PENDAHULUAN
7 (tujuh) pilar perubahan mendasar aturan bidang kepelabuhanan secara lengkap dapat
disampaikan sebagai berikut :
1
1. Badan Usaha Pelabuhan (BUMN, BUMD, dan swasta diberi kesempatan untuk
mengusahakan pelabuhan secara sendiri dalam bentuk pengelolaan/pengusahaan
terminal;
2. penataan kelembagaan dengan ditetapkannya otoritas pelabuhan;
3. Otoritas Pelabuhan memberi konsesi dalam pengusahaan terminal;
4. pelaksanaan koordinasi dan peran serta pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
pelabuhan;
5. pengintegrasi pelabuhan penyeberangan dan pelabuhan laut menjadi pelabuhan;
6. pelabuhan khusus menjadi terminal khusus dan dermaga khusus menjadi terminal
untuk kepentingan sendiri; dan
7. simplikasi penetapan lokasi.
2
keagrariaan/pertanahan, negosiasi dan kewirausahaan yang diuraikan secara berurutan
dari Bab II sampai dengan Bab VII. Materi tersebut saling terkait sehingga perlu
diuraikan secara keseluruhan, agar mudah dipahami oleh semua pihak yang
berkepentingan baik kalangan akademisi, praktisi, jajaran birokrat khususnya dalam
pengusahaan pelabuhan maupun pengusaha di pelabuhan.
SoaI-soal :
2. Kemampuan atau kompetensi apa saja yang diperlukan dalam menjalankan konsesi
penyelenggaraan pelabuhan?
3
BAB II
1. Pengertian .
Konsesi berasal dari bahasa Inggris concession yang artinya izin atau
kelonggaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia konsesi diartikan izin
membuka tambang atau hutan. Hal tersebut dapat dimaklumi karena istilah konsesi
dahulunya sering digunakan pada kegiatan membuka pertambangan dan
penebangan hutan. Istilah untuk pertambangan kemudian saat ini berubah menjadi
kuasa penambangan.
Istilah atau terminologi konsesi diberikan pengertian yang berbeda oleh pakar
berdasarkan sudut pandang dan latar belakang keilmuan dan kehidupannya.
Beberapa pendapat pengertian konsesi dapat dijelaskan berikut ini :
4
untuk melakukan suatu perbuatan atau pekerjaan tertentu. Dalam pengertian
sehari-hari kedua istilah tersebut sering digunakan secara sama. Pengertian izin
dan kosesi keduanya digunakan untuk suatu bentuk hukum yang sama dan
pemegang izin disebut juga konsesionaris. Van Praag membedakan antara izin
dan konsesi dilihat dari tindakan hukum. Izin merupakan tindakan hukum
sepihak, sedangkan konsesi merupakan kombinasi tindakan 2 (dua) pihak yang
memiliki sifat kontraktual/perjanjian. Dalam melakukan tindakan hukum berkaitan
dengan izin dan konsesi, Pemerintah melakukan/menampilkan diri dalam 2 (dua)
fungsi yaitu sebagai badan hukum umum pada saat melakukan konsesi dan
sebagai organ Pemerintah ketika mengeluarkan izin.
5
Pengertian atau difinisi tersebut terdapat beberapa kelemahan, dalam
mengimplementasikan konsesi karena menimbulkan permasalahan sebagai berikut :
Secara umum fungsi konsesi dari sudut pandang Pemerintah hampir sama
dengan fungsi izin yaitu sebagai penertiban, dan pengaturan. Sebagai upaya
penertiban agar kegiatan yang dilakukan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum masyarakat. Sebagai upaya pengaturan agar kegiatan yang dilakukan
dapat dikendalikan/dikontrol sesuai dengan kegiatan yang sudah diizinkan.
6
Karena konsesi diikat dengan kontrak/perjanjian maka bagi Pemerintah konsesi
itu akan digunakan sebagai sarana untuk bertindak hati-hati karena Pemerintah
sebagai subjek hukum dalam kontrak tersebut. Pemerintah harus betul-betul
sadar akan kewajiban-kewajibannya yang sudah dicantumkan dalam
kontrak/perjanjian konsesi. Pemerintah akan mendapatkan nilai tambah baik
berupa kontribusi atau pendapatan bentuk lainnya sebagai imbalan atau
pendapatan atas pemberian/penyerahan hak tertentu.
Dari sudut pandang konsesioner akan menjadi alat dan kepastian hukum
dalam melakukan aktivitasnya. Konsesi akan mendudukan hak dan kewajiban
yang relatif seimbang antara pemberi konsesi dan penerima konsesi.
Secara makro ekonomi fungsi konsesi dapat mencegah praktek korupsi, suap
menyuap, dan pengaruh politik kekuasaan dan dapat lebih mengoptimalkan
objek yang dikonsesikan untuk lebih meningkatkan nilai tambahnya. Konsesi
dalam pengusahaan pelabuhan akan menjadi penggerak dan pendorong dalam
efisiensi pengelolaan terminal dan persaingan yang sehat antar terminal untuk
mewujudkan efisiensi pelabuhan di Indonesia. Dengan demikian konsesi akan
dapat menjadi sarana bagi operator pelabuhan dan regulator untuk saling bahu
membahu dalam mewujudkan pelabuhan Indonesia yang handal. Tujuan konsesi
dalam pengusahaan pelabuhan adalah :
7
Pemerintah tersebut dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum, pengendalian,
pengawasan, pengaturan dan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah selaku
pemberi konsesi telah menyerahkan atau memberikan hak-hak publiknya kepada
setiap orang, termasuk hak penguasaan terhadap tanah, air dan kekayaan yang
terkandung di dalamnya.
4. Objek Konsesi.
a. penambangan;
b. pembukaan hutan;
c. penyelenggaraan jalan tol;dan
d. pengusahaan pelabuhan dalam bentuk pengelolaan terminal.
9
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 15 Tahun 2015 telah diatur ketentuan
konsesi sebagai berikut :
a. konsesi dituangkan dalam bentuk kontrak/perjanjian;
b. pemberian konsesi dilakukan melalui mekanisme pelelangan;
c. jangka waktu konsesi disesuaikan dengan pengembalian dana investasi dan
keuntungan yang wajar;
d. kontrak/perjanjian konsesi tersebut paling sedikit memuat:
1). para pihak yang melakukan perjanjian;
2). lingkup pengusahaan;
3). mulai berlaku dan masa konsesi pengusahaan;
4). besarnya pendapatan/kontribusi konsesi;
5). tarif awal dan formula penyesuaian tarif;
6). hak dan kewajiban para pihak, termasuk resiko yang dipikul para pihak
dimana alokasi resiko harus didasarkan pada prinsip pengalokasian resiko
secara efisien dan seimbang;
7). standar kinerja pelayanan serta prosedur penanganan keluhan masyarakat;
8). mekanisme pengawasan kinerja pelayanan;
9). sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi perjanjian pengusahaan;
10) pengalihan saham sebelum proyek/kegiatan beroperasi secara komersial;
11) penyelesaian sengketa;
12) pernyataan dan jaminan para pihak bahwa perjanjian sah dan mengikat
13). pemutusan atau pengakhiran perjanjian pengusahaan;
14). sistem hukum yang berlaku terhadap perjanjian pengusahaan adalah hukum
Indonesia;
15). Penyerahan fasilitas pelabuhan kepada Otoritas Pelabuhan setelah akhir
konsesi;
16). keadaan kahar; dan
17). perubahan-perubahan.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa materi
subtansial yang harus ada dalam kontrak konsesi adalah adanya kontribusi, tarif
awal dan formula penyesuaian tariff, standar kinerja pelayanan, dan jangka waktu
konsesi.
e. apabila konsesi telah berakhir, fasiltas pelabuhan hasil konsesi beralih atau
diserahkan kembali kepada Otoritas Pelabuhan. Lahan hasil konsesi beralih atau
diserahkan kepada Otoritas Pelabuhan. Lahan hasil konsesi tersebut diserahkan
kepada Otoritas Pelabuhan dilakukan sesuai dengan perjanjian yang
diperhitungkan dengan jangka waktu pemberian konsesi. Otoritas Pelabuhan
dapat pengelolaannya atau dapat diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan;
f. fasilitas yang sudah beralih kepada Otoritas Pelabuhan pengelolaannya
diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan kerja sama
pemanfaatan melalui mekanisme pelelangan atau melalui
10
penugasan/penunjukan. Pemberian konsesi yang dilakukan melalui
penugasan/penunjukan dilakukan apabila lahan dimiliki oleh Badan Usaha
Pelabuhan dan/atau investasi sepenuhnya dilakukan oleh Badan Usaha
Pelabuhan dan tidak menggunakan pendanaan bersumber dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara /Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Lahan hasil
konsesi beralih atau diserahkan kepada penyelenggara pelabuhan sesuai
dengan perjanjian yang diperhitungkan dengan jangka waktu pemberian konsesi.
g. kerja sama pemanfaatan diberikan dalam jangka waktu paling lama 30
(tigapuluh) tahun;
h. pendapatan konsesi dan kompensasi yang diterima oleh Otoritas Pelabuhan
merupakan penerima negara bukan pajak (PNBP); dan
i. ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pemberian dan
pencabutan konsesi diatur dengan Peraturan Menteri Perhubungan.
11
b. Mempercepat penyelesaian Peraturan Menteri Perhubungan mengenai formula
perhitungan kontribusi/pendapatan konsesi, sebab yang diatur dalam Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2015 tentang Konsesi dan Bentuk Kerja
Sama Lainnya Antara Pemerintah Dengan Badan Usaha Pelabuhan di Bidang
Kepelabuhanan yang diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor 166 Tahun 2015, baru mengenai mekanisme/tata cara pemberian,
pemutusan dan pengakhiran konsesi.
c. Peningkatan aparat Otoritas Pelabuhan agar dapat memenuhi kompetensi yang
ditetapkan dalam Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009.
Perilaku sebagai birokrat harus diubah menjadi birokrat yang entrepreneur yang
mampu melakukan negosiasi dengan baik agar konsesi dapat dilaksanakan.
12
kelayakan proyek, kajian lingkungan dan sosial, kajian bentuk kerja sama
dalam penyediaan infrastruktur, dan kajian kebutuhan pemerintah dan/atau
jaminan pemerintah.
13
d. Pemutusan dan pengakhiran perjanjian/kontrak konsesi dilakukan sebagai
berikut:
14
lain persewaan atau pemanfaatan perairan, persewaan (lahan, gudang, dan
lapangan penumpukan), pengelolaan reception facilities dan lain sebagainya.
Kerja sama bentuk lainnya di luar konsesi tersebut dterjemahkan dan diatur
berbeda dengan maksud dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 melalui
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2015.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan tersebut bentuk lain selain konsesi
adalah pengelolaan fasilitas pelabuhan yang telah dibangun dan/atau dioperasikan
(eksisting) terhadap pengelolaan fasilitas yang dibangun/dikembangkan oleh
Pemerintah dan belum ditetapkan sebagai Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada
BUMN kepelabuhanan dan fasilitas pelabuhan yang dibangun/dikembangkan
dengan menggunakan dana campuran APBN, APBD, dan BUP. Penulis
berpendapat terhadap pelabuhan eksisting yang akan dikembangkan baik melalui
PMN atau dana campuran namanya tetap konsesi, karena konsesi seharusnya
sudah dilakukan dan terjadi juga pada pelabuhan eksisting, sehingga
pengembangannya dengan dana apapun akan menjadi bagian dari investasi yang
diperhitungkan.
Soal-soal:
1. Mengapa beberapa pakar berbeda pendapat dalam memberikan pengertian
tentang konsesi?
2. Apa perbedaan prinsip pengertian konsesi antara pendapat Garin Nugroho
dengan Prof. H.D Wijk dilihat dari aspek kepentingannya?
3. Siapakah yang membedakan antara izin dengan konsesi dilihat dari sifat
tindakan hukumnya?
4. Sebutkan perbedaan prinsip antara konsesi dengan perizinan?
5. Untuk menjadi landasan hukum yang kuat, wadah hukum apa yang diperlukan
terhadap materi konsesi?
6. Sebutkan pengertian konsesi yang telah dirumuskan dalam Pasal 1 Angka 30
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan?
7. Sebutkan kelemahan definisi konsesi yang diatur dalam Pasal 1 Angka 30
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009?
8. Sebutkan fungsi konsesi penyelenggaraan/pengusahaan pelabuhan?
9. Mengapa Pemerintah/Otoritas Pelabuhan harus hati-hati dalam memberikan
konsesi?
10. Sebutkan tujuan konsesi penyelenggaraan/pengusahaan pelabuhan?
11. Sebagai konsekwensi Otoritas Pelabuhan diberikan kewenangan membuat
konsesi penyelenggaraan/pengusahaan pelabuhan, maka Otoritas Pelabuhan
juga diberikan kewenangan lain dalam menjalankan/mendukung plaksanaan
konsesi, sebutkan wewenang apa saja yang diberikan berdasarkan Undang-
undang Nomor 17 Tahun 2008?
15
12. Sebutkan objek konsesi apa saja yang diberikan oleh Negara, selain dalam
penyelenggaraan/pengusahaan pelabuhan berdasarkan peraturan perundang-
undangan?
13. Sebutkan materi yang sangat substansial yang harus masuk dalam kontrak
konsesi?
14. Setelah selesai/habis masa perjanjian/kontrak konsesi, bagaimana status lahan
konsesi?
15. Berapa besarnya kontribusi/pendapatan konsesi yang diberikan oleh masing-
masing PT (persero) Pelindo sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP)
yang disetor ke kas negara?
16. Bagaimana formula kontribusi/pendapatan yang harus diberikan oleh PT
(pesero)?
17. Bagaimana tata cara pemberian konsesi melalui pelelangan yang diataur dalam
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2015?
18. Bagaimana tata cara pengajuan dan penetapan perjanjian/kontrak konsesi?
19. Bagaimana pemutusan dan pengakhiran perjanjian/kontrak konsesi?
20. Sebutkan bentuk lainnya di luar konsesi berdasarkan Undang-undang Nomor 17
Thun 2008?
21. Bagaimana pendapat saudara mengenai pelabuhan eksisting yang
dikembangkan melalui penyertaan modal Negara (PMN) atau dana campuran
(apakah namanya konsesi atau pengelolaan fasilitas), sebutkan alasannya?
BAB III
17
2. Jenis Kontrak/Perjanjian.
b. Menurut namanya.
Pembagian jenis ini terdiri atas 3 (tiga) macam kontrak yaitu :
1). nominaat (bernama) yaitu kontrak yang sudah dikenal dalam KUH Perdata
antara lain jual beli, tukar menukar, sewa, persekutuan perdata, hibah,
penitipan barang, pinjam pakai, pemberian kuasa, penanggungan utang
perdamaian;
2). innominaat (tidak bernama) yaitu kontrak yang timbul, tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal dalam KUH
Perdata, yaitu leasing, beli sewa, franchise, joint venture, kontrak karya,
keagenan, production sharing; dan
3). campuran yaitu kontrak gabungan antara yang sudah diatur dalam KUH
Perdata dan kontrak yang tak diatur dalam KUH Perdata, misalnya kontrak
sewa penyewa kamar hotel dan penyediaan fasilitas keperluan penyewa
kamar hotel.
c. Menurut bentuknya.
Dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu tertulis dan tidak tertulis.
Tertulis dibagi dalam bentuk akta di bawah tangan (dibuat dan ditandatangani
para pihak) dan akta notaris (otentik).
f. Menurut sifatnya.
Perjanjian ini dibagi atas perjanjian kebendaan dan obligator. Perjanjian menurut
sifatnya juga dapat dibagi menjadi perjanjian pokok dan perjanjian accesoir.
Perjanjian pokok merupakan perjanjian utama misalnya pinjam meminjam uang,
sedangkan accesoir merupakan perjanjian tambahan, misalnya pembebanan hak
tanggungan atau fidusia.
g. Menurut larangannya.
Pembagian jenis kontrak/perjanjian ini karena adanya aspek tidak
diperkenankannya para pihak yang membuat perjanjian bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Bertentangan dengan
Undang-undang misalnya perjanjian oligopoli (penggunaan produksi dan
pemasaran, penetapan harga dan lain sebagainya). Bertentangan dengan
kesusilaan dan ketertiban umum misalnya bila terdapat perjanjian/kontrak
pengiriman tenaga kerja wanita untuk keperluan tidak benar dan
perjanjian/kontrak membuat kegiatan yang dapat menimbulkan kerusuhan.
3. Asas Kontrak/Perjanjian.
19
c. Asas pacta sunt servanda.
Disebut juga sebagai asas kepastian hukum, asas tersebut tercermin dalam
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang disebutkan bahwa “perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang para pihak“. Hakim atau pihak
ketiga harus menghormati substansi kontrak para pihak.
20
hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti jika terjadi sengketa dikemudian
hari.
5. Bentuk Kontrak.
22
c. Akta notariel adalah akta yang dibuat dihadapan dan dimuka pejabat yang
berwewenang untuk itu (notaris, camat, PPAT, dan lain-lain). Kontrak/perjanjian
ini merupakan alat bukti yang sempurna.
6. Sewa Menyewa.
Sewa menyewa adalah persetujuan para pihak yaitu pihak yang satu
mengikatkan diri untuk memberi kenikmatan suatu barang kepada pihak lain selama
waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak yang
terakhir (Pasal 1548 KUH Perdata). Sementara ada pakar yang
mengartikan/mendefinisikan sewa menyewa adalah persetujuan untuk pemakaian
sementara suatu benda baik bergerak maupun tidak bergerak, dengan pembayaran
harga tertentu. Sewa menyewa pada dasarnya harus dilakukan untuk waktu tertentu.
Sewa menyewa tanpa batas waktu tertentu, tidak dibolehkan. Persewaan tidak
berakhir dengan meninggalnya orang yang menyewakan atau penyewanya. Begitu
pula jika barang dipindahtangankan tidak menghapus sewa menyewa yang telah
dilakukan. Di sini berlaku asas bahwa jual beli tidak memutuskan sewa menyewa.
23
Dengan demikian sewa menyewa merupakan salah satu jenis dari
kontrak/perjanjian nominaat. Apabila dilingkungan masyarakat ada yang menyebut
kontrak rumah, pada dasarnya maksudnya adalah sewa menyewa rumah yang
dituangkan dalam kontrak/perjanjian. Sewa menyewa juga sering kali dan sudah
terjadi pada kontrak/perjanjian sewa tanah dan atau perairan untuk kegiatan
kepelabuhan seperti pergudangan/penumpukan, sewa tanah dan lain sebagainya, di
luar konsesi yang merupakan hal yang baru.
Dalam kontrak/perjanjian terdapat ketentuan umum dan penting yang perlu dipahami
agar para pihak menyadari akibat hukum dari suatu kontrak/perjanjian. Beberapa
ketentuan umum dan penting serta istilah yang perlu diketahui adalah :
a. somasi;
b. cidera janji (wanprestasi);
c. ganti rugi;
d. keadaan memaksa (overmacht); dan
e. resiko.
Somasi atau dapat diartikan pernyataan lalai. Somasi adalah teguran dari
pemberi hutang/si berpiutang (kreditur) kepada si berhutang (debitur) agar
memenuhi prestasinya sesuai dengan isi kontrak/perjanjian yang telah disepakati.
Somasi timbul karena debitur tidak memenuhi prestasi sesuai dengan yang
diperjanjikan. Ada 3 (tiga) sebab terjadinya somasi yaitu :
24
a perikatan tetap ada;
b, debitur membayar ganti rugi kepada kreditur;
c. beban resiko beralih menjadi kerugian debitur; dan
d. jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri
dari kewajibannya memberikan kontra prestasi.
Ganti rugi dapat terjadi karena wanprestasi atau akibat perbuatan melawan
hukum. Ganti rugi akibat wanprestasi diatur dalam KUH Perdata Pasal 124 s.d.
Pasal 1252. Ganti rugi karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti rugi yang
dibebankan kepada salah satu pihak yang tidak memenuhi isi perjanjian. Sedangkan
ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
Ganti rugi karena melawan hukum dikarenakan adanya kesalahan, bukan karena
adanya perjanjian.
Keadaan kemaksa (overmacht) diatur dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245
KUH Perdata. Debitur tidak harus dikenakan sanksi mengganti biaya, kerugian atau
bunga apabila dapat membukti bahwa wanprestasi tersebut disebabkan oleh
sesuatu yang tidak terduga yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ketentuan
tersebut memberi kelonggaran kepada debitur untuk tidak melakukan penggantian
biaya, ganti rugi, dan bunga kepada kreditur, dikarenakan adanya keadaan yang
berada di luar kekuasannya.
Ada 3 (tiga) hal yang menyebabkan debitur tidak membayar akibat wanprestasinya
yaitu :
a. adanya suatu hal yang tak terduga sebelumnya;
25
b. terjadi secara kebetulan; dan/atau
c. keadaan memaksa.
Resiko dapat terjadi pada kontrak/perjanjian sepihak atau timbal balik. Dalam
kontrak/perjanjian yang menanggung resiko tergantung dari jenis kontraknya. Pada
kontrak/perjanjian jual beli, resiko atas musnahnya barang menjadi tanggung jawab
pembeli. Sedangkan dalam kontrak/perjanjian tukar menukar resiko musnahnya
barang menjadi gugur, apabila musnahnya barang diluar kesalahan pemilik.
26
d. perjanjian baku yang diberlakukan di lingkungan notariat atau advokat yaitu
kontrak/perjanjian yang disusun dan dibuat oleh Notaris atau Advokat sesuai
dengan kaidah-kaidah yang sudah baku dilaksanakan.
27
2). penempatan tandatangan.
10. Latihan penerapan anatomi kontrak dengan subtasi kontrak rumah dengan
subsbtansi sebagai berikut:
a. Ahmat mengontrakkan rumahnya kepada Ali selama 3 tahun di Jalan
Sudirman Nomor 3 Surabaya. Ahmat sebagai PNS beralamat di Jalan Hayam
Wuruk Selatan Nomor 43 Surabaya, dan Ali penduduk Desa Grojokan Pare
Jawa Timur sedang bekerja di Perusahaan Pertambangan Jalan Raya Darmo
Nomor 3 Surabaya. Luasa tanah 200 meter, luas bangunan 100 meter
dengan 3 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 ruang tamu dan 1 ruang dapur.
Rumah yang dikontrakkan selama 3 (tiga) tahun seharga Rp. 40.000.000,-
yang harus dibayar pada saat penandatanganan kontrak di Surabaya dengan
pembayaran melalui tunai.
28
b. Fasilitas rumah yang digunakan dan tanggung jawab Ali adalah tilpun, air
PAM, dan listrik.
c. Apabila Ali ingin memperpanjang kontraknya dapat dilakukan apabila
dilakukan minimal untuk 2 tahun ke depan dan permintaan perpanjangan
harus disampaikan dalam waktu 1 bulan sebelum masa kontrak berakhir.
d. Ali harus bertanggung jawab atas kebersihan dan perawatan rumah dan
kemungkinan apabila terjadi kebakaran karena kelalaiannya.
11. Contoh suatu addendum.
Pada hari ini (hari, tanggal, tahun) telah terjadi kontrak jual beli kendaraan antara
:
1. Nama :
Pekerjaan :
Alamat :
Dalam hal ini bertindak dalam jabatannya selaku direktur untuk dan atas
nama perseroan terbatas PT .......... berkedudukan di .......... dan beralamat di
Jalan .........., selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.
2. Nama :
Usia :
Alamat :
Bertindak atas nama sendiri yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA
1. Jenis kendaraan :
2. Merek/Tipe :
3. Nomor Polis :
4. Nomor Rangka/Tahun :
5. Nomor mesin :
6. Warna :
7. Nomor BPKB :
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas Para Pihak telah sepakat untu
mengadakan penambahan dan perubahan atas Kontrak Jual Beli Mobil dengan
29
mengubah bagian tertentu dari Kontrak Jual Beli Mobil yaitu sebagai berikut:
Pasal 1
3. Segala sesuatu yang tersebut dalam Kontrak Jual Beli Mobil yang tidak
diubah dengan kontrak ini, dinyatakan berlaku dan mengikat Para Pihak.
4. Mengenai Kontrak ini segala akibatnya serta pelaksanaannya memilih tempat
tinggal hukum yang tetap dan umum di kantor Panitera Pengadilan Negeri
di ........
Demikian Kontrak ini dibuat dan ditandatangani pada hari ini......... tanggal...........
bulan.......... tahun..........
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Soal-soal:
1. Sebutkan fungsi yuridis dan ekonomi dari suatu perjanjian/kontrak?
2. Sebutkan jenis perjanjian/kontra berdasarkan namanya?
3. Sebutkan nama perjanjian/kontrak innominaat (tidak bernamana)?
4. Sebutkan asas perjanjian/kontrak?
5. Sebutkan asas kebebasan dalam melakukan perjanjian/kontrak?
6. Sebutkan syarat sahnya suatu perjanjian/kontrak?
7. Mengapa syarat adanya objek perjanjian/kontrak dan adanya kausa halal dikatagorikan
sebagai syarat objektif?
8. Sebutkan syarat subjektif terhadap syarat sahnya suatu perjanjian/kontrrak.
9. Sebutkan syarat perjanjian/kontrak bisa batal demi hukum?
10. Sebutkan perbedaan yang sangat penting syarat sahnya perjanjian/kontrak antara hukum
Indonesia (HUHPer) dengan Hukum Amerika?
11. Sebutkan langkah yang harus dilakukan apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi
(wanprestasi)?
39
12. Meskipun tidak terdapat standar baku suatu perjanjian/kontrak, akan tetapi berdasarkan
kondisi perkembangan dalam masyarakat terdapat 4 (empat) jenis standar perjanjian konterak.
Sebutkan standar dimaksud?
13. Bagaimana anatomi suatu perjanjian/kontrak?
40
BAB IV
a. mendudukkan posisi ekstrim bagi para pihak sebagai penggugat dan tergugat;
b. menyita waktu dan biaya;
c. mempertajam sengketa (tidak memulihkan keadaan bagi para pihak); dan
d. tidak ada pilihan lain karena putusan hakim harus dilaksanakan.
41
hukum yang tetap (dapat dijalankan melalui eksekusi). Lamanya berperkara ini
antara lain tahap penyelesaian sengketa dipengadilan sekurang-kurangnya ada 3
(tiga) atau 4 (empat) tahap yaitu pengadilan negeri, pengadilan tinggi (banding),
mahkamah agung (kasasi), dan peninjauan kembali.
Frank Alkoury dan Eduar Elkoury mengartikan arbitrase adalah suatu proses
yang mudah atau simple yang dipilih oleh para pihak secara sukarela, yang ingin
agar perkaranya diputus oleh juru sita yang netral sesuai dengan pilihan mereka,
dimana putusan mereka didasarkan dalil-dalil dalam perkara tersebut.
Konsiliasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti suatu usaha untuk
mempertemukan keinginan para pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan
dan menyelesaikan perselisihan tersebut. Konsiliasi adalah menyerahkan
42
penyelesaian sengketa kepada sebuah komisi, dan keputusan komisi tersebut tidak
mengikat para pihak. Para pihak dapat menyetujui atau menolak keputusan tersebut.
Mediasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengikutsertakan pihak
ketiga dalam proses penyelesaian sengketa. Pihak ketiga dalam hal ini bertindak
sebagai penasehat. Steven Rosenberg, Esg. mengartikan mediasi adalah metode
penyelesaian sengketa yang dilakukan secara suka rela, rahasia dan biasanya
kooperatif (tidak ada unsur paksaan). Sedangkan Joy Folberg mengartikan mediasi
sebagai proses nogosiasi yang dibantu secara netral dalam upaya mencapai
konsensus dan penyelesian sengketa.
Dengan demikian tujuan mediasi adalah konsensus para pihak yang bersengketa
dan bukan untuk menghakimi salah atau benar, namun lebih memberi kesempatan
para pihak untuk :
43
b. berdasarkan perjanjan arbitrase (klasula arbitrase yang ada dalam
kontrak/perjanjian maupun tidak ada dalam klasula kontrak/perjanjian namum
para pihak sepakat membawa ke arbitrase);
c. bentuk perjanjiannya tertulis;
d. disepakati para pihak;
e. prosesnya mudah dan sederhana; dan
f. para pihak sepakat putusannya adalah final dan mengikat.
44
e. apabila menyangkut negara Indonesia, putusan arbitrase hanya dapat
dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung yang
selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pada prinsipnya tidak semua sengketa dapat atau boleh diselesaikan melalui
lembaga arbitrase. Sengketa yang dapat diputus melalui arbitrase adalah:
Sengketa yang tidak dapat diputus oleh lembaga arbitrase adalah sengketa yang
tidak dapat diadakan perdamaian. Sengketa yang dapat diajukan pada lembaga
arbitrase adalah :
45
pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase tersebut sesuai Pasal 8 ayat (2)
memuat dengan jelas mengenai :
a. nama dan alamat para pihak;
b. penunjukan atas klasula atau kontrak/perjanjian arbitrase yang berlaku;
c. kontrak/perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa;
d. dasar tuntutan atau jumlah yang dituntut, bila ada;
e. cara penyelesaian yang dikehendaki; dan
f. perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau apabila
tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu pemohon dapat mengajukan usul
tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.
Soal-soal:
1. Bagaimana cara penyelesaian sengketa yang terbaik bila terdapat
perselisihan/wanprestasi dalam kontrak konsesi?
2. Mengapa arbitrase merupakan langkah yang harus ditempuh dalam menyelesaikan
perselisihan/wanprestasi dalam perjanjian/kontrak yang mempunyai aspek ekonomi?
3. Sebutkan dasar hukuh penyelesaian yang didasarkan pada arbitrase?
4. Bagaimana tata cara dalam mengajukan arbitrase?
5. Bagaimana cara yang harus ditempuh dalam menyelesaikan sengketa dalam
perjanjian/kontrak?
6. Sebutkan unsur-unsur dari arbitrase?
7. Sebutkan keuntungan dan kekurangan/kendala penyelesaian sengketa yang
dilakukan melalui proses litigasi (di pengandilan)?
8. Sebutkan persyaratan suatu perselisihan sengketa yang diperbolehkan dilakukan
melalui arbitrase?
9. Apa perselisihan sengketa yang tidak boleh diputuskan oleh arbitrase?
10. Sebutkan jenis-jenis penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui alternative
dispute resolution (ADR)?
46
BAB V
1. Hak Atas Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok
Agraria (UUPA).
a. wilayah daratan yang digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang ; dan
b. wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran, tempat labuh,
tempat alih muat antar kapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan
olah gerak kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan.
a. Hak Milik.
Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dimiliki
oleh orang dengan tanpa melupakan fungsi sosial dari tanah itu sendiri.
Turun temurun artinya bahwa pemegang Hak Milik dapat mewariskan,
menghibahkan, menghadiahkan kepada ahli waris/generasi penerus atau kepada
orang yang dikehendaki. Hak Milik atas tanah dapat diberikan kepada setiap
warga negara Indonesia atau badan hukum tertentu.
Terkuat artinya bahwa Hak Milik adalah paling kuat dibandingkan dengan hak-
hak lain seperti Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB),
karena Hak Milik, dimiliki dengan tanpa batas waktu.
Terpenuh artinya bahwa pemegang Hak Milik dapat berbuat apa saja terhadap
hak miliknya sepanjang tidak merugikan orang lain. Hak Milik dapat diperoleh
melalui 4 (empat) cara yaitu :
1). peralihan hak (jua beli, waris, hibah, hadiah dan lain sebagainya);
2). menurut hukum adat (hak ulayat);
3). penetapan Pemerintah (melalui permohonan oleh perorangan atau badan
hukum kepada Pemerintah); dan
4) berdasarkan Undang-undang (konversi hak atas tanah tertentu menjadi Hak
Milik);
48
d. Hak Pakai.
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah
yang langsung dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain, dengan memberi
wewenang atau kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang atau dalam pejanjian dengan pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengelolaan tanah.
e. Hak Sewa.
Hak Sewa adalah hak seseorang atau badan hukum untuk menggunakan tanah
milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar sejumlah uang
tertentu sebagai uang sewa kepada pemilik tanah yang bersangkutan.
Hak Sewa mempunyi sifat khusus yaitu :
1). adanya kewajiban penyewa untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada
pemiliknya;
2). bersifat sementara.
Terhadap tanah negara yang diberikan Hak Pakai atau Hak Sewa, diberikan
untuk jangka waktu 10 tahun. Jika tanahnya milik orang lain, jangka waktu
diberikan menurut kesepakatan antara penyewa dengan pemilik atau para pihak
yang bersangkutan. Hak Pakai atau Hak Sewa dapat diberikan kepada warga
negara Indonesia, warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia, badan
hukum Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Hak atas tanah sesuai dengan UUPA yang terkait dengan kebutuhan
penyelenggaraan pelabuhan /terminal, pada umumnya adalah Hak Pengeloalaan
(HPL), HGB, Hak Pakai dan Hak Sewa.
HPL merupakan hak atas tanah yang tidak diatur dalam UUPA. HPL untuk
keperluan pelabuhan mulai dikenal dalam Keputusan Bersama Menteri
Perhubungan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 191 Tahun 1969 dan SK.
83/D/1969 tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Pelabuhan
( tanggal 27 Desember 1969 ). Keputusan Bersama tersebut telah memberikan
landasan hukum perlunya disediakan tanah untuk penyelenggaraan pelabuhan
umum kepada penyelenggara pelabuhan dengan memberikan hak penguasaan
tanah di dalam DLKr dan DLKp. DLKr dan DLKp ini harus dimiliki oleh setiap
pelabuhan yang penetapannya pada waktu itu ditetapkan pula dalam bentuk
keputusan bersama antara Menteri Perhubungan dengan Menteri Dalam Negeri.
Dalam pasal 4 Keputusan Bersama Menteri Perhubungan dan Menteri Dalam Negeri
tersebut dinyatakan “ tanah-tanah yang terletak di dalam DLKr pelabuhan dapat
diberikan HPL kepada Departemen Perhubungan “.
HPL tersebut harus didaftarkan kepada Kantor Pendaftaran tanah untuk
mendapatkan sertifikat HPL. Selanjutnya pemegang HPL diberikan wewenang
untuk :
50
pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
51
6). jumlah uang dan syarat pembayaran serta persetujuan lain yang dianggap
perlu (kemungkinan HGB dan Hak Pakai dialihkan ke pihak lain, kemungkinan
untuk dianggunkan/jaminan kredit).
Terhadap pelabuhan yang sudah diusahakan oleh PT (Persero) Pelindo, aset tanah
dan beberapa infrastruktur yang dibangun dan/atau sudah menjadi aset PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia, menjadi nilai tambah tersendiri dalam membuat
kontrak konsesi. Aset-aset tersebut menjadi bagian yang sangat diperhitungkan
dalam menetapkan konsesi baik menyangkut jangka waktu, besarnya kontribusi,
dan bentuk/model-model kerjasama yang akan disepakati. Otoritas Pelabuhan
sebagai wakil pemerintah tidak bisa sepihak menetapkan konsesinya.
BAB VI
53
Negoisasi berasal dari bahasa Inggris negotiation dan berdasarkan Kamus
Besar Bahasa Inggris-Indonesia berarti perundingan dan musyawarah. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia negosiasi adalah tawar-menawar melalui perundingan untuk
menerima atau memberi demi mencapai kesepakatan. Juga bisa berarti penyelesaian
sengketa yang ditempuh melalui damai. Bill Scott menyatakan negosiasi adalah suatu
bentuk pertemuan antara dua pihak untuk mencapai sasaran yang kebanyakan untuk
mencapai persetujuan. Selanjutnya disebutkan bahwa negosiasi merupakan
keterampilan seseorang sebagai usaha kreatif mencari hasil yang baik. Salim HS.
mengartikan negosiasi merupakan sarana bagi para pihak untuk mengadakan
komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan sebagai akibat
adanya perbedaan pandangan terhadap sesuatu hal dan dilatarbelakangi oleh
kesamaan/ketidaksamaan kepentingan diantara mereka.
Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam negosiasi, tidak cukup hanya dengan
keterampilan saja, namun harus dibutuhkan juga strategi dan teknik bernegosiasi
yang tepat. Untuk dapat membuat dan melaksanakan strategi dan teknik
bernegosiasi paling tidak terdapat 4 (empat) hal atau tahapan dalam negosiasi yaitu
persiapan bernegosiasi, iklim negosiasi, proses tawar menawar dan ekstensifikasi
negosiasi, serta keputusan srategik dan membentuk negosiator yang baik.
55
a. Mempelajari dengan baik materi negosiasi, dan karena yang dinegosiasikan
menyangkut konsesi dalam kontrak maka harus menguasai:
1). masalah hukum antara lain kontrak bisnis, penyelesaian
perselisihan/sengketa, keperdataan dan berbagai peraturan perundangan-
undangan;
2). masalah pertanahan, termasuk tata guna tanah;
3). rencana induk pelabuhan baik yang sudah ditetapkan dengan produk legalitas
maupun belum;
4). operasional pelabuhan/ kinerja pelayanan atau operasional pelabuhan;
5). ekonomi makro dan mikro untuk menghitung dampak ekonomi internal, dan
eksternal, termasuk untuk mewujudkan kompetisi yang sehat antar terminal;
6). perkembangan industri dan perdagangan di sekitar lokasi (hinterland); dan
7). menghitung tarif yang kompetitif.
b. Berupaya mencari data dalam memahami betul keinginan pihak lawan.
c. Mengidentifikasi poin-poin yang berpotensi menjadi masalah atau
dipermasalahkan.
d. Mengantisipasi alternatif penyelesaiannya.
e. Membentuk tim negosiasi yang mewakili keahlian masing-masing.
f. Mempersiapkan tempat dan waktu yang dapat menciptakan suasana yang serius
tapi santai.
g. Mempelajari budaya, kebiasaan, dan aturan dari pihak lawan.
h. Punya rasa optimis negosiasi dapat diselesaikan dengan target waktu.
i. Mempersiapkan target/sasaran sebanyak-banyaknya, meskipun sudah
dipersiapkan target/sasaran akhir yang dikehendaki.
2. Iklim Negosiasi
56
Dalam tahap ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut.
a. Sedapat mungkin memimpin negosiasi, apalagi jika prakarsa waktu dan tempat
kita yang menyiapkan.
b. Mencari tahu siapa yang dihadapi, baik secara individu maupun secara tim dan
mengukur kekuatan dengan menanyakan berbagai hal pada saat awal-awal
negosiasi.
c. Orientasi pembahasan selalu dikembalikan pada sasaran yang sudah disiapkan
dalam persiapan negosiasi.
d. Apabila masing-masing sudah saling menukar materi yang
dinegosiasikan/kontrak, maka hendaknya pembahasan dimulai dengan yang
masih ada perbedaan.
e. Point-point yang sangat penting harus ditawarkan dengan tawaran yang
maksimal (call) tinggi, meskipun sudah ada batasan yang sudah dapat
dinegosiasikan/disepakati.
f. Memulai negosiasi dengan butir-butir yang mudah untuk diselesaikan/disepakati
dan menunda (pending) hal-hal yang rumit untuk diselesaikan.
g. Memberikan argumentasi yang logis serta menganalogkan untuk menjelaskan
pandangan/posisi atau dengan melakukan upaya-upaya yang simpatik untuk
memengaruhi lawan negoisasi .
h. Penerapan emosi sesuai situasi dan kondisi yaitu saat kapan bersikap tegas dan
keras dan saat kapan bersikap lunak. Dalam negosiasi ini dapat menggunakan
prinsip “ kita harus keras tapi tidak kasar dan bersikap lunak tapi tidak lemah”.
Cairkan situasi jika sudah memuncak/tegang dengan menyampaikan juk-juk
segar atau keluar dari sidang atau hentikan sementara negosiasi dengan lobby.
i. Apabila terdapat butir yang sulit atau tidak bisa terselesaikan jangan terburu-buru
untuk diselesaikan sehingga terjebak dalam substansi tersebut.
j. Tidak menggambil keputusan yang buru-buru apabila dalam perkembangan
negosiasi terdapat materi yang terkait dengan bidang pihak lain, dan untuk itu
harus dikonsultasikan dengan pihak tersebut.
k. Melakukan tawaran-tawaran yang tidak perlu mempengaruhi pokok-pokok yang
dinegosiasikan, sebagai wujud perluasan/ekstensifikasi negosiasi agar dapat
memperoleh pokok negosiasi yang diinginkan. Ekstensifikasi negosiasi ini
dimungkinkan dan dapat menjadi kesepakatan sepanjang saling menguntungkan
para pihak. Dalam setiap negosiasi, kondisi semacam ini sejak awal harus
diantisipasi. Negosiasi yang dilakukan oleh tim, jika menghadapi adanya
ekstensifikasi seluruh anggota tim, harus sudah dipersiapkan oleh masing-
masing anggota tim.
l. Selalu berorientasi pada penyelesaian negosiasi (kesepakatan).
m. Saling memberi dan menerima, sebagai prisnsip untuk kelancaran negoisasi.
a. Kemampuan Ulangan.
Kemampuan ulangan dilakukan jika negosiasi tidak hanya dilakukan satu kali,
tapi kemungkinan dilakukan untuk beberapa kali dengan suatu lingkup yang
sama tapi tempat berbeda. Misalnya pihak lawan terdapat kemungkinan bisa
bertemu ulang dengan negosiator (kita) pada tempat yang berbeda (pelabuhan/
terminal lain) karena adanya kesempatan yang dibuka dalam lelang. Dengan
adanya kemungkinan ketemu dalam negosiasi yang lain maka kita harus
membangun hubungan baik dengan pihak lawan. Negosiator harus membangun
sampai pada hubungan pribadi, karena negosiasi akan dilakukan berulang-ulang.
Jika negoisasi hanya dilakukan untuk satu kali saja maka tidak perlu terlalu
difokuskan membangun kemauan baik. Dengan demikian pertimbangan
strategik, jika negoisasi kemungkinan dilakukan beberapa kali dilakukan dengan
pihak lawan maka harus dibangun kemampuan ulangan dari negosiasi.
58
negosiator/perunding yang baik dan selalu berorientasi pada sikap
kewirausahaan (entrepreneur) atau bisnis.
1. Tipe Pejuang.
Mempunyai orientasi yang tinggi dan kuat pada tugas.
2. Tipe Kolaborator.
Mempunyai tujuan untuk memperoleh segalanya di tempat terbuka, menghadapi
berbagai masalahnya dan membuat transaksi yang kreatif.
59
3. Tipe Kompromi.
Selalu berusaha mencari kompromi untuk menyelesaikan persoalan.
Negosiator yang baik harus bisa mengkombinasikan atau menerapkan tipe-tipe
tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi yang berkembang pada saat negosiasi.
Dengan demikian kita mungkin tidak dapat mengetahui apa yang telah
didengar, dimengerti dan diterima oleh lawan negoiasi kita. Secara teoritis berdasarkan
60
hasil penelitian/test terhadap 100 orang pendengar, diperoleh hasil kurang dari 50 %
pesan yang disampaikan didengarkan dan dipahami oleh pendengar. Dalam
mendengarkan suatu pesan para pendengar hanya mendengar sepertiga dari pesan
tersebut, sepertiga diputarbalikkan isinya, dan sepertiga lainnya sama sekali tidak
didengarkan. Kondisi dan penelitian ini dapat menjadi pegangan para negosiator untuk
mengatasi hambatan proses negosiasi dengan teknik dan cara-cara tertentu untuk
melihat tingkat daya serap, pemahaman, dan respon balik dalam bernegosiasi.
Soal-soal:
1. Bagaimana langkah yang diperlukan dalam melaksanakan strategi dan teknik
bernegosiasi?
2. Sebutkan langkah awal persiapan yang sangat penting yang diperlukan dalam
melaksanakan negosiasi kontrak konsesi?
3. Sebutkan unsur-unsur dari negosiasi?
4. Jelaskan jenis-jenis negosiasi secara umum berdasarkan praktek yang ada dan
tipe/gaya negosiator yang ada dalam praktek?
5. Sebutkan jenis negosiasi yang menekankan perasaan untuk mengalah?
6. Sebutkan jenis negosiasi yang sering berhasil dan efektif saat melakukan
negosiasi?
7. Dalam proses tawar menawar setelah diidentifikasi terdapat 10 butir
substansi/materi. Jelaskan bagaimana negosiasi tersebut dilakukan agar berjalan
secara efektif, efisien, dan maksimal?.
8. Bagaimana dalam menyusun keputusan strategik yang harus dilakukan sebelum
dilakukan, pada saat dilakukan, dan setelah dilakukan negosiasi?
9. Bagaimana untuk dapat menjadi negosiator yang baik, ulung dan berkarakter?
10. Salah satu kunci keberhasilan dalam melaksanakan negosiasi melakukan
komunikasi yang efektif. Bagaimana cara menghadapi hambatan berkomunikasi
dalam negosiasi?
BAB VII
KEWIRAUSAHAAN ( ENTREPRENEURSHIP)
61
gagasan untuk menata ulang pemerintahan Amerika Serikat yang juga sudah mulai
dilanda kritis birokrasi dan ekonomi.
Gagasan menata ulang pemerintahan tersebut nampaknya merupakan
gagasan yang berani bagi konsep pemapanan pemerintahan yang seolah sesuatu
yang tidak berubah. Perubahan dibelahan dunia di atas dan kondisi Amerika Serikat
pada waktu itu mengalami masalah defisit dan lemahnya birokrasi dalam
menggerakkan pemerintahan mendorong gagasan baru dunia baru.
Di penghujung tahun 1980-an, majalah Time pada sampul mukanya
menanyakan “ sudah matikah pemberitaaan (Amerika Serikat) ? (David Osborne
dan Ted Gaebler, Kewirausahaan Birokrasi : 1996 : 1). Jawaban muncul di tahun
1992 sebagian besar menyatakan “Ya”. Sekolah-sekolah negeri di Amerika Serikat
adalah yang terburuk diantara negara-negara maju. Sistem pemeliharaan
kesehatan tidak terkendali. Pengadilan dan rumah tahanan begitu sesak, sehingga
banyak narapidana menjadi bebas. Banyak kota dan negara-negara yang
dibanggakan benar-benar pailit.
Kepercayaan terhadap pemerintahan telah menurun. Dari hasil survei hingga
akhir tahun 1980-an hanya lima persen orang Amerika Serikat yang menyatakan
akan memilih jabatan dalam pemerintahan sebagai karier dan hanya tiga belas
persen dari pegawai tinggi federal yang merekomendasikan karier pegawai negeri
(David Osborne dan Ted Gaebler : 1). Kemudian pada tahun 1990, dasar
kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan runtuh. Seolah-olah pada saat yang
sama pemerintah menemui jalan buntu. Negara bagian berjuang dengan defisit
multi milyaran dolar. Kota-kota memberhentikan ribuan pekerja Defisit pemerintahan
federal membengkak sampai 350 milyar dolar Amerika Serikat. Kondisi yang
demikian tersebut membuat masyarakat geram namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Rakyat Amerika Serikat tidak bisa melakukan revolusi seperti perubahan radikal
yang telah terjadi dibelahan bumi yang menggulingkan kekuatan birokrasi.
Akan tetapi perlahan tapi pasti dengan tenang jauh dari sorotan publik, muncul
berbagai lembaga kemasyarakatan baru. Kelompok/lembaga-lembaga tersebut
cukup ramping terdesentralisasi dan inovatif, fleksibel, dapat mempelajari cara-cara
baru untuk berubah. Mereka memanfaatkan kompetisi, pilihan konsumen, dan
mekanisme non birokrasi lain untuk menjalankan segala sesuatu dengan se-kreatif
dan se-efektif mungkin.
Komunitas-komunitas itu muncul pada beberapa negara bagian yang
dipelopori oleh California tepatnya di Visalia. Di bawah tekanan finansial yang
hebat, para pemimpin daerah dan negara-negara bagian tidak punya pilihan kecuali
mengubah cara berfikirnya. Para Wali Kota dan Gubernur menjalankan sistem “
kemitraan negeri – swasta” dan mengembangkan cara alternatif untuk memberi
pelayanan. Kota-kota membantu tumbuhnya kompetisi antara penyedia jasa dari
menciptakan sistem anggaran baru. Para manajer pemerintahan mulai
membicarakan “manajemen perusahaan”, organisasi pengetahuan dan kota
62
swadaya. Beberapa negara bagian mulai melakukan restrukturisasi sistem
pelayanan mereka yang sebelumnya berbiaya mahal seperti biaya pendidikan,
pemeliharaan kesehatan, dan kesejahteraan. Pemerintah diberikan kesempatan
langsung berkompetisi dengan perusahaan swasta dalam menjalankan berbagai
sektor pelayanan.
Pada akhirnya secara perlahan dan pasti pemerintah dan para birokratnya
mempunyai pandangan yang sama, mengapa pemerintahan tak bisa dijalankan
seperti sebuah bisnis, namun ada beberapa kemiripan, sehingga beberapa prinsip
bisnis bisa diambil dalam menjalankan pemerintahan dan para birokrat harus
mempunyai pemikiran sebagai entrepreneur dalam menjalankan pemerintahan.
Dalam menjalankan pemerintahan para birokrat harus bertindak adil, demokrasi
namun juga harus efektif dan efisien serta mampu mendorong dan bekerjasama
dengan sektor swsasta. Perbedaan dalam mengelola bisnis dan pemerintahan
dapat diambil kesimpulan bahwa kemiripan-kemiripan yang ada dalam bisnis bisa
diterapkan dalam roda pemerintahan.
63
9. selalu mendistribusikan kewenangan untuk meningkatkan kinerja desentralisasi;
dan
10. sebagai motor perubahan dengan dengan mendongkrak perubahan melalui
pasar.
1. Bersikap cenderung mengarahkan dan mulai meninggalkan hanya sebagai
pelaksana tugas.
Prinsip pertama yang digagas agar bersikap cenderung mengarahkan dan mulai
meninggalkan fungsi birokrasi sebagai pelaksanaan adalah sebagai berikut.
a. Berusaha mendefinisikan ulang kepenguasaan dimana pada waktu itu
pemerintah/birokrasi hanya memiliki dimensi mengumpulkan pajak dan
memberikan pelayanan maka perannya didefinisikan menjadi.
1) sebagai katalisator dan fasilitator;
2) berbagai masalah dicari jalan keluarnya dengan menyusun sumber daya
untuk digunakan oleh pihak lain dalam menghadapi masalah tersebut; dan
3) menjalin sumberdaya pemerintah dan swasta yang langka untuk mencapai
tujuan masyarakat.
b. Menyehatkan semua institusi yang ada dalam masyarakat dengan
memperkuat infrastruktur warganya dengan memberikan wewenang kepada
masyarakat untuk memecahkan setiap masalah sendiri sehingga fungsi
pengambilan keputusan tidak bertumpu pada birokrat / pemerintah. Dengan
demikian institusi pemerintah menjadi lebih kecil tapi lebih kuat.
c. Mengalihkan fungsi/sistem yang memisahkan keputusan kebijakan
(mengarahkan) dari pemberian pelayanan yang sebelumnya
birokrasi/pemerintah memberikan pelayanan (mengayuh).
d. Mentransformasi pegawai birokrat kepada sektor swasta dengan jaminan
keidupan yang lebih baik dan kepuasan kerja yang kreatif.
e. Menciptakan organisasi pengarah yang berfungsi menetapkan kebijakan,
memberikan dana kepada badan-badan operasional baik pemerintah maupun
swasta dan menilai kinerja.
f. Untuk menghindari intervensi yang terlalu kuat (campur tangan) pemerintah
dalam bisnis dan sebaiknya bisnis tidak mempunyai kepentingan terhadap
pemerintahan maka dibentuk “sektor ketiga” atau bisa dinamakan juga
“institusi nirlaba” atau ”sukarela”.
g. Swastanisasi adalah hanya satu alternatif dan bukan satu-satunya solusi.
2. Lebih banyak memberikan wewenang atau kesempatan kepada masyarakat.
Prinsip yang kedua digagas agar memberi kewenangan atau kesempatan
kepada masyarakat maka dilakukan:
a. Mengalihkan kepemilikan dari birokrasi kepada masyarakat dengan jalan
memberikan kebebasan yang besar dan kuat bagi masyarakat melakukan
fungsi kontrol segala aspek kehidupan dan mendirikan perumahan umum
untuk dimiliki masyarakat.
64
b. Pemberian wewenang kepada masyarakat melalui demokrasi partisipasi (tidak
hanya wewenang memberikan pelayanan tapi partisipasi dalam mengontrol
jalannya pemerintahan.
3. Lebih banyak memberi kesempatan dan peluang bagi terciptanya
persaingan yang sehat (kompetitif).
Prinsip ketiga yang digagas agar :
a. terjadi efisiensi;
b. menghapus monopoli yang dilakukan oleh pemerintah atau swasta untuk
merespon kebutuhan pelanggannya;
c. menghargai inovasi, karena sifat monopoli adalah membuat masyarakat tidak
inovatif dan kreatif; dan
d. membangkitkan rasa harga diri dan semangat juang birokrasi.
Untuk itu jenis-jenis kompetisi yang diciptakan adalah:
a. pemerintah dengan swasta;
b. swasta dengan swasta; dan
c. pemerintah dengan pemerintah.
4. Mempunyai visi dan misi dalam struktur organisasi.
Prinsip keempat yang digagas karena didasarkan pada pandangan bahwa
organisasi yang digerakkan oleh visi dan misi akan memberikan kebebasan
anggota organisasi dalam mencapai visi dan misi menggunakan metode yang
paling efektif yang dapat mereka temukan. Hal ini merupakan keunggulan yang
nyata karena ;
a. Lebih efisien dan efektif.
b. Lebih inovatif.
c. Lebih fleksibel; dan
d. Lebih tinggi semangat / motivasinya.
5. Berorientasi hasil dan bukan masukan.
Prinsip kelima yang digagas tersebut diilhami adanya kasus dan upaya rumah
sakit agar pasien lama dirawat sehingga menambah pendapatan bagi rumah
sakit tersebut, namun sasaran akhir dari rumah sakit itu adalah untuk
membebaskan semaksimal mungkin pasien dari biaya rumah sakit. Untuk itu
digunakan konsep untuk mengukur hasil adalah dengan pengukuran atau
standar kinerja sehingga dapat diketahui tujuan dapat tercapai atau tidak dan
dapat mencari jalan keluar dari kegagalan pencapaian kinerja.
6. Berorientasi pada pelanggan.
Prinsip keenam yang digagas tersebut dilakukan dengan cara ;
a. Mendekatkan diri pada pelanggan.
b. Menggunakan metode mutu terpadu dengan pengendalian mutu terpadu yang
menekankan pengukuran yang konstan dan perbaikan mutu.
c. Menempatkan pelanggan dikursi pengemudi, yaitu adalah menempatkan
sumber daya ditangan pelanggan dan membiarkan memilih, hal ini merupakan
65
cara terbaik untuuk merespon kebutuhan pelanggan atas pemberian jasa
publik.
d. Mengubah perhatian pemerintah yang berorientasi pada lembaga publik,
karena sumber daya tidak hanya berada di tangan pelanggan, namun juga
terdapat penyedia jasa yaitu publik yang didanai oleh publik.
e. Menjalin keakraban dengan pengguna, membuka keterbukaan dan pemberian
pelayanan yang holistik serta terintegratif.
7. Menghasilkan, ketimbang membelanjakan.
Prinsip ketujuh yang digagas tersebut didasarkan pada keadaan banyak sekali
biaya dikeluarkan untuk belanja barang, namun tidak ada hasilnya. Untuk itu
pemerintah diminta agar biaya dikeluarkan dengan dasar ada hasilnya (produk)
yang menguntungkan. Untuk mengimplementasikan hal tersebut, maka
dikemukakan pandangan sebagai berikut :
a. Mengubah laba menjadi penggunaan publik.
b. Menghasilkan uang melalui pembebanan biaya.
c. Membelanjakan untuk menabung dengan melakukan investasi untuk
mendapatkan hasil.
d. Mengubah manajer menjadi wirausaha.
8. Pemerintah antisipatif dan melakukan tindakan mencegah daripada
mengobati.
Prinsip Kedelapan. Prinsip kedelapan tersebut dillhami dari pandangan ekonom
Ernst Schumacher yang menyatakan bahwa “Orang yang cerdas memecahkan
masalah, orang jenius mencegah/menghindari masalah”. Konsep yang dijalankan
dari perubahan birokrasi adalah pandangan sebagai berikut:
a. Melakukan pencegahan, lebih memecahkan masalah dari pada memberi jasa
dan konsep ini dikembangkan pada penanganan pencegahan kebakaran,
perawatan kesehatan, dan perlindungan lingkungan.
b. Mengantisipasi masa depan dengan membentuk komite masa depan dan
perencanaan strategis.
Proses perencanaan stategis yang berbeda mempunyai keahlian inovasi yang
berbeda, namun pada umumnya langkah dasar yang ditempuh adalah:
1) Melakukan analisis situasi, internasional dan eksternal.
2) Melakukan diagnosis, atau identifikasi isu-isu kunci yang dihadapi organisasi.
3) Membuat definisi dari misi yang mendasar dari organisasi.
4) Mengungkapkan sasaran dasar organisasi.
5) Menciptakan visi : seperti apa keberhasilan itu.
6) Mengembangkan strategi untuk mewujudkan Visi dan Misi.
7) Mengembangkan jadwal dari sasaran.
8) Mengukur dan mengevaluasi hasil.
9. Selalu mendistribusikan kewenangan untuk meningkatkan kinerja
desentralisasi.
66
Pemerintahan desentralisasi (Dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja).
Prinsip kesembilan yang digagas tersebut berisi :
a. Desentralisasi organisasi publik melalui manajemen partisipasi.
b. Membentuk organisasi tim kerja.
c. Menciptakan juara kelembagaan bagi inovasi dari bawah.
d. Melakukan investasi untuk karyawan.
10. Pemerintahan berorientasi pasar untuk mendongkrak perubahan melalui
pasar.
Prinsip kesepuluh yang digagas karena adanya hambatan-hambatan sebagai
berikut:
a. Pemerintah mengalami kesulitan dalam menjalankan pemerintahannya
berdasarkan program.
b. Pemerintah kesulitan dalam merestrukturisasi pasar terhadap sektor publik
(kelola pasar bekerja maka biasanya disebut sistem).
c. Pemerintah kesulitan menyeimbangkan pasar dan komunitas.
Soal-soal:
1. Jelaskan secara singkat apa yang melatarbelakangi gagasan David Osborne
danTed Geabler dalam menuliskan bukunya tentang Mewirausahakan Birokrasi
(reinventing government)?
2. Bagaimana akhirnya secara pelan-pelan masyarakat Amerika Serikat keluar dari
keterpurukannya mengatasi problem negaranya tanpa melakukan
revolusi/perubahan radikal seperti yang terjadi dinegara-negara lain, seperti yang
ditulis oleh David Osborne dan Ted Geabler?
3. Sebutkan prinsip-prinsip kewirausahaan birokrasi yang dijalankan oleh
masyarakat Amerika Serikat yang ditulis oleh David Osborne dan Ted Geabler?
4. Bagaimana mewujudkan kesempatan dan peluang menciptakan persaingan yang
sehat (kompetitif) sesuai tulisan David Osborne?
5. Bagaimana pendapat saudara tulisan David Osborne diimplementasikan pada
birokrasi di Indonesia? (contohkan 2 prinsip yang di implementasikan di
Indonesia)?
67
DAFTAR PUSTAKA
Andrian Sutedi. 2010. Hukum Perizinan: Dalam Sektor Pelayanan Publik. Cetakan
Pertama. Jakarta: Sinar Grafika
Gaebler, Ted dan Osborne, David (diterjemahkan oleh Abdul Rosyid). 1999.
Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government). Cetakan Kelima. Jakarta:
PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Masriani Yulies Tiena. 2009. Pengantar Hukum Indonesia. Cetakan Ke-5. Jakarta:
Sinar Grafika
Parlindungan, A.P. 1994. Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA. Cetakan Kedua.
Bandung: Mandar Maju.
68
Rini Pamungkas. 2009. 101 Draf Surat Perjanjian (Kontrak). Cetakan ke-1.
Yogyakarta:Gradien Mediatama.
Salim H.S. 2009. Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Cetakan
Keenam. Jakarta: Sinar Grafika.
Scott, Bill. 1984. Strategi dan Teknik Negoisasi. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Pustaka
Binaman Pressindo.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 63 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2015 tentang Konsesi dan Bentuk
Kerja Sama Lainnya Antara Pemerintah dengan Badan Usaha Pelabuhan Di
Bidang Kepelabuhanan sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 166 Tahun 2015.
69