibaca murid dengan suara lirih terlebih dahulu, kemudian dengan
suara keras (mata dalam keadaan tertutup).
7. Begitu seterusnya. Setiap mendapatkan hafalan baru, harus digabungkan dengan
ayat al-Qur’an, halaman, dan juz sebelumnya.
b. Metode Jama’i
Sistem ini menggunakan metode baca bersama, yaitu dua atau tiga orang
(partnernya) membaca hafalan dengan14:
14
https://nikenpuspitasari.wordpress.com/2011/12/11/metode-tahfidz-ustadz-mudhawi/
17
3) Muraja’ah:
Tes juz 1, dengan system acak (2-3 x soal). Masing-masing murid
membaca ayat al-Qur’an berpasangan. Ketika peserta sendirian tidak punya
patner, atau patnernya berhalangan hadir, guru wajib menggabungkannya
dengan kelompok lain yang kebetulan hafal juz 1, halaman dan urutannya
sama. Jika hafalannya tidak sama dengan kelompok lain, guru hendaknya
18
menunjuk salah seorang murid yang dinilai mampu untuk menjadi relawan
sebagai partner.
a. Muraja’ah di tempat:
1. Kembali ke tempat semula.
2. Murid mengulang bersama-sama seluruh bacaan yang disetorkan, baik
muraja’ah maupun hafalan baru, dengan system yang sama dengan
setoran.
3. Murid menambah hafalan baru bersama-sama untuk disetorkan pada
pertemuan berikutnya.
4. Murid jangan diizinkan meninggalkan majlis sebelum mendapat izin guru.
Dalam menghafal Al-Qur’an dibutuhkan metode pembelajaran untuk
menunjang dan memudahkan hafalan, antara lain sebagai berikut:
15
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/25/jtptiain-gdl-s1-2006-isnarahmaw-1243-
bab2_360-6.pdf
19
d. Murid menghafalkan materi tersebut, ayat per ayat al-Qur’an secara berulang-
ulang hingga hafal dan lancar.
Metode semacam ini biasanya dilakukan para murid penghafal Al-
Qur’an yang ada di Timur Tengah.
Dari semua metode yang telah diungkapkan di atas, metode yang banyak
dikenal masyarakat dalam menghafal Al-Qur’an bermuara pada tiga macam:
16
https://www.google.com/search?q=Dari+semua+metode+yang+telah+diungkapkan+di+atas,+
metode+yang+banyak+dikenal+masyarakat+dalam+menghafal+AlQur%27an+bermuara+pada+tiga+mac
am:+1.%09Metode+seluruhnya,&safe=strict&client=firefox-
b&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=2ahUKEwjGmMf4upfeAhXDo48KHYaVCRAQ7Al6B
AgFEA8&biw=800&bih=471
17
Eka Pristiawan, Pelaksanaan Pembelajaran Tahfizul Qur’an Di Sdit Nurul ‘Ilmi Medan Estate
Kabupaten Deli Serdang, Skripsi, tidak diterbitkan.
Lihat; http://repository.uinsu.ac.id/1231/1/Tesis%20EKA%20PRISTIAWAN.pdfL Lihat juga:
Sabit Alfatoni, Teknik Menghafal al-Qur’an (Semarang: Ghiyas Putra, 2010), hal. 29
18
http://repository.uinsu.ac.id/1231/1/Tesis%20EKA%20PRISTIAWAN.pdf
21
a) Talqin (guru membaca ayat al-Qur’an, lalu murid menirukan dan jika salah
dibenarkan).
b) Tasmi’ (murid memperdengarkan hafalannya di depan guru), biasanya disebut
setoran hafalan.
c) Muraja’ah (pengulangan hafalan), teknisnya sangat banyak, bisa dilakukan
murid sendiri dengan merekam atau memegang Al-Qur’an di tangannya, bisa
juga dengan cara berpasangan.
d) Tafsir (murid mengkaji tafsirnya), baik secara sendiri maupun melalui guru.
e) Tajwid (perbaikan bacaan dan hukumnya)20.
Masih ada metode pembelajaran tahfidz al-Qur’an lain sebagaimana
dikemukakan Muna Said Ulaiwah21 yaitu:
1. Metode per-Halaman
2. Metode per-Ayat
Maksud dari metode per-ayat adalah dengan cara; murid membaca satu
ayat al-Qur’an sampai dua atau tiga kali. Sama dengan metode per-halaman,
namun berbeda dalam jumlah halaman Al-Qur’an yang akan dihafal. Metode per-
19
http://griyaquran.org/tips-menghafal-alquran/metode-menghafalkan-al-quran
20
Salman bin Umar al-Sunaidi, Metode Warisan Nabi Mengikat Makna al-Qur’an, (Klaten:
Ines Media, 2010), hal. 13
21
http://repository.uinsu.ac.id/1231/1/Tesis%20EKA%20PRISTIAWAN.pdf. Lihat juga catatan
kaki no. 13. Eka Pristiawan, Pelaksanaan Pembelajaran Tahfizul Qur’an Di Sdit Nurul ‘Ilmi Medan Estate
Kabupaten Deli Serdang, Skripsi, tidak diterbitkan. Lihat
http://repository.uinsu.ac.id/1231/1/Tesis%20EKA%20PRISTIAWAN.pdfL
22
ayat jauh lebih sedikit dibandingkan dengan metode per-halaman. Metode ini juga
menuntut murid untuk membaca terlebih dahulu ayat-ayat al-Qur’an yang akan
dihafal hingga kemudian menutup Al-Qur’an dan membacakannya tanpa melihat
al-Qur’an.
1. Mengikhlaskan Niat.
2. Mengenali karakteristik akal manusia.
3. Menentukan tujuan.
4. Mencari motivasi yang paling kuat untuk menghafal al-Qur’an.
5. Mengatur waktu.
6. Memilih tempat yang paling tepat untuk menghafal.
7. Mengambil nafas dalam-dalam.
8. Meningkatkan konsentrasi.
9. Mengulang-ulang hafalan.
10. Rutin menghafal.
11. Memperhatikan faktor lain yang dapat membantu murid dalam menghafal al-
Qur’an.
22
http://digilib.uinsby.ac.id/2221/5/Bab%202.pdf. Lihat juga: https://farih261.wordpress.com/
Lihat juga; https://farih261.wordpress.com/ Lihat juga: http://seniormentoring. blogspot. Com /2004/07/
keutamaan-al-quran-dalam-menjaga.html
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dan komparatif. Menurut Sugiyono, penelitian desktiptif adalah penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan variabel mandiri, baik satu variabel atau
lebih, tanpa membuat perbandingan atau mancari hubungan variabel satu sama lain.23
Dalam penelitian ini, penelitian deskriptif bertujuan untuk mengetahui bagaimana
metode pembelajaran tahfidz Qur’an di Indonesia, Iran, Turki, dan Arab Saudi, serta
untuk mengetahui kelebihan atau keunggulan dari masing-masing negara dalam
menerapkan metode pembelajaran tahfidz Qur’an.
Sedangkan penelitian komparatif adalah penelitian yang membandingkan
keadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda, atau dua
waktu yang berbeda.24 Penelitian komparatif merupakan penelitian yang bersifat
membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan dan
perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti berdasarkan
kerangka pemikiran tertentu. Penerapan penelitian komparatif pada penelitian ini
digunakan untuk mengetahui perbandingan metode pembelajaran tahfidz Qur’an
antara Indonesia, Iran, Turki, dan Arab Saudi.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
ini, menurut Bogdan dan Taylor, digunakan untuk menghasilkan data-data deskriptif
berupa kata-kata atau kalimat, baik yang bersifat lisan maupun tertulis, dari orang-orang
atau pelaku yang diamati.25 Sementara Furchan mendefinisikan penelitian kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, baik lisan, tulisan,
ataupun perilaku orang (subyek) yang diamati.26
23
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Afabeta, 2014), h. 2.
24
Sugiyono, Metode Penelitian…, h. 54.
25
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 4.
26
Arief Furchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), h.
21.
23
24
C. Jenis Penelitian
Dilihat dari aspek tempat penelitian, penelitian ini termasuk jenis penelitian
lapangan (field research), di mana peneliti secara langsung terjun ke lapangan dalam
rangka mencari dan mendapatkan data-data yang akurat, cermat dan lebih lengkap.
Namun jika ditinjau dari aspek kemampuan atau kemungkinan suatu penelitian dapat
memberikan informasi atau penjelasan, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian
deskriptif. Dalam hal ini, menurut Sumanto, penelitian deskriptif merupakan penelitian
untuk mengambarkan dan menginterpretasikan kondisi atau hubungan yang ada,
pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung, akibat yang sedang
terjadi, ataupun kecenderungan yang telah berkembang.29
Dalam konteks ini penelitian deskriptif atau penelitian lapangan ini akan
diarahkan pada studi kasus pembelajaran metode tahfidz Qur’an di empat negara, yaitu
di Indonesia, Iran, Turki, dan Arab Saudi.
27
Lexy J. Moleong, Metodologi..., hal. 5
28
Ibid., h.4
29
Asrof Syafi’I, Metodologi Penelitian Pendidikan (Surabaya: EIKAF, 2005), hal. 21
25
D. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di empat negara berbeda, yaitu Indonesia, Iran, Turki,
dan Arab Saudi. Penentuan keempat negara tersebut tentunya didasari oleh beberapa
pertimbangan ilmiah. Indonesia, misalnya, merupakan tempat peneliti mengembangkan
keilmuan yang sudah otomatis menjadi dasar peneliti menjadikannya sebagai tempat
penelitian. Selain sebagai negeri Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki ribuan
pesantren tahfidz, baik formal maupun nonformal, yang tersebar di seluruh nusantara.
Kenyataan ini tentu mendorong peneliti untuk meneliti dan berkepentingan ikut
mengembangkan pola dan sistem pembelajaran tahfidz Qur’an agar bisa sejajar dengan
lembaga-lembaga tahfidz luar negeri yang memiliki sistem pembelajaran yang baik dan
diakui dunia Islam.
Kegiatan penelitian ke Iran didasarkan pada fenomena para penghafal cilik yang
mampu menyedot perhatian dunia Islam. Itulah sebabnya Iran dijadikan salah satu
lokasi penelitian untuk menemukan data dan informasi yang diinginkan oleh peneliti.
Adapun lembaga yang nantinya akan dituju dalam penelitian ini adalah: 1. Kampus
Imam Khomeini, Qom-Iran. Kampus ini dipilih mewakili lembaga formal terbesar di
Qom-Iran. Mahasiswa kampus ini dianjurkan tahfidz al-Qur’an; 2. Jami’atul Qur’an,
Qom-Iran. Lembaga non-formal ini merupakan lembaga tahfidz yang mempunyai
metode menghafalkan al-Qur’an berikut maknanya.
Adapun penentuan Turki sebagai objek sekaligus tempat penelitian berikutnya
didasarkan pada pertimbangan bahwa negara tersebut merupakan negara yang memiliki
pengaruh yang cukup kuat di Indonesia melalui beberapa yayasan pendidikan Qur’an
yang mulai menyebar di beberapa wilayah di Indonesia. Lembaga-lembaga yang
dijadikan objek penelitian selama kunjungan ke Turki adalah: 1. Lembaga UICCI
Sulaimaniyah. Lembaga ini dipilih karena telah berhasil menyebarkan metodenya ke
Indonesia. Materi yang difokuskan bukan sekedar tahfidz Al-Qur’an, tetapi juga
kedisiplinan 2. Yayasan Said Nursi. Yayasan ini juga memiliki cabang di Indonesia
yang dikenal dengan sebutan Nursi Center Research. Yayasan ini juga memiliki
kegiatan pendidikan tahfidz Qur’an yang berhasil mencetak para hafidz.
Terakhir, peneliti akan melakukan penelitian ke Arab Saudi, khususnya ke
lembaga pendidikan Islam Shaulatiyah. Lembaga ini merupakan lembaga pendidikan
Islam pertama di Makkah yang dibangun secara mandiri oleh individu/perorangan.
26
Meski lembaga ini secara formal tidak mengkhususkan kelas tahfidz Qur’an 30 juz,
namun para pengajar di sana rata-rata telah hafal al-Qur’an 30 juz dan memiliki sanad
yang bersambung kepada Rasulullah Saw. Mereka juga membuka halaqah-halaqah di
rumah atau di pojok-pojok masjid untuk mengajarkan tahfidz Qur’an kepada anak-anak
di sekitar masjid atau tempat tinggalnya. Tradisi ini sudah berlangsung lama dan
menghasilkan banyak generasi muslim yang hafal al-Qur’an dari berbagai penjuru
dunia. Meskipun tidak bersifat formal dan dikelola secara sederhana, namun metode
pembelajarannya sangat efektif dan bisa dicerna oleh para murid sehingga mereka
mampu menghafal al-Qur’an 30 juz dalam waktu yang relatif cepat.
E. Keberadaan Peneliti
Sebagai observer atau pengamat, peneliti berperan serta dalam aktivitas atau
kegiatan subyeknya pada setiap situasi yang diinginkan untuk dapat dipahami.30 Peneliti
sebagai bagian dari instrumen penelitian dan pengumpul data berusaha berada di lokasi
penelitian. Dalam hal ini, kehadiran peneliti di lokasi penelitian di masing-masing
lembaga atau pesantren tahfidz di Indonesia, Iran, Turki, dan Arab Saudi, berlangsung
selama 3 (tiga) bulan, diawali dari pesantren tahfidz Qur’an di Indonesia selama lebih
dari 2 (dua) bulan, dan dilanjutkan ke lembaga atau pesantren tahfidz Qur’an di luar
negeri selama 17 hari.
F. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian bisa diartikan dengan subyek yang bisa digali
untuk memperoleh data yang diinginkan.31 Adapun sumber data utama dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata, tindakan, dokumen, dan lain-lain.32 Sementara karakteristik
dari data pendukung yang bersifat tambahan penelitian ini dapat berbentuk surat-surat,
daftar hadir, data statistik ataupun segala bentuk dokumentasi yang berhubungan fokus
penelitian.33
Dalam penelitian kulitatif ini, sumber data yang akan digali mencakup 3 (tiga)
unsur, yaitu:
30
Lexy J, Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif…, hal. 146
31
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian:Suatu Pendekatan Praktik…, h. 172.
32
Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif..., h. 157.
33
Ahmad Tanzeh, Metode Penelitian Praktis…, h. 58.
27
1. Manusia
Manusia atau person adalah sumber data yang bisa memberikan data berupa
jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket.34
Ucapan Pengasuh, guru, ketua yayasan, santri tahfidz dan pihak-pihak yang
terkait dalam penelitian ini yang penulis amati dan wawancarai menjadi sumber
data utama yang dituangkan melalui catatan tertulis.
2. Place
Tempat atau kediaman merupakan sumber data yang menyajikan fakta
berupa keadaan diam dan bergerak.35 Data yang berupa kondisi fisik lembaga
atau pesantren dan aktifitas yang dilakukan sehari-hari oleh seluruh komunitas
yang ada di lembaga tersebut akan menjadi sumber data pendukung yang
diwujudkan melalui gambar (foto) dan rekaman video.
3. Tulisan atau lembaran tertulis
Tulisan (paper) merupakan sumber data yang menyajikan tanda-tanda
berupa huruf, angka, gambar, atau simbol-simbol lain.36 Sumber data ini
diperoleh dari buku-buku, dokumen, arsip, dan lain sebagainya.
Data yang penulis kumpulkan dari berbagai lembaga tahfidz Qur’an di
empat negara, yaitu Indonesia, Iran, Turki, dan Arab Saudi, merupakan data
yang berhubungan dengan fokus penelitian ini. Dari segi sifatnya, data yang
dikumpulkan adalah data kualitatif berupa kata-kata atau bahasa tertulis,
perkataan subyek yang diubah dalam narasi (bahasa tulis), dan fenomena
perilaku subyek yang diabstraksikan dalam tulisan. Dengan demikian, unsur
yang dijadikan sumber data penelitian ini adalah subjek yang terdiri dari
pimpinan lembaga, para guru, santri, serta dokumen yang berhubungan dengan
lembaga.
34
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., h. 172.
35
Ibid., hal. 172.
36
Ibid.
28
digunakan untuk menguji hipotesis atau kerangka pikir yang sudah dirumuskan. Jadi,
data yang dikumpulkan dan digunakan haruslah valid.37
Karena itu, pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan beberapa teknik, yaitu:
1. Wawancara Mendalam
Wawancara ini dilakukan dengan melibatkan satu orang atau lebih guna
memperoleh informasi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan
berdasarkan tujuan tertentu. Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk
tertentu informasi dari semua responden. Tentunya hal ini dilakukan dengan
susunan kata dan retorika yang disesuaikan dengan karakter masing-masing.38
Dengan kata lain, peneliti akan melakukan wawancara yang bebas tanpa
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang disusun hanya
berupa gambaran umum permasalahan yang akan ditanyakan.39 Wawancara ini
bisa jadi dilakukan secara intensif, bahkan berulang-ulang. Pada penelitian
kualitatif, wawancara mendalam menjadi alat utama yang dikombinasikan
dengan observasi partisipan.40 Setelah itu, peneliti akan melakukan pengecekan
(cek dan ricek) melalui pengamatan di lapangan dan membandingkannya dengan
data hasil wawancara mendalam.41
2. Observasi Partisipan
Observasi partisipan adalah kegiatan observasi di mana peneliti turut ambil
bagian atau berada dalam keadaan obyek yang diobservasi. Observasi ini
biasanya digunakan dalam penelitian eksploratif.42 Menurut Ahmad Tanzeh,
observasi partisipan adalah sebuah penelitian yang pengumpulan datanya
dengan metode observasi berpartisipasi dan bukan menguji hipotesis, melainkan
mengembangkan hipotesis. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dikatakan untuk
37
Ahmad Tanzeh, Metode Penelitian Praktis, (Yogyakarta:Teras), h. 83.
38
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya,
2004), h. 180.
39
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung:Alafabeta, 2011), h.
140
40
Burhan Bungin (Ed), Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2001),
h. 157.
41
Ibid., h. 100.
42
Cholid Narbuko dan Abu Ahcmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta:Bumi Aksara 2010), h.
72.
29
mengembangkan teori dan karenanya hanya dapat dilakukan oleh peneliti yang
menguasai macam-macam teori yang telah ada di bidang yang menjadi
perhatiannya.43
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang
sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Dengan
observasi partisipan ini, maka yang data yang diperoleh akan lebih lengkap,
tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap prilaku yang
nampak.44
Dalam observasi partisipan, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang,
mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktifitas
mereka.45 Misalnya saja, peneliti ikut menguji kemampuan murid dalam
menghafal ayat al-Qur’an melalui kuis atau sejenisnya.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah kegiatan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
agenda, dan sebagainya.46 Dokumen sebagai pengumpulan data adalah setiap
pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan
pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting. Dalam penerapan metode
dokumen ini, biasanya peneliti menyusun instrumen dokumentasi dengan
menggunakan check list terhadap beberapa variabel yang akan
didokumentasikan.47
Sumber dokumen yang ada pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu dokumentasi resmi, termasuk keputusan, surat instruksi, dan surat
bukti kegiatan yang dikeluarkan oleh kantor atau organisasi yang bersangkutan
dan sumber dokumentasi tidak resmi yang mungkin berupa surat nota, surat
pribadi yang memberikan informasi kuat terhadap suatu kejadian. Selain itu,
dalam penelitian pendidikan, dikumentasi yang ada juga dapat dibedakan
menjadi dokumen primer, sekunder, dan tersier yang mempunyai nilai keaslian
atau otentisitas berbeda-beda. Dokumen primer biasanya mempunyai nilai dan
43
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian,...h. 61.
44
Sugiono, Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Dan R&D…, h. 145
45
Ibid., h. 227.
46
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Studi Pendekatan ,... h. 206.
47
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian…, h. 66.
30
H. Validasi Data
Validasi data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep
kesahihan (validitas) dan keandalan (realitas). Sesuai dengan karakteristik penelitian
kualitatif, ada kriteria atau standar yang harus dipenuhi guna menjamin keabsahan data
hasil penelitian kualitatif. Untuk menetapkan keabsahan data tersebut diperlukan teknik
validasi data. Pelaksanaan tehnik validasi data didasarkan pada teknik triangulasi.
Teknik triangulasi ini merupakan kegiatan pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu.48 Triangulasi merupakan cara terbaik untuk
menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks
suatu studi saat mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari
berbagai sudut pandang.
Dengan teknik triangulasi, peneliti dapat mengecek hasil temuannya dengan
jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode ataupun teori.49 Triangulasi
dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara dan waktu. Jadi, setidaknya terdapat 4 (empat) macam triangulasi
dalam penelitian ini, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data,
triangulasi waktu, dan triangulasi peneliti.
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber dilakukan untuk menguji kredibilitas data dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
2. Triangulasi Teknik
48
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian…, h. 7.
49
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif…, h. 332.
31
I. Analisis Data
Analisis data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala upaya yang
dilakukan dengan cara bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
memilahnya menjadi satuan yang dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan
pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang
dapat disampaikan kepada orang lain.52
Adapun proses analisis data yang dilakukan mengadopsi dan mengembangkan
pola interaktif yang dikembangkan oleh Milles dan Hierman, yaitu:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan pengabstrakan dan transformasi data mentah yang didapat dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi dimulai pada awal kegiatan
penelitian sampai dilanjutkan selama kegiatan pengumpulan data dilaksanakan.
Peneliti harus membuat ringkasan, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, dan
menulis memo.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan proses penyusunan informasi secara sistematis dalam
rangka memperoleh kesimpulan sehingga temuan penelitian di dalam penelitian
50
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan…, h. 372-374.
51
Lexy J Moleong, Metode Penelitian,...h. 332.
52
Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif…, h. 248.
32
ini data yang didapat berupa kalimat, kata-kata yang berhubungan dengan fokus
penelitian, sehingga sajian merupakan sekumpulan informasi yang tersusun
secara sistematis yang memberikan kemungkinan untuk ditarik kesimpulan.
3. Verifikasi/ Penarikan Kesimpulan
Pada saat kegiatan analisis data yang berlangsung secara terus-menerus selesai
dikerjakan, baik yang berlangsung di lapangan maupun setelah selesai di
lapangan, langkah selanjutnya adalah melakukan penarikan kesimpulan. Untuk
mengarahkan pada hasil kesimpulan ini tentunya berdasarkan dari hasil analisa
data, baik yang berasal dari catatan lapangan observasi, interview maupun
dokumentasi. Jadi analisis data itu melibatkan pengorganisasian data dan
pemilihan data menjadi satuan-satuan tertentu.
BAB IV
MODEL PEMBELAJARAN TAHFIDZ AL-QUR’AN
DI INDONESIA, TURKI, IRAN, DAN ARAB SAUDI
53
Saidin Ernas, Bias Politik Pesantren, h. 77. Atau lihat Data tentang sejarah, Perkembangan
dan Manajemen Pendidikan di Pesantren Al-Munawwir Krapyak, diolah dari Buku Sejarah dan
Perkembangan Pondok Pesantren Almunawwir Krapyak Yogyakarta (Penerbit; Pengurus Pusat Pondok
Pesantren Almunawwir Krapyak Yogyakarta, Cet. Kedua, 2001).
54
Ifhtul Emka, “Sejarah Awal Perkembangan Ponpes Krapyak Yogyakarta, diakses pada tanggal
2 Juni 2018 dari ” http://emka.web.id/ke-nu-an/2012/sejarah-awal-perkembangan-ponpes-krapyak-
yogyakarta/
55
“Sejarah Pondok Pesantren Al-Munawwir” http://www.almunawwir.com/sejarah/
33
34
56
Deny Hudaeny Ahmad Arifin, KH. M. Munawwir Krapyak (1870-1941), h. 26-27.
35
57
Deny Hudaeny Ahmad Arifin, KH. M. Munawwir Krapyak (1870-1941), h. 27.
58
“Sejarah Pondok Pesantren Al-Munawwir” http://www.almunawwir.com/sejarah/
36
59
Ifhtul Emka, “Sejarah Awal Perkembangan Ponpes Krapyak Yogyakarta, diakses pada tanggal
2 Juni 2018 dari ” http://emka.web.id/ke-nu-an/2012/sejarah-awal-perkembangan-ponpes-krapyak-
yogyakarta/
60
Mustolehudin dan Siti Muawanah, “Pemikiran Pendidikan K. H. Ali Maksum Krapyak
Yogyakarta”, EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, 16 (1), 2018, h. 26.
37
b. Metode Pembelajaran
Sebelum menjelaskan metode pembelajaran tahfidz al-Qur’an di Pondok
Pesantren al-Munawwir Krapyak, terlebih dahulu perlu diketahui metode
penghafalan al-Qur’an dari pribadi KH Muhammad Munawwir sewaktu masih
tinggal di Mekkah. Tim penelitian kemenag telah menulis bahwa ada tiga
tahapan yang dirumuskan oleh KH. Munawwir.
61
Ifhtul Emka, “Sejarah Awal Perkembangan Ponpes Krapyak Yogyakarta, diakses pada tanggal
2 Juni 2018 dari ” http://emka.web.id/ke-nu-an/2012/sejarah-awal-perkembangan-ponpes-krapyak-
yogyakarta/
62
Saidin Ernas, Bias Politik Pesantren, h. 78.
38
63
Kementerian Agama RI, Para Penjaga Al-Qur’an (Jakarta: Lajnah Pentashihan Al-Qur’an,
2011), Cet. Pertama, h. 24.
39
64
Rozikin, “Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus, Cetak Santri Salaf Penghafal Al-Qur’an”,
diakses pada tanggal 2 Juni 2018 dari http://www.ppmaswaja.org/index.php/2017/02/22/pondok-tahfidh-
yanbuul-quran-kudus-cetak-santri-salaf-penghafal-al-quran/
65
Urwah, “Metodologi Pengajaran Qirā’āt Sab‘ah Studi Observasi di Pondok Pesantren
Yanbu‘ul Qur'an dan Dar Al-Qur'an”, Ṣuḥuf, Vol. 5, No. 2, 2012, h. 150.
40
b. Metode Pembelajaran
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa Pondok Pesantren Yanbu’
Kudus yang dipimpin oleh KH. Arwani adalah murid terbaik dari KH.
66
Urwah, Metodologi Pengajaran Qirā’āt Sab‘ah, h. 151.
67
Urwah, Metodologi Pengajaran Qirā’āt Sab‘ah, h. 150.
68
Urwah, Metodologi Pengajaran Qirā’āt Sab‘ah, h. 151.
69
PTYQ Putra, “Profil dan Sejarah Pondok Tahfidz Yanbu’ul Qur’an”, diakses pada tanggal 2
Juni dari http://ptyqputra.arwaniyyah.com/profil-dan-sejarah-pondok-tahfidh-yanbuul-quran/
70
Urwah, Metodologi Pengajaran Qirā’āt Sab‘ah, h. 151.
41
Munawwir krapyak. Adanya hubungan guru dengan murid yang sangat kuat ini
menjadikan metodologi pembelajaran tahfidz al-Qur’an di Yanbu’ Kudus bisa
dikatakan sama persis dengan Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak yaitu
adanya pembagian kelompok bi al-Nadzar dan bi al-Ghoib dan adanya
persyaratan bagi yang khatam bi al-Nadzar disamping sudah khatam setor
membaca mushaf al-Qur’an mulai juz satu sampai juz tiga puluh ditambah juga
menghafalkan juz ‘amma dan tujuh surah pilihan. Jika ini sudah terpenuhi
semua, maka santri tersebut diizinkan untuk mengikuti wisuda khataman al-
Qur’an bi al-nadzar dan masuk ke kelas bi al-Ghoib. Proses setoran bi al-Ghaib
juga sama dengan Krapyak minimal satu hari satu halaman maksimal tidak
dibatasai kemudian sampai akhir ada ujian membaca tiga puluh juz. Demikian
yang bisa dijelaskan terkait metode pembalajaran menghafal al-Qur’an di
Yanbu’ Kudus.
71
Wawancara dengan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Falah Bandung dengan KH.
Cecep Abdullah Syahid, M.Pd.I (Putra dari KH. Q. Ahmad Syahid) pada tanggal 20 September 2018 di
kediamannya
72
Aam Abdussalam, dkk., “Program Pembelajaran Tilawah Al-Qur’an pada Pondok Pesantren
Al-Qur’an Al-Falah Cicalengka Bandung (Studi Deskriptif tentang Program Pembelajaran Tilawah Al-
Qur’an Tahun 2015), Artikel Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam Fak. Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia, h. 6.
73
http://pondok.pesantrenku.com/listing/al-quran-al-falah-bandung/
43
Sampai saat ini, agar lulusan dari pesantren ini tidak terputus sanadnya –bagi
yang menghafal al-Qur’an– maka santri tersebut disarankan oleh pengasuhnya
untuk tetap melanjutkan hafalannya supaya memperoleh sambung sanad dari
pesantren Krapyak, Kudus dan Kiai Abu dari Gedongan Cirebon. Oleh karena
itu, supaya pengajaran tahfidz al-Qur’an tetap berlangsung, saat itu pengasuhnya
mengambil seorang menantu yang hafidz al-Qur’an bernama H. Ahmad Farizi
dari Jakarta yang sanadnya sambung, alumni Pondok Pesantren Ilmu Al-Qur’an
(PPIQ) Ciomas Bogor yang diasuh oleh KH. MA Murtadlo.
Saat KH. Q. Ahmad Syahid menjuarai MTQ Nasional di Makassar, hal
ini menjadi modal utama dan motivasi untuk membangkitkan masyarakat agar
cinta terhadap al-Qur’an. Karena saat itu sistem pengajaran al-Qur’an di sini
adalah fokus di tilawah, karena ada seni tilawatil Qur’an itu akhirnya sangat
mudah diminati oleh masyarakat.
b. Metode Pembelajaran
Sebagaimana dijelaskan bahwa pesantren Al-Falah pada awalnya adalah
pesantren yang konsentrasinya pada tilawah atau nagham. Munculnya materi
tahfidz al-Qur’an pada tahun-tahun kemudian. Oleh karena itu, santri-santri yang
mengkhususkan pada tahfidz al-Qur’an dan keilmuwan keislaman dikategorikan
sebagai santri takhossush. Metode pembelajaran bagi santri khusus
(takhashshush) tidak sama dengan santri reguler yang semuanya mengikuti
kegiatan sekolah formal. Santri tahfidz ini memperoleh perhatian khusus dari
pengasuh pondok pesantren al-Falah, Kyai Syahid. Sehingga ia sendiri yang
menyimak setoran hafalannya.
Model setorannya bi al-nadhar dan bi al-ghaib sebagaimana di
Krapyak.74 Di sini dimulai dari juz 30, dan surat-surat pendek lain yang penting,
dan kemudian baru berlanjut dari juz pertama. Untuk bi al-nadhar, diupayakan
bagi santri yang baru masuk, pembelajaran dasar yakni tahfidz al-ulum
diutamakan dengan penguatan pengenalan makharij al-huruf, sifat-sifatnya dan
hukum-hukum bacaan, kira-kira selama 2 bulan. Bi al-nadhar di sini ada
74
Pengertian bi al-nazhar dan bi al-ghaib telah diuraikan dalam penjelasan Pondok Pesantren
Krapyak
44
75
Pembelajaran mujawwad di Pesantren Al-Falah disamakan seperti tahsin, dengan melengkapi
bacaan al-Qur’an atau ilmu qari’ (maqam, bayati, hijaz, saba’, rast, jiharkah, sikah, dan nahawand).
45
membaca al-Qur’an, pada tingkat ini penekanannya pada seni melagukan ayat-
ayat al-Qur’an. Setiap santri akan diajari irama-irama membaca ayat al-Qur’an
sebagaimana yang diperdengarkan pembacaan murottal di beberapa CD. Karena
menurut pengasuhnya, melalui seni baca al-Qur’an dapat lebih mudah menarik
perhatian masyarakat.
Santri yang telah lulus pada peringkat kedua ini akan direkomendasikan
untuk memilih tingkat berikutnya yaitu pertama tahfidz, kedua Qiro’ah asyrah,
dan ketiga mujawwad atau memilih ketiganya. Bagi yang memilih tahfidz,
hafalan dimulai dari juz satu karena telah memiliki hafalan juz ‘amma dan tujuh
surah pilihan dilanjutkan sampai juz dua puluh sembilan. Sedangkan bagi yang
memilih Qiro’ah ‘Asyrah materi pembelajarannya antara lain adalah Nafi’, Ibn
Katsir, Abu ‘Amr, Ibnu ‘Amir, ‘Ashim, Hamzah, al-Kisa’i, Ya’qub, Khalaf, Abu
Ja’far. Bagi yang memilih mujawwad akan ditekankan pada pembelajaran
memperbagus bacaan yang dilengkapi dengan ilmu nagham yaitu Bayati, Hijaz,
Saba’, Rast, Jiharkah, Sikah dah Nahawan.
Sebagai ilustrasi, metode tahfidz di Pondok Pesantren Al-Falah Bandung
dapat dilihat dalam gambar berikut:
Santri Baru
Kelas A
Bi Al-Nazhar
Tingkat I Tingkat II
Mu’alla Murattal
Materi: Materi:
Makhraj al- Penguatan
Huruf, Sifat, Kelas B salah satu
Bacaan tajwid, (memilih salah irama dalam
76
Ainul Yaqin, Diktat, Penguatan Oreintasi dan Potret Visi menuju PJC, hal. 1. Tidak
diterbitkan.
77
Wawancara dengan beliau, pada hari Rabu-Kamis, 19-20 September 2018 jam 10.00-12.00 di
kediaman beliau didampingi anak dan menantu, serta Ustadz Imron Rosaydi.
47
79
Wawancara dengan Kyai Ainul Yaqin, pada hari Rabu, 19 September 2018 jam 09.00-1200 di
kediaman beliau didampingi anak dan menantu, serta Ustadz Imron Rosaydi.
80
Ainul Yaqin, Sekilas Renungan PJC (Pesantren Jogorot Collaboration), makalah, tidak
diterbitkan, hal. 1
48
b. Metode Pembelajaran
KH. Ainul Yaqin dalam salah satu seminar81 menjelaskan, pendekatan
yang memudahkan hafalan al-Qur'an yaitu penjiwaan dengan fashohah. Dari
segi lughah, (fashahah) mempunyai makna “vokal atau suara manusia”.
Sedangkan menurut istilah, mengandung makna ucapan yang mudah dan
pendengar memahami. Istilah Jawa yaitu “pantese omong, penake rungon” yang
berarti ketika seorang penghafal mampu menguasai fashohah dengan baik,
ketika mereka melantunkan ayat al-Qur'an, mereka akan mengucapkan dengan
mudah dan enak didengarkan. Sekaligus membuat seorang penghafal mudah
untuk menghafal82. Dulu yang mengajarkan Kyai Manan, katanya, "Salah satu
nilai plus dari menjiwai fashohah yang sekaligus mempelajari Tajwid adalah
dapat menyelamatkan diri dari ghuroba’ (sesuatu yang sulit untuk diucapkan).
Al-Qur'an itu nikmat diucapkan, nikmat juga didengarkan. Serta penjelasan lain
yang salah satunya, ahkamul huruf, konsonan yang mati dan vokal yang mati".
Beliau mengatakan, (Seseorang) tidak harus cerdas dalam menghafalkan al-
Quran, melainkan akan cerdas dengan sendirinya jika menjadi penghafal al-
Qur’an. “Menghafalkan al-Qur’an tidaklah susah, malah mudah,” papar beliau.
Beliau juga menjelaskan bahwa di PP. Hamalatul Qur’an menggunakan
model habituasi (pembiasaan)83 sebagai salah satu cara cepat hafal al-Qur'an.
Habituasi di PPHQ ini maksudnya, pembuatan sarana dan budaya satu macam
tujuan, satu macam konsumsi telinga secara alamiah dan ilmiah.
Adapaun habituasi yang diterapkan pada PPHQ tersebut adalah setiap
satu minggu sekali, para santri sudah khatam al-Qur'an. Satu hari dibagi menjadi
5 juz secara istiqomah dan santri masih tetap bersekolah di pagi dan siang
harinya.
81
Tebuireng.online-Seminar Al-Qu’ran oleh BEM FAI Unhasy pada Minggu (9/12/18)
mengusung tema “Metode Menghafal Al-Qur’an Serta Cara EfektifMenjaganya” dengan pembicara KH.
Ainul Yaqin (Pengasuh PP Hamalatul Qur’andi Jogoroto ) dan KH Abdullah Afif, M.HI (Pengasuh PP.
Nurul Jadid dan Direktur PSQ FAI Unhasy).
82
https://tebuireng.online/cara-efektif-menjaga-dan-menghafal-al-quran/
83
Ainul Yaqin, Habituasi Sebagai Salah satu Cara Cepat Hafal Al-Qur’an di PPHQ Jogoroto,
makalah, tidak diterbitkna, hal. 1.
49
84
Ainul Yaqin, Habituasi Sebagai Salah satu Cara Cepat Hafal Al-Qur’an di PPHQ Jogoroto,
makalah, tidak diterbitkna, hal. 3.
85
Wawancara dengan KH. Ainul Yaqin, SQ, pada hari Kamis, 20 September 2018. Lihat juga,
Makalah KH. Ainul Yaqin, SQ berjudul, "Habituasi Sebagai Salah satu Cara Cepat Hafal al-Qur'an di
PPHQ, Jogoroto (tidak diterbitkan), hal. 3.
50
86
Ibid..
87
Wawancara dengan KH. Ainul Yaqin, SQ, pada hari Rabo, 19 September 2018. Lihat juga
makalah beliau berjudul, "Habituasi Sebagai Salah satu Cara Cepat Hafal al-Qur'an di PPHQ, Jogoroto
(tidak diterbitkan), hal. 3.
51
3). Sumber pendengaran atau konsumsi telinga satu panutan dan satu contoh
model bacaan Syaikh Mahmud Khalil al-Khashari yang berulang setiap
waktu. Sehingga, tanpa sadar bibir terucap bacaan al-Qur’an.
saya siap datang ke Indonesia atau ada orang yang mau datang ke sini secara
gratis.
Lebih lanjut ia mengatakan, kalau masyarakat Indonesia mau ikut
mendaftarkan maka maksimalnya hanya 20 orang atau 100 orang. Kami akan
membuka cabang khusus di Indonesia. Ia memiliki cita-cita untuk melahirkan 10
juta hafidz al-Qur’an, dan tidak hanya dari Iran. Kalau metode ini diterapkan di
negara lain, maka juga akan bisa seperti Iran. Mereka akan dididik bagaimana
caranya untuk mengajarkan al-Qur’an secara virtual. Misalnya, 2 minggu yang
lalu saya mengajarkan satu kelompok (40 orang) dari irak. Dari kami 5 atau 6
orang mengajarkan kepada mereka bagaimana caranya pengajaran tahfidz
dengan virtual.
2. Metode Pembelajaran
Secara prinsip, metode pembelajaran tahfidz al-Qur’an di Iran tidak jauh
berbeda dengan metode yang diterapkan oleh Lembaga-lembaga lain di negara-
negara muslim, termasuk di Indoneia, yaitu bi al-nadhar dan bi al-ghaib.
Sementara itu, untuk menyetorkan hafalan al-Qur’an, lembaga-lembaga tahfidz
di Iran secara umum menerapkan dua metode, yaitu setoran langsung (talaqqi
musyafahah) dan setoran tidak langsung (talaqqi ghairu musyafahah).
a). Talaqqī Musyāfahah
Inilah syarat utama dalam pembelajaran al-Qur’an. Talaqqī berarti guru
dan murid bertemu dalam satu tempat. Talaqqī ini harus dilengkapi dengan
musyāfahah. Artinya, murid dapat melihat lisan guru, demikian juga guru dapat
melihat lisan murid. Karena masing-masing huruf memiliki tempat keluar
(makhraj) dan sifat yang berbeda-beda setiap guru harus bisa memberi contoh
kepada murid pengucapannya sekaligus mentashih bacaaan murid. Di Iran juga
menekankan dua syarat utama ini. Melalui Talaqqī musyāfahah ini, guru dapat
memberikan beberapa metode menghafal al-Qur’an.
b). Talaqqī tanpa Musyāfahah
Penggunaan Talaqqī tanpa musyāfahah ini adalah solusi terakhir
banyaknya masyarakat Iran ingin menghafal tapi tidak bisa hadir di tempat.
Solusi yang dipilih adalah menghafal melalui telephone. Suara guru didengar
55
oleh murid dan suara murid didengar oleh guru. Saling mendengar ini bisa
dikategorikan Talaqqī tapi tidak bisa saling melihat lisan (musyāfahah).
Adapun metode tahfidz al-Qur’an di Lembaga Al-Qur’an Virtual di Iran
memiliki beberapa tahapan yang harus dilakukan bagi calon peserta didik.
Lembaga Al-Qur’an Virtual ini yaitu: 1). Calon peserta mendaftarkan diri ke
para tutor yang telah disediakan lembaga; 2). Setelah data CV (Curriculum
Vitae) sudah tercatat tutor akan menguji kualitas bacaan al-Qur’an; 3). Bila
bacaan sudah baik, bisa langsung menghafalkan; 4). Setiap hafalan yang
disetorkan melalui telephone dicatat lengkap dengan nilai-nilainya; 5).
Telephone yang digunakan adalah telephone seluler. Pihak lembaga telah
kerjasama dengan pihak perhubungan setempat sehingga total pembayaran
telephone tersebut ditanggung lembaga.
Proses menghafalkan al-Qur’an melalui telephone memperoleh sambutan
yang luar biasa dari masyarakat Iran. Hal ini pengelolaannya yang serius.
Keseriusan ini tampak dari beberapa guru atau tutor yang sangat santun
menerima setoran hafalan melalui telephone. Termasuk juga adanya ujian untuk
mengevaluasi kualitas hafalannya.
1. Profil
Sejarah ma'had Sulaimaniyah dan Syaikh Sulaiman tidak bisa dilepaskan
dari sejarah masa lalu Turki Usmani sampai Turki menjadi negeri sekuler. Ketika
56
88
Konstantinopel (bahasa Yunani: Κωνσταντινούπολις Ko̱nstantinoúpolis, bahasa Latin:
Constantinopolis, bahasa Turki Utsmaniyah: قسطنطینیه, bahasa Turki: Kostantiniyye atau İstanbul) adalah
ibu kota Kekaisaran Romawi, Kekaisaran Romawi Timur, Kekaisaran Latin, dan Kesultanan Utsmaniyah.
Hampir selama Abad Pertengahan, Konstantinopel merupakan kota terbesar dan termakmur di Eropa.
Lihat, Pounds, Norman John Greville. An Historical Geography of Europe, 1500-1840, hal. 124. CUP
Archive, 1979. ISBN 0-521-22379-2. https://id.wikipedia.org/wiki/Konstantinopel.
89
Istanbul (/ˌɪstænˈbuːl/ atau /ˌiːstɑːnˈbuːl/; bahasa Turki: İstanbul [isˈtanbuɫ], yang dalam sejarah
juga dikenal sebagai Konstantinopel dan Bizantium, adalah kota terpadat di Turki yang menjadi pusat
perekonomian, budaya, dan sejarah negara tersebut. Istanbul merupakan kota lintas benua di Eurasia yang
membentang melintasi Selat Bosporus di antara Laut Marmara dan Laut Hitam. Pusat perdagangan dan
sejarahnya terletak di sisi Eropa, sementara sekitar sepertiga penduduknya tinggal di sisi Asia. Kota ini
merupakan pusat pemerintahan dari Munisipalitas Metropolitan Istanbul (berbatasan dengan Provinsi
Istanbul); keduanya memiliki keseluruhan populasi sekitar 14 juta penduduk. Istanbul merupakan salah
satu kota yang paling padat penduduknya di dunia, menempati peringkat 6 terbesar di dunia menurut
populasi dalam batas kota, dan merupakan kota terbesar di Eropa. Didirikan dengan nama Bizantium
sekitar tahun 660 SM di sebuah tanjung kecil bernama Sarayburnu, kota ini berkembang sehingga
menjadi salah satu kota terpenting dalam sejarah. Setelah pendiriannya kembali dengan nama
Konstantinopel pada tahun 330 M, kota ini berfungsi sebagai ibu kota kekaisaran selama hampir 16 abad,
yaitu selama Kekaisaran Romawi dan Bizantium atau Romawi Timur (330–1204 dan 1261–1453), Latin
(1204–1261), dan Utsmaniyah atau Ottoman (1453–1922). Kota ini berperan penting dalam
perkembangan Kekristenan selama zaman Kekaisaran Romawi dan Bizantium sebelum Utsmaniyah
menaklukkannya pada tahun 1453 dan mengubahnya menjadi kubu pertahanan Islam serta tempat
kedudukan Kesultanan Utsmaniyah. lihat, https://id.wikipedia.org/wiki/Istanbul
57
Turki yang dulunya adalah Pusat Kekuasaan Islam dengan kehidupan yang
sangat islami dan menampilkan nuansa syar’i dalam tata pergaulan, berubah drastis.
Kota Islambol yang berarti pusat Islam diganti dan diplesetkan menjadi Istanbul.
Anak-anak Turki yang dahulunya ahli al-Quran dan ilmu agama, menjadi buta al-
Quran dan ilmu agama, karena tidak ada lagi tempat untuk mempelajarinya.
Sejak itu, Sayyid Sulaiman mengajarkan Al-Quran dan agama Islam. Bahkan
pembelajaran itu dimulai dari taksi ke taksi tanpa mengenal lelah. Kenapa taksi?
Karena hanya taksilah salah satu tempat di mana beliau bisa bertemu masyarakat
dan aman dari tekanan penguasa sekuler, yang kerap memeriksa dan mengawasi
semua tempat. Usaha ini tidak berjalan lama, karena rezim sekuler mulai mencium
perjuangan dakwah yang dilakukan syaikh Sulaiman. Akhirnya, rezim
memperketat pengawasan taksi di Kota Istanbul. Situasi dakwah di taksi tidak lagi
kondusif, akhirnya Syaikh Sulaiman berpindah dakwah dengan cara menyewa
gerbong kereta api sebagai tempat mendakwahkan Islam dan mengajarkan Al-
Quran. Cara ini pun akhirnya diketahui pihak rezim. Beliau lari ke daerah
pegunungan, bersembunyi di gua-gua terpencil dan kembali mengajarkan Islam dan
Al-Quran. Bahkan syaikh Sulaiman rela membayar upah para petani dua kali lipat
dalam sehari agar waktu bekerjanya di ladang mau diganti untuk belajar agama dan
mengkaji al-Qur'an.
Ketiga, mengantar kuridnya ke Merata untuk dikader menjadi guru dan juru
dakwah (da'i). Syaikh Sülaiman Hilmi Tunahan senantiasa mendorong murid-
muridnya supaya merantau dan membuka pusat-pusat pengajian al-Quran.
Pada tahun 1949, kerajaan Turki membuka kembali sekolah agama, hasil
tekanan massa umat Islam di Turki. Situasinya makin kondusif setelah Partai
Demokrat mendapat mandat untuk memerintah di Turki pada tahun 1950. Aktifitas
keagamaan kembali aktif dan semarak. Apa yang selama ini menjadi cita-cita dan
impian Sülaiman Hilmi, sekarang terbuka lebar. Beliau bisa mengajar agama Islam
dan al-Qur'an dengan leluasa tanpa ada hambatan dan kecurigaan dari rezim
penguasa. Akhirnya ma'had dan madrasah untuk para murid yang akan belajar dan
menghafal al-Quran secara resmi didirikan Syaikh Sulaiman di Istanbul pada tahun
1952.90
2. Metode Pembelajaran
90
http://tamanulama.blogspot.com/2008/02/suleyman-hilmi-tunahan-ulama-turki-yang.html?m=1
60
6) Bi al-Nazhar, yaitu membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang akan dihafal dengan cermat
dengan melihat mushaf Al-Qur’an secara berulang-ulang. Proses pembelajaran bi
al-nazhar ini hendaknya dilakukan sebanyak mungkin atau diulang empat puluh satu
kali seperti yang dilakukan ulama terdahulu.
7) Tahfidz, yaitu menghafalkan sedikit demi sedikit ayat-ayat Al-Qur’an yang telah
dibaca berulang-ulang secara bi al-nazhar. Misalnya menghafal satu baris, beberapa
kalimat, atau sepotong ayat pendek sampai tidak terjadi kesalahan.
8) Talaqqi, yaitu seorang murid menyetorkan atau mendengarkan hafalan yang baru
dihafal kepada seorang guru. Guru tersebut harus seorang hafidz Al-Qur’an, yang
sholih dan wara’. Proses talaqqi ini dilakukan untuk mengetahui hasil hafalan murid
calon hafidz dan mendapatkan bimbingan seperlunya.
9) Takrir/muraja'ah, yaitu murid mengulang-mengulang hafalan yang pernah dihafalkan
kepada seorang guru tahfidz. Takrir dimaksudkan agar hafalan si murid tetap terjaga
dengan baik. Selain itu takrir juga dilakukan sendiri-sendiri untuk melancarkan
hafalan dan tidak mudah lupa.
10) Tasmi’, yaitu memperdengarkan hafalan kepada orang lain baik kepada guru
pendamping, sesama murid secara perseorangan, maupun kepada jama’ah. Dengan
tasmi’ ini, murid calon penghafal Al-Qur’an akan diketahui kekurangannya. Misalnya
kesalahan mengucapkan huruf atau harakat.
Ke lima langkah ini secara umum dipraktekan di ma'had Sulaimaniyah di Turki
dan cabang-cabangnya di seluruh dunia, hanya cara atau metode tahfidznya berbeda,
yang menjadi ciri khasnya.
91
http://digilib.uinsby.ac.id/22732/1/Hervina%20Kusumawati_D01214004.pdf
61
Bisa dinyatakan di sini, metode tahfizh Al-Qur'an yang paling unik di dunia
adalah metode Usmani yang umum dipakai umat Islam di Turki92. Metode Utsmani ini
menurut pimpinan ma'had Sulaimaniyah di Turki, sudah dipraktekan ulama Salaf sampai
sekarang sebagaimana dijelaskan dalam kitab Sunan al-Qurra' wa Manahij al-
Mujawwidin karya 'Abdul 'Aziz abdul Qari'93. Metode menghafal model ma'had
Sulaimaniyah Turki, menurut pandangan sebagian orang dianggap aneh dan unik,
namun terbukti mampu mencetak puluhan ribu hafizh mutqin (kuat hafalan) dan hafizah
mutqinah94.
92
Abu Ammar & Abu Fatiah Al-Adnani, Negeri-negeri Penghafal Al-Qur‟an..., 378.
93
'Abdul 'Aziz Abdul Qari', Sunan al-Qurra' wa manahij al-Mujawwidin.
94
Kitab Sunan al-Qurra' wa manahij al-Mujawwidin. dikarang 'Abdul 'Aziz Abdul Qari'.
62
di Kawasan Thaif pada akhir tahun 2016.95 Pesantren yang diberi nama Pusat Tahfidz
Al-Quran “Al-Ridwan” memang dikhususkan untuk santri yang tidak memiliki
kemampuan mendengar atau tunarungu. Pesantren ini merekrut para guru yang
mengkhususkan diri pada bahasa isyarat. ketidakmampuan mendengar dan bahasa
isyarat. Bagi para santri tunarungu, disediakan fasilitas dan pelayanan khusus, seperti
transportasi antarjemput secara gratis bagi mereka yang tinggal di Thaif dan Al Hawaia,
termasuk biaya makan (mukafaah) setiap bulan.96
Pesantren yang terletak di distrik al-Qayyim Thaif ini berinisiasi membuka kelas
halaqah khusus tunarungu karena keterpanggilan sosial, yaitu melayani kelompok
disable di masyarakat untuk belajar dan menghafal al-Quran layaknya masyarakat
umum. Pesantren ini berdiri di bawah naungan lembaga amal tahfidz al-Qur’an “al-
Furqan”, sebuah lembaga pendidikan dan tahfidz Quran terbesar di Thaif yang memiliki
35 halaqah al-Quran dan 540 pelajar.
1. Profil
Madrasah al-Shaulatiyah merupakan salah satu madrasah terkemuka di tanah
suci Makkah yang didirikan oleh seorang ulama besar asal India yang bermukm di
sana, Syaikh Rahmatullah al-Kiranawi ibnu Khalil al-Hindi al-Dahlawi. Madrasah
al-Shaulathiyah adalah madrasah swasta pertama didirikan pada tahun 1292 H/1875
M,97 dan menggaung ke seluruh penjuru dunia Islam,98 termasuk ke wilayah
nusantara.99
Nama al-Shaulatiyah itu sendiri diambil dari nama seorang perempuan yang
berjasa besar dalam pencetusan ide berdirinya madrasah tersebut, yaitu Begum
Shaulatun Nisa Nigham yang juga berasal dari India. Awalnya, Al-Syaikh
Rahmatullah al-Kiranawi pada tahun 1290 H berdiskusi dengan seorang anak
menantu Sayyidah Shaulatun Nisa’ tentang hajat dan keinginannya membangun
95
Thaif adalah daerah yang berada sekira 100 km dari kota Makkah al-Mukarramah.
96
Fauzun, Wawancara Pribadi, Makkah, tanggal 15 Desember 2018.
97
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, h. 34.
dalam Nasir, H. M. (2012-12-14). "Taushiyah Syeikh Majid Mas'ud Salim Rahmatullah".
Waspada. Medan. hlm. Mimbar Jum'at - B10. Diakses tanggal 07 Desember 2018.
98
H.M. Nasir, "Taushiyah Syeikh Majid Mas'ud Salim Rahmatullah". Dalam Koran Harian
Waspada Medan. “kolom. Mimbar Jum'at”. Diakses tanggal 07 Desember 2018.
99
H.M. Nasir, "Taushiyah Syeikh Majid Mas'ud Salim Rahmatullah".
63
Ribath di tanah Makkah. Namun ide tersebut ditolak oleh al-Syaikh dengan alasan
bahwa membangun Ribath di Mekkah kurang signifikan, karena sudah banyak.100
Tetapi yang lebih urgen adalah membangun Madrasah Nidzamiyyah atau Jamiah
yang menampung kebutuhan masyarakat Makkah dan para muhajirin dalam mencari
ilmu. Jawaban tersebut kemudian disampaikan ke ibu mertuanya, Sayyidah
Shaulatun Nisa. Dari sinilah, sang mertua (Sayyidah Shaulatun Nisa) menemui
Syaikh Rahmatullah dan mewakafkan tanahnya di daerah Hayyi Khandarisah untuk
dibangun madrasah. Atas jasanya tersebut, madrasah tersebut kemudian diberi nama
Madrasah al-Shaulatiyah yang berhaluan ahlussunnah wal jamaah.101
Dari penelusuran sejarah, murid atau santri di madsarah ini ternyata
didominasi oleh santri dari melayu, khususunya Nusantara, yaitu sekira 95%.102
Bagi masyarakat Melayu, selain mendapat pendidikan di Masjidil Haram banyak
juga yang memasuki Madrasah Al-Shaulatiyah. Keakraban orang-orang Indonesia
dengan orang India juga ditandai dengan banyaknya Muslim Nusantara yang
menuntut ilmu di Madrasah Shaulatiyah.103
Lokasi Madrasah Al-Shaulatiyah pada mulanya berada tak jauh dari Masjidil
Haram. Namun dengan adanya proyek perluasan Masjidil Haram, Madrasah al-
Shaulatiyah dipindah ke Kakiyah yang berjarak sekitar 6,7 kilometer.
Madrasah Shaulatiyah merupakan madrasah favorit masyarakat Nusantara
yang ingin mendalami ilmu-ilmu keislaman. KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul
Ulama, hingga Syekh Musthafa Husein Purba, pendiri Pesantren Musthafawiyah,
Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, merupakan alumni Madrasah Shaulatiyah.104
K.H. Hasyim Asy’ary (pendiri Nahdlatul Ulama), K.H. Ahmad Dahlan (pendiri
Muhammadiyah), K.H. Muhammad Zainuddin Abdul Majid (pendiri Nahdlatul
Wathan Lombok-NTB) pernah belajar di Madrasah Shaulathiyah, demikian pula
dengan Sayyid Muhsin al-Musawwa (pendiri Dar al-Ulum di Makkah). Pada tahun
1346 H/1928 M, Syaikh Yasin bin Isa Al-Faddani pernah melanjutkan pendidikan
100
Mumazziq, "Majalah NU dan Santri Indonesia di Mekkah", edisi 25 Maret tahun 2018
101
Mumazziq, "Majalah NU dan Santri Indonesia di Mekkah"
102
Azyumardi Azra, penulis buku Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII dan XVIII; dalam Nasir, H. M. (2012-12-14). "Taushiyah Syeikh Majid Mas'ud Salim
Rahmatullah". Waspada. Medan. hlm. Mimbar Jum'at - B10. Diakses tanggal 2018-04-03.
103
Mumazziq 2018, "Majalah NU dan Santri Indonesia di Mekkah".
104
"Jejak Hadratus Syeh KH Hasyim Asy'ari di Makkah”, dalam news.okezone.com. Diakses
pada 07 Desember 2018.
64
"Taushiyah Syeikh Majid Mas'ud Salim Rahmatullah" dalam “Mimbar Jumat”, Harian
105
tahfidz di waktu-waktu senggang, semisal di malam hari atau bakda shalat, yang
bertempat di masjid atau di rumah kediaman sang guru.
Kegiatan pembelajaran tahfidz seperti itu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
pola pembelajaran tahfidz yang menjadi kebiasaan masyarakat Arab selama ini, yaitu
dalam bentuk halaqah atau kelompok-kelompok kecil. Tradisi ini sudah turun menurun
dan sering kita lihat di sudut-sudut masjid, baik di Makkah maupun di Madinah. Meski
demikian, halaqah-halaqah kecil seperti ini sebenarnya telah didata secara resmi oleh
pemerintah setempat. Adapun alasan para guru halaqah ini tidak mengambil contoh
pembelajaran tahfidz Qur’an sebagaimana diterapkan di Turki maupun di Iran, karena
memang halaqah semacam ini merupakan warisan atau tradisi yang berlangsung sejak
lama, bahkan merupakan tradisi yang biasa dilakukan oleh Nabi Saw dan sahabat-
sahabatnya. Dengan demikian, para guru tahfidz di Arab Saudi lebih memilih metode
pembelajaran yang cenderung klise dan berharap memperoleh keberkahan dari apa yang
mereka terapkan, yaitu dengan mencontoh apa yang diajarkan oleh Nabi dan para
sahabatnya.
Saat ini, berdasarkan temuan informasi dari guru dan murid di sana, madrasah
ini tidak tidak secara formal memberikan pembelajaran tahfizh Quran. Pembelajaran
tahfizh Quran dibebankan pada masing-masing individu santri kepada para guru di
madrasah tersebut. Artinya, pada guru memberikan kelas halaqah di luar madrasah
untuk memberikan pelajaran khusus menghafal al-Quran bagi para santrinya. Mereka
mendatangi tempat-tempat kediaman guru-guru mereka untuk belajar menghafal al-
Quran dan ilmu-ilmu al-Quran.
Salah satu Halaqah yang dijadikan tempat penelitian adalah Halaqah yang
didirikan oleh Syaikh Muhammad Siraj yang notabene merupakan ulama dari Jawa
(Indonesia) yang kemudian diteruskan oleh anaknya, Mahmud Muhammad Siraj.
Dalam hal ini, salah satu sifat halaqah atau lembaga tahfizh yang diasuh oleh
guru-guru di lingkungan Shaulatiyah adalah kesederhanaannya dalam proses
pembelajaran, fasilitas, ataupun metode penghafalannya. Salah satu keunikan atau
kesederhanaan dari lembaga tahfiz nonformal di lingkungan Shaulatiyah adalah sifatnya
yang berbentuk halaqah-halaqah kecil yang rerata terdiri dari 6-10 santri. Halaqah
tersebut biasanya berada di masjid-masjid atau di rumah ustadz. Para santri yang dating
dan berguru adalah santri dari madrasah Shaulatiyah itu sendiri. Mereka biasanya
66
datang dan belajar atas kemauannya sendiri. Selain itu, ada juga santri yang berasal dari
kaum pekerja (tenaga kerja asing) yang berada di Mekkah.
Karenanya, halaqah ini tidak memberikan target khusus dalam hafalan maupun
dalam lamanya waktu. Semua diserahkan pada kesanggupan dan kemampuan masing-
masing murid.
Meski begitu, Syeikh Mahmud tetap memberikan pengajaran hafalan al-Quran
secara serius dan juga memberikan pelajaran-pelajaran lain sebagai pendukung, semisal
tafsir, fikih, balaghah, dan sebagainya.
Semangat untuk mengajarkan al-Qur’an memang tidak lepas alasan didirikannya
halaqah tersebut. Salah satu alasan utama Syeikh Mahmud Muhammad Siraj membuka
kelas halaqah tahfidz Qur’an di lingkungan Madrasah Shaulatiyah adalah adanya
keutamaan bagi umat Islam untuk menghafal al-Qur’an. Menghafal kitab suci al-Quran
merupakan hal yang paling mulia. Selain memiliki banyak keutamaan di akhirat, Allah
juga berjanji akan meninggikan derajat mereka yang hafal Alquran dibanding para
hamba-Nya yang lain.
Pada sesi wawancara di kediamannya yang juga tempat halaqah pembelajaran
tahfidz Qur’an, syeikh Mahmud Muhammad Siraj menerapkan beberapa metode yang
diterapkan kepada para santrinya, baik sebelum, saat, atau sesudah pembelajaran tahfidz
Qur’an. Metode ini secara umum biasa dipraktikkan oleh para guru al-Quran di Arab
saudi, utamanya di Mekkah dan Madinah.
Pertama, menanamkan cita-cita dan target hidup pada diri murid untuk
menjadi penghafal al-Qur’an. Keinginan untuk menjadi penghafal al-Qur’an sangat
penting dalam memudahkan dan meningkatkan kemampuan dan kemauan kuat untuk
menghafal al-Qur’an. Cita-cita ini harus terpatri pada diri santri atau murid yang
berkeinginan menghafal al-Qur’an. Cita-cita seperti ini harus menjadi target dalam
hidup santri akan dalam prosesnya kemudian, seorang murid dapat menghafal al-Quran
dengan semangat tinggi dan penuh kesabaran. Imajinasi ini juga bisa memotivasi diri si
murid untuk terus berusaha menghafal al-Qur’an tanpa lelah dan putus asa meski dalam
waktu yang lama.
Kedua, menggunakan satu mushaf al-Quran khusus (tertentu), dalam artian
tidak menggonta-ganti mushaf dengan tujuan untuk mempermudah menghafal
ayat.
67
106
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/13/04/01/mkl35r-lima-tips-hafal-
alquran-dari-imam-masjidil-haram, diakses pada 25 Desember 2018
BAB V
ANALISIS KOMPARATIF
A. Sanad Tahfid Al-Qur’an
B. Sanad al-Qur’an
Secara istilah, sanad adalah mata rantai suatu berita hingga sampai pada yang
mengucapkanya. Jadi sanad suatu berita adalah mata rantai yang menghubungkan kita
dengan sumber pertama berita tersebut. Jika berita tersebut adalah hadits, maka sanad
adalah mata rantai penghubung hingga sampai ke Rasulullah Saw.
Istilah sanad dalam pembelajaran al-Qur’an adalah rentetan nama guru, sehingga
akan terlihat jalur keilmuan seseorang. Pengetahuan tentang sanad al-Qur’an ini telah
diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. pada generasi awal. Contoh, tokoh tabi’in
(Mekkah), Mujahid bin Jabbar telah belajar al-Qur’an kepada tokoh sahabat, yaitu
‘Abdullah ibn Abbas yang telah berguru kepada Rasulullah saw. Dengan mengetahui
guru, seseorang dapat diketahui pula hasil pembacaannya atas ayat-ayat al-Qur’an.
Nabi Muhammad Saw sebagai tokoh pertama penerima wahyu al-Qur’an telah
mengajarkan adanya guru dan murid dalam pembelajaran al-Qur’an. Sebagaimana
dijelaskan dalam pembelajaran al-Qur’an terdapat salah satu riwayat bahwa Nabi
Muhammad tiap malam pada bulan Ramadhan membaca al-Qur’an disimak atau
ditashih oleh malaikat Jibril sebagai utusan langsung Allah. Teladan metodologis ini
kemudian dilanjutkan oleh generasi sahabat yang berguru kepada Nabi Muhammad,
generasi tabiin berguru kepada para sahabat. Demikian juga seterusnya sampai pada
masa sekarang termasuk yang telah dilakulan oleh KH. M. Munawwir Krapyak.
107
Sanad adalah jaringan atau silsilah seorang hafidz yang diurutkan dari Nabi saw sampai guru
tahfidz yang ada. Tidak semua hafidz mempunyai sanad yang tertulis, itu tergantung dari guru yang
mengajarkan tahfidz kepadanya, apakah ia mempunyai sanad dari gurunya atau tidak.
69
70
masih banyak ulama-ulama lain yang belajar di Timur Tengah dan dimungkinkan hafal
al-Qur’an. Urutan sanad mereka bersumber dari Rasulullah saw mempunyai perbedaan,
khusus M. Munawwir pada urutan ke-31. Sanad kelima ulama tersebut bertemu pada
Syekh Nashir al-Dīn al-Ṭablawī dari Syekh Abū Yaḥyā Zakariyya al-Anṣārī, hanya saja
urutan jalurnya berbeda.108 Selain berhasil menghafal al-Qur’an 30 juz, M. Munawwir
juga berhasil menghafal al-Qur’an dengan qirā’āt sab’ah. kesuksesan ini sekaligus
menjadikannya tercatat sebagai ulama pertama Jawa yang berhasil menguasai qirā’āt
sab’ah.109
Penelitian tim kemenag telah merumuskan rentetan guru dari KH. Munawwir
dalam bidang pembacaan al-Qur’an melalui jalur imam ‘Ashim riwayat Imam Hafsh.
Secara rinci dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut:110
108
M. Syatibi AH, “Pendahuluan (Sejarah Perkembangan Lembaga Tahfizul Qur’an di
Indonesia)” dalam Muhammad Shohib dan M. Bunyamin (ed), Memelihara Kemurnian Al-Qur’an: Profil
Lembaga Tahfidz Al-Qur’an di Nusantara (Jakarta: LPMQ Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI,
2011), h. 9-10.
109
Deny Hudaeny Ahmad Arifin, KH. M. Munawwir Krapyak (1870-1941), h. 23.
110
Kementerian Agama RI, Para Penjaga Al-Qur’an, h. 23.
71
Muhammad
saw
Muhammad Munawwir
72
111
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/10/09/24/136336-jumlah-
penghafal-alquran-indonesia-terbanyak-di-dunia, diunduh pada 24 Desember 2018.
112
Adanya penguatan di bidang irama ini sangat terkait dengan KH. Q. Ahmad Syahid, Ph.D
pendiri pesantren tersebut yang menjadi juara MTQ tingkat Nasional peringkat I pada penyelenggaraan
MTQ pertama di Indonesia pada tahun 1968 di Makassar.
73
Hanya saja, setiap santri yang belajar di pesantren Al-Falah tersebut harus
mengikuti sekolah formal yang sudah ada di dalam lembaga tersebut. Jadi proses
penghafalan al-Qur’an kurang fokus, waktu yang tersedia untuk penjagaan hafalan
kurang memadai.
Pada dasarnya metode dan teknis menghafalkan al-Qur’an di Iran sangat bagus.
Bila ditemukan hafidz lulusan lembaga tahfidz al-Qur’an dari Iran ternyata kurang
bagus kualitasnya kelancaran ataupun tidak memahami makna ayatnya, maka kesalahan
bukan pada metodenya tapi pada kondisi individualnya.
Hal penting yang sulit didapatkan ketika observasi adalah adanya sanad. Inilah
kekurangan utama dari metode tahfidz al-Qur’an di Iran. Dengan demikian, tidak
diketahui penelitian guru-guru dari lembaga tersebut. Ini berbeda dengan negara Turki
dan Saudi Arabia yang tetap menjaga sanad al-Qur’an atau tentetan guru-guru al-
Qur’an.
74
Di sisi lain, sebagai sumber pembelajaran al-Qur’an di masa awal Islam, Arab
Saudi tentunya memiliki banyak guru tahfidz yang tak diragukan lagi keilmuannya dan
keilmiahannya dari aspek bersambungnya guru-guru al-Qur’an. Meski pembelajaran al-
Qur’an di sana lebih banyak berupa halaqah-halaqah kecil yang berada di masjid-masjid
dan rumah-rumah guru, tetapi keilmuan di bidang al-Qur’an tak diragukan lagi. Artinya,
para santri yang belajar tahfidz al-Qur’an 30 juz di Arab Saudi akan diajarkan pula jalur
periwayatan al-Qur’an atau sanadnya bisa bersambung ke Rasulullah Saw, sehingga
keilmuan yang mereka kuasai berdasarkan asas yang benar, juga agar tidak terputus tali
silsilah yang penuh keberkahan dari Nabi Muhammad Saw.
Bahkan, beberapa halaqah saat ini telah menyediakan fasilitas setoran hafalan Al
Quran dan Matan Ilmiah langsung kepada para Masyayikh Masjid Nabawi Madinah.
Dari program tersebut, seluruh peserta akan mendapatkan Ijazah Sertifikat Al Quran dan
Sertifikat + Sanad Kitab Matan Ilmiah yang ditandatangani oleh Asy Syaikh Dr. Abdul
Muhsin Al Qosim (Imam dan Khatib Masjid Nabawi).113
Saat ini, sanad al-Qur’an tertinggi di dunia saat ini adalah sanad ke 28, yaitu
Syeikh Bakri al-Tharabisyi di Syria. Sementara di Indonesia, KH M Munawir disebut
sebagai pemegang sanad sanad ke-31 hanya dengan menyetorkan hafalannya dalam
waktu sekira satu bulan.114
113
http://www.ruhama.or.id/2016/05/program-setoran-online-hafalan-al-quran.html, diunduh
pada 25 Desember 2018.
114
http://www.islamedia.web.id/2011/05/ketika-si-bintang-al-quran-meraih-sanad.html, diunduh
pada 25 Desember 2018.
75
maka dia dianggap tidak hafal (tidak lulus hafalannya) dan wajib mengulangi
hafalannya.
115
Kedua metode tersebut ternyata berbeda dengan apa yang dilakukan KH M. Munawwir saat
muda dulu, yaitu saat belajar al-Qur’an di Makkah. Untuk menjaga hafalannya sewaktu di Mekkah, KH.
M. Munawwir memiliki metode tersendiri, yaitu dengan carat: 1) Pada tiga tahun pertama, ia
mengkhatamkan sekali Al-Qur’an selama tujuh hari tujuh malam; 2) Tiga tahun selanjutnya, ia
mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu tiga hari tiga malam; 3) Tiga tahun terakhir, ia hanya butuh
waktu sehari semalam untuk mengkhatamkan al-Qur’an. Mengingat kemampuan santri yang berbeda-
beda, riyadhah (latihan diri) yang telah dilakukan oleh KH. M. Munawwir muda ini tidak serta merta
diterapkan di Pondok Pesantren Krapyak. Lihat Kementerian Agama RI, Para Penjaga Al-Qur’an
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Al-Qur’an, 2011), Cet. Pertama, h. 24.
76
hal ini, ketiga tahapan tersebut bersifat hirarkis atau bertingkat. Tahap qiraah sab’ah
hanya bisa ditempuh jika santri telah lulus tahap bi al-ghaib, sedangkan tahap bi al-
ghaib hanya bisa ditempuh oleh santri jika ia telah lulus tahap bi al-nadhar.
Agar hafalan para santri tidak hilang, maka ada 2 cara yang diajarkan
Pesantren Krapyak kepada santrinya dalam menyetorkan hafalan, yaitu: 1.
Menambah hafalan. Santri diwajibkan setiap hari menambah hafalannya minimal 1
halaman116 dengan lancar dan benar tajwidnya; 2. Mengulang hafalan. Santri tidak
hanya menyetorkan hafalan-hafalan baru, tetapi juga mengulang ayat-ayat yang
telah dihafalkan. Minimal 10 halaman atau setengah juz yang harus disetorkan. Bila
setoran lancar, diizinkan melanjutkan. Bila tidak lancar, maka santri tidak diizinkan
melanjutkan dan harus setor ulang pada pertemuan berikutnya.
Adapun waktu setoran adalah ba’da subuh dan ba’da maghrib. Dua waktu ini
dipilih karena 2 waktu inilah waktu lebih utama untuk zikir dibanding waktu-waktu
yang lain. Sedangkan zikir yang terbaik adalah membaca al-Qur’an. Pilihan waktu
ini secara tidak langsung akan menumbuhkan kebiasaan santri untuk selalu
meningkatkan diri dalam kedekatan kepada Allah. Dalam hal ini melalui membaca
al-Qur’an secara istiqamah. Sedangkan pilihan 2 cara setoran, yaitu menambah
hafalan dan mengulanginya merupakan upaya Pondok Pesantren Al-Munawwir
Krapyak Bantul Yogyakarta untuk menumbuhkan rasa tanggungjawab pada santri
yang telah diberi kemudahan oleh Allah untuk menghafalkan ayat-ayat al-Qur’an.
Sementara di Pesantren Yanbu’ Kudus, adanya hubungan guru dengan murid
yang sangat kuat antara KH Munawwir Krapyak dan KH Arwani (sebagai murid
terbaik) menjadikan metodologi pembelajaran tahfidz al-Qur’an di Yanbu’ Kudus
bisa dikatakan sama persis dengan Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak yaitu
adanya pembagian kelompok bi al-nadzar dan bi al-ghaib dan adanya persyaratan
bagi yang khatam bi al-Nadzar disamping sudah khatam setor membaca mushaf al-
Qur’an mulai juz satu sampai juz tiga puluh ditambah juga menghafalkan juz ‘amma
dan tujuh surah pilihan. Jika ini sudah terpenuhi semua, maka santri tersebut
diizinkan untuk mengikuti wisuda khataman al-Qur’an bi al-nadzar dan masuk ke
kelas bi al-Ghoib. Proses setoran bi al-Ghoib juga sama dengan Krapyak minimal
116
Maksudnya 1 halaman al-Qur’an pojok. Ada beragam model percetakan al-Qur’an, salah
satunya adalah al-Qur’an yang setiap pojoknya ra’s al-ayat (pangkal ayat). Mushaf al-Qur’an inilah yang
banyak dipakai para hafidz-hafidzah.
77
satu hari satu halaman maksimal tidak dibatasai kemudian sampai akhir ada ujian
membaca tiga puluh juz. Demikian yang bisa dijelaskan terkait metode
pembalajaran menghafal al-Qur’an di Yanbu’ul Qur’an Kudus.
Seperti diketahui, pengasuh Pesantren Tahfidz Yanbu’ul Qur’an Kudus
adalah santri terbaik dari KH. Munawwir Krapyak. Adanya jaringan keilmuan guru
dan murid inilah menjadikan model pembelajaran tahfidz Pondok Tahfidz Yanbu’ul
Qur’an Kudus dan di Pondok Pesantren Krapyak sama. Pondok Tahfidz Yanbu’ul
Qur’an Kudus juga menerapkan 2 metode yaitu setoran ayat-ayat yang baru
dihafalkan dan mengulang ayat-ayat yang telah dihafalkan sebelumnya. Santri
menyetorkan hafalannya minimal dua orang-dua orang. Sedangkan Kyai/Bunyai
menyimak dengan seksama dan membenarkan bila terdapat beberapa kesalahan atau
mengingatkan bila lupa.
Model penyetoran hafalan seperti ini terus-menerus mulai juz 1 sampai 30
juz. Pengalaman salah satu santri bila dia akan menyetorkan hafalan harus
mempersiapkan dengan sebaik-baiknya. Bila persiapan tidak kuat dipastikan hafalan
yang sudah ditargetkan gagal. Maka, esok hari dia harus mengulangi ayat tersebut.
Disamping itu, persiapan harus benar-benar kuat karena sistem setorannya bersama-
sama. Kekuatan konsentrasi inilah yang diperlukan. Masing-masing santri akan
memiliki pengalaman yang berbeda-beda.
Metode yang sama, yaitu bi al-nadzar dan bi al-ghaib, juga diterapkan oleh
Pondok Pesantren Al-Falah Bandung.117 Meski pada awalnya focus pada tilawah
atau nagham, pesantren ini pada akhirnya memasukkan materi tahfidz al-Qur’an
pada tahun-tahun berikutnya. Oleh karena itu, santri-santri yang mengkhususkan
pada tahfidz al-Qur’an dan keilmuwan keislaman dikategorikan sebagai santri
takhassush. Metode pembelajaran bagi santri takhosssush tidak sama dengan santri
reguler yang semuanya mengikuti kegiatan sekolah formal. Santri tahfidz ini
memperoleh perhatian khusus dari pengasuh pondok pesantren al-Falah, Kyai
Syahid, sehingga ia sendiri yang menyimak setoran hafalannya.
Pada tahap bi al-Nazhar, santri diwajibkan menguasai materi ilmu tajwid,
antara lain materi makhraj al-Huruf, sifat al-Huruf dan hukum-hukum bacaan. Kyai
117
Pengertian bi al-nazhar dan bi al-ghaib telah diuraikan dalam penjelasan Pondok Pesantren
Krapyak
78
Santri Baru
Kelas A
Bi Al-Nazhar
Tingkat I Tingkat II
Materi: Materi:
Kedua, murid-murid tidak sekedar hafal al-Qur’an dengan waktu yang relatif
cepat, tetapi hafalannya selain diucapkan dengan benar sesuai ilmu Tajwid, juga
dilantunkan dengan irama hafalan yang enak didengar, hasil dari habituasi para
murid mendengarkan rekaman murattal syaikh-syaik kaliber dunia pada pada waktu-
waktu tertentu, yang dijadwalkan.
Qur’an. Ketiga, ketatnya jadwal yang diterapkan diesantren, dan waktu istirahat
tidur para murid yang relatif pendek, dan pada saat yang sama mereka mengikuti
pendidikan di luar pondok, (sekolah SMP, Tsanawiyah, dll.), seringkali proses
pendidikan yang diikuti di luar pondok menjadi terkelahkan, akibat di antara mereka
yang kelelahan, dan akhirnya mereka kelihatan lesu atau bahkan tertidur pada waktu
belajar di sekolah formal di luar pesantren.118
Ketiga, kaifiyatul istima’ fis shalah wal inshath. Semua ma'mum wajib
menyimak menggunakan mushaf pojok dengan memperhatikan cara baca imam
dengan khusyu’ dan seksama, kkhatam dalam waktu 2 bulan sekali.
118
Wawancara dengan Ustd. Imron Rosyadi salah satu guru dan tokoh masyarakat, tanggal 23
Agustus 2018.
119
Wawancara dengan KH. Ainul Yaqin, SQ, pada hari Rabo, 19 September 2018.
120
Wawancara dengan KH. Ainul Yaqin, SQ, pada hari Rabo, 19 September 2018.
82
memberlakukan tes atau ujian sebagai alat evaluasi keberhasilan. Adapun model
ataupun tahapan evaluasinya secara umum adalah sebagai berikut:
Pertama, ujian kenaikan juz. Setiap siswa yang telah menyelesaikan setoran
hafalan ke guru pendampingnya harus mendaftarkan diri untuk diuji. Bila lulus, dia
diizinkan untuk menghafalkan juz berikutnya. Kedua, ujian merumuskan potongan
ayat. Dalam hal ini, guru membacakan setengah atau satu ayat kemudian murid
meneruskannya sampai sempurna beberapa halaman. Ketiga, ujian menyebutkan
nomor ayat dan nomor surat. Maksudnya guru menyebutkan nomor ayat, murid
menyebutkan ayatnya. Demikian juga sebaliknya.
Sebagai motivator kepada para santri. Setiap yang dinyatakan lulus harus
mengadakan tasyakuran berupa membawa kue –semampunya– untuk dibag-bagikan
ke teman sekelasnya juga guru pembimbingnya. Ujian ini berlaku sampai mencakup
30 juz.
Dengan adanya sistem dan layout yang teratur semacam ini, para murid
yang akan menghafalkan al-Qur'an akan mudah untuk mengingat urutan
letak/posisi ayat al-Qur'an perhalaman, dan pergantian setiap halaman.122
Metode Turki Utsmani disebut juga dengan menghafal al-Qur'an model urut
mundur.123 Cara Menghafal al-Qur’an semacam ini tidak lazim menurut tata cara
menghafal al-Qur'an di negara-negara Islam yang lain. Metode tahfidz Usmani ini
berbeda dengan metode-metode tahfizh lainnya. Jika metode lainnya menghafalkan
al-Qur'an dari halaman pertama dari setiap juz, dari juz pertama sampai juz ke-30,
metode Utsmani di Turki menghafal mundur dari halaman terakhir (halaman ke-20
dari setiap juznya124 mulai juz ke-1, sampai juz ke-29 dan juz ke-30.
121
Ummu Habibah, 20 Hari Hafal…, 61.
122
Sa‟dulloh, 9 Cara Praktis…, 39.
123
http://uicci.wordpress.com/perpustakaan/sistem-tahfiz-turki-utsmani/
124
http://uicci.wordpress.com/perpustakaan/sistem-tahfiz-turki-utsmani/
89
dalam hadis Nabi Saw dan ditulis ulama dalam karya-karya mereka, antara lain;
Allah Swt akan memudahkan untuk memenuhi hajatnya (menghafal al-Qur'an).125
Kedua, menghafal juz ke-30 yang berisi surat-surat pendek. Ketiga, menghafal juz
ke-1 sampai juz ke-29 dengan cara menghafal urut mundur.
Pada hari pertama dari bulan ke-1, setiap murid di Turki menghafalkan dan
menyetorkan hafalan halaman terakhir (halaman ke-20) Juz pertama (surat al-
Baqarah/2:135-141). Kemudian di hari berikutya menghafalkan halaman terakhir
juz ke-2. Demikian seterusnya, sampai pada hari ke-30, setiap murid di ma'had
Sulaimaniyah Turki menghafal dan menyetorkan hafalan terakhir dari Juz ke-30.
Apabila target hafalan murid sehari 1 lembar terpenuhi, di bulan pertama, setiap
murid telah menghafal halaman terakhir dari keseluruhan 30 Juz dalam al-Qur'an.
Pada hari pertama, dari bulan ke-2, setiap murid di ma'had Sulaimaniyah
Turki menghafalkan halaman sebelum terakhir (halaman ke-19) dari juz ke-1.
Halaman ke-19 dari juz ke-1 ini disetorkan kepada guru pengajar bersama dengan
hafalan halaman terakhir (halaman ke-20). dari juz ke-1. Kemudian hari ke-2
berikutya menghafalkan halaman sebelum terakhir (halaman ke-19) dari juz ke-2.
Demikian seterusnya, sampai pada hari ke-30, setiap murid di Turki telah hafal
halaman ke-20 dan halaman ke-19 dari keseluruhan 30 juz al-Qur‟an.
Cara menghafal urut mundur semacam ini dilanjutkan hari-hari pada bulan-
bulan berikutnya sampai semua murid bisa menghafalkan 30 juz al-Qur'an. Dengan
metode Utsmani ini, santri-santri di ma'had Sulaimaniyah Turki rata-rata
menyelesaikan hafalan 30 juz al-Qur‟an dalam waktu 30 bulan atau 2,5 tahun.
Paling cepat bisa menghafal 30 juz dalam kisaran waktu, 8-10 bulan dan paling
lambat biasanya mereka menyelesaikan 30 Juz Al-Qur'an dalam waktu 3 tahun.
Setelah murid-murid menghatamkan hafalan al-Qur'an 30 Juz, mereka masuk kelas
Tafaqauh fi al-Din, mengkaji ilmu-ilmu alat Bahasa Arab (Nahwu, Sharaf,
125
Ibrahim Ali al-Sayid Ali Isa, Fadzail Suar Al-Qur'an Al-Karim, (Mesir: Dar al-salam, 2010),
hal. 292-300. Lihat juga: https://dalamislam.com/landasan-agama/al-quran/keistimewaan-surat-yasin
90
Balaghah) ilmu hadist, ushul fiqh, fiqih, tafsir, dan sebagainnya, 126 selain belajar
ilmu qiraat 'asyarah di mana ilmu ini dianggap mulai langka, termasuk di
Indonesia.
126
https://m.hidayatullah.com/berita/berita-dari-anda/read/2018/02/14/135562/mengunjungi-
pesantren-sulaimaniyah-di-istanbul.html
127
http://digilib.uinsby.ac.id/22732/1/Hervina%20Kusumawati_D01214004.pdf
91
128
http://digilib.uinsby.ac.id/22732/1/Hervina%20Kusumawati_D01214004.pdf
92
Selain itu, mereka tidak mengenal istilah hafal 3 juz, 5 juz, 10 juz, ataupun
15 juz, kecuali surat Yasin dan Juz ke-30 yang dihafalkan terlebih dahulu senbelum
memulai mengahafal dengan urut mudur tiap halaman dari juz ke-1 sampai juz ke-
29. Target hafalan harus selesai 30 juz. Arinya, metode ini menuntut kesiapann
mental dan kesabaran untuk tekun menghafal hingga khatam 30 juz.
Para pengajar tahfidz juga memiliki latar belakang yang cukup beragam.
Misalnya saja, ada di antara dokter-dokter itu yang hafal al-Qur’an bahkan
memiliki sanad al-Qur’an ikut menjadi pengajar atau membuka halaqah untuk
mengajarkan hafalan al-Quran kepada orang lain. Pagi bekerja sebagai dokter dan
sore hari mengajar al-Qur’an di masjid. Tidak jarang mereka menasihati pasien
untuk bertawakal kepada Allah dan tidak bertawakkal kepada dokter atau obat.
Mereka memahami bahwa dokter dan obat hanya sebab dan Allah yang
memberikan kesembuhan. Apabila kedatangan pasien anak kecil, terkadang anak-
anak itu ditanya tentang sejauh mana hafalan al-Qur’an yang sudah dikuasainya.130
129
Pusat Tahfidz Al-Quran “Al-Ridwan” berdiri di bawah naungan lembaga amal Tahfidz al-
Quran “al-Furqan,” sebuah lembaga pendidikan dan tahfidz Quran terbesar di Taif dan saat ini memiliki
35 halaqah al-Quran dan 540 pelajar.
130
https://almanhaj.or.id/3913-praktek-keagamaan-di-saudi-arabia-dan-fakta-yang-dirasakan-
masyarakat-di-sana.html
94
131
M. Rifqi, Wawancara pribadi, Makkah tanggal 15 Desember 2018.
132
M. Rifqi, Wawancara pribadi.
95
Kedua, model lain yang ditempuh santri Indonesia adalah mempelajari ilmu
gramatikal bahasa Arab dan ilmu keislaman terlebih dahulu kemudian pada tahun-tahun
berikutnya dia masuk program tahfidz al-Qur’an. Dengan demikian, waktu yang
diperlukan relatif lama untuk mencetak para penghafal al-Qur’an yang memahami
maknanya.
Profil ketiga dapat terwujud di Indonesia bila kedua tahapan (kajian ilmu
keislaman dan tahfidz al-Qur’an dilampaui. Sedangkan bila berhenti di salah satu tahap
maka akan terlahir profil yang pertama atau kedua).
Dua negara lain yang juga menjadi obyek penelitian, yaitu Turki dan Saudi
Arabia juga tidak memasukkan pemahaman makna ayat dalam proses menghafalkan.
Maka, apabila ditemukan lulusan pesantren tahfidz al-Qur’an baik di Indonesia, Turki
ataupun Saudi Arabia yang mampu menghafal al-Qur’an 30 juz dan memahami
maknanya, bukan pengaruh dari faktor metode pembelajaran tahfidznya tetapi terletak
pada pengembangan pribadi hafidz atau hafidzahnya.
Para santri tidak hanya sekadar menghafal, tetapi diwajibkan mempelajari ilmu tafsir,
ilmu hadis, bahkan ilmu faraid. Tentunya hal itu ditunjang dengan pembelajaran bahasa
Arab sebagai dasar mempelajari kitab-kitab kuning, utamanya bagi para santri yang
berasal dari luar Arab Saudi.
Alhasil, para santri lulusan pesantren tahfidz hanya mampu menghafal al-
Qur’an, namun tidak atau kurang memiliki kemampuan di bidang keilmuan Islam,
semisal penguasaan kitab-kitab kuning. Jika ingin mempelajari kitab-kitab kuning,
mereka biasanya selepas lulus dari pesantren tahfidz akan mencari dan melanjutkan
belajar ke pesantren lain untuk mempelajari ilmu-ilmu keislaman. Tetapi hal ini jarang
terjadi. Selain waktu belajar yang menjadi bertambah lama atau usia belajar bertambah
panjang, mereka juga seolah merasa cukup dengan menghafal atau menguasai 30 juz al-
Qur’an.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis perbandingan mengenai metode
pembelajaran tahfidz al-Qur’an di empat negara (Indonesia, Iran, Turki, dan Arab
Saudi), maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Keempat negara juga menerapkan model yang sama dalam pembelajaran yaitu
talaqqi-musyafahah (murid harus menyetorkan hafalannya kepada guru secara
98
berhadapan dan guru harus memperhatikan bacaan murid). Dalam hal ini ada dua
bentuk yaitu, pertama setoran ayat yang baru dihafal, kedua, setoran ayat yang sudah
99
100
pernah dihafalkan atau diistilahkan dengan muraja’ah atau takrir. Metode ini dilakukan
agar dapat memperbaiki kesalahan dalam pelafalan ayat, sekaligus untuk memperkuat
hafalannya dengan cara dimuraja’ah dan diperdengarkan kepada pembimbing (guru).
dengan kualitas tinggi tetapi kurang atau bahkan tidak mampu memahami kandungan
maknannya; dan 3). Hafal al-Qur’an 30 juz berikut maknanya.
Buku
‘Abd al-Fatah al-Qari’, Abi Mujahid ‘Abd al-Aziz bin. Sunan al-Qurra’ wa Manahij al-
Mujawwidin, Madinah al-Munawwarah: Maktabah al-Dar, 1414 H.
Depag RI, Al- Qur 'an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putra 1989.
Depag RI, Pedoman Pembinaan Tahfidzul Qur'an, Jakarta: Diljen Bimas Islam, 1983.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Renika
Cipta, 1997.
Masyhud, Fathin dan Rahmawati, Ida Husnur. Rahasia Sukses 3 Hafizh Qur’an Cilik
Mengguncang Dunia, Jakarta: PT Bestari Buana Murni, 2014.
103
104
Salim, Peter dan Salim, Yenny. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta:
Modern English Press, 1991.
Shohib, Muhammad dan Surur, M. Bunyamin Yusuf (ed.), Memelihara Kemurnian Al-
Qur’an: Profil Lembaga Tahfidz Al-Qur’an di Nusantara, Jakarta: LPMQ, 2011.
Sudjiono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001.
Usa, Muslih. Sistem Pendidikan Islam Klasik dan Modern dalam Pendidikan Islam
dalam Peradaban Industrial, Yogyakarta: Aditya Media, 1997.
Artikel
Emka, Ifhtul. “Sejarah Awal Perkembangan Ponpes Krapyak Yogyakarta, diakses pada
tanggal 2 Juni 2018 dari ” http://emka.web.id/ke-nu-an/2012/sejarah-awal-
perkembangan-ponpes-krapyak-yogyakarta/
Rozikin, “Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus, Cetak Santri Salaf Penghafal Al-
Qur’an”, diakses pada tanggal 2 Juni 2018 dari
http://www.ppmaswaja.org/index.php/2017/02/22/pondok-tahfidh-yanbuul-
quran-kudus-cetak-santri-salaf-penghafal-al-quran/
PTYQ Putra, “Profil dan Sejarah Pondok Tahfidz Yanbu’ul Qur’an”, diakses pada
tanggal 2 Juni dari http://ptyqputra.arwaniyyah.com/profil-dan-sejarah-pondok-
tahfidh-yanbuul-quran/
Zaelani, A. Alex Ermansyah. “Analisis Empiris tentang Mubaligh melalui Tilawat Al-
Qur’an” diakses dari http://digilib.uinsgd.ac.id/1271/6/6_bab3.pdf
https://ma.alfalah.sch.id/sejarah-singkat/
http://ptyqputra.arwaniyyah.com/simbaharwani/
http://pondok.pesantrenku.com/listing/al-quran-al-falah-bandung/