Anda di halaman 1dari 34

RESUME CHAPTER 8 – 14

Chapter 8 : Usefulness Of Accounting Information To Investors And Creditors


Di chapter 6 sebelumnya sudah belajar tentang Search for Objectives, sudah sepakat
dinyatakan bahwa ASOBAT, APB Statement No 4, Trueblood Committee report, SATTA, dilanjutkan
chapter 7 SFAC, kita sepakat tujuan menyediakan informasi akuntansi adalah untuk berguna dalam
pengambilan keputusan (usefulness dalam decision making). Disitu, ASOBAT juga menyatakan
perubahan approach. Kalo dulunya akuntansi dari definisi dan lain-lain itu adalah proses pencatatan,
pengelompokan, dan seterusnya sampai menjadi laporan keuangan itu adalah dilihat dari
penyiapannya/preparernya/penyaji informasi. ASOBAT dan lain-lain mengubah orientasinya kepada
user, jadi tidak lagi yang dlihat adalah proses menyiapkan tapi yang dilihat adalah kegunaannya bagi
usernya. Kegunaan untuk apa? Nomor satu untuk pengambilan keputusan, walaupun ada tambahannya
juga untuk pertanggungjawaban.
Kita juga sudah membahas bahwa usernya itu banyak, di chapter sebelumnya kita sepakat
bahwa usernya banyak tetapi user itu bisa dikelompok-kelompokkan. Dan kita sepakat juga di SFAC
bahwa yang paling utama itu ada 2, yaitu investor dan kreditor. Jadi kalau dilihat dari judul chapter ini,
usefulness of accounting information to investors and creditors, berarti untuk users, cuma usersnya
diwakili oleh yang paling utama. Usefulnessnya untuk apa? Untuk decision making.
Kalo chapter 6, chapter 7, itu akuntansi yang menyatakan bahwa kita menyediakan
informasi supaya berguna bagi user untuk pengambilan keputusan. Sekarang chapter 8 ini mau
membuktikan, betul berguna ga tuh yang disampaikan oleh akuntansi tadi? providing informasi untuk
pengambilan keputusan, betul-betul digunakan gak dalam pengambilan keputusan. Ini yang mau kita
lihat sekarang. Oleh siapa? Oleh user yang 2, investor dan kreditor.
Investor itu keputusannya selalu terkait dengan saham, makanya chapter ini mulai dari
bagian depannya panjang lebar itu terkait dengan pasar modal. Sampai tentang risk and return,
portofolio, dan sebagainya itu capital market yang dibahas, ada efisiensi pasar dan seterusnya. Di
bagian akhir juga dibahas sedikit tentang kegunaan informasi bagi kreditor. Kreditor itu informasinya
apa? Memberi pinjaman. Pinjamannya itu ada dua macamnya. Kalo bank itu ada kredit, tapi kalo di
pasar modal berarti obligasi.
Chapter ini mau membuktikan statementnya profesi yang ada di chapter 6 dan chapter 7
bahwa akuntansi menyediakan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan oleh user. Ini
yang harus dibuktikan sekarang. Bagaimana membuktikannya?
1. Keputusan oleh investor terkait dengan saham
2. Keputusan oleh kreditor terkait dengan obligasi
Kalau kita sebagai investor, keputusan kita terkait dengan mau jual atau mau beli saham.
Kalau kita punya saham, ga mau dijual, mau dimiliki berapa lama. Kan orang finance bilang buy, hold,
sell. Apakah individual saham satu-satu atau mau portofolio juga silahkan. Tapi selalu beli, miliki,
menahan, atau jual.
Obligasi juga begitu. Keputusannya terkait dengan mau memberi pinjaman atau gak. Kalau
kita memberi pinjaman melalui organisasi, berarti kita memutuskan mau beli obligasi atau tidak. Kalau
kita tidak mau memberi pinjaman, kita tarik uangnya minta dilunasi, kalau dalam bentuk obligasi bisa
kita jual obligasinya. Berarti keputusannya tetap sama, yaitu buy, hold, sell. Yang banyak yang saham,
yang sedikit yang obligasi.
Komposisi uang yang beredar di pasar modal itu lebih banyak di saham atau lebih banyak
di obligasi? Lebih banyak di saham. Sebanding dengan jumlah uang yang beredar di bursa, sebanding
dengan saham. Jadi permasalahannya disini juga banyak. Masalahnya apa? Membuktikan apakah
informasi akuntansi betul-betul digunakan. Kalau tidak digunakan artinya informasinya tidak ada
gunanya, kalau digunakan berarti informasinya ada gunanya. Yang disebut information content, kalau
digunakan berarti informasi itu punya kandungan, informasi yang berguna untuk pengambilan
keputusan. Kalau tidak digunakan berarti informasinya tidak punya kandungan yang berguna untuk
pengambilan keputusan.
Jadi itulah ide besar dalam chapter ini. Di buku teori akuntansi yang lain itu dibilang
begini, kalau saya tukang masak (cook-nya), terus saya buat pudding, bagaimana saya mengatakan
bahwa pudding buatan saya ini enak. Bagaimana kamu membuktikan bahwa pudding buatan saya itu
enak atau tidak, harus dicicipi. Pepatahnya orang yang berbahasa Inggris itu mengatakan “the proof of
the pudding is in the eating”. Jadi membuktikan puddingnya itu enak atau gak dengan cara
memakannya.
Chapter ini membuktikan omongan berguna itu dengan melihat reaksi-reaksi di pasar
modal. Itu yang mau dilihat. Lalu ada hubungan apa gak antara informasi akuntansi dengan pasar
modal? dicoba dijelaskan di awal ada laba, ada dividen, ada harga saham.

Earnings, Dividends, and Stock Price


Contoh, misalnya hari ini PT A mau jual saham di bursa, IPO, harga sahamnya 2000 per lembar, mau
beli ga? Saya langsung beli pak. Kalau itu berarti namanya naïve investor, investor yang tidak punya
pengetahuan yang cukup. Pengetahuan apa yang dibutuhkan untuk mengatakan ok saya mau beli atau
oh gak saya ga mau. Kita mau investasi itu tujuannya apa sih? Mencari laba (return). Sebenarnya itu
earnings, tapi earnings kalau di capital market itu disebut return (kembalian). Return yang kita terima
asalnya darimana? Kalau kita beli saham, terus dapat return, sumber returnnya dari dividen. Kita
mendapat uang dari perusahaan namanya dividen. Berarti ini return kita yang pertama. Return
keduanya apa? Capital gain. Kalau kita jual sahamnya, kalau harganya lebih tinggi dari 2000, kita
dapat keuntungan. Berarti kita akan beli dengan harga 2000 kalau laba yang kita dapatkan nanti lebih
tinggi dari 2000. Itu keputusan dasar investasi. Kalau labanya lebih rendah dari 2000 ngapain dibeli.
Karena capital gain itu didapatnya dari jual saham, sedangkan investor itu adalah orang yang memiliki
saham, maka capital gain itu kita abaikan kalau sudah dijual sahamnya berarti sudah tidak jadi investor
lagi.
Jadi yang menjadi sumber return utamanya adalah dividen. Jadi kalau sahamnya saya beli 2000,
dividennya mau dapat berapa ya kira-kira? Dari perusahaan sejenis, pengalaman kemarin kira-kira bisa
dapat 100 dividennya. Tahun berapa, anggap saja biar mudah setiap tahun 100. Berarti 2000 akan balik
(di payback) dalam periode berapa lama? 20 tahun. Itu yang namanya payback period. Sekarang
pertanyaannya, apa mau berinvestasi yang kembalinya 20 tahun? Tidak. Kita harus punya batas. Kalau
lebih dari batas ini kita ga mau investasi. Kalau dibawah batas ini kita mau investasinya. Terserah
batasnya berapa. Misalnya batasnya 7 tahun, berarti yang 20 tahun ditolak. Saya ga mau beli saham
yang 2000 ini. Benarkah seperti itu? Ada hal lain yang harus dipikirkan. Present value. 100 hari ini
sama 100 yang akan datang harus di present value-kan. Paybacknya jadi lebih lama dari 20 tahun.
Laporan keuangan itu harus untuk orang yang memahami bagaimana mempelajari laporan keuangan
itu. Investor yang tidak berpengetahuan itu di hipotesis itu namanya naïve investor hypothesis. Investor
itu bisa dibohongi, tapi setelah diteliti ternyata ga bisa. Orang yang mau membayar 2000 itu uang betul
lho, orang kalau mengeluarkan uang betul itu walaupun tidak tau dia akan tanya-tanya dulu, ada
advisernya yang memberi advice (investing advice). Siapa? Broker saham. Kalau mau beli saham kan
lewat broker, kantor sekuritas, itu punya ahlinya disitu. Kita akan diberi tahu, apalagi kalau kita minta,
tolong nanti saya di email atau nanti saya telpon atau saya datang ke kantor dan tolong dijelaskan ya.
Berarti yang naïve tadi tidak terbukti. Keputusannya tetap keputusan yang canggih.
Berarti artinya mau beli saham harus mikir return, kalau returnnya ga cukup ga jadi beli. Returnnya
apa tadi? Dividen. Sekarang perusahaan akan membagi dividen dalam kondisi kalau perusahaan
mendapatkan laba. Laba itu informasi akuntansi. Berarti dividen tergantung pada informasi akuntansi.
Dividen menjadi dasar untuk memutuskan harga sahamnya terlalu tinggi atau tidak. Kalau saya tidak
mau beli artinya apa? Harganya terlalu tinggi (over price). Kalau harganya masuk hitungan saya,
berarti paling tidak itu under price, kecil atau tidak yang penting masih laba.
Jadi kalau begitu ada hubungan antara dividen, informasi akuntansi, dan harga saham. Saya bisa
menentukan harga saham kalau saya tau dividennya. Saya bisa tau dividen kalau saya tau laba
akuntansinya. Berarti kalau saya pakai persamaan sederhana begitu harga saham dipengaruhi oleh
dividen. Dividen dipengaruhi oleh earnings (laba).
Jadi, apakah dalam praktik itu, teori ini nanti bisa terjadi betul di perusahaan yaitu apakah laba yang
terjadi atau dihasilkan oleh perusahaan itu betul-betul mempengaruhi harga saham.
Inilah dasar untuk melakukan penelitian pasar modal. Jadi ada teori mengenai dividen, mengenai laba,
mengenai harga saham yang mengaitkan ketiganya itu akibatnya saya bisa melakukan penelitian pasar
modal yaitu mencari hubungan antara informasi akuntansi dalam bentuk laba dengan harga saham.

Residual Income
Disini itu ada informasi laba akuntansi. Laba akuntansi itu apa? Revenue dikurangi expense. Itulah laba
akuntansi. Tapi ada para pengguna informasi di luar, misalnya begini, saya punya uang 1 Milyar. Uang
saya 1M kalau saya simpan di bank saya bisa dapat 100 juta per tahun. Terus ada yang bilang,
investasikan saya diperusahaan kami. Lalu saya tanya kira-kira perusahaan itu bisa memberikan laba
berapa. Dari pengalaman sebelumnya 15%. Berarti kalau 1M dimasukkan ke perusahaan itu, saya akan
dapat laba 150 juta. Menurut akuntansi labanya 150 juta, tapi sebetulnya 150 juta itu hanya lebih 50juta
dibanding kalau uangnya saya taruh di bank. Berarti yang di bank itu 100 jutanya itu namanya cost of
capital (biaya modalnya). Modal itu ga gratis, alternative earningsnya itulah yang disebut cost of
capital. Berapa cost of capitalnya? 100. Kalau uangnya ditanamkan di perusahaan, yang saya dapatkan
150. Kalau cost of capitalnya dikeluarkan berarti laba saya tinggal 50. Laba tinggal sama dengan
laba residu. Itulah yang disebut dengan residual income, yaitu laba setelah dikurangi dengan cost of
capital.
Pilih mana, naruh uang di bank atau investasi di perusahaan tadi? Karena residual incomenya positif,
berarti saya pilih nanam modal di perusahaan tadi, saya dapat kelebihan sebesar 50 yaitu residual
income yang disebut juga economic profit. Dikembangkan rumusnya. Ngitungnya dari laba yang
ditengah-tengah itu namanya NOP (Net Operating Profit).
Cara ngitung NOP:
NOP = (Revenue – CGS) – Operating expense
NOP = Gross Profit – Operating expense
Tidak cuma NOP, tetapi ada after tax. Berarti kalau tariff pajaknya 28%, maka NOP ini dikurangi 28%
sebagai Tax. Berarti NOPAT (Net Operating Profit After Tax) nya tinggal 72%.
Karena Net income = NOP – extraordinary, Kalau di perusahaan itu tidak ada extraordinary, maka Net
Operating Profit (NOP) nya = Net Income. Jadi NOP itu dalam bahasa teori akuntansinya disebut
earnings. Net income dalam bahasa teori akuntansinya disebut comprehensive income.
Di SFAC No.5 kita mengenal 2 konsep laba, yaitu earnings dan comprehensive income.
NOP (Net Operating Profit) = earnings
NI (Net Income) = comprehensive income => berasal dari NOP - extraordinary
Kalau extraordinarynya 0, maka:
NOP – tax = NIAT (Net Income After Tax)
NOPAT – Capital charge = economic profit
Capital charge itu apa? Cost of capital tadi. Kalau uangnya di bank dapat 100 itu capital charge,
dalam bahasa finance itu namanya cost of capital.
Kalau modalnya itu kompleks, ada utang, obligasi, ada preferred stock, ada common stock berarti
struktur modalnya kompleks, cost of capitalnya nyatatnya pakai WACC (Weighted Average Cost of
Capital). Jadi, NOPAT – Capital charge itu bisa berubah menjadi NOPAT – WACC.
Ini analisis tambahan di luar laporan keuangan. Laporan keuangan kita hanya menyediakan neraca,
laba rugi, cash flow, ekuitas, catatan atas laporan keuangan. Analisis tersebut dilakukan berdasarkan
informasi yang ada di laporan keuangan. Perusahaan tidak menyediakan informasi EVA dan economic
profit, yang membutuhkan bisa menghitungnya sendiri. Tujuannya meningkatkan kegunaan informasi
dalam pengambilan keputusan.
Sekarang pilih mana, nyimpan uang di bank atau investasi di perusahaan tadi? Kalau tidak ada hitungan
residual income, jawabnya hanya dari laba di dalam laporan laba rugi, tidak cocok jadinya. Tidak ada
alternatif yang tersedia. Setelah saya tahu residual incomenya, saya bisa tau oo lebih baik investasi
disini. Berarti informasinya lebih berguna dalam pengambilan keputusan. Walaupun ada plusnya,
walaupun ada minusnya, tapi ada gunanya.

Introduction to Capital Market Research in Accounting


Jadi penelitian pertama itu penelitian seminal, yaitu penelitian yang menonjol, yang besar, yang awal
memakai kata seminal. Berarti pertama dilakukan, bagus, yang kemungkinan di masa depannya akan
berkembang. Itu yang namanya seminal. Yang melakukan itu adalah dua orang pertama yang namanya
Ball and Brown, sehingga sangat terkenal penelitian pasar modal itu yang merintis adalah Ball and
Brown. Publikasinya tahun 1968. Apa yang diteliti? Apakah informasi akuntansi direspon oleh pasar
modal atau tidak. Kalau hari ini saya memberikan informasi, hari ini harga saham bergerak berarti
informasi saya dipakai oleh investor dalam keputusan terkait dengan harga saham. Kalau gitu
informasinya memiliki information content.
Penelitiannya memakai event study (studi peristiwa). Jadi kita lihat apakah hari ini diumumkan, hari ini
responnya terjadi. Kalau iya, berarti informasinya punya konten, kalau tidak berarti informasinya tidak
punya konten. Ball and Brown (1968) membuktikan bahwa informasi akuntansi punya konten.
Lalu dikembangkan lagi, tidak hanya dilihat dari responnya, tapi dilihat dari sign (tandanya). Kalau
informasinya positif, responnya positif. Kalau informasi negatif, responnya negatif. Berarti
information content sesuai dengan tanda informasi.
Lalu dilihat dari besarannya (magnitudenya) gimana. Kalau labanya naik 10%, apakah responnya
berbeda dengan kalau labanya naik 30%? Kalau labanya turun 5% apakah berbeda dengankalau
labanya turun 10%. Dilihat besarannya. Ternyata penelitiannya juga membuktikan pasar bereaksi juga
terhadap magnitude. Jadi tidak cuma information content, tapi sign and magnitude.
Terus orang berpikir, bagaimana mengembangkan bisnis pasar modal ini. Apakah respon pasar untuk
perusahaan yang berbeda itu juga berbeda? Misalnya, PT A labanya naik 10%, PT B labanya naik 10%.
Apakah pasar merespon 10% sama-sama atau beda? Diteliti, ternyata berbeda responnya. Respon yang
berbeda itu disebabkan oleh ERC (Earnings Response Coefficient). Jadi tiap perusahaan itu bisa
dihitung ERCnya. Misalnya PT A ERCnya 1, kalo dia mengumumkan laba naik 10%, maka respon
pasarnya 10 x 1 = 10%, sedangkan PT B ERC nya 0,9. Kalo dia mengumumkan labanya naik 10%,
pasarnya akan bereaksi 10 x 0,9 = 9%. Sehingga terjawablah pertanyaan mengapa ada respon yang
berbeda-beda ke perusahaan yang berbeda diakibatkan oleh ERC. Terus orang bertanya lagi, ERC itu
dipengaruhi oleh apa? Apa faktor penentu ERC? Itulah jadi perkembangan berikutnya . sudah ada
penelitiannya.
Itu penelitian information content yang sebetulnya dasarnya adalah efficient market hypothesis
(EMH). Kenapa kita mencari hubungan information content yang kita kembangkan sampai ketemu
ERCnya itu karena kita percaya bahwa pasar modal itu efisien. Efisiensinya ada 3 level.
1. Weak, mengatakan bahwa harga saham di bursa tergantung dari harga historisnya (historical price).
Berarti harga-harga yang lalu mempengaruhi harga sekarang
2. Semi strong, mengatakan bahwa kalau ada informasi masuk ke bursa, maka informasi itu akan
secara instan dimasukkan ke dalam harga saham. Instant = tidak ada tenggang waktu. Begitu ada
informasi, langsung harga sahamnya berubah. Tidak ada jeda waktunya. Kalau ada jeda waktu
artinya tidak efisien. Karena yang dimaksud dengan efisien semi kuat yaitu kalau informasi yang
masau pasar secara instan direspon dalam perhitungan penentuan harga saham
3. Strong, semua informasi baik yang tersedia untuk masyarakat publik maupun informasi yang di
perusahaan tidak disediakan untuk masyarakat luar namanya privat, jadi baik informasi untuk
publik maupun informasi untuk privat diperhitungkan dalam penentuan harga saham.
Akuntansi pasar modal risetnya menggunakan asumsi pasar modalnya efisien semi kuat. Kita tidak
berasumsinya pasar modalnya efisien kuat. Karena kalo efisien kuat, kita ga tau ada respon terhadap
apa, karena ada informasi di dalam perusahaan yang orang tidak tahu. Tapi kalau yang semi kuat,
hanya informasi yang disediakan untuk publik yang masuk ke bursa itu yang direspon.
Jadi artinya, berdasarkan pasar modal efisien, kita akan setuju penghimpunan informasi yang masuk ke
pasar itu akan di respon secara instan ke dalam penentuan harga saham. Berarti kalau begitu hasil
penelitian harus menunjukkan ada information content, yaitu pasarnya bereaksi. Kalau pasarnya tidak
bereaksi berarti tidak ada information content. Penelitian sejak Ball and Brown sampai hari ini
menunjukkan ada information content. Berarti cocok dengan teori atau hipotesis pasar efisien.

Anomali
Penelitian yang dicari saat ini adalah penelitian-penelitian yang anomaly, penelitian yang pada saat
seperti ini atau seperti itu ternyata tidak efisien. Karena yang mendukung efisien sudah terlalu banyak.
Penelitiannya sudah kuat. Beberapa contoh anomaly yaitu:
1. Ada jeda waktu dalam memproses data fundamental. Tadi dikatakan harus instan, kalau tidak
instan berarti tidak efisien, kalau tidak efisien berarti namanya anomaly. Penelitinya Ou dan
Penman berhasil membuktikan ada jeda waktu.
2. Ternyata laba dan return saham ternyata korelasinya rendah. Tadi dibilang ada information
content, ada ERC, sehingga kalo dicari hubungannya ada, tapi sekarang dibuktikan kalau
korelasinya rendah.
3. Ada post-earning-announcement drift, ada informasi yang diserap pasar harus secara instan
menentukan harga saham, tidak boleh ada sisa penentuan. Misalnya hari ini laba diumumkan, pasar
diam saja. Dua hari yang akan datang harga saham naik. Kalau begitu pasar tidak efisien. Ada post-
earning-announcement drift. Jadi sisa-sisa dari pengumuman earnings itu tidak boleh.
4. Mispricing related to accruals

The Incomplete Revelation Hypothesis (Hipotesis pengungkapan yang tidak lengkap)


Artinya, kalau bicara disclosure (pengungkapan), disclosure itu intinya adalah menyampaikan
informasi. Cara menyampaikan, bentuk penyampaiannya itu tidak penting, yang penting informasinya
tersampaikan. Tapi ternyata setelah diteliti, kalau laporan keuangan itu informasinya ada di tubuh
laporannya, itu respon pasar akan berbeda dengan kalau informasinya ditaruh di lampiran. Berarti
disclosure (pengungkapan)nya / to reveal nya tidak lengkap. Ini dibuktikan oleh penelitian. Kalau
begitu ini pasarnya tidak efisien. Kalau efisien itu yang penting ada informasinya. Bukan cara
mengungkapkannya yang dipertanyaan.
Yang kedua, adanya noise trader. Harga saham itu turun harusnya logikanya orang ga mau jual, karena
kalo dijual kan rugi. Seharusnya dia tunggu, kalau nanti naik baru dijual. Tapi ternyata ada orang-orang
yang pas harga turun itu butuh uang, misal bayar rumah sakit, bayar uang sekolah, yang menyebabkan
dia terpaksa untuk menjual sahamnya. Ini namanya pedagang yang noisy (mengganggu). Harusnya
trennya itu orang membeli, ini malah menjual, karena adanya informasi yang tidak lengkap tadi.
Dalam filsafat ilmu, “teori itu tidak kita terima kebenarannya, teori itu tidak kita tolak
keberadaannya”.
Kalo orang filsafat itu, tidak menolak tidak berarti sama dengan menerima.
Jadi teori efficient market hypothesis itu tidak kita terima, tapi kita tidak bisa menolak teori itu. Kecuali
kalo kita bisa menemukan anomaly banyak. Kalau bisa menemukan anomalinya banyak baru bisa
bilang tidak efisien. Anomalinya belum cukup banyak untuk mengganti teori efisiensi pasar tadi. Salah
satu syarat pasar efisien itu pembeli dan penjualnya banyak. Kalau pembelinya 1, penjualnya 1, itu ga
bakalan efisien.
Dari berbagai penelitian yang dilakukan, ada tokoh akuntansi yang menyampaikan sesuatu yang tidak
benar, pasar modal itu bisa dibodohi oleh akuntan, kita ganti aja metode akuntansi, supaya labanya
naik, sehingga ada reaksi pasar. Kan kalo harga naik, pasar juga akan bereaksi harga pasarnya naik,
berarti akuntan bisa mengatur pasar modal. Lalu diteliti, ternyata pasar modal itu tidak bereaksi
terhadap metode akuntansi, pasar modal itu hanya bereaksi terhadap dampak metode akuntansi
terhadap aliran kas. Kalau setelah ganti metode, cash flownya tidak berpengaruh, berarti pasar tidak
akan bereaksi. Ganti metode mungkin direaksi, mungkin juga tidak, tergantung apakah penggantian
tadi mempengaruhi cash flow atau tidak mempengaruhi cash flow.
Summary of Capital Market Research
1. Laba akuntansi memiliki kandungan informasi dan mempengaruhi harga saham
2. Kebijakan akuntansi alternatif dengan konsekuensi cash flow yang tidak nyata secara langsung
atau tidak langsung bagi perusahaan tidak tampak mempengaruhi harga saham
3. Kebijakan akuntansi alternatif yang mempunyai konsekuensi cash flow langsung atau tidak
langsung bagi perusahaan atau pemiliknya, mempengaruhi harga saham
4. Ada bukti bahwa pasar modal tidak bereaksi secara penuh atau secara instan untuk memastikan
tipe data akuntansi dalam situasi tertentu
5. Terdapat dorongan untuk memilih kebijakan akuntansi tertentu memberikan konsekuensi kas
tidak langsung.
6. Ukuran risiko berdasar akuntansi berkorelasi dengan ukuran risiko pasar, mengusulkan bahwa
angka-angka akuntansi berguna untuk menilai risiko.
Accounting Data and Creditors
Ada 4 bidang penelitian yang terkait kegunaan informasi akuntansi bagi kreditor:
1. Kegunaan data akuntansi dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan yang menunjukkan
kegagalan pinjaman. Kalau perusahaannya bangkrut artinya pinjamannya tidak bisa dibayar,
kreditnya macet.
2. Hubungan data akuntansi dengan rating obligasi yang menunjukkan rating itu seperti atau sama
dengan risiko kegagalan.
3. Hubungan data akuntansi dengan taksiran premi risiko tingkat bunga atas hutang
4. Studi eksperimen peran data akuntansi dalam keputusan pemberian pinjaman,
Pertama, kebangkrutan.
Kalau kita mau beli obligasi, obligasi itu mesti jangka panjang paling tidak 5 tahun. Berarti kita harus
punya keyakinan bahwa uang kita dalam waktu 5 tahun itu pokoknya akan dibayar kembali ke kita.
Perusahaan tidak akan bangkrut dalam 5 tahun ini. Makanya dicoba diprediksi apakah informasi
akuntansi bisa membedakan perusahaan yang bangkrut dengan perusahaan yang tidak akan bangkrut
dalam 5 tahun kedepan. Model Altman digunakan dalam memprediksi kebangkrutan. Ternyata
informasi akuntansi berguna untuk informasi bagi kreditor yaitu untuk memilih membeli obligasi
perusahaan yang tidak akan bangkrut, jangan membeli obligasi perusahaan yang diprediksi akan
bangkrut.
Kedua, kegunaan data akuntansi untuk bond rating.
Obligasi itu ada bond ratingnya, yang menerbitkan rating yaitu PEFINFO (PT Pemeringkat Efek
Indonesia). Rating ini menunjukkan risiko kegagalan. Semakin tinggi ratingnya, semakin rendah
kemungkinan gagal bayar obligasi itu. Berarti kalau mau beli obligasi tinggal lihat ratingnya. Cari yang
ratingnya minimum AA. Semakin tinggi rating obligasinya, semakin rendah bunganya.
Ketiga, kalau perusahaan itu jelek, risikonya tinggi, maka bunga yang dibayarkan oleh perusahaan
itu harusnya lebih tinggi daripada untuk perusahaan yang baik. selisihnya namanya premi on
interest atas risk premier. Jadi karena lebih beresiko, kamu membeli premi atas risiko itu. Ini bisa juga
diukur pakai informasi akuntansi kayak rating tadi. Rating itu bisa diprediksi pakai informasi
akuntansi. Banyak penelitian menggunakan informasi akuntansi untuk memprediksi rating obligasi.
Contoh, PT A menjual obligasi, tidak dirating oleh PEFINDO, trus bagaimana risikonya, tidak tau.
Prediksi ratingnya bisa dilakukan pakai informasi akuntansi. Berarti kita bisa menggunakan informasi
akuntansi untuk keputusan kreditor.
Keempat, studi eksperimen
Prosedur analisis peminjaman uang di bank. Analisis apakah diterima atau tidak permohonannya.
Analisis uang yang akan diberikan berapa. Analisis berapa bunganya. Analisis berapa jaminannya. Ada
studi eksperimen, pura-pura jadi loan officer. Kalau ada orang minta pinjaman itu keputusannya kira-
kira seperti apa sih. Jadi ada 4 bidang yang keempat-empatnya menunjukkan bahwa informasi
akuntansi ternyata bisa digunakan untuk membangun kreditor mengambil keputusan.

Chapter 9 : Uniformity And Disclosure : Some Policy Making Directions


Pencatatan akuntansi itu seharusnya uniform (seragam). Dampak dari uniformity pencatatan
ini adalah pada peningkatan comparability. Comparability itu termasuk dalam output oriented
principle. Berarti kalau sudah menerapkan prinsip orientasi input dengan benar, maka akan
mendapatkan output principle. Jadi prinsip berorientasi output itu adalah akibat menggunakan prinsip
input yang benar. Prinsip inputnya ada yang general, ada yang constrain. Kalau input diterapkan
dengan benar hasilnya adalah output. Outputnya adalah comparability, consistency, dan uniformity.
Jadi kalau sekarang yang dilihat uniformity ini pencatatannya, berarti pencatatan dengan cara yang
sama, sehingga laporan hasil pencatatan tadi bisa dibandingkan (comparable).
Pencatatan akuntansi yang menimbulkan masalah uniformity dan menjadi konsep
comparability, itu adalah masalah standar akuntansi. Yang mengatur standar akuntansi harusnya SEC.
tapi sejak awal SEC sudah bilang silahkan AICPA membuat standar. AICPA membentuk CAP, APB,
lalu dikritik-kritik jadi FASB. Jadi, standar akuntansi yang membuat adalah profesi.
Disclosure adalah pengungkapan informasi di dalam laporan keuangannya (neraca, laba
rugi, perubahan ekuitas, catatan atas laporan keuangan) yang itu semua merupakan bidangnya SEC
yang tidak banyak diserahkan kepada profesi. Jadi SEC tetap saja membuat aturan sendiri. Akibatnya
Standar akuntansi tidak terlalu banyak mengatur disclosure. Standar akuntansi banyak mengatur
akuntansi, pencatatan, pengukuran, pengakuan, tapi pengakuan informasinya itu diatur melalui
peraturan SEC.
Sesudah krisis tahun 1929-1930 di amerika dibentuk SEC, ada undang-undang, dan
mulailah ada regulasi. SEC meregulasi disclosure. Karena krisisnya di Amerika itu akibat dimulai dari
crashnya pasar modal, yang dirugikan pertama kali adalah para investor. Berkembang menjadi krisis
ekonomi. Maka SEC mencoba mengatur disclosure dalam rangka memproteksi investor. Supaya
investornya aman tidak dirugikan. Maka disebutlah protective disclosure, perusahaan diminta
mengungkap informasi supaya investornya terjaga, terproteksi. Informasi yang harus diungkap untuk
memproteksi investor adalah informasi yang sudah terjadi (historical transaction), datanya sudah ada,
namanya data yang sudah ada itu ada transaksinya disebut dengan data keras (hard data). Laporan
keuangan, rincian transaksi yang sudah terjadi, itu semua adalah hard data. Jadi SEC menugasi
perusahaan menerbitkan informasi itu tadi yang disebut dengan nama protective disclosure.
Setelah itu, terdapat tambahan informasi lagi sampai timbul kesadaran bahwa sebetulnya
keputusan investor ini adalah untuk masa yang akan datang. Keputusan yang dibuat investor tentang
jual beli saham itu sebetulnya mempertimbangkan kondisi masa yang akan datang. Sehingga investor
meminta perusahaan menerbitkan “ramalan” mengenai masa yang akan datang. Buatlah forecast.
Forecast itu datanya belum terjadi, tapi baru “ramalan”. Oleh karena itu disebut soft. Disclosure yang
seperti ini memberi informasi kepada investor untuk memperbaiki keputusannya, karena itu disebut
informative disclosure. Jadi bukan berarti yang protective dihilangkan, yang protective itu diawal-awal
diminta. Sesudah protectivenya diminta, sudah ada, ditambahi dengan yang informative. Jadi disclosure
terdiri dari dua jenis data, yaitu hard dan soft.
Bentuk dan metode disclosure itu ada 4 (empat) macam, yaitu :
1. Management’s Discussion and Analysis (MD & A)
Jenis MD & A ini terdiri dari ada 4 poin utama, yaitu :
a. harus ada hasil operasi, termasuk informasi perubahan harga jual, perubahan biaya, perubahan
volume
b. harus ada penilaian likuiditas masa yang akan datang dari perusahaan itu
c. harus ada sumber modal dan rencana capital expenditure.
d. tren, ketidakpastian, dan peristiwa di masa yang akan datang yang dapat memiliki pengaruh
pada poin a, b, maupun c.
Ini adalah salah satu bentuk disclosure, isinya sebagian data masa lalu, sebagian forecast. Berarti
itu termasuk protective dan informative disclosure.

2. Signaling and Management earnings forecasts


Entitas yang mendisclosure diluar MD & A bisa menambah lagi dengan forecast-forecast, seperti
forecast laba. Ini tambahan, ini sebetulnya tidak masuk mandatory, tapi masuk
ke voluntary (sukarela).
3. SFAS No. 131
Mengatur mengenai segmen, pelaporan segmen. Segmen itu bagian operasi yang dilihat cukup
besar. Harus diungkap tersendiri, apa saja segmen yang ada pada perusahaan tersebut. Pelanggan
yang besar itu segmen, daerah penjualan yang besar itu segmen, jenis produk yang lebih dari sekian
persen itu segmen, itu harus dilaporkan khusus ada disclosurenya.

4. Quarterly information
Informasi 3 (tiga) bulanan. Ada 2 pendekatan:
a. Discrete view: berdiri sendiri setiap 3 bulan, berarti dianggap sama seperti time periodenya
menjadi 3 bulanan
b. Integral view: time periodnya masi 1 tahun, cuma sekarang dilaporkan 3 bulanan, jadi 3 bulanan
adalah bagian dari satu tahun.

5. Small Firms vs Larger Firms


Keberadaan standar overload. Tidak adil rasanya apabila perusahaan kecil diperlakukan sama
seperti perusahaan besar. Kemampuan perusahaan kecil mengeluarkan biaya akuntansi tidak
sebesar perusahaan besar. Maka perlu dibuat standar akuntansi yang berbeda untuk perusahaan
kecil dan untuk perusahaan besar.
Ada empat organisasi yang memiliki pengaruh besar dalam pengembangan standar
akuntansi keuangan di Amerika Serikat, yaitu:
1. Securities and Exchange Commission (SEC)
SEC dibentuk pertama kalinya pada tahun 1934, dimana peran utamanya adalah untuk mengatur
penerbitan dan transaksi perdagangan sekuritas oleh emiten kepada khalayak ramai (publik). SEC
juga mewajibkan perusahaan public agar laporan keuangan eksternalnya diaudit oleh akuntan
independen.
SEC sangat fokus terhadap pelaporan keuangan perusahaan publik dan pengembangan standar
akuntansi. SEC juga secara seksama memonitor proses pembentukan standar akuntansi di Amerika.
SEC membantu mengembangkan dan menstandarisasi informasi keuangan yang disajikan kepada
para pemegang saham. SEC memiliki mandat untuk menetapkan prinsip-prinsip akuntansi.

2. American Institute of Certified Public Accountans (AICPA)


AICPA adalah sebuah organisasi profesi akuntan public di Amerika. Organisasi ini didirikan pada
tahun 1887 dan menerbitkan jurnal bulanan dengan nama Journal of Accountancy. AICPA
memiliki peran penting dalam pengembangan dan pembentukan standar akuntansi, termasuk
penyiapan (penyelenggaraan) ujian sertifikasi dan pendidikan berkelanjutan bagi para akuntan
publik.
Atas desakan SEC, pada tahun 1939 AICPA membentuk Committee on Accounting
Procedure (CAP). CAP yang beranggotakan akntan praktisi, menerbitkan 51 Accounting Research
Bulletins yang menangani berbagai masalah akuntansi sepanjang tahun 1939 sampai dengan tahun
1959. Namun, pendekatan masalah per masalah ini gagal memberikan kerangka prinsip akuntasni
yang terstruktur sebagaimana yang dibutuhkan dan yang diinginkan. Untuk itu, pada tahun 1959
AICPA mendirikan Accounting Principles Boards (APB).
Tugas utama dari APB adalah mengajukan rekomendasi secara tertulis mengenai prinsip akuntansi,
menentukan praktik akuntansi yang tepat, dan mempersempit celah perbedaan-perbedaan yang ada
serta ketidakkonsistennan yang terjadi dalam praktik akuntansi saat itu. Seiring berjalannya waktu,
APB dianggap kurang produktif dan gagal bertindak cepat dalam menangani kasus-kasus
penyimpangan akuntansi yang terjadi pada saat itu. Pada tahun 1971, ketua profesi akuntansi di
Amerika, dalam upaya mencegah intervensi lebih lanjut dari pemerintah, membentuk Study Group
on Establishment of Accounting Principles. Komite ini diketuai oleh Francis Wheat, dan secara luas
dikenal dengan nama Wheat Committee. Komite ini bertugas untuk mengkaji ulang struktur
organisasi dan operasi APB serta menentukan perubahan apa yang diperlukan untuk memperoleh
hasil yang lebih baik dalam penyelesaian masalah akuntansi. Hasil studi ini juga pada akhirnya
mengakibatkan dibubarkannya APB.
Ketika APB dibubarkan dan digantikan oleh FASB, AICPA membentuk Accounting Standars
Executive Committee (AcSEC) sebagai komite yang berwenang berbicara atas nama AICPA di
bidang akuntansi dan pelaporan keuangan. Berbagai ketetapan yang dihasilkan oleh komite ini
adalah Pedoman Audit dan Akuntansi Industri, Statement of Position (SOP), dan Buletin Praktik.
Pedoman Audit dan Akuntansi Industri mengikhtisarkan praktik-praktik akuntansi dari industri
tertentu dan menyediakan pedoman (arahan) khusus menyangkut masalah-masalah yang tidak
ditangani FASB seperti akuntansi untuk kasino, maskapai penerbangan dan banyak lainnya.
Statement of Position (SOP) menyediakan pedoman atas topik-topik pelaporan keuangan sampai
FASB menetapkan standar untuk topik-topik tersebut. SOP bisa memperbaharui, merevisi, atau
mengklarifikasi pedoman-pedoman audit dan akuntansi, atau bahkan menyediakan pedoman
independen. Sedangkan Buletin Praktik berisi pandangan AcSEC menyangkut masalah pelaporan
keuangan yang lebih sempit, yang tidak menyangkut masalah pelaporan keuangan yang lebih
sempit, yang tidak ditangani oleh FASB.

3. Financial Accounting Standards Boards (FASB)


FASB merupakan organisasi sektor swasta yang bertanggung jawab dalam pembentukan standar
akuntansi di Amerika saat ini. FASB didirikan pada tahun 1973, menggantikan APB. Anggota
FASB berasal dari berbagai latar belakang (audit, akuntansi korporasi, jasa keuangan, dan
akademisi). Penunjukan anggota FASB yang baru, dilakukan oleh Financial Accounting
Foundation (FAF). FAF adalah sebuah badan independen, sama seperti FASB, yang dibentuk
dengan wakil dari profesi akuntansi, komunitas bisnis, pemerintah, dan akademisi.
Fungsi utama dari FASB adalah mempelajari masalah akuntansi terkini dan menetapkan standar
akuntansi. Standar ini dipublikasikan sebagai Statement of Financial Accounting
Standards (SFAS). FASB juga menerbitkan Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC)
yang memberikan kerangka kerja konseptual yang memungkinkan untuk dikembangkannya standar
akuntansi khusus. SFAC diterbitkan pada tahun 1978 sebagai konsep fundamental yang akan
digunakan FASB dalam mengembangkan standar akuntansi dan pelaporan keuangan di masa
depan. Tidak seperti SFAS, SFAC bukan merupakan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh FASB dipandang sebagai prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum.

4. Governmental Accounting Standards Board (GASB)


GASB dibentuk pada tahun 1984 oleh FAF dengan tugas menetapkan standar akuntansi keuangan
pemerintah. Sturuktur organisasi GASB serupa dengan struktur FASB. GASB memeiliki dewan
penasehat yang bernama Governmental Accounting Standards Advisory Council (GASAC).
Standar ini dinamakan sebagai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (Generally Accepted
Accounting Principles). Standar ini diperlukan sebagai patokan (pedoman) dalam penyusunan
laporan keuangan yang baku. Dengan adanya standar ini, pihak manajemen selaku pengelola dana
dan aktivitas perusahaan dapat mencatat, mengikhtisarkan, dan melaporkan seluruh hasil kegiatan
operasional maupun financial perusahaan secara baku (yang secara standar diterima umum) dan
transparan.
GAAP bersumber dari beberapa ketetapan-ketetapan yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi
pembentuk standar akuntansi di Amerika (FASB, EITF, AICPA dan SEC). ketetapan-ketetapan
yang dikeluarkan oleh masing-masing organisasi tersebut memiliki tingkat kewenangan (otoritas)
yang berbeda. Hierarki GAAP yang diterbitkan oleh FASB menentukan sumber prinsip akuntansi
dan kerangka kerja pemilihan prinsip yang akan digunakan dalam penyusunan laporan keuangan.

Chapter 10 : International Accounting


Perbedaan standar akuntansi di berbagai negara dapat menyulitkan perusahaan dalam
menyajikan laporan keuangan. Oleh karena itu, timbullah kebutuhan untuk menyatukan akuntansi yang
berbeda – beda tersebut. Sebelum bersatu, dulunya itu negara-negara yang mulai menggunakan
akuntansi double entry itu diubah. Ada 2 (dua) kelompok negara di Eropa yang di daratan dan di
Inggris, yaitu The Anglo-American Model dan The Continental Model.
The Anglo-American Model diikuti oleh banyak negara, yaitu Inggris (United Kingdom),
Amerika (United States), Kanada, Australia, Belanda, dan New Zealand. Dapat dilihat keterkaitan
antara penjajahan dengan berkembangnya akuntansi anglo-saxon. Amerika, Kanada, Australia, New
Zealand itu jajahan inggris dan semuanya memakai anglo-saxon karena cocok, orangnya sama,
bisnisnya sama, berarti kalau begitu sistem itu yang dipakai. Dan negara yang jajahannya terbanyak di
dunia itu adalah Inggris. Sampai sekarang dia punya common wealth (persemakmuran), sudah merdeka
tapi masih bergabung sebagai mantan jajahan.
Karakteristik yang menggunakan anglo-american model, yaitu menunjukkan adanya profesi
akuntansi yang kuat, peran pemerintahnya agak terbatas, pasar modal itu sangat penting di dalam
pencarian penambahan modal bagi perusahaan, dan tekanan para true and fair view.
The Continental Model umumnya menunjukkan profesi akuntansi yang lemah, campur
tangan pemerintah yang kuat, termasuk pengaruh pajak, dan proteksi kreditor dalam penyajian laporan
keuangan. Kelompok yang kedua adalah kelompok continental, yang artinya benua, daratan, yang
terutama itu daratan eropa. Disini disebutkan lawan dari anglo-american karakteristiknya. Profesi
akuntansinya kecil, tidak berkembang. Standar akuntansi bisa tidak ada, tapi undang-undang termasuk
undang-undang perjakan, di dalamnya mengacu juga ketentuan-ketentuan tentang standar akuntansi.
Berarti laporan keuangan berdasarkan pada ketentuan formal, yang ini seringkali berlawanan dengan
yang dikenal selama ini. Yang dikenal selama ini adalah substance over form (substansi itu yang lebih
diutamakan daripada bentuk legalnya). Kalau di continental tidak, legalnya itu yang nomor
satu. Berarti kalau laporan keuangan itu tidak bisa dikatakan true and fair disini.
Mengenai harmonisasi, harmonisasi ada 2, yaitu:
1. Harmonisasi material (de facto harmonization)
Yaitu mengarah pada harmonisasi praktik akuntansi dari perusahaan-perusahaan yang berbeda baik
dengan peraturan maupun tidak.
2. Harmonisasi formal (de jure harmonization)
Yaitu mengarah pada proses/tingkat harmonisasi akan kebijakan dan peraturan akuntansi antara
negara-negara yang berbeda.
Masyarakat eropa yang akhirnya menjadi EU (European Union), mereka mau menyatu
karena mereka merasa kecil-kecil dan sendiri-sendiri. Pada akhirnya mereka sepakat antar mereka tidak
membutuhkan visa, dan sepakat mata uangnya dijadikan satu, pakai euro. Keseragaman ini dirasakan
kebutuhannya disana, termasuk untuk akuntansi. Dulunya negaranya sendiri-sendiri, sesudah menjadi
EU mereka harus mulai menyeragamkan. Cara penyeragamannya bukan membuat undang-undang
yang berlaku untuk setiap negaranya, tapi mereka membuat arahan (directive). Berdasarkan arahan itu,
setiap negara akan menyesuaikan ketentuan di negaranya sehingga jadi lebih harmonis antar negara di
Eropa.
Yang terkenal directivesnya itu ada 2 yang terkait dengan akuntansi, yaitu directive nomor
4 (Fourth Directive) dan directive nomor 7 (Seventh Directive). Eropa untuk kebutuhan mereka sendiri,
sehingga mereka membutuhkan harmonisasi. Kemudian dibentuklah International Accounting
Standards Board (IASB) yang dulunya adalah International Accounting Standards Committee (IASC).
Yang menggunakan standar akuntansi internasional itu sedikit dan standarnya juga sedikit, belum
lengkap.
Standar yang berdasarkan aturan (Rules-Based Standards) biasanya sangat detil, terkadang
banyak pengecualian, membutuhkan petunjuk implementasi yang luas, dan terkadang memiliki garis
perbedaan yang jelas antar aturan. Terkadang garis perbedaan yang jelas inilah yang sering dipatahkan
oleh manajemen. Sedangkan standar yang berdasarkan prinsip (Principles-Based Standards) biasanya
lebih pendek daripada standar yang berdasarkan aturan dan sangat bergantung pada penilaian, baik oleh
manajemen atau auditor, untuk melaksanakan niat dari lembaga pengatur standar dalam hal relevansi,
reliabilitas, dan mencapai realitas ekonomi.
Standar akuntansinya Amerika itu adalah detail. Ada aturan-aturan yang harus dilaksanakan
makanya disebut rules-based. Ada perbedaan yang jelas untuk melakukan ini atau untuk melakukan
itu. Standar akuntansinya IASB tidak mau menggunakan rules-basednya Amerika ini, tapi mereka
maunya menggunakan principles-based. Principles-based itu detailnya dikurangi. Banyak ditekankan
pada judgement manajemen atau auditor. akan timbul flexibility, akan berkurang uniformity.
Ada sedikit perbedaan, conceptual frameworknya FASB itu tidak punya power untuk
menekan DSAK, itu hanya digunakan sebagai basic background pengetahuan. Sedangkan conceptual
frameworknya IASB itu punya ketentuan mengatur FASBnya. Jadi ada perbedaan antara conceptual
frameworknya FASB dengan conceptual frameworknya IASB.
Ada juga SFAS No. 157 yang membagi ketentuan fair value itu menjadi 3 level. Level 1 itu
kalau ada harga pasar yang sama barangnya, level 2 harus yang sejenis, level 3 kalau tidak ada
keduanya berarti harus pakai appraisal. Ada penilaian. Masalahnya penilaian antar penilai itu tidak
sama, apalagi antar penilai antar negara. Oleh karena itu dibentuklah yang disebut International
Valuation Standards Committee (IVSC) yang ada dibawahnya UN (United Nations) yang mempunyai
kewenangan untuk metodologi penilaian aset.

Chapter 11 : The Balance Sheet


Laporan keuangan terdiri dari neraca, rugi, perubahan ekuitas, arus kas, dan catatan atas
laporan keuangan. Yang paling itu diantara lima tersebut adalah neraca dan laba rugi sehingga bisa
menyusun laporan arus kas, dan pada akhirnya menyusun laporan perubahan ekuitas. Tapi kalau kita
hanya punya dua yang terakhir (laporan arus kas dan laporan perubahan ekuitas), tidak bisa digunakan
untuk membuat laporan laba rugi dan neraca. Dua yang utama itu (neraca dan laporan laba rugi) dalam
bahasa inggrisnya disebut financial statement proper. Proper disini artinya bukan layak, bukan wajar,
tapi proper disini berarti utama. Jadi yang utama adalah neraca dan laba rugi. Dalam sistem double
entry yang dipakai, neraca dan laba rugi ini saling berhubungan, dalam bahasa inggrisnya berartikulasi.
Neraca itu akan balance (seimbang) kalau penghitungan laba ruginya (selisihnya apakah itu
laba atau rugi) sudah kita pindahkan ke ekuitas. Di ekuitasnya masuk ke dalam retained earnings.
Inilah yang disebut dengan artikulasi, dua laporan saling berhubungan. Sekarang ada dua laporan, yaitu
neraca dan laba rugi. Sudut pandang sebagai analis tidak bisa mementingkan keduanya. Seorang analis
harus menekankan pada salah satu. Jadi, kalau
mengatakan bahwa laba rugi itu lebih utama karena laba itu mengukur kinerja dan berbagai alasan
disampaikan, itu berarti memberi tekanan pada laporan laba rugi. Kalau memberi tekanan lebih pada
laporan laba rugi berarti dikatakan menggunakan Revenue-Expense Approach, yaitu pendekatan yang
menekankan pada pengukuran revenue dan pengukuran expense. Kalau ada sisa-sisa pengukuran, maka
sisa-sisa pengukuran itu masuk ke neraca. Akibatnya di neraca, assetnya disamping berisi aset akan ada
sisa pengukuran revenue dan expense namanya deferred debets. Di sisi pasivanya, selain berisi
liabilites dan owners’ equity, juga akan berisi sisa-sisa pengukuran dari laba rugi yaitu deferred credits.
Akibatnya, aset di neraca tidak meyakinkan, karena disamping ada aset, ada juga deferred
debets yaitu debet yang ditangguhkan, misalnya deferred charges (beban ditangguhkan). Harusnya
beban, tapi karena tidak dibebankan pembebanannya ditangguhkan. Jadi aset di neraca berisi aset dan
bukan aset. Nilai informasi asetnya turun, tidak bagus. Begitu juga untuk passiva, liabilities dan
owners’ equity. Ada deferred credits. Jadi dampaknya apa? Kita punya 2 laporan, yaitu neraca dan
laba rugi. Kalau kita mengutamakan laba rugi, dengan kata lain berarti kita “mengorbankan neraca”.
Kita mengorbankan neraca karena informasi yang ada disitu tidak sepenuhnya memenuhi definisi
elemen neraca. Aset tidak sepenuhnya aset, ada deferred debets. Passiva tidak sepenuhnya, liabilities
dan owners’ equity tidak sepenuhnya liabilities dan owners’ equity, ada deferred credits.
Sekarang dibalik, jika lebih mementingkan neraca. Berarti fokus pada mengukur asset dan
liability. Dicarilah ukuran-ukuran yang bagus untuk mengukur asset dan untuk mengukur liability.
Kalau ada sisa-sisa pengukuran, sisa pengukurannya masuk ke laba rugi. Asetnya bagus, tidak ada
deferred charges. Liabilitynya bagus, tidak ada deferred credits. Tapi ukuran revenue dan expensenya
ibaratnya punya kuliatas kedua, bukan kualitas no1.
Chapter ini membahas tiga elemen dari neraca, yaitu asset, liability, dan owners’ equity.
Definisi asset ada 3 (tiga) kali usaha formal, di luar formal juga ada ahli-ahli akuntansi yang
melakukan definisi, tapi yang formal itu ada 3 (tiga) kali. Definisi aktiva yang dirumuskan profesi
akuntansi AS, yaitu:
1. Defenisi dari Committee on Terminology (1953), menyatakan aktiva sebagai sesuatu yang
dinyatakan dalam saldo debit yang akan dipindahkan melalui penutupan akun menurut aturan
akuntansi, dengan dasar bahwa sesuatu tersebut menyatakan baik hak milik atau perolehan nilai
atau terjadinya suatu pengeluaran yang menimbulkan sebuah properti atau layak diterapkan untuk
masa yang akan datang. Definisi ini menekankan pada legal property, tetapi juga memasukkan
beban ditangguhkan dengan alasan beban ditangguhkan terkait dengan LLR periode yang akan
datang. Defenisi ini menunjukkan pendekatan pendapatan-biaya atas laporan keuangan.

2. Defenisi dari APB (1970), APB Statement No. 4 menyatakan aktiva sebagai sumber-daya ekonomis
dari suatu perusahaan yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Dalam aktiva juga termasuk beban ditangguhkan, yang bukan merupakan sumber-daya tetapi diakui
dan diukur sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

3. Defenisi dari FASB (1985), SFAC No. 6 menyatakan aktiva sebagai manfaat ekonomi masa
mendatang yang kemungkinan besar (probable) diperoleh atau dikontrol oleh suatu entitas sebagai
hasil transaksi atau kejadian masa lalu.
Recognition and measurement untuk piutang itu dengan menaksir net realizable valuenya.
Caranya bisa memakai analisa umur piutang, dan lain sebagainya. Investments (subject to SFAS No.
115), surat berharga dibagi 3 (tiga), yaitu available for sale, trading, held to maturity. Available for
sale dan trading memakai fair value. Held to maturity pakai historical cost. Investments (subject to
APB Opinion No. 18). Apabila kepemilikan kurang dari 20% memakai cost method. 20-50% memakai
equity method. Lebih dari 50% memakai konsolidasi.
Kemudian liabilities dari FASB, SFAC No. 6 menyatakan kewajiban adalah potensi
pengorbanan manfaat-manfaat ekonomik di masa depan yang timbul dari kewajiban saat ini dari suatu
entitas tertentu untuk mentransfer aset atau menyediakan jasa kepada entitas-entitas lain sebagai akibat
dari transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian masa lalu. Karakteristik liabilities ada 3 (tiga), yaitu:
1. Kewajiban itu ada
2. Kewajiban itu tidak bisa untuk ditiadakan / Tidak bisa dihindari / Tidak boleh dihapus.
3. Kejadian yang menimbulkan kewajiban untuk perusahaan itu sudah terjadi.
Hutang itu tidak boleh dihapus oleh pemilik hutang. Berbeda dengan piutang, pemilik
piutang boleh menghapus piutang. Tapi kalau kewajiban itu tidak boleh dihapus kecuali kreditor
menyatakan sudah tidak akan menagih lagi. Ada 5 (lima) pengelompokan utang:
1. Contractual liabilities
2. Constructive obligation
3. Equitable obligation
4. Contingent liabilities
5. Deferred credits
Utang yang sesungguhnya hanya yang contractual. Yang constructive dan equitable lebih
karena nilai moral, tapi secara hukum tidak ada dasarnya. Contingent itu utang bersyarat, jadi utang
kalau syaratnya terjadi. Misalnya, ketika jual barang, lalu ada pembeli, ada jaminan atas kerusakan.
Kalau barangnya rusak, harus mengganti. Ini contingent liabilities dari sisi sebagai penjual. Akan jadi
liabilities kalau syaratnya dipenuhi yaitu barangnya rusak. Kalau barangnya tidak rusak, maka tidak
harus membayar ganti ruginya, berarti tidak ada liabilities. Misalnya perusahaan punya sengketa,
dituntut ke pengadilan dimintai ganti rugi. Harus dilaporkan di neraca sebagai contingent liabilities.
Kemudian kalau pengadilan menyatakan perusahaan kalah lalu harus membayar ganti rugi, barulah itu
contingent liabilities jadi utang. Deferred credit seharusnya menurut definisi itu bukan hutang, tapi
dalam praktik itu masuk di bagian liability.
Mengenai recognition and measurement of liabilities, ada enam hal akan dijelaskan, yaitu :
1. Notes payable with below market rates of interest
Jadi harusnya pengakuan utang itu harga pasar. Kalau entitas mengeluarkan utang wesel, utang
wesel itu berbunga, harusnya bunganya itu sesuai bunga pasar. Tapi kalau utang wesel itu bunganya
dibawah tingkat bunga pasar, hutang weselnya harus dikoreksi angkanya. Bisnis itu adalah arm
length transaction. Kalau entitas mengeluarkan surat utang, bunganya pakai bunga pasar. Kalau
bunganya dibawah pasar berarti sebetulnya utangnya itu tidak sebesar itu.
2. Bonds payable
Ada penghitungan agio dan disagio.
3. Convertible bonds
Convertible bonds ini utang sampai tanggal dikonversikan berubah menjadi saham. Sebelum
dikonversi itu utang.
4. Debt with stock warrants
Stock warrants, ada penjual obligasi, ada lembar disitu kalau beli obligasi entitas boleh beli saham
dengan harga tertentun. Berarti harga jual obligasi adalah harga jual obligasi dan harga jual
warrant. Harganya harus dialokasikan untuk keduanya.
5. Redeemable preferred stock and other hybrid security
Yang namanya stock tidak pernah jatuh tempo, yang jatuh tempo itu hutang. Kalau itu preferred
stock juga tidak boleh boleh jatuh tempo. Kalau disebut redeemable preferred stock (preferred
stock yang bisa dibeli kembali oleh perusahaan) itu bukan preferred stock, melainkan utang. Jadi
dalam praktik itu banyak kreativitas menciptakan transaksi. Kalau saham tidak boleh jatuh tempo,
kalau jatuh tempo artinya utang. Kalau ini namanya saham tapi bisa dilunasi, berarti ini cuma nama
sahamnya, tapi sebetulnya hutang. Berarti redeemable preferred stock harusnya masuk dibagian
liability.
6. Securitizations
Sekuritisasi sekarang ini adalah transaksi yang umum dilakukan. Entitas memiliki aset keuangan,
punya piutang, piutangnya baru akan dibayar 3 (tiga) tahun lagi. Entitas membutuhkan uang, yang
punya piutang baru mau bayarnya 3 (tiga) tahun lagi. Entitas menjual piutangnya. Jaman dulu
namanya factoring, jaman sekarang namanya sekuritisasi. Kalau entitas menjual piutang, lalu ada
yang beli, pembeli harus membayar ke entitas, tapi yang mau beli ini tidak punya uang. Lalu yang
mau beli ini menerbitkan obligasi dulu. Piutangnya dijadikan jaminan untuk obligasi itu. Jadi
obligasinya di secure oleh financial asset entitas, yaitu piutang, transaksi seperti ini namanya
sekuritisasi. Yang sudah banyak terjadi, bank-bank menjual tagihan kartu kreditnya ke multifinance.
Selanjutnya owners’ equity. Yang di dalamnya ada treasury stock dan stock dividend.
Mengenai treasury stock, contohnya entitas menjual saham ke bursa, boleh dibeli lagi. Entias menjual
1000, trus entitas membeli lagi 900, berarti laba 100. Tapi akuntansi tidak membolehkan transaksi
saham sendiri menerbitkan laba atau rugi. Jadi kalau entitas membeli sahamnya sendiri namanya
treasury stock. Selisihnya tadi mengurangi modal disetor atau menambah modal disetor, tergantung
selisihnya. Tidak boleh masuk ke dalam laporan laba rugi. Ini namanya capital transaction, bukan
revenue transaction. Kalau entitas membeli saham perusahaan lain, entitas menjual harganya naik,
entitas mendapat selisih laba, masuk ke laba rugi. Tapi kalau yang entitas beli itu sahamnya sendiri,
tidak ada dampaknya ke laba rugi, tapi masuk ke ekuitas.
Sedangkan stock dividend. Kalau entitas membagi stock dividen itu sebenarnya karena tidak
memiliki uang, kalau entitas mempunyai uang, biasanya memberi dividen tunai. Jadi kalau tidak cukup
likuiditasnya, maka diberi dividen tapi bukan uang, nanti kalau butuh uang bisa dijual sahamnya.

Chapter 12 : The Income Statement


Pendekatan chapter ini di mulai dari definisi dan perkembangan definisinya ditunjukkan
dari perkembangan definisi yang paling awal sampai yang paling akhir. Yang paling awal itu dari
committee on terminology, kemudian APB Statement No. 4, dan yang terakhir dari SFAC No. 6.
Definisinya ada 3 (tiga), income, revenue termasuk gain, expense termasuk loss. Yang mau
dilihat itu adalah perubahan pendekatan dari revenue-expense ke asset-liability. Revenue-expense itu
berarti ”pendekatan laba rugi”. Asset-liability berarti ”pendekatan neraca”.
Menurut Committee on Terminology, Income dan Profit menunjukan jumlah yang
dihasilkan dari pengurangan dari revenue, atau dari operating revenue, cost of good sold, biaya lain,
dan rugi lain. Ini laporan laba rugi, kalau begitu ini adalah pendekatan revenue-expense. Menurut APB
Statement No.4, net income (net loss), adalah kelebihan atau kekurangan dari revenue diatas biaya
untuk satu periode akuntansi.
Menurut SFAC No. 6, comprehensive income adalah perubahan ekuitas (net asset) suatu
entitas selama periode akuntansi tertentu dan kejadian keadaan tertentu yang bukan dari sumber
pemilik. Nonowner sources berarti sumber bukan pemilik. Kalau pemilik menyetor modal tidak boleh
masuk ke income. Kalau dari kegiatan utama dan rutin itu namanya revenue atau expense. Kalau dari
kegiatan yang tidak utama dan tidak rutin itu namanya gain atau loss. Ada revenue dari main product,
ada revenue dari by product. Dipisahkan ada revenue utama, ada revenue sampingan. Karena
jumlahnya kecil dan tujuan utama perusahaan bukan itu. Tapi karena rutin maka tetap disebut revenue,
bukan gain. Gain dihasilkan dari kegiatan accidental. Misalnya, manufacturing company mempunyai
mesin yang sudah tua mau diganti mesin baru, lalu dijual, nilai bukunya dibandingkan dengan harga
jual, maka akan mendapatkan gain atau loss. Begitu juga dengan investasi, misalnya entitas memiliki
uang lebih lalu digunakan untuk membeli saham milik entitas lain dan saat entitas membutuhkan uang
sahamnya dijual. Jika jualnya menghasilkan laba, laba tersebut namanya gain, bukan revenue karena
accidental dan bukan usaha utama. Begitu pula sebaliknya untuk expense dan loss.
Empat titik alternatif waktu untuk pengakuan pendapatan didiskusikan dalam literatur
akuntansi dan digunakan dalam praktek akuntansi:
1. Selama produksi
2. Saat selesainya produksi
3. Saat penjualan
4. Ketika kas diterima
Pendapatan diakui saat selesainya produksi untuk kegiatan pertanian tertentu dan
pertambangan tertentu. Tidak semua pertanian dan pertambangan. Entitas boleh mengakui revenue
pada saat waktu produksinya selesai untuk industri pertanian tertentu dan pertambangan tertentu
dengan syarat, yaitu :
1. Produksi bisa dijual, pasarnya pasti
2. Harganya pasti, yaitu harga yang berlaku di pasar itu
3. Tidak ada biaya pemasaran yang besar
Kalau syarat tersebut dipenuhi, Entitas boleh mengakui revenue pada saat produksinya selesai.
Produksi pertanian selesai itu pada saat panen, berarti Entitas boleh mengakui revenue pada saat panen.
Contoh, pertanian gandum di Amerika, tambang emas menjual logam mulia.
Yang umum di revenue itu yang ketika critical eventnya adalah penjualan. Sebagian besar
perusahaan itu critical eventnya menjual. Akibatnya sebagian besar perusahaan mengakui revenuenya
pada waktu terjadi penjualan. Yang keempat Kalau uangnya sudah diterima, biasanya untuk installment
sales yaitu penjualan cicilan, dibayar angsurannya untuk jangka waktu yang panjang. Akibatnya
kepastian dilunasinya itu menjadi menurun, tidak sepasti kalau jangka pendek. Oleh karena itu, untuk
penjualan angsuran jangka panjang pengakuan pendapatannya pada waktu kas diterima. Ini bisa diulas
dengan menggunakan critical event.
Mengenai realisasi, ada critical event, ada realisasi. Kalau yang diartikan realisasi itu
adalah terjadi perubahan suatu aset menjadi aset lain yang lebih liquid seperti laba. Jadi kalau entitas
menjual barang, persediaan entitas diubah menjadi piutang atau berubah menjadi kas. Berarti dari
persediaan menjadi piutang atau kas itu lebih liquid. Itulah yang entitas akui sudah terjadi realisasi.
Saat pengakuan pendapatan itu saat terjadinya realisasi, asetnya berubah menjadi aset lain yang lebih
lancar. Ada istilah realized dan realization. Prinsipnya, realisasinya itu realization, sudah direalisasi itu
namanya realized. Kalau bisa direalisasi itu namanya realizable.
Inti dari revenue-expense itu adalah matching. Entitas harus mempertemukan revenue
dengan expense dalam rangka menghitung laba atau rugi. Entitas akan membagi expensenya menjadi 3
(tiga), yaitu :
1. Biaya-biaya yang dapat dihubungkan secara langsung dengan revenue.
Biaya yang memenuhi syarat ini dipertemukan dengan revenue pada saat revenue diakui. Contoh
pabrik sepatu, mengeluarkan biaya bahan, biaya upah, dan biaya overhead pabrik, 3 (tiga) biaya ini
jadilah biaya produksi. Kalau sekarang entitas memproduksi 1.000 pasang sepatu, perpasangnya
biaya produksi (bahan, upah overhead) sebesar 100.000 rupiah berarti total biaya produksinya
100.000 x 1.000 pasang = 100.000.000 rupiah. Masuk ke inventory. Kalau ada yang dijual barulah
inventorynya menjadi cost of good sold (COGS). COGS diakui pada waktu terjadi penjualan. Kalau
begitu COGS dipertemukan dengan revenue pada saat diakuinya revenue, yaitu pada saat
penjualan. Kalau revenuenya nol, entitas memproduksi 1.000 tapi tidak bisa dijual, maka COGSnya
nol.
Cost of production 1.000 pasang, COGSnya nol. Kalau dijual 800, COGSnya 800. Kalau terjual
semua 1.000, COGSnya 1.000. Berarti bahan, upah, overhead adalah jenis biaya yang punya
hubungan langsung dengan revenue. Oleh karena itu akan dipertemukan dengan revenue pada
waktu revenuenya diakui. Kalau tidak ada pengakuan revenue berarti tidak ada matching untuk
jenis biaya ini. Revenue nol, COGSnya pasti nol, gross profit pasti nol.

2. Biaya yang dihubungkan ke periode atas dasar lain selain dari hubungan langsung dengan revenue.
Misal pabriknya disebelah sana, kantornya disebelah sini. Gedung kantornya didepresiasi pakai
garis lurus berarti biaya dihubungkan dengan revenue berdasarkan periode waktu. Karena
depresiasinya pakai garis lurus, garis lurus itu dasarnya waktu, bukan berdasarkan penjualan. Jadi
kalau gedung itu didepresiasi 10 tahun berarti setiap tahun 10%. Tidak peduli ada revenue atau
tidak ada revenue, depresiasi gedung kantor tadi tetap dibebankan. Jadi kalau dimatchingkan pada
periode terjadinya biaya itu. Jadi biaya kategori akan dimatchingkan pada periode terjadinya biaya.
Revenue nol, COGS tidak ada, tapi depresiasi tetap ada, jadi nantinya akan terjadi kerugian di
laporan laba rugi.

3. Cost yang tidak dapat dihubungkan dengan salah satu periode untuk alasan praktis.
Misalnya pada tahun 2018, entitas mengiklankan secara besar-besaran produk yang dihasilkan.
Biaya iklan untuk tv, koran, billboard menghabiskan 1 M. Hasil iklannya tidak tahu kapan
dinikmati. Bisa cuma November, bisa November-Desember, bisa november-desember dan tahun
depan, bisa tahun depan saja november-desember tidak, entitas tidak dapat mengetahuinya. Berarti
biaya iklan tadi tidak dapat dihubungkan dengan salah satu periode. Akibatnya dibebankan
semuanya pada waktu terjadinya biaya itu. Bukan menunggu revenue, bukan menunggu periode,
tapi dibebankan semuanya november 2018 karena entitas mengeluarkannya pada bulan november
2015. Meskipun revenue nol, biaya iklan tetap ada.
Revenue nol yang tidak ada itu COGS, itu kelompok biaya nomor 1. Tapi kelompok biaya
nomor 2 dan nomor 3 itu ada. Jadi mempertemukan biaya dengan revenuenya pakai 3 (tiga) kategori
yang berbeda, yaitu :
1. Dipertemukan dalam periode diakuinya revenue, yaitu biaya-biaya yang punya hubungan langsung
dengan revenue.
2. Punya hubungan langsung dengan periode, tidak punya hubungan langsung dengan revenue, diakui
pada periodenya.
3. Yang tidak dapat dihubungkan dengan periode, diakui semuanya pada waktu terjadinya biaya itu.
Kemudian mengenai current operating versus all-inclusive income. Ini sebenarnya 2 (dua)
aliran, yang satu menyatakan bahwa sebenarnya laba itu hanya untuk yang operating dan yang terjadi
tahun yang bersangkutan. Kalau bukan operating jangan dimasukkan ke dalam perhitungan laba rugi.
Kalau terjadinya bukan tahun bersangkutan jangan diperhitungkan dalam perhitungan laba rugi. Kalau
begitu berarti memakai aliran current operating. Aliran yang kedua bilang, semua yang mempengaruhi
laba, tidak peduli operating atau nonoperating, tidak peduli terjadi tahun yang bersangkutan atau
tahun-tahun yang lain, semua harus diperhitungkan dalam perhitungan laba rugi. Kalau begitu
alirannya all-inclusive.
Di Amerika, AICPA memilih all-inclusive. AICPA itu yang punya CAP, APB, yang
berikutnya menjadi FASB. Lalu ada American Accounting Association (AAA), kompartemen akuntan
pendidik, kumpulan dosen yang tidak punya otoritas membuat standar akuntansi. Mereka lebih setuju
pada current operating. Alirannya ini cukup keras akibatnya dicari cara pemecahan lalu digabung
keduanya. Hitungan pertama adalah current operating, terus masukkan item-item berikutnya menjadi
all-inclusive. Jadi dua aliran tadi terwakili dalam satu laporan, current operatingnya ada, all
inclusivenya juga ada.
Dalam SFAC No. 5 ada earnings, comprehensive income, dan present net income. Present
net income itu praktik. Konsep earnings itu current operating income. Comprehensive income itu all-
inclusive. Jadi kalau begitu hitung dulu earnings, masukkan item-item lain jadilah comprehensive
income. Contohnya, translation adjustment of subsidiary yang menggunakan mata uang bukan dollar.
Jadi Kalau perusahaan di Amerika punya anak perusahaan di Indonesia, perusahaan di Amerika pakai
dollar, anak perusahaannya di Indonesia pakai rupiah. Rupiahnya nanti harus dijabarkan terlebih dahulu
menjadi dollar.
Pada saat dijabarkan menjadi dollar itu akan ada selisih. Selisihnya itu disebut translation
adjustment. Translation adjustment tidak boleh masuk laba rugi. Translation adjustment masuknya di
neraca bagian ekuitas. Tapi sebetulnya itu memenuhi syarat untuk masuk comprehensive income. Tidak
boleh menghitung earnings pakai itu, tapi bisa untuk menghitung comprehensive income. Kalau pakai
dasar jaman dulu, yang namanya current operating itu sebetulnya laba yang menunjukkan kinerja
manajemen. All inclusive itu adalah laba yang merupakan kinerja perusahaan. Manajemen hanya
dituntut untuk hal-hal yang bisa dia kendalikan saja yaitu current dan operating. Current operating itu
maksudnya hal-hal yang bisa dikendalikan oleh manajemen. All inclusive yang membawa dampak ke
perusahaan, bisa dikendalikan atau tidak dikendalikan oleh manajemen tapi berdampak ke perusahaan,
laporkan di all-inclusive yang sekarang namanya comprehensive income.
Berkaitan dengan nonoperating section itu maksudnya bagian non operasi. Bagian non
operasi terdiri dari :
1. Extraordinary
2. Accounting principle changes
3. Discontinued operation
4. Prior period adjustment –> dilaporkan di dalam retained earnings
Jadi nonoperating sectionnya itu extraordinary, perubahan prinsip akuntansi, dan discontinued
operation. Prior period adjustment tidak masuk disini, tapi masuk ke retained earnings statement.
Extraordinary ada 2 (dua) kriterianya, yaitu : Unusual nature dan Infrequency of
occurence. Ini dua-duanya harus terpenuhi. Unusual nature dan infrequency of occurrence contohnya
adalah bencana alam. Bencana alam itu unusual, itu bukan usaha perusahaan. Infrequency of
occurrence, tidak bisa diharapkan terjadi dalam waktu pendek, tidak rutin terjadinya. Kalau begitu
memenuhi syarat disebut extraordinary. Dilaporkan di bagian non operasi. Tapi kalau perusahaan
punya pabrik, tempat pabriknya itu rendah dan tiap tahun kebanjiran, berarti unusual naturenya
terpenuhi, tapi infrequencynya tidak terpenuhi. Kalau begitu itu bukan extraordinary melainkan
ordinary. Harus dilaporkan dibagian operasi. Jadi kalau mau dimasukkan di bagian non operasi sebagai
extraordinary, dua syarat, yaitu unusual nature dan infrequency of occurence harus terpenuhi.
Kemudian mengenai accounting changes itu ada 3 (tiga), yaitu :
1. Perubahan prinsip akuntansi
Metode akuntansi dari A berubah ke B yang dua-duanya metode yang berlaku, selisihnya
dimasukkan di nonoperating.

2. Perubahan estimasi akuntansi


Garis lurus depresiasi umurnya diubah taksirannya, perhitungan depresiasinya berubah, perubahan
masukkan di nonoperating.

3. Perubahan entitas pelaporan


Dulunya PT ABC saja, sekarang mengakuisisi anak perusahaan baru menjadi PT ABCD, perubahan
entitas, perubahannya dilaporkan di nonoperating.
Selanjutnya mengenai earnings per share yang dalam bahasa Indonesianya berarti laba per
saham adalah laba yang dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Dahulu kala, di Amerika ada
standar akuntansi yang merekomendasikan kalau perusahaan itu modalnya complex (rumit), maka cara
menghitungnya dua cara, yaitu primary earnings per share dan fully diluted earnings per share. Tapi
kemudian direvisi dengan SFAS No. 128, primary earnings per share dihapuskan, sehingga
perusahaan hanya menghitung dengan satu cara yaitu fully diluted earnings per share. Earnings per
share terdilusi karena perusahaan mengkonversi obligasi menjadi saham, sehingga earnings per
sharenya turun.
Selain earnings per share, earnings management juga hal yang selalu dibahas dalam
income statement karena earnings management merupakan praktik yang umum berlaku di seluruh
dunia. Earnings management dikatakan menggunakan teori keagenan, ada konflik kepentingan antara
agent (manajemen) dengan principal (pemilik). Sehingga timbullah kemungkinan adanya earnings
management yang dilakukan oleh manajemen.
Earnings management dapat dilakukan dengan management compensation dan income
smoothing. Contoh management compensation adalah jika manajemen perusahaan sebagai manajemen
diberi tahu akan diberi bonus oleh shareholder bergantung dari laba akuntansi yang dihasilkan, maka
manajemen akan berusaha laba akuntansinya tinggi. Meninggikan labanya bisa dengan kerja keras
(positif) atau bisa dengan tidak kerja keras. Accrualsnya diubah-diubah namanya discretionary
accruals. Laba akuntansinya naik, diberi bonus, tapi sebetulnya pemiliknya rugi karena kinerja
perusahaan tidak membaik. Itulah yang disebut dengan earnings management. Adanya intervensi untuk
kepentingan pribadi dalam proses pelaporan keuangan. Jadi yang utama adalah kompensasi
manajemen, melalui bonus tersebut.
Selanjutnya income smoothing. Misalnya, jika laba itu naik turun setiap tahunnya, tahun ini
dapat bonus, tahun depan tidak ada bonus. Dari lima tahun mungkin tiga kali dapat bonus dan dua kali
tidak dapat bonus, atau sebaliknya. Lalu labanya diperhalus, tiap tahun labanya naik, tiap tahun dapat
bonus, total dari perubahan kenaikan dan penurunan yang diperhalus itu totalnya kurang lebih sama, di
smoothing. Kalau pasarnya ”tidak efisien” saat anomali berarti smoothing ini juga direspon oleh pasar.
Laba naik, harga saham naik. Manajemen dapat bonus, shareholder gembira karena harga sahamnya
naik. Jadi dalam kondisi pasarnya tidak efisien, smoothing ini bisa disukai oleh kedua belah pihak. Tapi
kalau pasanya efisien, smoothingnya tidak direspon. Responnya ya sesuai dengan apa adanya.
Adapun cara melakukan smoothing adalah, yaitu :
1. Timing of transaction
Penjualan desember dijadikan penjualan januari, atau dibalik januari dijadikan desember.
2. Choice of allocation methods/procedures
Alokasi biayanya diubah-ubah.
3. Classificatory smoothing antara operating dan nonoperating income
Biaya yang nonoperating dijadikan operating, atau biaya operating dijadikan nonoperating.

Chapter 13 : Statement Of Cash Flows


Dahulu, belum ada informasi mengenai arus kas, yang ada The Statement of Changes in
Financial Position (SCFP). Bahkan sebelum SCFP itu, fund flow statement. Jadi laporan arus kas itu
melalui 3 (tiga) kali perubahan bentuk, yaitu :
1. Funds Flow Statement (Laporan Arus Dana)
Menunjukkan modal kerja pada saat mendefinisikan modal kerja sebagai gross working capital.
Jadi, dahulu definisinya adalah modal kerja itu gross. Modal kerja yang gross itu sama dengan
current asset. Jadi, kalau mau mengetahui jumlah working capital lihat saja current assetnya. Tapi,
kebanyakan memahami current asset itu dipakai untuk membayar current liability, yang bisa
dipakai sesudah dikurangi current liability. Dengan ini, artinya konsepnya berubah. Yang working
capital itu dari gross berubah menjadi net.
Cara menghitung net working capital = current asset – current liability.
Pada saat menggunakan konsep working capital itu yang gross, laporan yang dibuat adalah funds
flow statement. Bagi direktur keuangan, fund flow statement tidak terlalu bermanfaat. Yang mereka
tuntut adalah cash flow, tapi yang diberikan adalah aktiva lancar. Ada kas, ada surat berharga, ada
piutang, tidak terlalu berguna untuk pengambilan keputusan keuangan. Karena pengambilan
keputusan keuangan adalah uang secara keseluruhan.

2. The Statement of Changes in Financial Position (SCFP)


Setelah konsep working capitalnya berubah menjadi net, laporan keuangannya juga berubah. Maka,
tidak fund flow lagi karena sudah net dengan membuat The Statement of Changes in Financial
Position (SCFP). Ada sources of resources, ada uses of resources, ada logika debit kredit yang
berbeda dengan double entry. Bagi direktur keuangan sama saja tidak ada gunanya karena yang
dituntut hanya mengenai kas. SCFP ini membingungkan karena sources dan usesnya ini kebalikan
dari debit kredit secara umum.

3. Statement of Cash Flow (SCF)


Setelah The Statement of Changes in Financial Position dirasa belum sepenuhnya beguna bagi
manajemen, lalu keluar standar penyusunan cash flow. Menyusun cash flow menjadi lebih mudah.
Direktur keuangan senang karena laporan arus kasnya sudah ada. Contoh logikanya, manajemen
memiliki uang di dompet, tanggal 1 januari isinya berapa, ditulis. Tahun ini manajemen menerima
uang berapa, ditulis. Tahun ini manajemen mengeluarkan uang berapa ditulis. Saldo akhir cashnya
akan terlihat. Itu laporan cash flow dalam versi sangat sederhana. Supaya bagus, dibagi menjadi 3
(tiga) kelompok, yaitu penerimaan dan pengeluarannya dibagi untuk operasi, untuk investasi, dan
untuk pendanaan.
Tidak ada estimasi, taksiran umur ekonomi, kemungkinan dibayar atau tidak, itu tidak ada
semuanya, yang ada uang masuk dan uang keluar. Ini sangat berguna bagi manajemen. Manajemen
tahu berapa uang yang akan diterima. Keputusan manajemen sangat terbantu dengan adanya cash
flow.
Di Amerika itu ada yang disebut Financial Executive Institute (FEI), lalu berubah nama
menjadi Financial Executive, anggotanya direktur keuangan dan manajer keuangan. Ini kelompok yang
paling kuat menuntut dibuatnya laporan arus kas. Sudah lama tuntutannya, tapi dipikiran banyak orang
akuntansi itu accrual basis, tapi diminta membuat cash basis, itu baru tahun 1978 diterima logikanya
masuk dalam SFAC No. 1, yaitu tujuan laporan keuangan ada 3 (tiga), yang nomor 2 itu menyediakan
informasi cash flow.
Standarnya dari tahun 1978 ke tahun 1987, 9 (sembilan) tahun, baru keluar SFAS No. 95
mewajibkan perusahaan menyusun laporan arus kas. SFAS itu lembaganya FASB. Sponsoring
organization untuk FASB ada 8 (delapan), salah satunya Financial Executive. Jadi Financial Executive
punya power yang lebih besar. Ini yang disebut political factor. Dari sisi teori akuntansi juga telah
diteliti bahwa cash flow ini berguna, untuk memprediksi kedepan (predictive power), berarti berguna
untuk pengambilan keputusan, maka dibuatlah laporan arus kas. Pada tahun 1987 di Amerika itu
akuntan belum terbiasa menghitung saldo awal berapa, yang keluar berapa, itu direct method. Artinya
belum terbiasa itu karena sistem informasi akuntansinya belum dibuat untuk arus kas.
Akibatnya karena diminta harus melaporkan arus kas, maka dicarilah metode yang bisa
dilakukan yang akuntannya sudah pandai. Jadi dibuat laporan laba rugi, terus dikoreksi laporan laba
ruginya. Accrualnya dibuang semua dari laporan laba rugi, yang tersisa adalah arus kas. Penjualan,
yang penjualan kredit dibuang, yang penjualan tunai dibiarkan. Harga pokok penjualan yang kredit
dibuang, yang tunai ditinggalkan, depresiasi dibuang, bunga yang masih harus dibayar, semua accrual
dicoret. Berarti laporan laba rugi yang sudah tidak ada accrual itulah cash flow statement tapi hanya
untuk kegiatan yang operasi. Beli saham perusahaan lain tidak tampak di laporan laba rugi.
Menerbitkan obligasi juga tidak tampak disitu. Berarti yang ada adalah cash flow dari operasi memakai
indirect method.
Tapi lalu dikritik yang indirect itu membingungkan dan segala macam kritikannya. Pada
awalnya akuntan memang harus memakai indirect karena sistemnya belum siap. Perusahaan itu bukan
cuma dompet, perusahaan itu pakai sistem. Kalau mau buat cash flow harus diubah dulu sistemnya.
Kalau tidak mau diubah buat indirect method. Buat laporan laba rugi, buang yang accrual, tinggallah
yang cash flow, tapi cuma cash flow operasi. Maka, ditambahilah dengan investasi dan pendanaan,
jadilah cash flow. Sekarang sistemnya sudah dibuat, akuntan bisa pakai direct method. Awalnya
indirect karena sistemnya belum jadi. FASB meminta kalau akuntan membuat dengan direct method,
maka wajib merekonsiliasi. Rekonsiliasinya itu buatlah indirect, cocokkan angkanya. Karena direct itu
bisa dibuat setelah mengganti sistem, harus pasti sistemnya tidak salah. Supaya bisa pasti, coba laba
ruginya di adjust, hasilnya cocok atau tidak dengan indirect. Kalau cocok hasilnya berarti sistemnya
sudah betul. Jadi ini cerita perkembangannya. Accounting itu tidak semuanya memakai accrual basis.
Accounting itu memakai dua-duanya, accrual basis dan cash basis. Arus kasnya pakai cash basis, yang
lainnya pakai accrual basis.
Teori yang disampaikan dalam memorandumnya FASB sebagai berikut :
1. Memberi feedback on actual cash flow
2. Membantu mengidentifikasi hubungan laba akuntansi dan cash flow. Kalau pakai indirect itu bisa
terlihat laba dengan cash flow itu bedanya cuma accrual. Jadi hubungan keduanya dapat
diidentifikasi
3. Informasi kualitas laba. Dengan mengetahui cash flow manajemen bisa tahu informasi laporan laba
ruginya kualitasnya bagus atau tidak
4. Improve comparability of information in financial reports.
Neraca dan laporan laba rugi itu pakai accrual, berarti dalam accrual itu ada metode akuntansi.
Kalau metodenya sama berarti itu uniform, ada rigid dan finite. Kalau itu uniform, dikatakan itu
comparable. Berarti keseragaman meningkatkan comparability. Cash flow statement antar
perusahaan itu sangat comparable karena metodenya tidak ada metode untuk cash flow, berarti
semuanya sama.
5. Membantu menilai fleksibilitas dan likuiditas
Flexibility bisa dilihat dari cash flownya. Kalau fix asset dan inventorynya besar, kasnya kecil,
berarti tidak flexible. Kalau kasnya besar, inventory dan assetnya kecil, itu flexible. Berarti laporan
arus kas membantu manajemen menilai fleksibilitas perusahaan. Likuiditas juga, semakin banyak
uangnya semakin likuid.
6. Membantu memprediksi arus kas masa depan
Kalau manajemen punya arus kas sekarang, manajemen bisa memprediksi arus kas yang akan
datang.
Sekarang timbul masalah, manajemen itu mau melaporkan item-item di cash flow ini
terutama yang terkait dengan investasi dan terkait dengan pendanaan. Kalau manajemen menerbitkan
obligasi, uang yang manajemen terima masuk cash flow pendanaan. Manajemen membayar bunga
obligasi setiap 6 (enam) bulan, setiap setahun, itu masuknya ke dalam cash flow operasi. Pembayaran
bunga obligasi itu harusnya menjadi cash flow pendanaan. Manajemen beli obligasi perusahaan,
manajemen beli obligasi ini di cash flow keluar membeli obligasi perusahaan lain itu masuk dalam cash
flow investasi. Membeli saham perusahaan lain itu juga cash flow investasi.
Kalau manajemen membeli obligasi perusahaan lain, manajemen mendapat bunga, SFAS
No. 95 mengatakan ini masuk aktivitas operasi. Sedangkan obligasi yang dibeli, uang untuk membeli
itu adalah investasi. Manajemen membeli saham, uang untuk membeli saham itu cash flow investasi.
Coba misalnya dimasukkan ke aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan, indirect methodnya jadi
tidak jalan. Indirect method itu laba rugi di adjust, accualnya dibuang, yang tertinggal adalah cash flow
operasi. Pasti di dalamnya masih ada pendapatan bunga obligasi, masih ada penerimaan dari dividen
yang kalau itu tidak boleh disitu berarti laporan laba rugi kita tidak cocok dengan cash flow. Tidak
cocok karena pendapatan bunga dan pendapatan dividen itu masuk ke laba rugi. Laba rugi itu harus
cocok dengan cash flow. Itu menunjukkan sulitnya mengambil keputusan, karena akan ada dampak dari
keputusan yang kita ambil.
Masalah lainnya adalah masalah artikulasi. Masalah artikulasi tidak setiap tahun terjadi.
Salah satu yang terjadi adalah pada waktu akuisisi anak perusahaan. Terjadi masalah nonartikulasi
karena selisih empat bulan di perusahaan anak tidak dikonsolidasi. Tambahan dari non artikulasi yang
disebabkan oleh akuisisi ditengah tahun, masalah non artikulasi juga bisa disebabkan oleh transaksi
yang terjadi dalam rekening modal kerja yang tidak mempengaruhi kas. Jenis transaksi ini
mempengaruhi perusahaan yang tidak dikonsolidasi dan juga mempengaruhi perusahaan yang
dikonsolidasi. Jadi kalau begitu, untuk laporan keuangan subsidiary yang tidak dikonsolidasi juga nanti
harusnya mempengaruhi laporan keuangan hasil konsolidasinya. Kalau ada kejadian-kejadian ini nanti
hasilnya bisa tidak cocok antara yang konsolidasi dengan anak perusahaan yang tidak dikonsolidasi.
Itulah yang disebut dengan non artikulasi.
Kemudian ada 3 (tiga) masalah lagi penyebab non artikulasi, yaitu :
1. Kalau ada menaikkan dan menurunkan item modal kerja, terutama inventory, kalau perusahaan itu
diakuisisi dengan metode pembelian
Ini masalahnya kalau manajemen membeli anak perusahaan, manajemen bisa menaikkan nilai
inventorynya kalau nilainya terlalu rendah. Atau manajemen bisa menurunkan nilai inventorynya
kalau nilai inventorynya terlalu tinggi. Akibatnya angka inventorynya berubah. Modal kerjanya
berubah. Kalau dikonsolidasi tetap tidak cocok.
2. Alokasi depresiasi diantara inventory yang dibuat di perusahaan itu
Jadi depresiasinya itu dialokasikan ke inventory, berarti jumlah dalam inventorynya berubah. Kalau
jumlah dalam inventorynya berubah, sedangkan depresiasi itu adalah non cash, inventory nanti
menjadi bagian dari modal kerja, bisa terjadi laporan di arus kas tidak cocok dengan laporan neraca
di modal kerjanya, terjadi lagi non artikulasi.

3. Any type of reclassification of working capital accounts between current and noncurrent categories
Kalau ada perubahan modal kerja, dipindahkan dari current menjadi non current. Piutang misalnya,
piutangnya ini tidak dibayar, berarti ini menjadi non current, dikeluarkan dari itu. Berarti modal
kerjanya berubah tanpa ada perubahan kas. Itu masalahnya. Harusnya kalau modal kerja turun,
kasnya nambah. Depresiasi tadi harusnya juga ada, kalau inventorynya bertambah berarti ada kas
yang turun atau yang lain, tapi ini tidak ada. Ini yang menyebabkan terjadinya non artikulasi.
Kalau manajemen sekarang diberi laporan arus kas operasi, investasi, dan pendanaan.
Manajemen mempunyai saldo akhir kas 1 M. 1 M ini bisa digunakan untuk apa? Apakah saldo akhir
untuk cash flow itu bisa digunakan untuk keputusan apapun. Ternyata tidak. Manajemen mungkin
punya kas, tapi kasnya mungkin sudah ada tujuan penggunaannya. Yang kas betul-betul free cash itu
harus dihitung lagi. Jadi, statement of cash flow yang dihasilkan dari proses penyusunan laporan, untuk
pengambilan keputusan masih harus dianalisis lebih lanjut. Dan analisisnya itu datanya tidak tersedia di
laporan keuangan. Ini yang jadi masalah. Akibatnya, seringkali orang tidak menganalisis lebih lanjut
karena harus mencari data tambahan. Kalau datanya ada di laporan keuangan itu mudah. Misalnya,
cash flow operasi manajemen itu dibandingkan dengan total cash flow, kalau cash flow operasi
manajemen negatif, lebih banyak pengeluaran operasional dari pada penerimaan operasional, berarti
kebutuhan cash flow manajemen akan dipenuhi dari investasi dan pendanaan. Ini tidak sehat. Tidak bisa
dilakukan terus menerus. Perusahaan yang sehat yaitu cash flow operasinya harus positif. Kalau terlalu
besar sementara bisa diinvestasikan. Kalau masih berlebih, bisa dipakai untuk pendanaan. Lunasi saja
obligasinya, sudah tidak butuh obligasinya. Utangnya dilunasi, dari cash flow operasi. Tapi kalo cash
flow operasinya negatif, bayar utang, bayar gaji, bayar biaya tidak cukup dari penerimaan operasional.
Ini tidak bisa, manajemen harus mencukupi itu. Pegawai harus digaji, listrik harus dibayar, bahan harus
dibeli, utang harus dilunasi, tidak bisa ditunda. Caranya, manajemen lihat investasi apa yang tidak
terpakai, mungkin waktu kelebihan uang kita beli saham, sekarang sahamnya dijual untuk menutup
kekurangan cash flow operasi. Kalau manajemen tidak punya investasi yang bisa manajemen pakai,
manajemen harus memakai pendanaan.
Pendanaan ada 2 (dua), dari kredit atau dari pemilik. Jadi bisa utang jangka panjang, bisa
juga tambahan ekuitas. Tidak bisa menerbitkan saham setiap tahun, tidak bisa dipercaya sahamnya.
Manajemen harus mengevaluasi kinerja perusahaannya sebelum membeli saham, kalau bagus baru
dibeli. Kinerja dilihat dari mana ? Accrual dilihat dari laba rugi, cash basis dari cash flow operasi.
Labanya positif atau tidak, cash flow operasinya positif atau tidak. Jika semuanya bagus berarti ada
harapan masa depannya tidak bangkrut, bisa dibeli sahamnya. Kalau cash flow operasinya negatif, lalu
manajemen menerbitkan saham, mungkin di tahun pertama manajemen bisa janji, tahun ini memang
negatif harapannya tahun depan bisa positif. Kalau tahun depan negatif lagi lalu menerbitkan saham
lagi berarti janjinya tidak terpenuhi.
Tidak bisa ditutupi terus-menerus. Jadi akibatnya utang tidak bisa dibayar, menerbitkan
saham tidak bisa, berarti harus menjual asset. Itu investasinya, sampai habis. Sampai declare
kebangkrutan. Jadi arus kas saja itu masih perlu analisis lebih lanjut, supaya manajemen tahu bisa apa.
Rumus yang dipakai adalah :
FCF = NOPLAT – investment in operating invested capital
FCF = Free Cash Flow
NOPLAT = Net Operating Profit Less Adjusted Taxes
Profit itu accrual basis, kenapa dipakai? Angka yang dihitung itu nanti di dalamnya masih
ada accrualnya. Kalau mau betul-betul tanpa accrual, NOPLATnya diganti. NOP (Net Operating
Profit) sama dengan cash flow operasi. Bedanya accrual. Jadi kalau mau lebih pasti, rumusnya
dikeluarkan saja cash flow operasi less adjusted taxed. Terus dikurangi dengan investment in operating
invested capital, investasi dalam aktiva tetap yang digunakan untuk operasi.
Berarti ini cash flow investasi untuk operating asset. Kalau manajemen beli saham
perusahaan lain itu non operating, itu karena kelebihan uang. Daripada uangnya disimpan di rekening
giro, jasa gironya kecil, manajemen beli obligasi atau beli saham nanti kalau butuh manajemen jual, itu
non operating asset. Operating asset itu inventory, mesin, dan apapun yang dipakai untuk kegiatan
operasi. Jadi, cash flow investasi untuk operating asset.
Asset itu ada aset operasional dan aset non operasional. Kalau perusahaan berencana mau
ekspansi 10 tahun lagi, dari pada nanti belinya mahal, perusahaan beli tanahnya sekarang untuk
perluasan pabrik perusahaan. Tapi tanahnya dibiarin saja gitu, tanahnya tidak dipakai untuk operasional
perusahaan. Kalau begitu itu investasi tapi aset yang dibeli adalah non operating. Tidak boleh
dikurangkan disitu, yang dikurangkan yang operating. Salahkah keputusan membeli tanah yang belum
mau dipakai ? Bisa tidak salah, daripada tanahnya dibeli orang lain, terus tidak punya tanah di sebelah
pabrik, nanti kalau mau perluasan harus di tempat lain, bisa jadi ribet, makanya dibeli sekarang, tapi
belum bisa dipakai karena belum mampu ekspansi.
Kalau mau menghitung free cash flow, yang seperti ini tidak boleh dimasukkan. Investasi
dalam operating asset saja. Jadi kalau diganti NOPLATnya, supaya lebih logis diganti cash flow
operasi. Perusahaan punya cash flow operasi yang free itu berapa? Rencana investasinya perusahaan
keluarkan, tapi rencana investasi hanya untuk yang operating asset. Yang nonoperating asset itu bukan
rencana, hanya dilakukan kalau kelebihan uang. Perushaann beli saham itu kalau kelebihan uang. Tidak
perlu direncanakan karena kegiatan operasional perusahaan untuk jual beli saham.
Jadi logika cash flow itu yang paling gampangya, yaitu kenali operasi perusahaan itu
kegiatannya apa, berproduksi, dan menjual. Untuk bisa berproduksi dan menjual, perusahaan harus
membayar apa dan bisa menerima uang dari apa. Itu saja logika operasional. Yang disebut investasi itu
aset. Perusahaan beli, berarti pengeluaran uang untuk investasi. Perusahaan jual, berarti penerimaan
uang dari investasi. Financing itu memodali perusahaan. Ada modal sendiri, ada modal asing. Modal
sendiri itu ekuitas saham. Modal asing itu hutang, dari kreditur. Yang paling umum kalau di pasar
modal itu obligasi. Kalau tidak ke pasar modal bisa ke bank, ambil kredit jangka panjang. Untuk
membuat cash flow, kenali saja ketiga jenis kegiatan tersebut.

Chapter 14 Accounting For Changing Price And Inflation


1. Aspek – Aspek Institusional Akuntansi Inflasi Sebelum SFAS No. 33
Pada pertengahan tahun 1930, American Accounting Association (AAA) dan American
Institute of Certified Public Accounting (AICPA) mendukung digunakannya historical cost. AAA
berpendapat bahwa “akuntansi bukanlah suatu proses penilaian, namun merupakan alokasi dari
historical cost dan pendapatan pada periode saat itu dan seterusnya. Hingga tahun 1951, AAA
mengeluarkan Suplementary Statement No. 2, Price Level Change and Financial Statement, yang
merekomendasikan bahwa laporan keuangan harus dinyatakan dalam unit general purchasing power
sebagai pelengkap historical cost. Hal ini diperkuat oleh hasil study yang dilakukan oleh AICPA yang
dituangkan dalam Accounting Principle Board Statement No. 3 yang mendukung price level adjusted
statements. Konsep ini kembali diperkuat oleh Troublood Committee yang mengidentifikasi adanya
permasalahan akibat perubahan harga dalam laporan keuangan.
Namun, Security Exchange Commission (SEC) memiliki pendapat yang berbeda. Pihaknya
melarang penyajian laporan keuangan selain dengan historical cost. Secara umum, SEC meminta
adanya pengungkapan mengenai replacement cost yang mencerminkan efek karena penggantian aset
baru yang lebih efisien dan produktif. Selama 40 tahun, price level restarted financial statement selalu
menggunakan historical cost tanpa ada keinginan untuk mengganti sistem pengukuran menjadi current
value (sekarang biasa disebut dengan fair value). Hal itu disebabkan pengukuran dengan fair value
lebih sulit karena menggunakan (melibatkan) informasi pasar seperti harga indeks. Namun saat ini,
pendekatannya mulai bergeser pada fair value seiring dengan diterbitkannya ARS 190 oleh SEC.
Organisasi akuntansi seperti AAA, AICPA, dan FASB lebih menyukai pendekatan price
level restarted financial statement, pernyataan ulang tingkat harga yang berdasarkan historical cost,
karena alasan metodologi dimana menyatakan kembali historical cost dalam perubahan unit saat ini
lebih mudah dari pada mengukur current cost. Sedangkan SEC dengan ARS 190 menggunakan
pendekatan current cost dan membawa perubahan akuntansi yang dramatis dalam perubahan harga di
Amerika Serikat. John C. Burton, seorang akademisi dan akuntan di SEC yang mengemukakan pokok
– pokok pikiran yang menyatakan bahwa inflasi akan menyebabkan suatu penyimpangan yang besar
apabila dalam pengukurannya menggunakan pendekatan satuan uang yang bersifat historis. Tidaklah
tepat apabila me-matching-kan historical cost dengan pendapatan periode berjalan karena tidak akan
memberikan prediksi rata – rata aliran arus kas bersih jangka panjang yang baik jika berada dalam
perubahan harga yang sangat cepat.

2. Pandangan Menyeluruh Akuntansi Inflasi


General price level adjustment menenkankan pada perubahan purchasing power unit
moneter waktu ke waktu untuk barang dan jasa yang diproduksi dan dijual dalam ekonomi. Untuk
mengukur perubahan dalam level harga yang terjadi selama periode waktu tertentu, harga indeks harus
dihitung. Harga indeks adalah rata – rata tertimbang dari harga saat ini dari barang dan jasa, rata – rata
ini terkait dengan harga periode dasar dan tujuannya untuk menentukan seberapa banyak perubahan
yang terjadi.
SFAS No. 33 menggunakan harga indeks konsumen untuk general price level purpose.
Penyesuaian dilakukan dengan mengalikan historical cost pada saat aset tersebut dibeli dengan harga
indeks sekarang, dibagi harga indeks pada saat pembelian. FASB dalam SFAS No. 107 mendefinisikan
fair value sebagai jumlah yang disetujui oleh dua pihak untuk melakukan transaksi saat ini. Fair value
ada dua tipe yaitu entry value (harga jika perusahaan membeli) dan exit value (harga jika perusahaan
menjual).
Adapun komponen inflasi terdiri dari 3 (tiga), yaitu :
a. Purchasing power gains and losses
Purchasing power gains and losses muncul karena item moneter yang tetap dalam jumlah dolar
yang diterima atau dibayar, purchasing power gains and losses sebagai perubahan tingkat harga.
Purchasing power gains and losses ditentukan dengan mengukur purchasing power dari item
moneter yang tersedia untuk perusahaan dan membandingkannya dengan jumlah sebenarnya dari
net monetary accounts. Purchasing power gains and losses tidak dibahas dalam FSAS No. 157,
juga bukan merupakan bagian dari standar income measurement system. Namun, merupakan bagian
dari suplementary data yang terdapat di SFAS No. 33.

b. Holding gains and losses


Aset non moneter (yang disebut aset riil) dikenai gain or loss akibat perubahan nilai aset non
moneter tersebut. Holding gains and losses pada saat aset riil dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu : (1) monetary holding gains and losses, yang semata – mata karena perubahan tingkat harga
umum selama periode tertentu, (2) real holding gains and losses, perbedaan antara jumlah price
level adjusted umum dan nilai – nilai saat ini. Holding gains and losses juga dapat diklasifikasikan
sebagai akuntansi konvensional yang telah direalisasikan atau belum direalisasi.

c. Deprival Value
Nilai deprival merupakan pengukuran nilai saat ini atau nilai wajar. Penggunaan nilai deprival
dapat menciptakan masalah yang berkaitan dengan verifiability.

3. Pemberlakuan SFAS No. 33 dan Penolakan SFAS No. 82 dan No. 89


Melalui SFAS No. 33, FASB mewajibkan informasi pelengkap atas pengaruh inflasi dan
perubahan harga spesifik dalam laporan tahunan. SFAS No. 33 menjelaskan bahwa efek dari perubahan
harga harus ditampilkan sebagai informasi tambahan dalam laporan keuangan. Didukung dengan
pendekatan dolar yang stabil akan sama baiknya dengan pendekatan nilai saat ini. FASB
menyimpulkan bahwa perusahaan seharusnya melaporkan informasi tambahan selain informasi utama
dengan pendekatan pengukuran yang berbeda. Hanya perusahaan publik yang harus mematuhi SFAS
No. 33 ini dengan kriteria :
a. Persediaan dan property, plant, dan equipment (kecuali goodwill atau aset tidak berwujud lainnya)
(sebelum dikurangi depresiasi, deplesi, dan amortisasi) berjumlah lebih besar dari $ 125 Juta.
b. Total aset lebih besar dari $ 1 Milyar.
SFAS No. 33 menjelaskan bahwa perusahaan publik sebagai satu kesatuan pemilik
kewajiban atau sekuritas ekuitas yang diperdagangkan dalam sebuah public market di bursa saham
domestik atau dalam market di luar domestik (termasuk surat – surat berharga yang hanya diberikan
dalam skala lokal atau regional) atau diwajibkan untuk menyerahkan laporan keuangan oleh SEC.
Untuk laporan dolar konstan, SFAS memerlukan pengungkapan dari informasi pendapatan dari operasi
berkelanjutan untuk tahun fiskal yang sedang berjalan di dalam sebah historical cost atau constant
dollar dan keuntungan atau kerugian daya beli atas nilai moneter bersih untuk laporan pajak tahunan.
Purchasing power gains and losses tidak boleh dimasukkan dalam perhitungan income
continuing operations. Berdasarkan current cost, berikut adalah yang harus diungkapkan adalah :
a. Informasi income yang berasal dari operasi berkelanjutan untuk tahun fiskal saat ini dalam current
cost.
b. Jumlah current cost dari inventory, property, plant, dan equipment pada akhir tahun fiskal.
c. Peningkatan atau penurunan untuk jumlah current cost dari inventory, property, plant, dan
equipment untuk tahun fiskal sekarang pada saat inflasi.
SFAS No. 33 gagal dalam beberapa alasan. Pertama, ada penolakan dramatis terhadap
inflasi selama awal 1980an. Kedua, masalah pengukuran yang digunakan, muncul pertanyaan terkait
understandability (pengertian) dan kegunaan untuk tujuan preductive value. Pada intinya, Amerika
menerbitkan SFAS No. 33 tentang akuntansi inflasi dengan persyaratan tertentu. Persyaratannya itu
supaya hanya berlaku untuk perusahaan besar. Aktiva lancar dan persediaan lebih dari 125 juta dollar
dan total aset lebih dari 1 M dollar. Kalau perusahaannya memenuhi ketentuan itu, wajib menerapkan
SFAS No. 33. SFAS No. 33 itu meminta laporan keuangan menghitung 3 (tiga) laba, yaitu :
a. Historical cost
b. Purchasing power
c. Holding gains atau loss yang disebut dengan current cost
SFAS No. 82 dikeluarkan pada akhir tahun 1984. Standar baru ini mengeliminasi
pengukuran constant dollar income ang sebelumnya diminta oleh SFAS No. 33. Informasi yang
disajikan dianggap membingungkan pengguna laporan, serta menyebabkan adanya overload
information karena kesamaan pengungkapan pendapatan dan biaya.
SFAS No. 89 mengatur mengenai pengukuran current cost income, purchasing power
gains and losses, dan informasi holding gains and losses didorong untuk diungkapkan tapi tidak
diwajibkan. Hal yang menarik dari SFAS No. 89 adalah terbit dengan 3 (tiga) sampai 4 (empat)
dukungan. Dengan komentar yang cukup mencerahkan, dimana David Mosso mempercayai bahwa isu
terkait perubahan harga umum dan harga spesifik adalah masalah utama yang akan dihadapi oleh
FASB selama abad ini. Hal tersebut berlawanan dengan pernyataan dari SFAS No. 33. Hal serupa juga
diungkapkan oleh Raymond Lauver. Robert Swieringa juga sependapat dengan Mosso dan Lauver
yang juga melihat adanya kekurangan pada sistem dan data berkelanjutan, khususnya terkait biaya tetap
dari pemasangan dan penetapan current cost data.
4. SFAS No. 157
SFAS No. 157 mendefinisikan nilai wajar sebagai suatu harga yang akan diterima untuk
menjual aset atau dibayar untuk mentransfer kewajiban dalam transaksi teratur antara pelaku pasar
pada tanggal pengukuran dengan nilai tertinggi dan terbaik untuk aset dan dengan harga terendah untuk
kewajiban. Pelaku pasar diasumsikan independen dari perusahaan pelapor, berpengetahuan, dan
mampu dan mau masuk ke dalam transaksi.
Asset price seharusnya diturunkan untuk aset di pasar dimana aset tersebut merupakan yang
tertinggi dan terbaik penggunaannya. Demikian pula liability prices adalah khusus di mana kewajiban
memiliki harga terendah. Asset prices harus datang dari pasar utama aset, tetapi ada beberapa
kebingungan jika harga yang lebih tinggi berasal dari pasar tambahan.
SFASF No. 157 mencoba untuk membangun penggunaan tertinggi dan terbaik untuk aset.
Dalam membangun penggunaan tertinggi dan terbaik, standar yang digunakan dibagi menjadi 2 (dua)
bagian, yaitu :
a. In uses
Aset digunakan dalam kombinasi bersama aset lain.
b. In exchange
Aset digunakan secara terpisah atau berbasis berdiri sendiri.
Harga dari aset dan liabilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor penting. Harga aset dapat
berkurang karena faktor resiko yang dapat membuat harga turun dalam penggunaan tertinggi dan
terbaik aset. Di dalam liabilitas, resiko non-performance harus dipertimbangkan. Resiko non-
performance berupa kemungkinan perusahaan tidak dapat membayar liabilitasnya pada saat jatuh
tempo. Di dalam proses valuasi hasil ini meningkatkan discount rate dan menurunkan carrying value
dari utang, yang membuat perusahaan memperoleh keuntungan. Fair value secara general diaplikasikan
untuk aset dan liabilitas yang spesifik, tetapi dapat juga digunakan untuk cakupan yang lebih luas dari
aset seperti sebuah bisnis yang dimiliki oleh entitas pelapor. Terdapat 3 (tiga) teknik atau pendekatan
valuasi yang harus diterapkan secara konsisten, yaitu :
a. The market approach
Melibatkan penentuan harga saat ini atau membandingkan antara aset dan kewajiban.
b. The income approach
Menggunakan laba masa yang akan datang (masa depan) atau arus kas yang kemudian didiskon
untuk harga jual simulasi.
c. Cost approach
Pendekatan ini melibatkan penentuan biaya saat ini untuk menggantikan kapasitas perawatan aset.
Hirarki harga fair value berkenaan dengan proses atau mekanik mengamankan harga.
Terdapat 3 (tiga) tingkatan dalam mengamankan harga, yaitu :
a. Level 1 prices
Harga berada di dalam pasar aktif untuk aset dan liabilitas yang identik. Harga tersedia untuk aset
atau kewajiban tetapi perusahaan memiliki sejumlah besar unit aset dan menempatkan mereka
semua di pasar sekaligus, maka akan menurunkan harga per unit dari harga pada level 1, harga pada
level 1 yang digunakan. Hal ini dikarenakan adanya nilai – nilai yang dikumpulkan dengan maksud
untuk menjadi pasar tertentu dari pada entitas tertentu dalam SFAS No. 157.

b. Level 2 prices
Harga untuk aset dan liabilitas yang serupa di dalam pasar aktif. Karena pasar aset adalah untuk
aset serupa bukan identik, mereka di bawah level 1. Namun, mereka bisa untuk identik serta sejenis
aset atau kewajiban di pasar yang relatif tidak aktif.

c. Level 3 input
Situasi dimana terdapat aktivitas kecil pasar. Oleh karena itu masukan ini disebut masukan tidak
teramati. Informasi dari input teramati didasarkan pada informasi terbaik yang tersedia, dan mereka
melibatkan asumsi bahwa perusahaan membuat menjadi relatif terhadap harga pasar. Sehingga, isu
komparabilitas dan veribialitas menjadi relatif sangan penting untuk level 3 input.
Disclosure untuk interim dan pengungkapan akhir tahun dibuat berdasarkan SFAS No. 157.
Hal ini khususnya dalam kasus pengukuran menggunakan unobservable input (level 3). Pengukuran
fair value di dalam tanggal pelaporan ditambah breakout dari rincian yang berkaitan dengan
penggunaan dari tiga level harus ditampilkan. Untuk pengukuran level 3, saldo awal, saldo akhir, dan
komposisi perubahan harus ditunjukkan. Selain itu, keuntungan dan kerugian di level 3 pengukuran
harus ditunjukkan, termasuk di mana jumlah tersebut menghilang. Ini adalah pengungkapan utama.
SFAS No. 157 adalah standar yang memiliki pengaruh besar, terbukti bahwa 24 standar
FASB dan 3 opini APB dipengaruhi oleh standar ini. Kritik terhadap standar ini akan dipecah menjadi
2 (dua) bagian, yaitu :
a. Omissions
Untuk aktiva tetap, penyusutan kemungkinan besar akan sama dengan penurunan nilai aset antara
dua titik dalam satu waktu. Ini juga meninggalkan kemungkinan bahwa aset tetap dapat berharga
jika nilai pasar secara keseluruhan meningkat lebih dari penurunan karena penggunaan. SFAF No.
157 menunjukkan beberapa perubahan SFAS No. 144 atas penurunan nilai aset jangka panjang.
Bahkan jika proporsi moneter dan riil tidak terealisasi, holding gains memberikan hal yang sangat
baik untuk menjalankan jumlah yang belum direalisasi melalui pendapatan komprehensif lain dan
kemudian membawa bagian yang direalisasikan menjadi pendapatan.

b. Theoretical issues
Sebagian konsepsi nilai realisasi bersih atau net exit value memperhitungkan biaya transaksi
rekening, akan tetapi di dalam SFAS No. 157 tidak mendefinisikan nilai wajar. Oleh karena itu
menjadi sulit untuk menafsirkan makna exit value seagai nilai wajar jika biaya transaksi (kecuali
biaya transportasi) tidak dikurangi.
Dalam ringkasan SFAS No. 157 menyatakan bahwa nilai wajar adalah berdasarkan pengukuran
pasar bukan berdasarkan pengukuran entitas tertentu. Dalam persaingan sempurna, dapat dikatakan
bahwa hasil interaksi antara harga pembeli (pengguna) dan penjual (penyedia) adalah ditentukan
oleh pasar. Dalam kasus monopoli, penjual mengatur harga dan menerima kuantitas yang diminta.
Dalam pasar yang kurang sempurna, harga dapat ditentukan pasar, namun penjual mempunyai
pengaruh lebih atas hal tersebut.
Teknik penilaian atau pendekatan yang tercantum dalam SFAS No. 157 (pendekatan pasar,
pendekatan pendapatan, dan pendekatan biaya) menyediakan array yang luas dari teknik biaya
secara keseluruhan untuk menentukan nilai wajar. Sementara dua yang pertama didasarkan pada
exit market, pendekatan biaya secara jelas adalah entry value.
Pemeliharaan modal merupakan jumlah yang dapat didistribusikan kepada pemegang saham
sebagai dividen. Pengumuman dividen maksimum dinyatakan dengan pendekatan yang dihasilkan
selama periode tersebut. masalah lain muncul dari tidak dikuranginya biaya transaksi dari nilai
wajar penentuan nilai aset perusahaan. Akhirnya pertanyaan atas reabilitas penentuan nilai wajar
menggunakan pengukuran level 3 merupakan pertimbangan lain.
Jika pengukuran tidak dapat diandalkan (diverifikasi), dapat dipertanyakan apakah tingkat
komparabilitas yang tinggi dapat dihasilkan. Tingkat pengukuran level 3 menggunakan input
tertentu yang tidak teramati untuk mengangkat masalah ini. Masalah lain yang potensial muncul di
mana beberapa perusahaan menggunakan pasar dengan nilai wajar lebih tinggi dari pada yang
ditentukan untuk pasar principal.
Standar menyatakan bahwa seringkali initial cost atau harga transaksi adalah sama dengan exit
value di pengakuan awal. Hal ini benar untuk instrumen keuangan tapi tidak untuk aset tetap dan
operating aset lainnya. Pengukuran nilai wajar yang seharusnya terjadi di pasar utama untuk aset
atau kewajiban, atau jika tidak ada pasar utama, bisa memilih di pasar yang paling menguntungkan
untuk aset atau kewajiban.

5. SFAS No. 159


SFAS No. 159 menunjukkan pilihan nilai wajar untuk financial assets dan financial
liabilities, termasuk perubahan dari SFAS No. 115, meluas ke beberapa daerah pilihan baru dari
pengukuran nilai wajar. Pilihan diperpanjang untuk peristiwa financial assets dan financial liabilities
yang lebih banyak kecuali hal – hal berikut :
a. Cabang perusahaan diwajibkan untuk melakukan konsolidasi
b. Variable interest entities
c. Overfunded rencana manfaat pensiun, tunjangan pasca kerja lain, dan imbalan pasca kerja serta
berbagai pengaturan kompensasi yang ditangguhkan dan direncanakan
d. Leased assets dan liabilities, meskipun ini sudah termasuk dalam SFAS No. 157
e. Berbagai simpanan dan kewajiban bank
f. Instrumen keuangan yang merupakan bagian dari ekuitas pemilik.
Standar ini seharusnya mengurangi volatilitas pendapatan dengan memungkinkan
pengukuran nilai serupa di seluruh spektrum dari instrumen keuangan, mengurangi hedging yang tidak
diperlukan untuk melancarkan pendapatan dengan memungkinkan penilaian serupa untuk instrumen
keuangan. Hal ini memungkinkan available for sale dan held to maturity securities diataur pada nilai
wajar.
6. Accounting Standards Update
FASB mengeluarkan pembaharuan standar pada tahun 2009-12 untuk mengatasi masalah
pengukuran bagi entitas tertentu yang terkait dengan investasi yang tidak memiliki nilai – nilai yang
mudah ditentukan. Berdasarkan saran dan/atau rekomendasi dari SAC, IASB, dan AICPA selama tahun
2008 sampai 2009, FASB mengeluarkan pembaharuan standar akuntansi 2010-06 mengenai
meningkatkan pengungkapan tentang pengukuran nilai wajar. Pembaharuan standar 2011-04 yaitu
pembaharuan untuk mencapai pengukuran nilai wajar yang umum dan persyaratan pengungkapan
dalam US GAAP dan IFRS.

Kondisi Kondisi ekonomi


perusahaan
(Monetary Inflasi Deflasi
Item)
Net asset Purchasing power loss Purchasing power gain

Net liabilities Purchasing power gain Purchasing power loss

Nonmonetary items
1. Monetary holding gains and losses: perbedaan antara general price level adjusted dan historical
cost
2. Real holding gains and losses: perbedaan antara jumlah general price level adjusted dan current
value (fair value)

Anda mungkin juga menyukai