Anda di halaman 1dari 1

Kisah Sahabat Tsauban Radhiyallahu ‘anhu

Seorang sahabat bernama Tsauban adalah sahabat yang rajin shalat berjama’ah, sangat sholeh, rajin
beribadahnya, dan tidak pernah meninggalkan ibadah di masjid. Ketika di masjid ia selalu menempati
posisi pojok kanan. Niatnya bukan ingin mojok, tetapi niatnya bagaimana caranya agar ia bisa khusyuk
beribadah dan mengganggu orang lain karena posisi pojok ini tidak banyak bersinggungan dengan orang
lain.
Suatu ketika di waktu subuh ia tidak dating dan ia ditunggu oleh Nabi, sampai Nabi bertanya “Kemana
Tsauban?” Tapi para sahabat tidak ada yang tahu. Masya Allah ketika ada satu orang yang tidak datang,
Nabi mengetahuinya.
Tsauban tetap ditunggu oleh Nabi karena saking seringnya Tsauban shalat berjama’ah, Nabi tidak
ingin ia ketinggalan. Hingga akhirnya waktu hampir memasuki akhir, maka diputuskanlah shalat
ditunaikan tanpa Tsauban.
Kemudian Nabi menelusuri jalan ke rumahnya intuk menengok Tsauban, dan ternyata jarak yang
ditempuh tiga jam.
Ketika ditengok, Rasulullah bertanya kepada istri Tsauban, “Kemana Tsauban?” Istrinya menjawab,
“Dia sudah wafat.”
Nabi berkata, “Apakah ada yang terjadi sebelum dia meninggal?” Istrinya berkata, “Tidak ada yang
istimewa, tapi saya tidak memahami tiga kalimat yang diucapkan.” Rasulullah bertanya, ”Apakah itu?”
Istrinya menjawab, “Kalimat pertama, kenapa tidak lebih jauh lagi? Saya tidak paham itu. Kalimat kedua,
kenapa tidak yang baru? Dan kalimat ketika, kenapa tidak semua saja?”
Rasulullah kemudian tersenyum dan menyampaikan berita dari langit bahwa ketika Tsauban berkata
kenapa tidak lebih jauh lagi, ketika itu sedang ditampakkan amalan-amalannya. Maka dia katakan “Ya
Allah, kenapa tidak lebih jauh lagi masjidnya? Sehingga ketika saya jalan mendapatkan lebih daripada
itu.” Bukankah Langkah pertamanya mengangkat derajat di sisi Allah, Langkah kedua menggugurkan dosa.
Yang kedua ketika musim dingin, beliau menggunakan pakaian yang dirangkap, yang paling dalam adalah
pakaian barunya dan yang paling luar adalah pakaian lamanya. Di jalan ia bertemu dengan seorang yang
kedinginan, maka diberikanlah olehnya pakaian yang paling luarnya. Ketika ditampakkan pahalanya ia
berkata, “Ya Allah, kenapa bukan yang baru yang saya berikan?” Yang ketiga, kenapa bukan semuanya?
karena beliau adalah orang terbiasa bersodakoh, berbuat kebaikan, lalu ditampakkan pahalanya maka ia
katakan, “Ya Allah, kenapa tidak semua saja saya kerjakan?”
Masya Allah, seorang sahabat yang mulia saja menyesal dengan amalannya. Lalu bagaimana dengan
kita?
Referensi : Kajian Ustadz Adi Hidayat (https://youtu.be/WOY1_a37fEA)

Anda mungkin juga menyukai