Anda di halaman 1dari 14

BAB 1 PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Mengacu pada capaian RPJMN 2015-2019 beberapa indikator terkait Penyakit
Tidak Menular (PTM) menunjukkan angka capaian target yang dikelompokkan dalam
indikator yang sulit dicapai, meskipun indikator Rencana Strategis PTM 2015 - 2019
telah tercapai. Sebagai contoh pada indikator RPJMN tentang Penurunan Prevalensi
Merokok < 18 tahun pada tahun 2018 adalah 9,1%, sementara capaian tahun 2013
sebesar 7,2%. Hal ini disebabkan belum optimalnya peran dan dukungan dari pihak
lain di luar Kementerian Kesehatan yang mempunyai kewenangan terhadap tembakau
terutama dalam peredaran, iklan luar ruang maupun yang ditayangkan di media
penyiaran dan media sosial serta masih kurangnya komitmen kepedulian kepala
daerah dalam penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di wilayahnya.

Indikator Penurunan Prevalensi Hipertensi pada tahun 2018 tercapai sebesar


34,1%, angka ini lebih meningkat dibanding hasil Riset Keseha- tan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 sebesar 25,8%. Hal ini menunjukkan dalam 5 tahun terakhir
perilaku individu masih dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, pola makan tidak sehat,
kurang aktivitas fisik, stres dan peningkatan faktor risiko PTM lainnya. Penyebab
peningkatan prevalensi hipertensi selain faktor risiko yang telah disebutkan diatas juga
belum optimalnya peran dan dukungan lintas sektor dalam pengendalian kon- sumsi
gula, garam dan lemak berlebihan melalui kepatuhan pencantuman pesan kesehatan
pada kemasan makanan dan makanan siap saji yang dipro- duksi oleh pihak industri dan
penyedia makanan, agar masyarakat dapat memilih makanan olahan yang sehat
sesuai kebutuhan gizinya. Disamping itu faktor lain yang mempengaruhi adalah
budaya kuliner Indonesia yang kaya dan beragam kandungan gula, garam dan lemak,
terbatasnya keterse- diaan pangan sayur dan buah yang bebas pestisida, murah dan
terjangkau oleh masyarakat.

Pada Riskesdas tahun 2013 angka obesitas menunjukkan 14,8% sedangkan


Riskesdas tahun 2018 sebesar 21,8%. Hal ini dipengaruhi oleh

kondisi transisi teknologi yang terjadi dimana segala kemudahan dapat dijangkau
melalui alat komunikasi seperti kemudahan mengakses makanan dan minuman siap saji
dan transportasi yang berdampak pada konsumsi gula, garam dan lemak berlebihan
serta penurunan aktifitas fisik. Selain itu transisi demografi juga ikut mempengaruhi,
usia harapan hidup orang Indonesia semakin tinggi maka potensi untuk terkena PTM
juga bertambah. Penyakit PTM dapat dikendalikan atau dikontrol sepanjang penderita
patuh minum obat sesuai anjuran dokter, Hal yang sangat mungkin untuk mencegah PTM
adalah dengan melakukan intervensi pada faktor risiko yang meliputi perilaku
merokok, konsumsi gula, garam dan lemak berlebihan, kurangnya aktifitas fisik serta
obesit.

Penerapan program PTM di sebagian besar Provinsi masih menemukan kendala


yaitu kurangnya advokasi kepada Pimpinan Daerah untuk melaku- kan
kegiatan/gerakan peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk
mendorong perubahan perilaku individu. Masyarakat harus diberi pemahaman bahwa
PTM adalah the Silent Killer yang seringkali tidak mem- berikan gejala dan keluhan
pada seseorang, namun terdeteksi pada saat penyakit telah kronik atau pada
stadium lanjut, sehingga setiap indivi- du sangat perlu menerapkan perilaku hidup
sehat dan melakukan deteksi dini atau cek kesehatan secara berkala.
Gerakan/kegiatan tersebut perlu diinisiasi oleh para Pimpinan Daerah dan akan sangat
berarti jika dapat sekaligus menjadi role model atau katalisator perubahan hidup sehat.
Komit- men Pimpinan Daerah juga diharapkan dalam menerapkan kebijakan serta
mengalokasikan dukungan anggaran untuk mengoptimalkan program PTM. Mutasi
para pengelola program yang cukup tinggi di daerah juga berpengaruh pada
keberlangsungan program.

Program PTM tahun 2020-2024 lebih fokus pada pencegahan dan pengendalian
faktor risiko PTM dan deteksi dini. Dalam pelaksanaan program 2020-2024 diharapkan
kerjasama pengelola program diperluas ke seluruh elemen masyarakat meliputi
institusi pemerintah maupun swasta, sekolah dan kampus serta komunitas melalui
pemberdayaan dan pembentukan agen perubahan perilaku pencegahan PTM sehingga
mening- katkan kepedulian masyarakat untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan
dirinya. Sangat diharapkan inisiatif pencegahan faktor risiko PTM melalui
pemberdayaan masyarakat yaitu timbul dan dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat
itu sendiri.

B TUJUAN PEDOMAN

Tujuan Umum

Terlaksanya pencegahan dan pengendalian factor resiko PTM berbasis peran


serta masyarakat secara terpadu rutin dan periodic

Tujuan Khusus

1.Terlaksananya deteksi dini factor resiko PTM

2.Terlaksananya pemantauan factor resiko PTM

3.Terlaksananya tindak lanjut dini factor resiko PTM

4 Terlaksanya Pelayanan Usia Produktif : 55193

5.Terlaksananya Pelayanan Hipertensi : 24928


6. Terlaksanaya Pelayanan DM : 1658

C SASARAN PEDOMAN
Masyarakat Usia 15 Tahun s/d 59 Tahun

D.RUANG LINGKUP PEDOMAN


Ruang lingkup pedoman ini meliputi pelaksanaan dan pembinaan
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dan peran pemangku kepentingan
terkait dalam pelaksanaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan di Wilayah kerja Puskesmas .......
Pelayanan Kesehatan P2M dibagi dalam dua macam kegiatan, yaitu :
1. Kegiatan di dalam gedung Puskesmas
Meliputi :

a. Melakukan deteksi dini dan diagnosa dini PTM (Penyakit Tidak Menular)

b. Deteksi dini ca cérvix dengan IVA test


2 Kegiatan di luar gedung Puskesmas
Meliputi ;
a. Deteksi Dini Faktor Resiko PTM di Posbindu
b. Pelaksanaa Gervasa ( Gerakan IVA ke Desa )

E.BATASAN OPERASIONAL
Berkaitan dengan progam penanggulangan penyakit, maka puskesmas bertugas
mengembangkan segala potensi yang ada untuk menjalin kemitraan dan kerjasama
dengan semua pihak yang terkait. Pelaksanaan manajemen progam penanggulangan
penyakit meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta
mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).
Selain itu dalam mengatasi hambatan yang dihadapi dan dengan
menyesuaikan tugas pokok dan fungsi uraian kegiatan progam PTM, maka strategi
operasional yang dilakukan dalam penanggulangan pemberantasan penyakit
diantaranya melalui :
1. Peningkatan mutu pelayanan di semua unit pelayanan kesehatan baik
pemerintah maupun swasta.
2. Penggalanagn kemitraan dengan organisasi profesi, lintas sektoral, institusi
pendidikan, dan lain-lain.
3. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka mendorong kemandiriannya untuk
pelaksanaan Deteksi Dini di Posbindu
Kegiatan yang dilakukan progam PTM di Puskesmas adalah :
1. Meningkatkan upaya pelayanan Usia Produktif di dalam dan luar gedung
Puskesmas.
2. Meningkatkan upaya pelayanan Hipertensi.
Beberapa ketentuan perundang - undangan yang digunakan sebagai dasar
Penyelenggaraan Upaya Pencegahan Penyakit Tidak Menular di Puskesmas
adalah sebagai berikut
Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 158 ayat 1 yang
menyatakan bahwa pemerintah daerah, dan masyarakat melakukan upaya
pencegahan, pengendalian, dan penanganan PTM beserta akibat yang ditimbulkan.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penanggulangan
Penyakit Tidak Menular
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Sesuai dengan pasal 88 dan pasal 96 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan disebutkan bahwa tenaga kesehatan yang diijinkan
berprofesi minimal berijazah Diploma Tiga ( D III ). Realisasi tenaga program PTM
yang ada di Puskesmas ...... adalah :
Kegiatan Kualifikasi SDM Realisasi

PTM Minimal D III Diampu oleh 1 orang


petugas dengan latar
belakang pendidikan
minimal DIII
Keperawatan /
Kebidanan / Lingkungan

B. Distribusi Ketenagaan
Pengaturan dan penjadualan Koordinator PTM di puskesmas dikoordinir oleh
Penanggung jawab masing-masing program sesuai dengan kesepakatan.

Kegiatan Petugas Unit terkait


P2 :
PTM Lilis Sugiarti, Amd.Keb Poli umum, poli KIA,
Rawat inap, Laborat,
RM.
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
Lantai 1

Lantai 2

B. Standar Fasilitas

B.Standar Fasilitas
a. Panduan bagi setiap pemegang program: 1 buah
b. Kit POSBINDU:
 Tensi
 Timbangan
 Matlin
 Bodifat
 Alat Cek Laborat Sederhana
 Tinggi Badan
 Bahan Habis Pakai
c. Kit Penyuluhan Kesehatan Masyarakat : 1 kit
d. Kit audiovisual , yang terdiri dari:
 Wireless system/Amplifier dan Wireless Microphone 1 Unit
 Microphone: 2 buah
 Speaker: 1 buah
 Laptop
 LCD projector
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan
Berikut uraian rincian kegiatan program PTM :
1. Kegiatan di dalam gedung Puskesmas meliputi :
a. Melakukan deteksi dini dan diagnosa dini PTM (Penyakit Tidak Menular)
b. Melakukan Pemeriksaan Kangker Payudara Dan Kangker leher rahim ( IVA Test
2. Kegiatan di luar gedung Puskesmas meliputi :
a. Deteksi Dini Faktor Resiko PTM di Posbindu
b. Pelaksanaan Gervasa ( Gerakan IVA ke Desa )

B. Metode

Metode dalam program pengendalian penyakit tidak menular dan factor resikonya
melalui beberapa kegiatan yaitu:
1. Deteksi Dini Faktor Resiko PTM dg Metode 5 Meja
2. Pemeriksaan klinis, fisik, laboratorium dan penegakan diagnosa

C. Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Diseminasi informasi pengendalian penyakit tidak menular dan faktor
resikonya tingkat Kecamatan dan pihak lain yang terkait.
b. Membentuk dan mengaktifkan kelembagaan pemberdayaan masyarakat
bidang kesehatan tingkat Kecamatan

2. Perencanaan

a. Merencanakan teknis kegiatan program pemberantasan penyakit dengan


lintas sektor terkait
b. Mengalokasikan anggaran untuk kegiatan program pegendalian Penyakit
tidak Menular yang bersumber dari dana BLUD

3. Pelaksanaan
a. Menetapkan mekanisme koordinasi antar sektor terkait dengan leading
sektor dari Puskesmas (penanggung jawab program PIM )
b. Membentuk dan mengaktifkan kelembagaan untuk pelaksanaan kegiatan
program PTM di tingkat Kecamatan.
4. Melaksanaan kegiatan program PTM sesuai dengan jadual yang telah disusun.
5. Monitoring dan evaluasi
a. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat
b. Melaporkan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat.
BAB V
LOGISTIK

Perencanaan logistik adalah merencanakan kebutuhan logistik yang


pelaksanannya dilakukan oleh semua petugas penanggungjawab program kemudian
diajukan sesuai dengan alur yang berlaku di masing-masing organisasi.
Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan kegiatan direncanakan dalam
pertemuan lokakarya mini lintas program dan lintas sektor sesuai dengan tahapan
kegiatan dan metoda pemberdayaan yang akan dilaksanakan.
1. Kegiatan di dalam gedung Puskesmas membutuhkan sarana dan prasarana antara lain
:
- Meja, Kursi
- Alat tulis
- Buku catatan Kegiatan
- Leaflet
- buku panduan
- komputer
Perencanaan untuk pengadaan sarana dan prasarana dibuat oleh petugas
kesehatan lingkungan berkoordinasi dengan petugas pengelola barang. Rencana
pengadaan sarana dan prasarana dibahas di dalam minilokakarya Puskesmas untuk
mendapatkan persetujuan Kepala Puskesmas.
Kegiatan di luar gedung Puskesmas membutuhkan sarana dan prasarana yang
meliputi :
 Surat Tugas
 Buku
 Pulpen
 Label
 From PTM
 Masker
 Hand scoon
 Hand sanitizer
Prosedur pengadaan barang dilakukan oleh petugas kesehatan lingkungan
berkoordinasi dengan petugas pengelola barang dan dibahas dalam pertemuan mini
lokakarya Puskesmas untuk mendapatkan persetujuan Kepala Puskesmas. Sedangkan
dana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan direncanakan oleh koordinator UKM
esensial dan keperawatan berkoordinasi dengan bendahara puskesmas dan dibahas
dalam kegiatan mini lokakarya puskesmas untuk selanjutnya dibuat perencanaan kegiatan
( POA – Plan Of Action).
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN

Setiap kegiatan yang dilakukan pasti akan menimbulkan resiko atau dampak,
baik resiko yang terjadi pada masyarakat sebagai sasaran kegiatan maupun resiko yang
terjadi pada petugas sebagai pelaksana kegiatan. Keselamatan pada sasaran harus
diperhatikan karena masyarakat tidak hanya menjadi sasaran satu kegiatan saja
melainkan menjadi sasaran banyak program kesehatan lainnya. Tahapan – tahapan
dalam mengelola keselamatan sasaran antara lain:
1. Identifikasi Resiko.
Penanggungjawab program sebelum melaksanakan kegiatan harus mengidentifikasi
resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan
kegiatan. Identifikasi resiko atau dampak dari pelaksanaan kegiatan dimulai sejak
membuat perencanaan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi dampak yang
ditimbulkan dari pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko terhadap sasaran
harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
2. Analisis Resiko.
Tahap selanjutnya adalah petugas melakukan analisis terhadap resiko atau dampak
dari pelaksanaan kegiatan yang sudah diidentifikasi. Hal ini perlu dilakukan untuk
menentukan langkah-langkah yang akan diambil dalam menangani resiko yang terjadi.
3. Rencana Pencegahan Resiko dan Meminimalisasi Resiko.
Setelah dilakukan identifikasi dan analisis resiko, tahap selanjutnya adalah
menentukan rencana yang akan dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko atau
dampak yang mungkin terjadi. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah atau
meminimalkan resiko yang mungkin terjadi.
4. Rencana Upaya Pencegahan.
Tahap selanjutnya adalah membuat rencana tindakan yang akan dilakukan untuk
mengatasi resiko atau dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan yang dilakukan. Hal ini
dampak yang terjadi.
5. Monitoring dan evaluasi
Monitorng adalah penilaian yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan sedang
berjalan.
Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan sudah berjalan sesuai
dengan perencanaan, apakah ada kesenjangan atau ketidaksesuaian pelaksanaan
dengan perencanaan. sehingga dengan segera dapat direncanakan tindak lanjutnya.
Tahap yang terakhir adalah melakukan Evaluasi kegiatan. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui apakah tujuan sudah tercapai.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari sering


disebut Safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah petugas dan
hasil kegiatannya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan.
Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana
kerja yang aman, kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan
serta penurunan kesehatan akibat dampak dari pekerjaan yang dilakukan, bagi petugas
pelaksana dan petugas terkait. Keselamatan kerja disini lebih terkait pada perlindungan
fisik petugas terhadap resiko pekerjaan.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya
kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Seiring dengan kemajuan Ilmu dan tekhnologi, khususnya sarana dan
prasarana kesehatan, maka resiko yang dihadapi petugas kesehatan semakin meningkat.
Petugas kesehatan merupakan orang pertama yang terpajan terhadap masalah
kesehatan, untuk itu`semua petugas kesehatan harus mendapat pelatihan tentang
kebersihan, epidemiologi dan desinfeksi. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan
kesehatan untuk memastikan kondisi tubuh yang sehat. Menggunakan desinfektan yang
sesuai dan dengan cara yang benar, mengelola limbah infeksius dengan benar dan harus
menggunakan alat pelindung diri yang benar.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu adalah kegiatan yang bersifat rutin yang dirancang untuk
mengukur dan menilai mutu pelayanan. Pengendalian mutu sangat berhubungan dengan
aktifitas pengawasan mutu, sedangkan pengawasan mutu merupakan upaya untuk
menjaga agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai rencana dan menghasilkan
keluaran yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Kinerja pelaksanaan dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator
sebagai berikut:
1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadual
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan
3. Ketepatan metoda yang digunakan
4. Tercapainya indikator
Hasil pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi serta permasalahan yang ditemukan
dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini tiap bulan.
BAB IX

PENUTUP

Pedoman pelaksanaan Upaya Pencegahan Penyakit ini dibuat untuk memberikan


petunjuk dalam pelaksanaan Upaya Pencegahan Penyakit di Puskesmas ......,
penyusunan pedoman disesuaikan dengan kondisi riil yang ada di puskesmas, tentu saja
masih memerlukan inovasi-inovasi yang sesuai dengan pedoman yang berlaku secara
nasional. Perubahan perbaikan, kesempurnaan masih diperlukan sesuai dengan
kebijakan, kesepakatan yang menuju pada hasil yang optimal.
Pedoman ini digunakan sebagai acuan bagi petugas dalam melaksanakan
pelayanan Upaya Pencegahan Penyakit di puskesmas agar tidak terjadi penyimpangan
atau pengurangan dari kebijakan yang telah ditentukan.

Kepala UPTD Puskesmas……….

dr ……..
Nip ………….

Anda mungkin juga menyukai