Anda di halaman 1dari 17

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Penelitian Terdahulu


Elisha (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Ekspor Kopi
Indonesia ke Amerika Serikat Dengan Pendekatan Error Correction Model“
bertujuan untuk menganalisis produksi kopi Indonesia terhadap volume ekspor
kopi Indonesia ke Amerika Serikat dalam jangka pendek dan jangka panjang,
menganalisis harga kopi dunia terhadap volume ekspor kopi Indonesia ke
Amerika Serikat dalam jangka pendek dan jangka panjang, dan menganalisis nilai
tukar rupiah (kurs) terhadap volume ekspor kopi Indonesia ke Amerika Serikat
dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hasil penelitian diperoleh dari 3
variabel yaitu Produksi Kopi (X1) berpengaruh positif dan signifikan dalam
jangka pendek dan jangka panjang. Harga Kopi Dunia (X2) tidak signifikan dalam
jangka pendek dan jangka panjang. Nilai Tukar Rupiah (Kurs) (X3) tidak
signifikan dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang berpengaruh
positif dan signifikan. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan petani kopi
perlu meningkatkan kuantitas produksi kopi Indonesia, perlu adanya sertifikasi
mutu terhadap kopi Indonesia sehingga dapat menjamin konsumen dan
meningkatkan nilai jual kopi Indonesia, dengan adanya kebijakan yang tepat
melalui peningkatan ekspor kopi, diharapkan ekspor Indonesia mengalami
peningkatan dan menambah pendapatan nasional melalui devisa yang
diperolehnya tanpa terjadi inflasi.
Widayanti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Ekspor Kopi
Indonesia” mengemukakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kuantitas ekspor kopi Indonesia adalah harga ekspor kopi (harga FOB), harga
kopi dalam negeri nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan penawaran kopi
tahun t-1. Harga ekspor kopi berhubungan negatif dengan kuantitas ekspor kopi
Indonesia dengan elastisitas penawaran ekspor terhadap harga ekspor sebesar
2,04, ini berarti bahwa pada saat harga ekspor meningkat kuantitas ekspor kopi
Indonesia menurun. Keadaan ini disebabkan karena mutu kopi Indonesia yang
masih rendah sehingga tidak memenuhi kualitas yang diminta konsumen luar
negeri. Harga kopi dalam negeri berhubungan positif dengan kuantitas ekspor
kopi Indonesia, tetap dilakukannya aktivitas ekspor pada saat harga kopi dalam
negeri meningkat disebabkan karena permintaan kopi dalam negeri yang masih
sangat rendah. Faktor-faktor lain yang berpengaruh positif terhadap kuantitas
ekspor kopi adalah nilai tukar rupiah dan penawaran kopi tahun t-1.
Raharjo (2013) melakukan penelitian tentang analisis penentu ekspor kopi
Indonesia. Hasilnya menunjukkan PDB riil, nilai tukar rupiah terhadap dollar,
harga ritel kopi negara pengimpor memiliki pengaruh positif terhadap volume
permintaan ekspor kopi Indonesia, sementara krisis moneter tidak berpengaruh
signifikan terhadap volume ekspor kopi Indonesia. Tanda positif koefisien regresi
harga ritel kopi negara pengimpor tidak sesuai dengan teori permintaan.
Sihotang (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor
Yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia di Pasar Internasional”
mengemukakan bahwa produksi kopi Indonesia berpengaruh positif secara

3
4

signifikan terhadap volume ekspor kopi Indonesia, dan volume ekspor kopi
tersebut bersifat elastis terhadap produksi kopi di Indonesia, mengindikasikan
bahwa peningkatan produksi kopi sampai batas tertentu mungkin masih akan
diikuti oleh peningkatan ekspor kopi di Indonesia. Oleh karena itu kebijakan pada
tingkat produksi hendaknya diarahkan pada program-program intensifikasi dalam
meningkatkan produktivitas dan tetap menjaga bahkan meningkatkan mutu kopi.
Hasil penelitian juga memberi indikasi bahwa peningkatan ekspor kopi Vietnam
sebagai salah satu pesaing berdampak negatif terhadap ekspor kopi Indonesia.
Untuk itu diperlukan koordinasi AEKI dengan perdagangan Indonesia di luar
negeri untuk meningkatkan daya saing dengan menggali potensi pasar di luar
negeri, serta melakukan berbagai kerjasama dan promosi.
Purnamasari et al (2014) dalam penelitian berjudul “Analisis Daya Saing
Ekspor Kopi Indonesia di Pasar Dunia“ mengemukakan Kolombia diikuti Brazil
dan Vietnam memiliki keunggulan komparatif pada semua periode. Sedangkan
Indonesia masih berada pada peringkat ke empat. Indonesia harus menghadapi
kompetisi kuat antara Brazil dan Kolombia dalam pasar United State of America
(USA), Jerman, Italia dan Jepang. Terlebih lagi, 90% produk kopi Indonesia
adalah kopi Robusta yang memiliki kualitas rendah. Hal ini menyebabkan
Indonesia mendapat harga lebih rendah dibandingkan negara lainnya.
Soviandre et al (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Kopi Dari Indonesia Ke Amerika Serikat
(Studi Pada Volume Ekspor Kopi Periode Tahun 2010-2012)” mengemukakan
bahwa Harga Kopi Internasional, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Volume Ekspor Kopi dari
Indonesia ke Amerika Serikat. Pada hasil uji parsial (uji t), variabel Produksi Kopi
Domestik, dan Harga Kopi Internasional secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikat. Sedangkan pada variabel Nilai Tukar Rupiah terhadap
US Dollar secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap variabel terikat.
Setiawan (2016) dalam penelitiannya yang berjudul “Daya Saing dan Faktor
Penentu Ekspor Kopi Indonesia ke Malaysia Dalam Skema CEPT-AFTA”
mengemukakan bahwa kopi Indonesia di Pasar Malaysia memiliki daya saing
(nilai RCA>1) namun mengalami penurunan daya saing setelah diberlakukannya
CEPT-AFTA. Hasil estimasi analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia ke pasar Malaysia adalah
produksi kopi Indonesia, harga ekspor kopi Indonesia ke Malaysia, dan nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika. Sedangkan nilai RCA dan dummy CEPT-AFTA
tidak berpengaruh.
Chandra (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Prospek Perdagangan
Kopi Robusta Indonesia Di Pasar Internasional” mengemukakan bahwa volume
ekspor kopi Robusta Indonesia pada sepuluh tahun mendatang memiliki prospek
baik. Oleh karena itu, pemerintah harus mendukung terwujudnya kondisi ekspor
yang baik di masa mendatang, dengan merumuskan kebijakan yang berorientasi
kepada kesejahteraan petani melalui penghargaan terhadap hasil produksi kopi
petani yang berkualitas, penyediaan infrastruktur yang memadai, dan peningkatan
daya saing kopi Robusta Indonesia. Sehingga pada akhirnya posisi Indonesia di
pasar dunia lebih kuat sebagai salah satu negara produsen kopi Robusta.
5

Nalurita (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing


dan Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia” mengemukakan bahwa
secara komparatif kopi Indonesia memiliki daya saing di pasar internasional.
Berdasarkan analisis Berlian Porter, kopi Indonesia juga memiliki keunggulan
secara komparatif yang didukung oleh kondisi faktor (sumberdaya alam, modal,
tenaga kerja, IPTEK), industri terkait dan pendukung, peran pemerintah dan
kesempatan. Strategi peningkatan daya saing yang dihasilkan melalui analisis
Matriks SWOT lebih banyak mengarah pada aspek teknis dan budidaya.
Meiri et al (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Perdagangan
Kopi Indonesia di Pasar Internasional” mengemukakan bahwa peubah yang
berpengaruh signifikan terhadap ekspor kopi Indonesia adalah GDP riil/kapita
Indonesia, GDP riil/kapita negara tujuan, jarak ekonomi antara Indonesia dengan
negara tujuan, dan keanggotaan WTO. Sementara itu, Indonesia memiliki potensi
untuk melakukan ekspansi perdagangan kopi ke negara-negara tujuan di masa
yang akan datang karena perdagangan kopi Indonesia di negara tujuan masih
under trade. Implikasi kebijakan adalah Indonesia harus meningkatkan pangsa
pasar dengan memprioritaskan untuk mengekspor kopi ke Mesir dan Aljazair
karena kedua negara tersebut memiliki pertumbuhan GDP riil/kapita yang tinggi
dan perdagangan kopi Indonesia di Mesir dan Aljazair masih under trade.
Hervinaldy (2017) dalam penelitiannya yang berjudul “Strategi Pemerintah
Indonesia dalam Meningkatkan Ekspor Kopi ke Amerika Serikat” mengemukakan
bahwa terdapat beberapa persyaratan agar bisa melakukan kegiatan ekspor produk
kopi, diantaranya adalah : 1. Ekspor kopi hanya dapat dilakukan oleh perusahaan
yang telah diakui sebagai Eksportir Terdaftar Kopi (ETK) dan Eksportir Kopi
Sementara (EKS) oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementrian
Perdagangan, 2. Dalam setiap ekspor kopi juga harus dilengkapi dengan Surat
Persetujuan Ekspor Kopi (SPEK). SPEK adalah surat persetujuan pelaksanaan
ekspor kopi ke seluruh negara tujuan yang dikeluarkan oleh Dinas yang
bertanggungjawab di bidang perdagangan di Propinsi/Kabupaten/Kota. SPEK
juga dapat digunakan untuk pengapalan dari pelabuhan ekspor di seluruh
Indonesia, 3. Kopi yang diekspor wajib sesuai dengan standar mutu yang
ditetapkan Menteri Perdagangan dan harus disertai dengan Surat Keterangan Asal
(certificate of origin) SKA Form ICO, yaitu surat keterangan yang digunakan
sebagai dokumen penyerta barang (kopi) yang diekspor dari seluruh Indonesia,
yang membuktikan bahwa barang (kopi) tersebut berasal, dihasilkan dan/atau
diolah di Indonesia.
Sidabalok (2017) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Komoditas Teh Indonesia” mengemukakan
bahwa Variabel nilai tukar, pendapatan nasional negara pengimpor, dan harga
kopi sebagai barang substitusi teh berpengaruh positif dan siginifikan terhadap
jumlah ekspor teh Indonesia ke-5 negara pengimpor teh terbesar (Rusia, Pakistan,
Malaysia, Jerman, dan AS). Variabel harga ekspor teh Indonesia berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap jumlah ekspor teh Indonesia ke-5 negara
pengimpor teh terbesar (Rusia, Pakistan, Malaysia, Jerman, dan AS). Nilai
koefisien regresi maksimum terjadi pada variabel pendapatan nasional negara
pengimpor (PDB) yaitu sebesar 0.566553, yang artinya jika dibandingkan dengan
6

tiga variabel bebas lainnya, variabel PDB memberi pengaruh yang paling besar.
Nilai koefisien regresi minimum terjadi pada variabel harga kopi sebagai barang
substitusi teh (PC) yaitu sebesar 0.133667, yang artinya jika dibandingkan dengan
tiga variabel bebas lainnya, variabel PC memberi pengaruh yang paling kecil.
Putri (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Strategi Pemasaran
Keripik Pisang Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Di Kecamatan
Cilongok, Kabupaten Banyumas” mengemukakan bahwa posisi usaha home
industry berada di Kuadran I sehingga diusahakan untuk dapat memperkuat
lingkungan internal untuk memanfaatkan peluang yang ada dengan semaksimal
mungkin.
Arminsyurita (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Strategi
Pemasaran Jamur Rimba Jaya Mushroom” mengemukakan bahwa hasil
identifikasi faktor lingkungan internal perusahaan yaitu mampu memproduksi
bibit jamur secara maksimal, lahan masih luas, fasilitas produksi baik, tenaga
kerja kompeten, kualitas produk baik, lokasi strategis dan harga jamur mampu
bersaing. Hasil faktor lingkungan eksternal yaitu keberadaan lembaga asosiasi,
kenaikan harga, peningkatan permintaan jamur, meningkatnya pengetahuan
masyarakat, industri jamur diarahkan untuk ketahanan pangan dan pengembangan
teknologi kesehatan, pasar domestik masih terbuka, pasokan jamur tiram yang
masih terbatas dan peningkatan harga BBM dan impor jamur, ancaman pendatang
baru, serta peningkatan persaingan.
Sugiharta (2016) dalam penelitiannya yang berjudul “Strategi Pemasaran
Benih Padi Pada UD Tani Sejati di Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar”
mengemukakan bahwa identifikasi faktor internal UD Tani Sejati kekuatannya
yaitu citra perusahaan yang baik, akan tetapi kelemahannya yaitu jaringan
pemasaran kurang, sedangkan pada faktor eksternal UD Tani Sejati peluangnya
yaitu kebijakan pemerintah memberikan pelatihan pembenihan dan ancaman yang
dimiliki harga bahan baku meningkat. Hasil dari matriks SWOT didapatkan
strategi alternatif diantaranya strategi S-O meningkatkan volume pengadaan dan
penyaluran untuk melayani permintaan yang semakin meningkat, serta
bekerjasama dengan pemerintah dalam pengadaan benih dan memperluas pangsa
pasar guna memenuhi kebutuhan benih padi dengan perkembangan teknologi.
Sundari, S. (2015) mengemukakan bahwa untuk memperoleh produk
bermutu, perusahaan-perusahaan perlu menerapkan konsep kendali mutu dan
jaminan mutu. Kendali mutu mengandung arti setiap produk harus diproduksi
sesuai dengan permintaan, dengan pendekatan Manajemen Mutu Terpadu yang
memaksimumkan partisipasi karyawan dan daya saing organisasi melalui
perbaikan terus menerus.
Sebagai tanda suatu kegiatan usaha telah menerapkan sistem mutu secara
berkesinambungan, maka Heras, I. (2016) mengemukakan bahwa kegiatan usaha
akan diberi suatu sertifikat oleh badan sertifikasi. Rata-rata profitabilitas ekonomi
perusahaan yang bersertifikat ISO lebih besar dibandingkan perusahaan yang
tidak bersertifikat ISO. Dengan sertifikat, produk yang dihasilkan suatu negara
lebih mudah diterima di negara lain, sehingga dapat dikatakan bahwa ISO adalah
bahasa internasional untuk mutu.
7

Dewi (2015) dalam hasil penelitiannya yang berjudul “Strategi Pemasaran


Kopi Pada Perusahaan Kopi Banyuatis” mengemukakan bahwa hasil analisis
strategi pemasaran Perusahaan Kopi Banyuatis setelah menggunakan metode
BCG berada pada posisi tanda tanya (Question Mark). Dilihat dari titik
perpotongan tingkat pertumbuhan pasar dan pangsa pasar relatif pada matriks
BCG, yang berarti bahwa perusahaan berada pada pasar relatif rendah akan tetapi
bersaing dalam industri pertumbuhan pasar yang pesat.
Iskandar et al. (2018) mengkaji tentang Quality Improvement of Vannamei
Shrimp Production Process Using ISO 9001:2015. Tujuan penelitian ini adalah
perbaikan dan penyempurnaan klausul ISO 9001: 2015 yang masih berlaku lemah
berdasarkan hasil penilaian mandiri oleh pengusaha, menilai kesiapan untuk
mengimplementasikan klausul ISO 9001:2015, memutuskan prioritas
implementasi klausul ISO 9001: 2015. Hasil pengamatan penerapan sistem
manajemen mutu ISO 9001: 2015, tingkat kesiapan agribisnis udang Vannamei
dari Arti dari sistem perusahaan sesuai dengan standar ISO 9001: 2015 sistem
manajemen mutu. Prioritas utama dalam penerapan ISO 9001: 2015 adalah
Kriteria Pelanggan, Klausa Konteks Kepuasan dan Konteks Organisasi adalah
klausa prioritas dalam kriteria Kepuasan Pelanggan. Secara keseluruhan,
ituprioritas penerapan klausul ISO 9001: 2015 secara berurutan adalah
Kepemimpinan, Peningkatan, Evaluasi Kinerja, Konteks Organisasi, Operasi,
Perencanaan, dan klausa Pendukung.
Penelitian-penelitian tersebut yang memberikan sumbangsih serta acuan
dalam pelaksanaan penelitian ini. Utamanya sebagai bahan literasi dasar untuk
mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab rendahnya ekspor kopi Robusta
di Indonesia, serta mengetahui variabel apa saja yang dapat digunakan dalam
penelitian yang tentunya disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian. Kajian
tersebut memiliki arah tujuan yang sama dengan penelitian ini yaitu bagaimana
upaya yang dapat dilakukan guna kembali meningkatkan ekspor negara Indonesia
terutama pada komoditas kopi Robusta. Namun dari kajian yang ada tersebut
dapat dilihat bahwa penelitian-penelitian terdahulu sebagian besar hanya
menganalisa faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Robusta, dan yang
membedakan pada penelitian ini adalah mengangkat bagaimana strategi guna
mengembangkan sektor agribisnis kopi Robusta utamanya di Kabupaten Jember
agar dapat kembali mengangkat nilai ekspor dari Indonesia.
Adapun penelitian terdahulu yang membahas bagaimana strategi guna
meningkatkan kembali ekspor kopi robusta namun peneliti menilai bahwa analisa
yang digunakan bisa lebih diperdalam sehingga akan terbentuk suatu strategi
terbaik guna meningkatkan sektor agribisnis kopi Robusta. Selain menyusun
strategi, dalam penelitian ini dilanjutkan analisa guna dapat menentukan prioritas
strategi apakah yang dapat dilaksanakan guna mencapai tujuan tersebut
didasarkan dengan faktor-faktor baik internal maupun eksternal yang dimiliki oleh
suatu perusahaan atau wilayah tertentu.
8

Tabel 2.1 Kajian Penelitian Terdahulu


Nama Peneliti Tahun Judul Tujuan Alat
Analisis
L. C. Elisha 2015 Analisis Ekspor Menganalisis produksi Error
Kopi Indonesia kopi Indonesia terhadap Corection
Ke Amerika volume ekspor kopi Model
Serikat Dengan Indonesia ke Amerika (ECM)
Pendekatan Error Serikat dalam jangka
pendek dan panjang.
S. Widayanti, 2009 Analisis Ekspor Menganalisis faktor Two Stage
S.M.Kiptiyah, Kopi Indonesia yang mempengaruhi Least
M. I. Semaoen. ekspor kopi Indonesia, Square
penawaran kopi dalam (2SLS)
negeri, dan permintaan
kopi dalam negeri.
Raharjo, 2013 Analisis Penentu Mengetahui faktor Regresi
Bismo Try Ekspor Kopi yang berpengaruh Data
Indonesia terhadap volume ekspor Panel
kopi Indonesia serta
bagaimana dampaknya
pada perkembangan
ekspor kopi Indonesia
di pasar Internasional.
J. Sihotang 2013 Analisis Penentu Mengetahui faktor yang Ordinary
Ekspor Kopi mempengaruhi ekspor Least
Indonesia kopi Indonesia di pasar Square
internasional. (OLS)

Purnamasari, 2014 Analisis Daya Mengetahui keunggulan RCA,


Hanani, Saing Ekspor kompetitif industri kopi CEP, MSI
& Huang Kopi Indonesia di dari tahun 1990-2011
Pasar Dunia dengan
membandingkan kopi
Indonesia sebagai salah
satu pengekspor utama
dengan beberapa negara
pengekspor utama
lainnya
Soviandre, 2014 Faktor-faktor yg Mengetahui Faktor- Analisis
Musadieq, Mempengaruhi faktor yang Linear
Fanani Volume Ekspor Mempengaruhi Volume Berganda
Kopi Indonesia ke Ekspor Kopi Indonesia
USA ke USA
9

Nama Peneliti Tahun Judul Tujuan Alat


Analisis
Setiawan & 2016 Daya Saing dan Menganalisis daya Revealed
Sugiarti Faktor Penentu saing dan faktor Comparat
Ekspor Kopi penentu ekspor kopi ive
Indonesia ke Indonesia ke Malaysia Advantag
Malaysia Dalam dalam skema CEPT- e (RCA)
Skema AFTA.
CEPTAFTA
Chandra, 2013 Prospek Menganilis prospek ARIMA
Ismono, Perdagangan perdagangan kopi
&Kasyamir Kopi Robusta Robusta indonesia di
Indonesia di Pasar pasar
Internasional internasional

Nalurita, 2014 Analisis Daya Mengetahui daya saing Revealed


Asmarantaka, Saing dan Strategi dan strategi Comparat
& Jahroh Pengembangan penembangan agribisnis ive
Agribisnis Kopi kopi di Indonesia Advantag
Indonesia e (RCA)
Meiri, 2013 Analisis Menganalisis faktor Analisis
Nurmalina, & Perdagangan yang mempengaruhi Gravity,
Rifin Kopi Indonesia di perdagangan kopi dan
Pasar Indonesia di pasar analisis
Internasional internasional dan potensi
menerangkan potensi perdagang
kopi Indonesia di an.
negara tujuan.
Hervinaldy 2017 Strategi Mengkaji tentang
Pemerintah strategi pemerintah
Indonesia dalam Indonesia dalam
Meningkatkan meningkatkan ekspor
Ekspor Kopi ke kopi ke Amerika
Amerika Serikat Serikat
S. Sidabalok 2017 Analisis Faktor- Menganalisa faktor- Ordinary
Faktor yang faktor yang Least
Mempengaruhi mempengaruhi ekspor Square-
Ekspor komoditas teh Pooled
Komoditas Teh Indonesia Data
Indonesia
D. D. Putri, A. 2012 Strategi Mengetahui strategi SWOT
Mulyani, R. Pemasaran yang paling tepat
Satriani Keripik Pisang sebagai arah pemasaran
Dalam Mencapai keripik pisang di
Ketahanan Kecamatan Cilongok,
Pangan Kabupaten Banyumas
10

Nama Peneliti Tahun Judul Tujuan Alat


Analisis
Arminsyurita 2014 Analisis Strategi Mengidentifikasi SWOT,
Pemasaran Jamur faktor-faktor IE
Rimba Jaya lingkungan internal
Mushroom (Kekuatan,Kelemahan)
dan faktor-faktor
lingkungan eksternal
(Peluang-Ancaman)
yang mempengaruhi
pemasaran perusahaan.
I N. Sugiharta, 2016 Strategi Mengetahui strategi IE,
D. P. Pemasaran Benih yang paling tepat SWOT
Darmawan, D. Padi Pada UD sebagai arah pemasaran
A. S. Yudhari Tani Sejati Benih Padi pada UD
Kecamatan Tani Sejati Kecamatan
Blahbatuh Blahbatuh Kabupaten
Kabupaten Gianyar
Gianyar
S. Sundari, R. 2015 The Effect of Menentukan efek dari SEM
Iskandar, E.T. Implementation penerapan HACCP
Sule Quality System on manajemen mutu pada
the Quality kualitas manajemen dan
Culture of budaya melalui kinerja
Farmers kelompok tani .
N. L. A. D. S. 2015 Strategi Mengetahui strategi IE,
Dewi, I. O. Pemasaran Kopi yang paling tepat SWOT
Suryawardani, pada Perusahaan sebagai arah pemasaran
D. G. R. Kopi Banyuatis produk Kopi pada
Sarjana Perusahaan Kopi
Banyuatis
Heras, I. 2016 Effects of ISO Mengetahui dampak
9000 certification profitabilitas ekonomi
on companies’ perusahaan yang
profitability: an bersertifikat ISO.
empirical study
Ridwan 2018 Qualilty Perbaikan dan
Iskandar, W Improvement of penyempurnaan
Dhamayanthi Vannamei klausul ISO 9001: 2015
I A A Pongoh Shrimp yang masih berlaku lemah
ProductionProces berdasarkan hasil penilaian
s Using oleh pengusaha, menilai
ISO 9001:2015 kesiapan dan memutuskan
prioritas implementasi
klausul ISO 9001: 2015
11

2.2 Agribisnis
Pengertian agribisnis dapat dijelaskan dari unsur kata yang membentuknya,
yaitu: “agri” yang berasal dari kata agriculture (pertanian) dan “bisnis” yang
berarti usaha. Jadi “agribisnis” adalah usaha dalam bidang pertanian. Baik mulai
dari produksi, pengolahan, pemasaran atau kegiatan lain yang berkaitan
(Soekartawi, 1993).
Agribisnis sebagai suatu sistem merupakan hasil perpaduan subsistem-
subsistem berikut (1) subsistem input, (2) subsistem usaha tani/produksi (3)
subsistem pengolahan dan pemasaran, dan didukung oleh (4) subsistem sarana
pendukung fasilitas. Disamping itu pendekatan agribisnis dalam pembangunan
pertanian tidak akan memperoleh hasil yang maksimal tanpa memperhatikan
aspek lingkungan dari wilayah yang akan dikembangkan. Dalam arti kata bahwa
mutlak diperlukan mekanisme keterpaduan antara pembangunan pertanian
pendekatan agribisnis dan pembangunan wilayah secara umum, sehingga
dihasilkan satu sinergi yang kuat untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional
(Andriani, 2007).
Menurut Arifin (2004) membangun agribisnis memang perlu secara integral
dilakukan pada seluruh subsistem, dengan prioritas yang dapat lebih dicerna oleh
para pelaku. Hal itu tidaklah harus diterjemahkan bahwa agribisnis akan bersifat
eksklusif dan memiliki privilis tertentu. Sistem dan usaha agribisnis yang berdaya
saing, berkerakyatan dan berkelanjutan dilaksanakan secara terdesentralisasi.
Pembangunan sistem dan usaha agribisnis ke depan berbeda dengan masa lalu
yang sangat sentralistik dan top down. Ke depan, pembangunan sistem dan usaha
agribisnis akan dilakukan secara terdesentralisasi dan lebih mengedepankan
kretivitas pelaku agribisnis daerah (Saragih, 2001).
Strategi pengembangan agribisnis bukan semata-mata persoalan manajemen
bisnis di tingkat mikro, namun sangat terkait dengan formasi kebijakan di tingkat
makro serta kemampuan mensiasati dan menemukan strategi di tingkat
enterpreneur. Keterpaduan formasi makro-mikro ini sangat diperlukan mengingat
agribisnis adalah suatu rangkaian sistem usaha berbasis pertanian dan sumberdaya
lain dari hulu sampai hilir (Arifin, 2004).

2.3 Analisis Internal – Eksternal Matrik


Menurut David (2004), Matrik IE dapat dibagi menjadi tiga bagian besar
yang berbeda-beda. Pertama, ketentuan untuk divisis-divisi yang masuk dalam sel
I, II, dan IV dapat digambarkan sebagai tumbuh dan membangun. Kedua, divisi-
divisi yang masuk dalam sel III, V, dan VII dapat ditangani dengan baik melalui
strategi menjaga dan mempertahankan. Ketiga, ketentuan umum untuk divisi yang
masuk dalam sel VI, VIII, dan IX adalah panen atau divestasi.
Lingkungan internal membahas tentang kekuatan dan kelemahan
perusahaan. Faktor –faktor internal yang digunakan pada penelitian berdasarkan
keadaan perusahaan ini terdiri dari manajemen, pemasaran, penelitian dan
pengembangan dan sistem informasi.
Lingkungan eksternal mengarah pada faktor peluang dan ancaman. Peluang
dapat mengarahkan kegiatan organisasi sedangkan ancaman, menghambat
12

pergerakan organisasi. Faktor eksternal yang dibahas dalam penelitian ini adalah
lingkungan mikro, lingkungan industri dan lingkungan makro.

2.4 Analisis SWOT


Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan peluang (Oppotunnities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan
misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Demikian perencanaan strategis
harus menganlisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman) dalam kondisis yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan
Analisis Situasi (Rangkuti, 2014).
Analisis SWOT digunakan untuk membandingkan antara faktor eksternal
peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) dengan faktor internal kekuatan
(Strenghts) dan kelemahan (Weaknesses), selengkapnya dapat dilihat pada gambar
2.1 :

Gambar 2.1 Kuadran Analisis SWOT


Sumber : Rangkuti 2014

1. Kuadran 1 : merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan


tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan
peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah
mendukung kebijakan pertumbuhan.
2. Kuadran 2 : meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih
memiliki keuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan
cara strategi diversifikasi (produk atau pasar)
13

3. Kuadran 3 : perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi


di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala atau kelemahan internal.
Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal
perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
4. Kuadran 4 : merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan
tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal (Rangkuti,
2014).

Strategi Berdasarkan Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman


Merupakan Strategi yang Akurat dan Relevan. Analisis SWOT memandu
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi (S-W), serta peluang dan
ancaman (O-T). Analisis juga mengembangkan kesadaran tentang perencanaan
strategis dan pengambilan keputusan. Kelebihan dari metode ini adalah
kesederhanaan dan penerapannya pada berbagai tingkat operasi. Adanya penilaian
berdasarkan bobot dan rating semakin menunjukkan metode ini akan
menghasilkan strategi pengembangan yang akurat. Empat elemen-elemen SWOT
lalu dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu Internal dan Eksternal.
Kekuatan dan Kelemahan dianggap sebagai faktor internal, karena
merupakan hasil keputusan organisasi. Adapun, pesaing yang muncul akan
dikategorikan sebagai ancaman, tetapi karena sangat sedikit yang dapat dianalisis,
maka hal ini dijadikan sebagai faktor eksternal. Inilah sebabnya perusahaan-
perusahaan melihat analisis SWOT sebagai matriks Internal - Eksternal seperti
pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Matriks Internal-Eksternal


Peluang Ancaman
(Eksternal, Positif) (Eksternal, Negatif)
Strategi Kekuatan-Peluang Strategi Kekuatan-Ancaman
Kekuatan Kekuatan-kekuatan yang Menggunakan kekuatan untuk
(Internal, digunakan untuk meminimalkan ancaman yang
Positif) memaksimumkan peluang teridentifikasi?
yang teridentifikasi?
Strategi Kelemahan-Peluang Strategi Kelemahan-Ancaman
Kelemahan
Meminimalkan kelemahan Meminimalkan kelemahan
(Internal,
menggunakan peluang yang perusahaan untuk menghindari
Negatif)
teridentifikasi? ancaman yang teridentifikasi?

Berdasarkan tabel di atas akan dihasilkan strategi-strategi pengembangan


organisasi yang relevan, sehingga akan mempedomani peningkatan proses
produksi dengan baik. Tujuan menetapkan strategi adalah menghasilkan strategi
alternatif yang layak, bukan untuk memilih atau menentukan strategi yang terbaik.
Tidak semua strategi yang dikembangkan dapat dipilih untuk diimplementasikan.

1.5 Analytical Hierarchy Process (AHP)


Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu bentuk model
pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi kekurangan dari
14

model pengambilan keputusan yang lainnya. Alat utama dalam model AHP ini
adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya berupa persepsi
manusia. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dan tidak terukur dipecah
ke dalam kelompok-kelompoknya dan kemudian kelompok-kelompok tersebut
diatur menjadi sebuah bentuk hirarki (Brojonegoro, 1992).
Analytical Hierarchy Process memberikan kemungkinan bagi para pembuat
keputusan untuk merepresentasikan interaksi faktor-faktor yang
berkesinambungan di dalam situasi yang kompleks dan tidak terstruktur. Alat
analisis ini membantu para pembuat keputusan untuk mengidentifikasikan dan
sekaligus membuat prioritas berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, pengetahuan
yang dimiliki, dan pengalaman yang mereka miliki untuk masing-masing masalah
yang dihadapi (Saaty, 2000). Kelebihan model AHP dibandingkan model
pengambilan keputusan lainnya terletak pada kemampuan AHP untuk
memecahkan masalah yang multiobjectives dan multicriterias. Hal ini disebabkan
karena metode ini memiliki fleksibilitas yang tinggi, terutama dalam pembuatan
hirarkinya, sehingga model AHP dapat menangkap beberapa tujuan dan beberapa
kriteria sekaligus dalam sebuah model atau sebuah hirarki. Bahkan AHP mampu
memecahkan masalah-masalah yang memiliki tujuantujuan yang berlawanan,
kriteria-kriteria yang berlawanan, dan tujuan serta kriteria yang berlawanan dalam
sebuah model. Karenanya, keputusan yang diambil melalui model AHP sudah
akan mempertimbangkan berbagai tujuan dan berbagai kriteria yang berbeda atau
bahkan saling bertentangan (Saaty, 2000). Kelebihan lain yang dimiliki AHP
adalah, dalam hal perencanaan pembangunan, model ini dapat memungkinkan
terjaringnya aspirasi masyarakat melalui pengisian kuisioner, sehingga diharapkan
aspirasi masyarakat ini dapat ditangkap oleh para pembuat kebijakan dan
diperhitungkan dalam perencanaan pembangunan. Namun, model AHP ini juga
memiliki kelemahan. Model ini sangat tergantung dengan input yang berupa
persepsi ahli, sehingga apabila persepsi ahli keliru tentang sebuah permasalahan,
maka hasil dari metode AHP ini tidak akan berguna.
Menurut Bambang PS. Brojonegoro (1992), dalam melakukan analisis
dengan menggunakan AHP terdapat 4 aksioma yang harus diperhatikan, yaitu
aksioma resiprokal (reciprocal comparison), aksioma homogenitas (homogenity),
aksioma ketergantungan (independence), dan aksioma ekspektasi (expectation).
Aksioma-aksioma tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Aksioma Resiprokal (Reciprocal Comparison): matriks perbandingan
berpasangan yang terbentuk harus bersifat kebalikan. Artinya bisa dibuat
perbandingan dan dinyatakan preferensinya, dimana preferensi tersebut harus
memenuhi syarat resiprokal, yaitu kalau A lebih disukai daripada B dengan
skala x, maka B lebih disukai daripada A dengan skala 1/x;
2. Aksioma Homogenitas (Homogenity): aksioma ini memiliki arti bahwa
preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas, atau
dengan kata lain elemen-elemennya dapat diperbandingkan satu sama lain.
Apabila aksioma ini tidak terpenuhi, maka elemen-elemen yang
diperbandingkan tersebut tidak homogen, dan harus dibentuk suatu “cluster”
(kelompok elemen-elemen) yang baru;
15

3. Aksioma Ketergantungan (Independence): preferensi harus dinyatakan


dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-
alternatif yang ada, melainkan oleh obyektif secara keseluruhan. Hal ini
menunjukkan bahwa pola ketergantungan atau pengaruh dalam model AHP
adalah searah ke atas. Artinya perbandingan antara elemen-elemen dalam satu
level dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen dalam level di atasnya;
4. Aksioma Ekspektasi (Expectations): dalam proses AHP yang dituntut
bukanlah rasionalitas, tapi yang menonjol adalah ekspektasi dan persepsi
manusia. Dalam kaitan ini penilaian yang irasional dapat diterima, asalkan
konsisten. Untuk tujuan pengambilan keputusan struktur hirarki diasumsikan
lengkap, apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambil keputusan tidak
memakai seluruh kriteria dan atau obyektif yang tersedia atau diperlukan
sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap (berbagai sumber).

2.5.1. Prinsip Penyusunan Hirarki


Dalam proses penyusunan model AHP, terdapat 2 tahapan utama, yaitu:
1. Penyusunan Hirarki (Dekomposisi)
2. Evaluasi Hirarki
Penyusunan hirarki atau dekomposisi mencakup 3 proses berurutan yang
merupakan proses iterasi, yaitu (a) identifikasi level dan elemen, (b) definisi
konsep, dan (c) formulasi pertanyaan.
Proses penyusunan hirarki secara praktis dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama adalah mengidentifikasikan tujuan keseluruhan pembuatan hirarki atau
yang lazim disebut „goal‟, yang disebutkan disini adalah masalah yang akan dicari
pemecahannya lewat model AHP. Setelah itu, menentukan kriteria-kriteria yang
diperlukan atau sesuai dengan tujuan keseluruhan tersebut. Kriteria ini biasanya
terdiri dari syarat-syarat atau keadaan yang kiranya dapat menunjang tercapainya
sebuah „goal‟ dan biasanya masih bersifat umum (general). Sejalan dengan hal
tersebut, maka perlu dipertimbangkan kemungkinan penambahan sasaran di
bawah setiap kriteria. Subkriteria merupakan penjabaran lebih dari kriteria yang
masih bersifat umum tersebut dan hal ini biasanya diperlukan bagi para pengambil
keputusan yang menyukai hal-hal yang lebih detail. Terakhir, identifikasikan
alternatif-alternatif yang akan dievaluasi di bawah sasaran. Kalau subkriteria-
subkriteria yang ada dirasakan terlalu luas maka perlu ditambahkan sebuah level
di atas alternatif-alternatif yang mengidentifikasikan atribut-atribut dari alternatif-
alternatif tersebut dalam proses evaluasi (Brojonegoro, 1992). Variasi pembuatan
hirarki ini terus berkembang dengan semakin kompleksnya permasalahan yang
ada di dunia, sehingga tidak ada bentuk hirarki yang baku untuk menyelesaikan
sebuah permasalahan.
Proses penyusunan hirarki sebenarnya merupakan proses iterasi dimana
konsep-konsep, pertanyaan-pertanyaan, dan jawaban-jawabannya menentukan
elemen dan level dari suatu hirarki. Ketidakjelasan atau kesalahan dalam proses
menjawab pertanyaan akan membuat para pengambil keputusan memilih kriteria
atau alternatif yang salah, oleh karena itu semua pertanyaan seharusnya dijawab
dan konsisten dengan informasi yang ada. Proses dekomposisi merupakan langkah
16

terpenting dalam penyusunan model AHP, karena dari langkah inilah sebuah
validitas dan keampuhan model dapat diuji (Brojonegoro, 1992).

2.5.2. Prinsip Menetapkan Prioritas


Setelah proses penyusunan hirarki, proses berikutnya adalah proses
menetapkan kriteria. Proses ini merupakan proses yang penting dalam
penggunaan model AHP, dimana dalam proses ini dilakukan perbandingan
berpasangan (pairwise comparison) antar berbagai kriteria yang telah ditetapkan,
yang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Menentukan diantara dua yang dianggap penting/disukai/mungkin terjadi;
2. Menentukan berapa kali lebih penting/disukai/mungkin terjadi.
Seluruh prioritas yang ada dibandingkan satu sama lain secara berpasangan
dan diberi bobot berupa skala dari 1 sampai dengan 9. Setelah hirarki dapat
tersusun, selanjutnya dilakukan pengisian persepsi ahli dengan cara
membandingkan antara elemen-elemen di dalam satu level dengan tetap
memperhatikan pengaruh pada level diatasnya.

Tabel 2.3 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan


Intensitas Kepentingan Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya (Equal Importance)


Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada
3
elemen yang lainnya (Slightly more Importance)
Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya
5
(Materially more Importance)
Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada
7
elemen lainnya (Significantly more Importance)
Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya
9
(Compromise values)
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan
2,4,6,8
pertimbangan yang berdekatan (Compromise values)
Sumber : Saaty (1986)
Hasil pengisian perbandingan berpasangan berdasarkan persepsi ahli ini
kemudian disusun dalam sebuah matriks perbandingan (pairwise comparision
matrix) dan dilakukan perhitungan vektor eigen (eigen vector) dan nilai eigen
(eigen value) yang disertai penghitungan konsistensi yang akan menetukan
prioritas pilihan.
Karena model AHP menghendaki satu persepsi dalam satu perbandingan,
maka dari n persepsi harus dihasilkan satu persepsi yang mewakili persepsi
seluruh ahli. Cara umum yang biasa dipakai adalah dengan cara mencari nilai rata-
rata. Penghitungan nilai rata-rata ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu; (i) rata-
rata hitung, dan (ii) rata-rata ukur. Rata-rata ukur lebih tepat digunakan untuk
deret bilangan yang sifatnya perbandingan (rasio) dan mampu mengurangi
17

gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalau
kecil. Setelah matriks perbandingan selesai diisi, kemudian dilakukan penetapan
prioritas yang akan dilakukan dengan metode eigen vector dan eigen value. Dari
eigen vector yang diperoleh, ditentukan local priority, yaitu prioritas untuk satu
level. Global priority diperoleh dengan mengalikan prioritas elemen pada level di
atasnya sampai level terakhir.

2.5.3 Prinsip Konsistensi Logis


Pengukuran konsistensi dalam model AHP dapat dilakukan dalam dua
tahap, (i) mengukur konsistensi setiap matriks perbandingan, dan (ii) mengukur
konsistensi keseluruhan hirarki. Konsistensi mengandung dua arti, menunjukkan
pemikiran atau obyek yang serupa yang dikelompokkan menurut homogenitas
relevensinya, dan intensitas relasi antar gagasan saling membenarkan secara logis.
Setiap perbandingan dinyatakan konsisten 100% apabila memenuhi syarat berikut:
aij . ajk = aik
setiap angka dalam matriks perbandingan pada dasarnya adalah sebuah rasio,
karena angka yang timbul didasarkan atas perbandingan antara dua elemen.
Apabila tertulis angka atau skala 9 dalam sebuah matriks perbandingan, maka itu
tidak lain adalah 9/1. dengan dasar tersebut dapat dijelaskan bahwa:
aij = wi/wj .....................................i,j = 1 ........ n
karena itu, aij. ajk = (wi/wj) . (wj/wk) = wi/wk = aik
dan dapat juga dibuktikan bahwa aji = wj/wi = 1/(wi/wj) = 1/aij

Konsistensi dalam sebuah matriks perbandingan diukur melalui:


A.W = λmax. W
 max  n
Indeks konsistensi (CI) diperoleh dari:
n 1
Rasio konsistensi (CR) diperoleh dari:
CR = CI/RI, dimana RI = Random indeks
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

Dalam hirarki tiga level, akan diperoleh indeks konsistensi untuk matriks
perbandingan level dua dan indeks konsistensi dari setiap matriks perbandingan
pada level tiga dengan memperhatikan hubungan dengan setiap unsur-unsur level
dua. Dengan demikian pada level tiga tersebut akan diperoleh sejumlah angka
indeks konsistensi yang banyaknya sama dengan unsur-unsur dalam level dua.
Langkah selanjutnya adalah melakukan perkalian vektor antara vektor prioritas
level dua sebagai vektor baris dengan vektor indeks konsistensi dari level tiga
sebagai vektor kolom. Hasil perkalian ini merupakan satu angka yang kemudian
ditambah dengan indeks konsistensi level dua dan hasilnya disebut M, selanjutnya
dihitung indeks random secara keseluruhan dengan cara yang sama, hanya setiap
indeks konsistensi diganti dengan indeks random yang besarnya tergantung
ukuran matriks. Dari operasi ini diperoleh indeks random hirarki secara
keseluruhan yang dilambangkan dengan M‟, dengan demikian akan diperoleh
rasio konsistensi secara keseluruhan dengan membagi indeks konsistensi
18

keseluruhan (M) dengan indeks random keseluruhan (M‟), yang secara singkat
dapat ditulis:
CRH = M/M‟
Dimana:
M = CI level dua + (bobot prioritas level dua)(CI level tiga)
M‟ = RI level tiga + (bobot prioritas level dua)(CI level tiga)
RI = Random Indeks
Setelah melalui tahap penyusunan hirarki, menetapkan prioritas dan menghitung
konsistensi, langkah selanjutnya dapat dilakukan analisa sensitivitas.

2.5.4 Analisis Sensitivitas


Dalam perjalanannya, sering kali muncul pertanyaan bagaimana sensitivitas
dari prioritas yang dihitung dengan metode eigenvector apabila ada sedikit
perubahan pada penilaian. Yang diharapkan adalah prioritas yang tidak terlalu
berfluktuasi apabila ada perubahan kecil dalam penilaian.
Menurut Brojonegoro (1992), analisis sensitivitas dapat dipakai untuk
memprediksi keadaan apabila terjadi suatu perubahan yang cukup besar. Misalnya
terjadi perubahan bobot prioritas atau urutan prioritas dari kriteria karena ada
perubahan kebijakan. Maka pertanyaan yang muncul adalah bagaimana urutan
prioritas alternatif yang baru dan tindakan apa yang perlu dilakukan. Dalam suatu
hirarki tiga level, level dua dari hirarki tersebut dapat disebut sebagai variabel
eksogen, sedangkan level tiganya adalah variabel endogen. Analisis sensitivitas
dari hirarki tersebut adalah melihat pengaruh pada variabel eksogen terhadap
kondisi variabel endogen.
Apabila dikaitkan dengan suatu periode waktu, maka dapat dikatakan bahwa
analisis sensitivitas adalah unsur dinamis dari sebuah hirarki. Artinya, penilaian
yang dilakukan pertama kali dipertahankan untuk suatu jangka waktu tertentu dan
adanya perubahan kebijakan atau tindakan, cukup dilakukan dengan analisis
sesitivitas untuk melihat efek yang terjadi. Kestabilan suatu hirarki juga dapat
ditentukan berdasarkan analisis sensitivitas. Makin besar deviasi atau perubahan
prioritas yang terjadi, makin tidak stabil hirarki tersebut. Sensitivitas hirarki,
penting untuk implementasi kebijakan karena pengambil keputusan dapat
membuat antisipasi apabila ada sesuatu yang terjadi di luar perkiraan.

2.5.5 Kelebihan dan kekurangan Model AHP


Kelebihan metode AHP adalah sederhana dan tidak banyak menggunakan
asumsi, dan sangat cocok untuk menyelesaikan permasalahan yang bersifat
strategis dan makro. Kekuatannya terletak pada struktur hirarkinya yang
memungkinkan seseorang memasukkan semua faktor-faktor penting, baik yang
nyata maupun yang abstrak, dan mengaturnya dari atas ke bawah mulai dari yang
terpenting ke tingkat yang berisi alternatif, untuk dipilih mana yang terbaik. AHP
juga adalah suatu bentuk model pengambilan keputusan yang pada dasarnya
berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya
(Brojonegoro, 1992). Secara sederhana, kelebihan model AHP dapat dijelaskan
sebagai berikut:
19

1. Model AHP mampu melakukan analisis dari data yang kuantitatif diolah
menjadi kualitatif;
2. AHP mempertimbangkan analisis permasalahan yang melibatkan banyak
pelaku (multi actor), banyak kriteria (multi criterias), dan banyak obyek
(multi object);
3. AHP menghasilkan output perencanaan yang diinginkan;
4. AHP memasukkan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis.
Proses ini bergantung pada imajinasi pengalaman dan pengetahuan untuk
menyusun hirarki suatu masalah dan bergantung pada logika intuisi dan
pengalaman untuk memberi pertimbangan;
5. AHP menunjukkan bagaimana menghubungkan elemen-elemen dari
bagian lain untuk memperoleh hasil penggabungan.
Sementara, AHP juga memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut:
1. Permodelan AHP sulit dikerjakan secara manual, terutama bila
matriksnya terdiri dari tiga elemen atau lebih, sehingga harus dibuat
suatu program komputer untuk memecahkannya;
2. Belum adanya batasan expert sebagai responden pada masing-masing
kasus juga dapat merupakan kelemahan dari metode AHP, namun hal ini
dapat diantisipasi dengan pemberian bobot yang berbeda dalam tabulasi
kuisioner hasil isian responden.

Anda mungkin juga menyukai