Anda di halaman 1dari 11

TEORI PORTOFOLIO DAN SEKURITAS

“UAS”

Dosen Pembimbing :
Dhistianti Mei Rahmawantari, SE, MM

Disusun Oleh :
Putri Nabila Ramadhani

NIM :
1834021190

KELAS :
R. 208

UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
JAKARTA
2021
Ujian Akhir Semester Genap 2020/2021 

Mata Kuliah : Teori Portofolio dan Analisa Investasi 


Hari : Senin / 28 Juni 2021 
Jam / Kelas : 1 3.00 – 15.00 / Reguler 
Dosen : Dhistianti MR SE., MM., 
Jenis Ujian : Take Home Test 

Kerjakanlah semua soal di bawah ini dengan baik dan teliti, serta berdoa sebelum 
memulai ujian. 

1. Apa yang dimaksud dengan Game Theory? Dan bagaimanakah hal tersebut
dapat  membantu memprediksi pergerakan harga saham di masa
mendatang?
Jawab:
Game theory (teori permainan) adalah ilmu yang berhubungan dengan pengambilan
keputusan ketika dua atau lebih pelaku yang cerdas dan rasional terlibat dalam konflik
atau kompetisi. Teori ini, ketika diterapkan pada ekonomi, menggunakan rumus
matematika dan persamaan untuk memprediksi hasil dalam suatu transaksi, dengan
mempertimbangkan banyak faktor berbeda, termasuk keuntungan, kerugian, optimalitas
dan perilaku individu.
Ketika seorang investor membeli saham, saham kepemilikan perusahaan yang
memberi hak kepada investor itu sebagian dari keuntungan perusahaan. Nilai saham bisa
naik atau turun tergantung pada ekonomi dan sejumlah faktor lainnya, namun pada
akhirnya, kepemilikan saham itu pada akhirnya akan menghasilkan keuntungan atau
kerugian yang tidak berdasarkan kebetulan atau jaminan kehilangan orang lain.
.Sebaliknya, perjudian berarti seseorang memenangkan uang orang lain yang
kehilangannya.

2. Kapan dan bagaimanakah terjadinya krisis Subprime Mortgage di Amerika


Serikat?  Jelaskan bagaimana hal tersebut mempengaruhi kondisi pasar-
pasar modal di  wilayah Asia Tenggara dan secara khusus di Indonesia?
Jawab:
Proses Terjadinya Krisis Subprime Mortage
Krisis kredit dimulai pada tahun 2007 yang terjadi karena jatuhnya pasar subprime
mortgage di Amerika. Dimulai dari ambruknya Bank Investasi Tertua dan terbesar di
Amerika yaitu Lehman Brothers Bank. Pada saat itu Richard Severein Fuld adalah orang
yang menduduki kursi CEO Bank tertua tersebut. Pada saat itu Lehman Brothers
memutuskan untuk meminjam uang kepada Federal Reserve (disini Bank Indonesia)
dengan jumlah yang sangat besar. Jumlah pinjaman yang lebih besar dari Bank Investasi
pada umunya.
Dengan reputasi dan pengalamannya tentunya pihak Federal Reserve dengan
percaya diri memberikan pinjaman tersebut. Lehman Brothers memutuskan berani untuk
mengajukan pinjaman yang cukup besar dipicu dari kebijakan Federal Reserve pada saat
itu untuk menurunkan suku bunga hingga 1%. Kebijakan menurunkan bunga hingga 1%
dipicu dari krisis dot com pada 11 September, sehingga Chairman Federal Reserve, Allan
Greenspan mengeluarkan kebijakan penurunan tingkat suku bunga agar perekonomian
makro tetap bisa berjalan.
Namun kebijakan ini membuat para investor enggan membelanjakan uangnya untuk
membeli obligasi dari pemerintah, peluang ini juga dilirik oleh bank-bank investasi yang
dapat juga melakukan pinjaman dengan bunga yang cukup rendah yaitu 1%. Kesempatan
inilah yang diambil oleh bank investasi salah satunya adalah Lehmann Brothers. Dari
sinilah awal krisis di Amerika dimulai.
Dengan peluang tersebut maka Wall Street mengambil perannya untuk mendapatkan
keuntungan yang berlipat, para pialang mulai menghubungi para investor untuk
mengucurkan dananya. Pada waktu itu Lehman Brothers banyak membelanjakan uang
dari pinjamannya untuk membeli Investasi perumahan pada bank-bank pemberi kredit.
Sehingga bursa saham di Wall Street pun akhirnya melonjak dan mendapatkan banyak
investor yang menginvestasikan dananya pada lini properti. Akan tetapi mata rantai dari
perputaran keuntungan tidak begitu saja mulus seprti yang diharapkan.

Siklus Krisis Perumahan


Ternyata terjadi sebuah siklus yang saling menguntungkan dengan adanya investasi
perumahan ini dan juga mengakibatkan ambruknya perekonomian makro negara paman
Sam tersebut, yang juga berimbas kepada efek perekonomian global. Para bank pemberi
kredit perumahan mendapat tawaran kerjasama dari bank investasi Lehman Brothers
untuk membeli semua kredit perbankan perumahannya. Betapa tidak menarik, hal ini
tentunya sangat menguntungkan bagi Bank pemberi kredit. Sehingga secara teknis
pembayaran kredit akan berganti tangan dan mengalir kepada bank investasi sebagai
pembeli dari KPR tersebut.
Dan bank pemberi kredit mempunyai peluang untuk memutar dana segar dari hasil
penjualan KPR tersebut. Sedangkan Lehman Brothers menjual KPR tersebut kepada
pasar investasi agar mendapat keuntungan yang lebih baik. Pada awalnya siklus ini
berjalan lancar dan memang menguntungkan, betapa tidak disaat obligasi pemerintah
tidak menarik bagi investor karena bunganya rendah walaupun resikonya juga kecil akan
tetapi investasi yang ditawarkan dari perputaran siklus ini memberikan angin segar bagi
investor.
Sehingga investor banyak menanamkan uangnya pada kue investasi yang ditawarkan
bank investasi. Dengan banyak permintaan dan peluang yang menggiurkan maka dari itu
Lehman Brothers menambah jumlah hutangnya untuk dapat membeli KPR pada bank-
bank pemberi kredit. Dan bank pemberi kredit terus mencari pembeli rumah. Begitulah
bola salju itu berjalan sampai pada saatnya bank pemberi kredit sudah kehabisan debitur
untuk membeli rumahnya.
Karena permintaan dari Bank Investasi kian meningkat Bank-bank pemberi kredit
perumahan mempermudah pengajuan kredit perumahan kepada semua masyarakat,
bahkan kredit dikucurkan pada debitur yang mempunyai reputasi buruk atau disebut
dengan Subprime Mortagage sehingga hal ini memicu kredit macet yang antre dan
berderet.
Mungkin sepintas tidak akan menimbulkan masalah karena pihak bank akan menyita
rumah tersebut. Akan tetapi ketika jumlah rumah yang disita bank terlalu banyak dan
menimbulkan ketidak seimbangan dalam pasar. Sehingga Jumlah Barang lebih tinggi
dari permintaan, terjadilah penurunan harga. pihak bank merasa kesulitan untuk menjual
rumah yang disita tersebut. Bahkan yang lebih parahnya lagi.
Banyak pihak yang rela membuat rumahnya disita oleh bank dan membeli rumah
baru dengan cara cash. Betapa tidak, mereka yang mengangsur dengan bunga dan cicilan
bertahun-tahun mendapati harga rumah baru lebih murah dari dia mengangsur. Pola
seperti ini menambah deret kredit macet dari perumahan. Karena rumah berjatuhan dan
secara otomatis mempengaruhi harga investasi yang semula dipegang oleh bank
investasi. Sehingga banyak investor menarik kembali investasinya karena tahu bahwa
jatuhnya harga property saat itu.
Sehingga muncul kegaduhan dikalangan elite investasi, tidak ada yang mampu dan
mau mebeli rumah dengan harga yang jatuh tersebut sehingga dana tidak dapat berputar
dan mengalir lagi. Sontak perputaran menjadi macet dan kejatuhan Lehman Brothers
adalah simbul dari terjadinya krisis tersebut.

Pengaruh Krisis Subprime Mortgage terhadap Kondisi Pasar-Pasar Modal di


Wilayah Asia Tenggara dan Indonesia
Kisruh di pasar finansial global akhirnya pun berimbas ke Indonesia. Dana-dana
asing keluar dan menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot tajam.
BEI bahkan harus melakukan suspensi perdagangan pada 9 dan 10 Oktober 2008, untuk
memberikan jeda kepada investor agar bisa berpikir rasional di tengah gejolak pasar
keuangan.
IHSG pada awal tahun sebenarnya dalam tren penguatan, bahkan sempat mencapai
level 2.830 atau tertinggi sejak BEI beroperasi. Memasuki semester II, IHSG mulai
mendapatkan tekanan hingga puncaknya saat krisis Lehman Brothers terkuak. IHSG
terpangkas hingga setengahnya pada awal November. Jika pada 1 November 2007 IHSG
berada di level 2.688,33, maka setahun berikutnya, IHSG terpangkas hingga
setengahnya. Pada 1 November 2008, IHSG tercatat ada di level 1.241,54. Menutup
tahun 2008, IHSG berada di level 1.355 poin atau turun 50,64% dibandingkan tahun
sebelumnya.
Di pasar obligasi, pasar obligasi negara juga mengalami tekanan. Senada dengan
pasar saham, kinerja pasar obligasi sebenarnya sempat membaik pada semester I.
Namun, pada semester II pasar obligasi mulai melemah dan mencapai puncaknya pada
Oktober 2008, saat harga rata-rata obligasi negara terkoreksi hingga 27,4%. Pada
Oktober 2008, pemerintah menginjeksikan Rp15 triliun ke 3 bank BUMN. Namun, tidak
demikian dengan bank-bank swasta menengah dan kecil dengan likuiditas yang terbatas.
Biasanya, bank-bank ini mengandalkan pinjaman di pasar uang antar bank (PUAB).
Namun, dalam keadaan likuiditas ketat, mendapatkan pinjaman dari PUAB sangat lah
sulit.
Saat krisis finansial datang, sejumlah negara seperti Singapura, Malaysia, Hong
Kong Australia, dan Taiwan memang akhirnya menerapkan penjaminan penuh. Krisis
finansial memakan satu korban yakni Bank Century (Sudah beralih menjadi Bank
Mutiara dan kini menjadi Bank J Trust Indonesia). Namun, faktor utamanya bukan
semata-mata krisis, akan tetapi juga dipicu oleh kesalahan pengelolaan bank oleh pemilik
lama. Pemerintah memutuskan untuk menyelamatkan Bank Century dengan pemberian
bailout sebesar Rp6,7 triliun. Keputusan itu mendatangkan pro dan kontra, bahkan DPR
sampai menggunakan Hak Angket untuk mempertanyakan keputusan bailout Bank
Century tersebut.
3. Jelaskan pengertian kebijakan Quantitative Easing dan Taper Tantrum, serta 
dampaknya terhadap perekonomian secara umum! 
Jawab:
Kebijakan Quantitative Easing
Kebijakan quantitative easing merupakan suatu kebijakan moneter yang diterapkan
oleh bank sentral guna meningkatkan jumlah uang yang sedang beredar agar bisa
meningkatkan tingkat perekonomian dengan cara membeli berbagai aset jangka panjang
berbentuk surat berharga pemerintah ataupun bank komersial.
Dampak kebijakan quantitative easing terhadap perekonomian yaitu meningkatnya
jumlah uang yang beredar di pasar yang akan dialokasikan untuk melakukan pembelian
surat berharga dan menyalurkan pinjaman yang tidak hanya mampu menjangkau pasar
nasional saja, tapi juga mampu merambah pada pasar internasional, bahkan hubungan
bilateral pada tiap negara di sektor ekonominya. Jadi pada prinsipnya, quantitative
easing akan memberikan pengaruh positif pada indeks harga saham.
Banyaknya jumlah uang dalam peredaran juga berpotensi mampu meningkatkan
investasi, sehingga akan mampu menyebabkan capital inflow, yaitu aliran modal yang
masuk berkaitan dengan pembelian berbagai surat berharga. Bila tingkat pengembalian
yang ditawarkan ternyata cukup tinggi, maka nilai capital inflow ini akan menjadi
pemicu terjadinya inflasi. Selain itu, derasnya arus investasi yang tidak bisa diimbangi
dengan peningkatan sektor riil akan beresiko menyebabkan masalah baru, yaitu capital
flight, khususnya pada negara-negara berkembang.

Kebijakan Taper Tantrum


Taper tantrum adalah kebijakan mengurangi nilai pembelian aset, seperti obligasi
atau quantitative easing oleh The Fed. Jika itu dilakukan, maka aliran modal akan keluar
dari negara emerging market dan kembali ke AS sehingga dapat memicu gejolak pasar
keuangan.

Dampak kebijakan quantitative easing terhadap perekonomian


a. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Ketika asing menarik dananya
dari instrumen investasi saham atau obligasi, kemudian keluar dari Indonesia, pasti
membutuhkan dolar AS. Permintaan dolar AS akan meningkat. Bila banyak orang
yang tukar rupiah ke dolar AS, kurs mata uang Garuda bisa tertekan atau melemah.
Taper tantrum pernah terjadi dan memukul pasar keuangan Tanah Air di tahun
2013. Nilai tukar rupiah waktu itu di kisaran 9.700 per dolar AS. Tetapi merosot
hingga Rp 14.700 per dolar AS pada September 2015. Pelemahannya lebih dari
50%. Sekarang saja kurs rupiah menyentuh level Rp 14.262 per dolar AS (data
JISDOR BI per 8 Juni 2021). Sementara posisi 4 Januari 2021 sebesar Rp 13.903 per
dolar AS atau melemah 2,5%. Jika rupiah melemah, biasanya akan diikuti kenaikan
harga emas, barang-barang dan bahan pangan impor, seperti barang elektronik,
tempe (kedelai impor), bawang putih, dan sebagainya. Bila taper tantrum jilid 2
sampai benar-benar terjadi, mungkin saja rupiah akan bernasib sama dengan kondisi
2013. Atau justru bertahan karena pastinya Bank Indonesia (BI) sebagai regulator
akan melakukan berbagai upaya untuk tetap menstabilkan nilai tukar rupiah.
b. Suku bunga naik. Ini dampak yang ditakuti para debitur, kenaikan suku bunga
bank. Sejauh ini, debitur dimanjakan dengan suku bunga rendah karena memang
trennya demikian. Saat ekonomi AS pulih, inflasi naik, maka The Fed berpotensi
menaikkan suku bunga acuannya. Berarti kondisi sudah kembali normal. Investor
melirik, debitur yang paceklik. Sebab pastinya perbankan bakal mengatrol tingkat
bunga kredit. Otomatis, cicilan KPR dan pinjaman lain jadi lebih mahal. Makanya,
buruan ambil KPR sebelum taper tantrum terjadi.
c. IHSG dan investasi saham. Dulu di 2013, porsi kepemilikan asing mondominasi di
pasar saham. Kini, semakin menyusut. Persentasenya sebesar 41,40%. Jikalau terjadi
taper tantrum, dana asing keluar, gejolak IHSG tidak akan separah 8 tahun silam.
Meski begitu tetap kena guncangannya. Pada perdagangan (9/6), IHSG dibuka
melemah ke level 5.978,092. Taper tantrum masih menjadi kekhawatiran investor.

4. Mr. X melakukan pembelian saham PT. ADIRO pada tanggal 1 Mei 2020
dengan  harga per lembar saham sebesar Rp 10,325. Pada tanggal 27 April
2021, PT. ADIRO  memberikan deviden sebesar Rp 54 per lembar
sahamnya. Mr.X menjual kembali  saham PT. ADIRO yang dimilikinya
pada tanggal 1 Mei 2021 dengan harga per  lembar saham sebesar Rp 12,450.
Berapakah total return yang didapat oleh Mr. X  selama periode investasinya
di saham tersebut? 
Jawab:
P t−Pt −1+ D t
Return saham =
Pt −1
12.450−10.325+54
= 10.325
= 0,211 atau 21,1%

5. Mrs. Y memiliki dana sebesar Rp 100 juta dan mempertimbangkan untuk


melakukan  investasi atas dana tersebut pada sebuah reksadana A dimana
dalam 3 tahun ke  depan dapat memberikan total return sebesar 25%.
Sementara itu dalam waktu yang  bersamaan, Bank CBA juga menawarkan
kepadanya deposito dengan tingkat suku  bunga 6,75% per tahun. Lakukan
analisa, instrumen keuangan manakah yang akan  menghasilkan kinerja
lebih tinggi untuk Mrs. Y?
Jawab:
Total return reksadana = Rp 100.000.000 x 25%
= Rp 25.000.000

Total deposito = Rp 100.000.000 x 6,75% x 3 – Pajak


= Rp 20.250.000 – (20% x Rp 20.250.000)
= Rp 16.200.000

Jika melihat dari hasil return yang dihasilkan, reksadana memberikan keuntungan lebih
besar daripada deposito, total hasil dari bunga deposito masih harus dikurangi pajak
sebesar 20% total penghasilan. Selain itu, reksadana lebih likuid daripada deposito
karena bias dicairkan kapan saja dengan proses paling lambat 7 hari kerja. Di sisi lain,
deposito tidak bisa dicairkan lebih awal, kecuali kita sebagai nasabah mau membayar
denda penalti. Sehingga instrument keuangan yang akan menghasilkan kinerja lebih
tinggi untuk Mrs. Y adalah reksadana.
6. Mr. A memiliki portofolio yang terdiri dari 2 saham, yaitu saham C dan
saham M. Di  bawah ini merupakan ekspektasi dari saham C dan saham M; 

Bearish Normal Market Bullish

Probabilita
0,2 0,5 0,3
s

Saham C -20% 18% 50%


Saham M -15% 20% 10%

Nilai total portofolio yang dimiliki oleh Mr. A adalah sebesar Rp 100 juta,
dengan  alokasi investasi ke saham C sebesar Rp 90 juta dan sisanya ke
dalam saham M.  Berapakah return dan risiko dari portofolio tersebut jika
diketahui koefisien korelasi  dari kedua saham tersebut adalah +0,5? 
Jawab:
Standar Deviasi
Return ekspektasi:
E(R) C = [ 30 % x 50 % ] + [ 50 % x 18 % ] + [ 20 % x 20 % ]
= 20%
E(R) M = [ 30 % x 10 % ] + [ 50 % x 20 % ] + [ 20 % x 15 % ]
= 10%

Varian:
Varian C = [(50 %−20 %)2 x 30 % ] + [ (18 %−20 %)2 x 50 % ]+¿

[(20 %−20 %)2 x 20 % ]


= 0,0592
Varian M = [(10 %−10 %)2 x 30 % ] + [ (20 %−10 %)2 x 50 % ]+¿

[(15 %−10 %)2 x 20 % ]


= 0,0175

Starndar Deviasi:
Standar Deviasi C = √ 0,0592
= 24%
Standar Deviasi M = √ 0,0175
= 13%
Deviasi Standar Portofolio:
1 /2
σp = [(90 %)2 (24 % )2 x (10 %)2 (13 %)2 +2(90 % )( 10 %)(Pa. b)(24 %)(13 %) ]
1 /2
= [ 0,046656+0,000169+(0,005616)( Pa. b) ]
1/ 2
= [ 0,046825+0,005616( Pa . b)]

Koefisien Korelasi Saham C dan M:


1/ 2
+ 0,5 = [ 0,046825+0,005616( Pa . b)]
1 /2
= [ 0,046825+0,005616(0,5) ]
= 22,27%

7. Sebuah reksadana memiliki nilai Beta = 1 dan excess return (Rp-Rf) sebesar
20%. Jika  excess return pasar (Rm-Rf) sebesar 16%, maka berapakah nilai α
dari reksadana  tersebut? 
Jawab:
α = R p −[ R f + β p ( R m−Rf ) ]
= 20+ R f −[ R p−20+1(16+ R f −R p +20) ]
= 20+ R f −[ 20+ R f −20+1(16+ R f −20−R f +20) ]
= 20+ R f − [ R f +16 ]
= 20 – 16
= 4

Anda mungkin juga menyukai