SEMESTER II
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
BLOK 1. SISTEM TUBUH II
MODUL 2. SISTEM LIMFATIK
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kita dapat
menyelesaikan tugas makalah diskusi kelompok kecil Modul 1.Sistem Tubuh 2 dengan tepat waktu. Atas
dukungan moral yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka kami mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Dr. Sularsih,drg.,M.Kes
2. Teman-teman DKK Kelompok 6
3. Seluruh pihak yang turut membantu kami dalam menyelesaikan makalah
Kami harap makalah ini dapat memberikan informasi bagi pembaca. Kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih terdapat beberapa kekurangan, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk penyempurnaan makalah
ini.
B. PENDAHULUAN
Judul Pemicu: Perikoronitis
Pemicu/Skenario I
Laki-laki berusia 21 tahun datang ke RSGM mengeluhkan bengkak pada gusi belakang
bawah kiri sejak 5 hari yang lalu, terasa sakit dan sulit membuka mulut. Pasien juga merasa bagian
bawah rahang dan leher juga terasa bengkak dan sakit bila ditekan. Pemeriksaan ekstraoral: wajah
simetris, suhu badan 37,8⁰C, limfadenopati submandibula dan cervicalis kiri. Pemeriksaan intraoral:
pembengkakan dan kemerahan pada area retromolar menutupi gigi 48.
Dokter gigi mendiagnosis perikoronitis akut dan menjelaskan bahwa hal ini merupakan
suatu keradangan sebagai respon imun pasien terhadap impaksi gigi 48 dan infeksi bakteri rongga
mulut. Dokter gigi melakukan debridement kemudian memberikan resep antibiotik dan antiinflamasi,
dan meminta pasien kontrol kembali setelah obat habis.
I. Terminologi Istilah
NO ISTILAH DEFINISI
13 Impaksi gigi Gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang
seharusnya, disebabkan karena kurangnya ruang
pada lengkung rahang atau terhalang oleh gigi di
dekatnya atau terhalang oleh jaringan patologis
I. Terminologi Istilah
NO ISTILAH DEFINISI
Impaksi gigi 48
Perikoronitis
Kontrol
Odontektomi
D. LEARNING ISSUE
1. Impaksi Gigi
a. Definisi
b. Etiologi
c. Klasifikasi
2. Respon Imun
a. Definisi
b. Fungsi
c. Sel yang terlibat
d. Macam
3. Sistem Limfatik
a. Definisi
b. Fungsi
c. Mekanisme
d. Tempat
4. Inflamasi
a. Definisi
b. Etiologi
c. Mekanisme secara umum dan pada kasus
d. Mediator inflamasi
5. Perikoronitis
a. Definisi
b. Etiologi
c. Bakteri yang terlibat
6. a. Obat antibiotik dan mekanisme
b. Obat antiinflamasi dan mekanisme
7. Odontektomi
a. Definisi
b. Indikasi dan Kontraindikasi
8. Kesimpulan
JABARAN LEARNING ISSUE
1. Impaksi Gigi
a. Definisi
Gigi yang sebagian atau seluruhnya tidak erupsi dan posisinya berlawanan dengan gigi
lainya, jalan erupsi normalnya terhalang oleh tulang dan jaringan lunak, terblokir oleh
gigi tetangganya, atau dapat juga oleh karena adanya jaringan patologis.
b. Etiologi
- Kausa Lokal
Faktor lokal yang dapat menyebabkan impaksi gigi :
a. posisi gigi yang abnormal
b. tekanan dari gigi tetangga yang pada gigi tersebut
c. penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
d. kekurangan tempat untuk gigi tersebut
e. gigi desidui persistensi / tidak mau tanggal
f. inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa di sekitar gigi
g. penyebab yang menimbulkan nekrosis tulang antara lain karena
inflamasi atau abses
h. perubahan - perubahan pada tulang karena penyakit ekstern
- Kausa usia
Kausa usia juga berperan dalam faktor penyebab impaksi gigi karena terjadi gigi
impaksi tanpa harus disertai kausa lokal, yaitu antara kausa parental (faktor
keturunan) dan kausa postnatal (rikesta, anemi, tuberkolosis, siflisikongenital,
gangguan kelenjar endokrtrin,dan mal nutrisi).
(Jurnal biomedik Vol.3 No.3, 2011)
c. Klasifikasi
Menurut sistem klasifikasi Winter, gigi yang mengalami impaksi dinilai berdasarkan sudut
yang terbentuk antara sumbu panjang gigi molar ketiga dan sumbu panjang gigi molar
kedua mandibula. Klasifikasi Winter adalah sebagai berikut (Nik et al, 2017):
★ Vertikal: sumbu panjang molar ketiga sejajar dengan sumbu panjang molar
kedua (dari 10 sampai 10°).
★ Mesioangular: sumbu panjang molar ketiga miring ke arah molar kedua dalam
arah mesial (dari 11 sampai 79 °).
★ Horizontal: sumbu panjang molar ketiga adalah horizontal (dari 80 sampai
100°).
★ Distoangular: sumbu panjang molar ketiga miring ke arah belakang/posterior
dari molar kedua (dari –11 sampai –79°).
★ Buccolingual: sumbu panjang molar ketiga berorientasi pada arah buccolingual
dengan mahkota yang tumpang tindih dengan akar.
★ Lainnya (dari 101 sampai 80°), meliputi mesio invert, disto invert dan disto
horizontal. (Wulansari, 2019)
2. Respon Imun
a. Definisi
Konsep imunitas tersebut, bahwa yang pertama-tama menentukan ada dan tidaknya
tindakan oleh tubuh (respon imun), adalah kemampuan sistem limforetikuler untuk
mengenali bahan itu asing atau tidak (Bellanti, 1985: Marchalonis, 1980; Roitt,1993).
b. Fungsi
Menurut Irianto (2012), secara umum sistem imun memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Pembentukan kekebalan tubuh.
2. Penolak dan penghancur segala bentuk benda asing yang masuk kedalam tubuh.
3. Pendeteksi adanya sel abnormal, infeksi dan patogen yang membahayakan.
4. Penjaga keseimbangan komponen dan fungsi tubuh.
c. Sel Yang Terlibat
Komponen utama dari innate immunity adalah (1) pertahanan fisik dan kimia,
seperti epitel dan bahan kimia antimikroba yang diproduksi di permukaan epitel; (2)
sel fagositik (neutrofil, makrofag), sel dendritik, dan sel pembunuh alami (NK) dan
sel limfoid bawaan lainnya; dan (3) protein darah, termasuk anggota sistem
komplemen dan mediator peradangan lainnya (Huldani, 2018).
3. Sistem Limfatik
a. Definisi
Sistem sirkulasi sekunder yang berfungsi mengalirkan limfa atau getah bening di dalam
tubuh, terutama antar kelenjar limfa.
b. Fungsi
● Mengembalikan kelebihan cairan interstitial dan protein plasma dari jaringan ke dalam
sirkulasi darah.
● Mengendalikan kualitas aliran cairan jaringan dengan cara menyaringnya melalui
kelenjar-kelenjar limfa sebelum dikembalikan ke sistem sirkulasi.
● Mengangkut limfosit dari kelenjar limfa ke sirkulasi darah.
● Membawa lemak yang sudah terbentuk emulsi dan vitamin yang larut dalam lipid dari
usus ke sistem peredarah darah.
● Menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk menghindarkan penyebaran
organisme itu dari tempat masuknya ke dalam jaringan, ke bagian lain tubuh.
● Menghasilkan zat antibodi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi.
● Mengeluarkan zat-zat toksin dan debris sel (sel rusak) dari jaringan setelah terjadi
infeksi atau kerusakan jaringan.
c. Mekanisme
Sistem limfatik mentransportasi cairan yang disebut limfe. Cairan ini mendistribusikan
sel-sel dan faktor imunitas ke seluruh tubuh. Sistem limfatik juga berinteraksi dengan
sistem sirkulasi darah untuk drainase cairan dari sel dan jaringan tubuh. Sistem limfatik
mengandung sel-sel limfosit yang melindungi tubuh dari berbagai antigen. Tubuh dibagi
atas limfotom (lymphotome) di mana tiap limfotom merupakan area drainase spesifik
bagi kelompok kelenjar limfe tertentu. Sistem limfatik berjalan parallel bersama sistem
vena. Sementara sistem vena bertugas menghantarkan darah kembali ke jantung dan
membawa substansi molecular kecil dari jaringan penyambung dan
mentransportasikannya; sistem limfatik bertanggung jawab membawa substansi
molecular besar dan cairan dari jaringan untuk ditransportasikan. Yang dimaksud
dnegan substansi molecular kecil antara lain garam, gula, air dan gas, yang berat
molekulnya hanya 200. Substansi molecular besar antara lain berbagai jenis molekul
protein, dengan berat molekul antara 70 ribu – 130 ribu. Termasuk dalam beban yang
dapat diangkut limfe antara lain protein, sel imobil, fragmen sel, limbah metabolit, bakteri,
virus, substansi inanimasi, kelebihan cairan dan lemak.
d. Tempat
Terletak di beberapa area tertentu, misalnya pada ketiak, leher, timus, kelenjar limfe
submandibula dan cervical.
4. Inflamasi
a. Definisi
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak zat-zat mikrobiologi.
b. Etiologi
Penyebab terjadinya inflamasi adalah jejas yang diantaranya berupa trauma atau
benturan, kimiawi, suhu, dan mikroorganisme.
c. Mekanisme secara umum dan pada kasus
Mekanisme inflamasi secara umum
1. Vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah
setempat yang berlebihan
2. Peningkatan permeabilitas kapiler, menimbulkan kebocoran banyak sekali
cairan ke dalam ruang interstitial
3. Seringkali terjadi pembekuan cairan di dalam ruang interstitial yang disebabkan
oleh peningkatan sejumlah besar fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari
kapiler
4. Migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan
5. Pembekakan sel jaringan
Mekanisme inflamasi pada kasus
Di antara organ limfoid sekunder, kelenjar getah bening memainkan peran
penting. Secara histologis, kelenjar getah bening dapat dibagi menjadi dua area utama:
medula dan korteks. Sementara medula terbuat dari jaring yang dalam dari sinus
penguras getah bening yang dipisahkan oleh tali meduler yang terutama mengandung
sel plasma dan makrofag sekunder serta sel T memori (dengan fungsi yang belum
dipahami dengan jelas), korteks dapat dianggap sebagai landasan getah bening. simpul.
Korteks itu sendiri juga dibagi menjadi paracortex yang mengandung sel-T dan area sel-
B eksternal yang terdiri dari folikel primer dan pusat germinal potensial setelah tantangan
antigen terpenuhi. Respon humoral terjadi di folikel sel B, sedangkan paracortex adalah
daerah di mana limfosit yang beredar di pembuluh limfatik benar-benar memasuki
kelenjar getah bening dan interaksi antara sel T dan sel dendritik terjadi. Materi partikulat
dan antigen, baik diproduksi di jaringan yang berbeda atau masuk melalui air mata epitel,
dengan cepat diarahkan ke saluran limfatik dan oleh karena itu difagositosis oleh
makrofag dan sel penyaji antigen lainnya.
Setelah difagositosis, antigen asing terikat pada protein major histocompatibility
(MHC) dan terpapar ke permukaan makrofag. Protein eksogen selanjutnya terikat pada
molekul MHC kelas II pada permukaan sel dendritik. Aktivasi limfosit T-helper
memerlukan kombinasi dengan reseptor permukaan sel lain dan pensinyalan seluler
kompleks yang melibatkan banyak protein yang disekresikan seperti tetapi tidak terbatas
pada interleukin. Selanjutnya, limfosit T-helper berkontribusi pada aktivasi limfosit B naif,
dan sel dendritik juga dapat langsung mengaktifkan limfosit B memori. Setelah itu,
limfosit B dan T berkembang dan bereplikasi menjadi kumpulan limfosit yang mampu
mengenali dan mengikat protein asing yang dianggap mengancam. Akhirnya, aktivasi
limfosit-T dan makrofag menjadi perantara dalam pensinyalan seluler dengan
melepaskan sitokin dan banyak protein lain yang menginduksi kemotaksis leukosit dan
menginduksi permeabilitas vaskular.
Berbagai gejala yang berhubungan dengan limfadenitis servikal akut
mencerminkan serangkaian kejadian patofisiologis yang terjadi sekunder akibat infeksi:
edema jaringan, hiperplasia limfosit, infiltrasi leukosit, dan kemotaksis mengakibatkan
pembesaran nodul. Di sisi lain, pelepasan sitokin lokal dan banyak sinyal seluler lainnya
tidak hanya menginduksi vasodilatasi dan kebocoran kapiler tetapi juga eritema dan
edema pada kulit bagian atas pelindung, dan terakhir, nyeri tekan akibat pembengkakan
kapsul nodal.
d. Mediator Inflamasi
Mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan leukotrien
yang dapat menimbulkan reaksi radang (Katzung, 2002).
Mediator yang dihasilkan oleh sel antara lain vasoactive amines (histamin, serotonin),
metabolit asam arakidonat (prostaglandin, leukotrien), faktor neutrophil (protease), dan
lymphokine. Faktor plasma terdiri dari komplemen, kinin (bradykinin), faktor koagulasi,
dan sistem fibrinolitik (Mitchell et al, 2015).
5. Perikoronitis
a. Definisi
Inflamasi pada gingiva yang disebabkan oleh infeksi pada jaringan lunak di sekitar gigi
yang erupsi sebagian
b. Etiologi
Disebabkan oleh akumulasi sisa-sisa makanan di bawah operkulum yang mengelilingi
gigi yang erupsi sebagian, yang menyediakan tempat untuk berbagai macam flora
polimikroba, terutama terdiri dari bakteri piogenik anaerob.
c. Bakteri yang terlibat
Bakteri yang sering ditemukan adalah fusiform bacillus dan spirillum. Selain itu juga
sering ditemukan golongan Streptococci, Staphylococci serta bakteri anaerob lain yang
biasa ditemukan pada poket periodonsia. (Kadaryati, L., & Indiarti, I. S., 2007).
7. Odontektomi
a. Definisi
Tindakan mengeluarkan gigi secara bedah, diawali dengan pembuatan flap
mukoperiosteal, diikuti dengan pengambilan tulang undercut yang menghalangi
pengeluaran gigi tersebut (Firmansyah & Santoso, 2008).
b. Indikasi & Kontraindikasi
1. Indikasi (Pedersen, 2012)
a. Terjadinya perikoronitis
b. Adanya infeksi (fokus selulitis)
c. Adanya keadaan patologi (odontogenik)
d. Terdapat pembentukan kista odontogenik dan neuroplasma
e. Mempertahankan stabilitas hasil perawatan orthodonsi
f. Apabila molar kedua di dekatnya dicabut dan kemungkinan erupsi normal atau
berfungsinya molar ketiga impaksi sangat kecil.
2. Kontraindikasi (Pedersen, 2012)
a. Pasien yang tidak menghendaki giginya dicabut
b. Pasien yang gigi molar ketiganya diperkirakan akan erupsi secara normal dan
dapat berfungsi dengan baik
c. Pasien dengan riwayat penyakit sistemik dan resiko komplikasi dinilai tinggi
d. Kemungkinan besar akan terjadi kerusakan pada struktur penting di sekitarnya
atau kerusakan tulang pendukung yang luas.
Kesimpulan :
Pada kasus ini dapat disimpulkan perikoronitis sebagai inflamasi pada gingiva yang disebabkan
oleh infeksi bakteri rongga mulut dan impaksi pada gigi 38, pada jaringan lunak di sekitar gigi
yang erupsi sebagian oleh karena akumulasi sisa - sisa makanan. Selain itu pada kasus adanya
sirkulasi sistem sekunder pada kelenjar getah bening yang merespon sistem imun tubuh.
Sebelum penatalaksanaan perawatan lanjutan, pasien diberikan obat antibiotik dan anti inflamasi
untuk mengurangi inflamasinya. Kemudian diberikan penatalaksanaan tindakan odontektomi.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A. K., Lichtman, A. H., & Pillai, S. (2014). Basic Immunology: Functions and Disorders of
the Immune System, 6e: Sae-E-Book. In Elsevier Saunders.
Chen L., Deng H., Hengmin C. et al, 2018, Inflammatory Responses and Inflammation-associated
Diseases in Organs, Oncotarget, Volume 9, pp. 7204-7218 [online], (Diunduh tanggal 23 Oktober
2019), Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5805548/
Hall, J. E., & Guyton, A. C. (2011). Guyton and Hall textbook of medical physiology (12th ed).
Saunders/Elsevier.
Sheerwood, Lauralee, 2014, Pertahanan Tubuh, In: Humans Physiology : From Cells to Systems,
Cengage Learning, 9th edn, USA, pp. 404 – 444.
Octavian I. P. Y, (2022). Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Foramen Patah Tulang
Fachri H. A, 2019, Khasiat Ekstrak Buah Markisa Kuning Sebagai Antiinflamasi Terhadap Jumlah
Monosit Pada Tikus Wistar Jantan
Firmansyah, D., & Santoso, T. I. (2008). Fraktur Patologis Mandibula Akibat Komplikasi
Odontektomi Gigi Molar 3 Bawah. Journal of Dentistry Indonesia, 15(3), 192–195.
https://doi.org/10.14693/jdi.v15i3.25
Ellis H., Clinical Anatomy: a revision and applied anatomy for clinical students, 11th ed. Oxford,
UK: Blackwell Publishing 2006.
Kadaryati, L., & Indiarti, I. S. (2007). Perawatan perikoronitis regio molar satu kanan bawah pada
anak laki-laki usia 6 tahun. Journal of Dentistry Indonesia.
Wulansari, D. P. (2019). Tinggi Ramus Dan Sudut Gonial Gigi Molar Ketiga. 56–65.Zhankina, A.,
Zhussupbekov, A., Tulebekova, A., & Tleubayeva, A. (2022, September 14). FIELD TESTS OF
SOILS DURING THE INVESTIGATION WORKS. Bulletin of Kazakh Leading Academy of
Architecture and Construction, 85(3), 136–142. https://doi.org/10.51488/1680-080x/2022.3-13