ABSTRACT ABSTRAK
This study aims to reveal the transformation Penelitian ini bertujuan mengungkapkan proses
process of weaving activity of Wajo people in transformasi kegiatan tenun rakyat di Kabupaten
South Sulawesi. This study uses a constructivist Wajo Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini
paradigm with a qualitative approach. Data was menggunakan paradigma konstruktivis dengan
collected through in depth interviews, observa- pendekatan kualitatif. Pengumpulan data di-
tion, documentation, and historical sociology. lakukan dengan metode wawancara mendalam,
The analysis data uses data reduction, data observasi, dokumentasi, dan studi sosiologi se-
presentation, and taking conclusion. The results jarah. Analisis data menggunakan reduksi data,
shows that the weaving activities of Wajo people sajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil
in design patterns and developing the loom stuffs penelitian menunjukkan bahwa kegiatan
by cultural fusion from outside of Bugis commu- pertenunan rakyat di Kabupaten Wajo dalam
nity and local elements of creativity and local menunjukkan adanya perpaduan kebudayaan
intelligence communities of Wajo. The transfor- dari luar komunitas Bugis dan unsur kreatifitas
mation process began with the use of a loom ge- dan kecerdasan lokal masyarakat Wajo. Transfor-
dogan in the 13th century, then loom machines in masi alat tenun bermula pada penggunaan alat
1950, and the use of looms machine in 2004. tenun gedogan pada abad ke-13, kemudian Alat
Pattern Transformation is begun from plain pat- Tenun Bukan Mesin pada tahun 1950, dan
tern (1400-1600), squares pattern/palekat (1600- penggunaan Alat Tenun Mesin tahun 2004.
1900), and the pictorial pattern (1900-now). Transormasi corak bermula dari corak tidak ber-
gambar (tahun 1400-1600), corak kotak-kotak/
palekat (1600-1900), dan corak bergambar (1900
Keywords: Transformation, Weaver, Bugis-Wajo -sekarang).
dijalankan sejak abad ke-13. Fenomena jumlah produksi sekitar 99.640 sarung
tersebut dibuktikan dengan adanya ar- per tahun. Adapun penenun yang
tefak bahan pakaian yang terbuat dari m e n g g u n a k a n A l a t T e n un B u k a n
kulit kayu yang ditemukan pada sekitar Mesin (ATBM) berjumlah 227 orang
abad ke-13 di wilayah Bugis. Hal ini di- dengan jumlah ATBM sebanyak 1.914
perkuat dengan hasil penelitian Pelras dan kapasitas produksi sekitar 1.589.000
(2006) yang menemukan bahwa ket- meter kain pertahun, serta hanya satu
erampilan bertenun merupakan salah orang pengusaha yang menggunakan
satu sumber penghasilan orang Bugis Alat Tenun Mesin (ATM). Khusus untuk
pada masa kerajaan. pemintal benang sebanyak 91 orang,
Persistensi (ketahanan) sedangkan 301 kepala keluarga
menghadapi berbagai periode waktu bergerak dibidang penanaman murbey
dalam kegiatan para penenun Wajo dan pemeliharaan ulat sutera dengan
tidak bisa dilepaskan dari keterlekatan produksi 4.250 kilogram benang
tindakan penenun pada kontur budaya pertahun (Badan Pusat Statistik Kabu-
yang membentuknya. Orang Bugis- paten Wajo, 2012).
Wajo memiliki sistem budaya yang telah Penetrasi sistem ekonomi global
melekat (embedded) dan membentuk kedalam kegiatan pertenunan di
kepribadian dalam menghadapi Sulawesi Selatan khususnya masyarakat
tantangan hidup. Kemampuan adaptasi Wajo merubah tatanam kehidupan
merupakan aspek penting yang sosial ekon omi dalam komunitas
menopang persistensi mereka sehingga penenun. Fenomena ini bermula ketika
dapat moving out of poverty, baik sebagai terjadi kontak dagang antara orang
individu maupun sebagai kolektif Bugis dan pedagang dari berbagai nega-
(Lewis, 1988). Kontur budaya ini ra di dunia. Kondisi ini berlanjut sampai
terbukti memberikan kontribusi masa pendudukan kolonial Belanda dan
terhadap kemampuan mereka bertahan Jepang di Sulawesi Selatan serta ber-
dalam rentang waktu yang begitu lama. lanjut sampai awal keme rdekaan
Hal ini juga memberikan kemampuan bahkan sampai pada saat sekarang ini.
untuk dapat mencari alternatif peker- Adopsi corak dan warna serta
jaan lain ketika mata pencaharian utama penggunaan alat tenun semi modern
sebagai petani atau nelayan tidak lagi dan modern terjadi dalam kegiatan
mencukupi kebutuhan hidup. Salah satu pertenunan rakyat di Kabupaten Wajo.
alternatif yang memungkinkan adalah Fenomena ini menarik untuk dikaji
kegiatan menenun. Menenun lebih jauh terkait proses transformasi
merupakan salah satu kegiatan penting yang terjadi dalam kegiatan pertenunan
bagi masyarakat Bugis-Wajo yang bisa pada masyarakat penenun di Kabupa-
berperan sebagai katub pengaman bagi ten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan.
sebagian penenun gedogan sedangkan Berdasarkan latar belakang terse-
kalangan pengusaha tenun bisa ber- but maka, penelitian ini bertujuan untuk
peran sebagai bentuk usaha untuk mendeskripsikan dan menganalisis
mengakumulasi modal. Kegiatan tenun mengenai proses transformasi kegiatan
umumnya dilakukan oleh kaum per- pertenunan mulai dari zaman kerajaan
empuan dalam rangka membantu sua- sampai pada masa kini. Penelitian ini
mi mencari nafkah (Chabot, 1996) juga bertujuan untuk mendeskripsikan
Data statistik Kabupaten Wajo dan menganalisis proses transformasi
menunjukkan bahwa terdapat sekitar corak kain tenun dan peralatan tenun
5.113 orang penunun gedogan dengan yang digunakan oleh penenun di
64
Transformasi Penenun Bugis-Wajo … —Muhammad Syukur, dkk.
65
Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014
66
Transformasi Penenun Bugis-Wajo … —Muhammad Syukur, dkk.
67
Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014
68
Transformasi Penenun Bugis-Wajo … —Muhammad Syukur, dkk.
69
Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014
70
Transformasi Penenun Bugis-Wajo … —Muhammad Syukur, dkk.
71
Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014
Wajo, Sidrap dan Enrekang. Mulai ta- masyarakat setempat sudah mulai
hun 1975 - 1984, pemerintah Indonesia mengenal tenun dengan lebih baik se-
melakukan kerjasama dengan Jepang hingga garis-garis horizontal dan
melalui proyek ATA-72 mengem- vertikal dipadukan menjadi corak kotak
bangkan proyek persuteraan alam di -kotak, pada masa ini lippa sudah ban-
Sulawesi Selatan. Sekarang ini produksi yak mengalami perubahan yang cukup
kokon dan benang sutera Sulawesi Se- signifikan, baik pada corak maupun ba-
latan mengalami pasang surut tapi han baku. Corak berkembang dengan
masih yang tertinggi di Indonesia. dikenalnya benang emas dan perak
Berbagai kebijakan pemerintah tersebut hasil perniagaan yang dilakukan oleh
berkontribusi terhadap kelangsungan masyarakat setempat.
penenun di Wajo. Sumber inspirasi penciptaan corak
kain tenun pada Kotak-kotak (1600-
1900) bersumber dari dalam masyarakat
Transformasi Corak Kain Tenun dan pengaruh luar. Sumber inspriasi
yang berasal dari dalam masyarakat yai-
Babak Pertama, dikategorikan co- tu adanya kepercayaan masyarakat
rak tidak bergambar (perkiraan tahun Bugis-Wajo pada “sulapa eppa” (segi em-
1400-1600), pada kurun waktu ini pat) sebagai sumber penghidupan yaitu;
masyarakat baru mengembangkan api, air, udara dan tanah. Bagi masyara-
tenunan dengan corak berupa garis- kat Bugis, kehidupan bisa dijalani jika
garis, baik vertikal (mattetong) maupun tersedia keempat unsur kehidupan yaitu
horizontal (makkalu) berkeliling bahkan api, air, udara dan tanah. Kepercayaan
masih banyak yang tidak bergambar/ ini mengilhami terciptanya corak kotak-
polos. Bahan baku yang digunakan ada- kotak sebagai pakaian tradisional
lah serat katun dengan menggunakan masyarakat Bugis. Pengaruh dari luar
alat tenun walida (gedokan). Menurut yang juga mengilhami penciptaan corak
kepercayaan masyarakat Bugis-Wajo kotak-kotak dengan aksen benang emas
bahwa kehidupan manusia senantiasa dan perak berasal dari pengaruh ke-
melibatkan hubungan antara manusia budayaan India dan Cina. Kontak da-
penciptanya dan hubungan antar sesa- gang antara pelaut-pelaut Bugis dengan
ma manusia (Fitria, 2011). Berdasarkan para pedagang yang berasal dari India
kepercayaan masyarakat Bugis-Wajo dan Cina yang membawa benang emas
t e rse b u t , m a ka c o ra k k a i n te n un dan perak, benang sutera, dan jenis kain
dihasilkan melambangkan adanya hu- pelekat membuat penenun Bugis mulai
bungan antara manusia dengan Tuhan mengadopsi penggunaan benang emas
(corak mattettong/vertikal) sedangkan dan perak serta penggunaan benang
corak makkalu atau horisontal me- sutera dalam kegiatan pertenunan.
lambangkan hubungan antar manusia. Sekitar tahun 1785, Forrest (Pelras,
Konsepsi manusia Bugis-Wajo akan ke- 2006; Kahdar: 2009; Andaya, 2004)
hidupan yang baik dimana harus ter- mengemukakan bahwa penduduk
jalin hubungan manusia dan Tuhan, dan Sulawesi sangat terampil menenun,
hubungan sesama manusia umumnya mereka menenun kain kapas
menginspirasi penenun untuk membuat bergaya kambai yang mereka jual ke
kain tenun yang bercorak vertikal dan seluruh Nusantara. Kain-kain tersebut
horisontal. bermotif kotak-kotak merah bercampur
Babak Kedua, dikenal dengan co- biru. Kain tenunan Kambai di sini
rak kotak-kotak/palekat (1600-1900) adalah sejenis kain kapas dengan motif
72
Transformasi Penenun Bugis-Wajo … —Muhammad Syukur, dkk.
73
Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014
lebih banyak dalam bentuk sarung. Amin dan Ibrahim Daeng Manrapi.
Model alat tenun gedogan yang Keduanya merupakan pedagang antar
digunakan di Wajo termasuk alat tenun pulau yang sering bolak-balik Makassar
berpenyangga belakang. Bentuknya - Surabaya. Keduanya membeli ATBM
mirip dengan alat tenun berkeliling di- di wilayah Gresik – Jawa Timur, dan
sambungkan, walau benang lungsinya membawanya ke Wajo sekaligus mem-
tidak bersambung. Model seperti itu bawa tenaga teknis dari Gresik yang
belakangan hanya ditemukan di bagian akan menjalankan ATBM dan sekaligus
tenggara Sulawesi Selatan, sepanjang mengajarkan masyarakat di Wajo
teluk Bone, dan pemukiman orang Bajo menggunakan ATBM.
di Kepulauan Sembilan. Sebelumnya, Penggunaan Alat Tenun Bukan
model tersebut juga digunakan pada Mesin (ATBM) di Kabupaten Wajo se-
berbagai lokasi di Sulawesi dan Flores. makin berkembang sejak tahun 1965
Penenun gedogan tersebar di berbagai melalui seorang tokoh perempuan yang
desa yang ada di Kabupaten Wajo. juga seorang bangsawan Bugis bernama
Hampir semua wilayah Kecamatan di Datu Hj. Muddariyah Petta Balla’sari.
Wajo kita bisa menemui adanya Beliau mendatangkan ATBM tersebut
penenun gedogan. Sampai tahun 2012 dari Thailand sekaligus mendatang
terdapat 5113 alat tenun gedongan. seseorang yang akan mengajarkan
Kegiatan pertenunan gedogan penggunaan alat tenun tersebut kepada
(walida) tersebar di semua kecamatan masyarakat di Kabupaten Wajo. Berkat
yang ada di Kabupaten Wajo dan prakarsa Datu Hj. Muddariyah Petta
umumnya memproduksi kain sarung Balla’sari (Ranreng Tua Wajo) inilah
sutera. Kegiatan tenun gedogan di sehingga memacu ketekunan dan
masyarakat tersebut umumnya dil- wawasan kreativitas masyarakat dan
akukan oleh kalangan perempuan se- pengrajin tenun gedogan yang lainnya
bagai bagian tradisi yang diwariskan untuk mengembangkan kegiatan
secara turun-temurun dan menda- pertenunan di Kabupaten Wajo dengan
tangkan keuntungan ekonomis. mengadopsi ATBM tersebut (Armayani,
Kegiatan tenun gedogan bagi masyara- dkk, 2009). Para gadis-gadis desa di-
kat Wajo merupakan katup pengaman panggil ke rumah Petta Balla’sari untuk
dalam menunjang ekonomi keluarga belajar menggunakan ATBM. Dengan
pada saat pendapatan suami sebagai semakin banyak gadis yang pintar
petani atau nelayan tidak cukup untuk menggunakan ATBM, maka semakin
memenuhi kebutuhan keluarga. tersebarlah penggunaan ATBM dalam
Pada tahun 1951, terjadi revolusi kegiatan pertenunan di masyarakat Wa-
tenun jilid pertama dalam hal jo.
penggunaan alat tenun di kalangan ATBM biasa juga disebut dengan
masyarakat Bugis pada umumnya dan alat tenun Model TIB (Textile Inricthing
masyarakat Wajo pada khsusunya. Hal Bandung), karena lembaga ini yang per-
ini ditandai dengan digunakannya Alat tama kali menciptakan alat tenun ini
Tenun Bukan Mesin (ATBM) dalam pada tahun 1912. Pada awalnya ATBM
kegiatan pertenunan di Kabapaten Wa- di Wajo hanya memproduksi kain sar-
jo. Wajo merupakan salah daerah di ung Samarinda yang berbentuk kotak-
Provinsi Sulawesi Selatan yang pertama kotak. Sejak tahun 1980-an ATBM mulai
kali menggunakan ATBM. Alat tenun memproduksi balo mattettong (corak te-
Bukan Mesin (ATBM), masuk ke Wajo gak lurus), bahkan dalam perkem-
dibawa dua orang sahabat yaitu Akil bangan selanjutnya ATBM sudah mulai
74
Transformasi Penenun Bugis-Wajo … —Muhammad Syukur, dkk.
75
Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014
culture, di mana awalnya diperuntukkan Badan Pusat Statistik, 2012. Kabupaten Wajo
untuk kebutuhan sehari-hari dan kebu- Dalam Angka. Sengkang: Badan Pusat
tuhan adat mengalami perubahan Statistik Kabupaten Wajo.
Dinas Perindustrian dan UKM Kabupaten
dengan diproduksi secara massal untuk
Wajo, 2013. Data Pertenunan Gedogan
kebutuhan pasar. Sebagai aktivitas bu- dan ATBM (sutera dan non sutera tiap
daya dan ekonomi, kegiatan menenun Kecamatan). Sengkang: Dinas Perin-
di Wajo telah mengalami proses trans- dustrian dan UKM Kabupaten Wajo.
formasi yang cukup panjang sejak abad Chabot, H.Th. 1996. Kinship Status and
ke-13 sampai saat sekarang ini. Para Gender in South Celebes. Leiden:
penenun Wajo senantiasa melakukan KITLV. Prees.
inovasi produk untuk menyesuaikan Gootschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah.
perkembangan yang ada atau selera Terjemahan Nugroho Notosusanto.
pasar. Keadaan ini didukung oleh Indonesia: UI Press.
Guba, Egon G. and Yvonna S. Lincoln. 2000.
kebudayaan tenun mereka yang
Competing Paradigms in Qualitative
memiliki daya lentur menghadapi Research. in Denzin, N.K. & Yvonna.S.
berbagai periode waktu. Lincoln (eds). 2000. Handbook of
Proses transformasi corak mulai Qualitative Research. (Second Edition),
dari era corak vertikal dan horisontal Thousand Oaks: Sage Publication. Inc.
(balo mattettong dan makkalu) (tahun 1400 Fitria, Dwi. 2011. Antara Kearifan Lokal dan
-1600), corak kotak-kotak/palekat (1600- Modernitas. Jurnal Nasional. http://
1900) masyarakat setempat sudah mulai nasional.jurnas.com/halaman/8/2011-09-
mengenal tenun dengan lebih baik se- 11/181757.
Idris, Rabihatun., Hasnawi, Haris dan Surai-
hingga garis-garis horizontal), yaitu
dah, Hading. 2009. Perpaduan Tenun
babak corak bergambar (1900-sekarang), Tradisional Bugis-Malaysia (Penelusuran
yang terjadi dalam kegiatan pertenunan Tenunan Tradisional Bugis-Malaysia
di Wajo tidak serta menghilangkan co- yang Mencerminkan Hubungan Antar
rak sudah ada sebelumnya. Demikian Bangsa). Laporan Hasil Penelitian
pula dalam hal proses transformasi da- Fundamental, Makassar: LPM-UNM
lam penggunaan alat tenun yaitu mulai (Tidak Dipublikasikan).
digunakannya alat tenun gedogan pada Kahdar, Kahfiati. 2009. Adaptasi Estetik Pada
abad ke-13, penggunaan ATBM pada Corak Lippa Bugis. Bandung: PPS -
Institut Teknologi Bandung. Disertasi
awal tahun 1950, serta penggunaan
(Tidak Dipublikasikan).
ATM pada tahun awal tahun 2004. Kartiwa, Suwandi. 2007. Ragam Kain
Tradisional Indonesia: Tenun Ikat,
Jakarta, PT. Gramedia.
DAFTAR PUSTAKA Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu
Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta:
Andaya, Leonard Y. 2004. Warisan Arung Gramedia Pustaka Utama.
Palakka: Sejarah Sulawesi Selatan Abad Lewis, Oscar. 1988. Kisah Lima Keluarga:
ke-17. Makassar: Ininnawa. Telaah-Telaah Kasus Orang Meksiko da-
Arsip Nasional Republik Indonesia., 1982. lam Kebudayaan Kemiskinan. Jakarta:
Lembaran Berita Sejarah Lisan. Nomor 9 Yayasan Obor Indonesia.
Maret 1982. Maxwell, Robyn. 2003. Textiles of Southeast
Arsip Nasional Republik Indonesia., 1985. Asia. Revised Edition, Australia:
Lembaran Berita Sejarah Lisan. Nomor Oxford University Press.
11 Maret 1985. Miles, B. Mattew dan A. Michael Haberman,
Armayani., Nuryamin., Mahaliha A. Gele., 1994. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:
dan Ridwan A. Pamelleri. 2008. Profil UI Press.
Persuteraan di Kabupaten Wajo. Moleong, Lexy J. 1999. Metodologi Penelitian
Sengkang: Pemda Wajo. Kualitatif. Bandung: Remaja
76
Transformasi Penenun Bugis-Wajo … —Muhammad Syukur, dkk.
77