Anda di halaman 1dari 10

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ESAI

Saya yang bertandtangan dibawah ini :

Nama Lengkap : Johan Ega Saputra

Asal Universitas : Universitas Negeri Semarang

Jurusan/Prodi : Ekonomi Pembangunan

No. Tlp / WA : 081226494302

Email : Johanega48@gmail.com

Dengan ini menyatakan bahwa karya esai saya dengan judul :

Saham =Judi = Haram!

merupakan hasil karya saya sendiri yang belum pernah dipublikasikan dan
dikompetisikan

lomba esai sebelumnya. Karya esai ini merupakan otentik karya saya sendiri dan bukan

merupakan plagiasi karya esai orang lain, dan sumber penulisan yang menjadi rujukan

penulisan telah saya sebukan sesuai aturan akademik yang berlaku. Apabila saya
melanggar

ketentuan yang telah ditetapkan oleh panitia, saya bersedia menerima sanksi yang
sebelumnya

sudah ditentukan.

Demikian pernyataan ini, Saya buat secara benar dan bertanggung jawab.

Sukoharjo, 12 Maret 2021

Yang Menyatakan

(Johan Ega Saputra)


ESSAY COMPETITION 2021

Saham = Judi = Haram

Disusun Oleh :

Johan Ega Saputra

Ekonomi Pembangunan

Universitas Negeri Semarang

2021
Saham = Judi = Haram !
Johan Ega Saputra

Universitas Negeri Semarang

Saham itu judi? Ya, Anda tidak salah membaca. Walaupun MUI
mengatakan bahwa saham bukan judi, MUI tidak sepenuhnya benar! Mengapa ?

Baru-baru ini, Saham menjadi suatu yang populer di sosial media. Banyak
orang yang awalnya tidak tahu apapun mengenai saham sekarang menjadi
investor karena melihat bahwa investasi di pasar modal sangat menguntungkan.
Apalagi, tahun ini merupakan krisis di pasar saham yang jarang terjadi dan
biasanya terjadi dalam 10 tahun sekali, seperti krisis moneter tahun 1997-1998
dan Subrime Mortgage tahun 2008. Namun, bila kita melihat krisis tahun ini,
krisis tahun ini agak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Mari kita bahas
perbedaan krisis tahun ini terlebih dahulu.

Kkrisis 1997-1998 tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi


dibeberapa negara di Asia, seperti Thailand, Malaysia, dan Korea Selatan. Krisis
ini disebabkan oleh ketidakmampuan untuk membayar utang luar negeri negara-
negara tersebut. Ketidakmampuan ini disebabkan oleh pinjaman mata uang asing
yang sangat besar, investasi spekulatif pada real estate, dan koreksi mata uang
terhadap Dollar AS. Di Indonesia sendiri, krisis ini menyebabkan terjadinya
inflasi yang sangat besar hingga 70% dan pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar AS yang awalnya hanya Rp.2.380,- untuk setiap Dollarnya pada juni 1997,
setahun kemudian menjadi Rp.14.000,- per 1 dollar. Tentunya banyak perusahaan
yang terdampak dari krisis ini terutama bagi yang memiliki utang dalam mata
uang dollar. Bayangkan saja, bila sebuah perusahaan memiliki utang dalam dolar
sebesar 2 miliar rupiah, setahun kemudian utang tersebut tiba-tiba menjadi 14
miliar rupiah. Hal ini juga berpengaruh terhadap bursa saham kita, ditambah lagi
beberapa tahun setelahnya, terjadi krisis yang berpusat di Amerika Serikat, yaitu
krisis buble dot com yang puncakanya terjadi pada tahun 2000. Krisis 2008 juga
berbeda dengan krisis 1997-1998. Krisis ini bersumber di Amerika dan
disebabkan oleh banyaknya kasus gagal bayar utang hipotek karena beberapa
lembaga peminjaman dinilai terlalu berani dalam memberi kredit. Banyak
Lembaga keuangan mengalami krisis likuiditas, bahkan Lembaga keuangan
terbesar ke-4 di Amerika Serikat, yaitu Lehman Brothers mengalami
kebangkrutan. Krisis 2008 ini merupakan krisis terburuk di Amerika setelah
perang dunia ke-2. Lantas, bagaimana dengan krisis tahun 2020?

Krisis biasanya memiliki siklus, yaitu 10 tahun sekali, seperti tahun 1987,
1997-1998, dan tahun 2008, begitu pula dengan krisis 2020. Namun, krisis tahun
ini sangat berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya. Krisis tahun ini disebabkan
oleh virus covid-19. Pandemi virus seperti ini tentunya sangat baru bagi
kehidupan manusia zaman sekarang ini. Terakhir, virus yang menjadi wabah besar
terjadi pada tahun 1918-1920, yaitu wabah flu spanyol. Oleh karena itu, krisis
tahun ini bisa dibilang lebih parah .Pada tahun 1997-1998, terjadi krisis dalam
ekonomi negara secara makro dan bebapa perusahaan yang memiliki utang dalam
dolar, tetapi dalam kehidupan nyata, masyarakat masih dapat melakukan kegiatan
ekonomi seperti biasa walaupun agak kesusahan karena adanya inflasi yang
sangat tinggi. Kemudian di tahun 2008, terjadi krisis besar yang berpusat di
Amerika, tetapi di Indonesia, dalam kehidupan nyata, kegiatan ekonomi masih
berjalan seperti biasanya, bahkan banyak bisnis-bisnis yang dapat berkembang
dan juga PDB Indonesia pun masih bertumbuh sebesar 6% (data dari BPS). Yang
terpengaruh hanya pasar saham atau IHSG yang anjlok hingga 59%. Krisis tahun
2020 adalah krisis yang spesial karena yang kita lawan adalah virus (walaupun
sebenarnya tanpa virus pun, banyak negara didunia diperkirakan akan mengalami
resesi). Kita bisa ingat pada maret 2020 saat terjadi lockdown, kegiatan ekonomi
seakan berhenti. Akibatnya banyak terjadi phk yang menyebabkan kemiskinan
bertambah. Ditambah lagi kita masih perlu menjaga jarak dan belum pernah ada
yang mengalami hal seperti ini sebelumnya. Parahnya krisis tahun ini pun juga
dapat dilihat dari PDB Indonesia yang minus untuk pertama kalinya sejak 20
tahun terakhir dan menyebabkan IHSG mengalami kepanikan sehingga turun
begitu cepat.
Walaupun krisis tahun ini agak berbeda dari tahun sebelumnya, tetapi
fenomena krisis tahun ini sangat menarik bagi investor bila dilihat dari recovery
harga saham gabungan yang sangat cepat jika dibandingkan krisis-krisis
sebelumnya. Krisis tahun ini memberi peluang yang besar khususnya bagi para
investor karena harga saham cenderung menjadi lebih murah dibanding biasanya.
Tentunya ini menarik minat banyak orang bila dilihat dari peluang yang ada dan
menyebabkan banyak orang ingin terjun kedalam pasar modal. Direktur Bursa
Efek Indonesia (BEI) mengatakan bahwa ada 1,68 juta SID baru ditahun 2020
yang berarti penambahan investor terbanyak dalam satu tahun sejak pasar saham
Indonesia berdiri. Ini adalah hal yang baik karena makin banyak orang yang
menyadari pentingnya berinvestasi. Namun, tidak sepenuhnya baik.

Kepopuleran saham ini tidak dibarengi dengan kemauan investor untuk


belajar terlebih dahulu tentang saham. Bahkan, banyak dari para investor baru ini
membeli saham tidak menggunakan uang dingin. Mereka membeli saham
menggunakan uang yang mendesak, bahkan sampai menggunakan uang utang,
gadai rumah, mobil, dan lain-lain. Ditambah lagi, mereka membeli saham
berdasarkan feeling dan ikut-ikutan teman / influencer, padahal tidak semua teman
atau bahkan influencer merekomendasikan dengan benar. Inilah yang saya sebut
dengan judi. Membeli saham dikatakan berjudi saat mereka hanya berspekulasi
dan berharap besok harganya akan naik. Benjamin Graham dalam bukunya The
Intelligence Investor mengatakan berspekulasi dan berinvestasi itu hampir sama.
Perbedaan yang mendasar antara keduanya adalah berinvestasi berarti melakukan
analisis secara menyeluruh sebelum membeli suatu saham. Membeli apa yang
tidak kita ketahui berarti berspekulasi. Membeli dengan cara berspekulasi
menyebabkan kita tidak memiliki dasar yang kuat dan faktual untuk membeli
saham. Lantas karena banyaknya spekulasi di saham, apakah berinvestasi itu
berguna, khususnya bagi kita generasi muda? Saya dengan sangat yakin
menjawab, Ya! Berinvestasi adalah hal yang sangat berguna.

Banyak orang yang tahu bahwa investasi dapat mengamankan uang kita
dari inflasi. Namun, banyak orang yang tidak mengetahui bahwa saham dapat
membuat kita menjadi kaya, bahkan sangat kaya. Bagaimana caranya?
Pertama, sebelum kita memulai untuk berinvestasi dipasar modal, kita
perlu berinvestasi pada ilmu terlebih dahulu. Zaman sekarang ini, ilmu sangat
mudah didapatkan. Kita dapat mencarinya melalui membaca buku bagaimana cara
menganalisis suatu perusahaan, mengikuti workshop ataupun seminar, dan juga
bila ingin yang murah kita dapat belajar melalui Youtube. Tidak sedikit youtuber
yang mau membagikan ilmu berinvestasi secara cuma-cuma. Memang perlu
usaha, uang, dan waktu untuk memperoleh ilmu. Namun, dengan memiliki ilmu,
kita dapat membuat keputusan investasi dengan lebih bijaksana sehingga
menghindarkan kita dari kerugian atau kesalahan. Lalu, lebih baik kita
mempelajari cara menganalisis yang mana, apakah analisis fundamental atau
analisis teknikal?

Saya sendiri berinvestasi di pasar modal dengan menggunakan analisis


fundamental. Lalu apakah karena saya menggunakan analisis fundamental,
analisis teknikal berarti jelek? Tentu saja tidak. Ini yang sering diperdebatkan para
pelaku investasi. Mereka terkadang saling mengejek analisis yang dilakukan
orang lain dan merasa analisisnyalah yang paling benar. Saya sendiri
menggunakan analisis fundamental karena saya merasa nyaman bila membeli
saham dengan dasar analisis fundamental, bukan karena saya merasa analisis
teknikal atau trading itu buruk. Rasa nyaman membuat saya dapat tidur dengan
tenang tanpa perlu panik memikirkan bagaimana kondisi uang saya. Tentunya
kenyamanan setiap orang pasti berbeda-beda. Ada yang memiliki kenyaman yang
sama seperti saya, ada juga yang merasa nyaman dengan membeli saham
berdasarkan pergerakan grafik harga saham. Para trader cenderung tidak nyaman
untuk memegang suatu saham dalam kurun waktu yang lama seperti investor.
Jadi, entah menjadi seorang trader ataupun investor, lebih baik anda memilih yang
membuat diri anda merasa nyaman untuk membeli saham. Apapun itu, yang
terpenting adalah pelajari terlebih dahulu cara menganalisisnya, maka keputusan
investasi anda akan jauh lebih bijak daripada ikut-ikutan orang lain.

Kedua, Manajemen uang. Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa


pengetahuan finansial atau kemampuan untuk mengelola uang dalam dunia
investasi itu sama pentingnya dengan memiliki kemampuan untuk menganalisis
rasio-rasio dalam laporan keuangan. Bahkan bagi saya, kemampuan manajemen
uang jauh lebih penting ketimbang kemampuan untuk menghitung PER, PBV,
ROE, ataupun analisis pergerakan grafik grafik. Seseorang dikatakan memiliki
kemampuan untuk mengelola uang ketika mereka dapat membagi uang
berdasarkan porsi dan kegunaannya sendiri-sendiri. Dalam bukunya yang berjudul
Rich Dad Poor Dad, Robert Kiyosaki mengatakan ada 2 hal yang perlu kita
ketahui terlebih dahulu agar cerdas finansial, yaitu aset dan liabilitas. Liabilitas
bisa dikatakan sebagai benda konsumtif seperti contoh mobil. Ketika kita
memiliki mobil tentunya uang kita tidak bertambah namun berkurang karena kita
harus rajin servis, mengisi bensin, dan belum lagi harga mobil yang semakin lama
semakin berkurang (tetapi, tidak semua mobil merupakan barang konsumsi,
sebagai contoh ketika kita menyewakan mobil kita atau kita dapat menghasilkan
uang dengan menggunakan mobil kita, mobil kita menjadi barang yang produktif,
bukan barang konsumtif). Aset adalah sesuatu yang menghasilkan uang untuk
kita, orang biasanya menyebut uang yang bekerja untuk kita. Kebanyakan orang
tahu bahwa mobil itu harganya pasti akan turun, Iphone pasti akan keluar yang
terbaru lagi, barang elektronik pasti butuh diservis, tetapi mereka tetap saja
membelinya. Bahkan, banyak juga yang membeli dengan cara mencicil sana sini.
Tidak ada salahnya membeli barang-barang tersebut, tetapi yang harus
diperhatikan adalah kondisi keuangan masing-masing orang berbeda-beda.
Kebanyakan orang ketika penghasilannya meningkat, liabilitasnya juga meningkat
seperti ayah miskin dalam buku Rich Dad Poor Dad. Sebaliknya, bila kita ingin
menjadi kaya secara finansial, bukan memiliki gaya seperti orang kaya, kita harus
mencontoh Ayah Kaya yang terus meningkatkan asetnya bukan liabilitasnya
sehingga pada suatu saat nanti, kita memiliki uang yang bekerja untuk
menghidupi kita dengan nyaman tanpa harus bekerja dengan tenaga kita.

Ketiga, compounding interest atau bunga-berbunga. Kedashyatan bunga-


berbunga inilah yang menyebabkan saya mencintai dunia investasi. Bunga-
berbunga berarti ketika kita memiliki return setelah berinvestasi dan kita
menginvestasikannya kembali, maka return tersebut akan menghasilkan return
lagi untuk kita. Namun, untuk merasakan kedashyatan bunga-berbunga, kita perlu
memiliki manajemen finansial yang baik. Saya akan memberi contoh secara
matematis. Kita memiliki Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) sebagai modal
kita. Kemudian anggap saja kita sudah memiliki pengetahuan untuk berinvestasi
dan mampu menghasilkan return sebesar 40% per tahun. Itu berarti, kita
menghasilkan Rp.40.000.000,- ditahun pertama. Bila kita tidak mengenal
manajemen finansial, kita menganggap 40 juta ini dapat kita habiskan untuk
membeli ini dan itu, maka ditahun ke-10 kita hanya akan menghasilkan
Rp.400.000.000,- dari Rp.100.000.000,- kita (Rp.40.000.000 X 10 tahun). Namun,
berbeda ketika kita memiliki pengetahuan mengelola uang yang baik dan kita
menginvestasikan Kembali return yang kita terima. Ditahun pertama kita
menghasilkan Rp40.000.000,- kemudian kita investasikan kembali Rp.40.000.000
kita sehingga pada tahun kedua, kita menginvestasikan Rp. 140.000.000,- dan
seterusnya dengan return yang sama, yaitu 40% . Maka ditahun ke-8, uang kita
akan menjadi Rp.1.000.000.000,- (satu miliar). Saya akan menunjukan dalam
tabel dibawah ini.

Tahun ke- Jumlah Aset Return (40% / tahun)


1 Rp.100.000.000,- Rp.40.000.000,-
2 Rp.140.000.000,- Rp. 56.000.000,-
3 Rp.196.000.000,- Rp.78.400.000,-
4 Rp.274.400.000,- Rp. 109.760.000,-
5 Rp.384.160.000,- Rp. 153.664.000,-
6 Rp.537.824.000,- Rp. 215.129.600,-
7 Rp. 752.953.000,- Rp. 301.181.440,-
8 Rp. 1.054.135.040,- Rp. 421.654.016
9 Rp. 1.475.789.060,- Rp. 590.315.624,-
10 Rp.2.066.104.680,-

Bahkan, di tahun ke-10, uang kita yang awalnya 100 juta rupiah menjadi 2
miliar rupiah ! Tentunya bila dibandingkan dengan 400 juta rupiah, nilai 2 miliar
rupiah sangat besar, dan sama-sama membutuhkan 10 tahun untuk
mendapatkannya. Dashyat bukan pengetahuan manajemen uang bila
dikombinasikan dengan compounding interest.
Terakhir, hal yang paling penting untuk kita ketahui dan lebih penting
dari apapun dalam berinvestasi, kesabaran dan komitmen. Dalam buku The
Warren Buffett Way karya Robert G. Hagstrom, Warren Buffett, orang terkaya
dalam pasar modal yang mampu memiliki aset 1.000 triliun rupiah tanpa pernah
mendirikan satu pun perusahaan, mengatakan ada tiga hal yang membuat dirinya
menjadi sangat kaya. Yang pertama adalah tinggal dan lahir di Amerika. Seperti
yang kita ketahui bahwa Amerika, negara adidaya dengan perekonomian yang
sangat besar. Warren Buffett merasa beruntung karena lahir di Amerika sehingga
dia dapat menjadi orang yang sangat kaya. Lantas apa hubungannya dengan kita?
Jangan lupa, seperti yang sering kita dengar, bahwa pada tahun 2045, Indonesia
akan menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-4 di dunia. Tentunya lahir
di Indonesia juga merupakan suatu keberuntungan bagi kita apalagi tahun 2045
merupakan tahun dimana kita sebagai generasi muda memiliki usia yang sudah
mapan. Hal kedua yang membuat Warren Buffett kaya adalah compounding
interest seperti yang sudah saya jelaskan diparagraf sebelumnya. Hal ketiga yang
membuat Warren Buffett kaya adalah kesabaran dan komitmennya. Warren
Buffett kini sudah berusia 90 tahun. Beliau sudah berinvestasi dari usia 11 tahun
yang berarti sudah berinvestasi selama 79 tahun! Kesabaran dan komitmen
beliaulah yang patut kita contoh.

Akhir-akhir ini, banyak orang yang memamerkan portofolionya bahwa


mereka telah mampu menghasilkan 20% atau 30% dalam waktu sebulan.
Tentunya itu merupakan hal yang sangat baik, tetapi bukan itu kunci sukses dalam
berinvestasi. Kesabaran dan komitmen jauh lebih penting dari pada itu. Percuma
saja bila mampu menghasilkan 20% sampai 30% sebulan kalau tahun depan saat
saham sudah tidak booming, mereka berhenti berinvestasi.

Untuk itu, setelah kita mengetahui seberapa penting dan luar biasanya
berinvestasi, kita memerlukan yang namanya komitmen dan kesabaran. Jadikan
kesabaran dan komitmen Warren Buffett untuk terus berinvestasi sampai sekarang
menjadi contoh bagi kita kaum muda. Muda menjadi salah satu kekuatan paling
berharga kita karena kita bisa memulai terlebih dahulu ketimbang orang lain.
Ingat, waktu adalah hal yang sangat mahal. Selagi kita muda, kita harus terus
berkomitmen bahwa kita akan terus berinvestasi bukan hanya untuk 10 atau 20
tahun kedepan, tetapi selama kita hidup, kita harus tetap berkomitmen untuk
berinvestasi.

Daftar Pustaka

Graham, Benjamin. 2006. The Intelligent Investor. New York: Harper Collins.

Hagstrom, Robert G. 2004. The Warren Buffett Way. New Jersey: John Wiley &
Sons.

Kiyosaki, Robert T. 2016. Rich Dad Poor Dad. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai