Anda di halaman 1dari 44

MATERI INTI 5

TATA LAKSANA GIZI BURUK


PADA BALITA DI LAYANAN RAWAT INAP

I. DESKRIPSI SINGKAT
Tata laksana rawat inap dilakukan bagi balita gizi buruk yang disertai dengan
komplikasi medis di TFC, Puskesmas perawatan atau RS. Tata laksana gizi
buruk yang dirawat inap meliputi tiga tanda bahaya dan tanda penting, 5
kondisi klinis balita gizi buruk yang berdasarkan tanda bahaya dan tanda
penting (renjatan, letargis dan dehidrasi/ diare/ muntah), kolaborasi perawatan
dan pengobatan balita gizi buruk pada fase stabilisasi sesuai dengan lima
kondisi klinis sesuai kewenangan, kolaborasi penyusunan rencana perawatan
dan pengobatan balita gizi buruk pada fase transisi dan rehbilitasi sesuai
dengan kewenangan, kolaborasi penanganan gizi buruk kelompok khusus
yaitu bayi kurang dari 6 bulan dan balita lebih sama dengan 6 bulan dengan
BB < 4kg, pemantauan dan evaluasi gizi buruk pada balita di rawat inap.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan kolaborasi tata
laksana gizi buruk pada balita di layanan rawat inap sesuai kewenangan

B. Tujuan Pembelajaran Khusus:


Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan tiga tanda bahaya dan tanda penting
2. Menjelaskan 5 (lima) kondisi klinis balita gizi buruk berdasarkan 3 (tiga)
tanda bahaya dan tanda penting
3. Melakukan kolaborasi perawatan dan pengobatan balita gizi buruk pada
fase stabilisasi sesuai dengan 5 (lima) kondisi klinis, sesuai kewenangan
4. Melakukan kolaborasi penyusunan rencana perawatan dan pengobatan
balita gizi buruk pada fase transisi dan rehabilitasi, sesuai kewenangan
5. Melakukan kolaborasi penanganan gizi buruk pada kelompok khusus
yaitu bayi < 6 bulan, balita ≥ 6 bulan dengan berat badan < 4 kg
6. Melakukan pemantauan dan evaluasi perawatan gizi buruk pada balita
di layanan rawat inap

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


Modul ini menguraikan tentang Tata laksanan Gizi Buruk Pada Balita di Rawat
Inap dengan pokok bahasan dan sub pokok bahasan di bawah ini:
1. Tiga tanda bahaya dan tanda penting
2. Lima kondisi klinis balita gizi buruk berdasarkan 3 (tiga) tanda bahaya dan
tanda penting

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 309
3. Kolaborasi perawatan dan pengobatan balita gizi buruk pada fase
stabilisasi sesuai dengan 5 (lima) kondisi klinis, sesuai kewenangan:
a. Rencana I untuk kondisi I
b. Rencana II untuk kondisi II
c. Rencana III untuk kondisi III
d. Rencana IV untuk kondisi IV
e. Rencana V untuk kondisi V
4. Kolaborasi penyusunan rencana perawatan dan pengobatan balita gizi
buruk pada fase transisi dan rehabilitasi, sesuai kewenangan
5. Kolaborasi penanganan gizi buruk pada kelompok khusus yaitu bayi < 6
bulan, balita ≥ 6 bulan dengan berat badan < 4 kg
6. Pemantauan dan evaluasi perawatan gizi buruk pada balita di layanan
rawat inap

IV. BAHAN BELAJAR


1. Modul Pencegahan dan Tata laksana Gizi Buruk Pada Balita
2. Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita,
Kemenkes, 2019
3. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk (Buku I), Kemenkes, 2013
4. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk (Buku II), Kemenkes, 2013
5. Lembar studi kasus
6. Formulir catatan perawatan harian anak gizi buruk
7. Formulir catatan asupan makanan selama 24 jam
8. Formulir kartu monitoring BB dan kartu monitoring mingguan.
9. Petunjuk Praktik Lapangan

V. LANGKAH PEMBELAJARAN
Berikut merupakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran:
Langkah 1:
Pengkondisian Peserta (5 menit)
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang
3. Fasilitator melakukan apresepsi kepada peserta sebelum pembelajaran
dimulai.

Langkah 2:
Penyampaian Pokok Bahasan 1: Tiga Tanda Bahaya dan Tanda Penting
(10 menit)
1. Fasilitator menyampaikan tiga tanda bahaya dan tanda penting dengan
metode ceramah tanya jawab
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 310
3. Fasilitator melakukan evaluasi pembelajaran dengan memberikan
pertanyaan.

Langkah 3:
Penyampaian Pokok Bahasan 2: Lima Kondisi Klinis Balita Gizi Buruk
Berdasarkan 3 (tiga) Tanda Bahaya dan Tanda Penting (15 menit)
1. Fasilitator menyampaikan Lima Kondisi Klinis Balita Gizi Buruk Berdasarkan
3 (tiga) Tanda Bahaya dan Tanda Penting dengan metode ceramah tanya
jawab.
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
3. Fasilitator melakukan evaluasi pembelajaran dengan memberikan
pertanyaan.

Langkah 4:
Penyampaian Pokok Bahasan 3: Kolaborasi Perawatan dan Pengobatan
Balita Gizi Buruk pada Fase Stabilisasi sesuai dengan 5 (lima) Kondisi
Klinis, Sesuai Kewenangan (115 menit)
1. Fasilitator menyampaikan tentang Perawatan dan Pengobatan Balita Gizi
Buruk pada Fase Stabilisasi sesuai dengan 5 (lima) Kondisi Klinis dengan
metode ceramah tanya jawab.
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
3. Fasilitator memberikan penugasan dengan metode latihan kasus yang
dikerjakan secara kelompok.
Pembagian kelompok untuk pokok bahasan 3, 4 dan 6 :
- Fasilitator membagi peserta menjadi 5 kelompok, tiap kelompok maksimal
5 orang peserta
- Peserta berdiskusi di dalam kelompok masing-masing
4. Fasilitator melakukan evaluasi pembelajaran dengan meminta semua
kelompok untuk mengerjakan dan menyampaikan (presentasi) hasil latihan
kasus.
5. Fasilitator mengulas hasil diskusi yang terjadi di dalam tiap penyajian hasil
untuk tiap jenis kasus

Langkah 5:
Penyampaian Pokok Bahasan 4: Kolaborasi Penyusunan Rencana
Perawatan dan Pengobatan Balita Gizi Buruk pada Fase Transisi dan
Rehabilitasi Sesuai Kewenangan (80 menit)
1. Fasilitator menyampaikan tentang Rencana Perawatan dan Pengobatan
Balita Gizi Buruk pada Fase Transisi dan Rehabilitasi dengan metode
ceramah tanya jawab.
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
3. Fasilitator memberikan penugasan dengan metode latihan kasus yang
dikerjakan secara kelompok (kelompok yang sama dengan sebelumnya)

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 311
4. Fasilitator melakukan evaluasi pembelajaran dengan meminta semua
kelompok untuk mengerjakan dan menyampaikan (presentasi) hasil latihan
kasus.
5. Fasilitator mengulas hasil diskusi yang disajikan masing-masing kelompok

Langkah 6:
Penyampaian Pokok Bahasan 5: Kolaborasi Penanganan Gizi Buruk pada
Kelompok Khusus yaitu Bayi < 6 bulan, balita ≥ 6 bulan dengan Berat
Badan < 4 kg (80 menit)
1. Fasilitator menyampaikan tentang tata laksana gizi buruk pada Kelompok
Khusus yaitu Bayi < 6 bulan, Balita dengan Berat Badan < 4 kg dengan
metode ceramah tanya jawab.
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
3. Fasilitator melakukan evaluasi pembelajaran dengan memberikan tugas
dengan metode latihan kasus yang dikerjakan secara berkelompok.
4. Fasilitator melakukan evaluasi pembelajaran dengan meminta semua
kelompok untuk mengerjakan dan menyampaikan (presentasi) hasil latihan
kasus.
5. Fasilitator mengulas hasil diskusi yang disajikan masing-masing kelompok

Langkah 7:
Penyampaian Pokok Bahasan 6: Pemantauan dan Evaluasi Perawatan
Gizi Buruk pada Balita di Layanan Rawat Inap (50 menit)
1. Fasilitator menyampaikan tentang Pemantauan dan Evaluasi Perawatan
Gizi Buruk pada Balita di Rawat Inap dengan metode ceramah tanya jawab.
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
3. Fasilitator memberikan penugasan dengan metode latihan kasus yang
dikerjakan secara kelompok (kelompok yang sama dengan sebelumnya).
4. Fasilitator melakukan evaluasi pembelajaran dengan meminta semua
kelompok untuk mengerjakan dan menyampaikan (presentasi) hasil latihan
kasus.
5. Fasilitator mengulas hasil diskusi yang disajikan masing-masing kelompok

Langkah 8.
Praktik Lapangan (360 menit)
Langkah pembelajaran untuk praktik lapangan mengacu pada petunjuk pratik
lapangan (terlampir)

Langkah 9.
Rangkuman (5 menit)
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta
terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan dan
dilanjutkan dengan memberikan apresiasi atas partisipasi aktif peserta.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 312
VI. URAIAN MATERI
1. Pokok Bahasan 1: Tiga Tanda Bahaya dan Tanda Penting
Pada balita gizi buruk harus diwaspadai adanya 3 tanda bahaya dan tanda
penting yaitu :
a) Renjatan
Renjatan (syok) adalah keadaan kedaruratan medis yang ditandai
dengan tubuh yang sangat lemah, letargis hingga kehilangan
kesadaran, tangan dan kaki dingin disertai nadi yang cepat dan lemah.
Penyebab renjatan tersering adalah diare yang disertai dengan
dehidrasi, dan / atau sepsis.

Pada saat terjadi renjatan, tekanan darah sangat sulit diukur, juga nadi
sulit diraba. Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
renjatan adalah pemeriksaan capilary refill yaitu dengan menekan kuku
ibu jari tangan selama 2 detik, sampai kuku menjadi putih, selanjutnya
tekanan dilepaskan sehingga warna kuku kembali seperti semula. Bila
waktu perubahan warna putih menjadi merah kembali > 3 detik, maka
capilary refill dianggap lambat dan ini adalah tanda gangguan
sirkulasi/renjatan.

Bila capilary refill > 3 detik  RENJATAN!

b) Letargis
Terjadinya penurunan kesadaran yang ditandai dengan balita tampak
mengantuk, sulit dibangunkan dan tidak menunjukkan ketertarikan
terhadap kejadian di sekelilingnya.

c) Diare /muntah /dehidrasi


Diare adalah terjadinya perubahan konsistensi feses (lembek, cair) dan
frekuensi Buang Air Besar (BAB) > 3 kali sehari. Muntah dan atau diare
dapat menyebabkan kekurangan cairan/dehidrasi dan elektrolit tubuh.

Evaluasi Pembelajaran:
1. Sebutkan 3 (tiga) tanda bahaya dan tanda penting
2. Bagaimana cara pemeriksaan capilary refill.

2. Pokok Bahasan 2: Lima Kondisi Klinis Balita Gizi Buruk Berdasarkan


3 (tiga) Tanda Bahaya dan Tanda Penting
Setiap balita gizi buruk yang datang ke tempat pelayanan kesehatan
berada dalam kondisi klinis yang berbeda-beda.
Berdasarkan tiga tanda bahaya dan tanda penting terdapat 5 kondisi klinis
yang tata laksananya mengacu pada 10 langkah tata laksanan gizi buruk
pada balita.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 313
Tabel 5.1 Penetapan 5 (lima) kondisi klinis berdasarkan tanda Bahaya
dan tanda penting

Tanda Bahaya dan Tanda Kondisi Klinis


Penting I II III IV V
Renjatan + - - - -
Letargis + + - + -
Diare/muntah dengan atau tanpa + + + - -
dehidrasi

Evaluasi Pembelajaran:
1. Sebutkan tanda bahaya dan penting pada kondisi I
2. Sebutkan tanda bahaya dan penting pada kondisi III

3. Pokok Bahasan 3: Kolaborasi Perawatan dan Pengobatan Balita Gizi


Buruk pada Fase Stabilisasi Sesuai dengan 5 (lima) Kondisi Klinis,
Sesuai Kewenangan
Tindakan yang diberikan pada fase stabilisasi disesuaikan dengan kondisi
klinis balita yaitu:
a. rencana I untuk kondisi klinis 1
b. rencana II untuk kondisi klinis 2
c. rencana III untuk kondisi klinis 3
d. rencana IV untuk kondisi klinis 4
e. rencana V untuk kondisi klinis 5

Masing-masing kondisi klinis tersebut mempunyai tindakan yang berbeda,


terutama dalam hal mengatasi kegawatdaruratan serta dalam pemberian
cairan dan makanan.

Pengobatan infeksi dan penyakit penyerta serta pemberian zat gizi mikro
dapat merujuk pada materi inti 3, Pokok Bahasan 10 (Sepuluh) Langkah
Tata Laksana Balita Gizi Buruk di langkah 5 dan 6.

Setelah fase stabilisasi dan kegawatdaruratan dapat diatasi, balita masuk


ke fase transisi selanjutnya rehabilitasi. Pada fase transisi dan rehabilitasi
pemberian cairan dan makanan tidak lagi dibedakan berdasarkan 5 (lima)
kondisi klinis.

a. Rencana I untuk kondisi klinis I


Rencana I adalah tindakan yang dilakukan untuk mengatasi renjatan
(syok), letargis, diare/muntah/ dehidrasi.
1) Segera berikan :
a) Oksigen 1-2 liter/menit sampai dengan kondisi klinis balita
stabil.
b) Infus RLG 5% (Ringer Laktat dan Dekstrosa/glukosa 10%
dengan perbandingan 1 : 1) sebanyak 15 ml/kg BB dalam1 jam.
c) Glukosa 10% (iv) bolus, 5 ml/kgBB.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 314
d) ReSoMal 5 ml/kgBB melalui Naso Gastric Tube (NGT).
e) Antibiotik: Ampisilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam)
selama 2 hari, kemudian dilanjutkan dengan Amoksisilin oral
(25-40 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari); ditambah
Gentamisin (7.5 mg/kgBB IM atau IV) sehari sekali selama 7
hari.
2) Satu jam pertama:
Lanjutkan pemberian RLG 5% dan ReSoMal sampai habis pada
akhir jam pertama. Selama pemberian cairan, catat frekuensi
denyut nadi dan frekuensi napas setiap 10 menit.

3) Satu jam kedua:


a) Bila pada akhir jam pertama denyut nadi menguat,
frekuensi nadi dan napas turun, pemberian RLG 5%
diteruskan dengan dosis yang sama selama 1 jam berikutnya.
Selama rehidrasi belum tercapai, berikan ReSoMal sesuai
dengan kemampuan balita. Selama pemberian cairan, catat
frekuensi denyut nadi dan frekuensi napas setiap 30 menit.
b) Bila pada akhir jam pertama denyut nadi tetap lemah, frekuensi
nadi dan napas tetap tinggi kemungkinan terjadi septik syok.
Pemberian cairan intravena dikurangi menjadi 4 ml/kgBB
sebagai rumatan. Segera tranfusi packed red cells/darah segar
sebanyak 10 ml/kgBB dalam 3 jam, dan berikan furosemid 1
mg/kgBB iv sesaat sebelum transfusi dimulai. Selama tranfusi
hentikan semua pemberian cairan oral, NGT dan intra vena.

Catat denyut nadi dan frekuensi napas setiap 10 menit. Bila


tidak membaik, segera rujuk. Bila membaik, setelah selesai
pemberian tranfusi darah segera berikan F75 setiap 2 jam,
tanpa pemberian ReSoMal. Bila balita masih menyusu, berikan
ASI diantara pemberian F75.

4) Sepuluh jam berikutnya:


a) Bila pemberian cairan intravena sudah selesai, infus jangan
segera dicabut. Berikan ReSoMal 5-10 ml/kgBB/pemberian
selang-seling dengan F75 (sesuai tabel pemberian F75) setiap
1 jam.
b) Bila sudah rehidrasi dan tidak ada diare, hentikan ReSoMal,
teruskan pemberian F75 setiap 2 jam. Catat denyut nadi dan
frekuensi napas setiap 1 jam. Perlu diperhatikan terjadinya over
hidrasi yang dapat menyebabkan gagal jantung.
c) Bila masih diare, berikan ReSoMal 50-100 ml pada anak usia <
2 tahun dan 100-200 ml pada anak usia ≥ 2 tahun setiap kali
diare. Bila balita masih menyusu beri ASI diantara pemberian
F75.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 315
d) Bila diare/muntah berkurang dan balita dapat menghabiskan
sebagian besar F75 (80%), F75 dapat diberikan setiap 3 jam,
jumlah sesuai tabel. Bila tidak habis sisanya berikan melalui
NGT.
e) Bila tidak ada diare/muntah dan balita dapat menghabiskan
F75, pemberian F75 diubah menjadi tiap 4 jam, jumlah sesuai
tabel  masuk ke fase transisi
f) Bila ada tanda over hidrasi, hentikan pemberian cairan melalui
oral, NGT, iv. Evaluasi setelah 1 jam, bila membaik lanjutkan
rencana I sampai selesai, teruskan pemberian cairan dan
makanan untuk tumbuh kejar (Fase Transisi dan fase
Rehabilitasi).

Tanda-tanda overhidrasi:
 Peningkatan denyut nadi dan frekuensi napas (keduanya
harus meningkat)
 Vena jugularis membengkak (denyut vena dapat terlihat di
daerah leher)
 Edema meningkat

Overhidrasi dapat menyebabkan gagal jantung kongestif, yang


ditandai dengan:
 Peningkatan denyut nadi sebanyak ≥25 denyut/menit, DAN
 Peningkatan frekuensi napas sebanyak ≥5 tarikan napas/menit
Tanda lain: pembesaran hati, pembengkakan vena jugularis,
edema pada kelopak mata, suara jantung gallop rhythm, ronki
halus pada paru.

Tabel 5.2 Contoh penerapan rencana I pada kasus balita gizi buruk BB 5 kg tanpa edema :

*) sesuai kemampuan

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 316
b. Rencana II untuk Kondisi Klinis II
Rencana II adalah tindakan yang dilakukan untuk mengatasi letargis,
diare/muntah /dehidrasi.
1) Segera diberikan :
a) Bolus glukosa 10% intra vena, 5 ml/kgBB.
b) Lanjutkan dengan pemberian glukosa atau larutan gula pasir
10% melalui NGT sebanyak 50 ml.

2) Dua jam pertama :


Berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit sebanyak 5
ml/kgBB/pemberian. Catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian
ReSoMal setiap 30 menit.
Bila setelah 2 jam pertama, kondisi memburuk (terjadi renjatan/
syok), segera infus sesuai rencana I (tanpa pemberian bolus
glukosa).
Bila setelah 2 jam pertama kondisi membaik maka dilanjutkan ke
rencana tindakan sepuluh jam berikutnya.

3) Sepuluh jam berikutnya :


a) Bila kondisi membaik teruskan pemberian ReSoMal 5-10
ml/kgBB/pemberian selang-seling dengan F75 setiap 1 jam.
Catat nadi, frekuensi nafas setiap 1 jam.
b) Bila sudah rehidrasi dan tidak ada diare, hentikan ReSoMal,
teruskan pemberian F75 setiap 2 jam, sesuai tabel. Bila masih
diare, berikan ReSoMal sebanyak 50-100 ml pada anak usia <
2 tahun dan 100-200 ml pada anak usia ≥ 2 tahun setiap diare.
c) Bila balita masih menyusu, berikan ASI di antara pemberian
F75.
d) Bila diare/muntah berkurang dan balita dapat menghabiskan
sebagian besar F75, berikan F75 tiap 3 jam sesuai tabel.
e) Bila tidak ada diare/muntah dan balita dapat menghabiskan
F75 per 3 jam, pemberian F75 diubah menjadi setiap 4 jam
sesuai table  masuk ke fase transisi
f) Bila ada tanda over hidrasi, hentikan pemberian cairan melalui
oral, NGT, iv. Evaluasi setelah 1 jam, bila membaik lanjutkan
rencana II sampai selesai, teruskan pemberian cairan dan
makanan untuk tumbuh kejar (Fase Transisi dan fase
Rehabilitasi).
g) Bila balita sudah sadar usahakan pemberian ReSoMal dan
F75 secara oral, bila tidak habis berikan sisanya lewat NGT.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 317
Tabel 5.3 Contoh penerapan rencana II pada kasus balita gizi buruk BB 5 kg
tanpa edema

c. Rencana III untuk Kondisi Klinis III


Rencana III adalah tindakan yang dilakukan untuk mengatasi diare/ muntah
dan atau dehidrasi.
1) Segera diberikan :
50 ml glukosa atau larutan gula pasir 10 % secara oral/NGT.

2) Dua jam pertama :


Berikan ReSoMal 5 ml/kgBB setiap pemberian secara oral/NGT setiap
30 menit. Catat nadi, frekuensi nafas.
Bila setelah 2 jam pertama, kondisi memburuk (terjadi renjatan/ syok),
segera infus sesuai rencana I (tanpa pemberian bolus glukosa).
Bila setelah 2 jam pertama kondisi membaik maka dilanjutkan ke
rencana tindakan sepuluh jam berikutnya.

3) Sepuluh jam berikutnya :


Teruskan pemberian ReSoMal 5-10 ml/kgBB selang-seling dengan
F75 (sesuai tabel) setiap 1 jam.
a) Bila diare dan muntah berkurang, balita mampu menghabiskan
sebagian besar F75, berikan F75 tiap 3 jam sesuai tabel dan bila
balita dapat menghabiskan, ubah pemberian menjadi tiap 4 jam.
 masuk ke fase transisi
b) Bila ada tanda over hidrasi, hentikan pemberian cairan melalui
oral, NGT, iv. Evaluasi setelah 1 jam, bila membaik lanjutkan
rencana III sampai selesai, kemudian teruskan pemberian cairan
dan makanan untuk tumbuh kejar (Fase Transisi dan fase
Rehabilitasi).

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 318
Tabel 5.4 Contoh penerapan rencana III pada kasus balita gizi buruk BB 5 kg tanpa edema.

d. Rencana IV untuk Kondisi Klinis IV


Rencana IV adalah tindakan yang dilakukan pada keadaan letargis.
1) segera berikan :
Bolus glukosa 10 % iv sebanyak 5 ml/kgBB, lanjutkan dengan glukosa
atau larutan gula pasir 10 % melalui NGT sebanyak 50 ml.

2) Dua jam pertama :


a) Berikan F75 per NGT sebanyak ¼ jumlah sesuai tabel setiap 30
menit. Catat nadi, frekuensi napas dan kesadaran setiap 30 menit.
b) Bila sudah sadar (tidak letargis):
Teruskan ke 10 jam berikutnya dengan pemberian F75 setiap 2 jam
secara oral/NGT. Catat nadi, frekuensi napas dan kesadaran setiap
1 jam. Bila balita masih menyusu berikan ASI diantara pemberian
F75.
c) Bila belum sadar (masih letargis) setelah 2 jam pertama:
Ulangi 2 jam kedua dengan dosis seperti pada 2 jam pertama. Cari
kemungkinan penyebab lain letargis.
Catat nadi, frekuensi napas, kesadaran dan asupan F75 setiap 30
menit. Bila sudah sadar teruskan ke 10 jam berikutnya dengan
pemberian F75 setiap 2 jam secara oral/ NGT. Catat nadi, frekuensi
napas dan kesadaran tiap 1 jam. Bila balita masih menyusu berikan
ASI diantara pemberian F75.
d) Bila balita dapat menghabiskan sebagian besar F75, ubah
pemberian tiap 3 jam dan selanjutnya tiap 4 jam bila balita dapat
menghabiskan porsinya sesuai tabel  masuk ke fase transisi
e) Bila ada tanda over hidrasi, hentikan pemberian semua cairan
melalui oral/NGT. Evaluasi setelah 1 jam, bila membaik lanjutkan
rencana IV sampai selesai, kemudian teruskan pemberian cairan
dan makanan untuk tumbuh kejar (Fase Transisi dan fase
Rehabilitasi).

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 319
Tabel 5.5 Contoh penerapan rencana IV pada kasus balita gizi buruk BB 5 kg tanpa
edema:

Bila masih letargis

e. Rencana V untuk Kondisi Klinis V


Rencana V adalah tindakan yang dilakukan untuk mengatasi balita gizi
buruk yang tidak menunjukkan tanda bahaya atau tanda penting tertentu,
tetapi mungkin ada komplikasi yang memerlukan perawatan (misal:
anoreksia, demam tinggi, pneumonia, dll)
1) Segera diberikan :
Glukosa 50 ml atau larutan gula pasir 10% secara oral.
2) Dua jam pertama :
Berikan F75 sebanyak ¼ jumlah sesuai tabel setiap 30 menit. Catat
nadi, frekuensi napas dan kesadaran setiap 30 menit.
3) Sepuluh jam berikutnya teruskan pemberian F75 setiap 2 jam sesuai
tabel F75.
a) Bila balita dapat menghabiskan sebagian besar F75, ubah
pemberian tiap 3 jam dan selanjutnya tiap 4 jam bila balita dapat
menghabiskan porsinya sesuai tabel. Bila balita masih menyusu
berikan ASI diantara pemberian F75.  masuk ke fase transisi
b) Bila ada tanda over hidrasi, hentikan pemberian semua cairan
melalui oral/NGT. Evaluasi setelah 1 jam, bila membaik lanjutkan
rencana V sampai selesai. Teruskan pemberian cairan dan
makanan untuk sesuai fase berikutnya untuk tumbuh kejar (Fase
Transisi dan fase Rehabilitasi).
4) Lakukan tindakan medis sesuai dengan komplikasi yang ada.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 320
Tabel 5.6 Contoh penerapan rencana V pada kasus balita gizi buruk BB 5 kg tanpa
edema:

Evaluasi Pembelajaran
Peserta melaksanakan penugasan berupa latihan kasus dengan 5 kasus
sesuai sub pokok bahasan ini: Rencana I untuk kondisi I, Rencana II untuk
kondisi II, Rencana III untuk kondisi III, Rencana IV untuk kondisi IV,
Rencana V untuk kondisi V. Pelaksanaan latihan kasus mengacu pada
lampiran 5.1.

4. Pokok Bahasan 4: Kolaborasi Penyusunan Rencana Perawatan dan


Pengobatan balita Gizi Buruk Pada Fase Transisi dan Rehabilitasi
Sesuai Kewenangan
a) Fase Transisi
Pada akhir fase stabilisasi F75 diberikan setiap 4 jam, bila balita dapat
menghabiskan dilanjutkan ke fase transisi.
Pada fase transisi pemberian F75 diganti dengan F100 dengan volume
yang sama dengan volume F75 sebelumnya dan dipertahankan selama
2 hari. Selanjutnya volume F100 dinaikkan bertahap sampai mencapai
150 ml/kgBB/hari (150 kkal/kgBB/hari). Lihat tabel pemberian F100,
perhatikan jumlah minimum dan maksimum per hari.
Bila ada tanda over hidrasi, hentikan pemberian F100. Evaluasi setelah
1 jam, bila membaik lanjutkan pemberiannya sampai fase transisi selesai
dan lanjutkan ke fase rehabilitasi.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 321
Contoh :
Perubahan pemberian F75 ke F100
balita dengan BB 5,0 kg tanpa edema.

b) Fase Rehabilitasi
Tujuan pemberian makan pada fase rehabilitasi adalah untuk
memulihkan jaringan tubuh yang hilang. Fase ini dikenal sebagai fase
tumbuh kejar. Pada fase ini diberikan energi 150-220 kkal/kgBB/hari dan
protein 4-6 g/kgBB/hari dalam bentuk F100 sampai volume/jumlah yang
dapat dihabiskan balita. Kemudian bertahap sebagian F100 dikurangi
(misal 1/3 bagian) dan diganti dengan makanan padat. ASI tetap
diberikan sebagai tambahan.

Bila tersedia layanan rawat jalan, maka fase rehabilitasi dilakukan di


layanan rawat jalan sesuai dengan protokol tata laksana balita gizi buruk
di layanan rawat jalan (Materi Inti 4).

Evaluasi Pembelajaran:
Peserta melaksanakan penugasan latihan kasus dengan menggunakan
kasus sebelumnya (pokok bahasan 3) untuk menyusun tata laksana pada
fase transisi dan rehabilitasi (lampiran 5.1).

5. Pokok Bahasan 5 : Kolaborasi penanganan Gizi Buruk pada


Kelompok Khusus yaitu Bayi < 6 Bulan dan Balita ≥ 6 Bulan dengan
Berat Badan < 4 Kg
 Rawat Inap pada Bayi Gizi Buruk Usia < 6 Bulan
Bayi berusia kurang dari 6 bulan dengan gizi buruk harus mendapat
layanan rawat inap. Tata laksananya perlu perhatian khusus, karena:
1) Seringkali ada penyebab organik/ kelainan bawaan (kelainan
jantung bawaan, sumbing langitan, dll), kelahiran prematur dan
adanya masalah asupan gizi;
2) Fisiologi berbeda dari balita, sehingga F100 tidak cocok untuk bayi
< 6 bulan maka F100 harus diencerkan;
3) Pemberian asi merupakan bagian terpenting untuk pemulihan dan
sebagai penunjang kelangsungan hidup, karena itu kesehatan ibu
merupakan hal yang sangat penting;

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 322
4) Membutuhkan tenaga terampil dan supervisi yang lebih intensif.
a) Pemberian obat rutin dan suplemen:
(1) Antibiotika: Amoksisilin diberikan 15mg/kgBB/kali setiap
8 jam selama 5 hari sedangkan untuk bayi dengan berat
badan di bawah 3 kg diberikan setiap 12 jam.
Kloramfenikol TIDAK diberikan kepada bayi muda;
(2) Vitamin A 50.000 SI dosis tunggal pada hari pertama;
(3) Asam folat 2,5 mg dosis tunggal;
(4) Sulfas ferosus: diberikan segera setelah bayi dapat
menghisap dengan baik dan berat badan naik.

b) Tata laksana bayi < 6 bulan dengan gizi buruk berdasarkan


status pemberian ASI:
(1) Ada kemungkinan pemberian ASI:
 Bayi masih mendapat ASI tapi kurang gizi;
 Bayi sudah tidak mendapat ASI tetapi ibu masih ingin
menyusui;
 Bayi sudah berhenti menyusu (misalnya: ibu
meninggal), tetapi ada ibu pesusuan yang dapat
memberikan ASI.
(2) TIDAK ada kemungkinan pemberian ASI:
 Bayi tidak pernah mendapat ASI dan ibu tidak mau
mencoba relaktasi;
 Bayi sudah berhenti menyusu dan ibu tidak mau
relaktasi, tidak ada ibu pesusuan;
 Tidak ada ibu dan ibu pesusuan.

 Tata laksana rawat inap bayi < 6 bulan dengan gizi buruk dan Balita ≥ 6
bulan dengan berat badan < 4 kg melewati fase-fase yang sama dengan
rawat inap balita dengan gizi buruk pada umumnya, yaitu Fase
Stabilisasi, Transisi dan Rehabilitasi. Suatu hal khusus adalah
pemberian ASI merupakan hal yang sangat menentukan, karena dalam
6 bulan pertama kehidupannya makanan bayi adalah ASI (ASI
eksklusif).

1) Bayi < 6 bulan dengan gizi buruk dan ada kemungkinan pemberian
ASI di bawah ini adalah tata laksana pada tiap fase
a) Fase Stabilisasi
(1) Atasi komplikasi sesuai dengan protokol umum. Bayi < 6
bulan sangat rawan terhadap hipoglikemia dan hipotermia.
(2) Mulai refeeding dengan susu formula bayi atau F100 yang
diencerkan atau F75 (bila ada edema) dengan jumlah tetap
(130 ml/kgBB/hari) setiap 2-3 jam. Formula dapat diberikan
dengan menggunakan cangkir, suplementer (bila bayi
mampu menghisap), teknik drip-drop atau NGT.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 323
(3) Dukungan pemberian ASI bertujuan meningkatkan
produksi ASI dan bayi kembali mendapatkan ASI saja
sampai dipulangkan dan dilanjutkan di rumah.
(4) Bila ASI masih ada dan bayi mampu menghisap:
 Satu jam sebelum pemberian F75/F100 yang
diencerkan/ susu formula bayi, berikan ASI selama
lebih kurang 20 menit. Lakukan hal ini siang dan
malam;
 Pada masa ini, F75/F100 yang diencerkan/ susu
formula bayi merupakan makanan utama, sedangkan
ASI merupakan makanan tambahan. Pastikan hal ini
dilakukan dengan teknik yang benar;
 Catat pemberian ASI pada tabel atau grafik (untuk
memperlihatkan kepada ibu pentingnya ASI);
 Awasi bahwa menyusui benar-benar dilakukan.

(5) Bila ASI masih ada tetapi bayi tidak mampu atau tidak mau
menyusu:
 Bantu ibu memerah ASI, yang dilakukan minimal 8x/hari
selama 20-30 menit tiap kali, walaupun ASI yang
didapat hanya sedikit;
 Berikan ASI perah kepada bayi dengan cara drip-
drop/dengan cangkir/NGT;
 Bila bayi sudah cukup kuat atau sudah mampu
menghisap, bantu ibu untuk meningkatkan pemberian
ASI.

(6) Bila ASI tidak ada/menyusu telah dihentikan, maka ibu


dianjurkan menyusui kembali:
 Bantu ibu melakukan relaktasi;
 Berikan F75/F100 yang diencerkan atau susu formula
bayi dengan suplementer.

b) Fase Transisi
Pada Fase transisi, formula yang digunakan tetap sama.
Transisi yang terjadi adalah mengupayakan agar bayi semakin
banyak mendapatkan ASI dan secara bertahap diharapkan
bayi hanya mendapat ASI ketika pulang.

c) Fase Rehabilitasi
Tujuan yang ingin dicapai pada fase ini adalah:
(1) menurunkan jumlah formula yang diberikan;
(2) mempertahankan kenaikan berat badan, dan
(3) melanjutkan pemberian ASI.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 324
d) Kemajuan klinis pada bayi dinilai dari kenaikan berat badan
setiap hari:
(1) Bila berat badan turun atau tidak naik selama 3 hari
berturut-turut tetapi bayi tampak lapar dan menghabiskan
semua formula yang diberikan, tambahkan 5 ml formula
pada setiap pemberian.
(2) Bila suplementasi formula tidak bertambah selama
perawatan tetapi berat badan naik, berarti produksi ASI
terus meningkat.
(3) Bila setelah beberapa hari bayi tidak lagi menghabiskan
jatah formulanya tetapi BB tetap naik, berarti asupan ASI
meningkat dan bayi mendapat cukup asupan untuk
memenuhi kebutuhan.
(4) Bayi ditimbang setiap hari dengan timbangan yang
mempunyai ketelitian sampai 10 g

e) Ketika bayi menunjukkan kenaikan BB 20 g/hari (kenaikan


absolut), maka:
(1) Pemberian formula dikurangi jumlahnya, mulai dari ¼ dari
jumlah yang seharusnya, kemudian bertahap dikurangi ½
nya. Dengan demikian bayi akan mendapat ASI lebih
banyak.
(2) Bila kenaikan berat badan tetap terjaga selama 2-3 hari,
pemberian formula dapat dihentikan.
(3) Tetapi bila tidak terjadi kenaikan berat badan, maka
pemberian formula kembali ditambah hingga 75% (atau ¾
jatah) selama 2-3 hari. Bila kenaikan berat badan sudah
stabil, selanjutnya pemberian formula dapat dikurangi dan
dihentikan.
(4) Dianjurkan untuk merawat bayi beberapa hari berikutnya
dengan hanya mendapat ASI untuk memastikan berat
badan tetap naik (> 20 g/hari), bayi dapat dipulangkan
tanpa melihat berapa berat badannya ataupun indeks
BB/PB.

f) Kriteria pulang dari rawat inap dan pindah ke layanan rawat


jalan untuk bayi yang mendapatkan ASI
a) Keberhasilan relaktasi dengan menghisap efektif:
kenaikan berat badan minimal 20 g/hari selama 5 hari
berturut-turut hanya dengan mengonsumsi ASI.
b) Tidak ada edema bilateral.
c) Kondisi klinis baik, bayi sadar dan tidak ada komplikasi
medis.
d) Ibu sudah mendapat konseling menyusui dan gizi
seimbang untuk ibu menyusui.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 325
2) Bayi < 6 bulan gizi buruk, dan TIDAK ada kemungkinan pemberian
ASI
Tujuan tata laksana pada keadaan ini adalah bayi gizi buruk
mendapat makanan pengganti yang aman dan sesuai untuk
pemulihan gizi. Bayi dipulangkan dengan diberikan formula dan
pengasuh memahami cara pemberian yang aman.

a) Fase Stabilisasi:
(1) Diberikan susu formula bayi atau F100 yang diencerkan
atau F75 (bila ada edema) dengan jumlah tetap (130
ml/kgBB/hari) setiap 2-3 jam. Formula dapat diberikan
dengan menggunakan cangkir, teknik drip-drop atau NGT.
(2) Jumlah F75 atau F100 yang diencerkan dapat dilihat pada
lampiran 5.3

b) Kriteria peralihan dari Fase Stabilisasi ke Fase Transisi:


(1) Kembalinya nafsu makan;
(2) Mulai menghilangnya edema pada bayi yang semula ada
edema. Bayi dengan edema berat (+3) harus tetap di Fase
Stabilisasi sampai edema berkurang (+2).

c) Fase Transisi
(1) Jumlah formula dinaikkan 1/3 dari jumlah yang diberikan
pada Fase Stabilisasi untuk pemenuhan kalori 110 – 130
kcal/kgBB/hari (volume dari 130 ml/kgBB/hari menjadi 175
ml/kgBB/hari).
(2) Lampiran 5.3 digunakan untuk menentukan jumlah F100
yang diencerkan.

d) Kriteria untuk beralih dari Fase Transisi ke Fase Rehabilitasi


(1) Nafsu makan baik: bayi menghabiskan minimal 90%
formula.
(2) Minimal 2 hari berada di Fase Transisi.
(3) Kondisi klinis baik, bayi sadar dan tidak ada komplikasi
medis.

e) Fase Rehabilitasi
(1) Bayi mendapat formula (susu formula bayi/ F100 yang
diencerkan) sebanyak 200ml/KgBB/hari atau 2 kali jumlah
yang diberikan pada Fase Stabilisasi untuk pemenuhan
kalori 150 kkal/kgBB/hari.
(2) Tabel 5.3 digunakan untuk menentukan jumlah formula
yang diberikan pada bayi yang tidak mendapat ASI.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 326
3) Pemantauan
Pemantauan tidak berbeda baik pada Fase Stabilisasi, Transisi dan
Rehabilitasi, baik bagi bayi dengan ASI maupun tanpa ASI.
Parameter yang harus dipantau dan dicatat dalam rekam medik:
(a) Berat badan ditimbang setiap hari menggunakan alat timbang
dengan ketelitian hingga 10g
(b) Derajat edema (0 sampai +3)
(c) Kesadaran dan tanda vital (suhu tubuh, frekuensi nafas dan
nadi diukur minimal 2 kali sehari)
(d) Gejala klinis: pilek, batuk, muntah, defekasi, dehidrasi,
pembesaran hati
(e) Hal-hal lain yang perlu dicatat, misalnya menolak makan, rute
asupan makanan (oral, NGT atau parenteral), transfusi

4) Kriteria pindah ke layanan rawat jalan


(a) Kondisi klinis baik, bayi sadar dan tidak ada komplikasi medis
(b) Tidak ada edema
(c) kenaikan berat badan minimal 20 g/hari atau > 5g/KgBB/ hari
selama 5 hari berturut-turut
(d) ibu dan bayi mendapatkan akses ke pelayanan rawat jalan
(e) Ibu sudah mendapat konseling menyusui dan gizi seimbang
untuk ibu menyusui (untuk bayi yang mendapat ASI Ekskusif).
(f) Ibu sudah mendapat konseling cara penyiapan dan pemberian
formula serta pemberian makan sesuai umur.
(g) Ibu/pengasuh dan keluarga dapat mengakses susu formula
untuk terapi gizi secara berkelanjutan (untuk bayi yang tidak
mendapat ASI).

5) Kriteria sembuh/selesai perawatan/ keluar dari semua layanan gizi


buruk
(a) Kondisi klinis baik, balita sadar dan tidak ada komplikasi medis.
(b) Kenaikan berat badan yang cukup.
(c) Tidak ada edema
(d) BB/PB ≥ -2 SD

Evaluasi Pembelajaran:
Peserta melaksanakan penugasan dengan diberikan latihan kasus dan
dikerjakan secara berkelompok (lampiran 5.1).

6. Pokok Bahasan 6: Pemantauan dan Evaluasi Perawatan Gizi Buruk


pada Balita di Layanan Rawat Inap
a) Pemantauan yang dilakukan pada semua fase dilakukan dengan
mencatat setiap hari:
 Tanda vital (denyut nadi, frekuensi pernapasan, suhu).
 Tanda-tanda bahaya.
 Derajat edema (bila ada edema).

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 327
 Jumlah formula yang diberikan dan dihabiskan.
 Obat-obatan dan terapi cairan yang diberikan
 Frekuensi defekasi dan konsistensi feses.
 Produksi urin.
 Berat badan.

Hal yang perlu dihindari adalah terjadinya gagal jantung. Perlu diamati
gejala dini gagal jantung, yaitu nadi cepat dan nafas cepat. Bila keduanya
meningkat, yaitu pernafasan naik ≥ 5x/menit dan nadi naik ≥ 25x/menit)
yang menetap selama 2 kali pemeriksaan masing-masing dengan jarak 4
jam berturut-turut, maka hal ini merupakan tanda bahaya yang perlu dicari
penyebabnya.

Bila terdapat gejala gagal jantung, langkah-langkah berikut perlu segera


dilakukan
 Volume formula dan cairan dikurangi, menjadi 100 ml/kgBB/hari
diberikan tiap dua jam.
 Selanjutnya volume formula dan cairan ditingkatkan perlahan-lahan
(10 ml/kgBB/hari) sampai volume semula sebelum gagal jantung.

Penilaian kemajuan Fase Rehabilitasi


Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah Fase
Transisi dan mendapat F100.
 Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan.
Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam
gram/kgBB/hari.
 Bila kenaikan berat badan:kurang, yaitu bila kenaikan berat badan
kurang dari 5 g/kg BB/hari, balita membutuhkan penilaian ulang
lengkap; cukup, yaitu bila kenaikan berat badan 5-10 g/kg BB/hari),
perlu diperiksa apakah target asupan terpenuhi, atau mungkin ada
infeksi yang tidak terdeteksi; baik, yaitu bila kenaikan berat badan
lebih dari 10 g/kg BB/hari.
ATAU
kurang, yaitu bila kenaikan berat badan kurang dari 50 g/kg BB/per
minggu, maka balita membutuhkan penilaian ulang lengkap;
baik, yaitu bila kenaikan berat badan ≥ 50 g/kg BB/per minggu

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 328
b) Kriteria dan penyebab gagalnya perawatan balita gizi buruk sangat
perlu diketahui terutama pada pemantauan dan evaluasi sehingga
kesalahan yang terjadi tidak terulang kembali.
1) Kriteria gagalnya terapi pada perawatan balita gizi buruk dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.7 Kriteria gagalnya terapi pada perawatan balita gizi buruk
Kriteria Hari setelah ditangani di
layanan rawat inap
Nafsu makan balita belum pulih 4 – 7 hari
Edema tidak berkurang 4 – 7 hari
Edema masih ada 10 hari
Berat badan gagal naik selama 3 hari berturut-
turut (< 5 gr/kg BB/hr)
pada fase rehabilitasi

Formulir pemantauan yang digunakan:


a) Formulir catatan perawatan harian anak gizi buruk
b) Catatan asupan makanan selama 24 jam
c) Kartu monitoring BB dan kartu monitoring mingguan.

2) Penyebab gagalnya perawatan balita gizi buruk antara lain:


a) Pemberian terapi gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan balita
gizi buruk
(1) Apakah preskripsi diet yang diberikan telah benar?
(2) Apakah volume formula setiap kali pemberian telah sesuai
dengan kebutuhan?
(3) Apakah balita gizi buruk tetap diberikan formula pada malam
hari?
(4) Apakah sisa formula yang tidak dihabiskan oleh balita
dicatat dengan tepat?
(5) Apakah pembuatan formula dipantau dan dipastikan
kualitasnya?

b) Fasilitas pelayanan.
(1) Apakah tersedia tenaga kesehatan yang terlatih tata laksana
balita gizi buruk baik di layanan rawat inap?
(2) Apakah tersedia ruang perawatan khusus balita gizi buruk
yang terpisah dengan pasien lain di layanan rawat inap?
(3) Apakah tersedia obat-obat rutin yang diperlukan?
(4) Apakah tersedia bahan-bahan yang diperlukan untuk
pembuatan formula yang sesuai dengan standar WHO?
(5) Apakah tersedia alat-alat standar untuk pembuatan formula
(home economic set)?
(6) Apakah tersedia alat-alat antropometri sesuai dengan
standar protokol tata laksana balita gizi buruk?

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 329
(7) Apakah tersedia air bersih dan sarana sanitasi yang baik di
layanan rawat inap, serta bagaimana kondisi kebersihan
lingkungan layanan rawat inap?

c) Balita menderita penyakit infeksi yang tidak teridentifikasi


sebelumnya, seperti pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi
telinga, TB, malaria, HIV atau menderita penyakit lain, seperti
kelainan kongenital, keganasan dan gangguan sistem kekebalan
tubuh.

Mencari solusi dan tindak lanjut penyebab lambatnya proses pemulihan


balita gizi buruk. Solusi dan tindak lanjut sesuai dengan hasil identifikasi
penyebab lambatnya proses pemulihan balita gizi buruk dan seringkali
perlu mencari tahu akar penyebabnya, serta mungkin ditemukan beberapa
penyebab.

Contoh, balita gizi buruk mengalami hipoglikemia pada awal perawatan di


layanan rawat inap. Setelah dicari penyebabnya ternyata balita tersebut
tidak diberi formula pada pukul 02.00 dan pukul 04.00. Hal ini disebabkan
karena ibu balita terlalu letih untuk bangun dan memberi formula ke
balitanya. Setelah digali lebih lanjut, ditemukan dua akar masalah, yaitu
tidak tersedia cukup tenaga kesehatan sehingga ibu diharapkan untuk
membantu memberi formula pada malam hari dan tidak ada tempat yang
tenang dan layak untuk ibu beristirahat di siang hari. Agar tidak terjadi lagi
kejadian yang sama, maka semua akar masalah perlu dicari solusinya.
Untuk kasus ini, solusi yang mungkin adalah menambah tenaga kesehatan
untuk tugas malam hari atau menyediakan waktu dan tempat yang layak
untuk ibu beristirahat di siang hari. Tenaga kesehatan yang bertugas
malam hari dapat juga membangunkan dan membantu ibu memberikan
formula, terutama balita yang perlu diberi formula setiap 2 jam.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 330
c) Kriteria Keluar dari Layanan Rawat Inap ke Rawat Jalan

Tabel 5.8 Kriteria Keluar dari Layanan Rawat Inap ke Rawat Jalan
Keluar dari layanan rawat inap ke rawat jalan Sembuh
Balita gizi buruk 6-59 bulan Selama 2 minggu berturut-
 Tidak ada komplikasi medis, dan turut mempunyai kondisi
 Edema berkurang, dan seperti di bawah ini:
 Nafsu makan baik, dan  LiLA ≥ 12.5cm (hijau)
 Secara klinis baik. dan/atau
 Skor-Z BB/PB (atau
BB/TB) ≥ -2 SD
 Tidak ada edema,
 klinis baik
Bayi gizi buruk < 6 bulan Selama 2 minggu berturut-
 Tidak ada komplikasi medis turut mempunyai kondisi
 Tidak ada edema seperti di bawah ini:
 Kondisi klinis baik  BB/PB ≥ -2 SD
 Kenaikan berat badan minimal 20 g/hari  Tidak ada edema
selama 5 hari berturut-turut  Kondisi klinis baik, balita
sadar dan tidak ada
Untuk bayi yang kembali mendapat ASI eksklusif: komplikasi medis.
Ibu sudah mendapat konseling menyusui dan gizi  Kenaikan berat badan
seimbang untuk ibu menyusui. yang cukup.

Untuk bayi yang tidak mendapat ASI:


 ibu dan bayi mendapatkan akses ke
pelayanan rawat jalan
 Ibu/pengasuh dan keluarga dapat
mengakses susu formula untuk terapi gizi
secara berkelanjutan
 Ibu sudah mendapat konseling cara
penyiapan dan pemberian formula serta
pemberian makan sesuai umur

Bila ada kasus kematian balita gizi buruk maka informasi berikut perlu
dicatat dan dilakukan tinjauan kasus untuk mencari tahu penyebab dan
solusinya:
 Penyebab meninggal
 Jumlah hari perawatan hingga balita meninggal
 Waktu kematian
 Dan hal-hal terkait lainnya

Contoh, apakah kematian terjadi dalam 2 hari pertama sejak dirawat


atau setelah itu. Bila kematian terjadi dalam 2 hari pertama seringkali
disebabkan oleh hipoglikemia, overhidrasi, shok septik yang tidak

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 331
teridentifikasi sebelumnya atau tidak teratasi, atau infeksi berat lainnya.
Kematian yang terjadi setelah hari ke-2, seringkali disebabkan oleh
gagal jantung. Perlu dilihat apakah kematian terjadi di fase stabilisasi
atau transisi.

Kematian yang sering terjadi dimalam atau di pagi, atau di akhir pekan
menunjukkan bahwa pengasuhan harus lebih dipantau dan
ditingkatkan pada waktu-waktu ini. Misalnya, kematian di pagi hari
kemungkinan karena balita gizi buruk tidak cukup hangat (tidak cukup
diselimuti) dan/atau tidak diberi terapi gizi sesuai jadwal pada
malamnya.

Bila ada balita gizi buruk yang pulang paksa dari layanan rawat inap,
maka:
 Lakukan rujukan ke fasilitas kesehatan terdekat dengan
kediaman balita
 Lakukan kunjungan rumah

Bila balita tidak mencapai akhir kriteria terapi setelah 2 bulan (8 minggu
perawatan) setelah dilakukan pemeriksaan menyeluruh di layanan
rawat inap, rujuk balita ke fasilitas kesehatan rujukan yang lebih tinggi.

Saat bayi <6 bulan gizi buruk bertambah umur dan masuk kekelompok
umur 6 – 59 bulan maka tata laksana akan mengikuti protokol tata
laksana balita 6 – 59 bulan.

Pencatatan dan pelaporan layanan rawat inap

Setiap bulan, layanan rawat inap melakukan pencatatan dan


pelaporan:
- Kasus balita gizi buruk baru
- Kasus balita gizi buruk lama
- Kasus yang keluar dari layanan rawat inap:
 Sembuh
 Meninggal
 Drop-out
 Pindah ke layanan rawat jalan
 Dirujuk ke layanan rawat inap lain

Evaluasi Pembelajaran:
Peserta melaksanakan penugasan latihan kasus, melakukan pemantauan
dan evaluasi perawatan gizi buruk dan melakukan praktek lapangan.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 332
VII. RANGKUMAN
Ada tiga tanda bahaya dan tanda penting yang harus diwaspadai pada
balita gizi buruk. Tanda bahaya dan tanda penting tersebut menentukan
kondisi klinis balita gizi buruk dan rencana tindakan yang akan diberikan.

Setiap kondisi klinis mempunyai tindakan yang berbeda, terutama dalam


hal mengatasi kegawatdaruratan serta dalam pemberian cairan dan
makanan. Tindakan dimulai dari fase stabilisasi yang disesuaikan dengan
kondisi klinis balita, setelah balita dapat menghabiskan F75 maka
dilanjutkan ke fase transisi dengan memberikan F100 dengan volume yang
sama dengan volume F75 sebelumnya dan dipertahankan selama 2 hari
lalu volume F100 dinaikkan bertahap sampai mencapai 150 ml/kgBB/hari
(150 kkal/kgBB/hari) setelah balita dapat menghabiskan F100 (80%) maka
balita dapat masuk dalam fase rehabilitasi.

Tata laksana gizi buruk pada kelompok khusus yaitu bayi < 6 bulan, balita
> 6 bulan dengan berat badan < 4 Kg berdasarkan status pemberian ASI
tetapi tidakan yang diberikan sama dengan kelompok balita lainnya yaitu
dimulai dari fase stabilisasi, transisi hingga rehabilitasi yang disesuaikan
dengan syarat bagi kelompok khusus.

Semua balita gizi buruk yang telah di tata laksana di pantau dan di evaluasi
untuk melihat perkembangan dari intervensi yang diberikan serta melihat
kriteria dan penyebab gagalnya perawatan balita gizi buruk

VIII. REFERENSI
1. Kementerian Kesehatan RI. 2019. Pedoman Pencegahan dan
Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita
2. WHO. 2013. Updates on the management of severe acute malnutrition
in infant and children. Geneva: World Health Organization.
3. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk
(Buku I).
4. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak
Gizi Buruk (Buku II).
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan
Penyakit Metabolik. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
6. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman training of Trainer (TOT)
Tatalaksanan Anak Gizi Buruk. Kemenkes.
7. WHO. 2013. Pocket book of hospital care for children.
8. WHO/UNICEF. 2013. Training Course on Inpatient Management of
Severe Acute Malnutrition

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 333
IX. LAMPIRAN

Lampiran 5.1 Lembar Penugasan

Penugasan 1 : Pokok bahasan 3 (Kolaborasi Perawatan dan


pengobatan balita gizi buruk pada fase stabilisasi
sesuai dengan 5 (lima) kondisi klinis sesuai
kewenangan)
Tujuan : Peserta mendapatkan pengalaman belajar melakukan
kolaborasi perawatan dan pengobatan balita gizi buruk
pada fase stabilisasi sesuai dengan 5 (lima) kondisi klinis
sesuai kewenangan, melalui contoh kasus
yang diberikan.
Metode : Latihan Kasus
Waktu : 70 menit

Langkah penugasan:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok dan masing-masing kelompok
maximal 5 orang.
2. Fasilitator membagi kasus (1-5 di atas) dan flipchart pada masing-masing
kelompok.
3. Fasilitator meminta masing-masing kelompok untuk mengerjakan latihan
kasus
4. Fasilitator meminta masing-masing kelompok memaparkan hasil latihan kasus
5. Fasilitator mengulas hasil latihan kasus dan merangkum
6. Pertanyaan yang harus di jawab setiap kelompok untuk pokok bahasan ini:
a. Apa diagnosis anak pada setiap masing-masing kasus ini? Jelaskan
alasannya
b. Berada pada kondisi klinis berapa?
c. Bagaimana tata laksana awal/ fase stabilisasi pada pada setiap masing-
masing kasus?

Alat Bantu:
ATK

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 334
Kasus 1:
Anto, laki-laki, 3 thn 4 bulan, dibawa ibunya ke UGD RS dengan keluhan diare
sejak 3 hari yang lalu, 4-5x/hari, cair kira-kira ½ gelas/x mencret, tidak ada darah
atau lendir. Sejak kemarin anak demam tinggi belum diberi obat. Anak tidak nafsu
makan tetapi masih mau minum walau seringkali dimuntahkan. Pagi ini Anak
lemas, tidur terus serta tangan dan kaki teraba dingin.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang anak lelaki, tampak sakit berat, lemah,
kurus dan somnolen. BB: 8,200 kg, TB: 88 cm, LiLA: 11,1 cm, suhu: 38,6oC,
frekuensi nafas: 44x/menit, frekuensi nadi: denyut nadi sulit diraba. Capillary refill:
> 3 detik. Jantung dan paru dalam batas normal, abdomen: hati dan limpa tidah
teraba, turgor menurun. Ektremitas: teraba dingin, otot hipotrofi, tidak ada edema.
Pertanyaan:
1. Apa diagnosis anak Anto ini? Jelaskan alasannya
2. Berada pada kondisi klinis berapa?
3. Bagaimana tata laksana awal/fase stabilisasi pada Anto?

Kasus 2:
Bani, perempuan, 2 thn 6 bulan, dibawa ibunya ke Puskes dengan keluhan anak
tidur terus/ susah dibangunkan sejak kemarin sore. Sejak 2 hari yang lalu anak
mencret, cair, 4-5x/hari, + 3 sdm/x, berlendir tetapi tidak ada darah, tidak muntah
ataupun demam. Anak masih mau makan dan minum walau hanya sedikit.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak somnolen, kurus, tidak sesak nafas. BB:
7,5 kg, TB: 82 cm, LiLA: 11,0 cm, Suhu: 36,4oC, frekuensi nafas: 38x/menit,
Frekuensi nadi: 96x/menit. Torak: iga tampak jelas/menonjol, Jantung dan Paru
dalam batas normal, Abdomen: cekung, hati dan limpa tidak teraba, turgor masih
normal. Ekstremitas: otot hipotrofik, tidak ada edema.
Pertanyaan:
1. Apa diagnosis anak Bani ini? Jelaskan alasannya
2. Berada pada kondisi klinis berapa?
3. Bagaimana tata laksana awal/fase stabilisasi pada Bani?

Kasus 3:
Ceria, perempuan, 10 bulan, dibawa ibunya ke Puskes dengan keluhan mencret
sejak 3 hari yang lalul, 3-4x/hari, mula2 seperti bubur tetapi mulai kemarin makin
encer dan sering sampai 5-6x/hari, kira2 1/3 gelas aqua, tidak ada lendir ataupun
darah. Anak tidak muntah dan masih mau menyusus, minum air putih atau teh
manis. Nafsu makan sangat kurang. Tidak ada demam, tapi anak tampak lemas
sejak dini hari tadi. Ceria masih mendapat ASI, sejak usia 5 bulan mulaii diberi
bubur nasi dengan sayur bening bayam/wortel, kadang2 ditambah tahu atau telur
¼ butir. Pisang atau biskuit tidak tiap hari.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang bayi perempuan, sadar, tampak


kurus, lemah, BB: 5,6 kg, PB: 67 cm, LiLA: 11,0 cm, suhu 36,7oC, frekuensi nafas:
38x/menit, Frekuensi nadi: 104x/menit. Torak: iga tampak jelas, jantung dan paru

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 335
tidak ada kelainan, Abdomen: cekung, Hati 1 jari dibawah arkus kosta, limpa tidak
teraba. Ekstremitas: otot hipotrofik, tidak ada edema.
Pertanyaan:
1. Apa diagnosis bayi Ceria ini? Jelaskan alasannya
2. Berada pada kondisi klinis berapa?
3. Bagaimana tata laksana awal/fase stabilisasi pada Ceria?

Kasus 4:
Anak Dono, laki-laki, 22 bulan, dibawa ke Puskes oleh ibunya dengan keluhan
anak tidur terus dan susah dibangunkan sejak kemarin sore. Sejak kemarin pagi
anak tidak mau bermain, hanya tiduran dan tampak mengantuk. Anak batuk-pilek
sudah berlangsung 3 hari, diberi sisa puyer waktu pilek 2 minggu sebelumnya.
Tidak demam ataupun muntah dan diare. Nafsu makan kurang, makan hanya 2-3
suap, hanya mau menyusu (ASI) dan minum air putih.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang anak laki-laki, tampak sakit sedang,
somnolen, kurus, tidak sesak nafas. BB: 6,900 kg, PB: 74 cm, LiLA: 11,2 cm, Suhu
36,8oC, frekuensi nafas: 32x/menit, frekuensi nadi: 96x/menit. Hidung tampak
sekret bening. Torak: iga tampak jelas, jantung dan paru tidak ada kelainan, hanya
terdengar bunyi lendir di tenggorokan. Abdomen tidak ada kelainan, bising usus
normal. Ekstremitas: otot hipotrofik, tidak ada edema.
Pertanyaan:
1. Apa diagnosis anak Dono ini? Jelaskan alasannya
2. Berada pada kondisi klinis berapa?
3. Bagaimana tata laksana awal/fase stabilisasi pada Dono?

Kasus 5:
Ena, perempuan, 17 bulan, dibawa ibunya ke Puskes dengan keluhan tidak mau
makan sejak 3 hari yang lalu, hanya menyusu dan minum air putih atau teh manis.
Demam tidak tinggi tanpa batuk/pilek sejak kemarin. Tidak muntah ataupun diare.
Bengkak timbul 5 hari yang lalu, mulai di kedua kaki, sekarang sampai lutut.
Sehari-hari anak makan nasi dengan sayur bening /labu/wortel, tahu, kadang telur
hanya bagian kuningnya, jarang diberi ikan atau daging. Sampai sekarang anak
masih mendapat ASI sekehendak anak.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang anak tampak sakit sedang, sadar,
kurus, cengeng dan pucat. BB: 7,500 kg, PB: 74 cm, LiLa: 11,2 cm, Suhu: 37,8 oC,
frekuensi nafas: 36x menit, frekuensi nadi: 100x/menit. Jantung dan paru dalam
batas normal, abdomen: hati teraba 2 jari bawah arkus kosta, limpa tidak
membesar. Ekstremitas: edema pitting pada kedua tungkai sp di atas lutut.
Pemeriksaan Hb: 7 g/dl
Pertanyaan:
1. Apa diagnosis anak Ena ini? Jelaskan alasannya
2. Berada pada kondisi klinis berapa?
3. Bagaimana tata laksana awal/fase stabilisasi pada Ena?

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 336
Penugasan 2 : Pokok bahasan 4 (Kolaborasi Penyusunan Rencana
Perawatan dan Pengobatan Balita Gizi Buruk pada
Fase Transisi dan Rehabilitasi Sesuai Kewenangan)
Tujuan : Memberikan pengalaman belajar kepada peserta melalui
latihan kasus untuk dapat berkolaborasi menyusun
rencana perawatan dan pengobatan balita gizi buruk
pada fase transisi dan rehabilitasi sesuai kewenangan
Metode : Latihan kasus
Waktu : 60 menit

Langkah penugasan:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok dan masing-masing kelompok
maximal 5 orang.
2. Fasilitator membagi kasus (kasus 1-5 di atas) dan flipchart pada masing-
masing kelompok.
3. Fasilitator meminta masing-masing kelompok untuk mengerjakan latihan
kasus.
4. Fasilitator meminta masing-masing kelompok memaparkan hasil latihan kasus.
5. Fasilitator mengulas hasil latihan kasus dan merangkum
6. Pertanyaan yang harus di jawab setiap kelompok untuk pokok bahasan ini
Bagaimana tata laksana fase transisi dan rehabilitasi pada setiap masing-
masing kasus?

Alat Bantu:
ATK

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 337
Penugasan 3 : Pokok bahasan 5 (Kolaborasi Penanganan Gizi Buruk
Pada Kelompok Khusus Yaitu Bayi < 6 Bulan dan
Balita ≥ 6 bulan dengan Berat Badan < 4 kg)
Tujuan : memberikan pengalaman kepada peserta untuk
melakukan kolaborasi penanganan gizi buruk pada
kelompok khusus yaitu bayi < 6 bulan dan balita Balita ≥
6 bulan dengan berat badan < 4 kg
Metode : Latihan kasus
Waktu : 30 menit

Langkah penugasan:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok dan masing-masing kelompok
maximal 5 orang.
2. Fasilitator membagi kasus dan flipchart pada masing-masing kelompok.
3. Fasilitator meminta masing-masing kelompok untuk mengerjakan latihan
kasus.
4. Fasilitator meminta masing-masing kelompok memaparkan hasil latihan
kasus.
5. Fasilitator mengulas hasil latihan kasus dan merangkum

Alat Bantu:
ATK

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 338
Kasus 1. Bayi < 6 bulan.
Fiko, laki-laki, 4 bulan 10 hari, dibawa ibunya ke Puskes dengan keluhan berat
badannya sulit naik. Setiap bulan naiknya hanya 2-4ons (200-400 g). Bayi Fiko
lahir normal dengan berat-lahir 3100 g, panjang lahir 49 cm. Sampai saat ini Fiko
hanya mendapat ASI saja sesuai anjuran bidan, tetapi sejak 1 minggu terakhir ASI
diganti susu formula 5x60 ml (2 takar/60 ml) ditambah pisang kerok 1/2 buah dan
biskuit marie 1 keping atas inisiatif sendiri. Fiko jarang sakit, pernah pilek usia 2
bulan dan mencret 2 hari usia 3 bulan. Fiko merupakan anak pertama.

KMS bayi Fiko:

BL : 3100 g

1 bln : 3.500 g

2 bln: 3.800 g

Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang bayi laki-laki umur 4 bulan, BB: 4.300
g, PB: 59 cm, tampak sakit sedang, sadar, kurus, tidak sesak nafas. Suhu: 36,8 oC,
frekuensi nafas: 36x/menit, frekuensi nadi: 9ox/menit. Torak: tampak iga menonjol,
tidak ada retraksi. Jantung dan paru tidak ada kelainan. Abdomen datar, hati dan
limpa tidak teraba. Ekstremitas: otot hipotrofik, tidak ada edema pada kedua
punggung kaki.
Pertanyaan:
1. Apa diagnosis bayi Fiko ini? Jelaskan alasannya
2. Apa masalah pada bayi Fiko dan apa kemungkinan faktor penyebabnya?
3. Bagaimana tata laksana bayi Fiko, khususnya pemberian nutrisinya (pada ke-
3 fase)?
4. Kapan bayi Fiko dapat keluar dari rawat inap?

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 339
Kasus 2. Bayi > 6 bulan dengan BB < 4 kg
Gadis, perempuan, 7 bulan, dibawa ibunya ke Puskes dengan keluhan 2 hari
demam disertai batuk-pilek dan berat badannya sulit naik. Setiap bulan naiknya
hanya 1- 2 ons (100-200 g). Bayi Gadis lahir normal dengan berat-lahir 2700 g,
panjang lahir 46 cm. Sampai saat ini Gadis masih mendapat ASI dan sejak umur
5 bulan sudah diberi bubur saring 1x, pisang kerok 1/2 buah dan biskuit marie 1
keping. Gadis kurang kuat menyusu, saat menyusu sering berhenti berkali-kali dan
tampak terengah-engah. Gadis merupakan anak pertama. Tidak ada gangguan
kesehatan ibu selama kehamilan maupun proses kelahiran.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan seorang bayi perempuan, 7 bulan, tampak sakit
sedang, sadar, tampak sangat kecil untuk usianya dan sangat kurus. BB: 3.850 g,
PB: 60 cm, suhu 36,8oC, frekuensi nafas 44x/menit, frekuensi nadi 102x/menit.
Faring hiperemik, tonsil T1-T1. Torak simetris, iga menonjol, iktus kordis melebar
di garis midklavikula interkostal IV kiri. Jantung terdengar bising pansistolik derajat
III. Paru dalam batas normal. Abdomen cekung, Hepar ¼-¼, permukaan rata, tepi
tajam; limpa tidak teraba. Ektremitas: otot hipotrofik, tidak ada edema.
Pertanyaan:
1. Apa diagnosis bayi Gadis ini? Jelaskan alasannya
2. Apa kemungkinan faktor penyebab masalah gizinya?
3. Bagaimana tata laksana bayi Gadis, khususnya pemberian nutrisinya (pada
ke-3 fase)?
4. Kapan bayi Gadis dapat keluar dari rawat inap?

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 340
Kasus 3. Bayi < 6 bulan.
Hadi, laki-laki, 3 bulan 22 hari, dibawa ibunya ke Puskes dengan keluhan berat
badannya sulit naik dan sejak 3 hari kedua kaki bengka. Bayi Hadi lahir normal
dengan berat-lahir 3200 g, panjang lahir 49 cm. Sampai saat ini Hadi hanya
mendapat ASI saja sesuai anjuran bidan 6-8x/hari, tetapi kadang-kadang diberi air
tajin (air beras) 2-3 sendok makan. Hadi jarang sakit, pernah pilek usia 1 bulan
dan demam 2 hari seminggu yang lalu. Hadi merupakan anak pertama.

KMS bayi Hadi:

BL : 3.200 g
1 bln : 3.700
g 2 bln :
4.000 g 3
bln : 4.200 g

Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang bayi umur 4 bulan, BB: 4.250 g, PB:
58 cm, tampak sakit sedang, sadar, kurus, tidak sesak nafas. Suhu: 36,5oC,
frekuensi nafas: 36x/menit, frekuensi nadi: 9ox/menit. Torak: tampak iga menonjol,
tidak ada retraksi. Jantung dan paru tidak ada kelainan. Abdomen datar, hati dan
limpa tidak teraba. Ekstremitas: otot hipotrofik, edema pada kedua punggung kaki.

Pertanyaan :
1. Apa diagnosis bayi Hadi ini? Jelaskan alasannya
2. Apa masalah pada bayi Hadi dan apa kemungkinan faktor penyebabnya?
3. Bagaimana tata laksana bayi Hadi, khususnya pemberian nutrisinya pada
ke-3 fase)?
4. Kapan bayi Hadi dapat keluar dari rawat inap?

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 341
Penugasan 4 : Pokok bahasan 6 (Pemantauan dan evaluasi
perawatan gizi buruk pada balita di layanan rawat
inap)
Tujuan : Memberi pengalaman kepada peserta untuk melakukan
Pemantauan dan evaluasi perawatan gizi buruk pada
balita melalui kasus
Metode : Latihan kasus
Waktu : 20 menit

Langkah penugasan:
1. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok dan masing-masing kelompok
minimal 5 orang.
2. Fasilitator membagi kasus (kasus 1-5) dan flipchart pada masing-masing
kelompok.
3. Fasilitator meminta masing-masing kelompok untuk mengerjakan latihan
kasus
4. Fasilitator meminta masing-masing kelompok memaparkan hasil latihan kasus
5. Fasilitator mengulas hasil latihan kasus dan merangkum
6. Pertanyaan yang harus di jawab kelompok untuk pokok bahasan ini:
Bagaimana proses pemantauan dan evaluasi gizi buruk pada masing-masing
kasus berikut yang telah dikerjakan sebelumnya

Alat Bantu:
1. ATK
2. Formulir catatan perawatan harian
3. Formulir asupan makanan 24 jam
4. Formulir monitoring berat badan

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 342
Kasus 1:
Anto, laki-laki, 3 thn 4 bulan, dibawa ibunya ke UGD RS dengan keluhan diare
sejak 3 hari yang lalu, 4-5x/hari, cair kira-kira ½ gelas/x mencret, tidak ada darah
atau lendir. Sejak kemarin anak demam tinggi belum diberi obat. Anak tidak nafsu
makan tetapi masih mau minum walau seringkali dimuntahkan. Pagi ini Anak
lemas, tidur terus serta tangan dan kaki teraba dingin.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang anak lelaki, tampak sakit berat, lemah,
kurus dan somnolen. BB: 8,200 kg, TB: 88 cm, LiLA: 11,1 cm, suhu: 38,6oC,
frekuensi nafas: 44x/menit, frekuensi nadi: denyut nadi sulit diraba. Capillary refill:
> 3 detik. Jantung dan paru dalam batas normal, abdomen: hati dan limpa tidah
teraba, turgor menurun. Ektremitas: teraba dingin, otot hipotrofi, tidak ada edema.
Pertanyaan:
1. Apa diagnosis anak Anto ini? Jelaskan alasannya
2. Berada pada kondisi klinis berapa?
3. Bagaimana tata laksana awal/fase stabilisasi pada Anto?

Kasus 2:
Bani, perempuan, 2 thn 6 bulan, dibawa ibunya ke Puskes dengan keluhan anak
tidur terus/ susah dibangunkan sejak kemarin sore. Sejak 2 hari yang lalu anak
mencret, cair, 4-5x/hari, + 3 sdm/x, berlendir tetapi tidak ada darah, tidak muntah
ataupun demam. Anak masih mau makan dan minum walau hanya sedikit.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak somnolen, kurus, tidak sesak nafas. BB:
7,5 kg, TB: 82 cm, LiLA: 11,0 cm, Suhu: 36,4oC, frekuensi nafas: 38x/menit,
Frekuensi nadi: 96x/menit. Torak: iga tampak jelas/menonjol, Jantung dan Paru
dalam batas normal, Abdomen: cekung, hati dan limpa tidak teraba, turgor masih
normal. Ekstremitas: otot hipotrofik, tidak ada edema.
Pertanyaan:
1. Apa diagnosis anak Bani ini? Jelaskan alasannya
2. Berada pada kondisi klinis berapa?
3. Bagaimana tata laksana awal/fase stabilisasi pada Bani?

Kasus 3:
Ceria, perempuan, 10 bulan, dibawa ibunya ke Puskes dengan keluhan mencret
sejak 3 hari yang lalul, 3-4x/hari, mula2 seperti bubur tetapi mulai kemarin makin
encer dan sering sampai 5-6x/hari, kira2 1/3 gelas aqua, tidak ada lendir ataupun
darah. Anak tidak muntah dan masih mau menyusus, minum air putih atau teh
manis. Nafsu makan sangat kurang. Tidak ada demam, tapi anak tampak lemas
sejak dini hari tadi. Ceria masih mendapat ASI, sejak usia 5 bulan mulaii diberi
bubur nasi dengan sayur bening bayam/wortel, kadang2 ditambah tahu atau telur
¼ butir. Pisang atau biskuit tidak tiap hari.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang bayi perempuan, sadar, tampak


kurus, lemah, BB: 5,6 kg, PB: 67 cm, LiLA: 11,0 cm, suhu 36,7oC, frekuensi nafas:
38x/menit, Frekuensi nadi: 104x/menit. Torak: iga tampak jelas, jantung dan paru

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 343
tidak ada kelainan, Abdomen: cekung, Hati 1 jari dibawah arkus kosta, limpa tidak
teraba. Ekstremitas: otot hipotrofik, tidak ada edema.
Pertanyaan:
1. Apa diagnosis bayi Ceria ini? Jelaskan alasannya
2. Berada pada kondisi klinis berapa?
3. Bagaimana tata laksana awal/fase stabilisasi pada Ceria?

Kasus 4:
Anak Dono, laki-laki, 22 bulan, dibawa ke Puskes oleh ibunya dengan keluhan
anak tidur terus dan susah dibangunkan sejak kemarin sore. Sejak kemarin pagi
anak tidak mau bermain, hanya tiduran dan tampak mengantuk. Anak batuk-pilek
sudah berlangsung 3 hari, diberi sisa puyer waktu pilek 2 minggu sebelumnya.
Tidak demam ataupun muntah dan diare. Nafsu makan kurang, makan hanya 2-3
suap, hanya mau menyusu (ASI) dan minum air putih.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang anak laki-laki, tampak sakit sedang,
somnolen, kurus, tidak sesak nafas. BB: 6,900 kg, PB: 74 cm, LiLA: 11,2 cm, Suhu
36,8oC, frekuensi nafas: 32x/menit, frekuensi nadi: 96x/menit. Hidung tampak
sekret bening. Torak: iga tampak jelas, jantung dan paru tidak ada kelainan, hanya
terdengar bunyi lendir di tenggorokan. Abdomen tidak ada kelainan, bising usus
normal. Ekstremitas: otot hipotrofik, tidak ada edema.
Pertanyaan:
1. Apa diagnosis anak Dono ini? Jelaskan alasannya
2. Berada pada kondisi klinis berapa?
3. Bagaimana tata laksana awal/fase stabilisasi pada Dono?

Kasus 5:
Ena, perempuan, 17 bulan, dibawa ibunya ke Puskes dengan keluhan tidak mau
makan sejak 3 hari yang lalu, hanya menyusu dan minum air putih atau teh manis.
Demam tidak tinggi tanpa batuk/pilek sejak kemarin. Tidak muntah ataupun diare.
Bengkak timbul 5 hari yang lalu, mulai di kedua kaki, sekarang sampai lutut.
Sehari-hari anak makan nasi dengan sayur bening /labu/wortel, tahu, kadang telur
hanya bagian kuningnya, jarang diberi ikan atau daging. Sampai sekarang anak
masih mendapat ASI sekehendak anak.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang anak tampak sakit sedang, sadar,
kurus, cengeng dan pucat. BB: 7,500 kg, PB: 74 cm, LiLa: 11,2 cm, Suhu: 37,8 oC,
frekuensi nafas: 36x menit, frekuensi nadi: 100x/menit. Jantung dan paru dalam
batas normal, abdomen: hati teraba 2 jari bawah arkus kosta, limpa tidak
membesar. Ekstremitas: edema pitting pada kedua tungkai sp di atas lutut.
Pemeriksaan Hb: 7 g/dl
Pertanyaan:
1. Apa diagnosis anak Ena ini? Jelaskan alasannya
2. Berada pada kondisi klinis berapa?
3. Bagaimana tata laksana awal/fase stabilisasi pada Ena?

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 344
Lampiran 5.2

PETUNJUK PELAKSANAAN
PRAKTIK LAPANGAN
TATA LAKSANA GIZI BURUK PADA BALITA

I. DESKRIPSI
Praktik lapangan tatalaksana gizi buruk pada balita merupakan kegiatan
belajar praktik yang memberikan pengalaman belajar peserta Pelatihan
Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita untuk mengaplikasikan
ilmu yang diperoleh selama pembelajaran di kelas ke situasi nyata.

Peserta diberi kesempatan untuk belajar melalui kasus Anak Gizi Buruk di
Rumah Sakit dengan berbagai kasus melalui pendekatan proses tatalaksana
anak gizi buruk.

Setelah melalui proses pembelajaran praktik lapangan ini peserta mampu


mengaplikasikan teori tentang ilmu tatalaksana anak gizi buruk serta ilmu
penunjang lainnya yang telah terakomodasi selama sesi pembelajaran di
kelas.

II. TUJUAN DAN KOMPETENSI


1. TUJUAN
Tujuan praktik lapangan ini yaitu untuk mendapatkan pengalaman belajar
di situasi nyata sehingga peserta mampu melakukan tatalaksana anak gizi
buruk secara profesional dan bermutu sesuai standar yang berlaku.

2. KOMPETENSI
Kompetensi yang akan dicapai pada praktik lapangan ini yaitu:
kemampuan melakukan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita di Rawat Inap:
a. Melakukan Asuhan Medis
b. Melakukan Asuhan Gizi
c. Melakukan Asuhan Keperawatan

III. PESERTA
Peserta Praktik lapangan yaitu semua peserta Pelatihan Pencegahan dan
Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita berjumlah maksimal 25 orang.

IV. TEMPAT PRAKTIK


Praktik lapangan akan dilaksanakan di Ruang Anak Rumah Sakit.

V. ALOKASI WAKTU PRAKTIK


Kegiatan praktik lapangan ini akan dilaksanakan selama 1 hari (8 JPL) dengan
pembagian alokasi waktu 6 JPL di RS mempelajari kasus dan menyiapkan

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 345
laporan dari pasien anak gizi buruk serta 2 Jpl untuk penyajian hasil praktik
lapangan.

VI. PELAKSANAAN PRAKTIK


1. Fase persiapan:
a. Peserta menyiapkan diri dengan mempelajari teori yang berhubungan
dengan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita di Rawat Inap
b. Peserta menyiapkan perlengkapan praktik
c. Penyamaan persepsi terhadap pelaksanaan kegiatan Praktik
lapangan

2. Fase Pelaksanaan:
a. Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok (satu kelompok terdiri dari
5-6 orang peserta)
b. Peserta akan mendapat pengarahan dari penanggungjawab praktik
dan pembimbing kelompok
c. Pembagian kasus untuk kelompok
d. Mempelajari kasus yang diberikan
e. Melaksanakan tugas sesuai kompetensi yang harus dikuasai pada
melakukan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita di Rawat Inap
f. Peserta membuat laporan kasus per kelompok
g. Setiap peserta secara kelompok wajib melaksanakan seminar hasil
praktik lapangan

3. Fase Penilaian Praktik Lapangan meliputi:


1) Penilaian Pelaksanaan Kegiatan Praktik Klinik
2) Penilaian Laporan
3) Penilaian seminar

VII. TATA TERTIB PRAKTIK


1. Peserta wajib hadir praktik sebanyak 100% dengan menandatangani daftar
hadir
2. Peserta menggunakan pakaian bebas rapi
3. Peserta tidak diperkenankan meninggalkan ruang praktik tanpa izin
pembimbing
4. Peserta memperlihatkan perilaku sebagai seorang profesional yaitu
ketelitian, ketepatan waktu, berpenampilan sesuai dengan yang ditetapkan

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 346
Lampiran 5.3

Tabel Petunjuk pemberian F100 diencerkan atau susu formula bayi (gizi buruk)
atau F75 (gizi buruk dengan edema) untuk pemberian makan bayi gizi buruk usia
< 6 bulan yang tidak mendapat ASI atau balita usia ≥ 6 bulan dengan berat badan
< 4 kg

F100 diencerkan atau susu F100 yang diencerkan atau susu


formula bayi formula bayi
(atau F75 bila ada edema)
BB bayi Stabilisasi (130 ml/kgBB/hari) Transisi (150- Rehabilitasi
(kg) 170 (200
ml/kgBB/hari) ml/kgBB/hari)
ml per minum ml per minum ml per minum ml per minum
untuk 12 x per untuk 8 x per untuk 8 x per untuk 6 x per
hari hari hari hari
< 1.3 15 25
1.3 – 1.5 20 30 30 50
1.6 – 1.8 25 35 40 60
1.9 – 2.1 25 40 45 70
2.2 – 2.4 30 45 50 80
2.5 – 2.7 35 45 55 90
2.8 – 2.9 35 50 60 100
3.0 – 3.4 40 60 70 115
3.5 – 3.9 45 65 80 130
4.0 – 4.4 50 75 90 150
4.5 – 4.9 55 85 100 165
5.0 – 5.4 60 90 110 180
5.5 – 5.9 65 100 120 200
6.0 – 6.4 70 105 130 215
6.5 – 6.9 75 115 140 230
a Volume dibulatkan sampai 5 ml terdekat.

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 347
Lampiran 5.4

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 348
Lampiran 5.5

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 349
Lampiran 5.6

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 350
Lampiran 5.7

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 351
Lampiran 5.8

Contoh pengisian Form Catatan Intake Makanan selama 24 jam


NAMA : JOKO
Nomor Reg RS : 561

Jenis Makanan : F75 Jumlah Pemberian :


Tanggal 11/11/01
Frekuensi Pemberian : 12 kali 75 ml/pemberian

b. Jumlah
a. Jumlah c. Jumlah d. Perkiraan
pemberian
yang pemberian lewat Jumlah yang e. BAB Cair
Jam lewat oral
diberikan NGT, dimuntahkan (jika ada, ya)
(ml)
(ml) jika diperlukan (ml) (ml)
(a – sisa)

08:00 75 0 75 Ya (sedang)

10:00 75 45 30

12:00 75 45 30

14:00 75 55 20

16:00 75 55 20

18.00 75 75 Ya (sedikit)

20.00 75 75 50 ml

22.00 75 75 Ya (cair)

24.00 75 75

02.00 75 75

04.00 75 75

06.00 75 75

Total b. 715 ml c. 175 ml d. 40 ml Total ya : 3

Total Volume selama 24 jam = jumlah pemberian lewat mulut (b) + jumlah pemberian lewat NGT
(c) – total jumlah yang dimuntahkan (d) = 840 ml
Kesimpulan:
Anak Joko BB 6,8 kg dengan kebutuhan cairan fase stabilisasi antara 705-884 ml,
sudah terpenuhi kebutuhan cairannya (840 ml).

Pedoman Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 352

Anda mungkin juga menyukai