Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH EKONOMI

Guru Pembimbing:
A.A . Ngr . Agung Sucitha , S.Pd

Disusun Oleh:
Kelompok 4:

- Komang Bayu SeptiawanTrisnajaya (18) (TB)


- Made Ariel Arya Pranata (19)
- Made Mahatmaditha Kamajaya (20)
- Made Mahendra Dharma Putra (21)
- M. Faadhil Nurhidayat (22)

SMAN 2 DENPASAR
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pemerintah memegang peranan yang sangat penting dalam pencapaian kesejahteraan
masyarakat pada suatu negara. Pada periode 1960-1965, perekonomian Indonesia menghadapi
masalah yang cukup berat sebagai akibat dari kebijakan pemerintah yang lebih mengutamakan
kepentingan politik. Doktrin ekonomi terpimpin telah menguras hampir seluruh potensi ekonomi
Indonesia akibat membiayai proyek-proyek politik pemerintah. Sehingga Mengakibatkan
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sangat rendah, laju inflasi yang sangat tinggi
hingga mencapai 635% pada 1966, dan investasi merosot tajam.
Dalam menjalankan kebijakan moneter, Bank Indonesia (BI) dibebani Multiple
Objectives, yaitu selain menjaga stabilitas mata uang rupiah juga sebagai bank sirkulasi yang
memberi pinjaman uang muka kepada pemerintah serta menyediakan kredit likuiditas dan kredit
langsung kepada lembaga-lembaga negara dan pengusaha. Kebijakan moneter merupakan
instrumen yang sangat diandalkan dalam mengatasi permasalahan ekonomi yang ada pada suatu
negara. Dengan demikian, kebijakan moneter sangatlah penting dalam pembangunan dan
pengembangan suatu negara.

B.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pengantar ekonomi
makro dan menambah wawasan kami semua tentang kebijakan moneter.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah menyangkut perilaku bank sentral dalam
penawaran uang dan pengaturan uang yang beredar pada suatu negara. Kebijakan moneter pada
dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal
(pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga serta pemerataan pembangunan) dan
keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) juga tercapainya tujuan ekonomi
makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja,
kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.

B.    Jenis-Jenis Kebijakan Moneter


1.     Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary Expansive Policy)
Kebijakan moneter ekspansif adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang
yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya
beli masyarakat (permintaan masyarakat). Kebijakan ini diterapkan pada saat perekonomian
mengalami resesi atau depresi.
Kebijakan moneter ekspansif ini disebut juga sebagai kebijakan moneter longgar (easy
monetary policy). Penerapan kebijakan ini seperti :
a.      Politik diskonto (penurunan tingkat suku bunga)
b.     Politik pasar terbuka (pembelian surat-surat berharga, misalnya saham dan obligasi).
c.      Politik cash ratio (penurunan cadangan kas)
d.     Politik kredit selektif (pemberian kredit longgar)
2.     Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary Kontractive Policy)
Kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan yang dilakukan dalam rangka mengurangi
jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.
Kebijakan moneter kontraktif disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy). 
Kebijakan ini dapat diterapkan berupa :
a.      Politik diskonto (peningkatan suku bunga)
b.     Politik pasar terbuka (penjualan surat berharga)
c.      Politik cash ratio (peningkatan cadangan kas)
d.     Politik kredit selektif (pengetatan pemberian kredit)

C.    Instrumen Kebijakan Moneter


Terdapat 4 instrumen pokok kebijakan moneter :
1.     Politik Pasar Terbuka
Politik pasar terbuka merupakan kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral dalam rangka
menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menjual atau membeli surat-
surat berharga pemerintah (government securities). Surat-surat berharga pemerintah diantaranya
adalah SBI (Sertifikat Bank Indonesia), SBPU (Surat Berharga Pasar Uang), saham, dan obligasi.
Jika pemerintah  ingin mengurangi jumlah uang yang beredar  maka pemerintah akan
menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Dengan menjual SBI, uang dari
masyarakat akan tertarik masuk ke bank sehingga diharapkan jumlah uang beredar berkurang.
SBI hanya dijual oleh bank sentral. 
Namun,  jika pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar maka pemerintah akan
membeli surat berharga. Dengan membeli SBI, pemerintah akan mengeluarkan uang kepada
masyarakat dalam pembeliannya sehingga terjadilah penambahan jumlah uang yang beredar di
masyarakat.
2.     Politik  Diskonto (Discount Rate)
Politik diskonto adalah kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral dalam pengaturan jumlah
uang yang beredar dengan memainkan tingkat suku bunga. Tingkat bunga pada tiap-tiap bank
umum  akan dipengaruhi oleh tingkat bunga bank sentral. Bank umum kadang-kadang
mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral.
Jika pemerintah akan menambah jumlah uang yang beredar maka pemerintah menurunkan
tingkat suku bunga bank sentral. Dengan begitu, minat masyarakat untuk menabung di bank pun
berkurang. Sehingga, jumlah uang yang beredar bertambah. Selain itu, juga mengakibatkan suku
bunga kredit turun dan mengakibatkan masyarakat banyak tertarik untuk mengajukan pinjaman
ke bank.
Serta sebaliknya, jika pemerintah akan mengurangi jumlah uang yang beredar maka
pemerintah akan menaikkan tingkat bunga. Sehingga, hasrat masyarakat untuk menabung di
bank pun tinggi yang mengakibatkan jumlah uang yang beredar di masyarakat berkurang. Selain
itu, kenaikan suku bunga tabungan akan meningkatkan suku bunga kredit. Dengan naiknya suku
bunga kredit, masyarakat akan enggan untuk mengajukan kredit.
3.     Politik Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah kebijakan bank sentral untuk menambah atau mengurangi
jumlah uang yang beredar dengan cara menaikan atau menurunkan cadangan minimum yang
harus dipenuhi oleh bank umum dalam mengedarkan atau memberikan kredit kepada
masyarakat.
Ketika pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar maka pemerintah menurunkan
rasio cadangan wajib. Jika bank sentral menurunkan cadangan kas, berarti bank sentral ingin
menambah jumlah uang yang beredar. Dalam hal ini bank-bank umum diberi kesempatan untuk
dapat mengedarkan uang lebih banyak.
Sebaliknya, ketika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar maka pemerintah
menaikkan rasio cadangan wajib. Hal ini terjadi karena dengan naiknya cadangan kas berarti
bank umum harus lebih banyak menahan uang tunai untuk tidak diedarkan.
4.     Kebijakan Kredit Selektif
Kebijakan kredit selektif adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam pemberian
atau tidaknya suatu kredit. Kredit selektif ini dilakukan dengan cara menentukan syarat-syarat
kredit yang dikenal dengan 5C. Pada saat pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar
maka pemerintah akan melonggarkan pemberian kredit. Namun, jika pemerintah ingin
mengurangi jumlah uang yang beredar maka pemerintah akan mengetatkan pemberian kredit.
Selain instrumen di atas, ada beberapa instrumen lain yang dipergunakan oleh pemerintah
dalam melaksanakan kebijakan moneter, diantaranya :
1.     Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Imbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan cara
memberi imbauan kepada para pelaku ekonomi. Contohnya, menghimbau perbankan pemberi
kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar.
2.     Politik Saneering
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank
Indonesia. Kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral dengan cara pengguntingan
(pemotongan) uang disebut dengan politik saneering.
Politik saneering diterapkan ketika terjadi hiperinflasi. Instrumen ini pernah dilakukan BI
pada tanggal 13 Desember 1965. Pada saat itu, dilakukan  pemotongan uang dari Rp.1.000
menjadi Rp.1. Hal ini dilakukan untuk menyehatkan kembali nilai uang yang sudah jatuh.
3.     Devaluasi
Devaluasi adalah kebijakan bank sentral untuk menurunkan nilai rupiah terhadap mata uang
asing.
4.     Revaluasi
Revaluasi adalah kebijakan bank sentral untuk menaikkan nilai mata uang dalam negeri
terhadap mata uang asing.

D.    Tujuan Kebijakan moneter


1.     Menjaga kestabilan ekonomi, artinya pertumbuhan arus barang dan jasa seimbang dengan
pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.
2.     Menjaga kestabilan harga, artinya harga suatu barang merupakan hasil interaksi antara jumlah
uang yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia di pasar
3.     Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dalam perekonomian.
4.     Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian dan stabilitas tingkat
harga.
5.     Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang
diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.
6.     Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat terealisasi melalui sumber
penerimaan yang normal.
7.     Meningkatkan kesempatan kerja. Pada saat perekonomian stabil, pengusaha akan mengadakan
investasi untuk menambah jumlah barang dan jasa sehingga adanya investasi akan membuka
lapangan kerja baru sehingga memperluas kesempatan kerja masyarakat.
8.     Memperbaiki neraca perdagangan kerja masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan
meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri atau
sebaliknya.

E.    Jalur Pembuatan Keputusan Kebijakan Moneter


Dalam menentukan suatu kebijakan moneter tentunya akan dimulai dari Gubernur Bank
Indoensia. Ia akan meminta pertimbangan kepada Dewan Moneter yang beranggotakan Menteri
Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan
dan Industri. Kemudian, akan terjafi perundingan tentang kebijakan apa yang akan diambil
dalam mengatasi masalah yang di hadapi.
F.     Peran Bank Indonesia dalam Kebijakan Moneter
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank
Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan
terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka
kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting
Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran
kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh
karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas
nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan
kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku
bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-
instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing,
penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau
pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan
Prinsip Syariah.

G.   Sejarah Kebijakan Moneter di Indonesia


Kebijakan moneter yang diterapkan pada tanggal 13 Desember 1965 adalah politik
saneering. Mulai tahun 1960, kebutuhan anggaran pemerintah untuk proyek-proyek politik
semakin meningkat akibat isu konfrontasi yang terus dilakukan dengan Belanda dan Malaysia.
Hal ini juga disebabkan oleh besarnya pengeluran pemerintah untuk membiayai proyek-proyek
mercusuar, seperti Games of the New Emerging Forces (Ganefo) dan Conference of the
Emerging Forces (Conefo).
Dalam rangka mempersiapkan kesatuan moneter di seluruh wilayah Indonesia, pada
tanggal 13 Desember 1965, pemerintah menerbitkan sebuah alat pembayaran yang sah yang
berlaku bagi seluruh wilayah Indonesia melalui Penetapan Presiden (Penpres) No. 27/1965.
Ketentuan tersebut mencakup nilai perbandingan antara uang rupiah baru dengan uang rupiah
lama dan uang rupiah khusus untuk Irian Barat -Rp 1 (baru) = Rp 1.000 (lama) dan Rp 1 (baru) =
IB Rp 1-, serta pencabutan uang kertas Bank Negara Indonesia, uang kertas, dan uang logam
pemerintah yang telah beredar sebelum diberlakukannya Penpres tersebut.
Sejak saat itu sampai bulan Agustus 1966, uang rupiah baru dan uang rupiah lama
beredar bersama-sama. Untuk menghilangkan dualisme tersebut, semua instansi swasta
diwajibkan untuk menggunakan nilai uang rupiah baru dalam perhitungan harga barang dan jasa
serta keperluan administrasi keuangan. Meskipun uang rupiah baru bernilai 1.000 kali uang
rupiah lama, tidak berarti bahwa harga-harga menjadi seperseribu harga lamanya. Kebijakan ini
justru meningkatkan beban pemerintah, jumlah uang beredar, dan inflasi.

H.    Indikator Stabilisasi ekonomi


Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stabilisasi ekonomi yang dapat diukur
dengan :
1.   Kesempatan Kerja
Semakin besar gairah untuk berusaha maka akan mengakibatkan peningkatan produksi.
Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja. Berarti akan terjadinya
peningkatan kesempatan kerja dan kesehjateraan karyawan.
2.   Kestabilan Harga
Apabila kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercayaan di masyarakat.
Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama dengan harga di masa
depan.
3.   Neraca Pembayaran Internasional
Neraca pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu
negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang maka pemerintah sering melakukan
kebijakan-kebijakan moneter. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur
dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar.
BAB III
PENUTUP
A.          Kesimpulan
    

Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah yang menyangkut tentang pengaturan


jumlah uang yang beredar dan penawaran uang pada suatu negara. Terdapat dua jenis kebijakan
moneter, yaitu kebijakan moneter ekspansif (easy moneter policy) dan kebijakan moneter
konstraktif (tight moneter policy). Dalam penerapan kebijakan moneter, pemerintah memakai
beberapa instrumen antara lain politik diskonto, politik cash ratio, politik kredit selektif, politik
pasar terbuka, politik saneering, revaluasi, dan devaluasi.
Tujuan utama kebijakan moneter adalah menjaga kestabilan ekonomi suatu negara.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia bersama pemerintah membuat keputusan dengan
menggunakan instrumen kebijakan moneter dalam mengatasi masalah perekonomian yang ada di
Indonesia. Semua itu diupayakan agar tercapainya stabilisasi ekonomi, antara lain kesempatan
kerja, kestabilan harga, dan neraca pembayaran Internasional.

Anda mungkin juga menyukai