Anda di halaman 1dari 4

Kisah Tsa'labah Penggembala Kambing yang Ingkar Zakat

Tsa’labah salah satu sahabat Nabi yang dikenal rajin ke jum’at, shalat jama'ah di mesjid.
Namun selesai salat, Tsa’labah buru-buru pulang. Kebiasaannya itu menjadi tanda tanya bagi
Rasulullah saw. Seusai shalat berjamaah, Rasul melihat Tsa'labah bin Hatib, seorang fakir, tergesa-
gesa keluar dari mesjid tanpa berdo'a terlebih dahulu. Rasul pun bertanya, "Apa yang
menyebabkanmu terburu-buru wahai Tsa'labah?" Tsa'labah menjawab “Sesungguhnya saat ini di
rumah ada seorang yang menunggu saya ya Rasul, ia (istrinya) menunggu bergantian memakai baju
untuk melaksanakan shalat. Saya hanya memiliki sehelai kain untuk dipakai secara bergantian.
Ketika saya shalat, maka istri saya akan bersembunyi hingga saya kembali.” Tsa’labah menjelaskan
dengan sejujurnya. Rasulullah saw sangat terkesan dengan Tsa’labah lalu memberi izin pulang.

Selang beberapa hari, Tsa’labah menemui Rasulullah SAW. Untuk meminta didoakan agar
diberi harta oleh Allah SWT. Rasul menjawab: “celaka kamu hai Tsa’labah, sedikit harta kamu
bersyukur itu lebih baik dari pada banyak tapi tidak sanggup kamu bersyukur”. Merasa belum puas,
Tsa’labah kembali menjumpai rasul agar didoakan. hai Tsa’labah, apakah saya ini tidak bisa menjadi
suri teladan bagi mu, demi Allah yang jiwaku dalam kekuasaannya, apakah kamu ingin gunung-
gunung jadi emas dan perak berjalan bersama ku? untuk mengikutiku. Masih belum puas, Tsa’labah
kembali mendatangi rasul seraya meminta: ''demi Allah yang telah mengutus kamu dengan
membawa kebenaran jika Allah memberi harta kepada ku akan saya berikan kepada orang yang
membutuhkannya''. Lantaran terus didesak akhirnya Rasulullah memanjatkan doa :

‫اللهم ارزق ثعلبة ماال‬


Ya Allah berikan harta kepada Tsa’labah

Kemudian Rasul menyedekahkan Tsa’labah seekor kambing . Kambing itu semakin


berkembang, sehingga ia merasa kota Madinah sudah sempit dengan kambing-kambingnya lalu
berpindah lokasi dari kota ke sebuah lembah Madinah. Hari demi hari kambing terus bertambah
bagaikan ulat sehingga Tsa’labah hanya shalat dhuhur dan ashar yang sempat berjama'ah dengan
Rasulullah SAW sedangkan shalat yang lain dilakukan di tempat gembalaan. Kambing terus
bertambah membuat lembah itu terasa sempit sehingga harus bergeser lagi ke lembah yang
semakin jauh. Ia hanya sempat shalat jumat bersama Rasulullah SAW. kambingnya terus-terus
bertambah banyak, maka beliau terus bergeser dari kota sehingga tidak turun lagi ke Madinah
untuk menunaikan shalat jumat. Di hari jum’at Tsa’labah hanya bertanya kepada orang-orang yang
dia jumpai tentang berita-berita di Madinah. Suatu hari rasul menyebut-nyebut Tsa’labah. Kemana
Tsa’labah dan apa yang dilakukan sekarang? para sahabat menjawab: ''wahai Rasulullah! Tsa’labah
sekarang sedang sibuk karena kambingnya sudah tidak muat di lembah. kata Rasul: celaka Tsa’labah,
celaka Tsa’labah. Tatkala turun ayat zakat. Rasulullah SAW mengutus seorang dari bani Salim dan
satu orang bani Juhainah untuk mengambil zakat, bagaimana cara mereka mengambil zakat. Kalian
pergi menemui Tsa’labah bin hatib dan seorang bani Salim ambillah zakat dari keduanya. Mereka
menemui Tsa’labah lalu meminta zakat dan membaca surat Rasulullah SAW. Kata Tsa’labah: ini
hanya pajak, ini hanya pajak. silahkan kalian pulang. kemudian mereka kembali lagi kepada
Tsa’labah lalu mereka pergi dengan tangan kosong. Setelah itu mereka menemui seseorang dari
bani Salim untuk mengambil zakat darinya. Salim dengan tulus menyalurkan zakat untanya. Setelah
itu mereka pergi menjumpai orang lain untuk mengambil zakat, tidak ada diantara mereka yang
menghalangi. kemudian kembali lagi kepada Tsa’labah. Kata Tsa’labah: coba saya lihat surat kalian.
Setelah dibaca, Tsa’labah berkata:. ''Ini hanya pajak. Ini hanya pajak, silahkan anda pulang''. Ketika
mereka dilihat Rasulullah SAW. Beliau berkata sebelum mereka angkat bicara: ''celaka Tsa’labah''

Kemudian Tsa’labah sadar atas kesalahan yang dilakukan, kambing yang dikenakan zakat
kepadanya diantar langsung kepada Rasul akan tetapi beliau tidak menerima dengan
mengatakan: ''Allah telah melarang saya menerima darimu. Ini amalanmu, saya telah memerintah
kamu tetapi tidak engkau taati''. Setelah Rasulullah SAW wafat, Tsa’labah membawa kambingnya
kepada Abu Bakar. Beliau juga tidak menerima. Kemudian dibawa kepada Sayyidina Umar . Beliau
juga tidak menerima. Akhirnya pada masa khalifah sayyidina Usman, Tsa’labah meninggal dalam
keadaan su ul khatimah. Na’uzubillah.
KESIMPULAN

TSA’LABAH dengan nama lengkap Tsa’labah Ibnu Hathib Al-Ansyari adalah seorang lelaki
Ansar, sosok manusia ingkar yang hidup di zaman Rasulullah, yang tinggal di Kota Madinah, semula
hidup ‘biasa-biasa’ saja, lalu meminta kepada Rasulullah untuk didoakan kepada Allah agar
memiliki harta kekayaan melimpah, dan setelah Rasul mendoakan, jadilah ia sosok yang kaya raya
dengan usaha peternakan (kambing) yang tiada tandingannya kala itu.

Ketika susah, ia berniat bersedekah, tapi setelah hartanya melimpah ruah, ia lupa ibadah.
Berapa banyak di antara manusia yang telah diperingatkan Allah akan kenikmatan yang diberikan
kepada mereka, tapi mereka tetap keras hati, tidak menerima perintah Allah.

Islam memerintahkan untuk membersihkan harta yang kita miliki dengan sedekah dan
zakat. Betapa kita sombong dengan apa yang kita miliki, kita merasa bahwa semua harta yang kita
dapatkan adalah milik kita.
Kisah Alqamah, Rajin Ibadah Tapi Durhaka Pada Ibunya

Al Qamah, Melupakan Ibu demi Istri | Alqamah adalah orang shaleh yang sangat berbakti
pada orang tuanya. Ia selalu memperhatikan ibunya, apa yang diperintahkannya selalu dipatuhinya,
dan apa yang dilarangnya selalu dijauhinya. Berat hatinya bila ibunya sedang sakit. Sehingga ibunya
sangat cinta pada Alqamah. Dan Alqamah dikenal pula taat beribadah baik shalat maupun
bershadaqah.
Alkisah Alqamah telah tumbuh dewasa, dan iapun telah mempersunting seorang gadis
untuk dijadikan istrinya. Alqamah sangat bahagia sekali setelah ia kawini. Untuk menempuh takdir
yang lebih baik maka ia pindah dari rumahnya dan memilih mandiri. Ia harus meninggalkan ibu
yang sangat dicintainya. Namun masa depan harus terus dikejar untuk memperoleh kebahagiaan
dunia dan akherat.
Lama waktu berselang, dari hari berganti ke minggu, minggu berganti bulan, dari bulan
berganti tahun. Cukup lama pula Alqamah meninggalkan orang tuanya. Alqamah, tidak hendak
melupakan orang tuanya, namun ia dihadapkan pada masalah kehidupan yang harus
diselesaikannya. Akhirnya kerinduannya pun memudar, berganti pada kecintaan dan kerinduan
pada istrinya. Kebahagiaan itu justru telah melupakan dirinya dari orang tua renta yang mesti
disayanginya, mesti ia perhatikan nasibnya. Ia lebih mendahulukan istri daripada ibunya.
Suatu hari ia jatuh sakit. Sakitnya sulit sekali disembuhkan sehingga ia harus berbaring di
tempat tidurnya. Lama-kelamaan sakitnya bertambah parah dan ajal mulai membayang di
benaknya. Sementara sakitnya tetap tak memberikan harapan kesembuhan sedikitpun. Istrinya
kemudian diutusnya untuk datang kepada Rasulullah dan mengabarkan kepadanya tentang sakit
yang dideritanya. Maka berkatalah istrinya:”Ya Rasulullah suamiku sekarang ini sedang sekarat,
aku berharap agar Rasulullah mengetahui keadaannya. Rasulullah kemudian mengutus Amar, Suaib
dan Bilal seraya berkata:”Tunggulah Alqamah dan talkinlah dia dengan kalimat laa ilaaha illallaah”.
Ketiga utusan itu datang kepada Alqamah lalu masuk ke tempat di berbaring. Mereka
melihat Alqamah dalam keadaan sekarat, sesuai perintah Rasulullah, mulailah mereka
membimbingnya untuk membaca laa ilaaha illallaah, namun sayang Alqama sama sekali tidak dapat
menirukannya. Berkali-kali dicoba seperti itu pula hasilnya. Maka disampaikanlah keadaan
Alqamah kepada Rasulullah sebagaimana mereka lihat. Kemudian Rasulullah bertanya:”Apakah ibu
bapaknya masih ada yang hidup?”, maka dijawablah bahwa Alqamah mempunyai seorang ibu yang
sudah lanjut usia.
Akhirnya Rasulullah mengutus sahabat untuk menyampaikan kepada orang tuanya seraya
mengatakan:”Kalau ia dapat berjalan agar menghadap rasulullah dan bila tidak biarlah tetap di
rumah beliau saja yang akan datang padamu”. Maka datanglah sahabat memberitahukan bahwa
Alqamah dalam keadaan sakit parah, sekarat dan tidak dapat membaca syahadat. Ibu Alqamah
tidak lagi seperti dulu, setelah lama ditinggalkan Alqamah meranalah hati ibunya. Alqamah lebih
cinta kepada istri dan anaknya ia telah melupakan ibunya. Sehingga ia tidak rela kepadanya. Rasa
sakit hatinya, telah mengalahkan kerinduannya dan membuat hatinya tidak ridha padanya.
Utusan itu juga memberitahukan bahwa Rasulullah datang kepadanya. Ibu Alqamah
menjawab:”Demi Allah jiwaku mau berkorban untuk itu aku yang datang menghadap beliau adalah
lebih wajib bagiku”. Orang tua itu berjalan tertatih-tatih, dengan tongkat di tangannya menghadap
kepada Rasulullah saw dan memberi salam kepadanya: “Wahai ibu Alqamah! Percayalah kepadaku
apabila engkau mendustakan aku maka pasti telah turun wahyu dari Allah. Bagaimana keadaan
anakmu Alqamah?”, ia menjawab:”Ya Rasulullah, dia itu sangat rajin shalat, puasa dan banyak
bersedekah”, lalu Rasulullah bertanya kembali:”Lalu bagaimana keadaan ibu?”, ia menjawab:”Aku
benci kepadanya!” nampak suara paraunya menunjukkan kemarahan terhadap anaknya.
Maka Rasulullah bertanya kembali:”Apa sebabnya?” ia menjawab:”Ya Rasulullah ia lebih
mengutamakan istrinya dan durhaka kepadaku”, lalu Rasulullah berkata kembali:”Sungguh
kebencian itu telah menjadi hambatan bagi lidah Alqamah untuk mengucapkan kalimat syahadat”.
Sikap Alqamah terhadap ibunya selama hidup ternyata telah membuahkan kesulitan baginya untuk
melepaskan jiwanya dari dunia yang fana ini. Setinggi apapun pangkat manusia ia dilahirkan ibunya
pula. Lalu mengapat ia durhaka tatkala telah dewasa. Alqamah pun tetap terbaring di tempat tidur
menunggu ajalnya tiba.
Rasulullah kemudian menyuruh sahabat:”Hai Bilal pergilah engkau dan kumpulkan kayu bakar
sebanyak-banyaknya!” Ibu Alqamah keheranan dan mengundangnya untuk bertanya:”Ya Rasulullah
apa yang engkau akan lakukan?” Beliau menjawab:”Akan aku bakar Alqamah dengan api
dihadapanmu!”. Demi mendengar pernyataan itu, sontak mendadak sang ibu terkejut bukan main,
hatinya berdegup kencang, wanita tua itu berkata:”Ya Rasulullah janganlah anak itu memberatkan
hatiku bila engkau membakarnya dihadapanku”.
Rasulullah kemudian bersabda:”Wahai Abu Alqamah adzab Allah jauh lebih pedih dan kekal,
apabila engkau lebih suka agar Allah mengampuni Alqamah maka berilah restu kepadanya .. Demi
Allah yang jiwaku di dalam kekuasaanNya sungguh tidak ada gunanya shalat, puasa dan shodaqah
Alqamah jika engkau tidak merestuinya”. Ibu Alqamah pun sadar bahwa sejahat-jahat seekor
serigala masih tetap sayang pada anaknya, bagaimanakah manusia tidakkah ia lebih sayang
padanya. Lalu ia pun berkata: “Rasulullah sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah, malaikatnya
serta kaum muslimin yang telah hadir ditempatku bahwa aku telah merestui anakku Alqamah.
Rasulullah kemudian berkata: “Hai Bilal! pergilah engkau kepada Alqamah dan lihatlah apakah ia
sudah bisa mengucapkan laa ilaha illallah atau belum? Barangkali saja ibu Alqamah hanya karena
malu kepadaku dan tidak berbicara dari hatinya. Maka berangkatlah Bilal dan ia mendengar
Alqamah mengucapkan syahadat laa ilaaha illallaah, lalu Bilal masuk dan berkata kepada para
hadirin:”Sungguh kebencian ibu Alqamah dapat menjadikan penghambat lidah Alqamah sehingga
tidak dapat membaca syahadat dan sungguh kerelaan ibunya dapat menggerakkan lisan Alqamah
untuk mengucapkannya”. Alqamah pun meninggal dunia”.
Maka Rasulullah Saw menghadiri jenazahnya dan memerintahkan sahabat untuk memandikan dan
mengkafaninya. Lalu beliau menyalatinya dan menghadiri pemakamannya. Kemudian Rasulullah
berdiri di bibir kuburannya, beliau berpidato:”Wahai kaum Muhajrin dan Anshor, Barangsiapa yang
mengutamakan istrinya atas Ibunya maka atasnya laknat Allah, malaikanNya dan seluruh manusia,
Allah tidak akan menerima amalnya kecuali ia telah bertaubat kepada Allah yang Maha Mulia dan
berbuat baik kepada ibunya serta memohon keridhoannya, maka ridho Allah itu tergantung kepada
keridhoan ibunya, dan murka Allah tergantung pula kepada murka ibunya”.
Begitulah Alqamah, disebabkan mengutamakan istrinya dan mengabaikan ibunya dapat
menyebabkan ia dilaknat oleh Allah, malaikat dan semua orang dan Allah tidak mau menerima
amalnya sebelum ia minta restu ibunya.

Anda mungkin juga menyukai