Anda di halaman 1dari 10

ANALISISI HUKUM EKONOMI SYARI’AH TERHADAP PENYELESAIAN

PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA LEMBAGA KEUANGAN

(Studi Penelitian di Pegadaian Syari’ah Kota Banjar)

Nurhamidah

Fakultas Syari’ah dan Hukum, Institut Agama Islam Darussalam Ciamis

Email : nh62410@gmail.com

Abstark

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih lanjut berkaitan dengan pembiayaan
bermasalah khususnya yang terjadi di Pegadaian Syariah Kota Banjar. Metode penelitian yang
digunakan adalah deskriptif analisis. Adapun pengertian dari metode penelitian deskriptif
analisis adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran
terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya
tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Dengan teknik
pengumpulan data yaitu dengan wawancara dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini ialah
Pegadaian Syari’ah di Kota Banjar, mempunyai produk pembiayaan bagi para nasabah, yaitu
ada murabbahah, dan juga ada Rahn. Dimana dalam menjalankan kinerjanya Pegadaian
Syari’ah ini memiliki beberapa permasalahan, salah satunya pembiayaan bermasalah yang
disebabkan oleh faktor usaha nasabah yang rendah, sehingga jika ini terjadi maka Pegadaian
akan melelang barang yang sudah dijadikan jaminan, sesuai kesepakatan awal pada saat akad.

Kata Kunci : Pegadaian Syari’ah, Pembiayaan, Pembiayaan Bermasalah

A. PENDAHULUAN
Secara garis besar lembaga keuangan dapat dibedakan menjadi dua yaitu lembaga
keuangan bank dan lembaga keuangan non bank. Lembaga keuangan non bank adalah
semua badan yang melakukan kegiatan di bidang keuangan, yang secara langsung atau
tidak langsung menghimpun dana terutama dengan jalan mengeluarkan kertas berharga
dan menyalurkan kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan
untuk mendapatkan kemakmuran dan keadilan masyarakat. Salah satu bentuk dari
lembaga keuangan non bank adalah perusahaan umum pegadaian. Perusahaan umum
pegadaian adalah salah satu bentuk lembaga pembiayaan yang diperuntukkan bagi
masyarakat luas yang berpenghasilan rendah. Pegadaian sampai saat ini merupakan satu-
satunya lembaga formal di Indonesia yang berdasarkan hukum melakukan pembiayaan
dengan bentuk penyaluran atas dasar hukum gadai.
Perkembangan bisnis Syariah di Indonesia semakin berkembang ditandai dengan
munculnya berbagai Lembaga Keuangan Syariah baik itu dalam bentuk Bank maupun
Non Bank. Perkembangan dan tuntutan zaman yang kian modern membuat semua
Lembaga keuangan harus mampu memenuhi setiap permintaan akan kebutuhan
masyarakat. Semakin berkembangnya Lembaga keuangan mengharuskan Lembaga
keuangan berlomba-lomba dalam hal menawarkan berbagai bentuk pembiayaan yang
diberikan kepada masyarakat yang dapat memberikan pengaruh positif bagi pertumbuhan
perekonomian.
Umumnya, Bank dan lembaga keuangan non bank mempunyai fungsi yang serupa
yakni menghimpun dana serta melakukan penyaluran dana, yang menjadi perbedaan
adalah pada cara menghimpun serta menyalurkan dana. Pada lembaga keuangan bank
cara menghimpun dana dilakukan secara langsung ataupun secara tidak langsung.
Sementara itu, pada lembaga keuangan bukan bank menhimpun dananya secara tidak
langsung yakni melalui pinjaman atau penyertaan serta bentuk kertas berharga lainya
(Bustari Muchtar, 2016; 24). Salah satunya, bentuk dari lembaga keuangan bukan bank
yang cukup populer di masyarakat Indonesia sebagai alternatif lembaga pembiayaan
adalah pegadian.
Pegadaian adalah satu diantara berbagai banyak lembaga keuangan yang
ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah. Pegadaian sampai dengan saat
ini adalah salah satunya lembaga resmi di Indonesia yang secara aturan dibolehkan untuk
menjalankan kegiatan pembiayaan dalam bentuk peminjaman berlandaskan hukum gadai.
Tugas pokok pegadaian yakni untuk menhubungkan masyarakat yang membutuhkan
dana dengan memberikan pinjaman uang berlandaskan hukum gadai. Pegadaian berperan
dalam membantu masyarakat sehingga tidak lagi terjebak pada praktik lintah darat atau
yang mengandung riba. Dipilihnya lembaga pembiayaan pegadaian sebagai alternatif
pembiayaan dengan alasan bahwa pegadaian memberikan permodalan dengan proses
relatif lebih cepat dengan syarat sederhana.
Secara substantif, pegadaian syariah memiliki 3 (tiga) prinsip yang bersumber
pada kajian ekonomi Islam. Prinsip pengembangan ekonomi tidak saja mengacu pada
proses di mana masyarakat dari suatu negara memanfaatkan sumber daya yang tersedia
untuk menghasilkan kenaikan produksi barang dan jasa secara terus-menerus. Akan
tetapi, Islam memiliki Prinsip-prinsip pengembangan yang dibingkai dengan kerangka
hubungan dengan Allah dan menyeimbangkan antar-kehidupan di dunia dan di akhirat.
prinsip-prinsip syariah di diterapkan dalam sistem pegadaian syariah, yaitu: prinsip
tauhid, prinsip tolong-menolong (ta’awun) dan prinsip bisnis (tijariah).(Surrahman dan
Panji, 2017;144)
Ketentuan prinsip-prinsip Syariah pada gadai Syariah berdasarkan fatwa DSN
MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 26 juni 2002 mengenai rahn bahwa aktivitas
menggadaikan barang sebagai jaminan utang untuk memperoleh sebuah pinjaman dalam
bentuk Rahn itu diperbolehkan, sama halnya pada Fatwa DSN MUI No.
26/DSN-MUI/III/2002 mengenai gadai emas. Serta DSN MUI juga mengeluarkan Fatwa
No. 68/DSN-MUI/III 2008 mengenai rahn Tasjily. Sebagaimana halnnya lembaga
Syariah lainnya, konsep dalam pegadaian Syariah juga didasarkan pada syariat islam
yakni bersumber dari al-quran.
Pegadaian syariah pertama kali didirikan pada bulan Januari 2003 dengan nama
ULGS (Unit Layanan Gadai Syariah) di Jakarta cabang Dewi Sartika, kemudian
menyebar ke beberapa kota di Indonesia seperti Surabaya, Makassar, Semarang,
Surakarta, Yogyakarta dan Aceh sampai dengan September 2003, kemudian adanya
perubahan dari beberapa outlet cabang pegadaian menjadi pegadaian syariah.
Pegadaian Syariah kota Banjar yang berada di Jl. Sudiro, Rt 03/01, Banjar, Jawa
Barat, dengan titik koordinat -7,37077,108.538739 yang berbatasan dengan sebelah
kanan dengan Toko Jasmine Aksesoris sedangkan sebelah kiri berbatasan dengan Rumah
Makan Muaro, yang mana letak Pegadaian Syariah ini berada di tengah kota dan mudah
diakses dan tidak jauh dari salah satu pasar tradisional yang ada di Kota Banjar.
Kehadiran Pegadaian Syariah di lokasi tersebut memudahkan masyarakat yang sebagian
besarnya muslim untuk menggunakan layanan transaksi gadai ataupun pembiayaan
lainnya tanpa takut terkena riba didalamnya.
Pemberian pinjaman (pembiayaan) di Pegadaian Syariah Kota Banjar
menawarkan dua jenis pembiayaan antara lain pembiayaan rahn serta pembiayaan
murabbahah. Pada pembiayaan rahn sendiri terdapat dua sistem pembiayaan yaitu rahn
secara regular dan Rahn secara tasjily.
Sistem pembiayaan yang pertama ada murabbahah, dimana dalam sistem
murabbahahh ini ialah sistem pembelian emas batangan, dimana seorang nasabah dengan
pegadaian mempunyai kesepakatan atas pembelian emas batangan disertai keuntungan
dan biaya-biaya yang disepakati.
Sedangkan pembiayaan secara Rahn itu terbagi dua, ada Rahn reguler dimana
dalam sistem Rahn ini barang yang menjadi jaminan ialah berupa handphone, laptop,
kendaraan, emas. Sedangkan Rahn Tasjily, jaminan nya berupa bukti kepemilikan seperti
BPKB, Sertifikat tanah.
Namun, dalam penerapannya suatu lembaga pembiayaan dalam kegiatan
bisnisnya tidak terhindar dari suatu resiko terjadinya pembiayaan bermasalah.
Pembiayaan bermasalah dapat terjadi dikarenakan oleh beberapa faktor salah satunya
faktor usaha nasabah, sehingga dengan kondisi usaha nasabah yang kurang nantinya
dapat menghambat terhadap pembiayaan, ataupun terhadap kewajiban bagi nasabah.
Maka untuk meminimalisir terjadinya pembiayaan bermasalah, khususnya pada
lembaga keuangan pegadaian syari’ah , perlunya untuk melakukan penyusunan langkah-
langkah yang tepat agar dapat menangani hal tersebut sehingga diperlukannya
penyelesaian atas pembiayaan bermasalah yang terjadi. Sebagai langkah dalam
menyehatkan serta menyelesaikan permasalahank tersebut, sehingga diperlukannya
strategi atau upaya penanganan dalam mengatasi pembiayaan bermasalah tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap permasalah pembiayaan bermasalah di Pegadaian Syari’ah Kota
Banjar. Sehingga berdasarkan hal tersebut peneliti mengangkat judul “Ananlisi Hukum
Ekonomi Syariah Terhadap Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada Lembaga
Keuangan (Studi Penelitian di Pegadaian Syari’ah Kota Banjar)”.
B. METODOLOGI PENELITIAN
Jenis metode yang dipilih dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis dengan
metode wawancara, adapun pengertian dari metode deskriptif analisis adalah suatu
metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek
yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.
(Sugiyono:2009;29).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara secara formal,
dimana sebelumnya peneliti sudah mempersiapkan pertanyaan terlebih dahulu.
Wawancara ini dilakukan langsung dengan salah satu petugas di Kantor Pegadaian
Syari’ah Kota Banjar.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Pengertian Pembiayaan
Istilah pembiayaan dapat diartikan sebagai I Believe, I Trust, “saya percaya” atau
“saya menaruh kepercayaan”. Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan
(trust), berarti lembaga pembiayaan selaku shahibul mal menaruh kepercayaan
kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan. Dana tersebut harus
digunakan dengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-syarat
yang jelas, dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. (Veitzal Rifai dan
Andria Pertama, 2008.3)
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah merupakan penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil, sebagaimana UU No 10
tahun 1998.
2. Pengertian Pembiayaan Bermasalah
Dalam UU No.7/1992 Pasal 1 butir 12 tentang Perbankan, menyatakan:
penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihakyang dibiayai
untuk mengembalikan pinjaman/tagihan setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.
NPF (Non Performing Financing) atau Pembiayaan Bermasalah adalah
pembiayaan yang kualitasnya berada dalam golongan kurang lancar (golongan III),
diragukan (golongan IV), dan macet (golongan V).Untuk menghindari gagal bayar
lembaga keuangan syariahhendaknya melakukan pembinaan dan secara berkala
melakukan monev secara aktif dan fasif.
3. Faktor Terjadinya Pembiayaan Bermasalah pada Pegadaian Syariah
Pembiayaan bermasalah yang ada di Lembaga Keuangan Syariah mempunyai
beberapa penyebab yang terdiri dari faktor internal, faktor eksternal dan kondisi
lingkungan yang akan dibahas sebagai berikut:
a. Faktor Internal
1) Analisis kurang tepat, akibatnya pihak perusahaan tidak mampu untuk
mengantisipasi suatu risiko yang akan terjadi di masa depan sepanjang periode
kredit. Misalnya, pembiayaan yang diberikan kepada nasabah melebihi dari
kebutuhan, maka dari itu nantinya nasabah tidak akan mampu melunasi
kewajiban yang melebihi kemampuannya tersebut.
2) Kelemahan dalam melakukan pembinaan serta pengawasan terhadap
pembiayaan nasabah.
3) Adanya kerja sama rahasia antara pegawai yang menghandel kredit dengan
nasabah, sehingga pihak bank menetapkan jumlah pinjaman yang tidak
seharusnya diberikan. Misalnya, bank melebih-lebihkan nilai jaminan
sehingga nominal pembiayaan yang akan diberikan juga tinggi.
b. Faktor Eksternal
1) Unsur kesengajaan yang dilakukan oleh nasabah
Nasabah dengan sengaja tidak melunasi pinjamannya kepada pihak bank, hal
ini dikarenakan tidak adanya rasa tanggung jawab serta keinginan nasabah
untuk melunasi kewajibannya tersebut.
2) Unsur ketidaksengajaan
Nasabah ingin melakukan pembayaran sesuai kesepakatan, namun kondisi
keuangan usahanya kurang baik, akibatnya nasabah tersebut tidak dapat
memenuhi kewajibannya.
Sesuai hasil wawancara bersama salah satu petugas Kantor Pegadaian Syariah
Kota Banjar bahwa faktor utama terjadniya pembiayaan bermasalah itu ada pada
pihak nasabah, akibat unsur sengaja atau tidak disengaja itu sendiri. Usaha nasabah
yang rendah dan juga karakter nasabah yang tidak jujur, ini menjadikan terjadinya
pembiayaan bermasalah terjadi.

4. Dampak Pembiayaan Bermasalah Pada Pegadaian Syari’ah Kota Banjar


Setiap pembiayaan yang diberikan oleh pihak pegadaian kepada nasabah
merupakan hal yang tidak mudah bagi nasabah untuk melakukan pembayaran karena
akan banyak kendala-kendala-kendala yang dihadapi baik pihak pegadaian maupun
pihak nasabah. Di dalam memberikan pembiayaan, pihak pegadaian sangat rentan
mengalami kerugian sebagai dampak dari adanya pembiayaan yang bermasalah.
Tetapi berbeda dengan Pegadaian Syari’ah di Koa Banjar, dikarenakan sistem
yang banyak dilakukan ialah akad Rahn, jadi pihak dari kantor Pegadaian tidak begitu
mengalami kerugian, karena dalam Rahn ini sendiri, apalagi Rahn regular, barang nya
berada di Pegadaian, jadi bilamana terjadi pembiayaan bermasalah, maka pihak
pegadaian akan memberikan pemberitahuan kepada nasabah bahwa barang yang
dijadikan jaminan akan di lelang, tetapi jika nasabah tidak ada jawaban terhadap
pemberitahuan tersebut, maka pihak pegadaian akan melelang barang tersebut, yang
mana nantinya hasil dari pelelangan barang tersebut dipakai untuk pelunasan
kewajiban nasabah beserta dengan jasa simpannya, jika nantinya hasil dari penjualan
barang tersebut lebih maka nantinya kelebihan tersebut dikembalikan lagi ke nasabah.
5. Mekanisme Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Pegadaian Syari’ah Kota Banjar
Dalam hal pembiayaan macet pihak pegadaian perlu melakukan penyelesaian
sehingga tidak mengalami kerugian. Oleh karena itu sangat penting untuk
menerapkan langkah-langkah (strategi) yang tepat sebagai langkah penyehatan dan
perbaikan dalam pembiayaan bermasalah.
Berdasarkan teori (Ulpah, 2020) bahwa penyelesaian dapat dilakukan dengan cara
pertama rescheduling yaitu penjadwalan ulang atau perubahan syarat pembiayaan
yang hanya menyangkut jadwal pembayaran, kedua reconditioning adalah perubahan
sebagian atau seluruh syarat pembiayaan, ketiga restructuring adalah penataan ulang
yang dimana penambahan dana dengan pertimbangan bahwa nasabah masih layak
untuk dibiayai, dan terakhir penyitaan jaminan.
Mekanisme yang dilakukan dalam pembiayaan bermasalah pada Pegadaian
Syariah Kota Banjar berdasarkan hasil wawancara terutama yang terjadi pada
pembiayaan bermasalah pada Rahn Regular, diantaranya :
1) Adanya pemberitahuan kepada nasabah jika peminjaman sudah jatuh tempo
2) Jika dari pihak nasabah tidak ada jawaban, maka nasabah akan dikirim surat
dari pihak pegadaian, ataupun nantinya pihak pegadaian akan terjun ke
lapangan melihat kondisi dari nasabah.
3) Jika masih tidak ada jawaban dari nasabah, sesuai kesepakatan gadai pada saat
akad pertama kali, bahwa barang gadai tersebut sebagai jaminan pelunasan
pinjamannya, dan dalam akad gadai nya ada pengkuasaan terhadap pegadaian
untuk menjual barang jaminan untuk pelunasan pinjaman, maka nantinya
barang jaminan tersebut akan dilelang.
Tetapi berbeda dengan Rahn Tasjily, dimana jika terjadi pembiayaan bermasalah
proses penyelesaian pembiayaannya sedikit rumit, karena fisik barangnya ada pada
nasabah, maka ini memerlukan beberapa tahap. Jika sertifikat tanah nantinya bisa
sampai ke pengadilan, jika BPKB nantinya kendaraan yang terantum dalam BPKB
akan ditarik oleh pihak pegadaian, dan nantinya barang nya dijual bertujuan untuk
kewajiban pelunasan nasabah.
6. Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di
Pegadaian Syari’ah Kota Banjar
Produk pinjaman pembiayaan yang diberikan oleh Pegadaian Syariah Kota Banjar
berupa pembiayaan Rahn dan murbbahah, yang mana akad Rahn ini memiliki dua
pengklasifikasian, diantaranya Rahn Reguler, dan Rahn Tasjily.
Akad Rahn yang mana diatur dalam Bab XIV PaSAL 372 Hingga Pasal 412
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah yang berkaitan dengan pembiayaan bermasalah
pada pegadaian syari’ah, yang mana pegadaian syari’ah ini menggunakan sistem
Rahn, dijelaskan dalam Pasal 384 “ murtahin (yang menerima gadai) boleh menahan
marhun (barang yang digadaikan) setelah pembatalan akad sampai marhun bih/ utang
yang dijamin oleh marhun itu dibayar lunas. (Mahkamah Agung RI, 2011 ;100)
Dalam Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn, dikatakan
Apabila jatuh tempo,murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi
hutangnya, dan apabila rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka marhun
dijual/paksa dieksekusi melalui lelang sesuai syariah, hasil penjualan marhun
digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum
dibayar serta biaya penjualan, kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan
kekurangannya menjadi kewajiban rahin.
Lalu terdapat juga dalam Fatwa DSN-MUI no. 68/DSN-MUI/III/2008 tentang
Rahn Tasjily, dimana dikatakan Rahn Tasjily ialah jaminan dalam bentuk barang atas
uang tetapi barang jaminan tersebut (marhun) tetap berada dalam penguasaan
(pemanfaatan) Rahin dan bukti kepemilikannya diserahkan kepada murtahin.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka pelaksanaan peminjaman pembiayaan di
Pegadaian Syariah sesuai dengan hukum syari’ah. Kemudian dilihat dari
permasalahan pembiayaan yang terjadi di Pegadaian Syari’ah, sesuai dengan apa
yang menjadi dasar hukum gadai syariah tersebut, dimana pihak Pegadaian Syari’ah
tidak memberatkan kepada pihak nasabah, karena sudah ada kesepakatan awal, pada
saat akad gadai, sehingga bila terjadi permasalahan pada pembiayaan tidak ada pihak
yang dirugikan, karena sudah sesuai dengan kesepakatan.

D. PENUTUP
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembiayaan yang
dilakukan oleh Pegadaian Syari’ah Kota Banjar, terdapat dua pembiayaan yaitu ada
pembiayaan secara Rahn, dimana Rahn ini terbagi menjadi dua, ada Rahn reguler dan ada
Rahn Tasjily, dan pembiayaan yang kedua ada murbbahah, yaitu pembelian emas logam.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya pembiayaan bermasalah dipicu oleh pihak
nasabah, dimana kondisi usaha nasabah yang menurun yang menyebabkan nasabah tidak
dapat melunasi pinjamannya.
Dampak daripada pembiayaan bermasalah itu sendiri bagi Pegadaian tidak begitu
terlihat, karena akad yang dilakukan ialah Rahn, dimana barang jaminan nya berada pada
pihak Pegadian, jadi ketika ada pembiayaan bermasalah maka pihak pegadaian akan
memberitahu kepada nasabah tentang pinjaman nasabah yang sudah jatuh tempo, jik
adari pihak nasabah tidak ada jawaban, maka pihak pegadaian dapat melelangnya. Yang
mana hasil lelang ini ditujukan untuk pelunasan kewajiban nasabah, dan jika hasil dari
pelelangan lebih, maka ini dapat dikembalikan kepada nasabah, sesuia dengan Fatwa
DSN-MUI N0. 25/DSN-MUI/III/2002.

E. DAFTA PUSTAKA
Muchtar, Bustari, Rose Rahmidani, Menik Kurnia Siwi. Bank dan Lembaga Keuangan
Lain. Edisi Pertama. Jakarta : Kencana, 2016
Surahman dan Panji. 2017. Penerapan Prinsip Syari’ah Pada Akad Rahn Di Lembaga
Pegadaian Syariah. Jurnal Law and Justice, Vol.2, No. 2
Sugiyono, D. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Veitzal Rifai dan Andria Pertama, 2008. Islamic Financial Management, Jakarta:
RajaGrafindo Persada
Ulpah, Mariya. 2020. Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada Bank
Syariah. Jurnal Madani Syari'ah, (online). Vol. 3,
(https://stai-binamadani.ejournal.id/Madanisyariah, diakses 28 Agustus 2020).

F. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai