Anda di halaman 1dari 48

BAB II

DASAR TEORI

2.1. DIFFERENTIAL

Differential atau sering dikenal dengan nama gardan ( Bahasa Inggris :

diffferential ; yang berarti pembeda ) adalah komponen yang ada dalam

rangkaian penggerak ( power train ) kendaraan / alat berat yang mempunyai

fungsi utama utama untuk membedakan putaran roda kiri dan kanan pada saat unit

sedang berbelok. Tujuannya agar unit dapat berbelok dengan baik tanpa membuat

kedua ban menjadi slip atau tergelincir. Gardan juga berfungsi untuk merubah

gerak putar poros propeler menjadi gerak maju atau mundur pada roda.

Komponen ini juga sebagai penerus tenaga yang mengubah putaran axial dari

transmissi menjadi gerakkan linear ke kiri dan ke kanan kearah roda, dengan

differential roda kiri dan kanan memungkinkan untuk berbeda arah putarannya.

Differential membagi torque selalu sama pada final drive kiri maupun putarannya.

2.1.1. Jenis-Jenis Differential

Differential di pasang pada unit dengan menggunakan roda atau wheel.

Sedangkan bevel gear biasanya di pasang pada unit atau alat berat yang

menggunakan track atau rantai besi. Jenis – jenis differential ada 4 jenis yaitu :

9
10

1. Standar differential,

2. Nospin Differential,

3. Limited Slip Differential,

4. Locking Differential.

2.1.1.1. Standar Differential

Differential ini membagi torque selalu sama pada final drive kiri maupun

kanan. Tipe ini kurang efisien bila mesin / unit dalam kondisi slip. Jenis ini

biasanya dipasang pada kendaraan dengan 4 wheel drive. Pada off high way truck

yang menggunakan differential standar ini di pasang AETA ( Automatic

Electronic Traction Aid )

Gambar 2.1. Komponen Standar Differential

( reff; http://delvinbudiprasetya.blogspot.com/2012/12/differential.html ; Selasa, 8 Apr 14 ; 14:00 )


11

Komponen standard differential adalah :

 Differential case

 Pinion gear atau spider gear

 Side gear

 Spider shaft

 Differential Case

Differential case assembly merupakan tempat komponen-komponen dari

differential group. Bevel ring gear di baut dengan case assembly. Case assembly

akan memutarkan spider shaft dan pinion gear yang bersilangan dengan side gear

untuk memutarkan final drive sun shaft.

 Pinion Gear

Pinion gear atau spider gear bergerak berrotasi dan berevolusi mengikuti putaran

spider shaft dan memindahkan tenaga dari differential case ke side gear dan

kemudian ke sun shaft. Pinion gear akan berputar berotasi (berputar pada

sumbunya) hanya pada saat berbelok atau slip, sehingga putaran roda kiri dan

kanan akan berbeda.

 Spider Shaft

Spider shaft digerakkan oleh differential case dan sebagai tempat dudukan pinion

gear.

 Side Gear

Side gear di-spline ke sun gear shaft. Pinion gear akan menggerakkan side

gear sehingga sun gear shaft akan berputar.


12

Gambar 2.2. Overall Standar Differential

( reff; http://delvinbudiprasetya.blogspot.com/2012/12/differential.html ; Selasa, 8 Apr 14 ; 15:00 )

2.1.1.2. Nospin Differential

Sistem ini merupakan jenis differential yang dapat mengunci secara otomatis

(automatic locking) yang memaksa kedua roda untuk berputar dengan kecepatan

yang sama dalam kondisi apapun. Differential ini secara efektif mengunci seluruh

roda dan mengalirkan torque sampai 100% dari torque yang tersedia ke salah satu

roda jika di perlukan. Ketika berbelok, roda luar menjadi tidak terhubung

(disengage) dan berputar lebih cepat, kemudian mengalirkan torque ke roda yang

berputar pelan. Bila putaran salah satu roda melebihi putaran penggerak atau over run,

No-Spin differential akan memutuskan hubungan dengan roda yang berputar lebih

cepat tadi dengan cara memisah kan spider shaft dari jaw clutch. Roda yang berputar

lebih cepat tadi akan bebas. Semua torsi dan kecepatan akan dikirimkan ke roda yang

putarannya lebih lambat. Differential ini biasanya di pakai pada unit wheel loader,

integrated tool carrier, landfill compactor dll.


13

Gambar 2.3. Nospin Differential ( reff : Modul BMS PT. “B” )

2.1.1.3. Limited Slip Differential

Limited slip differential merupakan jenis differential yang dapat mengunci

(locking type) yang di rancang untuk menyalurkan tenaga yang sama ke kedua

roda. Limited slip differential ini dapat menyalurkan tenaga yang hilang dari sisi

yang bertraksi kecil ke sisi yang bertraksi besar. Pada differential jenis ini terdapat

dua multidisc clutch. Setiap clutch menghubungkan side gear dengan rotating

housing. Kedua roda akan digerakkan dengan torsi dan kecepatan yang sama saat

bergerak lurus bila kondisi pijakan kedua roda cukup bagus. Pada standard

differential, bila machine di angkat dan salah satu roda di rem, roda lainnya akan

berputar lebih cepat. Pada limited slip differential, clutch membuatnya lebih sulit

terjadi karena faktor yang meningkat secara proporsional terhadap torsi input. Efek

penguncian terjadi karena adanya gesekan internal pada gaya pemisahan dalam

differential akan menekan clutch pack. Ini mengakibatkan torsi pada roda yang

berputar cepat akan disalurkan ke roda dengan kondisi pijakan yang bagus.

Differential ini merupakan pengembangan langsung dari standar

differential. Komponen utama pada limited slip differential antara lain : side gear,
14

clutch pack, pinion gear, pinion shaft dan actuator housing. Differential jenis ini

biasanya dipakai pada unit wheel loader, integrated tool carrier dll.

Gambar 2.4. Limited Slip Differential ( reff : Modul BMS PT. “B” )

2.1.1.4. Locking Differential

Sistem ini tidak secara otomatir bekerja tapi di kendalikan oleh operator.

Apabila lock di aktifkan maka roda kiri dan kanan akan berputar dengan torque
15

yang sama. Dan apabila lock tidak diaktifkan maka sistemnya sama dengan

standar differential.

Differential lock umumnya digunakan pada motor grader. Differential jenis ini

dapat diaktifkan dan dikunci menggunakan differential switch pada kabin operator.

Bila operator menginginkan machine bergerak lurus maka differential harus di kunci.

Hal ini mengakibatkan semua torsi dipindahkan ke empat roda tandem pada semua

kondisi pijakan. Untuk mengurangi radius belok machine dan untuk mengurangi

keausan pada ban maka differential lock harus dimatikan.

Differential untuk motor grader memiliki clutch antara side gear kiri dan

differential housing. Saat differential terkunci, solenoid akan mengalirkan oli ke

belakang piston untuk meng-engage-kan clutch sehingga side gear kiri akan

berputar dengan kecepatan yang sama dengan rotating housing. Pinion gear tidak

akan berputar pada porosnya sebab spider shaft & side gear berputar dengan

kecepatan yang sama. Pinion gear akan menahan side gear satunya. Kedua axle

shaft (kiri dan kanan) kemudian akan berputar dengan kecepatan yang sama

dengan rotating housing. Bila differential switch di-off-kan, solenoid akan

menutup aliran oli menuju clutch pack sehingga kedua side gear akan berputar

bebas. Differential lock mendorong salah satu dari side gear agar ber putar bersama

rotating housing. Ini mengakibatkan differential bekerja seperti solid axle dan

memindahkan semua torsi ke kedua roda (kiri dan kanan). Hal ini menyebabkan

kedua roda berputar dengan kecepatan yang sama, tanpa terpengaruh kondisi pijakan.

Komponen dalam differential lock ini adalah : pinion, bevel gear, carrier,, spider

gear dan side gear. Selain di pasang di motor grader differential lock juga di pasang
16

di beberapa dump truck yang digunakan di tambang seperti dump truck batubara dan

pengangkut tanah penutup batubara ( overburden ).

Gambar 2.5. Locking Differential ( reff : Modul BMS PT. “B” )

2.1.2. Bagian Utama & Cara Kerja Differential

Gambar 2.6. Bagian Utama Differential ( reff : Modul Training Astra )


17

Differential terbagi menjadi 2 bagian :

1. Final Gear

Final gear terdiri dari komponen drive pinion dan ring gear. Fungsi dari final

gear adalah untuk memperbesar momen ( torque ) dan merubah arah putaran

hingga sebesar 90o.

Keterangan :

1. Pinion Gear
2. Crown Gear / Ring Gear
3. Differential Gear

Gambar 2.7. Bagian Final Gear & Differential Gear ( reff ; modul isuzu )

Tipe Final Gear terdiri dari 2 jenis :

 Tipe Hypoid Bevel Gear

Tipe ini digunakan pada unit untuk


Ring gear
penggerak roda belakang (rear axle),
dimana drive pinion terpasang offset
Offset dengan garis tengah ring gear / crown
gear. Keuntungan tipe ini adalah
Drive pinion mempunyai suara yang di halus saat
dioperasikan.

Gambar 2.8. Hypoid Bevel Gear ( reff ; modul training astra )


18

 Tipe Helical Bevel Gear

Tipe ini digunakan pada unit untuk penggerak roda depan (front

axle). Keuntungan dari gear ini adalah memiliki keuntungan bunyi dan

getaran lebih kecil dan momen / torque dapat di pindahkan dengan

halus.

Gambar 2.9. Helical Bevel Gear ( reff ; modul training astra )

2. Differential Gear

Differential gear adalah gear yang terdiri dari side gear (sun gear)

dan pinion gear ( planetary gear ). Fungsi dari differential gear adalah

untuk membedakan kecepatan putar dari kedua roda baik roda kiri maupun

roda kanan saat berbelok.

Sun gear atau side gear terdiri dari 2 gear sedangkan planetary

terdiri dari 4 gear. Dimana planetary gear bergerak mengelilingi sun gear

( side gear ). Fungsi planetary gear mampu menjalankan fungsi sebagai

pembeda putaran saat berbelok atau menerima beban yang berbeda.


19

Keterangan :

1. Planetary Gear

2. Sun Gear

3. Spider Joint

Gambar 2.10. Bagian Differential Gear ( reff ; modul isuzu )

Cara kerja Differential :

Pada saat jalan lurus.

Selama kendaraan berjalan lurus, poros roda-roda belakang akan diputar

oleh drive pinion melalui ring gear differential case, roda-roda gigi differential

pinion Shaft, roda-roda gigi differential pinion,gigi side gear tidak berputar , tetap

terbawa kedalam putaran ring gear. dengan demikian putaran pada roda kiri dan

kanan sama.

Gambar 2.11. Differential saat jalan lurus ( reff : Modul BMS PT. “B” )
20

Pada saat membelok.

Pada saat kendaraan membelok ke kiri tahanan roda kiri lebih besar dari

pada roda kanan. Apabila diferensial case berputar bersama ring gear maka pinion

akan berputar pada porosnya dan juga pergerak mengelilingi side gear sebelah

kiri, sehingga putaran side gear sebelah kanan bertambah, yang mana jumlah

putaran side gear satunya adalah 2 kali putaran ring gear. Hal ini dapat dikatakan

bahwa putaran rata-rata kedua gigi adalah sebanding dengan putaran ring gear.

Belok kanan :

Gambar 2.12. Differential saat belok kanan ( reff : Modul BMS PT. “B” )

Drive pinion memutarkan ring gear, rign gear memutarkan differential

case, diferential case menggerakkan pinion gear melalui pinion shaft dan pinion

gear memutarkan side gear kiri mengitari side gear kanan karena tahanan roda

kanan lebih besar, sehingga menyebabkan putaran roda kiri lebih besar, sehingga

menyebabkan putaran roda kiri lebih besar dari roda kanan.


21

Belok kekiri :

Gambar 2.13. Differential saat belok kiri ( reff : Modul BMS PT. “B” )

Drive pinion memutarkan ring gear, ring gear memutarkan differential case,

differential case menggerakkan pinion gear melalui pinion shaft dan pinion gear

memutarkan side gear kanan mengintari side gear kiri karena tahanan roda kiri

lebih besar, sehingga menyebabkan putaran roda kanan lebih besar dari roda kiri.

Salah satu roda masuk lumpur :

Saat satu roda masuk kedalam lumpur maka roda yang masuk lumpur tersebut

mempunyai tahanan kecil, sehingga sulitnya mengeluarkan roda dari lumpur.

Gambar 2.14. Bagian-bagian Differential ( reff : Modul BMS PT. “B” )


22

2.1.3. Perhitungan Ratio Differential

Perhitungan gear ratio differential di pengaruhi oleh final gear yaitu

perbandingan gigi antara ring gear ( crown gear ) dengan pinion gear. Karena

perbandingan gear ini yang langsung diteruskan ke roda sebagai output dari

differential. Sedangkan differential gear sendiri hanya berfungsi sebagai pembeda

putaran. Sehingga secara perhitungan gear ratio tidak di perhitungkan sebagai

bagian dari output power atau torque.

Berikut ini beberapa perhitungan terkait dengan Gear Ratio Differential :

1. Rumus Gear Ratio Differential adalah :

GR =
Jumlah gigi ring gear
( 2.1 )

2. Jumlah putaran ring gear dapat dirumuskan sbb :

( 2.2 )

Tabel 2.1. Putaran Ring Gear dalam RPM ( reff ; modul training astra )

3. Road Speed ( Kecepatan Jelajah dalam km/jam )

Jumlah gigi drive pinion


(2.3)
23

Tabel 2.2. Tyre Revolution per Kilometer ( reff ; Vehicle Standar Buletin )

No Tyre Size Tyre Rev. per Km


1 9 R 22.5 345
2 10 R 22.5 325
3 11 R 22.5 315
4 12 R 22.5 305
5 13 R 22.5 295

1 255 / 70 R 22.5 355


2 275 / 70 R 22.5 345
3 275 / 80 R 22.5 330
4 295 / 80 R 22.5 320
5 315 / 80 R 22.5 320
6 385 / 65 R 22.5 315
7 425 / 65 R 22.5 300
8 445 / 165 R 22.5 290

1 8.25 * 16 385

1 8.25 * 20 345
2 9.00 * 20 325
3 10.00 * 20 315
4 11.00 * 20 310
5 12.00 * 20 295
6 13.00 * 20 285
7 14.00 * 20 270

1 10.00 * 22 345
2 11.00 * 22 325

1 11.00 * 24 280
2 12.00 * 24 270

2.2. MAXIMUM DAN CRUISING ROAD SPEED

Dalam pembahasan kecepatan atau speed sangat dipengaruhi juga oleh

differential. Dalam hal ini adalah terkait dengan perbandingan gigi atau Gear

Ratio Differential. Ada 2 speed yang akan kita bahas yaitu : maximum road speed

dan cruising road speed.


24

Maximum Road Speed :

Maximum road speed adalah kecepatan berjalan kendaraan pada saat unit

sedang beroperasi yang dicapai sampai puncaknya. Road speed sering dinilai

tidak tepat. Top speed ( kecepatan puncak ) mungkin merupakan kecepatan yang

tidak layak atau secara praktikal tidak ekonomis dari sudut pandang aplikasi alat.

Apabila kecepatan tertentu tidak dihasilkan dari rangkaian penggerak ( power

train ), maka biasanya engine yang menjadi penyebab kurangnya daya / power.

Faktor – faktor berikut ini harus di pertimbangkan dalam mengukur kecepatan,

yaitu ; beban & muatan unit, kondisi jalan, angin dan ketinggian

Cruising Road Speed :

Cruising road speed / kecepatan jelajah merupakan faktor yang sangat signifikan

mempengaruhi konsumsi bahan bakar, sehingga diharapkan pemakaian bahan

bakar lebih ekonomis. Setidaknya ada 5 faktor utama yang mempengaruhi

konsumsi bahan bakar :

- Driver / Operator

- Kecepatan kendaraan / unit

- Aerodinamika

- Suhu ambient

- Beban kendaraan ( muatan atau kosongan )

Operator dengan skill terbaik dalam fleet tertentu dapat menggunakan bahan bakar

lebih irit sekitar 20% dibanding operator lainnya yang kurang trampil pada

pekerjaan yang sama. Pada kecepatan 89 km/jam atau lebih, dan atau setiap

penambahan kecepatan, akan memungkinkan terjadinya loss ( kehilangan )


25

0,0425 km/lt dari konsumsi bahan bakarnya. Kondisi yang cukup sensitif ini dapat

di pengaruhi oleh aerodinamika kendaraan. Dalam kombinasi prime mover –

trailler, prime mover sendiri secara aerodinamis mempengaruhi konsumsi bahan

bakar sekitar 0,2126 km/lt. Pada perubahan temperatur ambient dari 21o C ke –

4oC, konsumsi bahan bakar juga terpengaruh sekitar 0,3189 km/lt. Dan juga

sebaliknya kepadatan udara pun sangat berdampak terhadap fuel consumption.

Untuk bahan bakar API 38, saat cuaca dingin konsumsi bahan bakar pun

terpengaruh sekitar 0,064 km/lt, lain hal nya dengan bahan bakar API 35 yang

lebih baik dibanding API 38. Cruising speed dan max. speed harus di hitung

terlebih dahulu sebelum memilih engine yang tepat bagi pengguna.

2.3. GRADEABILITY

Gradeability didefinisikan sebagai grade maksimum kendaraan yang bisa

di toleransi tanpa kehilangan kecepatan gerak. Biasanya, kemampuan menanjak

didefinisikan pada gigi tertinggi. Rata-rata penggunaannya, gradeability terjadi

pada torsi puncak di gigi tertinggi yang seharusnya dicapai, rata-rata pada grade

1,8% atau minimum 1,5%. Untuk GCW sebesar 90,000-140,000 lb (40.823 -

63.503 kg ), grade 1,5% mungkin masih wajar dengan menggunakan transmisi

gigi 1 Low . Untuk beban lebih berat, grade 1,5% hanya dapat dicapai dengan gigi

2 Low. Gradeability untuk kecepatan jelajah dapat digunakan gigi tertinggi, tapi

harus dengan grade 1,0% (minimum). Gradeability cukup mudah untuk diukur

pada kendaraan tapi ini sulit untuk memperkirakan saat pemilihan speed-nya dan

penerapannya. Dalam kondisi tertentu operator dapat dengan mudah menentukan

seberapa curam tanjakan grade kendaraan bisa di daki (dilalui). Hal ini lebih
26

menarik, untuk mengetahui seberapa cepat kendaraan bisa menanjak saat

melewati rute tertentu. Hal ini penting untuk operator karena efek dari grade yang

dilalui pada beberapa kali trip. Belokan, tergantung pada kecepatan di grade yang

ditoleransi, dapat menjadi faktor yang signifikan ketika mempertimbangkan

gradeability.

Dalam beberapa referensi di dunia alat berat, Gradeability di definisikan

sebagai kemampuan alat berat ( traktor atau truck ) untuk beroperasi pada lokasi

kemiringan ( slope ) terutama pada saat mendaki / menanjak dalam beberapa

variasi sudut kemiringan dalam satuan %. Variable yang di gunakan dalam

perhitungan gradeability cukup komplek. Sehingga perhitungan ini menjadi

penting disaat seorang engineer tambang harus mendesain tambang maupun jalan

tambang. Kondisi akan menjadi sangat fatal apabila gradeability tidak di kaitkan

dalam rancangan mine design. Gradeability dinyatakan dalam % karena slope

atau kemiringan biasanya di wakili dengan Tan 

Rumus Gradeability :

Dimana ;
V =
kecepatan /
𝑇 𝑥speed
𝑖 𝑥 ή ( km/jam
𝐺= [ ] − µ𝑟 ( 2.4 )
𝑤 )𝑥 𝑟
RPM =
putaran mesin (
Gambar 2.15. Grade Jalan ( reff ; Hino Modul Training )
rpm )
Ra = gear
ratio differential
Rtrans = gear
ratio transmisi
27

Keterangan :

T : Engine Max Torque

i : Transmission Gear Ratio x Rear Axle Gear Ratio

ή : Mechanical Effisien

μr : Coeffisien of rolling resistance

w : Gross Vehicle Weight

r : Dynamic Radius of Tire

G : Gradeability ( % )

2.3.1. Engine Maximum Torque

Torsi Maksimum adalah kemampuan mesin menghasilkan torsi terbesar.

Dimulai dari proses pembakaran diruang bakar, Ledakan ini mendorong piston

menekan connecting rod dan memutar crankshaft. Putaran crankshaft inilah

dimulainya torsi mesin (kemampuan puntir). Dari crankshaft, torsi melewati fly

wheel, transmisi, gardan/differential dan roda sehingga kendaraan dapat bergerak

dari posisi diam. biasanya ukuran torsi maksimum dinyatakan dalam pound.feet

atau Newton meter bisa juga kg.meter. Jadi perbedaan antara horsepower dan

torsi, adalah bahwa horsepower adalah jumlah tenaga mesin yang bekerja dalam

kurun waktu tertentu, sedang torsi adalah ukuran tenaga. Torsi adalah salah satu

komponen dari horsepower.

Torque adalah gaya yang digunakan untuk menghasilkan putaran pada

jarak tertentu. Sehingga rumus dasar torque adalah :

Torque (T) = Force (F) x Lever (L)


28

Ketika torque diterapkan pada performa kendaraan alat berat, maka hal ini

merupakan kemampuan untuk mengatasi beberapa nilai resistensi ( tahanan )

antara lain berat kendaraan, muatan unit / beban, kondisi jalan, dan hambatan

angin. Torque dapat dinaikkan atau di turunkan secara teknis dengan cara

perubahan panjang tuas/lever atau perubahan gear ratio baik transmisi maupun

differential. Rumus dasar torque :

(2.5) atau (2.6)

Dimana :

T = torque / torsi dalam satuan Nm Grade = 30%

P = power / daya dalam satuan HP

n = putaran engine dalam satuan rpm

5252 = kontanta ( tetapan )

2.3.2. Gear Ratio ( Transmission & Rear Axle )

Transmisi pada kendaraan berfungsi untuk menyesuaikan putaran dan

momen puntir (torsi) yang dihasilkan engine agar sesuai untuk kecepatan

kendaraan dan beban kendaraan pada suatu kondisi tertentu. Sehingga gear ratio

merupakan perbandingan gigi-gigi pada kotak transmisi. Gear ratio inilah yang

mampu melakukan perubahan torque atau torsi pada output engine. Output engine

diteruskan transmisi ke penggerak akhir dalam bentuk torsi atau torque.

Variasi gear ratio transmisi memungkinkan unit atau kendaraan melakukan

perubahan kecepatan dan perubahan momen atau torsi.


29

Untuk unit Hino FM 260 JD mempunyai gear ratio transmisi sbb :

Tabel 2.3. Tabel Gear Ratio ( reff ; Hino Specification )

Transmission Gear Ratio


Gigi
FM 260 JD ZS4141-1 ZS4141-2
C 12,728
1 8,829 13,804 11,539
2 6,281 9,487 7,930
3 4,644 6,529 5,458
4 3,478 4,565 3,816
5 2,538 3,023 2,527
6 1,806 2,078 1,737
7 1,335 1,430 1,195
8 1,000 1,000 0,835
R 12,040 12,923 10,803

Rear Axle Gear ratio adalah perbandingan gigi yang ada pada gardan atau

differential. Biasanya perbandingan yang ada pada final gear, yaitu perbandingan

pinion gear dan ring gear. Perbandingan gigi akhir (rear axle) ini setiap

produk atau merek kendaraan beda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor

salah satunya adalah terkait dengan aplikasi unit atau alat tersebut. Untuk heavy

equipment khusus di tambang biasanya mempunyai perbandingan gigi akhir lebih

besar. Karena rear axle gear ratio ini sangat berpengaruh terhadap torque

Tabel 2.4. Variasi Axle Gear Ratio FM 260 JD

Merk Jenis Posisi Part No. Size Berat GR


HINO FM226/SG 41201-1382 7 x 45 36 kg 6,429
HINO EM100 41201-1163 7 x 38 34 kg 5,429
HINO EF750/SG NUT BOLT 41201-1101 6 x 41 34.5kg 6,833
HINO H07C NEW 41201-2991 7 x 41 44.2kg 5,857
HINO H07C/FL 41203-2250 7 x 41 33kg 5,857
41201-
HINO J08C 10-WHL FRONT 7 x 45 35kg 6,429
4020/41201-3070
HINO REAR 41201-4040 7 x 45 35kg 6,429
HINO REAR 41201-3030 7 x 43 35kg 6,143
30

2.3.3. Mechanical Effisiency

Menghitung efisiensi mekanik di tentukan oleh seberapa efektif engine

menyalurkan tenaga dan daya dari output engine sampai ke komponen output

yang lain hingga unit dapat bergerak / berjalan. Efisiensi di ukur dengan cara

perbandingan antara actual performance dengan ideal performance.

(2.7)

Karena sistem transmisi atau mekanisme tidak menghasilkan daya & tenaga hanya

meneruskan daya dan tenaga, maka performa yang ideal akan terjadi jika daya

output sama dengan daya input, yaitu ketika tidak ada kerugian. Perangkat bisa

kehilangan tenaga melalui gesekan, deformasi dan keausan.

Transmisi atau mekanisme yang ideal memiliki efisiensi 100%, karena

tidak ada daya yang hilang. Efisiensi akan kurang dari 100% apabila performa

pada perangkat atau komponen mulai aus dan rusak. Kerugian daya pada

transmisi atau mekanisme yang hilang di keluarkan sebagai panas.

Pengukuran efisiensi mekanik cukup sulit untuk di lakukan, membutuhkan alat

ukur untuk memastikan ukuran performa kendaraan. Oleh sebab itu dalam

pendekatan empiris maka beberapa factory membuat referensi atau acuan

sederhana. Kuncinya di sistem manajemen perawatan alat.

Dalam management maintenance efisiensi mekanik di tunjukan dalam 2

performance yaitu : physical availability dan mechanical availability. Atau

biasanya menggunakan bathup diagram untuk tetap mempertahankan performance

unit tetap stabil.


31

Grafik 2.1. Bathup Diagram

Physical availability : Mechanical Availability :

(2.8) (2.9)

PA = Physical availability T = torque / torsi dalam satuan Kgm

WH = Working hours P = power / daya dalam satuan KW

STB = Standby hours n = putaran engine dalam satuan rpm

B/D = Repair & Breakdown hours 974 = kontanta ( tetapan )

2.3.4. Gaya Traksi & Total Resistance ( Tahanan pada Kendaraan )

TF Fg

Fa

M
A
=
M
Gambar 2.16. Rolling & Grade Resistance
ec
ha
ni
ca
l
av
ai
32

Keterangan :

TF = Gaya Traksi

TK = Traksi kritis

Fa = Tahanan udara ( aerodinamis )

Fr = Tahanan gelinding

Fg = Tahanan kemiringan jalan

2.3.4.1. Gaya Traksi & Traksi Kritis

Gaya atau tenagga yang di gerakkan oleh roda diatas jalan adalah Torsi

Engine yang melalui clutch/kopling, transmisi, Propeller shaft , Rear Axle, roda

atau ban sehingga kendaraan dapat berjalan/bergerak . Gesekan yang ditimbulkan

oleh kampas kopling, gigi-gigi pada Transmisi, Propeller shaft,

Gardan/differential, axle shaft dan bearing menyebabkan kerugian gesek.

Kerugian ini dikompensasikan dengan suatu effisiensi faktor dalam perhitungan.

Kendaraan yang menggunakan transmisi direct drive memiliki effisiensi faktor

0,99, sedangkan untuk transmisi yang lain nya seperti automatic transmission

memliki effisiensi faktor 0,98. Dibawah ini adalah tabel faktor efesiensi power

train ( transmisi dan axle ).

Tabel 2.5. Tabel Efesiensi Komponen Power Drivetrain – (Ref ; Caterpillar Handbook )

No Jenis Komponen Efesiensi ( % )


1 Transmisi - direct drive 99
2 Transmisi - automatic drive 98
3 Drive axle - Tandem 90
4 Drive axle - single 95
33

Rumus dibawah ini digunakan untuk menghitung gaya traksi tractive force.

(2.10)

TF = Tractive Force
TR = Transmission Ratio
AR = Axle Ratio
Ƞ = Mechanical Effesiency
r = Static loaded radius ( dynamic radius of tyre ) – ( meter )
T = Torque ( kg.m )

Tractive factor adalah suatu cara untuk mengukur kemampuan sebuah

truck jika mempunyai GVW yang telah ditentukan, Tractive factor diperoleh

dengan membagi tractive effort pada satuan 1000 Kg GVW. Misalnya tractive

factor pada posisi gigi 3 truck FM 260 JD adalah 4904,4 Kg Tractive force

adalah 32 ( GVW dalam satuan 1.000 Kg ) = 153,3 tractive Factor. Ini berarti

bahwa ada 153,3 tractive factor pada setiap 1000 Kg GVW . Apabila Tractive

factor sudah diketahui, maka daya tanjak dapat ditentukan dengan menggunakan

cara yang lebih mudah .

Tenaga yang tersedia dan dimiliki kendaraan atau alat berat, tergantung

seberapa besar Horse Power dan torque yang di miliki. Horse power akan diubah

menjadi beberapa tingkat tenaga tarik ( Drawbar pull ). Drawbar pull sebenarnya

di turunkan dari rumus traction force ( gaya traksi ). Sehingga dalam drawbar pull

terdapat tingkat kecepatan kendaraan terhadap beban yang dapat di tarik atau di

dorong. Semakin tinggi kecepatan semakin rendah tenaga tariknya.

Salah satu faktor yang mempengaruhi tenaga adalah traksi kritis. Traksi kritis

adalah gaya cengkram suatu alat / kendaraan akibat adanya adhesi antara roda
34

penggerak alat tersebut dengan permukaan tanah. Besarnya nilai traksi kritis

dihitung dengan formula : TK = Ct x w

w = Berat kendaraan / alat terhadap roda penggerak ( kg )

Ct = Koefisien Traksi

Tabel 2.6. Koefisien Traksi ( Ref ; Komatsu Handbook )

2.3.4.2. Tahanan Gelinding

Tahanan Gelinding adalah gaya yang terjadi akibat gesekan roda

kendaraan yang sedang beroperasi di tanah / jalan.

Tahanan gelinding ( Fr ) pada truck yang berjalan di jalan yang di perkeras dapata

di hitung dengan menggunakan rumus umum ( ITE 1992 ) :

Fr = c x w ............... ( 2.12 ) Fr = µr x w .......... ( 2.13 )

Fr = tahanan gelinding

v = Kecepatan ( km/jam )

µr atau c = rolling resistance coefficient - (coefficient of rolling friction )

W = m x g = normal force or weight of body (N, lbf)

r = radius of wheel (mm, in)


35

Nilai koefisien gelinding dapat mengacu pada beberapa tabel di bawah ini.

Berikut koefisien gelinding dari beberapa referensi, antara lain :

Tabel 2.6. Rolling Resistance Coefficient ( Reff ; Hino Handbook )

Rolling Resistance Coefficient


Conditions
C Cl (mm)
0.001 - 0.002 0.5 railroad steel wheels on steel rails
0.001 bicycle tire on wooden track
0.002 - 0.005 low resistance tubeless tires
0.002 bicycle tire on concrete
0.004 bicycle tire on asphalt road
0.005 dirty tram rails
0.006 - 0.01 truck tire on asphalt
0.008 bicycle tire on rough paved road
0.01 - 0.015 ordinary car tires on concrete
0.03 car tires on tar or asphalt
0.04 - 0.08 car tire on solid sand
0.2 - 0.4 car tire on loose sand

Tabel 2.7. Koefisien Tahanan Gelinding ( % ) – ( Reff : Caterpillar Handbook )


36

2.3.4.3. Tahanan Kelandaian ( Grade Resistance )

Tahanan kelandaian adalah gaya yang bekerja pada saat truck bergerak di

permukaan / jalan yang menajak.

Tahanan Kelandaian dapat di rumuskan sbb :

𝐹𝑔 = w x sin θ = w x G (2.14)

Dimana ;

w = Berat unit ( kg )

G = Grade ( % )
θ
θ= Sudut kemiringan

Grafik 2.2. Gradeability Convertion Chart


37

2.3.4.4. Tahanan Angin / Udara ( Aerodynamic Resistance )

Tahanan angin / udara adalah gaya yang terjadi pada unit / truck pada saat

bergerak berupa hambatan udara atau terkait dengan luasan area muka kendaraan.

Hambatan atau tahanan udara ( aerodynamic drag ) di rumuskan sbb :

(2.15)

= massa jenis udara diatas permukaan laut = 1,2256 kg/m3

Ca = koefisien tarik - refer tabel 2.8.

A = luasan penampang bagian depan kendaraan ( m2 )

v = kecepatan kendaraan ( m/s )

Tabel 2.8. Koefisien Tarik ( Drag Coefficient ) – refer : Caterpillar Handbook


38

2.3.5. Perhitungan Energi, Usaha & Daya

Pembahasan sebelumnya adalah terkait dengan tahanan dan gaya-gaya

yang bekerja pada unit/truck saat truck sedang bergerak dengan kecepatan jelajah.

Untuk mendapatkan energi dan daya yang dibutuhkan untuk melawan gaya-gaya

diatas maka perhitungan daya yang dibutuhkan menjadi sangat berpengaruh untuk

dapat menggerakkan kendararaan atau alat berat tersebut.

2.3.5.1. Energi Mekanik

Energi mekanik adalah jumlah dari energi potensial dan energi kinetik.

( 2.16 )

Energi potensial

Energi potensial adalah energi yang dimiliki kendaraan karena menanjak pada

ketinggian tertentu dari titik awal saat menanjak. Energi potensial ada karena

adanya gravitasi bumi. Dapat dirumuskan sebagai :

(2.17)

Ep : Energi potensial (J)

m : massa benda (kg)

g : percepatan gravitasi (m/s2)

h : tinggi jalan dari titik awal (meter)

Energi kinetik

Energi kinetik adalah energi yang dimiliki suatu benda karena geraknya. Energi

kinetik dipengaruhi oleh massa benda dan kecepatannya.

( 2.18 )
39

Keterangan:

Ek : Energi kinetik (J)

m : massa kendaraan (kg)

v : kecepatan benda (m/s)

Dalam rumusan lain ada istilah yang disebut Usaha, dimana usaha

dilambangkan dengan W. Usaha merupakan bentuk manifestasi energi. Usaha

sendiri adalah hasil kali resultan gaya dengan perpindahan, dirumuskan sbb :

W = Fx s (2.19)

F = Gaya ( N )

s = Jarak ( meter )

W = Usaha ( joule )

Jika usaha dilakukan dalam bidang datar merupakan perubahan energi

kinetik kendaraan. Sehingga di rumuskan sbb :

Ek = ½ . m . (v22 –v12) (2.20)

Jika W = F . s, maka W = m. a.s = ½ m.2.a.s  sehingga 2.a.s = (v22 –v12) (2.21)

Percepatan (a) di dapat dari ∆ V / t = ( v2 – v1 ) / t (2.22)

Jika usaha dilakukan dalam bidang miring merupakan energi potential

yang di rumuskan sbb :

W = m . g . h  dimana h = s . sin Ɵ

Sehingga : W = m . g . ( s . sin Ɵ ) (2.23)

g = percepatan gravitasi ( 9,81 m/dt2 ) m = massa kendaraan (kg)

s = Jarak tempuh kendaraan / panjang jalan ( meter )

Ɵ = Sudut kemiringan jalan


40

2.3.5.2. Daya yang Dibutuhkan

Daya adalah kemampuan untuk mengubah suatu bentuk energi menjadi suatu

bentuk energi lain dalam waktu tertentu. Perhitungan daya yang dibutuhkan

tergantung pada gaya-gaya yang bekerja pada kendaraan tersebut. Daya

merupakan usaha yang dilakukan pada setiap satuan waktu. Sehingga rumus dasar

daya adalah : P =W/t

Daya atau Power yang bekerja pada kendaraan atau truck adalah :

A. Daya Tahanan Gelinding ( Power Rolling Resistance )

Power Rolling Resistance di rumuskan sbb :

(2.24)

Dimana ;

Pr = Power Rolling Resitance, dalam satuan HP

v = Kecepatan kendaraan, dalam satuan mph

Cp = Koefisien rolling resistance ( lihat tabel 2.10 )

GVW = Gross Vehicle Wieght, dalam satuan lb

6,1 dan 0,06 = konstanta

Tabel 2.9. Tire Pavement Factor


41

B. Daya Tahanan Kelandaian ( Power Grade Resistance )

Daya untuk tahanan kelandaian di formulakan sbb :

(2.25)

Dimana ;

Pg = Power grade resistance

G = Grade dalam satuan %

v = Kecepatan dalam satuan mph

GVW = Berat kendaraan / Gross Vehicle Weight dalam lb

37.500 = Konstanta

C. Daya Tahanan Aerodinamis ( Power Air Resistance )

Untuk daya tahanan aerodinamis dapat di rumuskan dengan 2 rumus :

(2.26)

Atau ;

(2.27)

Dimana ;

Pa = Daya aerodinamis dalam satuan HP

FA = Frontal Area dalam satuan ft2, m2

v = Kecepatan kendaraan dalam satuan mph, m/s

Cd = Koefisien gaya tarik udara mengacu tabel 2.9.

ρ = Massa jenis udara ; 1,292 kg/m3


42

D. Daya Kelengkapan Kendaraan ( Power Accessories )

Daya aksesoris atau beban kelengkapan kendaraan adalah beban daya

dari AC, fan, kompresor, power steering, electric, lampu-lampu dll.

Total daya dari beban-beban di atas di rumuskan sbb :

Pacc = Pfan + Pps + Pac + Pc + Pe +Pl + P? (2.28)

Untuk menghitung daya-daya aksesoris ini memang cukup sulit,

sehingga dalam hal ini bisa diasumsikan dan di perkirakan total daya-

daya diatas adalah ( Pacc ) sekitar 5 – 10 HP

E. Daya Engine ( Flywheel Horsepower )

Untuk menghitung daya engine / Horse Power Engine yang di

butuhkan kendaraan adalah sbb :

(2.29)

Dimana,

Peng = Daya engine ( horsepower engine ) dalam satuan HP

Preq = Daya yang dibutuhkan dalam HP = Pa + Pr + Pg + Pk

Pacc = Daya aksesoris dalam HP

EDT = Efesiensi drive train ( mengacu tabel 2.5 )

Efesiensi drive train atau mechanical efesiensi dengan rumus sbb :

(2.30)

ET = Efesiensi Transmisi

EA = Efesiensi Axle drive train

Untuk menghitung EDT mengacu pada tabel 2.5


43

2.3.6. Dynamic Radius of Tyre ( Static Load Radius )

Static Load Radius adalah jarak dari titik pusat roda ke titik bagian bawah

roda yang bersentuhan dengan tanah saat kondisi unit statis / tidak bergerak.

Radius ban dalam keadaan Statis (tidak bergerak) akan akurat saat diukur pada

saat kendaraan berhenti. Static Load Radius biasanya tidak lebih dari ½ dari

radius normalnya, yaitu sekitar 44% dari diameter saat kondisi Unloaded.

Dynamic Radius of Tyre adalah jarak titik pusat roda ke titik bagian bawah roda

yang bersentuhan dengan tanah pada saat kendaraan sedang bergerak / berjalan.

Jika kecepatan kendaraan meningkat, maka gaya sentrifugal menyebabkan

ban akan naik lebih tinggi. Gaya ini akan meningkatkan radius ban dinamis

(perubahan jari-jari saat bergerak ). Pada 45 mph, sebagian besar ban akan

memiliki radius yang diameternya mendekati Static Unloaded Radius sekitar 48%.

Pertumbuhan ini akan meningkat dengan selarasnya kecepatan kendaraan dan

bahkan dapat melebihi setengah dari diameter ban statis kondisi Unloaded. Static

Load Diameter TIDAK sama dengan Static Unloaded Diameter. Contoh, seperti

ditunjukkan pada gambar di bawah ini mengenai Static Load Diameter :

Gambar 2.17. Static Load Measurement


44

Gambar 2.18. Aplikasi Kondisi Jalan pada Static Load

Gambar 2.19. Penampang & Ukuran Tyre


45

Tabel 2.10. Faktor Dynamic Radius Tire

( reff ; http://www.vibratesoftware.com/html_help/2011/Diagnosis/Tire/Static_Loaded_Radius.htm )

No Kecepatan Bergerak Faktor


1 Kecepatan 0 - 16,1 km/jam 0,44 x Loaded Diameter
2 Kecepatan 16,1 - 32,2 km/jam 0,45 x Loaded Diameter
3 Kecepatan 32,2 - 48,3 km/jam 0,46 x Loaded Diameter
4 Kecepatan 48,3 - 64,4 km/jam 0,47 x Loaded Diameter
5 Kecepatan 64,4 - 80,5 km/jam 0,48 x Loaded Diameter
6 Kecepatan 80,5 - 96,6 km/jam 0,49 x Loaded Diameter
7 Kecepatan 96,6 - 113 km/jam 0,5 x Loaded Diameter
8 Kecepatan 113 - 129 km/jam 0,51 x Loaded Diameter

2.4. FUEL CONSUMPTION

Fuel consumption adalah besarnya pemakaian bahan bakar yang

digunakan untuk melakukan proses pembakaran dalam ruang bakar engine. Fuel

consumption merupakan hal utama yang selalu jadi pertimbangan untuk pemilihan

suatu alat karena secara umum fuel consumption penyumbang cost operasional

yang paling besar.

Fuel consumption per jam dapat kita kalkulasikan sehingga kita dapat

menghitung perkiraan operating cost per jam unit. Selain itu fuel consumption

juga dapat kita jadikan data pendukung untuk analysis jika terjadi problem atau

penurunan performance unit. Berikut ulasan singkat cara menghitung fuel

consumption. Fuel consumption dapat dinyatakan dalam beberapa satuan yang

lazim di gunakan adalah km / liter, liter / jam atau km / 100 liter.

Setiap merk unit atau pabrikan mengeluarkan specifikasi tersendiri

mengenai fuel consumption kendaraan / engine-nya. Biasanya di tunjukkan dalam


46

kurva performance engine. Yang mana di kaitkan antara engine horsepower dan

max torque dengan fuel consumption ratio.

Sehingga rumus dasar fuel consumption adalah :

p x 1000 x 716.2 x 0.93 x 0.12 x 


a 
fb x {(0.01 x GVW )  (0.0035 x A x V 2 )} ( 2.31 )

Dimana :
p : Spesific Gravity Diesel Oil ( gr/ml )
 : phi (3,14)
fb : Minimum Fuel Consumption rate at full load J08E ( g/ps.h )
A : Cabin area / Frontal area ( m² )
V : Max Speed ( km/jam )

2.4.1. Bahan Bakar Solar ( Specific Gravity )

Bahan bakar solar adalah bahan bakar minyak hasil sulingan dari minyak

bumi mentah bahan bakar ini berwarna kuning coklat yang jernih (Pertamina:

2005). Penggunaan solar pada umumnya adalah untuk bahan bakar pada semua

jenis mesin Diesel dengan putaran tinggi (diatas 1000 rpm), yang juga dapat

digunakan sebagai bahan bakar pada pembakaran langsung dalam dapur-dapur

kecil yang terutama diinginkan pembakaran yang bersih. Minyak solar ini biasa

disebut juga Gas Oil, Automotive Diesel Oil, High Speed Diesel.

Mesin-mesin dengan putaran yang cepat (>1000 rpm) membutuhkan

bahan bakar dengan karakteristik tertentu yang berbeda dengan minyak Diesel.

Karakteristik yang diperlukan berhubungan dengan auto ignition (kemampuan

menyala sendiri), kemudahan mengalir dalam saluran bahan

bakar, kemampuan untuk teratomisasi, kemampuan lubrikasi, nilai kalor dan

karakteristik lain.
47

Bahan bakar solar mempuyai sifat – sifat utama, yaitu :

a. Tidak mempunyai warna atau hanya sedikit kekuningan dan berbau

b. Encer dan tidak mudah menguap pada suhu normal

c. Mempunyai titik nyala yang tinggi (40°C sampai 100°C)

d. Terbakar secara spontan pada suhu 350°C

e. Mempunyai berat jenis sekitar 0.82 – 0.87 ( gr/ml )

f. Mampu menimbulkan panas yang besar (10.500 kcal/kg)

g. Mempunyai kandungan sulfur yang lebih besar daripada bensin

Tabel 2.11. Standar Mutu / Specifikasi Bahan Bakar Minyak Solar


(reff : Keputusan Direktur Minyak dan Gas Bumi 2006 )

Batasan Metode
No Parameter Satuan
Min Max ASTM Lain
1 Specific Gravity gr/ml 0,820 0,870 D 1298
2 Density gr/ml 0,815 0,870 D 1298
3 Color ASTM - - 3,0 D 1500
4 Cetane number - 45 - D 613
Altenatively Calculated
5 - 48 - D976
Cetane Index
6 Viscosity Kinematic at 100oF cSt 2 6 D 445
o
7 Pour Point F 18 D 97
8 Sulphur Content % wt 0,50 D 1552
9 CCR ( 10 % vol. Bottom ) % wt 0,10 D 189
10 Water Content % wt 0,050 D 96
11 Sediment by Extraction % wt 0,001 D 473
12 Ash Content % wt 0,01 D 482
13 Copper Strips ( 3 hrs /100oC ) merit - No. 1 D 130
14 Strong Acid Number mg KOH/gr - nol D 974
15 Total Acid Number mg KOH/gr 0,6 D 974
o
16 Flash Point C 60 - D 93
17 Distilasi D 86 - 99a

Bahan bakar mesin diesel sebagian besar terdiri dari senyawa hidrokarbon

dan senyawa non hidrokarbon. Senyawa hidrokarbon yang dapat ditemukan

dalam bahan bakar diesel antara lain parafinik, naftenik, olefin,dan aromatik.
48

Sedangkan untuk senyawa non hidrokarbon terdiri dari senyawa yang

mengandung unsur non logam, yaitu S, N, O dan unsur logam seperti vanadium,

nikel dan besi. ASTM mengklasifikasikan bahan bakar diesel menjadi 3, yaitu :

1. Tingkat 1-D

Merupakan bahan bakar yang volatile untuk mesin dengan perubahan

kecepatan dan loading yang berfrekuensi, misalnya kendaraan bermotor.

2. Tingkat 2-D

Merupakan bahan bakar dengan volatilitas lebih rendah untuk mesin industri,

mesin kapallaut dan lokomotif.

3. Tingkat 4-D

BBM dengan volatile lebih rendah untuk mesin berkecepatan rendah/sedang.

Penggolongan bahan bakar mesin diesel berdasarkan jenis putaran

mesinnya, dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu:

1. Automotive Diesel Oil ( ADO ), yaitu bahan bakar yang digunakan untuk

mesin dengan kecepatan putaran mesin di atas 1000 rpm (rotation per

minute). Bahan bakar jenis iniyang biasa disebut sebagai bahan bakar diesel.

Biasanya digunakan untuk kendaraan bermotor.

2. Industrial Diesel Oil (IDO), yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-

mesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm,

biasanya digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis ini

disebut minyak diesel


49

2.4.2. Minimum Fuel Consumption Rate

Konsumsi bahan bakar setiap alat berbeda tergantung performa engine

baik power maupun torque-nya. Oleh sebab itu minimum konsumsi bahan bakar

harus di ketahui untuk perhitungan fuel consumption secara operasional. Biasanya

nilai ini di dapat dari kurva performa engine. Nanti akan di ambil nilai

minimumnya.

Grafik 2.3. Kurva Performance Engine J08E


50

Mengacu pada kurva di atas maka untuk fuel consumption rate :

Minimum Fuel consumption maka di peroleh :

Low : 150 gr/Ps.h pada 1000 RPM ( low load )

Medium : 140 gr/PS.h pada 1500 RPM ( medium load )

High : 168 gr/PS.h pada 2800 RPM ( full load )

Dalam perhitungan fuel consumption untuk pekerjaan tambang biasanya

menggunakan 1500 – 3000 RPM dengan kondisi medium load atau high load

yaitu minimum fuel consumption nya sekitar 140 gr/PS.hr - 168 gr/PS.hr.

2.4.3. Frontal Area ( Aerodynamis area )

Dalam perhitungan fuel consumption luasan area bagian depan sangat

berpengaruh, karena hal ini terkait dengan aerodynamic drag ( gaya tarik akibat

aerodinamis ). Untuk perhitungan gaya tarik aerodinamis sudah di bahas pada sub

bab diatas. Tapi dalam perhitungan fuel consumption luas area kabin truck

menjadi salah satu faktor yang harus di perhitungkan.

Sehingga rumus luasan area kabin adalah :

A = lebar cabin x tinggi cabin (2.25)

Gambar 2.20. Dimensi Kendaraan


51

FM 260 JD (Mining)

Dimensi (mm) Lebar Cabin : 2,45 m

Jarak Sumbu Roda : 4.130 + 1.300 Tinggi Cabin : 1,85 m

Cabin to End :- A = lebar cabin x tinggi cabin

Total Panjang : 8.480 m = 2,45 x 1,85

= 4,53 m2
Total Lebar : 2.450 m

Total Tinggi : 2.695 m

Lebar Jejak Depan : 1.930 m

Lebar Jejak Belakang : 1.855 m

Julur Depan : 1.255 m

Julur Belakang : 1.795 m

2.4.4. Maximum Speed ( Kecepatan Maksimum )

Kecepatan maksimum menjadi salah satu parameter yang mempengaruhi

fuel consumption. Karena setiap pertambahan kecepatan akan berpengaruh

terhadap putaran engine atau RPM engine. Setiap pertambahan RPM akan terjadi

pertambahan konsumsi bahan bakar yang disemprotkan ke ruang bakar.

Sehingga persamaan kecepatan pada unit / kendaraan dapat di rumuskan sbb :

(2.32)

Dimana ;
V = kecepatan / road speed ( km/jam )
Rpm = putaran mesin ( rpm )
R = jari-jari ban / tyre ( m )
AR = gear ratio differential ( refer spec. FM260 JD -- AR = 6,428 )
TR = gear ratio transmisi ( refer : Tabel 2.3. Tabel Gear Ratio )
52

2.4.5. Perhitungan Fuel Consumption

Perhitungan fuel consumption untuk kecepatan maksimum dapat

menggunakan dengan rumus diatas, karena satuan dari fuel consumption diatas

adalah km/liter artinya berapa jarak tempuh yang sudah dilalui dibanding

konsumsi bahan bakarnya. Untuk aktifitas penambangan tidak hanya jarak

tempuh yang di perhitungkan tetapi waktu operasi mesin menjadi hal yang sangat

berpengaruh. Oleh sebab itu perhitungan fuel consumption dalam satuan liter per

jam. Artinya seberapa besar volume bahan bakar digunakan dalam satuan waktu.

Sehingga secara rumus dapat di rumuskan sbb :

(2.33)

Dimana,

a = fuel consumption dalam liter / jam

Peng = Total daya engine dalam satuan HP

fb = Minimum fuel consumption dalam satuan gr/HP.h ( mengacu grafik 2.19 )

ρ = Massa jenis bahan bakar solar, dalam satuan gr/ml

Dalam menentukan minimum fuel consumption tergantung kondisi medan dan

putaran engine yang digunakan secara average. Sehingga grafik fb sangat penting

dalam perhitungan fuel consumption ini.

Daya total yang di butuhkan engine atau di lambangkan dengan P eng

dipengaruhi oleh tahanan gelinding, tahanan udara, tahanan kelandaian, gaya

perubahan kecepatan dan daya aksesoris kendaraan. Parameter daya cukup

komplek, seperti yang di jelaskan di bab-bab sebelumnya.


53

2.4.6. Perhitungan BidangTekan ( Ground Pressure )

Ground pressure adalah tekanan yang diberikan ke tanah oleh ban atau

roda rantai ( track ) dari alat berat atau kendaraan. Ground pressure ini merupakan

salah satu ukuran yang berpotensi kendaraan untuk bisa ber-mobilitas atau

bergerak, terutama saat mendapatkan kondisi tanah yang lunak. Hal ini berlaku

untuk kaki manusia saat berjalan. Ground pressure di ukur dalam satuan pascal

(Pa) dan dalam unit EES dinyatakan dalam pound per squere inch (psi). Ground

pressure rata-rata dapat di hitung dengan menggunakan rumus dasar :

𝐹
P = (2.34)
𝐴

Dalam kasus yang ideal, yaitu pada saat kondisi statis, gaya normal yang seragam

pada permukaan tanah sama seperti level permukaan air laut, secara sederhana

hanya perbandingan berat benda dengan bidang kontak. Ground pressure

kendaraan sering dibandingkan dengan tekanan tanah dari kaki manusia sekitar 60

– 80 kPa ketika berjalan atau sekitar 113 kPa saat seseorang berlari dengan tumit.

Meningkatkan ukuran bidang kontak pada tanah, yang dikaitkan dengan berat

maka dapat dilakukan dengan cara menurunkan tekanan ke tanah. Ground

pressure sekitar 14 kPa ( 2 psi ) atau kurang, di rekomendasikan untuk sebuah

ekosistem yang rapuh seperti daerah rawa-rawa atau lahan gambut. Penurunan

ground pressure akan dapat meningkatkan flotation (daya apung) atau

memungkinian kendaraan atau alat berat menjadi terapung (floating).

Beberapa contoh ground pressure :

1. Hovercraft: 0.7 kPa (0.1 psi)

2. Manusia dengan sepatu salju 3.5 kPa (0.5 psi)


54

3. Rubber-tracked ATV: 5.165 kPa (0.75 psi)

4. Diedrich D-50 - T2 Drilling rig: 26.2 kPa (3.8 psi)

5. Manusia / laki-laki (1.8 meter tall, medium build): 55 kPa (8 psi)

6. M1 Abrams tank: 103 kPa (15 psi)

7. Toyota Runner / Hilux Surf: 170 kPa (25 psi)

8. Kuda dewasa (550 kg, 1250 lb): 170 kPa (25 psi)

9. Mobil Penumpang : 205 kPa (30 psi)

10. Wheeled ATV: 240 kPa (35 psi)

11. Sepeda gunung : 245 kPa (40 psi)

12. Sepeda balap : 620 kPa (90 psi)

Beban kendaraan menyebabkan ban menyebarkan tekanan rata-rata dengan

seimbang melalui tekanan udara didalam ban . Dengan asumsi ban kendaraan

penumpang bertekanan 35 psi, maka beban 350 lbs akan membutuhkan rata-rata

10 inci persegi bidang kontak untuk mendukung beban. Beban kontak yang lebih

besar memerlukan ban yang lebih besar atau tekanan ban yang lebih tinggi lagi.

Sebuah bidang kontak yang lebih besar biasanya membutuhkan ban lebih besar.

Gambar 2.21. Lebar Ground Contact Ban


55

Gambar 2.22.Perhitungan Ground Contact Ban

Tabel 2.12. Nominal Ground Pressure per Model Tyre


56

Gesekan permukaan jalan

Kemampuan kendaraan untuk start, stop dan belok menyebabkan gesekan antara

jalan raya dan ban. Desain telapak ban dibutuhkan untuk menangani dampak dari

kondisi cuaca: kering, basah, permukaan tertutup salju dan es.

Menyerap jalan kasar

Atribut ini adalah keuntungan kunci dari ban pneumatik. Akibatnya, ban bertindak

sebagai sistem pegas dan peredam untuk menyerap kasarnya permukaan jalan.

Slick racing tires atau bald tires mungkin memiliki traksi yang baik pada

permukaan kering, tetapi mungkin tidak terkendali dikondisi basah atau kondisi

hujan karena efek hydroplaning. Desain telapak ban memungkinkan air untuk

melepaskan diri dari bidang kontak ban-jalan (telapak ban) untuk meminimalkan

efek hydroplaning, saat ini terdapat ban dengan telapak ban tertentu mampu pada

kondisi basah dan kering serta tahan lama dan tidak bising (Low Noise).

Anda mungkin juga menyukai