Abstrak
Kerjasama adalah gejala saling mendekati untuk mengurus kepentingan bersama dan tujuan
bersama. Untuk menanamkan sikap kerjasama pada anak usia dini maka perlu indikator
kerjasama, yaitu setiap anak mau bergabung dan berinteraksi bersama kelompoknya,
tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas, dan saling tolong-menolong dalam kelompok.
Permainan bentengan merupakan permainan yang dapat mengembangkan kemampuan
sosial-emosional anak. Dalam permainan bentengan anak dapat belajar bekerjasama dalam
satu tim, ditunjukkan dengan permainan dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri dari 4-8
orang, setiap kelompok berusaha untuk menjaga benteng dari serangan lawan. Dari
bekerjasama akan tumbuh rasa kebersamaan, anak akan terbiasa berkomunikasi dengan
kelompoknya, anak akan lebih aktif, dan memunculkan semangat dalam diri anak. Dengan
demikian permainan bentengan dapat menanamkan sikap kerjasama pada anak usia dini.
Kata Kunci: kerjasama, permainan bentengan, anak usia dini.
Abstract
Cooperation is a symptom of approaching each other to take care of common interests and
common goals. To instill an attitude of cooperation in early childhood, indicators of
cooperation are needed, namely that each child wants to join and interact with the group, is
responsible for completing assignments, and helps each other in the group. Fortress games
are games that can develop children's social-emotional abilities. In fortification games
children can learn to work together in a team, shown by the game being divided into two
groups consisting of 4-8 people, each group trying to guard the fort from the opponent's
attack. From working together a sense of togetherness will grow, children will get used to
communicating with their groups, children will be more active, and bring enthusiasm to
children. Thus the fort game can instill an attitude of cooperation in early childhood.
Keywords: cooperation, fortification games, early childhood.
Pendahuluan
Indonesia memiliki Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
Pada BAB I UU Sitem pendidikan Nasional tertulis: (1) Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi diri, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa, dan Negara. (2) Satuan
pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada
jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Pada butir
diatas salah satu jalur pendidikan yaitu pendidikan non formal. Pendidikan nonformal
menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 adalah, “Pendidikan nonformal
adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur
dan berjenjang.” Pendidikan nonformal mempunyai berbagai macam program, yaitu:
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan ketrampilan,
pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan lembaga nonformal yang
memberikan layanan pendidikan kepada anak usia dini yang bertujuan untuk membantu
mengembangkan berbagai potensi yang ada dalam diri anak baik fisik maupun psikis yang
meliputi agama, moral, sosial, emosional, kemandirian, kognitif, bahasa, fisik motorik dan
seni untuk persiapan ke tahap pendidikan yang lebih lanjut. Pada dasarnya karakterisitik
pembelajaran di PAUD adalah bermain. Di usia dini anak-anak senang sekali bermain. Baik
bermain di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Belajar dengan bermain akan lebih
memberikan pengalaman yang berarti pada anak usia dini, menurut Sukadiyanto permainan
adalah miniatur kehidupan, yang artinya dalam permainan muncul berbagai perilaku anak-
anak untuk dapat melakukan sosialisasi dengan secara langsung tanpa ada yang membatasi
(Aqobah, 2020).
Anak usia dini memiliki sikap yang berbeda setiap individunya. Maka dari itu melatih
sikap anak yang baik perlu diadakan sejak usia dini, tujuannya adalah untuk membentuk
generasi bangsa yang yang memiliki sikap yang baik. Anak merupakan generasi penerus
bangsa yang dapat mewujudkan cita-cita negara. Anak adalah manusia kecil yang memiliki
potensi-potensi yang harus dikembangkan sejak dini. Anak usia dini berada pada rentang usia
0-8 tahun dimana pada masa ini anak dengan cepat mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan dalam berbagai aspek. Sebagai bagian dari sumber daya manusia maka dari
itu anak harus dilatih dan diarahkan agar memiliki sikap yang baik (Aqobah, 2020).
Kerjasama adalah kegiatan yang dilakukan sekelompok orang secara bersama-sama
untuk mencapai tujuan. Faktor tujuan dalam kerjasama sangat penting karena akan
mengarahkan seluruh kegiatan dan menjadi tolok ukur keberhasilan kerjasama yang terikat
pada tujuan yang akan dicapai dengan melakukan kegiatan bersama-sama untuk mencapai
tujuan tersebut (Ramelan, 2021; Setiyanti, 2012). Menurut Charles H. Cooley dalam Soekanto
(2015) kerjasama timbul apabila orang mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan
pada saat bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri
untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut. Bentuk dan pola kerjasama dapat
dijumpai pada semua kelompok manusia. Kebiasaan dan sikap demikian dimulai sejak masa
kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga dan kelompok-kelompok kekerabatan. Atas dasar
itu, anak akan menggambarkan bermacam-macam pola kerjasama setelah dia dewasa (Devi
& Pusari, 2016).
Pentingnya kerjasama bagi anak usia dini adalah melatih kepekaan anak, melatih
kemampuan anak untuk berkomunikasi, melatih anak menjalin hubungan dan melatih anak
untuk dapat menghargai orang lain. Pada anak usia dini merupakan sosok individu yang
sedang berada dalam proses perkembangan, pada usia ini anak perlu didukung oleh keluarga
terutama orang tua dan lingkunganya, besar keinginan anak untuk melakukan aktifitas fisik,
hal ini memberikan kemungkinan untuk meningkatkan kualitas kemampuan fisik dan
geraknya menjadi lebih besar, kesiapan psikis anak untuk mulai melakukan seperti memanjat,
meloncat dan berlari. Pada umumnya dalam proses pendidikan anak pada usia ini lebih di
utamakan untuk belajar sambil bermain. Maka para pendidik memanfaatkan hal ini untuk
mendidik mereka sekaligus mengasah keterampilan dan kemampuanya (Amridha, 2020).
Bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi anak, pada saat bermain anak
bebas mengespresikan perasaanya seperti rasa gembira dan marah. Bermain merupakan cara
yang paling tepat untuk menanamkan sikap kerjasama anak usia dini. Salah satu permainan
yang dapat menanamkan sikap kerjasama yaitu permainan tradisional (Adi, 2020). Berbagai
macam Fungsi permainan tradisional diantaranya pengembangan fisik motorik anak
pembentukan karakter dan sebagai salah satu cara untuk menstimulus keterampilan sosial
pada anak usia dini, serta mengembangkan kecerdasan anak (Ali, 2017; Ali, 2020). Penelitian
menunjukkan bahwa permainan tradisional dapat mestimulasi anak dalam mengembangkan
kerjasama, membantu anak menyesuaikan diri, saling berinteraksi secara positif, dapat
mengkondisikan anak dalam mengontrol diri, mengembangkan sikap empati terhadap teman,
menaati aturan, serta menghargai orang lain, dapat dipahami bahwa permainan tradisional
dapat memberikan dampak yang sangat baik dalam membantu mengembangkan
keterampilan emosi dan sosial anak (Nur, 2013). Secara empiris, penelitian Yidiwinata dan
Handoyono (2014) menunjukkan bahwa anak-anak yang melakukan permainan tradisional
jauh lebih berkembang kemampuan, termasuk kemampuan kerja sama, sportifitas,
kemampuan membangun strategi serta ketangkasan (lari, loncat, keseimbangan) dan
karakternya. Permainan tradisioanl mampu berpengaruh dalam mengembangkan kecerdasan
intrapersonal anak (Saputra, 2017).
Vygotsky meyakini bahwa bermain mengarahkan perkembangan. Bermain
memberikan suatu konteks bagi anak untuk mempraktekan keterampilan-keterampilan yang
baru diperoleh dan juga untuk berfungsi pada puncak kemampuan mereka yang berkembang
untuk mengambil peran-peran sosial baru, mencoba tugas-tugas baru dan menantang, serta
memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Selain itu untuk mendukung perkembangan
kognitif, bermain memerankan fungsi-fungsi penting dalam perkembangan fisik, emosi, dan
sosial anak (Priyanto, 2014).
Permainan bentengan adalah permainan tradisional yang dimainkan oleh beberapa
orang untuk merebut dan mempertahankan benteng agar bisa memenangkan permainan
(Abidah, 2019). Manfaat yang didapat melalui permainan bentengan yaitu mengasah
kemampuan anak untuk mengambil suatu keputusan, melatih kemampuan kerjasama tim,
melatih kegotong royongan dan saling menolong, melatih kemampuan motorik anak, dan
sebagai hiburan yang menyehatkan (Prana, 2010).
Metodologi
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu studi literatur. Studi literatur
dilakukan dengan menemukan referensi guna sebagai landasan teori yang terkait dengan
pemecahan masalah (Sari, 2020). Referensi didapat dengan mencari buku-buku, jurnal,
website serta artikel resmi yang berhubungan dengan implementasi permainan bentengan
untuk penanaman sikap kerjasama pada anak usia dini. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan menggunakan metode tinjauan literatur (Naldo, 2018). Peneliti akan
meninjau implementasi permainan betengan untuk penanaman sikap kerjasama pada anak
usia dini.
Bermain adalah alami, menyenangkan, sukarela, spontanitas, dan tidak mengharapkan hasil.
Bermain adalah hal yang menyenangkan bagi anak tanpa adanya suatu paksaan, karena
bermain dari keputusan anak itu sendiri, selain itu dalam bermain juga menyenangkan bisa
menjadi kegiatan proses belajar bagi anak (Hayati, 2019).
Rogers & Sawyer’s mengemukakan bahwa hingga pada anak usia sekolah bermain
bagi anak memiliki arti yang sangat penting. Adapun nilai-nilai penting dalam bermain bagi
anak, yaitu sebagai berikut. 1) Meningkatkan kemampuan problem solving pada anak, 2)
Menstimulasi perkembangan bahasa dan kemampuan verbal, 3) Mengembangkan
keterampilan sosial, dan 4) Merupakan wadah pengekspresian emosi (Nur, 2013)
Saat bermain, mereka bisa berubah sikap dan memahami akan budaya antri, budaya
tolong menolong, dan bekerja sama dengan teman-temannya. Semuanya itu karena
dibiasakan berbudaya baik melalui bermain kelompok. Mereka berlatih untuk melakukan
sesuatu sesuai dengan aturan yang berlaku. Mereka mengembangkan perilakunya dengan
mengamati secara langsung dari perilaku teman-temannya. Melalui bermain anak diajak
untuk bereksplorasi, menemukan, dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengannya,
sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Permainan dapat dilakukan dengan atau tanpa
menggunakan alat permainan, alat permainan digunakan untuk menghasilkan sebuah
pengertian atau memberikan informasi, memberikan kesenangan serta membangun dan
mengembangkan imajinasi anak (Prantoro, 2015).
Permainan dan bermain memiliki banyak fungsi bagi anak, khususnya dalam
menstimulasi tumbuh-kembang, fungsi yang dimaksud antara lain: 1) Permainan sebagai
sarana menumbuhkan kemampuan sosialisasi pada anak. Bermain memungkinkan anak
untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya yang dapat mengajarkan anak untuk
mengenal dan menghargai orang lain. Bermain juga dapat mengajari anak mengurangi
egosentrisnya karena berusaha bersaing dengan jujur, sportif, tahu akan haknya dan peduli
dengan hak orang lain, sarana belajar berkomunikasi dan berorganisasi. 2) Permainan sebagai
sarana mengembangkan kemampuan dan potensi anak. Bermain dapat memungkinkan anak
untuk mengenali berbagai macam benda, mengenali sifatnya, serta peristiwa yang terjadi di
lingkungannya. Hal ini dapat menstimulasi kemampuan fantasi anak. 3) Permainan sebagai
sarana mengembangkan emosi anak. Ketika anak bermain dapat timbul rasa gembira, senang,
tegang, puas, ataupun kecewa anak dapat menghayati berbagai rasa yang dirasakannya ketika
bermain dan berorganisasi (Nur, 2013).
Dengan tahapan-tahapan tertentu dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang
kompleks, seperti yang dikemukakan Herbert Spencer dalam unlinear theories of evolution.
Salah satu perubahan yang mengalami pergerakan cukup terlihat yaitu perubahan pada
permainan tradisional, pada zaman dulu permainan tradisional ini dijadikan permainan
sehari-hari namun pada kenyataannya saat ini permainan tradisional tidak lagi sebagai
permainan sehari-hari. Anak-anak pada zaman sekarang lebih mengenal permainan modern.
Hal ini menjadikan kurangnya eksistensi permainan tradisional dikalangan anak-anak.
Padahal menurut Jean Piaget permainan membentuk konsep keterampilan dan membentuk
kognisi anak serta mengembangkan kognisi tersebut. Artinya permainan (permainan
tradisional) sebenarnya mempunyai elemen-elemen yang mampu menumbuhkan semangat
kreatifitas dan kecerdasan seorang anak (Yudiwinata & Handoyo, 2014).
Ada berbagai macam penanaman sikap anak yang harus distimulasi sejak usia dini,
salah satunya adalah penanaman sikap kerjasama. Kerjasama ini memberikan kesempatan
kepada anak-anak untuk tidak saja mengembangkan keterampilan sosial-emosional, tetapi
juga bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial mereka. Oleh karena itu kemampuan
bekerjasama sangatlah perlu diasah sejak usia dini. Kerjasama muncul saat anak sedang
bersosialisasi, dan waktu sosialisasi anak adalah saat anak sedang bermain (Devi & Pusari,
2016). Untuk menanamkan sikap kerjasama pada anak maka perlu ditentukan secara rinci
indikator kerjasama. Indikator kerjasama meliputi 1) setiap anak mau bergabung dan
berinteraksi bersama kelompoknya, 2) tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas, 3) saling
menolong dan membantu dalam kelompok (Khasanah, 2017). Kerjasama adalah gejala saling
mendekati untuk mengurus kepentingan bersama dan tujuan bersama. Bekerjasama dan
pertentangan merupakan dua sifat yang dapat dijumpai dalam seluruh proses sosial atau
masyarakat, diantara seseorang dengan orang lain, kelompok dengan kelompok, dan
kelompok dengan seseorang. Hubungan bekerjasama bermakna bagi diri atau kelompok
sosial sendiri, maupun bagi orang atau kelompok yang diajak bekerjasama. Makna timbal
balik ini harus diusahakan dan dicapai, sehingga harapan-harapan, motivasi, sikap dan lain-
lainnya yang ada pada diri atau kelompok dapat diketahui oleh orang atau kelompok lain
(Triyanti, et al., 2016). Kerjasama adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh anak
dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama prinsipnya
adalah bahwa anak dapat saling bertukar pikiran dan saling membantu dalam kegiatan
pembelajaran, artinya dalam suatu kegiatan masing-masing anak lebih ditekankan untuk
saling bekerjasama antar satu dengan yang lain (Devi & Pusari, 2016).
Bentengan adalah permainan tradisional yang dimainkan oleh beberapa orang untuk
merebut dan mempertahankan benteng agar bisa memenangkan permainan. Untuk
menanamkan sikap kerjasama pada anak dapat dilakukan dengan melakukan permainan
tradisional bentengan. Langkah-langkah dalam permainan bentengan menurut Mulyani
(2016) adalah sebagai berikut: 1) Permainan bentengan terdiri atas dua kelompok masing-
masing terdiri dari 4 sampai 6 pemain atau menyesuaikan jumlah anak yang ada. 2)
Permainan bentengan dilakukan dengan menjaga benteng yang berupa tonggak tiang kayu,
atau dapat menggunakan pohon hidup untuk dijadikan sebagai benteng; 3) Pemain yang
keluar dari batas wilayahnya dianggap menyerbu dahulu. Pemain ini jika dikejar oleh lawan
mainnya dan tersentuh tangannya atau badannya maka dianggap tertangkap kemudian
dijadikan tawanan; 4) Pemain yang jadi tawanan dapat bebas kembali bermain lagi dengan
cara diselamatkan oleh teman sekelompoknya, dengan cara menyentuh tangannya atau
bagian tubuhnnya; 5) Kelompok pemain mendapatkan nilai apabila dapat menyentuh
benteng lawan. Permainan berakhir berdasarkan kesepakatan para pemain.
Simpulan
Permainan bentengan merupakan salah satu permainan yang dapat mengembangkan
kemampuan sosial-emosional anak, karena permainan ini membutuhkan peraturan-
peraturan tertentu yang disepakati. Dalam permainan bentengan anak dapat belajar
bekerjasama dalam satu tim, ditunjukkan dengan permainan ini dibagi dengan dua kelompok
yang terdiri dari 4-8 orang, setiap kelompok berusaha untuk menjaga benteng dari serangan
lawan. Dari permainan bentengan dapat menumbuhkan rasa kebersamaan, anak akan
terbiasa berkomunikasi dengan kelompoknya, anak akan lebih aktif, dan memunculkan
semangat dalam diri anak, sehingga dapat menanamkan sikap kerjasama dalam kelompok
bermain anak tersebut. Nilai luhur yang terkandung dalam permainan bentengan diantaranya
kerjasama dalam kelompok, kejujuran kesabaran, perencanaan strategi yang matang, dan
komunikasi efektif. Selain nilai luhur yang terkandung dalam permainan tradisional
bentengan juga merupakan permainan tradisional yang memerlukan keterampilan,
ketangkasan, kecepatan berlari serta strategi yang jitu.
Daftar Pustaka
Abidah, A. F., Rukayah, R., & Dewi, N. K. (2019). Sikap Kerjasama melalui Permainan
Bentengan pada Anak Usia 5-6 Tahun. Kumara Cendekia, 7(2), 104-112.
https://doi.org/10.20961/kc.v7i2.36332
Adi, B. S., & Muthmainah, M. (2020). Implementasi permainan tradisional dalam
pembelajaran anak usia dini sebagai pembentuk karakter bangsa. Jurnal Pendidikan
Anak, 9(1), 33-39. https://doi.org/10.21831/jpa.v9i1.31375
Anggita, G. M. (2018). Eksistensi permainan tradisional sebagai warisan budaya
bangsa. JOSSAE (Journal of Sport Science and Education), 3(2), 55-59.
https://doi.org/10.26740/jossae.v3n2.p55-59
Ali, M., & Aqobah, Q. J. (2020). Improving The Balance Movement Of Lower-Grade Students
Through The Modification Of Engklek Traditional Games. JPsd (Jurnal Pendidikan
Sekolah Dasar), 6(1), 68-79. http://dx.doi.org/10.30870/jpsd.v6i1.7295
Ali, M., & Lumintuarso, R. (2017). Upaya peningkatan pembelajaran lompat jauh dengan
media POA pada siswa kelas IV SDI Al-Azhar Yogyakarta. JPsd (Jurnal Pendidikan
Sekolah Dasar), 3(1), 53-63. http://dx.doi.org/10.30870/jpsd.v3i1.1285
Amridha, A., & Rahyuddin, J. S. (2020). Meningkatkan Kerjasama Anak Usia 6-7 Tahun
Melalui Permainan Tradisional Bakiak. JURNAL SIPATOKKONG BPSDM
SULSEL, 1(1), 1-11
Aqobah, J. Q., Ali, M., Decheline, G., & Raharja, T. A. (2020). Penanaman Perilaku Kerjasama
Anak Usia Dini Melalui Permainan Tradisonal, 5(1), 134-142.
http://dx.doi.org/10.30870/e-plus.v5i2.9253
Devi, P. M., & Pusari, R. W. (2017). Upaya Meningkatkan Kemampuan Kerjasama Melalui
Permainan Pipa Bocor Pada Kelompok B Ra Darus Sa’adah Kudus Tahun Ajaran
2016/2017. PAUDIA: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan Anak Usia Dini, 6(1),
85-97. https://doi.org/10.26877/paudia.v6i1.1867
Efendi, D. I., & Ekayati, I. A. S. (2017). Pengaruh Permainan Tradisional Bentengan Terhadap
Kemampuan Fisik Motorik Anak Usia Dini. Prosiding SNasPPM, 1(1), 28-32
Hayati & Fatimah. (2019). Peningkatan kemampuan motorik kasar melalui permainan bakiak
di kelompok B TK raudhatul ilmi tijue kecamatan pidie kabupaten pidie. Jurnal Buah
Hati, 6(1), 53-61. https://doi.org/10.46244/buahhati.v6i1.932
Ishak, M. (2015). Latihan olahraga dalam permainan tradisional. Jurnal ilmu
keolahragaan, 14(2), 42-48. https://doi.org/10.24114/jik.v14i2.6113
Iswana, B., & Siswantoyo, S. (2013). Model latihan keterampilan gerak pencak silat anak usia
9-12 tahun. Jurnal Keolahragaan, 1(1), 26-36. https://doi.org/10.21831/jk.v1i1.2343
Khasanah, F. U. (2017). Peningkatan Kemampuan Kerjasama Melalui Team Games
Tournament di Taman Kanak-Kanak. Pendidikan Guru PAUD S-1, 6(4), 357-364
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, x(x),
xxxx | 7
Judul artikel
DOI: 10.31004/obsesi.v6i6.xxx