Anda di halaman 1dari 15

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Lanto Dg Pasewang.

Hasil penelitian ini diperoleh melalui penyebaran kuesioner yang

memuat pertanyaan-pertanyaan tentang umur, jenis kelamin dan

tekanan darah pasien Gout Astritis yang berobat jalan di RSUD Lanto

Dg Pasewang. Banyaknya sampel yang diambil adalah sebanyak 50

responden sesuai dengan penentuan besarnya sampel yang diambil.

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program

komputer SPSS. Berdasarkan hasil pengolahan data maka berikut ini

Analisis data dengan menggunakan analisis deskriptif yang

menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase.

1. Analisis Univariat

Analisis Univariat dalam penelitian ini akan menggambarkan

distribusi frekuensi dari data umur, jenis kelamin dan tekanan darah

pasien Gout Astritis yang berobat jalan di RSUD Lanto Dg Pasewang.


29

a. Karakteristik Menurut Umur

Tabel 4.1
Distribusi Menurut Umur Pasien dengan Penyakit Gout
di RSUD Lanto Dg Pasewang

Kelompok Umur n %
(Tahun)
30 – 34 3 6.0
35 – 39 3 6.0
40 – 44 5 10.0
45 – 49 9 18.0
50 – 54 12 24.0
55 – 59 7 14.0
≥ 60 11 22.0
Jumlah 50 100
Sumber : Data Primer, 2020

Berdasarkan tabel diatas dapat diinterpretasikan bahwa

penyakit Gout paling banyak dialami oleh penderita yang

mempunyai rentang usia 50-54 tahun sebanyak 12 orang (24,0 %)

dan paling sedikit dialami oleh penderita berusia 30-34 tahun yaitu

3 orang (6,0 %). .Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa

kelompok usia tua lebih banyak terkena penyakit Gout dari pada

kelompok usia muda


30

b. Karakteristik Menurut Jenis Kelamin

Tabel 4.2
Distribusi Menurut jenis kelamin pasien dengan penyakit Gout
di RSUD Lanto Dg Pasewang
Jenis Kelamin N %
Laki-Laki 41 82,0
Perempuan 9 18,0
Jumlah 50 100
Sumber : Data Primer, 2020

Berdasarkan tabel diatas dapat diinterpretasikan bahwa

penyakit Gout paling banyak dialami oleh penderita yang mempunyai

jenis kelamin laki-laki sebanyak 41 orang (82,0 %) dan paling sedikit

dialami oleh jenis kelamin perempuan yaitu 9 orang (18,0 %).

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jenis kelamin laki-

laki lebih banyak terkena penyakit Gout Astritis daripada jenis

kelamin perempuan.

c. Karakteristik Menurut Hipertensi

Tabel 4.3
Distribusi Menurut Hipertensi pada Pasien Gout Artritis
di RSUD Lanto Dg Pasewang

Kejadian Hipertensi n %
Hipertensi 34 68,0
Normotensi 16 32,0
Jumlah 50 100

Sumber : Data Primer, 2020


31

Berdasarkan tabel diatas dapat diinterpretasikan bahwa

penyakit Gout Astritis paling banyak dialami oleh penderita yang

mempunyai penyakit Hipertensi sebanyak 34 orang (68,0 %) dan

paling sedikit dialami oleh yang tidak ada penyakit hipertensi

(normotensi) yaitu 16 orang (32,0 %). .Berdasarkan tabel di atas

dapat diketahui bahwa seseorang dengan hipertensi lebih banyak

terkena penyakit Gout Astritis dari pada seseorang dengan tidak

hipertensi.

B. Pembahasan

1. Distribusi menurut umur

Distribusi menurut umur responden sesuai hasil kuesioner di

dapat informasi bahwa penyakit Gout Astritis paling banyak dialami

oleh penderita yang mempunyai rentang usia 50-54 tahun sebanyak

12 orang (24,0 %) dan paling sedikit dialami oleh penderita berusia

30-34 tahun yaitu 3 orang (6,0 %). .

Prevalensi gout meningkat bersamaan dengan meningkatnya

umur. Bertambahnya usia harapan hidup pada zaman industrialisasi

sekarang ini berperan pada meningkatnya prevalensi gout.

Internanya dialami laki-laki berusia lebih dari 30 tahun. Sedangkan

gout sekunder (10 persen kasus) dialami oleh Internanya wanita

setelah menopause. Penyebabnya karena gangguan hormon. Asam


32

urat juga dapat terjadi akibat adanya gangguan metabolisme, yakni

suatu proses perubahan kimia yang penting bagi proses

berlangsungnya kehidupan. Proses dimulai dari makanan berupa

karbohidrat, protein dan selulosa (serat) melalui suatu jalur proses

kimia yaitu Siklus Krebs yang akan menghasilkan tenaga (energi)

dan bahan-bahan kimia yang dibutuhkan tubuh. Bila terjadi

penyimpangan dalam proses ini, terutama terjadi pada orang berusia

40 tahun ke atas atau manula, maka asam urat akan menumpuk

(Vujee, 2013). Wallace dan kawan-kawan menemukan bahwa

individu berumur diatas 75 tahun memperlihatkan rasio gout pada

tahun 1990 adalah 21/1000 orang dan pada tahun 1999 menjadi

41/1000 orang. Pada individu berumur 65 – 74 tahun, tahun 1990

rasio 21/1000 orang, tahun 1992 rasio 24/1000 orang dan tahun

1997 rasio 31/1000 orang. Sebaliknya prevalensi gout pada orang

yang berumur kurang dari 65 tahun tetap rendah. Pada beberapa

penelitian di Taiwan didapatkan bahwa penyakit ini dapat timbul

pada usia 41 tahu pada mereka yang mempunyai riwayat keluarga

menderita gout (Kenneth, 2014). Di daerah Minahasa, dimana

banyak ditemukan kasus ini, Cecilia Padang banyak menemukan

kasus yang timbul lebih dini, yaitu pada usia 34 tahun (Selamiharja,

2015). Menurut Penelitian yang dilakukan Wisesa (2015) usia muda

30-40 tahun dapat juga terkena Gout disebabkan karena faktor


33

metabolisme tubuh yang kurang sempurna, gaya hidup yang kurang

sehat,faktor genetik dan faktor hormonal penyebab asam urat yang

paling utama adalah makanan.

2. Distribusi Menurut Jenis Kelamin

Distribusi menurut jenis pekerjan responden sesuai hasil

kuesioner di dapat informasi bahwa penyakit Gout Astritis paling

banyak dialami oleh penderita yang mempunyai jenis kelamin laki-

laki sebanyak 41 orang (82,0 %) dan paling sedikit dialami oleh jenis

kelamin perempuan yaitu 9 orang (18,0 %). .Berdasarkan tabel di

atas dapat diketahui bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak

terkena penyakit Gout dari pada jenis kelamin perempuan.

Menurut penelitian yang dilakukan Purwaningsih.T (2014)

bahwa jenis kelamin pria lebih banyak kena Penyakit Gout Astritis Ini

karena wanita mempunyai hormon estrogen yang ikut membantu

pembuangan asam urat lewat urine. Sementara pada pria, asam

uratnya cenderung lebih tinggi daripada wanita karena tidak memiliki

hormon estrogen tersebut.

Gout Astritis sering dianggap sebagai penyakit laki-laki.

Meskipun prevalensinya meningkat pada kedua jenis kelamin, pada

pasien berumur kurang dari 65 tahun laki-laki menderita 4 kali lipat

dibanding perempuan. Internanya yang terserang asam urat adalah


34

para pria, sedangkan pada perempuan persentasenya kecil dan baru

muncul setelah menopause.

Kadar asam urat kaum pria cenderung meningkat sejalan

dengan peningkatan usia. Pada wanita, peningkatan itu dimulai sejak

masa menopause. Hal ini disebabkan karena perempuan

mempunyai hormon estrogen yang ikut membantu pembuangan

asam urat lewat urine. Selama seorang perempuan mempunyai

hormon estrogen, maka pembuangan asam uratnya ikut terkontrol.

Ketika sudah tidak mempunyai estrogen, seperti saat menopause,

barulah perempuan terkena asam urat. Asam urat pada pria

cenderung lebih tinggi daripada perempuan karena tidak memiliki

hormon estrogen tersebut. Kalau peningkatan asam urat ini melewati

ambang batas yang bisa ditolerir, persoalan akan timbul pertama

pada ginjal, sendi, dan saluran kemih. Pada pasien berumur diatas

65 tahun perbandingan wanita dan pria adalah satu banding tiga

karena hilangnya efek uricosurik dari estrogen saat menopause

(Luke Champon 2015).

Menurut Kumar V.(2013) pada wanita selain faktor hormon

penyakit gout disebabkan karena intake makanan sumber dari

produk hewani biasanya mengandung purin sangat tinggi.Produk

makanan mengandung purin tinggi kurang baik bagi orang-orang

tertentu, yang punya bakat mengalami gangguan asam urat. Jika


35

mengonsumsi makanan ini tanpa perhitungan, jumlah purin dalam

tubuhnya dapat melewati ambang batas normal. Pada penyakit gout

primer, 99 persen penyebabnya belum diketahui (idiopatik). Diduga

berkaitan dengan kombinasi faktor genetic dan faktor hormonal yang

menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan

meningkatnya produksi asam urat atau bisa juga diakibatkan karena

berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh. Penyakit gout

sekunder disebabkan antara lain karena meningkatnya produksi

asam urat karena nutrisi, yaitu mengonsumsi makanan dengan

kadar purin yang tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa

organik yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan

termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein.

Produksi asam urat meningkat juga bisa karena penyakit darah

(penyakit sumsum tulang, polisitemia), obat-obatan (alkohol, obat-

obat kanker, vitamin B12). Penyebab lainnya adalah obesitas

(kegemukan), penyakit kulit (psoriasis), kadar trigliserida yang tinggi.

Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dengan baik biasanya

terdapat kadar benda-benda keton (hasil buangan metabolisme

lemak) yang meninggi. Benda-benda keton yang meninggi akan

menyebabkan asam urat juga ikut meninggi.


36

3. Distribusi Menurut Hipertensi

Distribusi menurut hipertensi responden sesuai hasil

kuesioner di dapat informasi bahwa penyakit Gout paling banyak

dialami oleh penderita yang mempunyai penyakit Hipertensi

sebanyak 34 orang (68,0 %) dan paling sedikit dialami oleh yang

tidak ada penyakit hipertensi (normotensi) yaitu 16 orang (32,0

%). .Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa seseorang

dengan hipertensi lebih banyak terkena penyakit Gout dari pada

seseorang dengan tidak hipertensi.

Menurut Burerah Hakim (2014) bahwa Hipertensi ditemukan

pada 25-50% penderita gout dan sekitar 2%-14% penderita

hipertensi menderita gout.Hubungan antara hiperurisemia dan

hipertensi sudah dimengerti karena kadar urat serum berhubungan

dengan hipertensi. Sebanyak 50 % kasus hipertensi yang tidak

diterapi akan mengalami hiperurisemia. Bahkan pada anak-anak

hiperurisemia mempunyai korelasi dengan hipertensi. Pada studi

Normative Aging, gout ditemukan lebih banyak pada individu yang

hipertensi, dengan keterkaitan kuat dengan penggunaan diuretik

thiazide. Sanchez-Lozada dkk meneliti arteriole pada mode tikus

yang menderita gout, dan menyimpulkan bahwa kada urat tinggi

menginduksi efek vaskuler yang dapat dicegah dengan penggunaan

allopurinol. Hiperurisemia pada anak-anak terbukti berhubungan


37

dengan hipertensi yang menetap hingga dewasa. Sesuai dengan

salah satau teori yang menyatakan hilangnya uricase (yang

menurunkan asam urat) selama evolusi orang Afrika mengakibatkan

naiknya tekanan darah(Luke Champon 2013).

Hipertensi pada wanita mempunyai RR 2,26, dan yang

menggunakan diuretik RR gout adalah 2,63. Elizabeth W Karlson

dari Brigham and Women’s Hospital mengatakan bahwa hal yang

paling bermakna dalam penelitian ini adalah BMI. Hal ini

menunjukkan perlunya wanita menurunkan berat badan dan

mengurangi risiko gout. Pada wanita dengan hipertensi perlu

dicegah timbulnya gout dengan penggunaan obat lain selain diuretik

(Mansjoer, 2013).

Sekitar 86% gangguan ginjal ditemukan pada penderita artritis

gout di Minahasa. Namun, belum jelas apakah gangguan ginjal

menyebabkan kadar asam urat meninggi atau sebaliknya. Perlu pula

diteliti apakah tekanan darah tinggi yang sulit turun juga ada

hubungannya dengan faktor gangguan ginjal. (Caesilia, dkk, 2015)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya tekanan

darah hingga ≥ 140/90 mm Hg merupakan faktor risiko

hiperurisemia, dengan nilai p = 0,01, OR = 5,2 dan 95 % , CI 2,4 –

5,2, yang berarti bahwa responden yang mengalami peningkatan

tekanan darah hingga ≥ 140/90 mmHg akan berisiko menderita


38

hiperurisemia sebesar 5,2 kali lipat di bandingkan responden yang

tidak menderita peningkatan tekanan darah. Hasil penelitian ini

selaras dengan pendapat Yao Hua (2016) yang menyatakan bahwa

orang yang menderia hipertensi akan berisiko terserang

hiperurisemia sebesar 2,2 kali lipat di bandingkan orang yang tidak

menderita hipertensi.25 Pendapat ini di dukung oleh Yatim Faisal

(2016) dalam Penyakit tulang dan persendian yang menyatakan

bahwa hiperurisemia terjadi pada 22 – 38 % penderita hipertensi

yang tidak berobat secara teratur. Menurut (Yatim F.2016). Karena

pada penderita hipertensi akan mengalami penurunan aliran

glomerulus dan penurunan tekanan arteriol aferen glomerulus yang

dapat menyebabkan ekskresi. renin, dimana ekskresi renin memicu

reabsorbsi natrium dan resistensi perifer meningkat dan penurunan

aliran darah pada ginjal. Hal ini akan menyebabkan ginjal dalam

kondisi steady state (penyetelan ulang natriuresis tekanan) sehingga

dengan kondisi meningkatnya tekanan darah ekskresi urat melalui

ginjal menurun. Hal ini yang menyebabkan penderita tekanan darah

tinggi memiliki risiko menderita hiperurisemia. Kalau kita cermati

pada responden yang mengalami peningkatan kadar creatinin dan

peningkatan tekanan darah pada kelompok kasus jumlahnya lebih

besar dibandingkan pada kelompok kontrol sehingga kedua variabel


39

ini bermakna terhadap hiperurisemia. Hubungan antara

hiperurisemia dengan hipertensi semakin diperkuat

Korelasi Hipertensi dengan penyaki gout didasarkan pada teori

yang menjelaskan bahwa peningkatan tekanan darah seperti yang

terjadi pada hipertensi akan menurunkan aliran darah ke ginjal.

Aliran darah ginjal yang rendah akan menstimulasi reabsorpsi asam

urat. Di sisi lain, tekanan darah yang makin tinggi memperbesar

risiko penyakit mikrovaskuler yang dapat memicu iskemia jaringan.

Selanjutnya iskemia menyebabkan pelepasan laktat dan

peningkatan produksi asam urat. Laktat sendiri bersifat menghambat

sekresi asam urat oleh tubulus distal dengan mengeblok organic

anion transporter. Penurunan sekresi asam urat juga disebabkan

oleh berkurangnya jumlah asam urat yang dihantarkan pada tubulus

sekretori ginjal. Peningkatan produksi asam urat terjadi karena

iskemi menyebabkan pemecahan ATP menjadi adenosin dan

xathine yang merupakan produk awal pembentukan asam urat.

Akibatnya kadar asam urat serum semakin meningkat (Vedercchia et

al., 2000; Johnson et al., 2013).

Studi eksperimental dengan hewan coba tikus yang dilakukan

oleh Heinig dan Johnson pada tahun 2006 menunjukkan adanya

peningkatan tekanan darah tikus, 3 – 5 minggu setelah kadar asam

urat mereka ditingkatkan melalui pemberian oxonic acid. Oxonic acid


40

merupakan suatu inhibitor uricase yang bertugas menghambat kerja

enzim uricase. Sedangkan cara kerja enzim uricase adalah

mengubah asam urat menjadi allantoin yang lebih larut dan dapat

diekskresi lewat urine. Mekanisme yang mendasari terjadinya

hipertensi pada percobaan tersebut adalah hiperurisemia

menyebabkan vasokontriksi renal akibat penurunan kadar

endothelial nitric oxide (NO), meningkatkan produksi renin pada

macula densa ginjal, dan mengaktifkan sistem RAA (Renin –

Angiotensin – Aldosteron).

Berdasarkan data epidemiologi terbaru, selain faktor-faktor di

atas, hiperurisemia juga disebut sebagai faktor risiko yang penting

bagi hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya (Niskanen et al.,

2014; Heinig and Johnson, 2016; Feig et al., 2013). Namun, peranan

asam urat sebagai faktor risiko kausal penyakit kardiovaskuler masih

kontroversial.
41

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran pasien

penyakit Gout Astritis yang berobat jalan di RSUD Lanto Dg Pasewang

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Gambaran umur pada pasien penyakit Gout Astritis yang berobat

jalan di RSUD Lanto Dg Pasewang adalah kelompok usia tua

lebih banyak terkena penyakit Gout Astritis dari pada kelompok

usia muda

2. Gambaran jenis kelamin pada pasien penyakit Gout Astritis yang

berobat jalan di RSUD Lanto Dg Pasewang adalah jenis kelamin

laki-laki lebih banyak terkena penyakit Gout Astritis dari pada

jenis kelamin perempuan

3. Gambaran hipertesi pada pasien penyakit Gout Astritis yang

berobat jalan di RSUD Lanto Dg Pasewang adalah seseorang

dengan hipertensi lebih banyak terkena penyakit Gout dari pada

seseorang dengan tidak hipertensi.


42

B. Saran

1. Bagi penderita arthritis gout, supaya melakukan modifikasi gaya

hidup dengan mengatur pola makan yaitu menghindari makanan

yang mengandung purin tinggi seperti daging atau jeroan,

menurunkan berat badan (bagi yang obesitas), mengurangi

konsumsi alkohol, serta mengendalikan hipertensi dengan terapi

yang disertai pengukuran kadar asam urat darah secara berkala.

2. Perlunya pendidikan tentang pencegahan serta perawatan arthritis

gout disebarluaskan sampai ke pelosok pedesaan, tenaga paramedis

puskesmas dapat ikut memberikan penjelasan tentang penyakit ini

serta tindak lanjutnya, baik dari pola makan maupun perawatannya.

3. Perlu dilakukan penelitian yang dapat menjelaskan beberapa faktor

risiko gout yang ditemukan di beberapa daerah lain seperti konsumsi

sofdrink, konsumsi seafood, serta faktor risiko lainnya.

Anda mungkin juga menyukai