Anda di halaman 1dari 19

Pengertian Karakter

Karakter adalah seperangkat sifat yang selalu dikagumi sebagai tanda-


tanda kebaikan, kebajikan dan kematangan moral seseorang. Secara
etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa Latin character, yang berarti
watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlak.

Definisi Karakter
Menurut W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter adalah
sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut
yang dapat diamati pada individu.

Wyne mengungkapkan bahwa karakter yaitu menandai bagaimana cara


memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk
tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku
tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter
jelek, sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan
sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya
dengan personality (kepribadian) seseorang.

Definisi karakter dari beberapa ahli sangat berbeda pada setiap


penjelasanya. Menurut W.B. Saunders karakter itu adalah sifat nyata,
berbeda dan dapat diamati oleh individu, yang artinya karakter ini dapat
ditunjukkan pada masing-masing orang, karena sifat dan karakter yang
dimiliki setiap individu tidak sama dan dapat terlihat sehingga dapat
dikatakan berbeda. Sedangkan menurut Wyne, bagaimana cara seseorang
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku,
Karena jika seseorang itu memiliki sikap berbudi pekerti yang baik, berarti
orang tersebut memiliki karakter yang mulia. Sebaliknya jika seseorang
yang tidak memiliki budi pekerti yang baik berarti dapat dikatakan sebagai
orang yang memiliki perilaku yang tidak baik.
 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti: 1).
Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain. 2).Karakter juga bisa bermakna “huruf”.

 Menurut (Ditjen Mandikdasmen – Kementerian Pendidikan Nasional),


Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas
tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter
baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

 Menurut W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter


adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu,
sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu.

Wyne mengungkapkan bahwa karakter yaitu menandai bagaimana cara


memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk
tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku
tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter
jelek, sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan
sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya
dengan personality (kepribadian) seseorang.

5 Karakter Ini Perlu Ditanamkan Sejak Dini di Sekolah

meluapkan kegembiraan mereka sesaat setelah pintu sekolah itu dibuka, - Karakter
merupakan ciri khas individu yang ditunjukkan melalui cara bersikap, berperilaku,
dan bertindak untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan sekolah,
keluarga, maupun masyarakat. Anak memiliki karakter baik akan menjadi orang
dewasa yang mampu membuat keputusan dengan baik dan tepat serta siap
mempertanggungawabkan setiap keputusan diambil. Sudah seharusnya sekolah
sebagai institusi pendidikan turut menanamkan karakter baik pada tiap individu
anak.

5 karakter perlu ditanamkan pada anak di lingkungan sekolah.

1. Karakter religius Menanamkan karakter religius adalah langkah awal menumbuhkan


sifat, sikap, dan perilaku keberagamaan pada masa perkembangan berikutnya.
Masa kanak-kanak adalah masa terbaik menanamkan nilai-nilai religius.  Upaya
penanaman nilai religius ini harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan.
Harus diingat, kesadaran beragama anak masih berada pada tahap meniru. Untuk
itu, pengondisian lingkungan sekolah yang mendukung proses penanaman nilai
religius harus dirancang semenarik mungkin. Pada tahapan ini, peran guru menjadi
sangat penting sebagai teladan memberi contoh baik bagi para siswa. Peran guru
bukan hanya sekedar menjadi pengingat akan tetapi juga sebagai contoh bersama
melaksanakan kegiatan bersifat religious dengan para siswa.

2. Cinta kebersihan dan lingkungan Penanaman rasa cinta kebersihan ditunjukkan


pada 2 hal, yaitu menjaga kebersihan diri sendiri dan kebersihan lingkungan.
Kebersihan terhadap diri sendiri dimaksud agar membentuk pribadi sehat dan jiwa
kuat. "Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat". Apabila anak dalam
kondisi sehat dan jiwa yang kuat maka anak dapat mengikuti kegiatan belajar
mengajar dengan baik. Baca juga: Mendikbud Sebut Tindakan Joni Tunjukkan
Keberhasilan Pendidikan Karakter Sedangkan, penanaman rasa cinta kebersihan
terhadap lingkungan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan sekolah mulai
dari jalan, halaman, hingga kelas terbebas dari debu dan sampah. Pembuatan
jadwal piket di tiap kelas, agenda bersih-bersih bersama seminggu sekali, ataupun
lomba kebersihan lingkungan sekolah adalah contoh lain dapat diterapkan di
lingkungan sekolah sebagai upaya menanamkan rasa cinta kebersihan terhadap
lingkungan.

3. Sikap jujur Sikap jujur memberikan dampak positif teradap berbagai sisi kehidupan,
baik di masa sekarang ataupun akan datang. Kejujuran merupakan investasi
sangat berharga dan modal dasar bagi terciptanya komunikasi efektif dan
hubungan yang sehat. Anak sebagai pribadi jujur dan peka terhadap berbagai
rangsangan berasal dari lingkungan luar dapat memiliki hubungan yang harmonis
dan komunikasi baik terhadap orang lain. Dari hubungan seperti ini akan tercipta
rasa saling percaya di antara keduanya. Pada masa sekolah inilah merupakan saat
ideal guru menanamkan nilai kejujuran pada siswa.
4. Sikap peduli Peduli merupakan sikap dan tindakan selalu ingin memberi bantuan
kepada orang lain dan yang membutuhkan. Kepedulian anak dapat ditanamkan di
sekolah melalui berbagai cara. Misal saat ada teman kelas sakit maka bisa
menjenguk atau bisa juga mengumpulkan uang dari teman-teman satu kelas
kemudian dibelikan sesuatu sebagai bawaan saat menjenguk sebagai wujud
kepedulian. Dengan adanya sikap peduli yang melekat dalam diri anak sejak dini
maka akan disenangi oleh banyak teman. Dan saat si anak tiba-tiba sedang dalam
keadaan sulit pasti akan ada yang mau mengulurkan tangan dan segera
membantunya.

5. Rasa cinta tanah air  Cinta tanah air atau nasionalis adalah cara berpikir, bertindak,
dan berwawasan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi maupun kelompok. Karakter nasionalis dapat ditanamkan
melalui beberapa hal, diantaranya melalui upacara bendera. Dengan
ditanamkannya sikap nasionalis ini, saat dewasa terjadi ancaman terhadap negara
ia akan menjadi orang yang rela berkorban dan berani memosisikan diri di barisan
paling depan demi menjaga dan menyelamatkan negara tercinta. Melalui
penanaman kelima karakter di lingkungan sekolah ini, harapannya anak dapat
tumbuh menjadi pribadi yang memiliki kecerdasan intelektual dan cara bersikap
yang prima. Menjadi pribadi memiliki ilmu dan pengetahuan tinggi saja tentu tidak
cukup, anak juga harus dibekali dengan sikap atau karakter baik.

Tujuan pendidikan karakter dalam keluarga adalah


membentuk karakter positif atau akhlak terpuji pada diri anak, untuk membina
anak-anak agar menjadi pribadi yang taat pada agama, berbakti kepada orang
tuanya, bermanfaat untuk masyarakatnya, dan berguna bagi agama, nusa dan
bangsanya
Pendidikan Karakter Dalam Keluarga
Masalah terbesar (The Great Problem) yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini sebenarnya bukanlah krisis ekonomi atau
pangan, tetapi masalah krisis moral atau akhlak. Krisis inilah yang menyebabkan timbulnya krisis-krisis lain seperti krisis
ekonomi, politik, social, budaya, pertahanan dan keamanan.
HANCURNYA moral bangsa ini ditunjukan dengan merajalelanya berbagai tindakan kejahatan dan criminal di tengah-
tengah masyarakat seperti penipuan, pencopetan, pencurian, perampokan, perkosaan, pembunuhan, dan termasuk juga
tindakan kekerasan, baik atas nama ras, suku, budaya dan agama. Kerusakan moral juga terjadi di kalangan pelajar dan
remaja. Hal ini ditandai dengan maraknya seks bebas, penyalahgunaan narkoba, peredaran foto dan video porno, serta
tawuran pada kalangan pelajar dan remaja.
Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN, M. Masri Muadz, mengatakan bahwa 63% remaja
Indonesia pernah melakukan seks bebas, Sedangkan remaja korban narkoba di Indonesia ada 1,1 juta orang atau 3,9% dari
total jumlah korban. Selain itu, berdasarkan data Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta, pelajar SD, SMP, dan
SMA, yang terlibat tawuran mencapai 0,8% atau sekitar 1.318 siswa dari total 1.645.835 siswa di DKI Jakarta ( Dharma
Kesuma dkk, 2011:2-3).
Sexsual Behavior Survey telah melakukan penelitian di 5 kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta,
Surabaya dan Bali pada bulan Mei 2011. Dari 663 responden yang diwawancarai secara langsung mengakui bahwa 39%
responden remaja usia antara 15-19 tahun pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah, sisanya 61% berusia antara 20-
25 tahun. Lebih memprihatinkan lagi, berdasarkan profesi, peringkat tertinggi yang pernah melakukan free sex ditempati
oleh para mahasiswa 31%, karyawan kantor 18%, sisanya pengusaha, pedagang, buruh dan sebagainya, termasuk pelajar
SMP/SMA sebanyak 6%.
Fenomena kerusakan moral/akhlak yang menimpa masyarakat tersebut telah mendorong pemerintah Indonesia untuk
menerapkan Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa (KN-PKB). Salah satu mewujudkan kebijakan tersebut
adalah dengan menekankan pentingnya pendidikan karakter untuk diimplementasikan dalam setiap institusi pendidikan, baik
formal ( sekolah ), informal ( keluarga ), maupun non formal ( masyarakat ).
Pendidikan karakter akan berjalan efektif dan utuh jika melibatkan tiga institusi, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Pendidikan keluarga berperan penting karena keluargalah yang membentuk karakter seorang anak. Untuk merumuskan
kerangka model pendidikan karakter dalam keluarga dapat dikonseptualisasi melalui pendekatan system pendidikan. Jika
istilah system dikaitkan dengan pendidikan ( system pendidikan ), maka dapat mengandung makna “ suatu kesatuan
komponen yang terdiri dari unsure-unsur pendidikan yang bekerjasama dan berhubungan antara satu dengan yang lainnya
untuk mencapai tujuan pendidikan.” Dalam suatu system terdapat unsure-unsur, bagian-bagian, atau komponen-komponen
yang saling berkaitan dan teratur, serta mekanismenya saling berhubungan dalam satu kesatuan yang semuanya di tujukan
untuk mencapai satu tujuan. Isi kerangka model pendidikan karakter meliputi komponen: tujuan, pendidik, peserta didik,
materi, metode, alat, program, dan evaluasi.
A. Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga
Model adalah contoh, pola, acuan, ragam, macam dan sebagainya yang dibuat menurut aslinya. Model merupakan kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan. Model juga dapat diartikan
sesuatu yang dapat memvisualisasikan sebuah konsep dengan nyata. Model berbeda dengan konsep dalam bentuk teori.
Fungsi model adalah menjembatani konsep dalam bentuk teori menjadi kenyataan.
Menurut fungsinya, model dibagi dalam tiga bentuk. Pertama, model deskriptif, yaitu model yang hanya menggambarkan
situasi sebuah system tanpa rekomendasi dan peramalan, contohnya peta organisasi, Kedua, model prediktif, yaitu model
yang menunjukan apa yang akan terjadi atau bila sesuatu terjadi, contohnya model alat peraga atau alat pendeteksi gempa.
Ketiga, model normatife, yaitu model yang menyediakan jawaban terbaik terhadap satu persoalan. Model ini member
rekomendasi tindakan-tindakan yang perlu diambil, contohnya model pemasaran, model ekonomi, model konseling, model
pendidikan, model pembelajaran, dan sebagainya.
Pendidikan Karakter
Secara etimologis, kata karakter berasal dari bahasa Latin kharakter atau bahasa Yunani kharassein yang berarti member
tanda (to mark), atau bahasa Perancis carakter, yang berarti membuat tajam atau membuat dalam (Majid dan Andayani,
2012:11). Dalam bahasa Inggris character, memiliki arti: watak, karakter, sifat, peran, dan huruf (Echols dan Shadiliy,
2003:110).Dalam Kamus Bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari pada yang lain (Poerwadarminta, 2007:521).
Secara terminologis karakter bisa diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat diidentifikasi pada
perilaku individu yang bersifat unik, dalam arti secara khusus cirri-ciri ini membedakan antara satu individu dengan yang
lainnya, dank arena cirri-ciri karakter tersebut dapat diidentifikasi pada perilaku individu dan bersifat unik, maka karakter
sangat dekat dengan kepribadian individu. Suatu perbuatan dikatakan karakter/akhlak apabila perbuatan tersebut memlh
ipaya memiliki cirri-ciri: perbuatan itu telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang dan telah menjadi bagian dari
kepribadiannya, perbuatan itu dilakukan dengan spontan tanpa pemikiran terlebih dahulu, perbuatan itu dilakukan tanpa ada
paksaan atau tekanan dari luar, perbuatan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukan pura-pura atau sandiwara.
Pendidikan karakter adalah upaya membentuk/mengukir kepribadian manusia melalui proses knowing the good (mengetahui
kebaikan), loving the good (mencintai kebaikan), yaitu proses pendidikan yang melibatkan tiga ranah: pengetahuan moral
(moral knowing), perasaan moral (moral feeling/moral loving), dan tindakan moral (moral acting/moral doing), sehingga
perbuatan mulia bisa terukir menjadi habit of mind, heart, and hands. Tanpa melibatkan tiga ranah tersebut pendidikan
karakter tidak akan berjalan efektif.
1. Pengetahuan Moral (Moral Knowing)
Pengetahuan moral (moral knowing) adalah kemampuan mengetahui, memahami, mempertimbangkan, membedakan dan
menginterpretasikan jenis-jenis moral yang harus dilakukan dan yang mesti ditinggalkan.Pengetahuan moral sebagai pilar
pertama pendidikan karakter mempunyai enam komponen, yaitu:
1. Kesadaran moral (moral awareness) yaitu kemampuan menggunakan kecerdasan untuk melihat kapan sebuah
situasi mempersyaratkan pertimbangan moral dan kemudian berpikir secara cermat tentang tindakan apa yang sebaiknya
dilakukan.
2. Pengetahuan nilai moral (knowing moral values) yaitu kemampuan memahami berbagai nilai-nilai moral seperti
menghargai kehidupan dan kemerdekaan, tanggungjawab terhadap orang lain, kejujuran, keadilan, toleransi,
penghormatan disiplin diri, integritas, kebaikan hati, berbelas kasih dan keberanian.
3. Memahami sudut pandang lain (perspective taking) yaitu kemampuan menerima sudut pandang orang lain,
memahami sebuah situasi sebagaimana orang lain memahaminya, mengimajinasikan bagaimana orang lain berfikir,
mereaksi dan berperasaan.
4. Penalaran moral (moral reasoning) yaitu memahami apa itu makna bermoral dan mengapa harus bermoral.
5. Keberanian mengambil keputusan (decision making)
6. Pengenalan diri (self knowledge) yaitu kemampuan mengenali perilaku kita dan mengevaluasinya secara
kritis/jujur.
2. Perasaan Moral ( moral feeling)
PeraSaan moral (moral feeling) adalah kemampuan merasa bersalah dan meras harus/wajib untuk melakukan tindakan
moral. Memiliki enam komponen yaitu:
1. Mendengarkan hati nurani (conscience)
2. Harga diri (self-esteem)
3. Empati ( empathy)
4. Cinta kebaikan (loving the good)
5. Kontrol diri (self control)
6. Rendah hati (humility)
3. Tindakan Moral ( Moral Acting)
Tindakan moral merupakan hasil dari kedua karakter moral diatas. Mempunyai tiga komponen yaitu:
1. Kompetensi (competence)
2. Keinginan (will)
3. Kebiasaan (habit)
B.  Keluarga
Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi seseorang. Pendidikan dalam keluarga sangat berperan
dalam mengembangkan watak, karakter, dan kepribadian sesorang. Oleh karena itu pendidikan karakter dalam keluarga
perlu diberdayakan secara serius.
1. Fungsi Edukasi
     Fungsi edukasi keluarga adalah fungsi yang berkaitan dengan pendidikan anak khususnya dan pendidikan anggota
keluarga pada umumnya. Bagi seorang anak, keluarga merupakan jenjang pendidikan pertama sebelum menapaki pendidikan
formal (sekolah) dan masyarakat, disinilahkedua orang tuanya menjadi guru terbaiknya.
2. Fungsi Proteksi
     Fungsi proteksi maksudnya keluarga menjadi tempat perlindungan yang memberikan rasa aman, tentram lahir dan batin
sejak anak-anak berada dalam kandungan ibunya sampai mereka menjadi dewasa dan lanjut usia. Perlindungan disini
termasuk fisik, mental dan moral.
3. Fungsi afeksi
     Fungsi afeksi adalah sebagai pemupuk dan pencipta rasa kasih sayang dan cinta antara sesame anggota keluarga.
4. Fungsi sosialisasi
  Fungsi sosialisasi keluarga terkait erat dengan tugas mengantarkan anak ke dalam kehidupan social yang lebih nyata
dengan tugas mengantarkan anak kedalam kehidupan  social yang lebih nyata dan luas.
5. Fungsi Reproduksi
   Keluarga sebagai sebuah organism memiliki fungsi reproduksi, dimana setiap pasangan suami istri yang diikat dengan tali
perkawinan yang sah dapat memberi keturunan yang berkualitas sehingga dapat melahirkan anak sebagai   keturunan yang
akan mewarisi dan menjadi penerus tugas kemanusiaan.
6. Fungsi Religi
  Artinya keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak serta anak dan anggota keluarga lainnya kepada kehidupan
beragama.
7. Fungsi Ekonomi
    Fungsi ekonomi bertujuan agar setiap keluarga meningkatkan taraf hidup yang tercerminkan pada pemenuhan alat hidup
seperti makn, minum, kesehatan, dan sebagainya yang menjadi prasarat dasar dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga
dalam perspektif ekonomis.
8. Fungsi rekreasi
  Fungsi rekreasi keluarga adalah fungsi yang berkaitan dengan peran keluarga menjadi lingkungan yang nyaman,
menyenangkan, hangat dan penuh gairah bagi setiap anggota keluarga untuk dapat menghilangkan rasa keletihan.
9. Fungsi Biologis
  Fungsi biologis keluarga berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan biologis anggota keluarga seperti makan, minum,
kesehatan.
10. Fungsi Transformasi
   Fungsi transformasi adalah berkaitan dengan peran keluarga dalam hal pewarisan tradisi dan budaya kepada generasi
setelahnya baik tradisi baik maupun buruk.
Dari uraian diatas dapat di pahami bahwa yang dimaksud “Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga” adalah kerangka
konseptual dan prosedur yang sistematis berkenaan dengan penanaman nilai-nilai karakter pada anak yang dilakukan oleh
orang tua dalam keluarga yang meliputi komponen pengetahuan (kognitif), perasaan (afektif), dan tindakan (psikomotorik)
untuk melakukan nilai-nilai tersebut , baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesame manusia, maupun
lingkungan sekitar. Kerangka konseptual itu kemudian dapat dijadikan rujukan oleh orang lain yang ingin
mengimplementasikan pendidikan karakter dalam keluarga.
C. Nilai-Nilai Karakter Yang Ditanamkan Dalam Keluarga
Nilai-nilai yang ditanamkan dalam pendidikan karakter dalam keluarga antara lain:
1. Religius yaitu sikap dan perilaku yang patuhdalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.   Jujur yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan dan pekerjaan.
3.   Toleransi yaitu sikap dan tindakan menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain
yang berbeda dari dirinya.
4.  Disiplin yaitu tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh terhadap berbagai peraturan dan ketentuan.
5.  Kerja Keras yaitu perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan dan tugas,
serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6.   Kreatif yaitu berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7.  Mandiri yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8.  Demokratis yaitu cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9.   Rasa ingin tahu yaitu sikap dan tindakan yang ingin selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan di dengar.
10. Semangat kebangsaan yaitu cara berfikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
Negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air yaitu cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat dan mengakuai serta menghormati keberhasilan orng lain.
13. Bersahabat/Komunikatif yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan
orang lain.
14. Cinta Damai yaitu sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa tenang dan aman atas kehadiran
dirinya.
15. Gemar Membaca yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan
bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam
disekitarnya, dan mengembangkan upaya untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin member bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
Tanggung Jawab Yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia
lakukan baik terhadap diri sendiri masyarakat, lingkungan, Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
D.Tujuan Pendidikan Karakter Dalam Keluarga
Tujuan penting pendidikan karakter adalah memfasilitasi pengetahuan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga
terwujud dalam perilaku anak. Pengetahuan dan pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan karakter bukanlah
dogmatisasi nilai kepada peserta didik tetapi sebuah proses yang membawa peserta didik untuk memahami dan merefleksi
bagaimana suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam perilaku keseharian manusia termasuk bagi anak.
Tujuan lainnya adalah membangun kepribadian dan budi pekerti luhur sebagai modal dasar dalam berkehidupan ditengah-
tengah masyarakat, baik sebagai umat beragama, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Pendidikan karakter
mengajarkan, membina, membimbing dan melatih peserta didik agar memiliki karakter, sikap mental positif, dan akhlak
yang terpuji.
Tujuan pendidikan karakter dalam keluarga adalah membentuk karakter positif atau akhlak terpuji pada diri anak, untuk
membina anak-anak agar menjadi pribadi yang taat pada agama, berbakti kepada orang tuanya, bermanfaat untuk
masyarakatnya, dan berguna bagi agama, nusa dan bangsanya.
E. Pendidik Pada Pendidikan Karakter Dalam Keluarga
Pendidik dibagi dalam tiga kategori, yaitu life educator, semi professional, professional educator. Life educator adalah orang
yang secara alamiah menjalankan tugas dan kewajibannya mengasuh dan membesarkan anaknya atau membantu
perkembangannya menuju kedewasaan. Itulah orang tua kita. Semi professional educator adalah orang yang menjalankan
tugas pendidikan, mengembangkan kecakapan orang dengan bantuan sarana prasarana pendidikan atau keahlian orang lain.
Termasuk dalam kategori ini adalah petugas perpustakaan, petugas museum, petugas pameran dan sejenisnya. Adapun
professional educator adalah orang yang menjalankan tugasnya sebagai pendidik dengan keahlian khusus dan kompetensi
yang tinggi. Termasuk dalam kategori ini adalah guru dan dosen.
Tanggung jawab pendidikan yang menjadi beban orang tua sekurang-kurangnya harus dilaksanakan dalam rangka:
1. Memelihara dan membesarkan anak
2. Melindungi dan menjamin kesehatan, baik jasmaniah maupun rohaniyah dari berbagai gangguan penyakit dan dari
penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup yang sesuai dengan agama dan falsafah hidup yang dianutnya.
3. Memberi pengajaran dalam arti luas sehinggaanak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan
kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya.
4. Membahagiakan anak baik di dunia maupun diakhirat sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup muslim.
F.Peserta Didik Pada Pendidikan Karakter Dalam Keluarga
Dalam arti sempit, peserta didik diartikan sebagai anak yang belum dewasa yang tanggung jawabnya diserahkan kepada
pendidik. Dalam perspektif pendidikan secara umum bahwa yang disebut peserta didik adalah setiap orang atau sekelompok
orang yang harus mendpatkan bimbingan, arahan dan pengajaran dari proses pendidikan.
Dalam rumah tangga yang menduduki sebagai peserta didik adalah anak. Alquran memandang anak semenjak dalam
kandungan harus sudah mendapatkan pendidikan. Proses pendidikan ini biasa disebut dengan pendidikan prenatal atau
pendidikan anak dalam kandungan. Demikian juga setelah anak lahir tampak jelas terdapat beberapa fakta yang
mengharuskan anak mendapatkan pendidikan. Fakta-fakta tersebut antara lain: setiap anak lahir dalam keadaan lemah tidak
berdaya, setiap anak lahir membawa potensi dan butuh dikembangkan, setiap anak butuh bimbingan dan arahan untuk
mengenal sesuatu, dan setiap anak butuh perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya.
Dapat juga dikatakan bahwa peserta didik adalah mereka yang sedang berkembang baik secara fisik maupun psikis. Peserta
didik bukanlah miniature orang dewasa. Selain itu mereka juga memiliki berbagai potensi yang harus diarahkan dan di bina
agar potensi tersebut  bermanfaat. Oleh karenamya pendidikan karakter adalah sarana yang tepat untuk itu.
G.Materi Pendidikan Karakter Dalam Keluarga
Salah satu komponen operasional pendidikan sebagai suatu system adalah materi. Materi pendidikan adalah semua bahan
pelajaran (pesan, informasi, pengetahuan dan pengalaman) yang disampaikan kepada peserta didik.
Jika mengacu kepada Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter yang dikeluarkan Kemendiknas, materi pendidikan
karakter di lembaga pendidikan formal (sekolah), setidaknya memuat 18 nilai karakter yaitu religious, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli social, dan tanggung jawab.
Sedangkan dalam keluarga, materi pendidikan karakter pada garis besarnya ialah materi untuk mengembangkan karakter
atau akhlak anak. Orang tua harus memperhatikan perkembangan karakter anaknya. Karakter tersebut lebih diutamakan pada
praktik berperilaku, bertutur kata yang baik, tidak mengucapkan kata-kata kotor atau kasar, berjalan dengan sopan dan tidak
sombong, patuh dan hormat kepada orang tua, menyatakan permisi ketika melewati orang lain, mau mengucapkan
terimakasih jika diberikan atau menerima sesuatu dari orang lain serta dilakukan dengan tangan kanan, tidak ragu untuk
meminta maaf jika merasa bersalah pada orang lain, membuang sampah pada tempatnya, dan sebagainya. Dalam hal ini
orang tua harus menjadi teladan bagi anaknya.
H. Metode Pendidikan Karakter Dalam Keluarga
Metode dapat diartikan sebagai jalan atau cara untuk mencapai tujuan. Jika kata metode dikaitkan dengan pendidikan
karakter maka dapat diartikan metode sebagai jalan untuk menanamkan karakter  pada diri seseorang sehingga terlihat dalam
pribadi objek sasaran, yaitu pribadi yang berkarakter.
Untuk menanamkan karakter pada diri anak ada beberapa metode yang bisa digunakan, antara lain:
1. Metode Internalisasi
  Metode Internalisasi adalah upaya memasukan pengetahuan (knowing) dan ketrampilan melaksanakan pengetahuan (doing)
ke dalam diri seseorang sehingga pengetahuan itu menjadi kepribadiannya (being) dalam kehidupan sehari-hari.
2. Metode Keteladanan
   “Anak adalah peniru yang baik.” Berbagi keteladanan dalam mendidik anak menjadi sesuatu yang sangat penting. Seorang
anak akan tumbuh dalam kebaikan dan memiliki karakter yang baik jika ia melihat orang tuanya member teladan yang baik.
Sebaliknya, seorang anak akan tumbuh dalam penyelewengan dan memiliki karakter yang buruk, jika ia melihat orang
tuanya memberikan teladan yang buruk.
3. Metode Pembiasaan
  Metode pembiasaan dalam membina karakter anak sangatlah penting. Jika metode pembiasaan sudah diterapkan dengan
baik dalam keluarga, pasti akan lahir anak-anak yang memiliki karakter yang baik dan tidak mustahil karakter mereka pun
menjadi teladan bagi orang lain.
4. Metode Bermain
  Dunia anak adalah dunia bermain.Bermain merupakan cara yang paling tepat untuk mengembangkan kemampuan anak
sesuai kompetensinya.Kegiatan bermain yang mendukung pembelajaran anak yaitu bermain fungsional atau sensorimotor,
bermain peran, dan bermain konstruktif.
5. Metode Cerita
  Metode cerita adalah metode mendidik yang bertumpu pada bahasa baik lisan maupun tulisan. Bercerita dapat
meningkatkan kedekatan hubungan orang tua dan anak. Selain itu, bercerita juga bisa mengembangkan imajinasi dan otak
kanan anak.
6. Metode Nasihat
  Metode nasihat merupakan penyampaian kata-kata yang menyentuh hati dan disertai keteladanan. Agar nasihat dapat
membekas pada diri anak, sebaiknya nasihat bersifat cerita, kisah, perumpamaan, menggunakan kata-kata yang baik dan
orang tua memberikan contoh terlebih dahulu sebelum memberikan nasihat.
7. Metode Penghargaan dan Hukuman
   Metode penghargaan penting untuk dilakukan karena pada dasarnya setiap orang dipastikan membutuhkan penghargaan
dan ingin dihargai. Anak adalah fase perkembangan manusia yang sangat membutuhkan penghargaan.Penghargaan harus
didahulukan dari pada hukuman. Jika hukuman terpaksa harus diberikan, maka hati-hatilah dalam mempergunakannya,
jangan menghukum anak secara berlebihan, jangan menghukum ketika marah, jangan memukul bagian-bagian tertentu dari
anggota tubuh anak seperti wajah, dan usahakan hukuman itu bersifat adil (sesuai dengan kesalahan anak).
I. Alat pendidikan karakter dalam keluarga
Yang dimaksud dengan alat pendidikan yaitu segala sesuatu yang digunakan oleh pelaksana kegiatan pendidikan untuk
mencapai tujuan pendidikan. Dalam proses pendidikan informal seperti mendidik karakter anak dirumah, alat pendidikan
yang bisa digunakan sesungguhnya sangat banyak, yakni apa saja yang ada dirumah, mulai dari perabotan rumah tangga,
permainan anak sampai alat-alat elektronik. Tapi penggunaan alat itu bermanfaat atau tidak sangat tergantung pada
pengaturan orangtua.
Dalam keadaan yang normal dan mampu, sebaiknya setiap rumah memiliki fasilitas pendidikan setidaknya berupa: ruang
belajar, mushola besrta kelengkapan shalat dan Alquran, ruang perpustakaan dan buku-bukunya, ruang computer dan
jaringan internet dan sebagainya. Penyediaan buku-buku agama dan buku-buku lainnya patut untuk dilengkapi karena dari
buku-buku itulah kita dapat menambah wawasan dan pengetahuan anak. Yang juga tidak boleh dilupakan orang tua,
sebaiknya ia menyediakan Alquran sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang ada dirumah. Gambar-gambar yang tidak
sopan sebaiknya diganti dengan gambar-gambar yang menyejukan dan memberikan ilmu bagi yang melihatnya.
J. Program Pendidikan Karakter Dalam Keluarga
Program pendidikan karakter dapat dilakukan melalui cara-cara berikut ini:
1. Pengajaran
     Dalam konteks pendidikan karakter di keluarga, pengajaran dapat diartikan sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh
orang tua untuk memberikan pengetahuan kepada anak tentang nilai-nilai karakter tertentu, dan membimbing serta
mendorongnya untuk mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pemotivasian
  Pemotivasian adalah proses mendorong dan menggerakkan seseorang agar mau melakukan perbuatan-perbuatan tertentu
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dalam konteks pendidikan karakter di keluarga, pemotivasian dapat dimaknai sebagai
upaya-upaya menggerakkan atau mendorong anak untuk mengaplikasikan nilai-nilai karakter. Berkaitan dengan itu, orang
tua dituntut untuk mampu menjadi motivator bagi anak-anaknya.
3. Peneladanan
     Dalam kehidupan sehari-hari perilaku yang dilakukan anak-anak pada dasarnya mereka peroleh dari meniru, sehingga
penting bagi orang tua untuk member teladan yang baik bagi anak-anaknya.
4. Pembiasaan
     Peranan orang tua sangat besar untuk membina karakter anak dengan pola apapun. Dengan pembiasaan salah satunya,
dapat mengantarkan kea rah kematangan dan kedewasaan, sehingga anak dapat mengendalikan dirinya menyelesaikan
persoalannya, dan menghadapi tantangan hidupnya, sehingga perlu penerapan disiplin.
5. Penegakan aturan
   Langkah awal untuk mewujudkan penegakan aturan dalam keluarga adalah dengan membuat peraturan keluarga yang
disepakati bersama dan dapat mengikat semua pihak dirumah, tak terkecuali orang tua.
K. Evaluasi Pendidikan Karakter Dalam Keluarga
Evaluasi adalah penilaian terhadap sesuatu. Sasaran evaluasi adalah semua komponen yang berkaitan dengan pendidikan
seperti pendidik, peserta didik, materi, metode, alat pendidikan dan sebagainya. Peserta didik merupakan sasaran evaluasi
yang utama karena letak keberhasilan proses pendidikan biasanya dilihat dari keberhasilan peserta didiknya. Objek evaluasi
peserta didik harus mencangkup dimensi/ranah, kognitif, afektif, dan psikomotor.
Evaluasi kognitif pesrta didik berarti mengukur keberhasilan perkembangan pengetahuan mereka termasuk di dalamnya
fungsi ingatan dan kecerdasan. Evaluasi aspek afektif peserta didik berarti mengukur keberhasilan perkembangan perasaan
mereka pada pengetahuan termasuk di dalamnya fungsi internalisasi dan karakterisasi. Evaluasi psikomotor peserta didik
berarti mengukur keberhasilan tindakan mereka yang berkaitan dengan pengetahuan termasuk di dalamnya fungsi kehendak
dan kemauan.
Dalam pendidikan informal (keluarga), evaluasi biasanya lebih kepada penilaian yang bersifat normative tanpa disertai soal
tes dan penentuan angka dengan skala tertentu. Evaluasi yang dilakukan cukup dengan menilai atau mengukur apakah
pekerjaan yang diberikan orang tua sudah dilaksanakan atau belum oleh anak, apakah nasihat yang disampaikan oleh orang
tua sudah dipraktekan atau belum, dan apakah larangan yang di kemukakan  sudah di tinggalkan atau belum. Dengan
demikian evaluasi dalam keluarga lebih dekat kepada fungsi pengawasan dan control.
Selanjutnya jika dikaitkan dengan pendidikan karakter dalam keluarga, maka evaluasi di sini lebih di tekankan kepada ranah
psikomotor anak, karena hakikat keberhasilan pendidikan karakter adalah dapat di lihat dari performance atau penampilan
diri anak dalam berbicara, berpikir, bersikap, bertindak, dan berkarya dalam kehidupan sehari-hari.
Penutup
Pendidikan karakter pada hakikatnya adalah upaya sistematis untuk membimbing peserta didik agar memahami nilai-nilai
kebaikan (kognitif), dan melaksanakan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan sehari-hari (psikomotorik).
Untuk merumuskan pendidikan karakter dalam keluarga dapat dikonseptualisasi melalui pendekatan system pendidikan yang
meliputi:
1. Tujuan
    Tujuan adalah sasaran atau hasil akhir yang ingi dicapai melalui proses pendidikan karakter dalam keluarga.
2. Pendidik
   Pendidik adalah semua orang dewasa yang ada dalam rumah yang berkewajiban melakukan kegiatan mendidik karakter
anak.
  

3 Peran Orangtua Didik Anak di Era "Zaman Now" Orangtua mendampingi anak
belajar

Menjadi orangtua adalah impian setiap pasangan suami istri. Terlebih jika memiliki
anak, maka orangtua bakal punya tugas lebih besar di dalam keluarga. Apa saja
tugas itu? Tentu ada banyak, salah satunya mendidik anak untuk menjadi pribadi
yang baik dalam segala hal. Namun yang paling penting, orangtua adalah pendidik
yang utama dan pertama di dalam keluarga. Terlebih di era "zaman now" ini,
pendidikan di keluarga sangat penting sebagai pondasi tumbuh kembang anak.
Baca juga: 15 Contoh Kerjasama Orangtua dan Guru untuk Bantu Mendidik Anak
Jika dipersingkat lagi, sebenarnya ada tiga peran orangtua dalam mendidik anak-
anaknya. Seperti dikutip dari laman Sahabat Keluarga Kemendikbud RI,

3 peran orangtua tersebut yaitu:

1. Orangtua sebagai trainer Bahasa umum, trainer adalah orang yang yang
memberikan pelatihan berupa pengetahuan dan keterampilan. Ternyata peran ini
sangat cocok bagi orangtua untuk mendidik anak terutama saat anak berusia 1-7
tahun. Di usia tersebut saat yang tepat memberikan pondasi kehidupan berupa
pengetahuan dan keterampilan dasar. Misalnya pengetahuan mengenai perilaku
atau nilai-nilai yang baik maupun yang buruk. Bisa pula dengan mengajarkan anak
tentang toilet training. Peran orangtua ialah memberikan detail, cara yang baik
bagaimana buang air.
2. Orangtua sebagai coach Arti dari coach sendiri yakni orang yang membantu
seseorang mencapai tujuannya dengan memaksimalkan potensi dari dirinya.
Seorang coach/pelatih ini akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai
sarana untuk mencapai tujuan. Orangtua menjadi coach saat si anak berada pada
usia 8-21 tahun. Walaupun ditujukan pada anak-anak remaja, ilmu coaching bisa
diterapkan pada usia anak berapapun. Baca juga: 4 Manfaat Orangtua Dampingi
Anak Belajar, Yakni... Pada peran ini, orangtua memaksimalkan potensi yang ada
dalam diri anak untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk bisa memaksimalkan
potensi diri anak, tentu orangtua harus mengetahui dan bisa menggali potensi yang
dimiliki anaknya. Ketika mencapai usia 15 tahun, anak sudah menginjak
kedewasaan. Maka orangtua hanya perlu mendampingi dengan pertanyaan
mendalam yang akan memaksimalkan potensi anak. Keterampilan coaching ini
sangat bermanfaat bagi orangtua dalam hal menemani tumbuh kembang anak.
Secara alamiah, sebenarnya orangtua sudah bertindak sebagai coach. Jika proses
alamiah ini ditingkatkan dengan ilmu dan keterampilan, diharapkan proses yang
dilakukan menjadi lebih baik dan lebih efektif.

3. Orangtua sebagai terapis Jika bahasa awam, terapis adalah orang yang
memberikan terapi kepada kliennya dengan cara tertentu. Terapi diberikan pada
seseorang yang dalam kondisi negatif. Peran orangtua disini, jika memiliki anak
dengan mental lemah, kurang percaya diri, gugup, ragu, malas, trauma, depresi
dan lain-lain, maka orangtua harus mampu melakukan segala hal agar anak jadi
lebih baik dan maju. Orangtua menjadi terapis saat anak berusia remaja yang
umumnya labil dan mencari identitas diri, sehingga kerap berperilaku yang tidak
semestinya. Contohnya, anak mulai merasakan kesulitan dengan pelajaran
tertentu, sehingga terkadang dia sampai malas sekolah. Orangtua juga bisa
menjadi terapis terutama ketika memiliki anak berkebutuhan khusus, kecanduan
gawai yang akut, kecanduan pornografi, dan perilaku negatif lainnya.
10 Tips pembentukan karakter anak yang baik, kuat,
dan percaya diri
Berikut ini 10 hal yang bisa Anda lakukan untuk membuat anak menjadi sosok baik,
kuat, dan percaya diri di masa depan. 
1. Jauhi label

Ketika Anda memberikan label atau kata untuk perilaku tertentu, Anda secara tidak
sadar membuat anak itu percaya bahwa ia memang seperti itu. Untuk itu, sebaiknya
hal ini.
Contoh yang paling sering orangtua katakan pada anak, “Kamu bodoh, kamu keras
kepala, kamu nakal,” dan sebagainya. 
Memberi label pada anak bisa membuat mereka menutup diri dan malas
bereksplorasi. Hal ini dapat menyebabkan perasaan rendah diri, bahkan meniru
perilaku orang lain di sekitar mereka.
Ingatlah untuk selalu berhati-hati dengan kata-kata yang Anda gunakan. Terutama
saat memperbaiki kesalahan anak Anda.
2. Biarkan mereka bermain

Zaman sekarang, cukup sulit mencari permainan yang bisa mengajarkan nilai-nilai
seperti berbagi, peduli, semangat tim, dan ketahanan pada anak-anak.
Namun Anda tetap bisa menanamkan nilai-nilai tersebut dengan cara berolahraga
sambil bermain. Olahraga dan permainan adalah kegiatan pengembangan
kepribadian terbaik untuk anak-anak.
Sayangnya banyak orang tua saat ini melindungi anak-anak mereka dari permainan
lapangan dan bahkan membatasi mereka untuk tidak berolahraga. Padahal ini
sangat penting untuk fisik dan mental anak secara keseluruhan.
Untuk itu, Anda harus melibatkan mereka secara aktif dalam olahraga.
3. Bersikaplah lembut terhadap kekurangan mereka

Banyak orang tua berharap anak-anak mereka unggul dalam segala hal yang
mereka lakukan. Ketika anak-anak tidak sesuai dengan harapan, beberapa orangtua
pun menyatakan kekecewaannya melalui banyak cara. Bahkan tak jarang yang
menuduh anaknya tidak cukup kompeten.
Penting untuk diingat bahwa setiap anak memiliki kemampuan unik. Sebagai orang
tua, Anda harus mengidentifikasi dan mendorongnya. Anda dapat memberikan
bantuan lembut untuk memperbaiki kekurangan anak tanpa mengurangi
kepercayaan diri mereka.
4. Jangan membandingkan anak

Membandingkan anak dengan saudara, teman, kerabat, dan tetangga lain dapat
merusak kepribadian anak. Kebiasaan ini dapat memberikan pesan bahwa ia tidak
cukup baik.
Anak-anak menjadi bingung tentang identitas mereka sendiri dan mulai meniru
orang lain. Untuk itu, memahami kepribadian anak adalah langkah pertama dan
terpenting dalam membangun kepercayaan diri serta kekuatan terbaik mereka.
5. Model perilaku yang tepat

Anak-anak belajar apa yang mereka lihat, lebih dari apa yang mereka dengar.
Karena itu,  menerapkan hal-hal yang Anda anjurkan dapat meninggalkan kesan
abadi pada mereka.
Misalnya dari hal-hal kecil seperti mengatur buku-buku di rak hingga bersikap sopan
kepada para tamu. Anak-anak mengikuti apa yang Anda lakukan.
Jika ada kemunafikan atau kata-kata tidak sesuai dengan perilaku Anda, anak-anak
dapat mengambilnya dengan sangat cepat. Oleh itu, sangat penting untuk
mempraktekkan apa yang Anda ajarkan padanya.
6. Jadilah pendengar yang baik

Anak-anak selalu membutuhkan perhatian. Ketika anak-anak tumbuh, mereka


menjadi semakin mandiri.
Anak-anak pra-sekolah dan balita cenderung mengekspresikan diri mereka lebih
banyak dengan berbicara, terutama pada saat keterampilan bahasa mereka
berkembang. Sebagai orang tua, Anda harus sabar dan mendengarkan cerita
mereka.
Dengan begitu, anak akan merasa lebih percaya diri. 
7. Batasi waktu anak menonton televisi dan bermain gadget

Gadget adalah masalah yang harus dialami oleh orangtua saat ini. Penelitian telah
menunjukkan bahwa terlalu banyak melihat layar gadget atau menonton televisi bisa
mempengaruhi perkembangan intelektual dan sosial anak.
Bermain game di gadget dapat menyebabkan kecanduan dan membuat anak
cenderung lebih sedikit melakukan berinteraksi sosial.
Batasi screen time anak dan ajari mereka untuk menghargai lingkungan serta orang-
orang disekitarnya lebih dari hal-hal virtual yang mereka lihat di gadget.
8. Memberikan kejelasan tanggung jawab pada anak
Terkadang orang tua gagal mengkomunikasikan apa yang mereka harapkan dari
anak dan akhirnya menuduh mereka melakukan kesalahan. Padahal ketika aturan
dan tanggung jawab tegas, beberapa anak belajar menyelaraskan perilakunya akan
hal itu.
Mungkin perlu waktu bagi anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan seperangkat
aturan, tetapi kepatuhan yang berkelanjutan dapat menjadikan suatu kebiasaan
pada akhirnya. Jadi bersabarlah. 
9. Dorong kemandirian anak

Ajak anak secara perlahan mengelola tanggung jawab mereka yang sederhana.
Misalnya mengepak tas sekolah mereka, menyikat gigi, atau meletakan kaus kaki
kotor pada tempatnya. 
Dorong anak Anda untuk melakukannya secara mandiri dengan pengawasan
minimum. Ini tidak hanya melatih mereka dalam keterampilan hidup tetapi juga
meningkatkan rasa tanggung jawab mereka.
10. Terapkan pola asuh yang lembut
Menegur atau melukai anak secara fisik saat mereka melakukan kesalahan dapat
memperburuk keadaan. Untuk itu, cobalah sabar dan jelaskan kepada mereka
konsekuensi dari kesalahan mereka. Ini akan jauh lebih efektif untuk memberikan
perubahan yang lebih positif.
Ingatlah, ketika Anda meneriaki anak, ia akan takut dan tidak mengerti konsekuensi
dari tindakan mereka. Menjelaskan kepada mereka atau bahkan kadang-kadang
membiarkan mereka mengalami hasil tindakan mereka, membantu mereka
memahami hubungan sebab-akibat.

Peran Keluarga dalam Pendidikan Nilai


dan Karakter
 ADMIN DECEMBER 4, 2019 ARTIKEL 0 COMMENTS
Oleh: Frista Zeuny

Dewasa ini, pendidikan karakter merupakan sebuah harapan untuk


meminimalisir efek buruk bagi kemajuan bangsa. Dimana pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Masalah terbesar yang dihadapi oleh suatu bangsa, termasuk bangsa


Indonesia adalah munculnya berbagai macam krisis, diantaranya krisis
ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, keamanan dan moral. Namun
diantara banyaknya krisis tersebut, yang menjadi masalah utama adalah
krisis moral. Dengan adanya krisis moral akan memunculkan berbagai
macam krisis lainnya.

Banyak bukti yang menjelaskan terjadinya kerusakan moral di masyarakat.


Pada tingkat elit, rusaknya moral bangsa ditandai dengan maraknya praktik
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Sementara, pada tingkat bawah
(rakyat), ditunjukkan dengan merajalelanya berbagai tindakan kejahatan
ditengah-tengah masyarakat, seperti penipuan, pencurian, penjambretan,
permpokan, perkosaan maupun pembunuhan. Sedangkan di kalangan
pelajar ditandai dengan maraknya seks bebas, penyalahgunaan narkoba,
penyebaran foto dan video porno, serta tawuran.

Ketika zaman telah bertransformasi menjadi sebuah era komunikasi dan


informasi yang begitu bebas dan terbuka, maka diperlukan sebuah tatanan
nilai yang baik. Salah satunya dengan menerapkan pendidikan pancasila
dan pendidikan karakter yang diterapkan dalam lingkungan keluarga.
Pancasila sebagai ideologi bangsa ini seharusnya akan menjiwai setiap
tingkah laku warganya. Namun hal sebaliknya cenderung terjadi, seperti
ketika kita berselancar di media sosial, seolah terjadi ambivalensi antara
gambaran masyarakat tentang orang indonesia dan kenyataan di dunia
maya. Hal ini dapat dilihat dari begitu banyaknya ujaran kebencinya (hate
speech) yang begitu mudah ditulis oleh pengguna media sosial.

Fenomena tersebut menyadarkan kita akan pentingnya pendidikan


karakter. Pendidikan karakter akan berjalan efektif dan utuh jika melibatkan
tiga institusi, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan karakter
tidak akan berjalan dengan baik jika mengabaikan salah satu institusi,
terutama keluarga. Pendidikan informal dalam keluarga mempunyai
peranan penting dalam proses pembentukan karakter seseorang. Hal itu
disebabkan, keluarga merupakan lingkungan tumbuh dan berkembangnya
anak sejak usia dini hingga menjadi dewasa. Melalui pendidikan dalam
keluargalah karakter seorang anak terbentuk.

Karakter juga dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap
individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa dan Negara. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-
nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya adat istiadat, dan
estetika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari
baik dalam bersikap maupun bertindak.

Karakter yang baik menurut Lickona (2013 : 82), terdiri dari mengetahui
yang baik (moral knowing), menginginkan yang baik (moral feeling), dan
melakukan hal yang baik (moral action), yang dalam penjelasannya
disebutkan sebagai pembiasaan dalam cara berfikir, kebiasaan dalam hati,
dan kebiasaan dalam tindakan.

Orang tua masa kini menaruh perhatian yang sangat besar kepada sekolah
yag bagus dan bergengsi untuk membentuk anak-anaknya menjadi anak
yang pandai, cerdas dan berkarakter. Akan tetapi dalam kenyataannya,
harapan orang tua masih jauh dari realisasinya.

Karakter kita terdiri dari kebiasaan-kebiasaan kita. Kebiasaan yang


terbentuk semasa kanak-kanak dan remaja kerap bertahan hingga dewasa.
Orang tua dapat mempengaruhi pembentukan kebiasaan anak mereka,
dalam hal yang baik maupun yang buruk.

Untuk menanamkan karakter pada diri anak ada beberapa metode yang
bisa digunakan, antara lain :

1. Internalisasi
Internalisasi adalah upaya memasukkan pengetahuan (knowing) dan
keterampilan melaksanakan pengetahuan (doing) ke dalam diri seseorang
hingga pengetahuan itu menjadi kepribadiannya (being) dalam kehidupan
sehari-hari.

 Keteladanan
“Anak adalah peniru yag baik.” Ungkapan tersebut seharusnya disadari oleh
orang tua, sehingga mereka bisa lebih menjaga sikap dan tindakannya
ketika berada atau bergaul dengan anak-anaknya. Berbagi keteladanan
dalam mendidik anak menjadi sesuatu yang sangat penting.

 Pembiasaan
Inti dari pembiasaan adalah pengulangan. Jika orang tua setiap masuk
rumah mengucapkan salam, itu telah diartikan sebagai usaha
membiasakan. Bila anak masuk rumah tidak mengucapkan salam, maka
orang tua mengingatkan untuk mengucapkan salam.

 Bermain
Masa anak-anak merupakan masa puncak kreativitasnya, dan kreativitas
mereka perlu dijaga dengan menciptakan lingkungan yang menghargai
kreativitas, yaitu melalui bermain.

 Cerita
Sebuah cerita mempunyai daya tarik yang menyentuh anak, dengan
bercerita orang tua dapat menanamkan nilai pada anaknya, sehingga dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

 Nasihat
Nasihat merupakan kata – kata yang mampu menyentuh hati disertai
dengan keteladanan. Nasihat memadukan antara metode ceramah dan
keteladanan, namun lebih diarahkan pada bahasa hati.

 Penghargaan dan Hukuman


Memberi penghargaan kepada anak penting untuk dilakukan, karena pada
dasarnya setiap orang membutuhkan penghargaan dan ingin dihargai.
Selain penghargaan, hukuman juga bisa diterapkan untuk membentuk
karakter anak. Penghargaan harus didahulukan, dibandingkan hukuman.
Dalam mensosialisasikan pendidikan karakter, orang tua mempunyai
beberapa kendala, diantaranya :

1. Perubahan zaman dan gaya hidup

2. Pengaruh televisi pada gaya komunikasi anak

3. Perbedaan watak dan jenis kelamin anak

4. Perbedaan tipe kecerdasan anak


Dari berbagai kendala tersebut, orang tua harus senantiasa meningkatkan
pengetahuan dan usahanya, serta harus lebih mengenal anak – anak agar
penanaman karakter pada anak dapat berhasil.

Pendidikan karakter ini tidak akan berhasil dengan baik dan tidak akan
berarti apa – apa, apabila keluarga melepaskan tanggung jawab
pembentukan karakter hanya kepada sekolah. Peran keluarga dalam
pendidikan anak teramat besar, keluarga merupakan unsur terkecil dalam
masyarakat, dari keluarga pulalah anak belajar berperilaku dan bersikap
sebagai anggota masyarakat yang bermartabat. Peran keluarga memiliki
peranan yang penting, agar proses dalam setiap jenjang, jalur, dan jenis
pendidikan serta berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung
jawab.

Anda mungkin juga menyukai