Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dongeng merupakan cerita fantasi yang memberikan pendidikan moral, dan dapat menjadi salah satu
media yang digunakan untuk pembentukan karakter. Salah satu nilai yang terdapat dalam dongeng
adalah kerjasama.

Strategi pembentukan karakter anak dilakukan melalui pemberian dongeng, mendengarkan dongeng,
dan menciptakan lingkungan membaca yang mendukung. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati
kemampuan anak dalam mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang terdapat
dalamdongengdanem.caom.ipduanmerekadalammengimplementasikannilai-
nilaitersebutdalamkehidupansehari-hari.

Responden penelitian ini adalah siswa PAUD Pelangi Palembang usia 3-4 tahun. Jumlah responden
sebanyak 15 siswa. Desain penelitian campuran data digunakan dimana Hasilnya terungkap bahwa nilai
kerjasama dapat diimplementasikan secara efektif melalui dongeng. Sebelum di ceritakan dongeng,
siswa enggan membereskan mainannya setelah selesai bermain bersama, namun setelah di beri
dongeng tentang kerjasama, anak dengan antusias bergotong royong membereskan mainannya,
merapikan bangku kelas, membuang sampah dan merapikan buku-buku di rak.

BAB II

PEMBAHASAN

Karakter

Istilah karakter identik dengan istilah budi pekerti baik atau kebiasaan buruk (Nur, 2013; Rusydiyah,
2014; Susanti, 2013). Menurut (Wulandari& Kristiawan, 2017) pendidikan karakter adalah gerakan
nasional untuk mewujudkan sekolah yang menumbuhkan generasi muda yang beretika, bertanggung
jawab, dan peduli. Pendidikan karakter bukan hanya tentang mana yang benar dan mana yang salah;
merupakanupaya menanamkan pembiasaan yang baik agar siswa mampu bersikap dan bertindak
berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya (Berkowitz & Bier, 2004, 2005; Lickona,
Schaps, & Lewis, 2002; Noddings, 2002). Kristiawan (2015) menyatakan bahwa Indonesia membutuhkan
revitalisasi dan penguatankarakter sumber daya manusia. Dan ini bisa dilakukan melalui pendidikan.
Kristiawan, Ahmad, Tobari, &Suhono (2017) menjelaskan bahwa proses pembentukan karakter dimulai
dari pengenalan perilaku baik dan buruk, serta pembiasaan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Moral
membedakan diri seseorang dari orang lain.

Ditjen Kemendiknas menjelaskan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri
khas setiap individu untuk hidup dan bekerja sama dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara
(Suhaimi, 2016). Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat mengambil keputusan dan
siap mempertanggungjawabkan segala akibat dari keputusan yang dibuatnya. Karakter juga sering
disamakan dengan moral. Secara umum, moralitas adalah nilai yang mengatur kehidupan manusia,
(Davidson, 2010; Zigon, 2007). Dapat disimpulkan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku
seseorang yang membedakan dirinya dengan orang lain dalam kehidupan pada tataran pribadi dan
sosial.

Nilai-nilai Dongeng

Dongeng merupakan salah satu bentuk cerita rakyat. Menurut Sulistyarini (2011), cerita rakyat
mengandung nilai luhur bangsa, terutama nilai akhlak dan ajaran moral. Jika cerita rakyat dikaji dari segi
nilai moral, maka dapat dibedakan menjadi nilai moral individu, nilai moral sosial, dan nilai moral agama.
Nilai moral individu meliputi (1) kepatuhan, (2) keberanian, (3)rela berkorban, (4) kejujuran, (5) keadilan
dan kebijaksanaan, (6) rasa hormat danpenghargaan, (7) kerja keras, (8) menepati janji, (9) mengetahui
pembayaran kembali, (10) rendah hati, dan (12) berhati-hati dalam bertindak. Nilai moral sosial meliputi
(1) bekerja sama, (2) mencintai, (3) kasih sayang, (4) kerukunan, (5) memberi nasehat, (6) peduli
terhadap nasib orang lain, dan (7) suka mendoakan orang lain. . Sedangkan nilai moral agama meliputi
(1) percaya kepada kekuasaan Tuhan, (2) percaya kepada Tuhan, (3) tunduk kepada Tuhan atau
bertawakal, dan (4) memohon ampunan Tuhan.

Dongeng juga dapat dijadikan sebagai upaya mengasah emosi, menumbuhkan daya imajinasi dan
meningkatkan daya kritis anak. Secara umum, dongeng membawa misi positif dan edukatif (Parmini,
2015; Purwaningsih, 2012;Soetantyo, 2013).

Melalui dongeng diharapkan emosi anak dapat dikendalikan imajinasi dapat berkembang, dan anak
dapat berpikir kritis. Nur (2013) menyatakan bahwa mendongeng bisa menjadi seni yang menarik.
Melalui mendongeng anak-anak mendapatkan budaya dan gaya hidup yang berbeda. Anak-anak akan
menjelajahi dunia baru dan melibatkan mereka dalam plot dan visualisasi karakter (Robin & Pierson,
2005; Simmons, 2006; Tsou, Wang, & Tzeng, 2006). Dongeng “berbicara dengan bahasa yang dipahami
anak-anak dan menunjukkan

dunia yang rumit di depan mata polos anak-anak dengan cara yang dapat dipahami melalui
kesederhanaannya, definisi yang jelas tentang baik dan jahat, insiden yang dapat dipahami, dan
keindahan bahasanya”. Selain itu, mereka menyampaikan “informasi tentang nilai-nilai sosial, tradisi dan
interaksi dasar manusia,informasi tentang asal usul etis dan informasi tentang dimensi moral kehidupan
manusia”.

Strategi Membangun Karakter melalui Dongeng

Habsari (2017) mengklaim bahwa mendongeng merupakan salah satu strategi pembelajaran khususnya
pada jenjang pendidikan dasar. Tidak hanya di sekolah, mendongeng juga merupakan salah satu
alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan di luar sekolah, seperti di rumah atau keluarga. Melalui
dongeng, orang tua, kakek nenek, dan anggota keluarga lainnya dapat menyampaikan pesan moral
kepada putra- putrinya. Pembentukan karakter melalui dongeng di sekolah PAUD dapat dilakukan
dengan cara guru membacakan cerita yang menarik di depan kelas minimal seminggu sekali, atau 15
menit setiap hari sebelum sekolah dimulai. Di luar sekolah, pendidikan karakter dapat dilakukan dengan
mengikuti berbagai teknik, seperti (1) orang tua atau kerabat membacakan dongeng sebelum tidur atau
pada waktu senggang; (2) anak dibekali buku dongeng yang menarik untuk dibaca; (3) orang tua
mengajukan pertanyaan kepada anak untuk melihat pemahaman dan daya ingat anak terhadap
dongeng; dan (4) orang tua mengajak anak ke toko buku dan memberimereka kesempatan untuk
membeli buku favoritnya, termasuk dongeng.

METODE

Subyek penelitian adalah 15 siswa dari sekolah PAUD (8 laki-laki dan 7 perempuan). Mereka berusia 3-4
tahun. Materi pembelajaran berupa dongeng berjudul "Semut Bekerja" (Lampiran 1). Kisah dongeng
adalah tentang semut; bagaimana mereka bekerja sama membangun sarang dan mengumpulkan
makanan.

Mereka bekerja keras tanpa mengeluh dan mereka saling mendukung dengan penuh semangat. Mereka
memiliki kewajiban moral satu sama lain. Peneliti mengajak anak-anak mendengarkan dongeng tersebut
pada 05 Oktober 2017, setelah mengamati tingkah laku mereka selama dua hari (03-04 Oktober 2017),
Peneliti kembali mengamati perilaku anak-anak tersebut selama empat hari setelah mendongeng (06-
09 Oktober 2017)

Kemudian, mereka membandingkan perilaku anak dalam hal kerjasama sebelum mendongeng dengan
perilaku mereka setelah mendongeng untuk melihat apakah ada pengaruh alur dan karakter cerita
terhadap karakter anak atau tidak. Peneliti menggunakan gambar binatang saat menceritakan dongeng
untuk mendukung cerita dan untuk menarik perhatian anak-anak pada pelajaran moral dari cerita
tersebut, yaitu kerja sama. Pengumpulan data dilakukan dengan dua teknik yaitu observasi dan
wawancara. Seperti disebutkan di atas, kelompok eksperimen diobservasi selama enam hari (2 hari
sebelum mendongeng dan 4 hari setelah mendongeng).

Selain itu, peneliti melakukan wawancara dengan orang tua siswa sebelum dan sesudah mendongeng
untuk mengumpulkan data tentang perilaku siswa di dalam dan di luar sekolah dan untuk memastikan
keandalan data penelitian Metode kualitatif daripada metode kuantitatif digunakan untuk
mendeskripsikan dan mendiskusikan hasil eksperimen penelitian
HASIL DAN DISKUSI

Data yang dikumpulkan dari wawancara dan observasi mengungkapkan bahwa anak-anak
engganbekerja sama pada hari pertama dan hari kedua percobaan. Ketika anak-anak diminta untuk
membantu guru mereka mengeringkan membereskan tempat sampah atau merapikan mainannya
setelah selesai bermain bersama, hanya empat siswa yang menunjukkan kerjasama pada hari pertama
dan hanya lima siswa yang melakukannya pada hari kedua; yang lain hanya melihat mereka

Pada hari ketiga percobaan, peneliti terjun langsung menceritakan dongeng kepada anak-anak dan
menjelaskan nilai moralnya. Mereka terus mengulang dongeng selama empat hari sambil menguji para
siswa tentang isinya. Siswa memberikan respon yang baik terhadap pertanyaan peneliti dan mengingat
isi dongeng serta pelajaran moralnya. . peneliti setelah penerapan teknik dongeng di kelas meyakinkan
bahwa perilaku anak berubah dan anak menjadi lebih kooperatif. Salah satu ibu yang diwawancarai
mengatakan, “Anak saya mulai membantu saya ketika saya memasak dan membereskan mainannya
setelah dia selesai bermain di rumah

Hasil observasi pasca mendongeng menunjukkan bahwa anak sangat antusias bekerja sama dan
bekerjasama ketika diminta membereskan mainan yang berantakan, membereskan bangku kelas,
membuang sampah dan merapikan buku yang ada di rak

Selain itu, orang tua anak yang diwawancarai peneliti setelah penerapan teknik dongeng di kelas
meyakinkan bahwa perilaku anak berubah dan anak menjadi lebih kooperatif. Salah satu ibu yang
diwawancarai mengatakan, "Anak saya mulai membantu saya ketika saya memasak dan membereskan
mainannya setelah dia selesai bermain di rumah".

Anak-anak yang belajar bekerjasama dan mengerjakan tugas secara gotong royong berhasil menjuarai
berbagai lomba tingkat kecamatan dan kota (Gambar 4 dan 5). Hal ini justru menekankan
pentingnyadan perlunya membangun karakter gotong royong pada anak usia dini.

Analisis hasil yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan karakter anak. Hal ini sesuai dengan
Khorida& Fadlilah (2013); Mualifatu & Lilif (2013) bahwa salah satu manfaat metode bercerita adalah
membentuk karakter anak. Temuan penelitian ini didukung oleh beberapapenelitian.

Misalnya, penelitian kualitatif Mardianto (2015) yang dilakukan pada siswa Indonesia berusia 7-8 tahun
mengungkapkan bahwa metode dongeng interaktif berkontribusi positif terhadap perkembangan anak.

karakter siswa yang jujur Menurut Connery, John-Steiner, & Marjanovic-Shane (2010), "karakter,
tindakan mereka, dan penghargaan mereka dalam dongeng "mengarah pada perkembangan masalah
moral" Lepin (2012) percaya bahwa dongeng merupakan alat yang berhasil untuk membentuk dan
memperkuat moralitas dalam kehidupan seorang anak sejak usia dini di mana ratusan perintah dan
peringatan gagal Melalui metode dongeng anak dapat langsung menangkap pesan moral yang dapat
membuat anak berkeinginan untuk meniru tokoh dalam cerita,
Ketika anak-anak membaca atau mendengarkan cerita, mereka dapat membayangkan karakter yang
baik dengan melihat langsung gambar-gambar yang mencontohkannya. Manfaat cerita bagi anak usia
dini adalah (1) menjalin kontak batin antara anak, guru dan orang tua, (2) menjadi media pesan anak, (3)
memberikan pendidikan fantasi anak, (4) melatih daya pikir anak emosi, (5) membantu proses
identifikasi diri, (6) memperkaya pengalaman batin, (7) memberikan hiburan atau menarik perhatian
anak, (8) membentuk karakter anak (Fadlillah, 2016).

Membangun aspek kognitif karakter anak saja tidak cukup. Penting untuk mengintegrasikan aspek
afektif dan psikomotor juga. Selain mengetahui (kognitif) tokoh-tokoh dongeng, anak harus "merasakan"
(afektif) perilaku mereka dan hasil (karmapala) dari peran mereka dalam cerita Mendongeng pada anak
harus dilakukan dengan baik untuk membentuk karakter yang baik pada anak. Memperhatikan logika
cerita dan pemilihan kata dan kalimat yang tepat,karena "mengukir" karakter anak. Oleh karena itu,
pendidik dan orang tua harus dapat membedakan dengan jelas antara penyampaian cerita imajinatif
dan cerita realistik

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai
kebaikan pada diri anak pembinaan akhlak mulia pada anak usia dini akan mempengaruhi perilaku
keseharian setiap anak dalam perkembangannya menuju kedewasaan. Jika seorang anak mendapatkan
pendidikan karakter yang cukup baik dari guru maupun orang tua, maka anak tersebut akan tumbuh
menjadi generasi penerus yang berbekal akhlak mulia. Selain itu, karakter anak dikembangkan dari
pengembangan potensi anak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode bercerita dongeng
sangat baik digunakan karena dapat menanamkan karakter dan memberikan manfaat positif bagi
perkembangan anak terutama pada tataran moral, emosional dan sosial.

SARAN

berbagai dongeng ke dalam kurikulum pendidikan anak karena dongeng terbukti media yang
berpengaruh dalam membangun kepribadian anak. Selain itu, mereka harus mendukung dongeng
dengan media yang berbeda, seperti gambar, video dll untukmenarik perhatian anak-anak dan
menghindari lingkungan pendidikan yang membosankan. Disarankan jugaagar guru menceritakan kisah
dongeng dengan cinta dan kasih sayang serta berperan sebagai orang tua anak di sekolah. Guru bisa
mengajak anak merapikan mainannya sambil mendongeng. Misalnya, jika mainan anak memiliki nama
panggilan, beri tahu dia bahwa karakter mainan tersebut akan merasa nyaman ketika kembali ke tempat
asalnya setelah selesai bermain. Membuat mainan smoothing adalah sesuatu yang menarik dan tidak
merepotkan. Lebih lanjut, pendidikan di sekolah tidak cukup untuk menumbuhkan karakter positif,
berakhlak mulia, dan gotong royong pada diri anak. Oleh karena itu, orang tua harus memainkan peran
mereka untuk membantu guru mendidik anak ke arah ini. Mereka bisa mencontohkan hal-hal positif
kepada anak di rumah, namun harus selalu memberikan pengertian jika anak menolak untuk belajar.
Mereka perlu mengamati anak juga untuk melihat kapan ada perbaikan dalam perilakunya dan kapan
perlu umpanbalik.

Anda mungkin juga menyukai