Pengertian Menurut
Departemen Kehutanan
Illegal logging adalah tindak pidana penebangan pohon dengan
aktivitasnya dengan mengacu pada UU No. 41 Tahun 1999 dan PP No.
34 Tahun 1999 yang meliputi kegiatan menebang atau memanen hasil
hutan didalam kawasan hutan tanpa memiliki hak atau izinyang
berwenang, serta menerima, memberi atau menjual, menerima tukar,
menerima titipan, menyimpan, mengangkut, menguasai atau memiliki
hasil hutan yang tidak dilengkapi dengan surat sahnya hutan.
PENEBANGAN LIAR
MEMALSUKAN DOKUMEN
DENGAN SENGAJA
1 CONTOH KASUS
2
CONTOH KASUS
Dalam beberapa tahun terakhir kasus illegal logging yang ada di Kecamtan
Kerossa semakin merajalela, dimana Polres Mamuju banyak menemukan
batang kubik kayu yang diduga hasil kasus illegal logging di Kecamatan
Karossa Kabupaten Mamuju Tengah yang tidak memiliki surat-surat yang
jelas. Dimana kayu-kayu tersebut diperoleh dari hutan lindung yang ada di
Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju Tengah.
3
CONTOH KASUS
4
CONTOH KASUS
Bersadasrkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 yaitu: “Pemerintahan
Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan
perwakilan daerah menurut atas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonom seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip negara kesatuan republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Kewenangan dalam melakukan pengawasan hutan untuk mencegah atau mengatasi illegal logging
(penebangan liar) dimana penebangan liar harus mendapatkan perhatiaan atau pengawasan yang
ketat dari pemerintah terutama pemerintah daerah
Pasal 3 UU No. 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan
Perusakan Hutan adalah proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan
liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud
dan tujuan pemberian izin di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk,
ataupun yang sedang diproses penetapannya oleh Pemerintah.
Pembalakan Liar adalah semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah yang
terorganisasi
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013
1. Penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah merupakan penebangan pohon yang
dilakukan dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan:
a) 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau; ´b) 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan
kiri kanan sungai di daerah rawa;
c) 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
d) 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;
e) 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang; dan/atau
f) 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013
´2. Penebangan pohon yang dilakukan dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan untuk
kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dihindari dengan mendapat izin khusus dari Menteri. Unsur-unsur yang
dapat dijadikan dasar hukum penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penebangan liar (illegal logging) berdasarkan
UU Kehutanan yaitu:
a) Merusak prasarana dan sarana perlindungan hukum;
b) Kegiatan yang keluar dari ketentuan-ketentuan perizinan sehingga merusak hutan;
c) Melanggar batas-batas tepi sungai, jurang dan pantai yang ditentukan undang-undang;
d) Menebang pohon tanpa izin:
e) Menerima, membeli, atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui
atau patut di duga sebagai hasil hutan illegal:
f) Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan tanpa Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK);
g) Membawa alat-alat berat dan alat-alat lain pengelolaan hasil hutan tanpa izin.
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013
Jadi apabila telah melanggar izin yang telah diberikan oleh pemerintah, baik terkait kubik yang diberikan
izin maupun melebihi batas yang ditentukan, termasuk ke dalam kategori illegal logging untuk pidananya
dapat dilihat mulai dari pasal 82 dan pasal berikutnya dalam UU No. 18 Tahun 2013
Pasal 82
Menurut kami, pembelakuan hukum bagi perusahaan maupun pelaku illegal logging harus adil
sehingga tidak terjadi ketimpangan hukum. Pemerintah daerah pun harus tegas dalam
memberlakukan aturan dan pemberian sanksi bagi para pelaku. Tidak hanya itu, pengawasan bagi
perusahaan yang mengelola hutan pun lebih diperketat lagi sehingga pengelolaan hutan oleh
perusahaan tidak melewati batas izin yang telah diberikan oleh pemerintah daerah. Dan terakhir adalah
sosialisasi. Pemerintah harus mampu melakukan sosialisasi ke daerah-daerah terutam desa-desa di
pedalaman Kalimantan Barat, karena pemahaman mereka mengenai kerusakan hutan masih sangat
minim. Fungsi dari sosialisasi ini adalah masyarakat mampu memahami dan mau menjaga dan
merawat hutan dengan cara menghindari penebangan pohon secara liar di area hutan.