PENDAHULUAN
1
peningkatan dari kuantitas produksi yang hasilkan dari penggunaan ikan
bandeng presto sebagai bahan campuran bakso daging sapi (Almatsier, S.
2003).
Oleh karena itu di ajukan usulan penelitian tentang “ Sifat Fisik dan
Nilai Organoleptik Bakso Daging Sapi Lamtoro Beef “ untuk mengetahui
2
kualitas Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daging sapi lamtoro beef
terhadap sifat fisik (susut masak , keempukan, pengukuran pH dan daya ikat
air) dan organoleptik (warna, rasa, kekenyalan, dan bentuk) bakso daging
lamtoro beef. Oleh karena itu dilakukan penelitian dengan judul “ Sifat fisik
dan nilai organoleptik bakso daging sapi lamtoro beef “.
3
dengan materi kajian yang lebih luas, Selain itu juga dapat
memberikan alternative pengolahan produk daging berupa bakso,
untuk meningkatkan diversifikasi pengolahan daging sapi lamtoro
beef, dan untuk memberikan salah satu produk olahan daging yang
aman dan bergizi tinggi yang disukai oleh masyarakat.
1.4 Hipotesis
H0 = Tidak ada perbedaan nyata dari kualitas bakso daging sapi
lamtoro beef dan bakso daging sapi biasa dalam uji sifat fisik
dan nilai organoleptik.
H1 = Ada perbedaan nyata dari kualitas bakso daging sapi lamtoro
beef dengan bakso daging sapi biasa dalam uji sifat fisik dan
organoleptik.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Daging Sapi
Daging sapi adalah salah satu bahan pangan yang bernilai gizi
tinggi karena dapat mensuplai kebutuhan manusia untuk protein sebesar
50%, vitamin B12 60%, seng 30%, besi 20% dan niasin 20% (Briggs,
1985). Daging sapi memiliki ciri-ciri warna merah segar, serat halus dan
lemaknya berwarna kuning. Daging sapi memiliki kandungan kalori
20,7%, protein18,8%, dan lemak 14% (Buege, 2001).
6
Tabel 1 Syarat Mutu Bakso Berdasarkan SNI-3818-2014
No Keriteria gizi Satuan Persyaratan
1. Keadaan bau
Bau - Normal khas
Rasa - Gurih
Warna - Normal
Tekstur - Kenyal
2. Air %b/b Maks 70,0
3. Abu %b/b Maks 3,0
4. Protein %b/b Maks 9,0
5. Lemak %b/b Maks 2,0
6. Boraks - Tidak boleh ada
7. Bahan tabahan makanan - Sesuai dengan SNI-
01-02-1995
8. Cemaran logam
Timbale (Pb) mg/kg Maks 2,0
Tembaga (Cu) mg/kg Maks 2,0
Seng (Zn) mg/kg Maks 40,0
Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0
Raksa (Hg) mg/kg Maks0,03
9. Cemaran arsen mg/kg Maks 1,0
10. Cemaran Mikroba
Angka lempeng total Koloni/g Maks 1 x10
Bakteri coli from AMP/g Maks 10
Escherichia coli AMP/g <3
Entrococci Koloni/g Maks 1 x103
Clostridium perfringens Koloni/g Maks 1 x102
Salmonella - Negatif
11. Staphylococcus aureus Koloni/g Maks 1 x102
7
Sumber: BSN (2014).
8
Proses pemasakan bakso biasanya dilakukan selama 15 menit. Bakso yang
telah matang dapat langsung dikonsumsi atau dapat disimpan. Proses
penyimpanan bakso dapat dilakukan pada suhu 50 C (Widayat, 2011).
Tepung
Meningkatkan daya mengikat air karena mempunyai Tapioka
Tepung berpati sebagai bahan pengisi dapat digunakan untuk kemampuan
menahan air selama proses pengolahan dan pemanasan. Disamping itu,
tepung berpati dapat mengabsorbsi airdua sampai tiga kali dari berat
semula sehingga adonan bakso menjadi lebih besar (Wibowo, 2013).
Menurut Putri (2009), bahan pengisi yang ditambahkan ke dalam adonan
bakso maksimal sebanyak 50%.
Garam Dapur (NaCl)
Secara umum garam pada proses memasak digunakan sebagai
bahan penyedap rasa dan pemberi rasa asin pada makanan. Selain itu
garam juga dapat berfungsi sebagai bahan pengawet terutama untuk jenis
mikrobia yang tidak tahan dengan kadar garam tinggi. Garam dalam
proses pembuatan bakso selain berfungsi dalam dua hal tersebut juga
berfungsi sebagai pengekstraksi protein dan pengurain myofibril
9
sehingga garam berperan dalam proses emulsi. Penambahan garam ke
dalam adonan bakso sebaiknya tidak kurang dari 2%, karena
penambahan garam yang kurang dari 1,8% akan menyebabkan
rendahnya protein terlarut pada bakso (Wibowo, 2013).
Bumbu
Bumbu secara umum dalam proses memasak akan berfungsi dalam
meningkatkan citarasa dalam produk, selain juga sebagai bahan
pengawet makanan alami. Bumbu yang digunakan dalam adonan bakso
secara umum yaitu bawang putih dan lada. Bawang putih akan
membentuk aroma khas bawang putih yang menyebabkan bakso
memiliki aroma bumbu yang kuat. Lada cenderung akan membentuk
rasa agak pedas sehingga apabila ditambahkan dalam jumlah yang
terlalu banyak, bakso yang dihasilkan akan berasa pedas (Wibowo,
2013).
10
Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi daya ikat air
protein daging seperti pH, stress, bangsa, suhu dan kelembaban,
pelayua karkas dan aging, tipe otot dan lokasi otot, spesies, umur,
fungsi otot, pakan dan lemak intramuscular (Soeparno, 2011). Daya
ikat air dan tingkat kualitas erat hubungannya dengan pH akhir otot.
pH akan mengalami penurunan 7,2 menjadi 5,5 setelah rigormortis
dan daging akan lebih empuk jika konsentrasi glikogen otot pada saat
pemotongan cukup. Penurunan pH karkas (postemortem) merupakan
penentu utama dari daya ikat air. Tinggi pH akhir makan kurang daya
ikat air daging dan makin besar penurunan pH karkas (postemortem)
akan mempengaruhi daya ikat air (Lawrie, 2003). Menurut Soeparno
(2009) daya mengikat air oleh protein daging adalah kemampuan
daging untuk mengikat air atau air yang ditambahkan selama ada
pengaruh kekuatan dari luar. Winarno (2002) menyatakan, air
merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Semakin
rendah kadar air suatu bahan pangan, maka semakin tinggi daya tahan
bahan tersebut (Winarno, 2002).
11
penampang lintang dari daging, umur ternak, spesies dan jenis
kelamin.
2.3.4 Nilai pH
12
pH daging (Kerry et al., 2002). Kemampuan ekstraksi protein
myofibrilar dipengaruhi oleh nilai pH otot, nilai pH 14 ultimat yang
dipelihara tinggi terhadap kemampuan ekstraksi yang lebih besar
(Lawrie, 1998). Temperatur tinggi meningkatkan laju penurunan pH,
sedangkan temperatur rendah menghambat laju penurunan pH
(Soeparno, 2009). Selanjutnya dijelaskan nilai pH yang lebih tinggi
atau lebih rendah dari titik isoelektrik dapat meningkatkan daya
mengikat air.
2.4.1 Warna
13
Warna berperan penting dalam penerimaan makanan, karena
menurut Winarno (2002), secara visual faktor warna tampil lebih
dahulu sehingga sangat menentukan makanan tersebut enak atau
tidaknya dilihat dari segi warnanya. Selain sebagai faktor yang ikut
menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator baik
tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan yang ditandai
dengan adanya warna yang merata dan seragam (Winarno, 2002).
2.4.2 Aroma
14
dengan indera pembau. Untuk dapat menghasilkan bau, zat-zat bau
yang harus dapat menguap sedikit larut dalam air ataupun sedikit.
2.4.3 Rasa
Bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah satu rasa saja tetapi
merupakan gabungan dari berbagai macam rasa sehingga akan
menimbulkan citarasa makanan yang utuh dan padat (Viani, 2017).
Menurut Sujana (2001), ada tiga macam rasa yang sangat menentukan
penerimaan konsumen terhadap bakso, yaitu tingkat keasinan,rasa
daging,tingkat kegurihan yang ditentukan oleh kadar garam dan kadar
daging. Konsumen lebih menyukai rasa daging pada bakso dan tidak
menyukai rasa pahit (Sunarlim, 1992).
2.4.4 Tekstur
15
serta faktor postmortem yang meliputi metode chilling, refrigerasi,
pelayuan dan pembekuan, hal ini disebabkan daging menjadi lebih
kaku dan kenyal (Soeparno, 2009). Tekstur bisa lebih kenyal dengan
penambahan tepung ke dalam adonan bakso, tekstur daging masak
mempengaruhi penambahan dan memberikan kesan sensorik yang
dihubungkan dengan kelekatannya, kesan pada saat dimakan atau
pemotongannya (Forrest et al., 1975). Konsumen lebih menyukai
bakso yang kompak dengan tekstur yang halus (Andayani, 1999).
16
BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN
No Bahan Perlakuan
P0 P1 P2 P3
Gram Gram Gram Gram
17
Total 1000 1000 1100 1200
Sumber : Suryadi (2017).
Keterangan :
P0 = 500 g Daging Sapi Lokal (sebagai kontrol).
P1 = 500 g Daging Sapi Lamtoro Beef.
P2 = 600 g Daging Sapi Lamtoro Beef.
P3 = 700 g Daging Sapi Lamtoro Beef.
18
7. Fine cutter/ Untuk mencampur Merek film, 1
silent cutter adinan dan menggiling Stainless steel
bakso saat matang
8. Mix Untuk menggiling Merek L.E.M, 1
Grander daging Stainless steel
19
mengukur
panjang bahan
10. Pemanas / Untuk 110 Oc Mammer 1
Waterbath memanaskan
bahan
11. lanjutan Juicer
Table 2 Untuk 250 watt Miyako 1
(Mesin menghaluskan Juice JE-
Ekstrak) bahan 607
12. Thermomet Untuk 150 Oc Assistant 1
er mengukur suhu
13. Kertas Untuk - 1
Label penamaan
sampel
Table lanjutan 2
20
5. Kertas label 1 Untuk memberi tanda pada sampel
DIAGRAM ALIR
Persiapan
Penggilingan
Pencetakan
Perebusan
21
Bakso
MgH 2O
DIA= Kadar Air- x 100
300
a. Pengukuran pH Bakso
1. Ditimbang 10 gr bakso sampel.
2. Dihaluskan/mencacah bakso menggunakan penumbuk/pencacah.
22
3. Dimasukkan bakso yang telah halus kedalam gelas piala.
4. Ditambah 15 ml air destilasi kedalam gelas piala yang berisi sosis
sampel yang telah dihaluskan.
5. Diaduk sampai merata dan mengukur pH bakso dengan pH meter.
beban ×0,454 kg
Daya putus =
1,5 ×0,67 cm 2
23
berat awal adonan bakso−berat masak
% susut masak = x 100%
berat awal adonan bakso
24
Tabel 7. Desain kuisioner Organoleptik
Nama Panelis :
Umur :
Kode sampel :
Kriteria Skor penilaian
Warna 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Aroma 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Rasa 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tekstur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Penerimaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keseluruhan
Sumber : Setianingsih et al,. (2010).
Keterangan :
Kriteria Sekor penilaian
25
BAB IV
Rata-rata sifat fisik bakso daging sapi lamtoro beef pada masing-
masing perlakuan disajikan pada tabel.
Tabel 8. Nilai rata-rata sifat fisik bakso daging sapi lamtoro beef
Sifat Fisik Perlakuan Sig Ket
P0 P1 P2 P3 .
Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
P0 = 500 g Daging Sapi Lokal (sebagai kontrol).
P1 = 500 g Daging Sapi Lamtoro Beef
P2 = 600 g Daging Sapi Lamtoro Beef
P3 = 700 g Daging Sapi Lamtoro Beef
NS = Non Signifikan, Nilai rata-rata ± SD
S = Signifikan.
26
Hasil analisis menunjukan angka signifikan 0,036 (P<0,05),
artinya penambahan daging lamtoro beef berpengaruh nyata terhadap
daya ikat air pada daging. karna adanya penambahan daging lamtoro
beef maka semakin bertambah tinggi kandungan pH, daya mengikat
air pada objek dalam penelitian ini tergolong masih dalam kisaran
normal. Hal ini sejalan dengan pendapat Zulfahmi dkk. (2014) bahwa
penurunan pH akan berpengaruh pada rendahnya daya mengikat air
pada daging. Derajat keasaman yang tinggi akan menyebabkan
penutupan pada struktur daging sehingga daya ikat air akan
meningkat.
Daya ikat air dari empat perlakuan dan tiga ulangan yang
dilakukan pada penelitian ini berada pada kisaran 57,71% sampai
66,02%. Menurut Soeparno (2015) nilai daya ikat air (DIA) pada
daging sapi berkisar antara 44,31% sampai 77,67%. Hal ini
menunjukan bahwa nilai daya ikat air bakso dalam penelitian ini
masih dalam kisaran daya ikat air normal. Pada penelitian Sudrajat
(2007), daya ikat air bakso kerbau dan bakso sapi dengan penambahan
karagenan 0,3% yaitu 50,99% dan 59,45%. Daya ikat air bakso ikan
tongkol lebih tinggi dengan bakso kerbau dan bakso sapi karena
pengaruh dari penambahan konsentrasi karagenan yang lebih tinggi.
Sylvia (2015) melakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan
beberapa jenis filler terhadap sifat fisik chicken nugget ayam petelur
afkir dimana nilai daya ikat air berada pada kisaran 50,99% sampai
53,17%. .Sedangakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Audina et
al., (2015) untuk daging olahan sosis ayam broiler dengan filler jamur
tiram putih, daya ikat airnya berkisar 31,64% sampai 51,53% dan
penelitian lainnya oleh Prayitno et al., (2009) mendapatkan hasil daya
ikat air sosis daging sapi dengan fortifikasi β-karoten dari labu kuning
berkisar antara 14,15% samapai 58,48%.
27
4.1.2 Daya Putus
28
Faktor yang mempengaruhi daya putus bakso atau keempukan
yaitu Bouchon et al. (2003) menyatakan bahwa temperatur pemasakan
yang tinggi akan menyebabkan banyak rongga di dalam produk daging
yang ditinggalkan oleh air yang menyebabkan produk daging tersebut
porous sehingga keempukannya meningkat. Keempukan sering kali
menyebabkan ketidakpuasan konsumen terhadap kualitas daging.
(Purchas et al., 2002). Menurut (Suryati et al., 2008) keempukan sangat
berkaitan dengan penerimaan konsumen terhadap produk olahan
daging. Berdasarkan hal tersebut dapat dipastikan hal tersebut bahwa
keempukan merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam
industri daging dan pengolahannya.
29
Pada umumnya susut masak bervariasi 1,5% sampai 54,5%
(Soeparno, 2015). Hal ini menunjukan bahwa nilai susut masak bakso
dalam penelitian ini masih dalam kisaran susut masak normal, dimana
susut masak pada penelitian ini berkisar antara 12,10% sampai 13,21%.
Penelitian Mega et al.,(2014) mendapat kan hasil susut masak sosis
daging kambing menggunakan susu kedelai sebagai bahan pengikat
berkisar antara 6,11% sampai 15,73%. Penelitian Sofiana (2012)
mendapatkan hasil susut masak sosis daging sapi penambahan tepung
kedelai sebagai bahan pengikat berkisar antara 5,41% sampai 13,34%.
Penelitian Bulkaini et al., (2014) mendapatkan hasil susut masak sosis
daging sapi dengan tambahan bahan nabati tepung kacang hijau
berkisar antara 2,25 % sampai 4,72%.
4.1.4 pH
Berdasarkan uji pH yang telah dilakukan masing-masing sampel
diambil 5 gram untuk dicacah menjadi potongan-potongan kecil yang
kemduian diletakkan ke dalam gelas plastik dan dicampurkan dengan 5
ml aquades agar dalam melakukan pengukuran pH lebih mudah,
menunjukkan bahwa pada uji pH bakso tidak menunjukkan adanya
pengaruh yang nyata (P>0,05) Rata-rata nilai yang didapatkan pada
penelitian ini yaitu, Po (500 g dagingsapi lokal sebagai kontrol) sebesar
5,73 P1 (500 g bakso daging sapi lamtoro beef) sebesar 5,97 P2 (600 g
bakso daging sapilamtoro beef) sebesar 6,03 dan P3 (700 g bakso
daging sapi lamtoro beef) sebesar 6,16. Menurut Winarno (1997), pH
bakso memiliki rata-rata sekitar 6,0 dan menurut Bourne (2002) pH
bakso berkisar antara 5,5 sampai 7,2. Jadi pada bakso kontrol (PO)
hingga
30
sehingga penambahan daging daging lamtoro beef tidak mampu
mempengaruhi pH dari dagingnya. Nilai pH menentukan kualitas
produk bakso, nilai pH pangan menurut Standarisasi Nasional Indonesia
yaitu berkisar antara 6 sampai 7 hal ini berarti bahwa nilai pH dalam
penelitian ini masih memenuhi batasan pH menurut Standar Nasional
Indonesia. pH daging dipengaruhi oleh faktor intristik dan ekstrinstik.
Faktor instrinstik yaitu spesies, jenis otot dan glikogen otot. Faktor
ekstrinstik yang mempengaruhi pH daging yaitu temperatur, perlakuan
pemotongan serta tingkat stres pada ternak (Kurniawan dkk. 2014).
Perlakuan yang tidak menunjukan perbedaan yang signifikan diduga
karena kandungan dalam sari kemiri tidak mempu meningkatkan
glikogen dalam otot atau cadangan glikogen dalam otot sebelum
pemotongan sangat rendah sehingga menyebabkan rendahnya jumlah
asam laktat yang terbentuk (Prakoso dkk. 2020).
31
4.2 Nilai Organoleptik Bakso Daging Sapi Lamtoro Beef
4.2.1 Warna
32
semakin bertambah jumlah daging maka semakin gelap pula warna
bakso yang dihasilkan. Penelitian yang dilakukan oleh Sagita (2021)
sosis daging ayam yang ditambahkan dengan tepung mocaf mempunyai
nilai organoleptik warna antara 4,00 sampai 7,50.
4.2.2 Aroma
33
sapi yang diberi pakan Leucaena adalah sama. dengan daging Bali lokal
grade tinggi dan memiliki aroma yang sangat khas dan kuat bila
dibandingkan dengan daging sapi yang diberikan pakan tradisional.
4.2.3 Rasa
34
pengikat tepung kacang hijau berkisar 7,56, sedangkan dengan
penambahan tepung jagung memmpunyai nilai organoleptik rasa yaitu
8,19. Sedangkan menurut Dahlanuddin Dkk. (2014) Rasa daging sapi
yang diberi pakan lucanea lebih kuat. Pada indicator ini, sebanyak
85.7% panelis setuju/menjawab iya dan 14.3% panelis tidak
setuju/menjawab tidak untuk potongan daging sapi yang berasal dari
bagian rump. Sementara untuk potongan daging sapi pada bagian
striploin, 75% panelis mengatakan iya dan 12.54% menjawab tidak.
Sisanya (12.5%) belum jelas (not clear).
4.2.4 Tekstur
35
beef pada bakso mampu mempengaruhi tekstur daging secara sangat
nyata. Hasil dari Skor/nilai kelembutan daging sapi pakan Leucaena
berkisar antara 2.4 sampai 3.2 kg/cm3. Lebih rendah daripada (agak
kasar) kelembutan daging sapi Bali local (3.56 kg/cm3 untuk daging
sapi “Leucaena Yulianto, tidak dipublikasikan). Dahlanuddin dkk.
(2014). Menurut Soeparmo (2009), faktor yang berpengaruh terhadap
nilai keempukan adalah jaringan ikat dan lemak marbling yang terdapat
dalam produk, juga temperatur yang mempunyai pengaruh bervariasi
terhadap daya ikat air oleh protein daging, susut masak, pH, daging.
4.2.5 Penerimaan
36
Diagram Radar Organoleptik
P0 P1 P2 P3
Warna
10
Penerimaan Aroma
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
38
RINGKASAN
Menurut (Badan Standardisasi Nasional 2015) bakso merupakan salah satu
olahan daging yang popular dan disukai oleh masyarakat. Bakso mempunyai nilai
gizi yang tinggi dengan komposisi gizi bakso berbeda-beda, tergantung pada jenis
daging yang digunakan dan proses pengolahannya. Maka tujuan dilakukannya
penelitian ini untuk mengetahui sifat fisik dan nilai organoleptik bakso daging
lamtoro beef dan sebagai data pembanding untuk penelitian selanjutnya.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan agustus 2021 dengan satu tahap.
Tahap pertama membuat bakso di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil
Ternak (TPHT) Fakultas Peternakan Universitas Mataram untuk uji sifat fisik dan
nilai organoleptik. Penelitian ini dirancang berdasarkan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) pola searah dengan 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan, data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan Analysis Of Varian (ANOVA) dan dilanjutkan
dengan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan bantuan softwere SPSS
25.
39
Diduga dipengaruhi oleh protein, semakin banyak protein pada suatu produk,
maka semakin kecil tingkat susut masak.
40
diantara anggota anggotanya. Cara ini dapat mengurangi ketergantungan kepada
seseorang dalam mengambil keputusan, tetapi kadang-kadang antar panelis tidak
sepakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa panel perseorangan terbatas
bertanggung jawab sebagai penguji, mengetahui prosedur kerja dan membuat
kesimpulan dari hal yang dinilai. Organ pengindraan yang berperan adalah
hidung, lidah, mata dalam menentukan keadaan benda yang dinilai. Jenis
kesannya adalah spesifik seperti rasa manis, pahit, asin dengan intensitas kesan
kuat lemahnya suatu rangsangan. Lama kesan adalah bagaimana suatu rangsangan
menimbulkan kesan mudah atau tidak mudahnya hilang setelah dilakukannya
pengindraan. Rasa manis memiliki kesan lebih rendah setelah dibandingkan
dengan rasa pahit sesudahnya (Agusman, 2013). Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan agustus 2021. Penelitian ini dilaksanakan membuat bakso dan uji
organoleptic di Laboratorium TeknologiPengolahan Hasil Ternak (TPHT)
Fakultas Peternakan Universitas Mataram.
41
pemanasan air dan cairan nutrisi akan sedikit yang keluar atau terbuang sehingga
masa bakso daging lamtoro beef yang berkurang sedikit. Pada daya putus
berpengaruh sangat nyata (P<0,01), dari penelitian ini menunjukan semakin tinggi
penambahan daging pada bakso sapi lamtoro beef maka semakin rendah pula
tingkat daya putus, menujukan bahwa kualitas produk itu empuk .
42
DAFTAR PUSTAKA
Audina I, Warnoto dan Kususiyah, 2015. Pemberian Jamur Tiram Putih Terhadap
pH, DMA, Susut Masak Sosis, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Bengkulu.
Aulawi, T dan Retty, N. 2009.Sifat Fisik Bakso Daging Sapi dengan Bahan
Pengenyal dan Lama Penyimpanan yang Berbeda.Jurnal Peternakan, 6 (2):
44-52.
Bouchon, Leo.M. and, L. Nollet. 2007. Handbook of Meat Poultry and Seafood
Ouality, Blackwell. Publishing John Wiley and Sosns,Inc.
Bounton PE, Harris PV, Macfarlane JJ dan O'Shea JM, 1978. Sifat Fisik dan
Parameter Spesifik Kualitas Daging. Hal:263-313, dalam Soepomo. Iimu
danTeknologi Daging. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University.
Yogyakarta.
Brandiy, P.J., Migaki G., Taylor K.E. 1966. Meat Hygiene, 3“Edit. Lea and
Febiger, Philadelphia.
Hermanianto dan R.Y. Andayani. 2002. Studi perilaku konsumen dan identifikasi
parameter bakso sapi berdasarkan preferensi konsumen di wilayah DKI
Jakarta. J. Teknologi dan Industri Pangan. XIIN1): 1 — 10.
Indrarmono, T. P. 1987. Pengaruh Lama Pelayuan Dan Jenis Daging Karkas Serta
Jumlah Es Yang Ditambahkan Ke Dalam Adonan Terhadap Sifat Fisiko-
Kimia Bakso Sapi. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
43
Keeton, J. T., 2001. Formed and emulsion product. Dalam: Perumalla, Effect of
Potassium Lactate and Sodium Diacetate Combination to Inhibit Listeria
Monocytogenes In Low and High Fat Chicken and Turkey Hotdog Model
Systems.CRCPress.BocaRaton.http://benthamscience.com/open'tofsj/articl
es/V006/16TOFSJ.pdf. (Diakses tanggal 4 Maret 2013).
Komariah., 2009. Sifat Fisik Bakso dengan Jamur Tiram Putih (Pleurotus
ostreatus) Sebagai Campuran Bahan Dasar. Jurnal Indonesian Tropic
Animal Agriculture. 30 (1) : 34-41.
Kusnadi, D. C., V. P. Bintoro dan A. N. Al-Baarri. 2012. Daya Ikat Air, Tingkat
Kekenyalan dan Kadar Protein pada Bakso Kombinasi Daging Sapi dan
Daging Kelinci. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 1 (2): 28. Semarang.
Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan: Parakassi, A dan Y. Amulia. Meat
Science UI Press. Jakarta.
Ockerman. RW. 1978. Source Book of Food Scientist The avi publ. Co. Inc.
Westport Connecticut.
Prakoso, B., Sundari dan A.M. Susiati.2020.Uji Keasaman dan Uji Organoleptik
Abon Itik Hibrida (Anas Plathyrynchos) yang Dicuring Nanokapsul
Kunyit dengan Level yang Berbeda. Publikasi Fakultas Agroindustri
Universitas Mercu Buana. http. /leprints.mercu.buana-yogya.ac.id. Diakses
20 Mei 2022.
Prayitno, A.H., Firdha M., Afina V.R., Tombak M.B., Bekti PG., dan Soeparno.
2009. Karakteristik Sosis dengan Fortifikasi B-Caroten Dari Labu Kuning.
Buletin Peternakan Vol. 33(2): 111-118 Fakultas Peternakan. Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.
Putri A.F.E. 2009. Sifat fisik dan organoleptik bakso daging sapi pada lama
postmortem yang berbeda dengan penambahan karagenan. Skripsi
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sagita, D.P. 2021, Rasio Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) Dengan
Daging Ayam Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis. Skripsi.
Fakultas Peternakan, Universitas Mataram.
44
SNI No.01-3818-2014 . Tentang Bakso Daging. Jakarta. Soejoeti, C, Tarwotjo.
1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner. PT Gramedia. Jakarta. Soepamo. 1994.
Ilmu dan Teknologi Daging. UCM Press. Yogyakarta.
Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gajah Mada Press,
Yogyakarta. :
Sofiana, A. 2012 Penambahan Tepung Protein Kedelai Sebagai Pengikat Pada
Sosis Sapi. Jurnal Ilmiah Ilmu peternakan, Vol. XV No 1.
Sudrajat, G., 2007. Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso Daging Sapi dan Daging
Kerbau Dengan Penambahan Karagenan dan Khitosan. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sunarlim, R . 1992. Karakteristik Mutu Bakso Daging Sapi dan Pengaruh
Penambahan Natrium Klorida dan Natrium Tripolifosfat terhadap
Perbaikan Mutu. Disertasi. Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Suryati, T. 2007. Daging Sifat Fisik Domba yang Diberi Perlakuan Stimulasi
Listrik Voltase Rendah dan Injek Kalsium Klorida. Media Peternakan.
29( 1): 1-6.
Susiwi (2009). Meat composition. Dalam: Y. H. Hui, W. K Nip, R. W. Rogers
dan O. A. Young (editor). Meat Science and Applications. Marcel
dekker, Inc., New York.
Sylvia, 2015. Karakteristik Kimia Bakso Sapi (Kajian Proporsi Tepung
Tapioka:Tepung Porang dan Penambahan NaCl)” dalam journal Pangan
dan Agroindustri. Vol 3, No 3 (halaman 789-792). Malang: Universitas
Brawijaya.
Wibowo S. 2005. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Wibowo. 2000. Membuat Bakso. Penebar Swadaya. Jakarta.Rismunandar. 1993.
Budidaya Lada dan Tataniaganya. Penebar Swadaya. Jakarta. (BSN)
Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI Sosis Daging (SNI 01-
38201995). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Winarno, F. 2008. Kimia Pangan dan Gizi: Edisi Terbaru. Jakarta. PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Winarto, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Mbrio Press. Bogor.
Yunarni, (2012) Fermented Meat in: E. R Farriworth (Ed). Handbook, of
Fermented Functional Foods. CPC Press, Boca Raton.
Zulfahmi and M.A. Nazeri. 2014. Antioxidant and mineral content of pitaya peel
extract obtained using microwave assisted extraction (MAE).
Australian Journal of Basic and Applied Sciences 10: 63-68
45
46