Anda di halaman 1dari 7

Tugas Moring Report

Nama : Resi Ema Damayanti

Nim : 222130015

● Penurnan Kesadaran

Penurunan kesadran adalah relasi yang kompleks antara korteks otak dan ascending
reticular activating system (ARAS). Ascending reticular activating system adalah sekumpulan
neuron yang tersebar di formasio retikularis, yaitu area diantara bagian bawah medulla sampai
ke midbrain dan diensefalon.

Penurunan kesadaran disebabkan oleh kondisi atau penyakit yang menyebabkan


disfungsi korteks otak, ARAS atau keduanya. 1-4 Secara patologi, penurunan kesadaran dapat
disebabkan oleh :

1. Gangguan metabolik, infeksi, toksik, yang menyebar difus ke korteks otak, ARAS
atau keduanya.

2. Masa di supratentorial yang menyebabkan penekanan atau pergeseran diensefalon


atau brainstem.

3. Masa atau lesi disruptif di subtentorial yang menyebabkan penekanan atau merusak
ARAS.

4. Trauma, hipoksik-iskemik, kerusakan akson akibat gangguan metabolic yang


mengganggu kedua hemisfer otak, ARAS atau koneksinya.

Penurunan kesadaran disebabkan gangguan fungsi neuron di area tersebut. Koma yang
berkepanjangan akibat cedera kepala berat disebabkan kerusakan akson tanpa adanya cedera
berat di korteks atau ARAS. Oleh karena itu pasien dengan cedera kepala berat akibat trauma
mempunyai prognosis yang lebih baik untuk pemulihan kesadaran dibandingkan pasien dengan
cedera otak akibat hipoksik-iskemik.

Penurunan kesadaran dapat bermanifestasi sebagai perburukan, akibat yang tidak dapat
diprediksi atau komplikasi dari penyakit primer, atau akibat yang tidak diduga dari suatu
kejadian atau penyakit. Penurunan kesadaran tiba-tiba dapat dicurigai sebagai akibat kejang
atau penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran yang didahului rasa mengantuk atau
ketidakseimbangan mengarah kepada konsumsi obat atau toksin. Demam merupakan tanda
penting infeksi susunan saraf pusat sebagai penyebab penurunan kesadaran. Riwayat sakit
kepala menandakan peningkatan tekanan intrakranial. Pasien dengan riwayat trauma kepala
tetapi tidak terdapat kelianan pada pemeriksaan CT scan dapat dilakukan peemriksaan MRI
kepala untuk melihat ada tidaknya diffuse axonal injury. ( Setyo Handryastuti 201 )

● Sepsis

Berdasarkan consensus internasional dalam The Journal of the American Medical


Assosiation (JAMA) sepsis merupakan terjadinya disfungsi organ yang mengancam nyawa
diakibat karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi. Disfungsi organ dapat ditunjukkan
oleh peningkatan dari penilaian kegagalan organ (terkait sepsis) yang berkelanjutan
(Sequential Organ Failure Assessement (SOFA) dengan skor 2 poin atau lebih. Skor SOFA
yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan probabilitas mortalitas.

Sepsis merupakan kondisi terjadinya kegawatan yang mengacam nyawa dengan angka
mortalitas yang tinggi. Penanganan pada kasus sepsis didasarkan pada diagnosis cepat dan
penanganan resusitasi yang tepat. Menemukan penyebab terjadinya infeksi merupakan langkah
awal. Penggunaan terapi agresif resusitasi awal, vasopressor/ inotropik, dukungan
hemodinamik, pemberian antibiotik awal, kontrol sumber infeksi, diagnosis (kultur dan
pemeriksaan radiologi), tata laksana suportif (ventilasi, dialisis, transfusi) dan pencegahan
infeksi merupakan penanganan awal yang dapat dilakukan (Management penanganan sepsis
Diah ayu Agustriana 2020).

● Uremic Encephalopathy

Ensefalopati uremik adalah kelainan otak organik. Ini berkembang pada pasien dengan
cedera ginjal akut atau penyakit ginjal kronis , biasanya ketika perkiraan laju filtrasi glomerulus
(eGFR) turun dan tetap di bawah 15 mL/menit.

Manifestasi dari sindrom ini bervariasi dari gejala ringan (misalnya kelelahan,
kelelahan) hingga tanda yang parah (misalnya kejang, koma). Keparahan dan perkembangan
bergantung pada tingkat penurunan fungsi ginjal; dengan demikian, gejala biasanya lebih buruk
pada pasien dengan cedera ginjal akut. Identifikasi segera uremia sebagai penyebab
ensefalopati sangat penting karena gejala mudah reversibel setelah inisiasi dialisis . (Medscape
2022)
● Pneumonia

pneumonia adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya dari suatu infeksi
saluran pernafasan bawah akut dimana asinus terisi dengan cairan radang yang ditandai dengan
batuk dan disertai nafas cepat yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan mycoplasma(fungi).

- Klasifikasi Pneumonia

Klasifikasi menurut Zul Dahlan 2001 dalam Padila (2019) :

a. Berdasarkan cirri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :

1) Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas

lobus atau loburis

2) Pneumonia atipikal, ditandai gangguan repirasi yang meningkat lambat dengan


gambaran infiltrast paru bilateral yang difus.

b. Berdasarkan factor lingkungan :

1) Pneumonia komunitas

2) Pneumonia nosokomial

3) Pneumonia rekurens

4) Pneumonia aspirasi

5) Pneumonia pada gangguan imun

6) Pneumonia hipostatik

c. Berdasarkan sindrom klinis :

1) Pneumonia bakterial berupa: pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama


mengenal parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta
pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang
disertai konsolidasi paru.

2) Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan Mycoplasma,


Chlamydia pneumonia atau Legionella.
- Etiologi Pneumonia

a. Bakteri

Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organism gram positif:
Steptococcus pneumonia, S.aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negative
seperti Haemophilus influenza, Klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.

b. Virus

Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus
dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.

c. Jamur

Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplamosis menyebar melalui penghirupan udara
yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.

d. Protozoa

Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia. Biasanya menjangkiti pasien yang


mengalami immunosupresi. (RA Gubta 2019)

● DM tipe II

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang temuan umumnya adalah kadar
glukosa darah yang meningkat. Sekitar 1 dari setiap 11 orang dewasa menderita DM tipe 2
secara global, dan sekitar 75% pasien diabetes mellitus tinggal di negara berkembang. Diabetes
melitus tipe 2 ditandai dengan defisiensi insulin relatif yang disebabkan oleh disfungsi sel
pankreas dan resistensi insulin. Faktor risikonya dapat dimodifikasi dan tidak dapat
dimodifikasi. Tatalaksana dibagi menjadi dua, yaitu farmakologi dan non farmakologi.
Tatalaksana non farmakologis terdiri atas edukasi, nutrisi medis, dan latihan fisik. Terapi
farmakologis terdiri atas obat oral dan bentuk suntikan dalam bentuk obat anti hiperglikemik
dan insulin. Terapi farmakologi dan non farmakologi ini berjalan beriringan agar prevalensi
DM tipe 2 dapat berkurang dan komplikasi dapat dihindari.

Kasus DM tipe 2 ini dapat dicegah dengan menghindari faktor risiko yang dapat
dimodifikasi seperti menjaga berat badan yang sehat dengan fokus menjaga keseimbangan
energi dengan melakukan aktivitas fisik secara teratur dan mengonsumsi makanan yang sehat.
Mencegah dan mengelola diabetes melitus gestasional untuk menghentikan lingkaran setan di
mana diabetes melitus dapat melahirkan diabetes melitus. Untuk manajemen DM tipe 2,
modifikasi gaya hidup, dukungan sosial, dan kepatuhan. pengobatan penting dilakukan untuk
menghindari komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular ( Ganesha Dedicina 2021)

● AKI Stadium II + CKD

Masalah ginjal dapat berkembang secara tiba-tiba atau dalam jangka waktu yang lama.
Hilangnya fungsi ginjal secara cepat disebut cedera ginjal akut (AKI) . Ini biasanya karena
peristiwa seperti dehidrasi, kehilangan darah, atau obstruksi saluran kemih.

Hilangnya fungsi ginjal secara bertahap disebut sebagai penyakit ginjal kronis (CKD)
dan biasanya disebabkan oleh kondisi jangka panjang seperti diabetes atau tekanan darah
tinggi. Pada beberapa orang, CKD dapat menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir, di mana
ginjal benar-benar berhenti berfungsi.

Karena pengobatan AKI dan CKD berbeda, penting untuk mengidentifikasi penyebab
yang mendasarinya berdasarkan tinjauan gejala dan riwayat kesehatan Anda serta panel tes
laboratorium dan pencitraan.

Cedera ginjal akut (AKI) dan penyakit ginjal kronis (CKD) berbeda dalam beberapa
hal utama:

Dengan AKI, semuanya terjadi secara tiba-tiba dan terkadang parah. Penyebabnya
biasanya terkait dengan obat, penyakit, atau cedera yang secara tajam menurunkan fungsi ginjal
(yang diukur dengan tes darah disebut panel fungsi ginjal ). Gejalanya, pada gilirannya, akan
berkembang secara tiba-tiba dan parah. Dalam kebanyakan kasus, AKI dapat dibalik setelah
kondisi yang mendasarinya diobati.

Dengan CKD, semuanya berjalan secara bertahap. Penyebabnya terutama karena


penyakit kronis seperti diabetes atau tekanan darah tinggi yang semakin merusak ginjal. Karena
penurunannya bertahap, gejalanya seringkali tidak terlihat hingga kerusakan ginjal parah. CKD
tidak reversibel tetapi dapat dikelola untuk mempertahankan fungsi ginjal. AKI Tipe 2
Biasanya disebabkan oleh pengobatan, penyakit, atau cedera Penurunan fungsi ginjal sangat
tajam Timbulnya gejala tiba-tiba dan bisa parah Perawatan difokuskan pada penyelesaian
penyebab yang mendasarinya Kondisi ini paling sering reversible
CKD Biasanya disebabkan oleh penyakit kronis Penurunan fungsi ginjal terjadi secara
bertahap Gejala mungkin tidak muncul sampai kerusakan parah Perawatan difokuskan pada
pengelolaan penyebab yang mendasarinya Kondisi ini umumnya tidak dapat dipulihkan.

(James mhyre, et all 2022)

● DM Anemia

Anemia sering terjadi pada pasien diabetes dengan CKD. Diperkirakan bahwa satu dari
lima pasien dengan diabetes dan CKD stadium 3 mengalami anemia, dan keparahannya
memburuk dengan stadium CKD yang lebih lanjut dan pada mereka dengan proteinuria ( 7 ,
14 , 15 ) Misalnya, dalam studi observasi prospektif selama 5 tahun dilakukan di klinik diabetes
di Australia, anemia ditemukan pada penyakit ginjal dini, dan penurunan kadar Hb lebih sering
terjadi pada mereka yang memiliki kadar albuminuria yang lebih tinggi ( 16) Distribusi Hb
pada pasien diabetes dan CKD mirip dengan yang tidak diabetes, tetapi rata-rata kadar Hb lebih
rendah. Untuk alasan ini, dianjurkan bahwa dokter mengukur kreatinin serum dan albumin urin
dan kreatinin untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan mengidentifikasi dan
menghitung laju ekskresi albumin pada pasien dengan diabetes dan pasien anemia

Penyebab Anemia, Anemia pada pasien diabetes dengan CKD dapat terjadi akibat satu
atau lebih mekanisme. Kekurangan vitamin seperti folat dan B12 relatif jarang terjadi, dan
pedoman praktik klinis tidak merekomendasikan pengukuran rutin kadar serum ini. (Lihat di
bawah.) Penyebab utama anemia pada pasien CKD adalah defisiensi besi dan eritropoietin dan
hiporesponsif terhadap kerja eritropoietin. ( Uzma Mehdi et all 2019 )

● Hiperkalemia

Hiperkalemia ialah kadar kalium plasma/serum melebihi batas atas rentang normal,
yaitu mencapai ≥ 5,5 mEq/L Angka ini bervariasi tergantung cut off setiap laboratorium dan
sampel pemeriksaan (plasma atau serum). K+serum cenderung lebih tinggi dibandingkan pada
plasma. Hiperkalemia jarang dilaporkan pada populasi umum, yakni kurang dari 5% secara
global, terjadi pada 10% pasien rawat inap. Hiperkalemia sedang-berat (>6,0 mmol/L) terjadi
pada 1% pasien rawat inap dan meningkatkan risiko mortalitas secara signifikan. Hiperkalemia
merupakan kondisi emergensi karena menyebabkan aritmia berupa sinus bradikardia, sinus
arrest, slow idioventricular rhythm, takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, dan asistol.

Hiperkalemia sering dijumpai pada pasien diabetes, gangguan ginjal akut, gagal ginjal
kronik, keganasan, usia sangat tua/ sangat muda, dan asidosis.
Hiperkalemia dapat terjadi secara akut ataupun kronik. Hiperkalemia akut sering
disebabkan oleh keluarnya K+ dari sel dalam jumlah banyak, pada keadaan trauma, asidosis
metabolik, dan hemolisis. Hiperkalemia kronik disebabkan oleh gangguan ekskresi K+
dan/atau meningkatnya intake K+ Pompa Na+ - K+ sel berperan mempertahankan kadar K+ di
dalam sel dan memompa Na+ keluar dari sel. Mayoritas K+ diekskresikan melalui urin dan
sisanya (10%) diekskresikan melalui feses dan keringat. Pada ginjal, ekskresi K+ terjadi pada
tubulus kontortus distal dan duktus kolektivus. Ekskresi K+ ginjal dipengaruhi oleh zat-zat
berikut ini:

1. Aldosteron
2. Diuretik
3. Urin yang meningkat (diuresis osmosis)
4. Ion bermuatan negatif di tubulus distal (bikarbonat). CDK Edisi CME-3/Vol.48 no.8,
th.2021. Gloria teo

Anda mungkin juga menyukai