Anda di halaman 1dari 18

HUKUM PIDANA KHUSUS

Tindak Pidana Di luar


KUHP ILLEGAL
LOGGING
KELOMPOK 7
PENGERTIAN ILLEGAL
LOGGING

Illegal Logging adalah serangkaian (kejahatan dan pelanggaran)


peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan eksploitasi
sumber daya hutan yang berlebihan. Identik dengan pembalakan
liar, menggambarkan praktek atau kegiatan kehutanan yang
berkaitan dengan pemanenan, pengelolaan, dan perdagangan
kayu yang tidak sesuai dengan hukum Indonesia

Pengertian Menurut
Departemen Kehutanan
Illegal logging adalah tindak pidana penebangan pohon dengan
aktivitasnya dengan mengacu pada UU No. 41 Tahun 1999 dan PP No.
34 Tahun 1999 yang meliputi kegiatan menebang atau memanen hasil
hutan didalam kawasan hutan tanpa memiliki hak atau izinyang
berwenang, serta menerima, memberi atau menjual, menerima tukar,
menerima titipan, menyimpan, mengangkut, menguasai atau memiliki
hasil hutan yang tidak dilengkapi dengan surat sahnya hutan.
PENEBANGAN LIAR

menebang pohon di area konservasi, menebang spesies


pohon yang dilindungi, menebang pohon berlebihan
tanpa izin, menebang pohon tanpa lisensi atau lisensi
palsu)

MEMALSUKAN DOKUMEN
DENGAN SENGAJA

Mencuri kayu dari hutan yang


Jenis
tidak membayar pajak atau tidak
dimiliki pihak lain. membayar sesuai harga pajak

yang ditetapkan pemerintah
untuk produk kayunya,
pencucian material kayu (seperti
pemalsuan keterangan bibit dan
spesies kayu).
Kejahatan ini bisa memberikan dampak yang luar biasa bagi peradaban dan generasi
yang akan datang. Maraknya praktek illegal loging yang terjadi berakibat pada rusaknya
hutan pada saat ini. Untuk mengatasi atau meminimalisir tindakan illegal logging maka
perlu adanya suatau pengawasan. Dan pengawasan yang bertujuan untuk meminimalisir
tindakan illegal logging tersebut.

1 CONTOH KASUS

Kasus praktek illegal logging di Kecamatan Karossa terjadi karena


kurangnya perhatian pemerintah dalam melakukan pengawasan hutan
yang menjadi tanggung jawab sesuai yang tercamtum dalam Undang-
Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Daerah
Provinsi Sulawesi Barat No. 4 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan
Pengeloaan Lingkungan Hidup. karena salah satu cara dalam mengatasi
atau memberantas para pelaku illegal logging adalah dengan melakukan
pengawasan hutan secara ketat dan tegas serta memberikan efek jera bagi
para pelaku illegal logging.

2
CONTOH KASUS

Dalam beberapa tahun terakhir kasus illegal logging yang ada di Kecamtan
Kerossa semakin merajalela, dimana Polres Mamuju banyak menemukan
batang kubik kayu yang diduga hasil kasus illegal logging di Kecamatan
Karossa Kabupaten Mamuju Tengah yang tidak memiliki surat-surat yang
jelas. Dimana kayu-kayu tersebut diperoleh dari hutan lindung yang ada di
Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju Tengah.

3
CONTOH KASUS

Kasus illegal logging (penebangan kayu) yang terjadi di Kecamatan Karossa


mengakibatkan rusaknya hutan yang berdampak bagi masyarakat dimana
hutan mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,
mencegah intrusi (penerobosan) air laut, dan memelihara kesuburan tanah

4
CONTOH KASUS

Kini kerusakan hutan yang di sebabkan oleh illegal logging semakin


berdampak dalam kehidupan masyarakat Kecamatan Karossa Kabupaten
Mamuju Tengah. Salah satu dampak yang yang selalu dirasakan dan
dialami oleh masyarakat Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju Tengah
adalah seringnya datang banjir yang merendam pemukiman rumah warga
dan bahkan mengakibatkan kerugian bagi masyarakat Kecamatan Karossa
karna rusaknya lahan pertanian

Kewenangan Pemerintah Daerah


Terhadap Illegal Logging

Bersadasrkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 yaitu: “Pemerintahan
Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan
perwakilan daerah menurut atas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonom seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip negara kesatuan republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Kewenangan dalam melakukan pengawasan hutan untuk mencegah atau mengatasi illegal logging
(penebangan liar) dimana penebangan liar harus mendapatkan perhatiaan atau pengawasan yang
ketat dari pemerintah terutama pemerintah daerah
Pasal 3 UU No. 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan

Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan


dan berkelanjutan dengan:
menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional;
mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi
produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan
lestari;
meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai;
meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara
partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan
sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan
menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan;
Pasal 1 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan

Perusakan Hutan adalah proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan
liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud
dan tujuan pemberian izin di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk,
ataupun yang sedang diproses penetapannya oleh Pemerintah.

Pembalakan Liar adalah semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah yang
terorganisasi
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

1. Penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah merupakan penebangan pohon yang
dilakukan dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan:
a) 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau; ´b) 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan
kiri kanan sungai di daerah rawa;
c) 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
d) 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;
e) 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang; dan/atau
f) 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

´2. Penebangan pohon yang dilakukan dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan untuk
kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dihindari dengan mendapat izin khusus dari Menteri. Unsur-unsur yang
dapat dijadikan dasar hukum penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penebangan liar (illegal logging) berdasarkan
UU Kehutanan yaitu:
a) Merusak prasarana dan sarana perlindungan hukum;
b) Kegiatan yang keluar dari ketentuan-ketentuan perizinan sehingga merusak hutan;
c) Melanggar batas-batas tepi sungai, jurang dan pantai yang ditentukan undang-undang;
d) Menebang pohon tanpa izin:
e) Menerima, membeli, atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui
atau patut di duga sebagai hasil hutan illegal:
f) Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan tanpa Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK);
g) Membawa alat-alat berat dan alat-alat lain pengelolaan hasil hutan tanpa izin.
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

Jadi apabila telah melanggar izin yang telah diberikan oleh pemerintah, baik terkait kubik yang diberikan
izin maupun melebihi batas yang ditentukan, termasuk ke dalam kategori illegal logging untuk pidananya
dapat dilihat mulai dari pasal 82 dan pasal berikutnya dalam UU No. 18 Tahun 2013
Pasal 82

Orang perseorangan yang dengan sengaja;


Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 12 huruf a dan b;
Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf b dan/atau c;
´Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf c
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling
sedikit Rp500.000.000,00- (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00- (dua miliar lima ratus juta
rupiah);
´Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat
tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan
dan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000,00- (lima ratus ribu rupiah) dan paling
banyak Rp500.000.000,00- (lima ratus juta rupiah).
KESIMPULAN
Permasalahan illegal logging yang terjadi di Kecamatan Karossa merupakan masalah yang
telah terjadi sejak lama dan terus berlanjut hingga saat ini. Upaya-upaya telah dilakukan baik
dari pemerintah pusat, pemerintah daerah bahkan dari organisasi-orgasisasi yang bergerak
khusus di bidang lingkungan. Namun upayau-paya yang telah dilakukan belum memberikan
dampak yang signifikan karena tindakan penebangan liar masih ada dan terus dilakukan sampai
sekarang. Jika dilihat kembali dampak negatif dari tindakan illegal logging seperti luas hutan
yang semakin berkurang atau penggundulan hutan, banjir, kepunahan hewan, dan berbagai
dampak lainnya. Tindakan illegal logging hanya memberikan keuntungan bagi sebagian orang
terutama perusahaan-perusahaan pengelola kayu di Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju
Tengah. Tidak mengherankan jika keuntungan yang didapatkan tersebut memberikan
keleluasaan terhadap mereka untuk terus melakukan tindakan pengerusakan hutan
SARAN

Menurut kami, pembelakuan hukum bagi perusahaan maupun pelaku illegal logging harus adil
sehingga tidak terjadi ketimpangan hukum. Pemerintah daerah pun harus tegas dalam
memberlakukan aturan dan pemberian sanksi bagi para pelaku. Tidak hanya itu, pengawasan bagi
perusahaan yang mengelola hutan pun lebih diperketat lagi sehingga pengelolaan hutan oleh
perusahaan tidak melewati batas izin yang telah diberikan oleh pemerintah daerah. Dan terakhir adalah
sosialisasi. Pemerintah harus mampu melakukan sosialisasi ke daerah-daerah terutam desa-desa di
pedalaman Kalimantan Barat, karena pemahaman mereka mengenai kerusakan hutan masih sangat
minim. Fungsi dari sosialisasi ini adalah masyarakat mampu memahami dan mau menjaga dan
merawat hutan dengan cara menghindari penebangan pohon secara liar di area hutan.

Anda mungkin juga menyukai