Anda di halaman 1dari 13

Kearifan Lokal adalah – Setiap negara di dunia itu memiliki keunikannya tersendiri, termasuk

juga negara Indonesia. Negara kita begitu unik, saking uniknya kalau ada nominasi untuk
negara yang paling unik, maka Indonesia pasti masuk sebagai salah satu nominasinya,
bahkan, mungkin keluar sebagai juaranya.

Keunikan Indonesia sendiri berasal dari adat istiadat, tradisi, dan kearifan lokal yang ada di
Indonesia. Bukan hanya satu, setiap daerah bahkan memiliki kearifan lokalnya masing-
masing.

Sayangnya, seiring berjalannya waktu, sama seperti kebanyakan adat, tradisi, dan budaya,
kearifan lokal yang ada di berbagai daerah semakin banyak yang tergerus zaman. Alih-alih
mempertahankan kearifan lokal yang sudah turun-temurun dari nenek moyang, banyak anak
muda yang menggantinya dengan pandangan-pandangan dari luar yang justru belum tentu
ada benarnya atau bahkan hanya akan merusak kearifan lokal yang sudah ada.

Membahas soal kearifan lokal, kamu mungkin sudah sering mendengar istilah yang satu ini.
Entah itu di buku, televisi, atau media elektronik lainnya. Namun, meski sering mendengar
istilah satu ini, pada akhirnya, banyak dari kita yang gagal memahami bahkan bingung
sendiri dengan makna kearifan lokal itu sendiri.

Apa mungkin kamu juga salah satunya? Jika iya, berikut penjelasan mengenai kearifan lokal
yang perlu Grameds pahami!

lanskap hutan kota berbasis kearifan lokal

Fungsi dari Kearifan Lokal bagi Masyarakat


1. Konservasi Pelestarian Sumber Daya Alam yang Ada
2. Menjadi Petuah, Kepercayaan, dan Pantangan
3. Menjadi Ciri Utama Sebuah Masyarakat
Jenis-Jenis Kearifan Lokal
1. Kearifan Lokal Berwujud Nyata atau Tangible
2. Kearifan Lokal yang Tidak Berwujud atau Intangible
Pengertian Kearifan Lokal
Buat kamu yang bingung dengan makna kearifan lokal atau pengertian dari kearifan lokal,
pada dasarnya, suatu hal yang sudah ada di suatu wilayah sejak lama dan dilanjutkan dari
generasi ke generasi.

Kearifan lokal adalah pandangan hidup suatu masyarakat di wilayah tertentu mengenai
lingkungan alam tempat mereka tinggal. Pandangan hidup ini biasanya adalah pandangan
hidup yang sudah berurat akar menjadi kepercayaan orang-orang di wilayah tersebut selama
puluhan bahkan ratusan tahun.

Untuk mempertahankan kearifan lokal tersebut, para orang tua dari generasi sebelumnya, dan
lebih tua akan mewariskannya kepada anak-anak mereka dan begitu seterusnya. Mengingat
kearifan lokal adalah pemikiran yang sudah lama dan berusia puluhan tahun, maka kearifan
lokal yang ada pada suatu daerah jadi begitu melekat dan sulit untuk dipisahkan dari
masyarakat yang hidup di wilayah tersebut.

Mirisnya, meski banyak orang tua tetap berusaha mewariskan kearifan lokal dan pandangan
hidup yang mereka dapatkan dari nenek moyang, tetapi banyak anak muda justru
menganggap kearifan lokal dan pandangan hidup tradisional yang sudah turun-temurun dari
nenek moyang adalah pandangan dan pemikiran kuno yang sudah tidak lagi relevan dengan
zaman modern saat ini.

Padahal, kalau dipikir-pikir lagi, segala sesuatu yang termasuk pandangan hidup yang masih
tradisional tidak selamanya buruk dan tidak selamanya juga merupakan pandangan yang
salah. Bahkan, bisa berlaku sebaliknya, karena kearifan lokal yang dipertahankanlah yang
membuat suatu masyarakat jadi begitu unik dan berbeda dari masyarakat yang tinggal di
wilayah lain.

Dengan kearifan lokal, maka tatanan sosial dan alam sekitar agar tetap lestari dan terjaga.
Selain itu, kearifan lokal juga merupakan bentuk kekayaan budaya yang harus digenggam
teguh, terutama oleh generasi muda untuk melawan arus globalisasi. Dengan begitu
karakteristik dari masyarakat daerah setempat tidak akan pernah luntur.

Apalagi, kearifan lokal berasal dari nenek moyang kita, yang jelas lebih mengerti segala
sesuatunya terutama yang berkaitan dengan wilayah tersebut. Selain itu, ada kebijaksanaan
dan juga hal baik dalam kearifan lokal tersebut, tetapi terkadang sulit dimengerti oleh anak
muda dari generasi sekarang.
Sebaliknya, pandangan yang terlalu modern memiliki potensi yang lebih merusak terutama
merusak kearifan lokal yang sudah ada. Bahkan, tak menutup kemungkinan akan merusak
kebudayaan yang sudah ada, juga merusak alam sekitar.

Ciri-Ciri Kearifan Lokal


Setelah membahas soal pengertian mengenai kearifan lokal dan mengetahui bahwa kearifan
lokal adalah pandangan hidup suatu masyarakat di wilayah tertentu mengenai lingkungan
alam tempat mereka tinggal, sekarang kita akan membahas tentang ciri-ciri dari kearifan
lokal. Berikut penjelasan lengkapnya!

1. Bertahan dari Gempuran Budaya Asing


Setiap negara, daerah, atau wilayah memiliki adat budayanya masing-masing. Berbeda
dengan negara kita yang masih mempertahankan budaya dan adat istiadat, kebanyakan orang-
orang dari negara asing di luar sana sudah melupakan adat dan istiadat nenek moyang
mereka.

Mereka lebih suka dengan kehidupan bebas yang dianggap modern tanpa terikat dengan
petuah-petuah apalagi adat lama yang dianggap ketinggalan zaman.

Tidak hanya itu, seiring berjalannya waktu, budaya asing juga mulai merambah ke berbagai
wilayah di Indonesia. Sebaliknya, Indonesia memiliki banyak kearifan lokal yang juga
mengandung nilai-nilai budaya yang sangat kuat. Mengingat usia dari nilai-nilai budaya ini
sudah mencapai puluhan atau ratusan tahun, nilai-nilai budaya pada kearifan lokal ini sangat
dipercaya oleh masyarakat setempat.

Kepercayaan yang kuat inilah yang membuat budaya asing tidak bisa dengan mudah masuk
dan mempengaruhi masyarakat. Dengan begitu, karakteristik masyarakat dari suatu daerah
akan tetap terjaga dengan baik.
2. Memiliki Kemampuan Mengakomodasi Budaya yang Berasal dari Luar
Menghindari budaya asing yang masuk ke Indonesia bukan hal yang mudah untuk dilakukan.
Apalagi, di era globalisasi seperti sekarang, dimana segalanya bisa terhubung dengan mudah
dan cepat. Budaya atau tren dari luar biasanya menyebar cepat melalui YouTube, televisi, dan
media sosial.

Karena keberadaan teknologi inilah yang membuat budaya asing bisa dengan mudah
memasuki Indonesia. Namun, disisi lain, berbeda dengan budaya luar, kearifan lokal
memiliki fleksibilitas yang cukup tinggi, sehingga bisa diakomodir dengan mudah tanpa
harus merusak kepercayaan kearifan lokal yang sudah ada sebelumnya.

Alhasil kalaupun ada budaya asing yang masuk, budaya asing ini hanya akan jadi tren sesaat
dan bukannya menggantikan budaya warisan nenek moyang yang sudah ada. Apalagi sampai
merusak kepercayaan yang sudah berusia puluhan hingga ratusan tahun.

3. Mampu Mengintegrasikan Budaya Asing ke Dalam Budaya Asli di Indonesia


Ciri kearifan lokal lainnya adalah kearifan lokal memiliki kemampuan bukan hanya untuk
mengakomodasi, tetapi juga mengintegrasikan budaya asing yang masuk dan memadukannya
dengan budaya yang sudah ada dengan baik.

Namun, kemudian dicampur dengan beberapa hal bernuansa modern dan asing seperti musim
EDM. Hasilnya? Video itu terlihat sangat indah dan disukai banyak orang, baik itu orang
asing maupun lokal.

Contoh lainnya adalah pembangunan sebuah gedung di Indonesia. Tidak jarang arsiteknya
memadukan budaya lokal dengan mencontek desain bangunan tradisional di Indonesia,
kemudian memadukannya dengan arsitektur modern.

Masjid Raya Sumatera Barat yang ada di jantung kota Padang misalnya, bangunannya meniru
arsitektur khas Minangkabau, sedangkan atap masjid justru dibuat seperti rumah Gadang
yang menjadi rumah tradisional dari Provinsi Sumatera Barat. Meskipun begitu, tetap terlihat
lebih modern.

4. Mampu Mengendalikan Budaya Asing yang Masuk


Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, budaya asing bukanlah sesuatu yang bisa ditolak
dengan mudah. Namun disisi lain, kearifan lokal yang menjadi adat dan budaya asli juga
mengakar begitu kuat, sehingga akan sulit untuk menghilangkannya dari masyarakat.

Alih-alih hilang dan digantikan oleh budaya asing, kepercayaan terhadap kearifan lokal yang
lebih kuat, sehingga membuat kita justru mampu mengendalikan budaya asing yang masuk.

Bukan hanya itu, kita juga bisa dengan mudah menyaring budaya asing yang masuk. Dengan
kata lain, kita menentukan mana budaya asing yang bisa diterima di Indonesia, dan mana
budaya asing yang memiliki nilai buruk.

5. Memberi Arah pada Perkembangan Budaya di Masyarakat


Kearifan lokal yang sudah dipercaya oleh masyarakat sejak lama mau tidak mau juga akan
mempengaruhi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana tidak, kearifan lokal
yang sudah berusia puluhan tahun pada akhirnya akan menjadi kepercayaan atau pedoman
yang dianut oleh masyarakat setempat.

Alhasil ketika terjadi sesuatu pun, masyarakat akan menjadikan kearifan lokal sebagai
patokan sebelum mengambil sikap atau tindakan tertentu. Kebiasaan ini juga membuat
masyarakat di wilayah tertentu dapat mengembangkan budaya yang sudah ada menjadi lebih
terarah dari sebelumnya. Dengan kata lain, kearifan lokal memiliki ciri berupa dapat
memberikan arah bagi masyarakat setempat.

pengetahuan kearifan lokal pangan dan kesehatan

Fungsi dari Kearifan Lokal bagi Masyarakat


Kearifan lokal yang ada mungkin memiliki sifat yang sangat tradisional, tetapi keberadaan
kearifan lokal sangatlah penting bagi masyarakat setempat.

Hal ini dikarenakan, kearifan lokal bukan hanya bisa dijadikan pedoman dalam bertindak
maupun bersikap, tetapi juga memiliki fungsi tertentu. Berikut fungsi dari kearifan lokal bagi
masyarakat!

1. Konservasi Pelestarian Sumber Daya Alam yang Ada


Kearifan lokal memiliki cakupan yang cukup luas. Bukan hanya adat istiadat, kearifan lokal
juga merupakan pandangan hidup masyarakat mengenai sumber daya alam yang ada di
wilayah mereka. Kearifan lokal yang ada membuat masyarakat lebih sadar mengenai
pentingnya sumber daya alam yang ada disekitar mereka.

Alih-alih merusak, kearifan lokal justru membantu untuk mendorong masyarakat di wilayah
tertentu untuk melakukan konservasi agar alam tempat mereka tinggal tetap terjaga dan tidak
mengalami kerusakan.

Misalnya, nelayan Aceh yang memiliki hari-hari yang pantang dipakai untuk melaut, seperti
hari Jumat atau hari raya Idul Fitri. Selain dua hari tersebut, ada beberapa hari lainnya yang
juga ditetapkan sebagai hari terlarang untuk melaut.

Hal ini dilakukan agar ikan memiliki kesempatan untuk berkembang biak dengan maksimal.
Selain itu, masyarakat yang bekerja sebagai nelayan juga dilarang untuk menangkap ikan
dengan pukat harimau atau bom yang dapat merusak terumbu karang dan mengganggu
ekosistem di lautan.

2. Menjadi Petuah, Kepercayaan, dan Pantangan


Orang-orang tua kita di masa lalu, tentu ingin yang terbaik untuk kehidupan anak cucunya
kelak. Sayangnya, mereka tidak bisa hidup selamanya untuk menjaga agar anak cucunya
tetap menjalani kehidupan yang baik.

Sebagai gantinya, nenek moyang kita mewariskan berbagai kearifan lokal. Dengan kearifan
lokal yang melekat pada masyarakat, maka bukan hanya merupakan pandangan hidup yang
bisa menjadi lebih baik. Lebih dari itu, kearifan lokal juga mencakup nasihat atau petuah,
pantangan yang tidak boleh dilanggar, juga kepercayaan yang dipelihara dengan baik.

Petuah dan nasihat lama ini diwariskan tentu saja untuk menjaga agar kehidupan setiap
generasi di wilayah tertentu dapat berjalan baik.

3. Menjadi Ciri Utama Sebuah Masyarakat


Kearifan lokal yang ada juga mencakup adat dan istiadat. Meski seringkali dianggap kuno,
tetapi adat dan istiadat inilah yang justru membuat sebuah daerah jadi unik dan berbeda dari
daerah lainnya di Indonesia.
Dengan adanya kearifan lokal, maka masyarakat akan menganggap seperangkat tradisi
sebagai hal yang sudah seharusnya dilakukan, karena mereka sudah terbiasa dengan adat
istiadat dan budaya tersebut. Selain itu, masyarakat setempat juga sudah menganggap bahwa
kearifan lokal merupakan hal yang memang harus dilakukan di wilayah tersebut.

Namun, beda ceritanya dengan para turis, dan pelancong yang berkunjung ke suatu wilayah
identik dengan kearifan lokalnya. Kearifan lokal yang tercermin dalam adat istiadat dan
budaya ini jelas tidak bisa ditemukan di wilayah lain, karena itulah yang membuat turis
merasa terkesan dengan wilayah tersebut.

Lihat saja Bali, bukan hanya punya alam yang cantik, Bali juga memelihara adat dan budaya
yang diwariskan oleh para nenek moyang kepada mereka. Alhasil, warisan budaya inilah
yang membuat Bali terasa berbeda, terasa lebih istimewa, terasa lebih berkesan dibandingkan
dengan tempat-tempat lain yang ada di dunia.

Jenis-Jenis Kearifan Lokal


Kearifan lokal bukan hanya memiliki ciri dan fungsi saja, tetapi kearifan lokal juga terdiri
dari dua jenis, yaitu kearifan lokal yang berwujud nyata atau dikenal dengan istilah tangible,
dan juga kearifan lokal tidak berwujud atau yang biasa disebut intangible. Apa maksudnya?
Yuk simak penjelasan lengkapnya di bawah ini!

1. Kearifan Lokal Berwujud Nyata atau Tangible


Sesuai dengan namanya, kearifan lokal berwujud nyata adalah kearifan lokal yang bisa kita
lihat dan sentuh wujudnya. Kearifan lokal dalam bentuk nyata atau tangible ini bisa dilihat
dalam berbagai bentuk, baik itu dalam bentuk tekstual seperti tata cara, aturan, atau sistem
nilai.

Bentuk selanjutnya adalah arsitektural seperti berbagai jenis rumah adat yang ada di setiap
daerah di Indonesia. Misalnya rumah Gadang di Sumatera Barat, rumah Joglo dari Jawa
Tengah, atau rumah Panggung dari Jambi.
Bentuk kearifan lokal berwujud nyata lainnya adalah cagar budaya seperti patung, berbagai
alat seni tradisional, senjata tradisional yang diwariskan turun temurun dari generasi ke
generasi lainnya, hingga tekstil tradisional seperti kain batik dari Pulau Jawa, dan kain tenun
dari Pulau Sumba.

2. Kearifan Lokal yang Tidak Berwujud atau Intangible


Kebalikan dari kearifan lokal berwujud yang nyata dan bisa dilihat serta dirasakan, kearifan
lokal tidak berwujud atau intangible ini tidak bisa dilihat wujudnya secara nyata. Namun,
walaupun tidak terlihat, kearifan lokal jenis ini bisa didengar karena disampaikan secara
verbal dari orang tua ke anak, dan generasi selanjutnya.

Bentuk kearifan lokal tidak berwujud antara lain adalah nasihat, nyanyian, pantun, atau cerita
yang mengandung pelajaran hidup bagi generasi selanjutnya yang bertujuan agar para
generasi muda di wilayah tersebut tidak melakukan tindakan buruk yang dapat merugikan diri
sendiri, masyarakat, serta alam sekitar yang menjadi rumah serta sumber penghidupan
mereka.

Contohnya adalah kepercayaan asal Papua yang dikenal dengan nama Te Aro Neweak Lako.
Kepercayaan ini merupakan bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud atau intangible,
dimana masyarakat mempercayai bahwa alam merupakan bagian dari diri mereka.

Karena alam adalah bagian dari diri sendiri, maka alam harus dijaga dengan hati-hati.
Termasuk tidak menebang pohon seenaknya yang dapat membuat hutan gundul dan
menyebabkan terjadinya berbagai bencana yang merugikan.

Alam tentu saja boleh dimanfaatkan, tetapi tidak boleh dieksploitasi secara berlebihan.
Dengan kepercayaan ini, tidak heran jika alam di Bumi Papua masih sangat terjaga.

Kesimpulan
Kearifan lokal memang mungkin saja kadang terdengar begitu kuno. Namun tanpa sadar,
kearifan lokal dalam bentuk tidak nyata seperti petuah, pantun, maupun cerita lah yang
selama ini menjaga kita untuk tetap berada dalam jalan yang benar. Sedangkan kearifan lokal
berbentuk nyata seperti batik, kerajinan tangan, arsitektur membuat kita jadi begitu berbeda
dari wilayah lainnya.
Aneka bentuk kearifan lokal ini tanpa sadar bukan hanya menjadi kepercayaan yang harus
dipegang teguh, tetapi juga menjadi identitas sebuah wilayah. Tanpa identitas ini, sebuah
wilayah tidak dapat dikenali, dan diingat oleh orang luar.
Ketapel (umban) sering disebutkan dalam Perjanjian Lama. Kita mengenal benda ini terutama
dalam kisah Daud dan Goliat (1 Sam. 17:40; 49). Barang ini merupakan salah satu senjata
yang sangat mematikan di dunia kuno. Suku Benyamin memiliki 700 orang kidal yang mahir
mengumban dengan tidak meleset sehelai rambut pun (Hak. 20:16; 1 Taw.12:2). Bahkan
orang-orang Israel menggunakan batu dan umban untuk berperang (2 Raj. 3:25).

Dalam penggalian di situs hirbet el-Maqatir, sekitar 16 km sebelah utara Yerusalem, batu-
batu umban diketemukan hampir di semua tempat. Dr. Bryan Wood, kepala tim penggalian,
melaporkan, “Pada penggalian ketiga, kami menemukan hampir tiga lusin batu umban.
Betuknya kasar, berdiameter2 inci lebih besar daripada bola tenis, dan beratnya sekitar
sembilan ons.” Batu-batu itu dibentuk dengan alat. Bentuk dan ukurannya menunjukkan
periode tertentu dalam sejarah Palestina. Batu umban berukuran besar digunakan hingga
masa Yunani (akhir 4 BC). Pasukan Romawi dan Yunani menggunakan batu umban seukuran
bola golf.

Ketapel zaman dahulu dibuat dari kulit atau juga dari anyaman wol, dengan sebuah kantung
di tengahnya untuk meletakkan batu. Semakin panjang tali katapelnya semakin jauh pula
lemparannya. Ketapel jarak jauh panjangnya sekitar 3 kaki.

Pasukan ringan (peltast) terdiri dari para pemanah, ketapel tangan, dan pelempar tombak.
Mereka bertugas membuka serangan dengan menghujani musuh. Ketapel untuk jarak jauh,
panah untuk jarak menengah, sedangkan tombak untuk jarak yang sudah agak dekat. Mereka
juga bertugas melindungi pasukan berpedang (hoplite) saat melarikan diri.

Menurut sebuah dokumen perang, pasukan panah dilatih untuk membidik target sejauh 175
meter sedangkan pasukan ketapel 375 meter. Pasukan ketapel bahkan mampu membidik
muka musuh secara akurat dengan kecepatan lemparan mencapai 90 km/jam. Seorang penulis
Romawi mengatakan bahwa prajurit yang mengenakan baju pelindung berlapis kulit lebih
takut pada serangan umban daripada anak panah. Sebuah dokumen kesehatan Roma yang
ditulis oleh Celcus menunjukkan cara-cara pengambilan batu ketapel dari dalam tubuh
seseorang. Ini berarti bahwa batu ketapel mampu menembus tubuh seseorang, walau dengan
pelindung tubuh dari kulit.
Katapel di Indonesia sering disebut dengan pelinteng atau blandring. Katapel banyak
digunakan untuk berburu hewan kecil seperti burung kecil atau capung, atau sekadar untuk
bermain perang-perangan dengan teman sebaya di waktu masih anak-anak. Katapel di
Indonesia terdiri dari bahan kayu dan karet, karet yang digunakan biasanya berasal dari ban
kendaraan bekas. Sedangkan peluru yang digunakan biasanya batu kecil atau karet gelang
yang dibentuk bulat-bulat sehingga tidak melukai orang lain.

Permainan Tradisonal Ketapel


5 juli 2018 oleh irfan malik abdurrohman

A. Sejarah
Ketapel atau pada zaman dahulu sering disebut dengan ‘umban’ dalam Perjanjian Lama.
Benda ini terdapat dalam kisah Daud dan Goliat (1 Sam. 17:40; 49). Barang ini merupakan
salah satu senjata yang sangat mematikan di dunia kuno. Suku Benyamin memiliki 700 orang
kidal yang mahir mengumban dengan tidak meleset sehelai rambut pun (Hak. 20:16; 1
Taw.12:2). Bahkan orang-orang Israel menggunakan batu dan umban untuk berperang (2 Raj.
3:25). Dalam penggalian disitus hirbet el-Maqatir, sekitar 16 km sebelah utara Yerusalem,
batu-batu umban ditemukan hampir disemua tempat. Dr. Bryan Wood, kepala tim
penggalian, melaporkan, “Pada penggalian ketiga, kami menemukan hampir tiga lusin batu
umban. Bentuknya kasar, berdiameter 2 inci lebih besar daripada bola tenis, dan beratnya
sekitar sembilan ons”. Batu-batu itu dibentuk dengan alat. Bentuk dan ukurannya
menunjukkan periode tertentu dalam sejarah Palestina. Batu umban berukuran besar
digunakan hingga masa Yunani (akhir 4 BC). Pasukan Romawi dan Yunani menggunakan
batu umban seukuran bola golf.
Ketapel zaman dahulu dibuat dari kulit atau anyaman wol, dengan sebuah kantung di
tengahnya untuk meletakkan batu. Semakin panjang tali katapelnya semakin jauh pula
lemparannya. Ketapel jarak jauh panjangnya sekitar 3 kaki. Pasukan ringan (peltast) terdiri
dari para pemanah, ketapel tangan, dan pelempar tombak. Mereka bertugas membuka
serangan dengan menghujani musuh. Ketapel untuk jarak jauh, panah untuk jarak menengah,
sedangkan tombak untuk jarak yang sudah agak dekat. Mereka juga bertugas melindungi
pasukan berpedang (hoplite) saat melarikan diri.
Menurut sebuah dokumen perang, pasukan panah dilatih untuk membidik target sejauh 175
meter sedangkan pasukan ketapel 375 meter. Pasukan ketapel bahkan mampu membidik
muka musuh secara akurat dengan kecepatan lemparan mencapai 90 km/jam. Seorang
penulis Romawi mengatakan bahwa prajurit yang mengenakan baju pelindung berlapis kulit
lebih takut pada serangan umban daripada anak panah. Sebuah dokumen kesehatan Roma
yang ditulis oleh Celcus menunjukkan cara-cara pengambilan batu ketapel dari dalam tubuh
seseorang. Ini berarti bahwa batu ketapel mampu menembus tubuh seseorang, walaupun
dengan pelindung tubuh dari kulit.
B. Manfaat dan Tujuan
1. Mengembangkan Kecerdasan Intelektual
Banyak permainan anak yang dapat mengembangkan kecerdasan intelektual biasanya
dalam proses pembuatan alat permainan tradisional, contohnya permainan ketapel. Seorang
anak yang membuat ketapel disadari atau tidak mereka menggunakan daya rasionalnya dalam
membuat sebuah ketapel untuk bisa dimainkan.
2. Mengembangkan Kecerdasan Emosional
Dalam sebuah permainan tradisional selain melatih kecerdasan intelektual juga dapat
mengembangkan kecerdasan emosi seorang anak. Anak terlibat dalam sebuah permainan
yang berbentuk kelompok, seperti ketapel. Di dalam kelompok akan ada proses saling
mempengaruhi dan mengatur satu sama lain yang hal ini dapat pula membentuk jiwa-jiwa
kepemimpinan.
3. Mengembangkan Daya Kreatifitas
Kebanyakan alat permainan tradisional sangat sederhana dan mudah didapat. Tetapi
dalam hal ini seorang anak dapat terlatih daya kreatifitasnya dalam menjadikan sebuah alat
dalam permainan tradisional. Misalnya ketapel alat terbuat dari kayu yang dibentuk
menyerupai huruf Y. Hal ini tentu dapat menunjang daya kreatifitas anak.
C. Cara Membuat Ketapel
1. Alat dan Bahan
a. Siapkan pentil sepeda berukuran 20 cm yang berjumlah 5 butir
b. Pisau
c. Potongan kayu yang menyerupai huruf Y berukuran 25 cm
d. Karet ban/klep yang berbentuk persegi panjang, yang panjangnya 5 cm dan lebarnya 7
cm
2. Langkah Kerja
a. Potongan kayu yang menyerupai huruf Y, kulitnya terlebih dahulu diseset/dibersihkan
sampai kulitnya tidak ada/halus.
b. Ujung-ujung potongan kayu Y disambungkan dengan pentil sepeda yang berjumlah 5
butir.
c. Karet ban/klep disambungkan ke ujung pentil dengan erat.
d. Lalu karet ban/klep diisikan batu kecil/kerikil, sesudah itu tembakkan kebagian yang
kamu inginkan.
D. Cara Bermain
Ketapel digunakan untuk berburu hewan kecil seperti burung kecil/capung, atau sekedar
untuk bermain perang-perangan dengan teman sebaya. Peluru yang digunakan batu kecil atau
karet gelang yang dibentuk bulat-bulat sehingga tidak melukai orang lain yang dipasang pada
kulit. Salah satu tangan memegang gagang ketapel, sedangkan tangan satunya menarik
potongan kulit yang berisi batu kecil. Ketapel dibidikkan dengan membentangkan karet
kolor, dan kulit yang telah berisi batu kecil dipegang dengan tangan kiri. Selanjutnya kulit
lepas, bila anak tangkas dalam membidiknya maka batu akan dapat mengenai sasaran.
Semakin kuat tarikan karetnya maka akan semakin jauh lontaran batu kecilnya. Ketapel jarak
jauh panjangnya sekitar 3 kaki.
E. Aturan Main
Permainan tradisional ketapel tidak memiliki aturan secara tertulis. Biasanya aturan yang
berlaku, selain aturan yang sudah umum digunakan, ditambah dengan aturan yang
disesuaikan dengan kesepakatan para pemain. Para pemain dituntut untuk kreatif
menciptakan aturan-aturan yang sesuai dengan keadaan mereka.

Anda mungkin juga menyukai