Fahima Abd. Gani - Konsep Al-Su'al Dalam Al-Qur'an
Fahima Abd. Gani - Konsep Al-Su'al Dalam Al-Qur'an
Tesis
Oleh:
FAHIMA ABD. GANI
NIM. 99.2.00.1.05.01.0125
Oleh:
Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah
JAKARTA
2007
SURAT PERNYATAAN
N I M : 99.2.00.1.05.01.0125
DALAM AL-QUR’AN” adalah benar karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang
sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya yang dapat berakibat gelar kesarjanaan
saya dibatalkan.
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A. Prof. Dr. H. Suwito, MA.
Tanggal: . . . . . . . . . . . . . . . Tanggal: . . . . . . . . . . . . . . .
iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI
pada hari Jum’at, 19 Januari 2007 dan telah diperbaiki sesuai dengan saran dan
TIM PENGUJI
Prof. Dr. H. Suwito, MA. Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA.
Tanggal: Tanggal:
Penguji, Penguji,
Prof. Dr. Azis Fachrurrozi, MA. Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA.
Tanggal: Tanggal:
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI
I. KONSONAN
ﺀ = ‘ ﺽ = DH
ﺏ = B ﻁ = TH
ﺕ = T ﻅ = ZH
ﺙ = TS ﻉ = ’
ﺝ = J ﻍ = GH
ﺡ = H ﻑ = F
ﺥ = KH ﻕ = Q
ﺩ = D ﻙ = K
ﺫ = DZ ﻝ = L
ﺭ = R ﻡ = M
ﺯ = Z ﻥ = N
ﺱ = S ﻭ = W
ﺵ = SY ﻩ = H
ﺹ = SH ﻱ = Y
ﺓ = AH/AT
v
VI. SINGKATAN-SINGKATAN
Cet. : Cetakan
ed. : Edisi
HR : Hadits Riwayat
h : halaman
Q.S. : al-Qur’ân Surat
ra. : Radhiya Allah ’anhu
saw. : Shalla Allah ‘alaihi wa Sallam
SWT. : Subhanahu wa Ta’âla
Tp. : Tanpa Penerbit
Tth. : Tanpa Tahun
vi
KATA PENGANTAR
vii
3. Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-
tingginya kepada suami tercinta, Drs. Syahril H. Rauf, atas dukungan
penuh baik moril maupun materiil, serta nasihat-nasihatnya yang tak
terhingga dan tanpa pamrih sedikitpun sehingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan.
4. Untuk Ayah dan Ibu tercinta yang telah mengarahkan dan memberikan
wejangan-wejangan serta dukungan penuh yang dapat memberikan
dorongan kuat kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
5. Untuk putra-putraku tercinta, Muhammad Fadli, Faris, Zulkarnain,
Muhammad Shabri, dan Ahmad Khaidar yang telah banyak memberikan
inspirasi dan dorongan kuat sehingga memberikan motivasi kepada penulis
dalam penyusunan tesis ini menjadi kenyataan.
6. Kepada rekan-rekan yang telah banyak membantu terselesaikannya tesis
ini, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas segala kontribusi dan
bantuannya.
Akhirnya, penulis mengharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan bagi umat Islam dalam menambah wawasan ilmu pengetahuan.
Demikian,
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
SURAT PERNYATAAN ………………………………………………. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………………… iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ……………………………………… iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ……………………………………… v
KATA PENGANTAR …………………………………………………. vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………… ix
ABSTRAK ……………………………………………………………… xi
ix
5. Hukum Wanita Datang Bulan ………………………… 61
6. Hukum Penentuan Makanan yang Halal ………………. 63
7. Hukum Pembagian Harta Rampasan Perang …………. 66
B. Pertanyaan Berkenaan dengan Dekatnya Allah ………… 68
C. Pertanyaan Tentang Hari Kiamat ……………………….. 69
D. Pertanyaan Tentang Tokoh ………………………………. 74
E. Bentuk Pertanyaan yang Dibenarkan dalam al-Qur’ân …. 79
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP PENULIS
x
ABSTRAK
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1
Al-Zarqani menyebutkan tiga maksud utama diturunkanAl-Qur’ân yaitu petunjuk bagi
manusia dan jin, pendukung kebenaran Nabi Muhammad saw., dan agar makhluk beribadah
kepada Allah dengan membacanya. Muhammad Abd. al-‘Azim al-Zarqaniy,Manahil al-‘Irfan fi
‘Ulum al-Qur’ân, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1988), Juz II, h.124
2
QS. al-Baqarah [2]: 2
ﲔ
ﻘ ﺘﻟﻠﹾﻤ ﻯﺪﻪ ﻫ ﻴﺐ ﻓ
ﺭﻳ ﻟﹶﺎﺎﺏﻜﺘ ﻚ ﺍﻟﹾ
ﻟﹶﺫ
Artinya: Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa.
3
QS. Al-Naml [27]: 2
ﲔ
ﻣﹺﻨ ﺆﻟﻠﹾﻤ ﻯﺮﺸﻭﺑ ﻯﺪﻫ
Artinya: Untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang beriman.
4
QS. al-Furqan [25]: 1
ﺍﻳﺮﻧﺬ ﲔ
ﻤ ﺎﹶﻟﻟﻠﹾﻌ ﻴﻜﹸﻮ ﹶﻥﻟ ﻩ ﺪ ﻋﺒ ﻋﻠﹶﻰ ﻗﹶﺎ ﹶﻥ ﹶﻝ ﺍﻟﹾﻔﹸﺮﻧﺰ ﻱﻙ ﺍﻟﱠﺬ ﺭ ﺎﺗﺒ
1
2
( )ﺍ ﻟﻔﺮﻗﺎﻥyang berarti “pembeda” antara yang hak dan yang batil dan antara
yang baik dan yang buruk, rahmat ( )ﺭﲪﺔyang berarti “rahmah”5, dzikir () ﺫﻛﺮ
yang berarti “peringatan”6, syifâ’ ( ) ﺷﻔﺎﺀyang berarti “penawar hati” 7,
maw’izhah ( ) ﻣﻮﻋﻈﺔyang berarti “pelajaran”8 dan tibyân ( )ﺗﺒﻴﺎﻧﺎyang berarti
Artinya: Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur'an) kepada
hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.
5
QS. al-A’raf [7]: 52
ﻮ ﹶﻥﻣﻨ ﺆ ﹴﻡ ﻳﻟ ﹶﻘﻮ ﻤ ﹰﺔ ﺭﺣ ﻭ ﻯﺪﻋﻠﹾ ﹴﻢ ﻫ ﻋﻠﹶﻰ ﺎﻩﻠﹾﻨﺏ ﹶﻓﺼ
ﺎ ﹴﻜﺘ ﹺﺑﻢﺎﻫ ﹺﺟﺌﹾﻨﻭﹶﻟ ﹶﻘﺪ
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Qur'an) kepada
mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami; menjadi petunjuk dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman).
6
QS. al-Anbiya’ [21]: 50
ﻭ ﹶﻥﻜﺮ ﻨ ﻣ ﹶﻟﻪﻢﺘ ﹶﺃﹶﻓ ﹶﺄﻧﺎﻩﺰﻟﹾﻨ ﹶﺃﻧﺭﻙ ﺎﺒ ﻣﺫﻛﹾﺮ ﻫﺬﹶﺍ ﻭ
Artinya: Dan Al Qur'an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah
yang telah Kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya?).
7
QS. al-Isra’ [17]: 82
ﺍﺎﺭﺴﲔ ﹺﺇﻟﱠﺎ ﺧ
ﻤ ﻟ ﺍﻟﻈﱠﺎﻳﺰﹺﻳﺪ ﻭﻟﹶﺎ ﲔ
ﻣﹺﻨ ﺆﻟﻠﹾﻤ ﻤﺔﹲ ﺭﺣ ﻭ ٌﺷﻔﹶﺎﺀ ﻮ ﺎ ﻫﻥ ﻣ ﺀَﺍﻦ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮ ﻣ ﻝﹸﻨﺰﻭﻧ
Artinya: (Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang
zalim selain kerugian).
8
QS. An-Nahl (16): 125
ﻮ ﻭﻫ ﻪ ﻠﺳﺒﹺﻴ ﻋﻦ ﻞﱠ ﺿﻤﻦ ﹺﺑﹶﻠﻢﻮ ﹶﺃﻋ ﻚ ﻫ
ﺭﺑ ﹺﺇﻥﱠﺴﻦ
ﹶﺃﺣﻫﻲ ﻲ ﺑﹺﺎﻟﱠﺘﻬﻢ ﺩﻟﹾ ﺎﻭﺟ ﺔ ﻨﺴ
ﺔ ﺍﻟﹾﺤ ﻋ ﹶﻈ ﻤﻮ ﺍﻟﹾﺔ ﻭ ﻤ ﺤﻜﹾ
ﻚ ﺑﹺﺎﻟﹾ
ﺭﺑ ﺳﺒﹺﻴﻞﹺ ﹺﺇﻟﹶﻰﻉﺍﺩ
ﻦ ﻳﺘﺪﻬ ﺑﹺﺎﻟﹾﻤﹶﻠﻢﹶﺃﻋ
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk.
9
QS. Al-Nahl [16]: 89
ٍﺀﺷﻲ ﻟﻜﹸﻞﱢ ﺎﺎﻧﻴﺗﺒ ﺏ
ﺎﻜﺘ ﻚ ﺍﻟﹾ
ﻋﹶﻠﻴ ﻨﺎﻟﹾﻧﺰﻭ ﻟﹶﺎ ِﺀﻫﺆ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﺷﻬﹺﻴﺪ ﻚ
ﺎ ﹺﺑﻭ ﹺﺟﺌﹾﻨ ﺴ ﹺﻬﻢ
ِ ﻔﹸ ﹶﺃﻧﻣﻦ ﹺﻬﻢﻋﹶﻠﻴ ﺍﺷﻬﹺﻴﺪ ﺔﻲ ﻛﹸﻞﱢ ﺃﹸﻣﻌﺚﹸ ﻓ ﻧﺒ ﻡ ﻳﻮﻭ
ﲔ
ﻤ ﻠﺴﻟﻠﹾﻤ ﻯﺮﺸﻭﺑ ﻤ ﹰﺔ ﺭﺣ ﻭ ﻯﺪﻭﻫ
Artinya: (Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi
saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri).
3
bukti bahwa al-Qur’ân adalah kitab keagamaan yang berdimensi banyak dan
berwawasan luas.11 Meskipun demikian, al-Qur’ân sangat jarang menyajikan
sesuatu masalah secara terinci dan detail. Pembicaraan al-Qur’ân pada
masalah tidak tersusun secara sistematis, seperti yang dikenal dalam buku-
jika dibandingkan dengan kitab, atau buku-buku karangan manusia, namun al-
Qur’ân memiliki nilai keunggulan yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab atau
dikandungnya tidak berubah sedikit pun, dan tidak ada antitesis baru yang
10
Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam Al-Qur’ân: Suatu Kajian Teologis dengan
Pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 4.
11
Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan Al-
Qur’ân, (Jakarta: Raja Garafindo Persada, 1994), h. 10.
4
dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah Saw. dan didenganr serta
dibaca oleh sahabat nabi Saw. 13 Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur’ân
memiliki kandungan makna atau rahasia yang cakupannya sangat luas, dan
Qur’ân teruji keabsahannya sejak empat belas abad yang silam sampai
12
Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Qur’an selama-
lamanya.
13
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, Cet. 1, 1992), h. 21
5
cakupan persoalan, al-Qur’ân tidak terfokus pada satu persoalan saja, tetapi
meliputi berbagai dimensi kehidupan manusia. Mulai dari persoalan
‘aqîdah, syarî’ah, mu’âmalah sampai pada dunia pengetahuan secara
dalam al-Qur’ân itu sendiri dengan kata-kata “hudan li al-Nâs15 dan hudan
16
li al-Muttaqîn”, tentunya disinilah menggambarkan atau mencerminkan
14
Rasyid Rida, Al-Wahy Al-Muhammadiy, (Tt, Al-Maktab Al-Islâmiy, Tth), h. 142-143
15
QS. Al-Baqarah: 185
16
QS. Al-Baqarah: 2
6
terungkap dalam bentuk global (garis besar saja) ataupun penjelasan yang
Manusia memiliki naluri ingin tahu. Akan tetapi dia juga memiliki
17
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’ân, (Jakarta:
Lentera Hati, 2001), Vol. III, h.219
7
penanya. Dalam hal semacam ini pertanyaan itu sebaiknya tidak dijawab
atau bahkan tidak perlu ditanyakan. Seperti antara lain terdapat pada Q.S.
al-Isrâ’ [17] : 85
dan jelas, seperti pertanyaan tentang bulan haram dan ada pula pertanyaan
18
Ichsan Hadisaputra, Anjuran Al-Qur’ân dan Hadits Untuk Menuntut Ilmu Pengetahuan
dan Pengalamannya, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1981)
8
sesuai dengan judul penelitian ini, yakni Konsep al-Su’al dalam al-Qur’ân,
berbicara sendiri tentang bertanya Kajian ini akan dirinci kepada apa,
membahas tentang asbab al nuzul dari al-su tidak diabaikan, karena hadis
pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dengan al-Qur’ân. Paling tidak hadis-
C. Tujuan Penelitian
Qur’an
Qur’an
10
D. Kajian Kepustakaan
Dalam tulisan ini, yang menjadi inti pembahasan adalah kajian tentang
bentuk pertanyaan serta metode bertanya dan ertika yanya jawab. Kajian ini
mengkaji dari segi ilmu ma’ani bukan dari segi konsep bertanya dan
E. Metode Penelitian.
ayat.
berbagai kitab tafsir antara lain: Tafsir Al-Quran Al-Azhim.20 Karya Ismail
bin Anwar bin Katsir, Tasir Al-Maraghi, karya Ahmad Mustafa al-
19
Abd. al-Hay al-Farmawiy, Al-Bidayat fi Tafsir al-Mauduiy, (Mesir: al-Maktabah al-
Jumhuriyah, 1977), h. 52
20
Tafsir ini merupakan salah satu kitab tafsir yang terkenal dan termasuk tafsir bi al-
ma’tsur, yaitu tafsir yang merujuk pada penafsiran al-Quran dengan ayat Al-Quran atau
penafsiran al-Quran dengan al-Hadits melalui penuturan para sahabat.Lihat M. Qurash Shihab,
Metode Penyusunan Tafsir yang Berorientasi pada Sastra dan Kemasyarakatan, (Ujung Pandang:
IAIN Alauddin, 1984), h.132
12
al-Qur’ân karya M. Quraish Shihab, serta kitab tafsir lainnya akan dijadikan
acuan dalam penelitian ini, dan untuk memudahkan pelacakan ayat-ayat al-
Qur’ân,
Al-Husain Ahmad Ibnu Faris Ibn Zakariya, serta kamus bahasa arab seperti:
karya Tafsir seperti “Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir” karya al-Imam al-Jalil
al-Hafid Imaduddin Ismail Bin Katsir, dan “Tafsir Al-Qur’ân al-Hakim al-
Syahir Bitafsir al-Manar” karya Syeikh Abdul Rasid Rida, serta “At-Tafsir
Ulum Al-Qur’ân,
dibahas.
F. Sitematika Penulisan
A. Pengertian al-Su’al
Secara etimologi, kata su’al berasal dari kata dasar sa’ala yas-alu su-
alan mas’alatan ﺳﺆﺍﻻ ﻭﻣﺴﺎﻟﺔ- ﻳﺴﺎﻝ- ﺳﺎﻝ (bentuk fi’il madhi mujarrad atau
verbal lampau simpel aktif) yang ikut wazan fa’ala, yang berakar dari tiga
huruf yaitu s-a-l, yakni kata kerja tiga huruf ( Fi’il tzulatzi ) Ibn al-Mandhur,
dalam kitabnya Lisan al-Arab menyatan bahwa kata sa’ala ini dapat memiliki
beberapa pengertian yaitu : (a) “meminta” seperti ﺳﺄﻟﺘﻪ ﻣﺎﻻyang berarti saya
meminta harta kepadanya1. (b) memohon” seprti pada ayat ﺳﺄﻝ ﺳﺎﺋﻞ ﺑﻌﺬﺍﺏ ﻭﺍﻗﻊ
yakni “Seorang peminta telah memohon kedatangan azab yang bakal
terjadi“ (Q.S. al-Ma’arij : 1 ). (c) bertanya atau “menanyakan sesuatu”, Yakni
jika kata tersebut disertai dengan bentuk preposisi “an” yang berkedudukan
sebagai huruf Jar seperti pada ayat ﻲﻨﻱ ﻋﺎﺩﺒ ﻋﺄﹶﻟﹶﻚﹺﺇﺫﹶﺍ ﺳﻭ “dan apabila
hambaku bertanya tentang aku …” (QS. Al-Baqarah [2]: 186).2
Dari akar kata tersebut lahirlah banyak arti jika mengalami perubahan
tashrif yang berbeda-beda, seperti kata ﺍﻟﺴﺎﺋﻞ yang berarti yang bertanya,
pengemis, dan peminta-minta seperti disebut dalam al-Qur’an surat al-
Dhuha ayat 10 ( ﻭﺍﻣﺎ ﺍﻟﺴﺎﺋﻞ ﻓﻼ ﺗﻨﻬﺮdan terhadap orang yang meminta-minta
maka janganlah kamu menghardiknya) Dan surat al-Dzariyat ayat 19 ﰱ
( ﺍﻣﻮﺍﳍﻢ ﺣﻖ ﻟﻠﺴﺎﺋﻞ ﻭﺍﶈﺮﻭﻡDan pada harta-harta mereka ada hak untuk
1
Ibn al-Manzhur, Lisan al-Arab, Jild 4, (Kairo: Dar al-Qahirah, 2003), h. 544.
2
Ibn al-Manzhur, Lisan al-Arab, Jild 4, h. 544.
15
16
orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian ).
Dari kata dasar ini lahir pula kata ﺍﳌﺴﺆﻟﻴﺔ yang berarti tanggung jawab atau
responsibelitas, adapun ﺍﳌﺴﺌﻮﻝ berarti yang ditanya atau diminta
pertanggung jawaban.3 Seperti pada surat al-Isra ayat 36 ﺮﺼﺍﻟﹾﺒ ﻭﻊﻤﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﺴ
ﺌﹸﻮﻟﹰﺎﺴ ﻣﻪﻨ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋﻚ ﻛﹸﻞﱡ ﺃﹸﻭﻟﹶﺌﺍﺩﺍﻟﹾﻔﹸﺆﻭ (… Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya)
Sedang ﺍﳌﺴﺌﻠﺔ berarti problematika atau issu. Perubahan dalam kata kerja,
baik menjadi bentuk kata kerja lampau, sekarang atau yang akan datang,
maupun bentuk kata kerja perintah, pengertian kata ﺳﺎﻝtidak merubah arti
sebagaimana sediakala.
Menurut Al-Asfahaniy, Kata sa’ala ( ﺳﺄﻝ ) dan segala perubahan
tashrifnya mempunyai pengertian meminta dan bertanya . yakni meminta
ilmu pengetahuan atau apa yang membutuhkan pengetahuan, dan meminta
harta atau apa yang membutuhkan harta. Meminta pengetahuan (bertanya)
jawabannya pada lidah dan tangan sebagai wakil dengan menulis atau
memberikan isyarat, sedangkan meminta harta jawaban pada tangan dan
lidah yang mewakilinya baik dalam bentuk janji atau dengan jawaban
menolak.4
3
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2002), Cet. ke-25, h. 600.
4
Al-Ragib al-Ashfahaniy, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Qur’ân, (Beirut: Daar al-Fikr, 1392
H), h. 224
17
…ﻪﻀﻠ
ﻓﹶ ﻦ ﻣﺳﺄﹶﻟﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺍ…ﻭ
Artinya: “Dan mintalah kepada Allah dari sebagian karunia-Nya”. (Q.S. Al-
Nisâ’ [4]: 32).
1. Meminta
Penggunaan pengertian meminta pada kata ﺳﺄﻝ sa’ala dan segala
tasrifnya dalam al-Qur’an dapat ditemukan pada 39 ayat dalam surah yang
berbeda-beda yakni pada surah al-Ma’arij : 1 dan 25, surah al-Nisa : 153 dan 1,
surah al-Baqarah : 61 dan 108 serta 119 dan 134, 141, 177, 273, surah al-
Dzariyaat : 19, surah al-Dhuha : 10, surah al-An’am : 90, surah yunus : 72,
surah Huud : 29 dan 51, surah al-Furqan : 57, surah al-Syu’ara : 109, 127, 145,
164, 180, surah Shad : 86 dan 24, surah al-Syuura : 23, surah Yusuf : 104,
surah al-Thuur : 40, surah al-Qalam : 46, surah al-Rahman : 29, surah Thaha :
36 dan 132, surah al-Mu’minun : 72, surah al-Ahzab : 14, surah Saba : 47,
surah Yasin : 21, surah Muhammad : 36 dan 37, surah al-Mumtahanah : 10.
dalam bentuk kata jadian yang berfariatif, ada yang berbentuk kata kerja masa
lampau positif dan negatif, masa sekarang positif dan negatif, kata kerja
imferatif, kata pelaku, serta bentuk kata jadian (Isim ) seperti misalnya pada
beberapa contoh berikut :
1. Bentuk kata kerja masa lampau positif dan negatif.
a. kata ﻞﹲﺎﺋﺳ ﺳﺄﹶﻝﹶ artinya seorang peminta telah meminta.12
Ibnu Katsir memberikan penafsiran bahwa orang non muslim (kafir)
meminta segera diturunkannya azab (siksaan) kepada mereka di dunia bukan di
hari kemudian. Mereka bahkan mengatakan wahai Tuhan jika kebenaran ini
datang dari-Mu, maka hujanilah kami dari langit berupa batu atau
datangkanlah siksaan yang pedih kepada kami.13
b. kata ﻢ ﺄﹶﹾﻟﺘ ﺳyang berarti kamu minta.14
12
Q.S. Al-Ma‘ârij [70]: 1
ﻗﻊﹴﺍﺏ ﻭ
ﻌﺬﹶﺍ ﹴ ﻞﹲ ﹺﺑﺎﺋﹶﺄ ﹶﻝ ﺳﺳ
Artinya : “ Seseorang Telah meminta kedatangan azab yang akan menimpa” .
13
Imad al-Din abi al-Fida ismail Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, (Beirut:
Muassasat al-Kutub al-Tsaqarat, t.th.), h. 547
14
QS. Al-Baqarah [2]: 61
ﺎﻣﻬ ﻭﻓﹸﻮ ﺎﻬﻗﺜﱠﺎﺋﻭ ﺎﻠﻬﺑ ﹾﻘ ﻦ ﻣ ﺽ
ﺭ ﺍﹾﻟﹶﺄﻨﹺﺒﺖﺗ ﺎﻣﻤ ﺎﺝ ﹶﻟﻨ
ﹺﺮﻳﺨ ﻚ
ﺭﺑ ﺎﻉ ﹶﻟﻨ
ﺩ ﻓﹶﺎﺣﺪ ﺍﺎ ﹴﻡ ﻭﻋﻠﹶﻰ ﻃﹶﻌ ﺮ ﺼﹺﺒ
ﻧ ﻦ ﻰ ﹶﻟﻮﺳﺎﻣﻢ ﻳ ﺘﻭﺇﹺ ﹾﺫ ﹸﻗ ﹾﻠ
ﻢ ﺍﻟﺬﱢﱠﻟ ﹸﺔ ﻴﻬﹺﻋﹶﻠ ﺑﺖ ﹺﺮﻭﺿ ﻢ ﺘﹶﺄﹾﻟﺎ ﺳﻢ ﻣ ﺍ ﹶﻓﺈﹺ ﱠﻥ ﹶﻟ ﹸﻜﺼﺮ ﻣ ﻫﹺﺒﻄﹸﻮﺍ ﺍﻴﺮﻮ ﺧ ﻫ ﻱﻧﻰ ﺑﹺﺎﱠﻟﺬﺩ ﻮ ﺃﹶ ﻫ ﻱﺪﻟﹸﻮ ﹶﻥ ﺍﱠﻟﺬ ﺒﺘﺴ ﺗﺎ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺃﹶﻠﻬﺼ ﺑﻭ ﺎﻬﺪﺳ ﻋ ﻭ
20
ﻮﺍﻭﻛﹶﺎﻧ ﺍﺼﻮ
ﻋ ﺎﻚ ﹺﺑﻤ
ﻟ ﹶﺫﻖﻴ ﹺﺮ ﺍﹾﻟﺤﲔ ﹺﺑﻐ
ﹺﺒﻴﺘﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﺍﻟﻨﻳ ﹾﻘﻭ ﻪ ﺕ ﺍﻟﱠﻠ
ﺎﻭ ﹶﻥ ﺑﹺﺂﻳﻳ ﹾﻜ ﹸﻔﺮ ﻮﺍﻢ ﻛﹶﺎﻧ ﻬﻚ ﹺﺑﹶﺄﻧ
ﻟﻪ ﹶﺫ ﻦ ﺍﻟﱠﻠ ﻣ ﺐ
ﹴﻀﺎﺀُﻭﺍ ﹺﺑﻐﻭﺑ ﻨ ﹸﺔﺴ ﹶﻜ ﻤ ﺍﹾﻟﻭ
ﻭ ﹶﻥﺘﺪﻌ ﻳ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak _bisa sabar
(tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mintalah untuk kami kepada Tuhanmu, agar
dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya,
ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya”. Musa berkata:
“Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik ? pergilah kamu ke
suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpahkanlah kepada mereka
nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) Karena
mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak
dibenarkan. Demikian itu (terjadi) Karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.
15
Imam Muhammad bin al-Husain Fakhruddin al-Razi,Tafsir Al-Kabir, jilid II, (Kairo:
Dar al-Fikr, t.th.), h. 106
16
QS. Q.S. Yunus [10]: 72
ﲔ
ﻤ ﻠﺴ
ﻤ ﻦ ﺍﹾﻟ ﻣ ﺕ ﺃﹶ ﹾﻥ ﺃﹶﻛﹸﻮ ﹶﻥ
ﺮ ﻣ ﻭﺃﹸ ﻪ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﱠﻠ ﻱ ﺇﹺﻟﱠﺎ
ﺟ ﹺﺮ ﺟ ﹴﺮ ﺇﹺ ﹾﻥ ﺃﹶ ﻦ ﺃﹶ ﻣ ﻢ ﺘ ﹸﻜﹶﺄﹾﻟﺎ ﺳﻢ ﹶﻓﻤ ﺘﻴﻮﱠﻟ ﺗ ﹶﻓﺈﹺ ﹾﻥ
Artinya : “ Jika kamu berpaling (dari peringatanku), Aku tidak meminta upah sedikitpun
dari padamu. upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan Aku disuruh supaya Aku
termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya)". (Q.S. Yunus [10]: 72).
21
17
Muhammad Ali al-Sabuni, Shafwat at-Tafsir jilid I, h 592
18
QS. Saba’ [34]: 47
ﺷﻬﹺﻴﺪ ٍﻲﺀ ﺷ ﻋﻠﹶﻰ ﹸﻛﻞﱢ ﻮ ﻫ ﻭ ﻪ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﱠﻠ ﻱ ﺇﹺﻟﱠﺎ
ﺟ ﹺﺮ ﻢ ﺇﹺ ﹾﻥ ﺃﹶ ﻮ ﹶﻟ ﹸﻜ ﺟ ﹴﺮ ﹶﻓﻬ ﻦ ﺃﹶ ﻣ ﻢ ﺘ ﹸﻜﹶﺄﹾﻟﺎ ﺳﹸﻗﻞﹾ ﻣ
Artinya: Katakanlah: "Upah apapun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu.
Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu".
19
Ibnu Jarir Al-Thabari Jami’ Al-Bayan fî Tafsir al-Qur’ân Beirut: Dar al-Tiba’ah jilid
12, h. 22 Q.S. Saba’ [34]: 47
ﺷﻬﹺﻴﺪ ٍﻲﺀ ﺷ ﻋﻠﹶﻰ ﹸﻛﻞﱢ ﻮ ﻫ ﻭ ﻪ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﱠﻠ ﻱ ﺇﹺﻟﱠﺎ
ﺟ ﹺﺮ ﻢ ﺇﹺ ﹾﻥ ﺃﹶ ﻮ ﹶﻟ ﹸﻜ ﺟ ﹴﺮ ﹶﻓﻬ ﻦ ﺃﹶ ﻣ ﻢ ﺘ ﹸﻜﹶﺄﹾﻟﺎ ﺳﹸﻗﻞﹾ ﻣ
Artinya: Katakanlah: "Upah apapun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu.
Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu".
20
Q.S. al-Ahzâb [33]: 14
ﺍﺴﲑ
ِ ﻳ ﺎ ﺇﹺﻟﱠﺎﺜﹸﻮﺍ ﹺﺑﻬﺗﹶﻠﺒ ﺎﻭﻣ ﺎﻮﻫ ﺗﻨ ﹶﺔ ﻟﹶﺂﺘﻔ ﺌﻠﹸﻮﺍ ﺍﹾﻟ ﺳﺎ ﺛﹸﻢﻦ ﺃﹶ ﹾﻗﻄﹶﺎ ﹺﺭﻫ ﻣ ﻢ ﻴﻬﹺﻋﹶﻠ ﹶﻠﺖﺩﺧ ﻮ ﻭﹶﻟ
Artinya: “Kalau (Yatsrib) diserang dari segala penjuru, Kemudian diminta kepada
mereka supaya murtad], niscaya mereka mengerjakannya; dan mereka tiada
22
Pengertian kata ﻠﹸﻮﺍﺳﺌ ﺛﹸﻢ pada ayat di atas ialah ﻃﻠﺒﻮﺍﺛﹸﻢ emudian
mereka diminta, agar menjadi non muslim dan memerangi ummat islam,
mereka segera mengabulkan permintaan21
Hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya cukup jelas yakni
berbicara tentang orang-orang yanmg meminta izin untuk kembali ke
Medinah dengan dalih rumah mereka tidak terjaga. Isi hati mereka dibuka
oleh Allah Swt. dengan menyatakan: Kalau misalnya, kota mereka yakni
Yatsrib atau rumah-rumah mereka diserang dari segala penjuru, kemudian
diminta kepada mereka satu fitnah yakni keluar dari islam atau menyerah
niscaya mereka mengerjakannya dan mereka tidak akan menundanya
kecuali sebentar yakni sekadar waktu untuk menjawab permintaan itu.22
f. Surah Ibrahim : 34
ﻛﹶﻔﱠﺎﺭﺎﻥﹶ ﻟﹶﻈﹶﻠﹸﻮﻡﻧﺴﺎ ﹺﺇﻥﱠ ﺍﹾﻟﺈﹺﻮﻫﺤﺼ
ﻟﹶﺎ ﺗﺔﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪﻌﻤ ﻭﺍ ﻧﹺﺪﻌﺇﹺ ﹾﻥ ﺗ ﻭﻮﻩﻤﺳﺄﹶﹾﻟﺘ ﺎﻦ ﻛﹸ ﱢﻞ ﻣ ﻢ ﻣ ﺎﻛﹸﺀَﺍﺗﻭ
Artinya: “ Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala
apa yang kamu minta kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat
Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya
manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)
“.(Q.S. Ibrahim [14: 34).
a. Kata ﺴﺄﹶﻟﹸﻚ
ﻳyang artinya meminta kepadamu23
21
Muhammad Ali al-Sabuni, Shafwat at-Tafsir jilid II h. 515
22
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol.11, h. 234
23
QS. al-Nisâ’ [4]: 153
23
Dalam QS. Al-An’am [6]: 90, QS. Al-Syuura [42]: 23, dan QS. Shaad
[38]:86 Allah Swt. menegaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. tidak meminta
upah, bukannya sebagai bantahan atas tuduhan semacam itu, tetapi untuk
menggaris bawahi bahwa ajakan beliau semata-mata untuk kepentingan
ummat. Kalimat ini didahului dengan kata “qul” dimaksudkan untuk
menggaris bawahi pentingnya kandungan pernyataan itu.26
Pernyataan semacam ini adalah pernyataan para nabi kepada kaumnya
sejak Nabi Nuh as.27. Ayat ini menegaskan bahwa nabi Nuh membantah dalih
kaumnya yang menyatakan bahwa beliau berbohong dan bermaksud meraih
kekayaan dan kekuasaan kaumnya dan beliau tidak meminta upah dari
kaumnya dan menyatakan bahwa upahnya hanya dari Allah Swt. Persoalan ini
28
juga terdapat pada kisah nabi Hud as. Dalam ayat ini nabi Hud as.
Mengingatkan bahwa peringatan beliau adalah tulus tanpa pamrih dengan
menyatakan bahwa “aku tidak pernah meminta kepada kamu sekarang dan
ﲔ
ﻔ ﺘ ﹶﻜﻠﱢﻤ ﻦ ﺍﹾﻟ ﻣ ﺎﺎ ﺃﹶﻧﻭﻣ ﺟ ﹴﺮ ﻦ ﺃﹶ ﻣ ﻪ ﻴﻋﹶﻠ ﻢ ﹶﺄﹸﻟ ﹸﻜﺎ ﺃﹶﺳﹸﻗﻞﹾ ﻣ
Artinya: Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu
atas da`wahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.
26
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol. 4, h. 184,
27
QS. Hud [11]: 29
…ﻦ ﻳﺩ ﺍﱠﻟﺬ ﺎ ﹺﺑﻄﹶﺎ ﹺﺭﺎ ﺃﹶﻧﻭﻣ ﻪ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﱠﻠ ﻱ ﺇﹺﻟﱠﺎ
ﺟ ﹺﺮ ﺎﻟﹰﺎ ﺇﹺ ﹾﻥ ﺃﹶﻪ ﻣ ﻴﻋﹶﻠ ﻢ ﹶﺄﹸﻟ ﹸﻜﻮ ﹺﻡ ﻟﹶﺎ ﺃﹶﺳ ﺎ ﹶﻗﻭﻳ
Artinya: Dan (dia berkata): "Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu
(sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan
mengusir orang-orang yang telah beriman.
28
QS. Hud [11]: 51
ﻘﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﻌ ﺗ ﺮﻧﹺﻲ ﺃﹶﹶﻓﻠﹶﺎ ﻱ ﹶﻓﻄﹶﻋﻠﹶﻰ ﺍﱠﻟﺬ ﻱ ﺇﹺﻟﱠﺎ
ﺟ ﹺﺮ ﺍ ﺇﹺ ﹾﻥ ﺃﹶﺟﺮ ﻪ ﺃﹶ ﻴﻋﹶﻠ ﻢ ﹶﺄﹸﻟ ﹸﻜﻮ ﹺﻡ ﻟﹶﺎ ﺃﹶﺳ ﺎﹶﻗﻳ
Artinya: Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini, Upahku
tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan
(nya)?"
25
akan dating atas seruanku ini sedikit upahpun, upahku yang kuharapkan
hanyalah Allah yang telah menciptakanku 29
b. Surah Huud : 46
ﻈﹸﻚﻲ ﹶﺃﻋ ﹺﺇﻧ ﹾﻠﻢ ﻋ ﺑﹺﻪ ﻟﹶﻚﻴﺲﺎ ﻟﹶﺴﺄﹶﹾﻟﻦﹺ ﻣ
ﺢﹴ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﺗﺎﻟ ﺻﻴﺮﻞﹲ ﹶﻏﻤ ﻋﻧﻪ ﺇﹺﻚﻫﻠ ﻦ ﺃﹶ ﻣﻴﺲ ﻟﹶﻧﻪ ﺇﹺﻮﺡﺎﻧﻗﹶﺎﻝﹶ ﻳ
ﲔﻠﺎﻫ ﺍﹾﻟﺠﻦﻜﹸﻮﻥﹶ ﻣﺃﹶ ﹾﻥ ﺗ
29
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol. 6, h. 272
30
QS. Al-Dzariyat [51]: 19
ﻭ ﹺﻡﺮﻤﺤ ﺍﹾﻟﻞﹺ ﻭﺎﺋﻟﻠﺴ ﺣﻖ ﻢ ﻟﻬﹺﺍﻣﻮ ﻲ ﺃﹶﻭﻓ
Artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak mendapat bahagian.
26
c. Surah al-Furqan : 16
ﺴﺌﹸﻮﻟﹰﺎ
ﺍ ﻣﻋﺪ ﻭﻚﺑﻠﹶﻰ ﺭ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋﻳﻦﺪﺎﻟﺎﺀُﻭﻥﹶ ﺧﺸﺎ ﻳﺎ ﻣﻴﻬﻢ ﻓ ﻟﹶﻬ
Artinya: “Bagi mereka di dalam surga itu apa yang mereka kehendaki,
sedang mereka kekal (di dalamnya). (hal itu) adalah janji dari
Tuhanmu yang patut dimohonkan (kepada-Nya) “.(Q.S. al-Furqân
[25]: 16).
b. Surah al-Mulk: 8
ﻳﺮﺬﻢ ﻧ ﻜﹸ ﹾﺄﺗﻢ ﻳ ﺎ ﺃﹶﻟﹶﻬﺘﻧﺧﺰ ﻢ ﺄﹶﻟﹶﻬ ﺳﻮﺝ ﺎ ﻓﹶﻴﻬ ﻓﻲﺎ ﺃﹸﹾﻟﻘ ﻛﹸﻠﱠﻤﻴﻆ ﺍﹾﻟﻐﻦ ﻣﻴﺰﻤ ﺗﻜﹶﺎﺩﺗ
Artinya: “Hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. setiap
kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir),
penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah
belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi
peringatan?". (Q.S. al-Mulk [67]: 8).
27
d. Surah al-Kahfi: 76
ﺍ ﹾﺬﺭﻲ ﻋﻧﻦ ﻟﹶﺪ ﻣﺖﻠﹶﻐﺪ ﺑ ﺒﻨﹺﻲ ﻗﹶﺎﺣﺼﺎ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﺗﻫﻌﺪ ﺀٍ ﺑﻲﻦ ﺷ ﻋﻚﺄﹶﹾﻟﺘﻗﹶﺎﻝﹶ ﺇﹺ ﹾﻥ ﺳ
Artinya:“Musa berkata: "Jika Aku bertanya kepadamu tentang sesuatu
sesudah (kali) ini, Maka janganlah kamu memperbolehkan Aku
menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur
padaku". (Q.S. al-Kahfi [18]: 76).
Makna ﺳﺄﻝ yang memiliki tiga kegunaan arti pada kata kerjanya
jika kata kerja tersebut berubah menjadi kata pelaku ( Isim fa’il ) yang berarti
orang faqir31, kata benda berbentuk objek (Isim maf’ul) yang berarti
tanggungjawab atau responsibilitas32, Pengertian tersebut juga dapat ditemukan
31
Ibn Manzhur, Lisan al-Arab, Dar al-Qahirah, Jilid ke-4, hal, 544, th, 2003.
32
Ilyas Anton, Qamus al-Asry al-Hadits, Sar-al-Matba’ah, (Baerut, Libanon, 1984), Cet.
II, h. 231.
28
Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian “.(Q.S. al-
Dzâriyât [51]: 19).
b. Surah al-Dhuhaa : 10
ﺮ ﻨﻬﻞﹶ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﺗﺎﺋﺎ ﺍﻟﺴﺃﹶﻣﻭ
Artinya: “Dan terhadap pengemis , janganlah kamu menghardiknya”. (Q.S.
al-Dhuhâ [93]: 10).
dari akar kata bentuk isytiqaq ( kata jadianya )nya dalam Al-Qur’ân. Dari segi
perubahan tashrif dalam konterks ilmu sharaf, kata ﺳﺄﻝ pada Al-Qur’ân
menggunakan lima kata jadian (isytiqaq), yaitu fi’l madi (kata yang menunjuk
waktu lampau), fi’l mudari’ (kata yang menunjuk waktu kini atau akan
datang), fi’l amr (kata kerja yag menunjukkan perintah), ism al-fa’il (kata
benda yang mengandung arti pelaku), ism maf’ul (kata benda yang megandung
arti yang disifati) dan ism masdar (verbal noun-nama kerja). Dari akar kata s-a-
l (sa-ala) dengan perubahan kata atau tashrifnya dapat di jumpai dalam Al-
Qur’ân sebanyak seratus dua puluh sembilan tempat, tersebar pada seratus
29
delapan belas ayat yang terangkum dalam empat puluh tujuh surat,33 dengan
1. Kata ﺳﺄﻝdengan bentuk kata kerja aktif berupa Fi’il madhi terdapat pada
dua ayat:
a. Surah al-Mâidah: 102
ﺮﹺﻳﻦﺎ ﻛﹶﺎﻓﻮﺍ ﺑﹺﻬﺤﺻﺒ
ﻢ ﺃﹶ ﻢ ﹸﺛ ﻜﹸﺒﻠﻦ ﻗﹶ ﻣﻮﻡ ﺎ ﻗﹶﺄﹶﻟﹶﻬﺪ ﺳ ﻗﹶ
Artinya:“Sesungguhnya Telah ada segolongsn manusia sebelum kamu
menanyakan hal-hal yang serupa itu (kepada nabi mereka),
Kemudian mereka tidak percaya kepadanya”. (Q.S. al-Mâ’idah
[5]: 102).
b. Surah al-Mulk: 8
ﻳﺮﺬﻢ ﻧ ﻜﹸ ﹾﺄﺗﻢ ﻳ ﺎ ﺃﹶﻟﹶﻬﺘﻧﺧﺰ ﻢ ﺄﹶﻟﹶﻬ ﺳﻮﺝ ﺎ ﻓﹶﻴﻬ ﻓﻲﺎ ﺃﹸﹾﻟﻘ ﻛﹸﻠﱠﻤﻴﻆ ﺍﹾﻟﻐﻦ ﻣﻴﺰﻤ ﺗﻜﹶﺎﺩﺗ
Artinya: “Hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah.
setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang
kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka:
"Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang
pemberi peringatan?" (Q.S. al-Mulk [67]: 8).
2. Kata sa’ala ﺳﺄﻝyang didahului dengan Huruf preposisi Syart ﻟﺌﻦ terdapat
pada 6 ayat:
a. Surah at-Taubah : 65
ﻬﺰﹺﺋﹸﻮﻥﹶ ﺴﺘ
ﻢ ﺗ ﻨﺘ ﻛﹸﻪﻮﻟﺳﺭ ﻭﻪﺎﺗﺀَﺍﻳ ﻭ ﻗﹸﻞﹾ ﹶﺃﺑﹺﺎﻟﻠﱠﻪﺐ ﹾﻠﻌﻧ ﻭﻮﺽﺨﺎ ﻧﺎ ﻛﹸﻨﻧﻤﻦ ﺇﹺ ﻘﹸﻮﻟﹸﻢ ﻟﹶﻴ ﻬﺄﹶﹾﻟﺘﻦ ﺳ ﻟﹶﺌﻭ
Artinya: “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang
mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab,
"Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-
main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya
dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" (Q.S. al-Taubah [9]:
65).
b. Surah al-Ankabut : 63
ﻗﹸﻞﹺﻦ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻘﹸﻮﻟﹸﺎ ﻟﹶﻴﻬﻮﺗ ﻣﻌﺪ ﻦ ﺑ ﻣﺭﺽ ﺍﹾﻟﺄﹶﺎ ﺑﹺﻪﺣﻴ ﺎﺀً ﻓﹶﺄﹶﺎﺀِ ﻣﺴﻤ ﺍﻟﻦﺰﻝﹶ ﻣ ﻦ ﻧ ﻢ ﻣ ﻬﺄﹶﹾﻟﺘﻦ ﺳ ﻟﹶﺌﻭ
ﻠﹸﻮﻥﹶﻌﻘ ﻢ ﻟﹶﺎ ﻳ ﻫﻞﹾ ﺃﹶ ﹾﻛﹶﺜﺮ ﺑﻠﱠﻪ ﻟﻤﺪ ﺤ
ﺍﹾﻟ
31
c. Surah Luqman : 25
ﻢ ﻟﹶﺎ ﻫﻞﹾ ﺃﹶ ﹾﻛﹶﺜﺮ ﺑﻠﱠﻪ ﻟﻤﺪ ﺤ
ﻗﹸﻞﹺ ﺍﹾﻟﻦ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻘﹸﻮﻟﹸ ﻟﹶﻴﺭﺽ ﺍﹾﻟﺄﹶ ﻭﺍﺕﻮﺴﻤ
ﺍﻟﺧﻠﹶﻖ ﻦ ﻢ ﻣ ﻬﺄﹶﹾﻟﺘﻦ ﺳ ﻟﹶﺌﻭ
ﻮﻥﹶﻌﻠﹶﻤ ﻳ
Artinya: “Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka:
"Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" tentu mereka
akan menjawab: "Allah". Katakanlah: "Segala puji bagi Allah";
tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui”. (Q.S. Luqman
[31]: 25).
d. Surah al-Zumar : 38
ﺍﻟﻠﱠﻪﻭﻥﻦ ﺩ ﻮﻥﹶ ﻣﺪﻋ ﺎ ﺗﻢ ﻣ ﻳﺘﹶﺃ ﻗﹸﻞﹾ ﹶﺃﻓﹶﺮﻦ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻘﹸﻮﻟﹸ ﻟﹶﻴﺭﺽ ﺍﹾﻟﺄﹶ ﻭﺍﺕﻮﺴﻤ ﺍﻟﺧﻠﹶﻖ ﻦ ﻢ ﻣ ﻬﺄﹶﹾﻟﺘﻦ ﺳ ﻟﹶﺌﻭ
ﻤﺴِﻜﹶﺎﺕ ﻦ ﻣ ﻞﹾ ﻫ ﻫﺔﺣﻤ ﻧﹺﻲ ﺑﹺﺮﺍﺩﻭ ﹶﺃﺭ ﺃﹶﻩﺿﺮ ﻔﹶﺎﺕﻦ ﻛﹶﺎﺷ ﻞﹾ ﻫ ﻫﻀﺮ ﺑﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪﻧﹺﻲﺍﺩﺇﹺ ﹾﻥ ﹶﺃﺭ
ﻛﱢﻠﹸﻮﻥﹶﻮﺘﻛﱠﻞﹸ ﺍﹾﻟﻤﻮﺘ ﻳﻴﻪﻠﹶ ﻋ ﺍﻟﻠﱠﻪﺴﺒﹺﻲ
ﻗﹸﻞﹾ ﺣﻪﺘﺣﻤ ﺭ
Artinya: “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah
yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka
menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka Terangkanlah
kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah
hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah
berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan
itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah
mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah
Allah bagiku". kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang
berserah diri. (Q.S. al-Zumar [39]: 38).
e. Surah al-Zukhruf : 9
ﻴﻢﻠ ﺍﹾﻟﻌﺰﹺﻳﺰﻦ ﺍﹾﻟﻌ ﻬ ﺧﻠﹶﻘﹶ ﻦ ﻘﹸﻮﻟﹸ ﻟﹶﻴﺭﺽ ﺍﹾﻟﺄﹶ ﻭﺍﺕﻮﺴﻤ
ﺍﻟﺧﻠﹶﻖ ﻦ ﻢ ﻣ ﻬﺄﹶﹾﻟﺘﻦ ﺳ ﻟﹶﺌﻭ
32
f. Surah al-Zukhruf : 87
ﺆﻓﹶﻜﹸﻮﻥﹶ ﻰ ﻳ ﻓﹶﺄﹶﻧﻦ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻘﹸﻮﻟﹸﻢ ﻟﹶﻴ ﺧﻠﹶﻘﹶﻬ ﻦ ﻢ ﻣ ﻬﺄﹶﹾﻟﺘﻦ ﺳ ﻟﹶﺌﻭ
Artinya: “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah
yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah",
Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari
menyembah Allah)?, (Q.S. al-Zukhruf [43]: 87).
b. Surah al-Ma‘ârij : 10
ﺎﻴﻤﻤ ﺣﻴﻢﻤﺴﺄﹶﻝﹸ ﺣ
ﻟﹶﺎ ﻳﻭ
Artinya: “Dan tidak ada seorang teman akrabpun menanyakan
temannya”. (Q.S. al-Ma‘ârij [70]: 10).
a. Surah al-A’raf : 6
ﲔﺳﻠ ﺮ ﻦ ﺍﹾﻟﻤ ﺴﺄﹶﻟﹶ
ﻟﹶﻨﻢ ﻭ ﻴﻬﹺﻞﹶ ﺇﹺﻟﹶﺭﺳ ﺃﹸﻳﻦﻦ ﺍﻟﱠﺬ ﺴﺄﹶﻟﹶ
ﻓﹶﻠﹶﻨ
33
b. Surah al-Hijr: 92
ﲔﻌﺟﻤ ﻢ ﹶﺃ ﻨﻬﺴﺄﹶﻟﹶ
ﻟﹶﻨﻚﺑﺭﻓﹶﻮ
Artinya: “Maka demi Tuhanmu, kamu pasti akan menanyai mereka
semua”. (Q.S. al-Hijr [15]: 92).
e. Surah al-Nahl: 56
ﻭﻥﹶﺮ ﹾﻔﺘﻢ ﺗ ﻨﺘﺎ ﻛﹸﻤﻦ ﻋ ﺴﺄﹶﻟﹸ
ﻟﹶﺘﺎﻟﻠﱠﻪﻢ ﺗ ﺎﻫ ﹾﻗﻨﺯﺎ ﺭﻤﺎ ﻣﻴﺒﺼﻮﻥﹶ ﻧﻌﻠﹶﻤ ﺎ ﻟﹶﺎ ﻳﻤﻠﹸﻮﻥﹶ ﻟﺠﻌ
ﻳﻭ
Artinya: “Dan mereka sediakan untuk berhala-berhala yang mereka
tiada mengetahui (kekuasaannya), satu bahagian dari rezki
yang Telah kami berikan kepada mereka. demi Allah,
Sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang Telah
kamu ada-adakan. (Q.S. al-Nahl [16]: 56).
c. Surah al-Nahl : 93
ﻤﺎ ﻦ ﻋ ﺴﺄﹶﻟﹸ
ﻟﹶﺘﺎﺀُ ﻭﺸﻦ ﻳ ﻱ ﻣﻬﺪ ﻳﺎﺀُ ﻭﺸﻦ ﻳ ﱡﻞ ﻣﻀﻦ ﻳ ﻟﹶﻜﺓﹰ ﻭﺪﺍﺣﻣﺔﹰ ﻭ ﻢ ﺃﹸ ﻠﹶﻜﹸﺠﻌ
ﻟﹶﺎﺀَ ﺍﻟﻠﱠﻪﻮ ﺷ ﻟﹶﻭ
ﻠﹸﻮﻥﹶﻌﻤ ﻢ ﺗ ﻨﺘﻛﹸ
Artinya: “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya dia menjadikan kamu
satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. dan Sesungguhnya kamu akan ditanya
tentang apa yang Telah kamu kerjakan. (Q.S. al-Nahl [16]:
93).
g. Surah-Takatsur: 8
ﻴﻢﹺﻨﻌﻦﹺ ﺍﻟ ﻋﺬﺌﻮﻣ ﻦ ﻳ ﺴﺄﹶﻟﹸ
ﻢ ﻟﹶﺘ ﹸﺛ
Artinya: “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang
kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). (Q.S.
al-Takâtsur [102]: 8).
h. Surah al-Kahfi: 19
34
ﻮﻡﹴ ﻳﻌﺾ ﻭ ﺑ ﺎ ﺃﹶﻮﻣ ﺎ ﻳﻢ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻟﹶﺒﹺﺜﹾﻨ ﻢ ﻟﹶﺒﹺﹾﺜﺘ ﻢ ﻛﹶ ﻨﻬﻞﹲ ﻣﻢ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻗﹶﺎﺋ ﻬﻴﻨﺎﺀَﻟﹸﻮﺍ ﺑﺴﺘﻴﻢ ﻟ ﺎﻫﹾﺜﻨﻌ ﺑﻚﻛﹶﺬﹶﻟﻭ
ﺯﻛﹶﻰ ﺎ ﺃﹶﻬﺮ ﹶﺃﻳ ﻨﻈﹸ ﻓﹶ ﹾﻠﻴﺔﻳﻨﺪ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﺍﹾﻟﻤﻩﺬﻢ ﻫ ﻜﹸﺭﹺﻗﻢ ﺑﹺﻮ ﻛﹸﺪﺜﹸﻮﺍ ﹶﺃﺣﺑﻌﻢ ﻓﹶﺎ ﺎ ﻟﹶﺒﹺﹾﺜﺘ ﺑﹺﻤﻋﻠﹶﻢ ﻢ ﹶﺃ ﻜﹸﺑﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺭ
ﺍﺪﻢ ﹶﺃﺣ ﻥﱠ ﺑﹺﻜﹸﺮﺸﻌ ﻟﹶﺎ ﻳ ﻭﻠﹶﻄﱠﻒﺘﹾﻟﻴ ﻭﻨﻪﺯﻕﹴ ﻣ ﻢ ﺑﹺﺮﹺ ﻜﹸ ﹾﺄﺗﺎ ﻓﹶ ﹾﻠﻴﺎﻣﻃﹶﻌ
Artinya: “Dan Demikianlah kami bangunkan mereka agar mereka
saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah
seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu
berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini)
sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan
kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini).
Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke
kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia
lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia
membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku
lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu
kepada seorangpun. (Q.S. al-Kahfi [18]: 19).
j. Surah al-Qashash: 66
ﺎﺀَﻟﹸﻮﻥﹶﺴﺘﻢ ﻟﹶﺎ ﻳ ﻓﹶﻬﺬﺌﻮﻣ ﺎﺀُ ﻳﻧﺒ ﺍﹾﻟﺄﹶﻴ ﹺﻬﻢﻠﹶ ﻋﺖﻴﻤﻓﹶﻌ
Artinya: “Maka gelaplah bagi mereka segala macam alasan pada hari
itu, Karena itu mereka tidak saling tanya menanya”. (Q.S. al-
Qashash [28]: 66).
k. Surah al-Kahfi: 70
ﺍ ﹾﻛﺮ ﺫﻨﻪ ﻣﺙﹶ ﻟﹶﻚﺣﺪ ﻰ ﹸﺃﺘﺀٍ ﺣﻲﻦ ﺷ ﺴﺄﹶﹾﻟﻨﹺﻲ ﻋ
ﻨﹺﻲ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﺗﻌﺘ ﺗﺒ ﺍﻗﹶﺎﻝﹶ ﻓﹶﹺﺈﻥ
Artinya: “Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu
menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai Aku
sendiri menerangkannya kepadamu". (Q.S. al-Kahfi [18]: 70).
l. Surah al-Anbiyâ’: 13
35
ﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻥﹶ
ﻢ ﺗ ﻠﱠﻜﹸﻢ ﻟﹶﻌ ﻨﹺﻜﹸﺎﻛﺴﻣ ﻭﻴﻪﻢ ﻓ ﺗﺮﹺ ﹾﻓﺘﺎ ﺃﹸﻮﺍ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﻣﺭﺟﹺﻌ ﺍﻮﺍ ﻭﺮﻛﹸﻀ ﻟﹶﺎ ﺗ
Artinya: “Janganlah kamu lari tergesa-gesa; kembalilah kamu kepada
nikmat yang Telah kamu rasakan dan kepada tempat-tempat
kediamanmu (yang baik), supaya kamu ditanya.” (Q.S. al-
Anbiyâ’ [21]: 13).
m. Surah al-Anbiya : 23
ﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻥﹶ
ﻢ ﻳ ﻫﻞﹸ ﻭ ﹾﻔﻌﺎ ﻳﻤﺴﺄﹶﻝﹸ ﻋ
ﻟﹶﺎ ﻳ
Artinya: “Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan
merekalah yang akan ditanyai. (Q.S. al-Anbiyaâ’ [21]: 23).
n. Surah al-Qashash: 78
ﻮﻦ ﻫ ﻣﻭﻥ ﺍﹾﻟﻘﹸﺮﻦ ﻣﻪﺒﻠﻦ ﻗﹶ ﻣﻫﻠﹶﻚ ﺪ ﺃﹶ ﻗﹶﻢ ﹶﺃﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻌﻠﹶ ﻢ ﻳ ﻟﹶﻱ ﹶﺃﻭﻨﺪ ﹾﻠﻢﹴ ﻋﻠﹶﻰ ﻋ ﻋﻪﻴﺘﺎ ﺃﹸﻭﺗﻧﻤﻗﹶﺎﻝﹶ ﺇﹺ
ﻮﻥﹶﺠﺮﹺﻣ ﺍﹾﻟﻤﻮﺑﹺ ﹺﻬﻢﻦ ﺫﹸﻧ ﺴﺄﹶﻝﹸ ﻋ ﻟﹶﺎ ﻳﺎ ﻭﻤﻌ ﺟﺃﹶ ﹾﻛﹶﺜﺮﻮﺓﹰ ﻭ ﻗﹸﻨﻪ ﻣﺪﹶﺃﺷ
Artinya: “Karun berkata: "Sesungguhnya Aku Hanya diberi harta itu,
Karena ilmu yang ada padaku". dan apakah ia tidak
mengetahui, bahwasanya Allah sungguh Telah membinasakan
umat-umat sebelumnya yang lebih Kuat daripadanya, dan lebih
banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya
kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa
mereka. (Q.S. al-Qashash [28]: 78).
o. Surah al-Rahmân: 39
ﺎﻥﱞﻟﹶﺎ ﺟ ﻭﻧﺲ ﺇﹺﻧﺒﹺﻪﻦ ﺫﹶ ﺴﺄﹶﻝﹸ ﻋ
ﻟﹶﺎ ﻳﺬﺌﻮﻣ ﻓﹶﻴ
Artinya: “Pada waktu itu manusia dan jin tidak ditanya tentang
dosanya”. (Q.S. al-Rahmân [55]: 39).
4. Kata Kerja imferatif ( Fi’il Amar ) terdapat pada 12 Ayat dalam surah yang
berbeda-beda antara lain :
a. Surah al-Baqarah: 211
ﻓﹶﹺﺈﻥﱠﺗﻪَﺎﺀﺎ ﺟ ﻣﻌﺪ ﻦ ﺑ ﻣﺔﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪﻌﻤ ﹾﻝ ﻧﹺﺪﺒﻦ ﻳ ﻣ ﻭﺔﻨﻴ ﺑﺔﻦ ﺀَﺍﻳ ﻢ ﻣ ﺎﻫﻴﻨﻢ ﺀَﺍﺗ ﻴﻞﹶ ﻛﹶﺍﺋﺳﺮ ﻨﹺﻲ ﺇﹺﻞﹾ ﺑﺳ
ﻘﹶﺎﺏﹺ ﺍﹾﻟﻌﻳﺪﺪ ﺷﺍﻟﻠﱠﻪ
36
d. Surah Yunus: 94
ﺎﺀَﻙﺪ ﺟ ﻟﹶﻘﹶﻚﺒﻠ ﻦ ﻗﹶ ﻣﺎﺏﺘﺀُﻭﻥﹶ ﺍﹾﻟﻜ ﹾﻘﺮ ﻳﻳﻦﺳﺄﹶﻝﹺ ﺍﻟﱠﺬ ﻓﹶﺎﻴﻚﺎ ﺇﹺﻟﹶﹾﻟﻨﻧﺰﺎ ﺃﹶﻤ ﻣﻚﻲ ﺷ ﻓﻨﺖﻓﹶﺈﹺ ﹾﻥ ﻛﹸ
ﺮﹺﻳﻦﻤﺘ ﺍﹾﻟﻤﻦﻦ ﻣ ﻜﹸﻮﻧ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﺗﻚﺑﻦ ﺭ ﻖ ﻣ ﺍﹾﻟﺤ
Artinya: “Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan
tentang apa yang kami turunkan kepadamu, Maka
tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca Kitab
sebelum kamu. Sesungguhnya Telah datang kebenaran
kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali
kamu temasuk orang-orang yang ragu-ragu. (Q.S. Yunus [10]:
94).
e. Surah Yusuf: 50
34
yaitu tanda-tanda kebenaran yang dibawa nabi-nabi mereka, yang menunjukkan kepada
keesaan Allah, dan kebenaran nabi-nabi itu selalu mereka tolak.
35
Yaitu kota Eliah yang terletak di pantai laut merah antara kota Mad-yan dan bukit
Thur.
36
Menurut aturan mereka tidak boleh bekerja pada hari sabtu, karena hari Sabti itu
dikhususkan hanya untuk beribadah.
37
ﺓﺴﻮ
ﺎﻝﹸ ﺍﻟﻨﺎ ﺑ ﻣﺄﹶﹾﻟﻪ ﻓﹶﺎﺳﻚﺑ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﺭﺭﺟﹺﻊ ﻮﻝﹸ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍﺮﺳ ﺍﻟﺎﺀَﻩﺎ ﺟ ﻓﹶﻠﹶﻤﻮﻧﹺﻲ ﺑﹺﻪ ﺍﹾﺋﺘﻚﻠﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍﹾﻟﻤﻭ
ﻴﻢﻠﻦ ﻋ ﻫﻴﺪﻲ ﺑﹺﻜﹶﺑﻦ ﹺﺇﻥﱠ ﺭ ﻬ ﻳﻳﺪ ﹶﺃﻌﻦ ﻲ ﻗﹶ ﱠﻄﺍﻟﻠﱠﺎﺗ
Artinya: “Raja berkata: "Bawalah dia kepadaku." Maka tatkala utusan
itu datang kepada Yusuf, berkatalah Yusuf: "Kembalilah
kepada tuanmu dan tanyakanlah kepadanya bagaimana
halnya wanita-wanita yang Telah melukai tangannya.
Sesungguhnya Tuhanku, Maha mengetahui tipu daya mereka."
(Q.S. Yusuf [12]: 50).
f. Surah Yusuf : 82
ﻗﹸﻮﻥﹶﺎﺩﺎ ﻟﹶﺼﺇﹺﻧﺎ ﻭﻴﻬﺎ ﻓ ﹾﻠﻨﻲ ﺃﹶ ﹾﻗﺒ ﺍﻟﱠﺘﲑﺍﹾﻟﻌﺎ ﻭﻴﻬﺎ ﻓﻲ ﻛﹸﻨﺔﹶ ﺍﻟﱠﺘﺮﻳ ﺳﺄﹶﻝﹺ ﺍﹾﻟﻘﹶ ﺍﻭ
Artinya: “Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada disitu,
dan kafilah yang kami datang bersamanya, dan Sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang benar". (Q.S. Yusuf [12]: 82).
g. Surah al-Zukhruf: 45
ﻭﻥﹶﺪﻌﺒ ﺔﹰ ﻳﻬﻦﹺ ﺀَﺍﻟﺣﻤ ﺮ ﺍﻟﻭﻥﻦ ﺩ ﺎ ﻣ ﹾﻠﻨﻌﺎ ﹶﺃﺟﻨﺳﻠ ﻦ ﺭ ﻣﻚﺒﻠﻦ ﻗﹶ ﺎ ﻣ ﹾﻠﻨﺭﺳ ﻦ ﺃﹶ ﺄﹶ ﹾﻝ ﻣﺍﺳﻭ
Artinya: “Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul kami yang Telah kami
utus sebelum kamu: "Adakah kami menentukan tuhan-tuhan
untuk disembah selain Allah yang Maha Pemurah.?" (Q.S. al-
Zukhruf [43]: 45).
h. Surah al-Nahl : 43
ﻮﻥﹶﻌﻠﹶﻤ ﻢ ﻟﹶﺎ ﺗ ﻨﺘﻫﻞﹶ ﺍﻟﺬﱢ ﹾﻛﺮﹺ ﺇﹺ ﹾﻥ ﻛﹸ ﺳﺄﹶﻟﹸﻮﺍ ﺃﹶ ﻢ ﻓﹶﺎ ﻴﻬﹺﻲ ﺇﹺﻟﹶﻮﺣﺎﻟﹰﺎ ﻧ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﺭﹺﺟﻚﺒﻠﻦ ﻗﹶ ﺎ ﻣ ﹾﻠﻨﺭﺳ ﺎ ﺃﹶﻣﻭ
Artinya: “Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-
orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan 37
jika kamu tidak mengetahui”. (Q.S. al-Nahl [16]: 43).
i. Surah al-Furqan : 59
ﻦﺣﻤ ﺮ ﺮﺵﹺ ﺍﻟ ﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟﻌﻯ ﻋﻮﺘﻢ ﺍﺳ ﺎﻡﹴ ﹸﺛ ﺃﹶﻳﺘﺔﻲ ﺳﺎ ﻓﻬﻤ ﻴﻨﺎ ﺑﻣ ﻭﺭﺽ ﺍﹾﻟﺄﹶ ﻭﺍﺕﻮﺴﻤ
ﺍﻟﺧﻠﹶﻖ ﻱﺍﻟﱠﺬ
ﺍﺧﺒﹺﲑ ﺄﹶ ﹾﻝ ﺑﹺﻪﻓﹶﺎﺳ
37
Yakni orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang Nabi dan Kitab-Kitab.
38
Artinya: “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di
atas Arsy38 (Dialah) yang Maha pemurah, Maka tanyakanlah
(tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad)
tentang Dia. (Q.S. al-Furqan [25]: 59).
k. Surah al-Anbiyâ’: 63
ﻄﻘﹸﻮﻥﹶ ﻨﻮﺍ ﻳﻢ ﺇﹺ ﹾﻥ ﻛﹶﺎﻧ ﺳﺄﹶﻟﹸﻮﻫ ﺬﹶﺍ ﻓﹶﺎﻢ ﻫ ﲑﻫ ﻛﹶﺒﹺﻠﹶﻪﻞﹾ ﻓﹶﻌﻗﹶﺎﻝﹶ ﺑ
Artinya: “Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar Itulah
yang melakukannya, Maka tanyakanlah kepada berhala itu,
jika mereka dapat berbicara". (Q.S. al-Anbiyâ’ [21]: 63).
38
Bersemayam di atas Arsy satu sifat Allah yangwajib kita imani sesuai dengan
kebesaran Allah dan kesucian-NYA.
39
Mukjizat yang sembilan itu ialah : tongkat, tangan, belalang, kutu, katak, darah,
taupan, laut, dan bukit Thur.
39
kata sa’al dan seluruh tashrifnya yang menggunakan arti bertanya atau
Dalam konteks al-Qur’ân, kata ﺳﺄﻝyang merupakan kata kerja dari akar
yakni proses Tanya-jawab yang berlangsung antara seorang guru dan pencari
Dalam kaitanya dengan hal diatas, pertanyaan yang terdapat pada ayat-
ayat al-Qur’ân berlangsung antara:
40
Maka motivasi yang mendorongnya untuk bertanya adalah karena rasa ingin
tahu terhadap persoalan keagamaan dan keduniaan mereka, seperti tanya-
jawab pada ayat 189, 215, 218, 219, dan ayat 220, serta 222 pada surah al-
pen),40 seperti pertanyaan tentang hari kiamat, dan hari pembalasan, yang
bulan haram, khamr dan judi, pembagian harta hasil perang, ruh, masalah-
40
Munzier Suparta, dan Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media,
2003),,h. 348
41
Bertanya
1. Istifta’
Kata ( ﺍﻻﺳﺘﻔﺘﺎﺀistifta’), terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-
huruf fa, ta, dan ya, dengan penambahan huruf alif pada awalnya menjadi ﺍﻓﱴ
(afta) yang artinya memberi fatwa. Dari kata ini lahir kata ﺍﳌﻔﱴ (mufti) yang
berarti pemberi fatwa, dan kata fatwa jamak dari kata fatَawa yang artinya
petuah.41 Yakni pendapat mengenai suatu hukum dalam islam yang merupakan
tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa
dan tidak mempunyai daya ikat.42 Kata ( ﺍﻻﺳﺘﻔﺘﺎﺀIstiftâ’) adalah masdar dari
kata kerja ( ﺍﺳﺘﻔﱴistaftâ) yang mengandung arti permintaan fatwa.43
Dari kata kerja ﺍﻓﱴ (aftâ) didapati didalam al-Qur’ân sebanyak lima
kali; dua kali dalam bentuk fi’l mudari’ (kata kerja yang menunjuk waktu
sekarang dan akan datang) yang melibatkan dua pelaku yaitu Tuhan dan
manusia.44 Dan tiga kali dalam bentuk fi”l amr.45 Sedangkan kata kerja ﺍﺳﺘﻔﱴ
41
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2002), Cet. ke-25, h. 1034.
42
Tim Penulis, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hove, 1999), h. 6.
43
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2002), Cet. ke-25, h. 1034.
44
QS. Al-Nisa: 127 dan 178
45
QS. Yusuf: 43, 46, dan Q. S. Al-Naml: 32
42
(istaftâ) didapati dalam Al-Qur’ân sebanyak enam kali; empat kali dalam
bentuk fi‘il mudhari‘46 dan dua kali dalam bentuk fi‘il amr.47
2. Istifham
istaudhaha.48 Terambil dari akar kata fahima yang berarti faham, mengerti,
jelas.49 Dari akar kata ini mendapat tambahan alif, sin dan ta di awal kata yang
fungsinya untuk meminta. Dengan demikian istifham berarti thalabul fahmi
pemahaman tentang hakikat, nama, jumlah serta sifat dari suatu hal.51
bahwa istifham ialam mencari pemahaman tentang suatu hal yang tidak
diketahui.52
berupa hamzah ( )ﺃdan hal ( )ﻫﻞyang artinya apakah, dan isim istifham yakni
46
QS. Al-Nisa: 127, 178. QS. Al-Kahfi: 22. QS. Yusuf: 41
47
QS. Al-Shaffat: 11 dan 149
48
Azizah fuwal, Al-Mu’jam Al-Mufashshal (Beirut: Darul Kutub al Ilmiyah, 1992), h. 87
49
A. W. Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 1075
50
Jalaluddin As-Suyuti As Syafi’I, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’ân (Beirut: Daar Al-Fikri,
t.th.), h. 146
51
Azizah fuwal, Al-Mu’jam Al-Mufashshal (Beirut: Darul Kutub al Ilmiyah, 1992), h. 87.
52
Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum Al-Qur’ân, (tt, tp, t.th), h. 326
43
adatul istifham selain hamzah ( )ﺃdan hal ()ﻫﻞ, diantaranya ialah : mâ ()ﻣﺎ
artinya apa, man ( )ﻣﻦsiapa, kaifa ( )ﻛﻴﻒartinya bagaimana, dan kam ()ﻛﻢ
artinya berapa. Semuanya memiliki satu maksud pokok yaitu mencari
pemahaman atau penjelasan tentang suatu masalah. Sebagaimana ditemukan
ﺎﻨ ﹾﺄﺳﻢ ﺑ ﻬﻴ ﹾﺄﺗﻯ ﺃﹶ ﹾﻥ ﻳﻫﻞﹸ ﺍﹾﻟﻘﹸﺮ ﺃﹶﻦﹶﺃﻣ ﹶﺃﻭ. ﻮﻥﹶﺋﻤﺎﻢ ﻧ ﻫﺎ ﻭﺎﺗﻴﺎ ﺑﻨ ﹾﺄﺳﻢ ﺑ ﻬﻴ ﹾﺄﺗﻯ ﺃﹶ ﹾﻥ ﻳﻫﻞﹸ ﺍﹾﻟﻘﹸﺮ ﺃﹶﻦﹶﺃﻓﹶﺄﹶﻣ
ﻬﺪ ﻢ ﻳ ﻟﹶ ﹶﺃﻭ.ﻭﻥﹶﺳﺮ ﺎ ﺍﹾﻟﺨﻮﻡ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﺍﹾﻟﻘﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﹾﻜﺮ ﻣﻦ ﹾﺄﻣ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﻳ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﹾﻜﺮﻮﺍ ﻣﻨ ﹶﺃﻓﹶﺄﹶﻣ.ﻮﻥﹶﺒ ﹾﻠﻌﻢ ﻳ ﻫﻰ ﻭﺤﺿ
ﻢ ﻠﹶﻰ ﻗﹸﻠﹸﻮﺑﹺﻬﹺ ﻋﻊ ﹾﻄﺒﻧﻢ ﻭ ﻮﺑﹺﻬﹺﻢ ﺑﹺﺬﹸﻧ ﺎﻫﺒﻨﺎﺀُ ﺃﹶﺻﺸﻮ ﻧ ﺎ ﺃﹶ ﹾﻥ ﻟﹶﻬﻫﻠ ﹶﺃﻌﺪ ﻦ ﺑ ﻣﺭﺽ ﺮﹺﺛﹸﻮﻥﹶ ﺍﹾﻟﺄﹶ ﻳﻳﻦﻠﱠﺬﻟ
. ﻮﻥﹶﻌﺴﻤ
ﻢ ﻟﹶﺎ ﻳ ﻓﹶﻬ
Artinya: “Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari
kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di
waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-
negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada
mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka
sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari
azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa
aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. Dan
apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu
negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami
menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya;
dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat
mendengar (pelajaran lagi)? (Q.S. al-A‘râf [7]: 97-100
. ﻭﻥﹶﻀﺮ
ﻭ ﻳ ﻢ ﺃﹶ ﻜﹸﻮﻧﻨﻔﹶﻌﻭ ﻳ ﺃﹶ. ﻮﻥﹶﺪﻋ ﻢ ﺇﹺ ﹾﺫ ﺗ ﻜﹸﻮﻧﻌﺴﻤ
ﻞﹾ ﻳﻫ ﻗﹶﺎﻝﹶ
Artinya: “Berkata Ibrahim: Apakah berhala-berhala itu mendengar
(do`a) mu sewaktu kamu berdo`a (kepadanya)?, atau
(dapatkah) mereka memberi manfa`at kepadamu atau memberi
mudharat?" (Q.S. al-Syu‘arâ’ [26]: 72-73).
ﺎ ﹾﻠﻄﹶﺎﻧﻢ ﺳ ﻴﻜﹸﻠﹶ ﻋ ﹾﻝ ﺑﹺﻪﺰﻨﻢ ﻳ ﺎ ﻟﹶ ﻣﻢ ﺑﹺﺎﻟﻠﱠﻪ ﹾﻛﺘﺷﺮ ﻢ ﺃﹶ ﻧﻜﹸﺎﻓﹸﻮﻥﹶ ﹶﺃﺨﻟﹶﺎ ﺗﻢ ﻭ ﹾﻛﺘﺷﺮ ﺎ ﺃﹶ ﻣﺎﻑ ﺃﹶﺧﻴﻒﻛﹶﻭ
. ﻮﻥﹶﻌﻠﹶﻤ ﻢ ﺗ ﻨﺘﻥ ﻛﹸ
ﻣﻦﹺ ﺇﹺ ﹾ ﻖ ﺑﹺﺎﹾﻟﺄﹶ ﻴﻦﹺ ﹶﺃﺣ ﺍﹾﻟﻔﹶﺮﹺﻳﻘﹶﻓﹶﺄﹶﻱ
Artinya: “Bagaimana aku (Ibrahim) takut kepada sembahan-sembahan
yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak
takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan
yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk
mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan
itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka),
jika kamu mengetahui?" (Q.S. al-An‘âm [6]: 81).
ﻙﺮﺎ ﺗ ﻣﺼﻒ ﺎ ﻧﹺ ﻓﹶﻠﹶﻬﺖ ﺃﹸﺧﻟﹶﻪ ﻭﻟﹶﺪ ﻭ ﻟﹶﻪﻴﺲ ﻟﹶﻠﹶﻚ ﻫﺅﻣﺮ ﺍ ﹺﺇﻥﻲ ﺍﹾﻟﻜﹶﻠﹶﺎﻟﹶﺔﻢ ﻓ ﻴﻜﹸ ﹾﻔﺘ ﻳ ﻗﹸﻞﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪﻚﻮﻧ ﹾﻔﺘﺴﺘ ﻳ
ﺎﻟﹰﺎﺓﹰ ﺭﹺﺟﺧﻮ ﻮﺍ ﺇﹺﺇﹺ ﹾﻥ ﻛﹶﺎﻧ ﻭﻙﺮﺎ ﺗﻤ ﻣﺎ ﺍﻟﱡﺜﻠﹸﺜﹶﺎﻥﻬﻤ ﻴﻦﹺ ﻓﹶﻠﹶﺘﺎ ﺍﹾﺛﻨﺘ ﻓﹶﺈﹺ ﹾﻥ ﻛﹶﺎﻧﻟﹶﺪﺎ ﻭﻦ ﻟﹶﻬ ﻜﹸﻢ ﻳ ﺎ ﺇﹺ ﹾﻥ ﻟﹶﺮﹺﺛﹸﻬ ﻳﻮﻫﻭ
ﻴﻢﻠﺀٍ ﻋﻲ ﺑﹺﻜﹸ ﱢﻞ ﺷﺍﻟﻠﱠﻪﻀﻠﱡﻮﺍ ﻭ ﻢ ﺃﹶ ﹾﻥ ﺗ ﻟﹶﻜﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪﻦﻴﺒﻴﻦﹺ ﻳ ﻧﹶﺜﻴﻆ ﺍﹾﻟﺄﹸ
ﱢﺜﹾﻞﹸ ﺣﻠﺬﱠﻛﹶﺮﹺ ﻣﺎﺀً ﻓﹶﻠﻧﹺﺴﻭ
Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah:
"Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang
meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai
saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu
seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-
laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak
mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka
bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang
meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-
saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-
laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah
menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Selain kedua ayat di atas kata – kata istifta dalam al-Qur’an juga
mengandung arti menanyakan sesuatu tapi tidak berhubungan dengan hukum.
seperti pada ayat berikut :
.ﺍﺪﻢ ﹶﺃﺣ ﻨﻬﻣ ﻢ ﻴﻬﹺ ﻓ ﹾﻔﺖﺴﺘ
ﻟﹶﺎ ﺗﻭ...
Artinya: “…. Dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda
itu) kepada seorangpun di antara mereka. (Q.S. al-Kahfi [18]: 22).
.ﻃﲔﹴ ﻟﹶﺎﺯﹺﺏﹴ
ﻦ ﻢ ﻣ ﺎﻫﺧﻠﹶ ﹾﻘﻨ ﺎﺎ ﺇﹺﻧﻠﹶ ﹾﻘﻨﻦ ﺧ ﻡ ﻣ ﹾﻠﻘﹰﺎ ﺃﹶ ﺧﺪﻢ ﹶﺃﺷ ﻢ ﹶﺃﻫ ﻬﹺ ﹾﻔﺘﺳﺘ ﻓﹶﺎ
Artinya: “Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): "Apakah
mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah Kami
ciptakan itu?" Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari
tanah liat (QS. al-Shâffât [18]: 11).
47
ﺧﺮ ﺃﹸﻀﺮﹴ ﻭ
ﺧﻠﹶﺎﺕﻨﺒ ﺳﺒﻊﺳ ﻭﺎﻑﺠ ﻋﺒﻊﻦ ﺳ ﻬ ﹾﺄﻛﹸﻠﹸ ﻳﺎﻥﺳﻤ ﺍﺕﻘﹶﺮ ﺑﺒﻊﻯ ﺳﻲ ﺃﹶﺭ ﹺﺇﻧﻚﻠﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍﹾﻟﻤﻭ
.ﻭﻥﹶﺮﻌﺒ ﺎ ﺗﻳﺅﻠﺮﻢ ﻟ ﻨﺘﻥ ﻛﹸ
ﺇﹺ ﹾﺎﻱﻳﺅﻲ ﺭﻮﻧﹺﻲ ﻓﻠﹶﺄﹸ ﺃﹶ ﹾﻓﺘﺎ ﺍﹾﻟﻤﻬﺎﹶﺃﻳ ﻳﺎﺕﺎﺑﹺﺴﻳ
Artinya: “Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya):
"Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang
gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus
dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang
kering”. Hai orang-orang yang terkemuka: "Terangkanlah kepadaku
tentang ta`bir mimpiku itu jika kamu dapat mena`birkan mimpi” (Q.S.
Yusuf [12]: 43).
Dari beberapa ayat di atas dapat diketahui dengan jelas, Lafad ifta’
(memberi fatwa) kebanyakan tidak berhubungan dengan hukum dan tidak
mengikat. Sedangkan bertanya adalah meminta keterangan tentang yang tidak
diketahui agar ia tahu atau meminta keterangan tentang hal-hal yang
mengandung keraguan antara berbagai tafsiran agar dapat diketahui dengan
pasti tafsiran yang dikehendaki. Selain itu pula, ayat-ayat tersebut diatas
memiliki kaitan erat dengan dengan al-su’al karena berlangsung proses dialog
antara peminta fatwa dan pemberi fatwa yang merupakan suatu kegiatan
belajar mengajar yang berujung pada pemberian pemahaman dan dan
penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang belum diketahui oleh pihak
peminta fatwa.
BAB III
JENIS-JENIS PERTANYAAN DALAM AL-QUR’ÂN
1
Fazlur-Rahman, Islam, (Bandung: Pustaka, 2000), h. 431
49
50
mengatur beberapa persoalan yang dihadapi umat Islam pada masa Nabi SAW.
dan selanjutnya menjadi pedoman dalam kehidupan.
Dari hasil konsultasi hukum yang berlangsung dan menggunakan
kalimat yas’alûnaka sebagaimana tercantum dalam al-Qur’ân, lahirlah
beberapa ketentuan legislasi Qur’ani yang tercermin membuahkan delapan
masalah hukum, enam legislasi terdapat pada surah al-Baqarah, dan dua
keputusan hukum lainnya terdapat pada surat al-Mâ’idah dan al-A’râf.
Adapun pertanyaan tentang hukum dapat penulis simpulkan menjadi
pasal-pasal berikut:
permintaan legislasi yang diajukan sahabat kepada Nabi saw. yang pertama
menetapkan kelompok penerima sedekah dengan urutannya yaitu: kedua
orang tua, kaum karabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-
orang yang sedang dalam perjalanan, sementara ayat lainnya memberikan
penentuan kriteria harta yang layak disedekahkan yaitu kelebihan harta dari
keperluan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya.
Pertanyaan hukum infaq pada ayat di atas menyangkut jumlah
pengeluaran sedekah yang bersifat sunnah bukan wajib. Namun demikian
pengeluaran sedekah menjadi wajib jika seseorang memiliki orang tua yang
tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari.
Pengikut Madhab Syafi’i menyebutkan bahwa seorang anak baik laki-
laki maupun perempuan memiliki tanggung jawab dan kewajiban memenuhi
kebutuhan ayah dan kakeknya, termasuk kebutuhan sehar-hari dan bahkan
kebutuhan biologisnya, mereka berkewajiban mengawinkan ayah dan
kakeknya bila yang bersangkutan masih menginginkan dan tidak mampu
membiayainya untuk menghindari penyaluran kebutuhan biologis yang tidak
dibenarkan dan tidak sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang ayah.2
Sekalipun menurut Imam Malik seorang anak tidak berkewajiban
mengawinkan ayahnya, tetapi mempunyai kewajiban memberikan nafkah
kepada istri ayahnya baik ibu kandung maupun ibu tiri. Al-Qurtubi juga
berpendapat, seorang anak tidak berkewajiban mengawinkan ayah kandungnya
karena pada umumnya tidak menghendaki perkawinan, namun jika memiliki
2
Wahbah al-Zuhaeli, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, h.
256
53
3
Wahbah al-Zuhaeli, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, h.
256
54
4
Syeikh Muhammad Rasyid Rida, Tafsir al-Qur’ân al-Karim al-Syahir bi al-Tafsir al-
Manar, (Tt: Dar Al-Fikri, Tth), Juz 11, h. 315
5
Fazlur Rahman, Islam, h. 44
55
legislasi al-Qur’ân dan penjelasan al-Qur’ân terhadap sifat dan fungsi legislasi
itu sendiri.
Pemakaian alkohol nampaknya sama sekali tidak dilarang pada tahun-
tahun pertama pemerintahan Islam, baru kemudian dikeluarkan larangan shalat
ketika berada dalam pengaruh alkohol. Pelarangan minuman beralkohol
melewati empat fase secara gradual dari legislasi ringan hingga terberat dan
penahapan pelarangan ini merupakan kebijakan edukasi yang progresif, karena
jika dilakukan serentak “Janganlah minum khamr” niscaya mereka menjawab,
”Kami tidak akan meninggalkannya,” 6 sebagaimana yang terdapat dalam ayat
berikut:
Pertanyaan legislasi yang terdapat dalam surat al-Baqarah: 2 ayat 216
ialah menyangkut konsumsi minuman keras dan permainan judi ditinjau dari
kedua perspektif hukum boleh tidaknya yang dalam terminologi Fiqih disebut
dengan kehalalan atau keharamannya.
Pertanyaan tentang halal dan haramnya minuman khamr dan judi yang
diajukan oleh Umar bin Khattab, Mu’ad bin Jabal dan sahabat-sahabat lain dari
golongan Anshar yang melakukan kunjungan kepada Nabi saw. dan meminta
fatwa hukum menyangkut khamr dan judi, yang pertama setelah minum dapat
menyebabkan hilangnya kesadaran dan yang kedua menghambur-hamburkan
harta. Pertanyaan tersebut mendapat tanggapan respon Rasulullah saw. berupa
jawaban “Pada keduaya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia”.
6
Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, h.
271
56
7
Syeikh Muhammad Rasyid Ridha,Tafsir al-Qur’ân al-Karim al-Syahir bi al-Tafsir al-
Manar, h. 322
57
8
Wahbah al-Zuhaeli, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, h.
276-277
9
Wahbah al-Zuhaeli, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, h.
279
59
berbaur bersama-sama anak yatim dalam waktu makan dan minum,10 oleh
karenanya posisi anak yatim terisolir dan tidak mendapat perhatian di kalangan
komunitas Jahiliyah.
Kenyataan sikap seperti ini tidak dilakukan komunitas muslim baik
kalangan al-Muhajirin maupun al-Anshâr. Berbeda dengan sikap perlakuan
masyarakat non-muslim terhadap anak yatim, umat Islam justru menyikapi
eksistensi fenomena sosial ini dengan penuh kasih sayang dan perhatian serta
tidak diskriminasi lebih-lebih isolasi terhadap mereka. Pertanyaan yurisdiksi
muncul pada saat dikeluarkannya seruan menjauhi harta anak-anak yatim yang
terdapat pada surah al-An’âm ayat 152 yang berbunyi:
.ﺪﻩ
ﺒﻠﹸﻎﹶ ﹶﺃﺷﻰ ﻳﺘﺣ ﻦﺣﺴ ﹶﺃﻲﻲ ﻫﻴﻢﹺ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﺑﹺﺎﻟﱠﺘﺘﺎﻝﹶ ﺍﹾﻟﻴﻮﺍ ﻣﺑ ﹾﻘﺮﻟﹶﺎ ﺗﻭ
Artinya: “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa....” (Q.S. al-An‘âm
[6]: 152).
mengurus dan mengelola adalah baik dari pada tidak. Dalam waktu yang sama
jika terjadi adanya pencampuran harta anak yatim yang diurus dengan harta
pihak yang mengurus, maka tidak dikenakan sangsi ukhrowi apapun. Demikian
persoalan hukum yang dituangkan dalam surat al-Baqarah ayat 220 seperti
berikut ini:
ﻦ ﻣ ﹾﻔﺴِﺪ ﺍﹾﻟﻤﻌﻠﹶﻢ ﻳﺍﻟﻠﱠﻪﻢ ﻭ ﻜﹸﺍﻧﺧﻮ ﻢ ﻓﹶﺈﹺ ﻄﹸﻮﻫﺎﻟﺨﺇﹺ ﹾﻥ ﺗ ﻭﻴﺮﻢ ﺧ ﻟﹶﻬﺻﻠﹶﺎﺡ
ﻰ ﻗﹸﻞﹾ ﺇﹺﺎﻣﺘﻦﹺ ﺍﹾﻟﻴ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ ﻳﻭ
.ﻴﻢﻜ ﺣﺰﹺﻳﺰ ﻋﻢ ﹺﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻜﹸﺘﻋﻨ ﻟﹶﺄﹶﺎﺀَ ﺍﻟﻠﱠﻪﻮ ﺷ ﻟﹶﺢﹺ ﻭﺼﻠ
ﺍﹾﻟﻤ
Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah:
"Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu
menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah
mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan
perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat
mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 220).
Sebagai gejala ganguan fisik dan psikis yang dialami wanita dalam
hidupnya, haidh menimbulkan persoalan baru bagi seorang suami, pertayaan
boleh tidaknya melakukan hubungan seksual antara suami istri jika istri tegah
megalami datang bulan menjadi penting pada periode awal kemunculan Islam
sehingga jawaban yang diberikan mengawali terbentuknya undang-undang
yang mengatur halal dan haramnya menjalin hubungan seks ketika seorang
istri sedang haidh.
Mecermati redaksi pertanyaan hukum boleh tidaknya melakukan
hubungan intim antara suami istri yang tengah haidh dengan menggunakan
kata kerja berbentuk mudhari’ menyiratkan pengertian bahwa persoalan ini
berlaku pada setiap zaman dan terus terjadi dalam kehidupan rumah tangga
sehingga pengangkatan kembali masalah ini tetap diperlukan untuk
mengingatkan aturan terkait. Hal ini menunjukkan bahwa masalah haidh harus
senantiasa diperhatikan oleh suami istri, sehingga hubungan intim yang
berlangsung tidak menimbulkan riak-riak yang membahayakan keturunan bila
dikaruniai anak-anak.
Pertanyaan kondisional menyangkut hukum pembolehan dan pelarangan
penyaluran kebutuhan biologis suami istri sehubungan dengan tradisi
masyarakat Yahudi yang memposisikan kaum wanita dalam kedudukan yang
amat rendah. Bangsa Yahudi memandang wanita-wanita yang tengah
mengalami haidh sebagai tidak pantas tinggal di rumah sehingga mereka
dikeluarkan dari tempat-tempat tinggalnya, tidak diajak makan bersama,
minum bersama, dan tidak digauli.11
11
Muhammad Ali al-Sabuni, Shafwat at-Tafsir, h. 140
63
ﺮﻥﹶ ﻬ ﻄﹾﻰ ﻳﺘﻦ ﺣ ﻮﻫﺑ ﹾﻘﺮﻟﹶﺎ ﺗﻴﺾﹺ ﻭﺤﻲ ﺍﹾﻟﻤﺎﺀَ ﻓﺴﺰﹺﻟﹸﻮﺍ ﺍﻟﻨﻋﺘ ﹶﺃﺫﹰﻯ ﻓﹶﺎﻮﻴﺾﹺ ﻗﹸﻞﹾ ﻫﺤﻦﹺ ﺍﹾﻟﻤ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ ﻳﻭ
.ﻬﺮﹺﻳﻦ ﻄﹶﺘ ﺍﹾﻟﻤﺐﺤﻳ ﻭﺍﺑﹺﲔﺘﻮ ﺍﻟﺐﺤ ﻳ ﹺﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺍﻟﻠﱠﻪﻛﹸﻢﺮﻴﺚﹸ ﹶﺃﻣﻦ ﺣ ﻦ ﻣ ﻮﻫﺮﻥﹶ ﻓﹶ ﹾﺄﺗ ﻬ ﻄﹶﻓﹶﹺﺈﺫﹶﺍ ﺗ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu
adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari
wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri. (Q.S. al-Baqarah [2]: 222).
.ﻳﻦ ﹾﻔﺴِﺪﺭﺽﹺ ﻣ ﺍﹾﻟﺄﹶ ﻲﺍ ﻓﻌﺜﹶﻮ ﻟﹶﺎ ﺗ ﻭﺯﻕﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻦ ﺭﹺ ﻮﺍ ﻣﺑﺷﺮ ﺍﻛﹸﻠﹸﻮﺍ ﻭ
Artinya: “…Makan dan minumlah rizki yang diberikan Allah, dan janganlah
kamu berkeliaran di muka bumi ini dengan berbuat kerusakan”. (Q.S.
al-Baqarah [2]: 60).
yang diterkam binatang buas (Q.S. al-Mâ’idah [5]: 3), karena membahayakan
kesehatan jasmani dan membahayakan agama.
Pertanyaan di atas menandakan tersusunnya suatu ketentuan hukum
mmenyangkut kriteria materi-materi makanan dan daging binatang yang
memiliki kehalalan dan dapat dikonsumsi dengan ketentuan tidak kotor dari
segi zatnya atau rusak (kadaluarsa) atau tercampur najis. Dalam istlilah lain
dapat dikatakan materi makanan yang halal adalah yang mengandung selera
bagi yang memakannya dan tidak membahayakan fisik serta akalnya.13 Baik
berupa daging maupun jenis makanan lainnya.
Imam Sa’id mengatakan yang dimaksud dengan Thayyibât adalah
daging-daging binatang hasil pemotongan yang halal dan lezat, sementara
Maqâtil berpendapat, al-Thayibat apa saja yang dihalalkan Allah dari rezeki. 14
Demikian persoalan makanan mendapat perhatian al-Qur’ân dan ini
menunjukkan semangat legislasi qur’ani dalam rangka mengarahkan dan
membimbing manusia dalam menjalankan hidup menuju ke arah implementasi
konstruktif terhadap aturan-aturan fundamental tentang makanan dan minuman
sebagaimana tertuang dalam surat al-Mâ’idah ayat 4:
ﺎﻤﻦ ﻣ ﻬ ﻮﻧﻠﱢﻤﻌ ﺗﻜﹶﻠﱢﺒﹺﲔﺍﺭﹺﺡﹺ ﻣﺠﻮ
ﺍﹾﻟﻦﻢ ﻣ ﻤﺘ ﻠﱠﺎ ﻋﻣ ﻭﺎﺕﺒ ﺍﻟ ﱠﻄﻴﻞﱠ ﻟﹶﻜﹸﻢﻢ ﻗﹸﻞﹾ ﹸﺃﺣ ﻞﱠ ﻟﹶﻬﺎﺫﹶﺍ ﹸﺃﺣ ﻣﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ
ﻳ
ﺳﺮﹺﻳﻊ ﹺﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪﺗﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪﺍ ﻭﻴﻪﻠﹶ ﻋ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳﻢ ﻭﺍ ﺍﺍ ﹾﺫﻛﹸﺮﻢ ﻭ ﻴﻜﹸﻠﹶ ﻋ ﹾﻜﻦﻣﺴ ﺎ ﺃﹶﻤ ﻓﹶﻜﹸﻠﹸﻮﺍ ﻣ ﺍﻟﻠﱠﻪﻜﹸﻢﻠﱠﻤﻋ
.ﺎﺏﹺﺴﺍﹾﻟﺤ
Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi
mereka?" Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan
13
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, h. 26
14
Hafid Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, h. 484
66
(buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar
dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa
yang telah diajarkan Allah kepadamu, Maka makanlah dari apa yang
ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas
itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat cepat hisab-Nya". (Q.S. al-Mâ’idah [5]: 4).
15
Muhammad Ali al-Sabuni, Shafwat at-Tafsir, h. 993
67
17
Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad dari Salmanal-Farisi
70
Jawaban elaboratif pada ayat diatas juga diberikan pada ayat 12 dan 13
surah al-Dzâriyât, bahwa hari kiamat adalah suatu hari di mana orang-orang
72
yang tidak beriman disiksa dan dibakar di neraka. Pada hari itu Malaikat
penjaga neraka berkata:
“Rasakannlah siksa api neraka ini yang kalian minta disegerakan di dunia”,
kini terjadi dan baru tahu kalian akan kebenaran janji Allah.
Selain kedua surat di atas, jawaban senada juga dinyatakan pada surah
al-Nâzi’at ayat ke 46 bahwa hari kiamat tiada yang mengetahui selain Allah
SWT. dan Nabi saw. hanya bertugas untuk menyampaikan peringatan kepada
orang-orang yang takut pada Allah, bukan memberitahukan waktu tibanya.
Peringatan ditujukan hanya pada orang yang takut pada Allah karena sangat
berguna bagi mereka. Orang kafir saat menyaksikan hari itu seolah-olah hanya
menjalani kehidupan di dunia selama sekejap mata. Ibnu Katsir mengatakan: Ia
menganggap lamanya tinggal di dunia seolah-olah selama waktu sore atau
waktu pagi, seperti dilukiskan pada ayat-ayat berikut:
ﺎﺎﻫﺮﺳ ﺎﻥﹶ ﻣ ﺃﹶﻳﺔﺎﻋﻦﹺ ﺍﻟﺴ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ
ﻳ
Artinya: “Orang-orang kafir bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari
kebangkitan, kapankah terjadinya?” (Q.S. al-Nâzi‘ât [79]: 42).
ﺎﺎﻫﺤﻭ ﺿ ﻴﺔﹰ ﺃﹶﺸﺜﹸﻮﺍ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﻋ ﹾﻠﺒﻢ ﻳ ﺎ ﻟﹶﻬﻭﻧ ﺮ ﻳﻮﻡ ﻢ ﻳ ﻧﻬﻛﹶﺄﹶ
73
Artinya: “Pada hari mereka melihat hari kebangkitan itu, mereka merasa
seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di
waktu sore atau pagi hari” (Q.S. al-Nâzi‘ât [79]: 46).
18
Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains Menurut al-Qur’ân, h. 124
74
populer dengan nama ﺍﻟﻜﻬﻒ ﺍﺻﺤﺎﺏselama 309 tahun lamanya berdiam dalam
keadaan tidur di dalam gua tersebut. Kisah ﺍﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﻜﻬﻒmenurut para pakar
tafsir bermula ketika seorang paduka yang dipertuan agung Raja diktator
bernama Daqyanus muncul di salah satu teritorial kerajaan Romawi yaitu
wilayah Tartus setelah periode Nabi Isa as. Sang Raja mengajak seluruh
rakyatnya menyembah patung dan membantai seluruh rakyat yang beragama
Islam/orang-orang mukmin yang tidak mengikuti ajakannya. Demikian berat
cobaan kaum beriman kepada Allah SWT. kala itu, sehingga tokoh-tokoh
muda ini merasa amat pilu dan nestapa melihat kondisi kekejaman seorang
raja. Setelah beritanya didengar sang raja, mereka inipun diundang agar datang
dihadapannya dan dihimbau agar mau menyembah patung dan sang Raja
berjanji membantai mereka jika mereka menolak ajakannya. Dengan sikap
tegas, para tokoh muda ini bersikap menolak ajakan raja dihadapannya seraya
menyatakan jawaban:
000ﺎ ﺇﹺﻟﹶﻬﻭﻧﹺﻪﻦ ﺩ ﻣﻮﺪﻋ ﻦ ﻧ ﺭﺽﹺ ﻟﹶ ﺍﹾﻟﺄﹶ ﻭﺍﺕﻮﺴﻤ
ﺍﻟﺏﺎ ﺭﻨﺑ ﺭ000
Artinya: “Mereka berdiri lalu mengatakan Tuhan kami adalah Tuhan langit
dan bumi, kami tidak akan pernah menjyembah Tuhan lain selain
Allah”. (Q.S. al-Kahfi [18]: 14).
ditemani seekor anjing yang menggonggong dan menjelang pagi hari, mereka
tiba di sebuah gua dan masuk ke dalam gua tersebut, meskipun raja dan
pasukan-pasukan mengejarnya akan tetapi mereka tidak memiliki keberanian
memasuki gua tersebut.
Kedua; Kisah Musa bersama Khidir, sebuah kisah kesopansantunan
mencari ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalamam supra-natural yang
diperlihatkan hamba Allah yang saleh kepada Musa yang sama sekali belum
pernah dialami dalam hidupnya seperti pengalaman aneh tentang bahtera,
peristiwa pembunuhan seorang anak kecil, dan pembangunan sebuah dinding.
Ketiga: Kisah seorang tokoh yang disebut dalam al-Qur’ân sebagai ﺫﻯ
ﺍﻟﻘﺮﻧﲔ yaitu seorang Paduka Raja yang memiliki ketaqwaan dan sikap adil
serta bijaksana terhadap rakyat-rakyatnya dan kekuasaannya meluas di atas
bumi persada dari Barat hingga Timur, Utara hingga Selatan. Dan yang
terakhir inilah yang menjadi kajian penulis sebagaimana yang dilukiskan Allah
pada ayat 83. Kisah ini diabadikan Allah SWT. dengan tujuan untuk
mengingatkan kembali kepada penguasa-penguasa di dunia agar dalam
menjalankan kebijakan-kebijakan politiknya senantiasa terilhami dengan sikap
kearifan dan klebijaksanaan yang senantiasa mementingkan rakyat banyak
sehingga apapun yang diputuskan tidak menyengsarakan rakyat.
Pada ayat-ayat berikut, ketokohan seorang raja yang jujur, saleh,
bijaksana, dan tidak semena-mena dalam bertindak dilukiskan Allah SWT.
dengan redaksi tanya jawab: “Dan mereka orang-orang Yahudi bertanya
kepadamu, wahai Muhammad saw. tentang kisah seorang tokoh yang disebut-
77
sebut sebagai ﺫﻯ ﺍﻟﻘﺮﻧﲔ, maka katakanlah/jawablah kepada mereka “Aku akan
menceritakannya kepada kalian semua kisah tokoh tersebut secara wahyu.
Sesungguhnya Allah SWT. telah memberikan segala kemudahan baginya
menjadi seorang penguasa/raja. Ia telah dikaruniai segala ilmu pengetahuan
dan kapabilitas luar biasa oleh-Nya, Maka ia kemudian menempuh perjalanan
yang terbentang dihadapannya hingga mencapai upuk Barat. Ketika sampai
pada kawasan Barat, ia menyaksikan sang surya terbenam dalam kedalaman air
dan lumpur menurut kasat pandang matanya, bukan menurut yang sebenarnya
– karena tidak demikian hal yang sebenarnya. Imam al-Râzi dalam karya
tafsirnya mengatakan, bahwa ketika sang paduka Raja tiba di ujung Barat
dunia di mana tiada lagi banguan berada, ia menyaksikan surya seolah-olah
terbenam ke dalam mata air dan dunia mulai gelap gulita walaupun sebenarnya
tidak demikian adanya, seperti halnya seseorang yang berlayar dengan bahtera
akan melihat seolah-olah matahari terbenam ke dalam lautan. Ketika tiba pada
mata air tersebut, ia menjumpai sebuah komunitas masyarakat. 19
Keterkaitan ayat 83 dan seterusnya dengan ayat-ayat sebelumnya ialah
ketika kisah peristiwa Khidir diketengahkan, Allah SWT. meneruskan kisah
seorang tokoh yang di tampilkan al-Qur’ân sebagai ﺫﻯ ﺍﻟﻘﺮﻧﲔ dalam kisah
perjalanannya ke Timur dan Barat serta pembangunan bendungan yang
menutupi jalan keluar ﺑﺄﺟﻮﺝ ﻭﻣﺄﺟﻮﺝ yaitu kisah yang ke-empat dari kisah-
kisah yang disebutkan dalam surat ini yang secara keseluruhan terkait dengan
masalah aqidah keimanan. Sebagian pakar tafsir mengatakan bahwa yang
19
Kisah selanjutnya sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur’ânsurat al-Kahfi: 18:
83-98.
78
dimaksud dengan ﺫﻯ ﺍﻟﻘﺮﻧﲔ adalah Alexander al-Maqduni, seorang Raja yang
saleh yang dikaruniai ilmu pengetahuan dan ilmu hikmah oleh Allah SWT.
Penamaan tersebut dikarenakan yang bersangkutan menjadi penguasa muslim
yang memimpin seluruh kawasan Timur dan Barat.
Terkait dengan pertanyaan seorang tokoh juga terdapat pada surat al-
Isrâ’ ayat 101 di mana Rasulullah dianjurkan untuk bertanya kepada tokoh
Yahudi (Bani Israil) tentang peristiwa yang terjadi antara nabi Musa-Firaun,
serta surah al-Nahl ayat 42 yang mengisahkan sikap penolakan orang-orang
musyrikin terhadap status kenabian Muhammad, sehingga mereka disarankan
untuk bertanya kepada para ulama Yahudi dan Nashrani. Demikian juga surat
Furqân ayat 59, yang mengetengahkan penciptaan langit dan bumi dan priode
waktu penciptaannya itu.
Adapun ayat-ayat tersebut di atas sebagaimana berikut:
.ﺍﻛﺮ
ﹾﺫ ﻨﻪﻢ ﻣ ﻴﻜﹸﻠﹶﺗﻠﹸﻮ ﻋﺄﹶﻴﻦﹺ ﻗﹸﻞﹾ ﺳﺮﻧ ﻱ ﺍﹾﻟﻘﹶﻦ ﺫ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ
ﻳﻭ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain,
katakanlah: Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya” (Q.S.
al-Kahfi [18]: 83).
ﻚﻲ ﻟﹶﺄﹶ ﹸﻇﻨﻮﻥﹸ ﹺﺇﻧ ﺮﻋ ﻓﻢ ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ ﻟﹶﻪ ﺎﺀَﻫﻴﻞﹶ ﺇﹺ ﹾﺫ ﺟﺍﺋﺳﺮ ﻨﹺﻲ ﺇﹺﺄﹶ ﹾﻝ ﺑ ﻓﹶﺎﺳﺎﺕﻨﻴ ﺑﺎﺕ ﺀَﺍﻳﺴﻊ
ﻰ ﺗﻮﺳﺎ ﻣﻴﻨﺪ ﺀَﺍﺗ ﻟﹶﻘﹶﻭ
.ﺍﻮﺭﺴﺤ
ﻰ ﻣﻮﺳﺎﻣﻳ
Artinya: “Dan sesungguhnya kami telah memberikan kepada Musa sembilan
buah mu’jizat yang nyata, maka tanyakanlah kepada bani Israel,
tatkala Musa datang kepada mereka, lalu Fir’aun berkata kepadanya;
sesungguhnya aku sangka kamu, hai Musa, seorang yang kena sihir ”
(Q.S, al-isrâ’: 17: 101).
ﻮﻥﹶﻌﻠﹶﻤ ﻢ ﻟﹶﺎ ﺗ ﻨﺘﻫﻞﹶ ﺍﻟﺬﱢ ﹾﻛﺮﹺ ﺇﹺ ﹾﻥ ﻛﹸ ﺳﺄﹶﻟﹸﻮﺍ ﺃﹶ ﻢ ﻓﹶﺎ ﻴﻬﹺﻲ ﺇﹺﻟﹶﻮﺣﺎﻟﹰﺎ ﻧ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﺭﹺﺟﻚﺒﻠﻦ ﻗﹶ ﺎ ﻣ ﹾﻠﻨﺭﺳ ﺎ ﺃﹶﻣﻭ
79
Artinya: “Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki
yang kami beri, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (Q.S. al-Nahl [16]: 43).
ﻦﺣﻤ ﺮ ﺮﺵﹺ ﺍﻟ ﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟﻌﻯ ﻋﻮﺘﻢ ﺍﺳ ﺎﻡﹴ ﹸﺛ ﺃﹶﻳﺘﺔﻲ ﺳﺎ ﻓﻬﻤ ﻴﻨﺎ ﺑﻣ ﻭﺭﺽ ﺍﹾﻟﺄﹶ ﻭﺍﺕﻮﺴﻤ ﺍﻟﺧﻠﹶﻖ ﻱﺍﻟﱠﺬ
.ﺍﺧﺒﹺﲑ
ﺄﹶ ﹾﻝ ﺑﹺﻪﻓﹶﺎﺳ
Artinya: “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas
Arsyi, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang
Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia”
(Q.S. al-Furqân [25]: 59).
dengan persoalan ini, ayat 101 surah al-Mâidah memberikan jawaban yang
berbunyi sebagai berikut:
20
Muhammad Al- Al-Shabuni,al-Shafwah al-Tafâsir, h. 368
81
Ayat di atas sehubungan dengan kasus sahabat Nabi saw. yang ingin
agar diizinkan ibadah yang melebihi kemampuan manusia normal dan tidak
sejalan dengan fitrah manusia, seperti rahbaniyah yang dilakukan oleh umat
Kristiani.21
Setelah Allah melarang orang-orang beriman mengharamkan apa yang telah
dihalalkan Allah pada ayat 87 sebelumnya, di antara mereka terdapat orang
yang meminta untuk diperbanyak tuntunan dan kewajiban, padahal jika hal
tersebut dipenuhi, mereka akan mengalami kesulitan. Nah, itulah yang dilarang
oleh ayat di atas. Dalam konteks ini Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah
telah mewajibkan sekian kewajiban maka janganlah kamu menyia-nyiakannya;
Dia telah melarang sekian banyak hal yang haram maka janganlah kamu
melanggar larangan itu; Dia menetapkan batas-batas maka janganlah
melampauinya”.22
21
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, h. 216
22
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, h. 216
BAB IV
ANALISIS TENTANG AL-SU’AL DALAM AL-QUR’ÂN
82
83
ﺎﻮﺭﹺﻫﻦ ﻇﹸﻬ ﻣﻮﺕﻴﻮﺍ ﺍﹾﻟﺒ ﹾﺄﺗ ﺑﹺﺄﹶ ﹾﻥ ﺗ ﺍﹾﻟﺒﹺﺮﻴﺲ ﻟﹶﺞ ﻭ ﺍﹾﻟﺤﻨﺎﺱﹺ ﻭﻠ ﻟﻴﺖﺍﻗﻮ ﻣﻲ ﻗﹸﻞﹾ ﻫﻠﱠﺔﻦﹺ ﺍﹾﻟﺄﹶﻫ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ ﻳ
ﻮﻥﹶﺤ ﹾﻔﻠﻢ ﺗ ﻠﱠﻜﹸ ﻟﹶﻌﺗﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪﺍﺎ ﻭﺍﺑﹺﻬﺑﻮﻦ ﹶﺃ ﻣﻮﺕﻴﻮﺍ ﺍﹾﻟﺒﹾﺃﺗﺗﻘﹶﻰ ﻭﻦﹺ ﺍﺮ ﻣ ﻦ ﺍﹾﻟﺒﹺ ﻟﹶﻜﻭ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah:
“Bulan sabit itu tanda-tanda waktu pagi bagi manusia dan bagi
1
Qomaruddin Shaleh, Dahlan M.D., Asbabun Nuzul; Latar Belakang Historis Tururunnya
Ayat-ayat al-Qur’ân, (Bandung: Penerbit CV. Diponegoro, 1990), p. 10
85
2
Ahmad Mutafa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, h. 89
86
bulan itu sendiri dan ayat di atas muncul sebagai penjelasan terhadap manfaat
keberadaan bulan itu.
ﺑﻦﹺ ﺍﲔﹺ ﻭﺎﻛﺴﺍﹾﻟﻤﻰ ﻭﺎﻣﺘﺍﹾﻟﻴ ﻭﺑﹺﲔﺍﹾﻟﺄﹶ ﹾﻗﺮﻳﻦﹺ ﻭﺪﺍﻟ ﹾﻠﻮﻴﺮﹴ ﻓﹶﻠﺧ ﻦ ﻢ ﻣ ﻧﻔﹶ ﹾﻘﺘﺎ ﺃﹶﻘﹸﻮﻥﹶ ﻗﹸﻞﹾ ﻣﻨﻔﺎﺫﹶﺍ ﻳ ﻣﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ ﻳ
ﻴﻢﻠ ﻋ ﺑﹺﻪﻴﺮﹴ ﻓﹶﹺﺈﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪﺧ ﻦ ﻠﹸﻮﺍ ﻣ ﹾﻔﻌﺎ ﺗﻣﺴﺒﹺﻴﻞﹺ ﻭ
ﺍﻟ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan.
Jawablah: Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah
diberikan kepada ibu-bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”.
Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah
Maha Mengetahuinya.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 215).
Ayat 215 surat al-Baqarah ini masih memiliki relevansi dengan ayat-ayat
sebelumnya yang mengetengahkan faktor pemicu munculnya perpecahan dan
perselisihan serta permusuhan yang diakibatkan oleh kecintaan manusia terhadap
kemewahan duniawi.
Ayat-ayat sebelumnya juga menyatakan bahwa pejuang-pejuang
kebenaran mampu menahan derita dan segala bentuk kesulitan atau kesusahan
serta mara bahaya demi mempertahankan kebenaran dan mencari keridhaan
Allah semata. Ayat di atas, kemudian mejelaskan keinginan manusia untuk
menafkahkan hartanya di jalan Allah. Tabah menderita dan suka menafkahkan
harta untuk mencari ridha Allah semata yang merupakan tanda-tanda iman
kepada Allah.3
3
Yayasan Penyelenggara Pentafsiran al-Qur’ân, al-Qur’ân dan Tafsirnya, h. 378
88
ﺑﹺﻪﻛﹸ ﹾﻔﺮ ﻭﺳﺒﹺﻴﻞﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻦ ﻋﺻﺪ ﻭ ﻛﹶﺒﹺﲑﻴﻪﺎﻝﹲ ﻓﺘ ﻗﹸﻞﹾ ﻗﻴﻪﺎﻝﹴ ﻓﺘﺍﻡﹺ ﻗﺤﺮ ﻬﺮﹺ ﺍﹾﻟ ﺸ ﻦﹺ ﺍﻟ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ ﻳ
ﻢ ﻜﹸﻠﹸﻮﻧﻘﹶﺎﺗﺍﻟﹸﻮﻥﹶ ﻳﺰﻟﹶﺎ ﻳﺘﻞﹺ ﻭ ﺍﹾﻟﻘﹶﻦ ﻣﺮﺔﹸ ﹶﺃ ﹾﻛﺒﺘﻨﺍﹾﻟﻔ ﻭ ﺍﻟﻠﱠﻪﻨﺪ ﻋﺮ ﹶﺃ ﹾﻛﺒﻨﻪ ﻣﻪﻫﻠ ﹶﺃﺍﺝﺧﺮ ﺇﹺﺍﻡﹺ ﻭﺤﺮ
ﺍﹾﻟﺠﺪ
ﺴﹺ
ﺍﹾﻟﻤﻭ
4
Ahmad Musthafa al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy, (Semarang: CV. Toha Putra, 1985),
Terjemahan, h. 226
5
Syaikh Abu Ali al-Fadl bin Hasan al-Tabrasi, Majma al-Bayan, (Beirut, Libanon: Dâr al-
Fikr), h. 82
6
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, h. 428
89
ﻚ ﻓﹶﺄﹸﻭﻟﹶﺌﺮ ﻛﹶﺎﻓﻮﻫ ﻭﺖﻤ ﻓﹶﻴﻳﻨﹺﻪﻦ ﺩ ﻢ ﻋ ﻨﻜﹸﺩ ﻣ ﺪﺮﺗ ﻦ ﻳ ﻣﻮﺍ ﻭﻄﹶﺎﻋﺳﺘ ﺍﻢ ﹺﺇﻥ ﻳﻨﹺﻜﹸﻦ ﺩ ﻢ ﻋ ﻭﻛﹸﺩﺮﻰ ﻳﺘﺣ
ﻭﻥﹶﺪﺎﻟﺎ ﺧﻴﻬﻢ ﻓ ﺎﺭﹺ ﻫ ﺍﻟﻨﺎﺏﺤ ﺃﹶﺻﻚﺃﹸﻭﻟﹶﺌ ﻭﺓﺧﺮ ﺍﻟﹾﺂﺎ ﻭﻧﻴﻲ ﺍﻟﺪﻢ ﻓ ﺎﻟﹸﻬﻋﻤ ﹶﺃﺒﹺﻄﹶﺖﺣ
Artinya: ”Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram.
Katakanlah: Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar, tetapi
menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah,
(menghalangi) masuk masjid al-Haram dan mengusir penduduknya
dari sekitarnya, lebih besar dosanya di sisi Allah. Dan berbuat
fitnah lebih besar dari membunuh; Mereka tidak henti-hentiya
memerangi kamu sehingga mereka dapat mengembalikan kamu dari
agama kamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup.
Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia
mati dalam keadaan kafir, maka mereka itulah yang sia-sia amalnya
di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya”. (Q.S. al-Baqarah [2]: 217).
7
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, h. 431
90
8
Syaikh Abu Ali al-Fadl bin Hasan al-Tabrasi, Majma al-Bayan, h. 75-76
91
000ﺎ ﹺﻬﻤ ﹾﻔﻌﻦ ﻧ ﻣﺮﺎ ﹶﺃ ﹾﻛﺒﻬﻤ ﺇﹺﹾﺛﻤﺎﺱﹺ ﻭﻠﻨ ﻟﻊﺎﻓﻨﻣ ﻭ ﻛﹶﺒﹺﲑﺎ ﺇﹺﹾﺛﻢﻴ ﹺﻬﻤﻴﺴِﺮﹺ ﻗﹸﻞﹾ ﻓﺍﹾﻟﻤﻤﺮﹺ ﻭ ﺨ
ﻦﹺ ﺍﹾﻟ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ
ﻳ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi; Katakanlah,
pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat kepada
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya …”.
(Q.S. al-Baqarah [2]: 219).
Ayat 219 Surat al-Baqarah di atas masih memiliki kaitan erat dengan ayat-
ayat sebelumnya. Pertanyaan tentang khamr dan judi ini menyangkut
pengkonsumsian atau penggunaan harta yang dilarang serta bertentangan dengan
menafkahkannya di jalan Allah.
Di sisi lain, sebelum ayat di atas telah dijelaskan tentang bolehnya makan
dan minum di malam hari bulan Ramadhan, maka ayat ini memberikan elaborasi
ketentuan tentang minum-minuman dan permainan yang menjadi tradisi
masyarakat Jahiliyah.
Pertanyaan tentang khamr atau minuman keras dan judi yang sebagaimana
dalam radaksi verbal al-Qur’ân ini dilatarbelakangi oleh adanya permintaan
sahabat kepada Nabi saw. memfatwakan masalah khamar dan judi yang
menyebabkan hilangnya kesadaran akal dan menghambur-hamburkan harta. Al-
Tabrasi menulis dalam karya tafsirnya “Jami’ al-Bayân”, sekelompok sahabat
9
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, h. 432
92
datang kepada Rasulullah meminta fatwa dalam masalah khamr dan judi, karena
keduanya menghilangkan kesadaran akal dan menghambur-hamburkan uang,
sehingga turunlah ayat tersebut.10 “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr
dan judi (ﻭﺍﳌﻴﺴﺮ ) ﻳﺴﺌﻠﻮﻧﻚ ﻋﻦ ﺍﳋﻤﺮ.
Objek pertanyaan para sahabat ini adalah pertama tentang khamr dan
kedua tentang maisir atau judi. Terkait dengan yang pertama, para ulama
bermazhab Syafi’i menyebutkan khamr adalah segala minuman yang
memabukkan dan menghilangkan kesadaraan akal dan segala sesuatu yang
memabukkan sedikit banyaknya adalah khamr. Di sisi lain kelompok ulama
bermazhab Hanafi mengemukakan bahwa khamr ialah minuman yang terbuat
dari anggur.11 Yang kedua yaitu maisir atau judi ialah terambil dari akar kata
yang berarti “gampang”. Perjudian dinamai maisir karena harta hasil perjudian
diperoleh dengan cara yang gampang, tanpa usaha, kecuali menggunakan undian
yang dibarengi oleh faktor untung-untungan.12
Atas pertanyaan-pertanyaan sahabat yang tidak mengetahui dampak
negatif mengkonsumsi minuman keras atau khamr atau praktek-praktek
permainan perjudian, Nabi saw. diperintah Allah untuk menjawab kedua
pertanyaan yang diajukan sahabat. “Katakanlah; pada keduanya terdapat dosa
besar”, seperti hilangnya keseimbangan, gangguan kesehatan, penipuan,
kebohongan, perolehan harta tanpa hak, benih permusuhan, dan beberapa
manfaat duniawi bagi segelintir manusia, seperti keuntungan materi, kesenangan
10
Syaikh Abu Ali al-Fadl bin Hasan al-Tabrasi, Majma al-Bayan, h. 82
11
Syaikh Abu Ali al-Fadl bin Hasan al-Tabrasi, Majma al-Bayan h. 82
12
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, h. 437
93
. ﻭﻥﹶﻔﹶﻜﱠﺮﺘﻢ ﺗ ﻠﱠﻜﹸ ﻟﹶﻌﺎﺕﺍﻟﹾﺂﻳ ﻟﹶﻜﹸﻢ ﺍﻟﻠﱠﻪﻦﻴﺒ ﻳﻚ ﻛﹶﺬﹶﻟ ﹾﻔﻮﻘﹸﻮﻥﹶ ﻗﹸﻞﹺ ﺍﹾﻟﻌﻨﻔﺎﺫﹶﺍ ﻳ ﻣﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ
ﻳﻭ
Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”
(Q.S. al-Baqarah [2]: 219).
Pertanyaan tentang infak atau sedekah ini bukan terkait dengan ketentuan
sedekah itu sendiri, tetapi menyangkut teknis jenis harta yang bagaimana yang
dianjurkan untuk disedekahkan apakah seluruh harta yang dimiliki ataukah
sebagiannya. Pada pembukaan ayat terdapat indikasi pengertian bahwa
mempergunakan harta untuk bermabuk-mabukan dan praktek-praktek perjudian
dapat menjerumuskan penggunanya ke dalam berbagai mara bahaya dan bencana
kemanusiaan yang besar, sehingga penggunaan seperti ini amat mubadzir bahkan
dosa besar. Jika demikian masalahnya, maka pengunaan harta haruslah mengenal
pada kepentingan umat manusia bukan hanya kepentingan yang bersifat pribadi.
Terdorong dengan himbauan Nabi agar kaum muslimin bersedekah,
“Bersedekahlah kalian”, salah seorang sahabat bertanya: ”Saya mempunyai
satu dinar”, Nabi Saw. menjawab: “sedekahkanlah buat dirimu sendiri”, lelaki
tersebut bertanya lagi: “Saya mempunyai satu dinar yang lain”. Kemudian Nabi
13
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, h. 437
94
14
Syaikh Abu Ali al-Fadl bin Hasan al-Tabrasi, Majma al-Bayan, h. 226-227
15
Syaikh Abu Ali al-Fadl bin Hasan al-Tabrasi, Majma al-Bayan, h. 83
95
ﺍﻟﻠﱠﻪﻢ ﻭ ﻜﹸﺍﻧﺧﻮ ﻢ ﻓﹶﺈﹺ ﻄﹸﻮﻫﺎﻟﺨﺇﹺ ﹾﻥ ﺗ ﻭﻴﺮ ﻢ ﺧ ﻟﹶﻬﺻﻠﹶﺎﺡ
ﻰ ﻗﹸﻞﹾ ﺇﹺﺎﻣﺘﻦﹺ ﺍﹾﻟﻴ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ ﻳ ﻭﺓﺧﺮ ﺍﻟﹾﺂﺎ ﻭﻧﻴﻲ ﺍﻟﺪﻓ
ﻴﻢﻜ ﺣﺰﹺﻳﺰ ﻋﻢ ﹺﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻜﹸﺘﻋﻨ ﻟﹶﺄﹶﺎﺀَ ﺍﻟﻠﱠﻪﻮ ﺷ ﻟﹶﺢﹺ ﻭﺼﻠ
ﺍﹾﻟﻤﻦ ﻣ ﹾﻔﺴِﺪ ﺍﹾﻟﻤﻌﻠﹶﻢ ﻳ
Artinya: “(Berfikir) tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya
kepadamu tentang anak-anak yatim. Katakanlah; “mengurus urusan
mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu mencampuri atau
bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudara-saudaramu;
dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang
mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya
Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. al-Baqarah [2]: 220).
Dan ayat;
ﺍﲑﺳﻌ ﻮﻥﹶ ﺼﻠﹶ
ﺳﻴ ﺍ ﻭﺎﺭﻢ ﻧ ﻄﹸﻮﻧﹺﻬﹺﻲ ﺑ ﹾﺄﻛﹸﻠﹸﻮﻥﹶ ﻓﺎ ﻳﻧﻤﺎ ﺇﹺﻰ ﹸﻇ ﹾﻠﻤﺎﻣﺘﺍﻝﹶ ﺍﹾﻟﻴﻣﻮ ﹾﺄﻛﹸﻠﹸﻮﻥﹶ ﹶﺃ ﻳﻳﻦﹺﺇﻥﱠ ﺍﻟﱠﺬ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim
secara aniaya, maka tidak lain yang mereka makan adalah api di
perutnya dan akan masuk ke dalam neraka Sair” (Q.S. al-Nisâ’ [4]: 10).
96
Setiap sahabat yang memiliki anak-anak yatim merasa takut dan khawatir.
Oleh karenanya mereka memisahkan makanan dan minuman anak yatim dari
makanan mereka atau dibiarkan sampai rusak jika tidak dimakan. Kemudian
mereka menanyakan tentang anak-anak yatim. Peristiwa inilah yang
melatarbelakangi turunnya ayat 220 Surat al-Baqarah.16 “Mereka bertanya
kepadamu tentang anak-anak yatim.” Pertanyaan sahabat bukan terkait dengan
individu-individu anak yatim tetapi pada pengurusan, pemeliharaan dan
penanganan baik terhadap keberadaannya maupun hartanya yang kemudian
Allah memerintahkan Nabi saw., ”Jawablah, mengurus urusan mereka secara
patut adalah baik dan jika kamu mencampuri mereka maka mereka adalah
saudara-saudaramu.” Artinya mengurus dan memelihara harta kekayaan mereka
tanpa upah dan tanpa mengambil kompensasi serta memelihara mereka
merupakan pahala paling besar.17
Ayat 220 Surat al-Baqarah ini menjelaskan bahwa yang pokok
menyangkut anak-anak yatim adalah pemeliharaan yang baik terhadap mereka,
jangan sampai tersia-sia dan terlantar hidupnya. Ketenteraman dan kesejahteraan
mereka harus terjamin, karena perhatian dan pemeliharaan terhadap mereka
merupakan amal kebaikan yang paling besar pahalanya.
Untuk mengingatkan agar manusia, khususnya pengasuh anak yatim
selalu mencurahkan kasih sayang dan tidak menyulitkan orang lain, apalagi anak-
anak yatim yang tidak berdaya, Allah mengingatkan kasih sayang-Nya yang
sedemikian luas terhadap manusia pada lanjutan ayat di atas, “Jikalau Allah
16
Syaikh Abu Ali al-Fadl bin Hasan al-Tabrasi, Majma al-Bayan, h. 83-84
17
Syaikh Abu Ali al-Fadl bin Hasan al-Tabrasi, Majma al-Bayan, h. 83-84
97
ﻰﺘﻦ ﺣ ﻮﻫﺑ ﹾﻘﺮﻟﹶﺎ ﺗﻴﺾﹺ ﻭﺤﻲ ﺍﹾﻟﻤﺎﺀَ ﻓﺴﺰﹺﻟﹸﻮﺍ ﺍﻟﻨﻋﺘ ﹶﺃﺫﹰﻯ ﻓﹶﺎﻮﻴﺾﹺ ﻗﹸﻞﹾ ﻫﺤﻦﹺ ﺍﹾﻟﻤ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ
ﻳﻭ
000ﺮﻥﹶ ﻬ ﻄﹾﻳ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh, Katakanlah ia adalah
gangguan, maka jauhilah istri-istrimu dan mendekatinya hingga
mereka suci“ (Q.S. Al-Baqarah [2]: 222)
18
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, h. 440
98
19
Syaikh Abu Ali al-Fadl bin Hasan al-Tabrasi, Majma al-Bayan, h. 88
20
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, h. 447
21
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, h. 447
99
Dalam kondisi seperti ini, sikap suami terhadap isterinya yang datang
bulan tidak sebagaimana sikap orang Yahudi, tetapi justeru sebaliknya tidak
meninggalkan rumah, tidak mengisolasi, makan dan minum bersama. Seorang
suami boleh melakukan segala sesuatu (yang selama ini dibenarkan) kecuali
hubungan seks (HR. Muslim ). Hubungan seks di kala datang bulan tidak
diperkenankan. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri di waktu haidh,
dalam pengertian tidak bersetubuh di waktu mereka mengalami haidh atau pada
tempat haidh. Ini berarti boleh mendekati asal bukan pada tempat haidh, yakni
bukan pada tempat gangguan itu. Nabi mengizinkan untuk bercumbu pada bagian
atas, tidak di bagian bawah.
Kapan hubugan seks dapat dilakukan? Kapan saja tetapi dengan syarat
janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Redaksi kalimat
“jangan dekati”, bukan “jangan lakukan”, karena nafsu seksual sering kali sulit
dibendung. Namun mendekati yang dimaksud di sini adalah mendekati tempat di
mana dapat terjadi hubungan seks yang berbuah.
h. Kriteria Mengkonsumsi Daging Hewan Hasil Buruan
22
Imaduddin Abi al-Fida Ismail bin Katsir,Tafsir Ibnu Katsir, (Kairo: Dar al-Sabuni), Jilid,
h. 484
23
Imaduddin Abi al-Fida Ismail bin Katsir,Tafsir Ibnu Katsir, (Kairo: Dar al-Sabuni), Jilid,
h. 484
24
Muhammad Ali al-Sabuni, Shafwat at-Tafsir, (Beirut: Daar Kutub al-Islamiyah), Jilid I, h.
228
25
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, h. 25
101
.ﻭﻥﹶﺪﻌﺒ ﺗﺎﻩﻢ ﺇﹺﻳ ﻨﺘﻛﹸ ﺇﹺ ﹾﻥﻠﱠﻪﻭﺍ ﻟﺷﻜﹸﺮ ﺍﻢ ﻭ ﺎﻛﹸ ﹾﻗﻨﺯﺎ ﺭ ﻣﺎﺕﺒﻦ ﹶﻃﻴ ﻮﺍ ﻛﹸﻠﹸﻮﺍ ﻣﻨ ﺀَﺍﻣﻳﻦﺎ ﺍﻟﱠﺬﻬﺎﹶﺃﻳﻳ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik
yang kami berikan kepadamu.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 172).
.ﺎﺕﺒﻄﻴ
ﺍﻟ ﱠ ﻞﱠ ﻟﹶﻜﹸﻢ ﹸﺃﺣﻮﻡ ﺍﹾﻟﻴ
26
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, (Jakarta: Yayasan Suara Bumi,
1997), h. 189
102
Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu makanan yang baik-baik.” (Q.S. al-
Mâ’idah [5]: 5).
.ﺎﺒﻃﻴ
ﹶ ﻠﹶﺎﻟﹰﺎ ﺣ ﺍﻟﻠﱠﻪﻗﹶﻜﹸﻢﺯﺎ ﺭﻤﻓﹶﻜﹸﻠﹸﻮﺍ ﻣ
Artinya: “Maka makanlah rezeki yang halal lagi baik yang telah diberikan Allah
kepadamu.” (Q.S. al-Nahl [16]: 114).
Pada akhir ayat surat al-A’râf sebelum surat di atas menceritakan kualitas
keimanan umat Islam dan kedekatannya di sisi Allah, mereka memperoleh
kedudukan tinggi dengan didekatkannya mereka di sisi Allah seperti dipahami
pada ayat terakhir surat al-Anfâl, ayat 206 ”Sesungguhnya mereka yang ada di
sisi Tuhamu tidak meyombongkan diri menyembah-Nya dan mereka mensucikan-
Nya dan hanya kepada-Nya mereka bersujud” (Q.S. al-A’râf [7]: 260).
Ayat di atas menguraikan karakter sebagian umat Islam yang didekatkan
Allah di sisi-Nya, mereka adalah para pejuang muslim yang berhasil dengan
bantuan Allah mengalahkan kaum musyrikin dalam perang Badar. Seandainya
pasukan itu gagal maka engkau wahai Tuhan, tidak akan disembah lagi sesudah
ini, begitu Nabi Muhammad saw. melukiskan peranan mereka dalam
kemenangan di pertempuran Badr.
103
ﻲ ﻓ ﹶﺛﻘﹸﻠﹶﺖﻮﺎ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﻫﻬ ﹾﻗﺘﻮﺎ ﻟﺠﻠﱢﻴﻬ ﻲ ﻟﹶﺎ ﻳﺑ ﺭﻨﺪﺎ ﻋﻬ ﹾﻠﻤﺎ ﻋﻧﻤﺎ ﻗﹸﻞﹾ ﺇﹺﺎﻫﺮﺳ ﺎﻥﹶ ﻣ ﺃﹶﻳﺔﺎﻋﻦﹺ ﺍﻟﺴ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ ﻳ
ﻦ ﻟﹶﻜ ﻭ ﺍﻟﻠﱠﻪﻨﺪﺎ ﻋﻬ ﹾﻠﻤﺎ ﻋﻧﻤﺎ ﻗﹸﻞﹾ ﺇﹺﻨﻬ ﻋﻲﻔ ﺣﻧﻚ ﻛﹶﺄﹶﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ ﺔﹰ ﻳﻐﺘ ﻢ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﺑ ﻴﻜﹸ ﹾﺄﺗﺭﺽﹺ ﻟﹶﺎ ﺗ ﺍﹾﻟﺄﹶ ﻭﺍﺕﻮﺴﻤ ﺍﻟ
ﻮﻥﹶﻌﻠﹶﻤ ﺎﺱﹺ ﻟﹶﺎ ﻳ ﺍﻟﻨﺃﹶ ﹾﻛﹶﺜﺮ
Artinya: Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?"
Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah
pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu
kedatangannya selain Dia. kiamat itu amat berat (huru haranya bagi
makhluk) yang di langit dan di bumi. kiamat itu tidak akan datang
kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". mereka bertanya kepadamu
seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah:
"Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi
Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui". (Q.S. al-A‘râf [7]:
187).
27
Muhammad Ali al-Sabuni, Shafwat at-Tafsir, h. 484
28
Imaduddin Abi al-Fida Ismail bin Katsir,Tafsir Ibnu Katsir, h. 484
106
pelita hati, tiada lagi berarti dinyatakan melalui ungkapan pertanyaan oleh al-
Qur’ân seiring dengan permintaan mereka kepada nabi saw. “Jika engkau
seorang Nabi, beritakanlah kepada kami tentang kapan kiamat terjadi“,
sehingga turunlah ayat di atas, mereka bertanya kepadamu tentang kiamat,
Bilakah terjadinya” Katakanlah sesungguhya pengetahuan tentang kiamat hanya
pada sisi Tuhanku, Artinya Allah memerintahkan kepada Nabi Muahammad saw.
untuk menjawab pertanyaan mereka “Waktu datangannya kiamat tidak ada
yang tahu selain Allah, tiada satu mahluk pun di dunia yang dapat menjelaskan
waktu kedatangannya dan hanya Dia Yang Maha Mengetahui”.
Imam al-Fakrurazi mengatakan hikmah dirahasiakannya waktu hari
kiamat bermaksud agar manusia tidak mengetahui kapan hari kiamat terjadi
sehinga setiap saat tetap waspada dan mendekatkan diri kepada Allah serta
meninggalkan larangan-larangan-Nya.
29
Muhammad Ali al-Sabuni, Shafwat at-Tafsir, h. 486
107
makhluk hidup di planet bumi dan langit, Nabi saw. bersabda “Armagedon
tidak akan muncul sebelum matahari terbit dari barat. Pada saat muncul dan
manusia menyaksikannya maka segera beriman. Keimanan pada masa itu
sudah tidak diterima karena sudah terlambat. Pertanyaan Istighza (al-Suâl al-
Istighza):
ﺠﻠﹸﻮﻥﹶ
ﻌ ﹺ ﺴﺘ
ﺗﻢ ﺑﹺﻪ ﻨﺘﻱ ﻛﹸﺬﹶﺍ ﺍﻟﱠﺬﻢ ﻫ ﻜﹸﺘﺘﻨ ﺫﹸﻭﻗﹸﻮﺍ ﻓ0ﻮﻥﹶﻨ ﹾﻔﺘﺎﺭﹺ ﻳﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨﻢ ﻋ ﻫﻮﻡ ﻳ0ﻳﻦ ﺍﻟﺪﻮﻡ ﻳﺎﻥﹶ ﻳﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻥﹶ ﺃﹶ
ﻳ
Artinya: “Mereka bertanya: "Bilakah hari pembalasan itu?" (hari pembalasan
itu) ialah pada hari ketika mereka diazab di atas api neraka. (Dikatakan
kepada mereka): "Rasakanlah azabmu itu. inilah azab yang dulu kamu
minta untuk disegerakan." (Q.S. al-Dzâriyât [51]: 12 – 14).
penyihir ulung, pujangga dan bahkan tidak waras. Dalam kondisi seperti ini
bersikap apriori terhadap seorang Rasul, mereka juga telah terlenakan oleh
kenikmatan duniawi dan tenggelam oleh kefoya-foyaan duniawi, tidak terpikir
pertanyaan yang keluar dari mulut mereka niscaya bukan untuk memperoleh
ﺠﻠﹸﻮﻥﹶ
ﻌ ﹺ ﺴﺘ
ﺗﻢ ﺑﹺﻪ ﻨﺘﻱ ﻛﹸﺬﹶﺍ ﺍﻟﱠﺬﻢ ﻫ ﻜﹸﺘﺘﻨ ﺫﹸﻭﻗﹸﻮﺍ ﻓ0ﻮﻥﹶﻨ ﹾﻔﺘﺎﺭﹺ ﻳﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨﻢ ﻋ ﻫﻮﻡ ﻳ0ﻳﻦ ﺍﻟﺪﻮﻡ ﺎﻥﹶ ﻳﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻥﹶ ﺃﹶﻳ
ﻳ
Artinya: “Mereka bertanya: "Bilakah hari pembalasan itu?" (hari pembalasan
itu) ialah pada hari ketika mereka diazab di atas api neraka. (Dikatakan
kepada mereka): "Rasakanlah azabmu itu. inilah azab yang dulu kamu
minta untuk disegerakan." (Q.S. al-Dzâriyât [51]: 12).
kebesaran dan keesaan serta membahas sebuah tatanan sistem yang akurat,
mengatur pergantian siang dan malam. Di sisi lain nasib diaspora yang dialami
bangsa Yahudi akibat sikap arogansi, destruksi dan pelanggaran perintah-
perintah Allah sebanyak dua kali, serta kesesatan kaum musyrikin yang
menisbatkan seorang teman dan anak kepada Allah, hari pembalasan,
pembangkitan kembali dari kubur juga mendapat perhatian pembahasan pada
surat ini.
Persoalan hakikat dan substansi ruh, mendapat perhatian non-muslim
terutama bangsa Yahudi, dan kenyataan ini diabadikan al-Qur’ân pada surah al-
Isrâ ayat 85. Bangsa Yahudi tersohor dengan sikap arogansinya dan mengklaim
dirinya paling terhormat, oleh karenanya ketika ingin menguji ilmu pengetahuan
Nabi saw. ia tidak menanyakan langsung kepada Nabi saw. tetapi menyuruh
orang lain untuk mengajukan pertanyaan tentang Ashab al-Kahfi, Dzu al-
Qarnain, dan ruh, jika Nabi saw. tidak dapat menjawab, maka ia bukan Nabi,
tetapi jika dapat memberikan jawaban maka ia seorang Nabi.30 Sebuah riwayat
menjelaskan, orang Quraisy meminta orang Yahudi mengajarkan materi obyek
pertanyaan yang akan diajukan pada Nabi. Maka orang Yahudi tersebut
memberitahukan materi pertanyaan, tanyalah tentang ruh kepada orang itu.31
Peristiwa di atas melatarbelakangi turunnya ayat ke 85 surat al-Isrâ’:
ﻴﻠﹰﺎ ﹾﻠﻢﹺ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﻗﹶﻠ ﺍﹾﻟﻌﻦﻢ ﻣ ﻴﺘﺎ ﺃﹸﻭﺗﻣﻲ ﻭﺑﻣﺮﹺ ﺭ ﻦ ﺃﹶ ﻣﻭﺡﻭﺡﹺ ﻗﹸﻞﹺ ﺍﻟﺮﻦﹺ ﺍﻟﺮ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ
ﻳﻭ
30
Wahbah Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa Syari’ah wa Mahj, (Beirut, Libanon:
Daar al-Fikr al-Muasir, Tth.), Juz ke-15, h. 142
31
Hadis ini diriwayatkan oleh At-Tirnidzi dari Ibnu Abbas
110
Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang hakekat dan subtansi ruh”
Katakan: “Ruh adalah urusan Tuhanku dan hanya sedikit ilmu yang
diberikan kepada manusia” (Q.S. al-Isrâ’ [17]: 85).
Menayakan masalah hakikat dan substansi ruh pada ayat tersebut bukan
bertujuan mencari jawaban sebenarnya orang-orang musyrik dengan pertanyaan
ini bermaksud menguji sejauh mana ilmu pengetahuan yang dimiliki Nabi saw.
karena ruh adalah penyebab kehidupan. Jawaban yang diberikan al-Qur’ân
menanggapi pertanyaan adalah bahwa ruh merupakan urusan Allah. Hal ini
menunjukkan bahwa ia merupakan ciptaan Allah tanpa adanya penjelasan lebih
lanjut.
Wahbah al-Zuhaili menulis, penjelasan rinci tentang hakikat ruh tidak
dilakukan agar manusia menyadari kelemahan hakikat dirinya sekalipun
mengenali eksistensi keberadaannya dan jika mengenal dirinya saja tidak mampu
apalagi megenal hakikat yang hak.32
Para filusuf Yunani kuno, baik Aristoteles, Plato, maupun Phitagoras
memahami hakikat dan substansi ruh sebagai suatu wujud sederhana dan zat
yang terpancar dari sang Pencipta persis sebagaimana sinar terpancar dari
matahari. Ruh bersifat spiritual, ketuhanan, terpisah dan berbeda dari tubuh.
Bila dipisahkan dari tubuh, maka ruh memperoleh pengetahuan tentang segala
yang ada di dunia dan melihat hal yang di alam. Setelah berpisah dari tubuh ia
menuju ke alam akal kembali ke nur sang Pencipta, dan bertemu dengan-
Nya.33
32
Wahbah Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa Syari’ah wa Mahj, h. 156
33
M. M. Syarif, Para Filusuf Muslim, (Bandung: Mizan, Oktober 1999), Terj., h. 25
111
34
Wahbah Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa Syari’ah wa Mahj. h. 156
112
35
Al-Imam al Hafidz ‘Imadu al-Din abu Al-Fida Isma’il Ibn Katsir al-Qarsy al-Dimshaqy,
Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, h. 59
36
Al-Allamah Abi Al-Fadhl Syihabu al din al-Sayid mahmud al-Alusy Al-Baghdady,Ruh
Al-Ma’ani Fi Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim Wa al-Sab’I Al-Matsani, (Bairut: Daar al Kutub al-Ilmiyah,
1994), h. 144
113
.ﺍﺩﺪ ﻣﻪﹾﺜﻠﺎ ﺑﹺﻤﺟﹺﹾﺌﻨ ﻮ ﻟﹶﻲ ﻭﺑ ﺭﺎﺕﻤ ﻛﹶﻠﻨﻔﹶﺪﺒﻞﹶ ﺃﹶ ﹾﻥ ﺗ ﻗﹶﺤﺮ
ﺍﹾﻟﺒﺪﻔﻲ ﻟﹶﻨﺑ ﺭﺎﺕﻤﻜﹶﻠﺍ ﻟﺍﺩﺪ ﻣﺤﺮ
ﻮ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺍﹾﻟﺒ ﻗﹸﻞﹾ ﻟﹶ
Artinya: Katakanlah: "Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis)
kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis
(ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan
sebanyak itu (pula). (Q.S. al-Kahfi [18]: 109).
b. Ilmu Sejarah
Pertanyaan yang memiliki motivasi menguji ilmu pengetahuan sejarah
terdapat pada surah al-Kahf ayat 83 dan jawabanya dari ayat 84 hingga 94.
Surah yang memiliki 110 ayat diturunkan di Makkah ini mempunyai
kandungan tiga kisah unik dari sekian banyak kisah menarik dalam al-Qur’ân,
sejalan dengan kerangka penetapan target-target fundamental menuju
kokohnya sebuah akidah dan keimanan terhadap kekuasaan dan kebesaran
mencari tempat berteduh di sebuah gua yang ada di gunung selama 309 tahun
lamanya. Sedang yang kedua ialah kisah Nabi Musa dengan Khidir, sebuah
selama menempuh proses belajar mengajar. Kisah terakhir adalah kisah Dzu
al-Qarnain, seorang raja yang dikaruniai ketaqwaan dan kepatuhan pada sang
Pencipta yang senantiasa bersikap adil dalam menjalankan tugas
kepemimpinannya dalam kerajaan yang mendominasi seantero dunia dari
37
Muhammad Ali al-Sabuni, Shafwat at-Tafsir, h. 181
115
ﺍ ﹾﻛﺮ ﺫﻨﻪﻢ ﻣ ﻴﻜﹸﻠﹶﺗﻠﹸﻮ ﻋﺄﹶﻴﻦﹺ ﻗﹸﻞﹾ ﺳﺮﻧ ﻱ ﺍﹾﻟﻘﹶﻦ ﺫ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ
ﻳﻭ
Artinya: “Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain.
Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya". (Q.S. al-
Kahfi [18]: 83).
sebelumnya dari sisi perjalanan di bumi. Kisah nabi Musa as. adalah perjalanan
menuntut ilmu, dan kisah Dzu al-Qarnain adalah perjalanan melakukan jihad.
Yang pertama didahulukan karena tingginya derajat ilmu, sebab ilmulah asas
Yang menjadi titik tolak pertanyaan pada ayat di atas bukan terkait
dengan siapakah sebenarnya nama tokoh yang diberi gelar dengan Dzu al-
Qarnain yang masih diperselisihkan di kalangan pakar tafsir itu sendiri. Pakar-
pakar tafsir berpendapat bahwa seorang tokoh yang mendapatkan gelar Dzu al-
38
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, h. 112
116
Qarnain adalah Raja Alexander Yunani, penguasa kerajaan Timur dan Barat yang
taat beragama tauhid dan memiliki sikap adil dan bijaksana dalam menjalankan
pemerintah kerajaannya yang berlangsung pada masa peralihan antara Nabi Isa
as, ke periode Nab Muhammad saw.39 Ada pula ulama Yahudi dan Nasrani yang
Objek yang menjadi pertanyaan pada ayat tersebut di atas adalah perihal
ikhwal perjalanan sejarah seorang tokoh dan bukan namanya. Pertanyaan ini juga
setelah mereka diajari orang Yahudi mengenai materi pertanyaan. Jawaban atas
39
Muhammad Ali al-Sabuni, Shafwat at-Tafsir, h. 204
40
Hafid Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, (Cairo: Daar al-Islami, Tth.), Juz ke-2, h. 433
117
Yahudi Madinah, terdapat pula materi lain yang menjadi objek pertanyaan yaitu
ilmu geologi yang mempelajari bumi dan seisinya serta fenomena alam semesta
sebagaimana terungkap dalam surat Thaha ayat 105.
ﺴﻔﹰﺎ
ﻲ ﻧﺑﺎ ﺭﻨﺴِﻔﹸﻬﺎﻝﹺ ﻓﹶﻘﹸﻞﹾ ﻳﺠﺒ
ﻦﹺ ﺍﹾﻟ ﹺ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ
ﻳﻭ
Artinya : Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka
katakanlah: "Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat)
sehancur-hancurnya. (Q.S. Thaha [20]: 105).
Muhammad apa yang akan dilakukan Tuhan terhadap gunung-gunung itu pada
hari kiamat”. Pertanyaan inilah menjadi latar belakang turunnya ayat berikut:
ﺎﻣﺘ ﻟﹶﺎ ﺃﹶﺎ ﻭﺟﻮﺎ ﻋﻴﻬﻯ ﻓﺮ ﻟﹶﺎ ﺗ0ﻔﹰﺎ ﹾﻔﺼﺎ ﺻﺎ ﻗﹶﺎﻋﻫﺬﹶﺭ ﻓﹶﻴ0ﺴﻔﹰﺎ
ﻲ ﻧﺑﺎ ﺭﻨﺴِﻔﹸﻬﺎﻝﹺ ﻓﹶﻘﹸﻞﹾ ﻳﺠﺒ
ﻦﹺ ﺍﹾﻟ ﹺ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ
ﻳﻭ
Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, Maka
jawablah! Tuhanku akan menghancurkannya, lalu Dia akan
menjadikannya datar dan rata. Engkau tidak akan melihat disana
sedikitpun yang rendah dan tinggi” (Q.S. Tâhâ [20]: 105).
gunung berubah menjadi datar dan rata, hilang dari pandangan mata tidak
119
sebagaimana sedia kala dan bumi pun berubah menjadi dataran rata, tiada
bangunan yang sisa, tiada tanaman yang tumbuh. Antara gunung-gunung dan
bumi menyatu menjadi hamparan.
Dalam perspektif al-Qur’ân, memahami alam bukanlah usaha yang
datang dari kalangan non-muslim, maka bukan menambah wawasan yang terjadi,
merupakan fenomena alam ini merupakan tanda-tanda Yang Maha Kuasa, dan
41
Mahdi Ghuslsyani, Filsafat-Sains Menurut al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1998), h. 78
42
Mahdi Ghuslsyani, Filsafat-Sains Menurut al-Qur’an, h. 78
120
Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” dan “hodos”
yakni jalan atau cara.43 Dengan demikian kata metode mempunyai pengertian
suatu jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan 44. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata metode berarti cara yang teratur dan terpikir baik-
baik untuk mencapai maksud.45 Pendapat lain mengatakan bahwa “metode
adalah suatu sarana untuk menemukan, menguji atau menyusun data yang
43
Abdurrahman al-Nahlawiy, Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah wa asalihiha fi al-Bayt wa
al-Madrasah wa al-Mujtama’ terj oleh Shihabuddin, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan
Masyarakat ( Jakarta : Gema Insani Press, 1995), h. 204
44
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Pendidikan Islam Berdasarkan
Pendidikan Interdisipliner
45
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 1982), h. 580
46
Imam Barnadib, Falsafah Pendidikan, Sistem dan Metode, (Yogtakarta: Yayasan Penerbit
IKIP, 1990) Cet VI, h. 85
121
Salah satu metode belajar yang terdapat dalam al-Qur’ân adalah harus
mampu menerangkan sesuatu yang belum jelas dan dapat menawarkan solusi
Allah berfirman:
ﻮﻥﹶﻌﻠﹶﻤ ﻢ ﻟﹶﺎ ﺗ ﻨﺘﻫﻞﹶ ﺍﻟﺬﱢ ﹾﻛﺮﹺ ﺇﹺ ﹾﻥ ﻛﹸ ﺳﺄﹶﻟﹸﻮﺍ ﺃﹶ ﻓﹶﺎ000
Artinya: “…maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika
kamu tidak mengetahui. (Q.S. al-Nahl [16]: 43, dan al-Anbiyâ’ [21]: 7).
47
Yusuf Qardawi, al-Qur’ân berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta:
Gema Insani, 1998), h. 240
122
Kata (ﻛﺮﹺ
ﺍﻟﺬﱢ ﹾ ﻫﻞﹶ )ﺃﹶAhl al-Dzikr pada ayat ini dipahami oleh banyak ulama
yakni para pemuka agama Yahudi dan Nasrani. Mereka adalah orang-orang yang
dapat memberi informasi tentang kemanusiaan para rasul yang diutus Allah.
Mereka wajar ditanyai karena mereka tidak dapat dituduh berpihak pada
atau siapapun di antara kamu meragukan hal itu (persoalan kenabian dan
tersebut,
Walaupun penggalan ayat ini turun dalam konteks tertentu, yakni objek
pertanyaan serta siapa yang ditanya tertentu pula namun karena redaksinya yang
bersifat umum, maka ia dapat dipahami pula sebagai perintah bertanya apa saja
yang tidak diketahui atau diragukan kebenarannya kepada siapapun yang tahu
dan tidak tertuduh objektivitasnya,49
Perintah untuk bertanya kepada ahl al-Kitab yang dalam hal ini mereka
digelari ahl adz-Dzikr menyangkut apa yang tidak diketahui, selama mereka
dinilai berpengetahuan dan obyektif, menunjukkan betapa islam sangat terbuka
48
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, Vol. 7 h.
236
49
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân h. 236
123
dalam perolehan pengetahuan. Ayat ini berpesan bahwa kita boleh bertanya atau
menuntut ilmu ke mana saja, kepada siapa saja yang mempunyai ilmu. Walaupun
kepada Ahl al-Kitâb, asalkan mereka Ahl al-Dzikr, mempunyai pengetahuan
yang akan diambil dari padanya. Meskipun dalam hal aqidah kita berbeda jauh
dari mereka, namun dalam hal pengetahuan umum tidaklah ada perbedaan.
ﺍﺧﺒﹺﲑ ﺄﹶ ﹾﻝ ﺑﹺﻪﻓﹶﺎﺳ000
Artinya: “… maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui
(Muhammad) tentang Dia.” (Q.S. al-Furqân [25]: 59).
yang dihadapinya dan dengan bertanya akan terjadi transfer ilmu pengetahuan
50
Yusuf Qardawi, al-Qur’ân berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, h. 241
124
ﹺﺇﻟﹶﻰﻭﻩﺩﺀٍ ﻓﹶﺮﻲﻲ ﺷﻢ ﻓ ﻋﺘ ﺎﺯﻨﻢ ﻓﹶﺈﹺ ﹾﻥ ﺗ ﻨﻜﹸﻣﺮﹺ ﻣ ﻲ ﺍﹾﻟﺄﹶﺃﹸﻭﻟﻮﻝﹶ ﻭﺮﺳ ﻮﺍ ﺍﻟﻴﻌﺃﹶﻃ ﻭﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪﻴﻌﻮﺍ ﺃﹶﻃﻨ ﺀَﺍﻣﻳﻦﺎ ﺍﻟﱠﺬﻬﺎﹶﺃﻳﻳ
ﹾﺄﻭﹺﻳﻠﹰﺎ ﺗﻦﺣﺴ ﹶﺃ ﻭﻴﺮ ﺧﻚﺧﺮﹺ ﺫﹶﻟ ﻮﻡﹺ ﺍﻟﹾﺂ ﺍﹾﻟﻴ ﻭﻮﻥﹶ ﺑﹺﺎﻟﻠﱠﻪﻨﺆﻣ ﻢ ﺗ ﻨﺘﻮﻝﹺ ﺇﹺ ﹾﻥ ﻛﹸﺮﺳ ﺍﻟ ﻭﺍﻟﻠﱠﻪ
Artinya: “Hai Orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan
Ulil Amri di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’ân) dan
Rasul-Nya (sesumgguhnya) jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari Qiamat. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya” (Q.S. an-Nisâ’ [4]: 59).
pemerintah atau penguasa atau yang mengartikan dengan ulama, maka perlu
diingat bahwa penguasa tidak wajib ditaati, kecuali jika mereka termasuk dalam
jajaran para ulama atau paling tidak mereka taat kepada para ulama. Dari sini,
ada kaidah yang disebut oleh kaum Salaf al-Shalih, “Kerajaan adalah pemimpin
Metode bertanya ini telah ada sejak kemunculan pertama Islam. Para
ketentuan hukum seperti hukum minuman keras, berjudi, infak dan kelompok-
51
Yusuf Qardawi, al-Qur’ân berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, h. 241
125
ﺴﺒﹺﻴﻞﹺ
ﺑﻦﹺ ﺍﻟ ﺍﲔﹺ ﻭﺎﻛﺴﺍﹾﻟﻤﻰ ﻭﺎﻣﺘﺍﹾﻟﻴ ﻭﺑﹺﲔﺍﹾﻟﺄﹶ ﹾﻗﺮﻳﻦﹺ ﻭﺪﺍﻟ ﹾﻠﻮﻴﺮﹴ ﻓﹶﻠﺧ ﻦ ﻢ ﻣ ﻧﻔﹶ ﹾﻘﺘﺎ ﺃﹶﻘﹸﻮﻥﹶ ﻗﹸﻞﹾ ﻣﻨﻔﺎﺫﹶﺍ ﻳ ﻣﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ
ﻳ
ﻴﻢﻠ ﻋ ﺑﹺﻪﻴﺮﹴ ﻓﹶﹺﺈﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪﺧ ﻦ ﻠﹸﻮﺍ ﻣ ﹾﻔﻌﺎ ﺗﻣﻭ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan.
Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan
kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”, Dan apa saja
kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha
Mengetahuinya.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 215).
ﻪﻤﻠﻢ ﻟﹶﻌ ﻨﻬﻣﺮﹺ ﻣ ﻲ ﺍﹾﻟﺄﹶﹺﺇﻟﹶﻰ ﺃﹸﻭﻟﻮﻝﹺ ﻭﺮﺳ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﺍﻟﻭﻩﺩﻮ ﺭ ﻟﹶ ﻭﻮﺍ ﺑﹺﻪ ﹶﺃﺫﹶﺍﻋﻮﻑ ﻣﻦﹺ ﹶﺃﻭﹺ ﺍﹾﻟﺨ ﺍﹾﻟﺄﹶﻦ ﻣﻣﺮ ﻢ ﺃﹶ ﺎﺀَﻫﹺﺇﺫﹶﺍ ﺟﻭ
ﻴﻠﹰﺎﻴﻄﹶﺎﻥﹶ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﻗﹶﻠﺸ
ﺍﻟﻢﻌﺘ ﺗﺒ ﻟﹶﺎﻪﺘﺣﻤ ﺭﻢ ﻭ ﻴﻜﹸﻠﹶ ﻋﻞﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪﻮﻟﹶﺎ ﻓﹶﻀ ﻟﹶﻢ ﻭ ﻨﻬ ﻣﻪﻨﺒﹺﻄﹸﻮﻧﺴﺘ
ﻳﻳﻦﺍﻟﱠﺬ
Artinya: “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan
ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan
dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau
tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu
mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). (Q.S. al-
Nisâ’ [4]: 83).
langsung berbentuk is’al terdapat pula ungkapan lain tetapi mimiliki pengertian
yang sama walaupun berbeda dari segi bahasa yang dipergunakan. Hal ini
sebagaimana dapat ditemukan pada ayat berikut yang mengetengahkan masalah-
masalah konsultasi hukum terkait dengan wanita yatim dan perkawinan mereka,
demikian juga masalah pembagian warisan harta kalâlah, yaitu harta seseorang
yang meninggal dunia tidak memiliki anak tetapi memiliki saudara perempuan,
ﻲ ﻟﹶﺎﺎﺀِ ﺍﻟﻠﱠﺎﺗﺴﻰ ﺍﻟﻨﺎﻣﺘﻲ ﻳﺎﺏﹺ ﻓﺘﻲ ﺍﹾﻟﻜﻢ ﻓ ﻴﻜﹸﻠﹶﺘﻠﹶﻰ ﻋﺎ ﻳﻣﻦ ﻭ ﻴ ﹺﻬﻢ ﻓ ﻴﻜﹸ ﹾﻔﺘ ﻳﺎﺀِ ﻗﹸﻞﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪﺴﻲ ﺍﻟﻨ ﻓﻚﻮﻧ ﹾﻔﺘﺴﺘ
ﻳﻭ
ﻰﺎﻣﺘ ﹾﻠﻴﻮﺍ ﻟﻘﹸﻮﻣﺃﹶ ﹾﻥ ﺗ ﻭﺍﻥ ﺍﹾﻟﻮﹺﹾﻟﺪﻦ ﻣﲔﻔﻀﻌ
ﺴﺘ
ﺍﹾﻟﻤﻦ ﻭ ﻮﻫﺤﻨﻜﻮﻥﹶ ﺃﹶ ﹾﻥ ﺗﺮ ﹶﻏﺒ ﺗﻦ ﻭ ﻬ ﻟﹶﺐﺎ ﻛﹸﺘﻦ ﻣ ﻬ ﻮﻧﺆﺗ ﺗ
ﺎﻴﻤﻠ ﻋ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺑﹺﻪﻴﺮﹴ ﻓﹶﹺﺈﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪﺧ ﻦ ﻠﹸﻮﺍ ﻣ ﹾﻔﻌﺎ ﺗﻣ ﻭﺴﻂ
ﺑﹺﺎﹾﻟﻘ
Artinya: “Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah:
"Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang
dibacakan kepadamu dalam Al-Qur’ân (juga memfatwakan) tentang
para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa
yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka
dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah
menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil.
Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahuinya” (Q.S. al-Nisâ’ [4]: 127).
Dan Firman Allah:
tentang ta’bir mimpi yang dialami seorang penguasa, yang ditanyakan kepada
ahli-ahli ta’bir,
ﺧﺮ ﺃﹸﻀﺮﹴ ﻭ
ﺧﻠﹶﺎﺕﻨﺒ ﺳﺒﻊﺳ ﻭﺎﻑﺠ ﻋﺒﻊﻦ ﺳ ﻬ ﹾﺄﻛﹸﻠﹸ ﻳﺎﻥﺳﻤ ﺍﺕﻘﹶﺮ ﺑﺒﻊﻯ ﺳﻲ ﺃﹶﺭ ﹺﺇﻧﻚﻠﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍﹾﻟﻤﻭ
ﻭﻥﹶﺮﻌﺒ ﺎ ﺗﻳﺅﻠﺮﻢ ﻟ ﻨﺘ ﺇﹺ ﹾﻥ ﻛﹸﺎﻱﻳﺅﻲ ﺭﻮﻧﹺﻲ ﻓﻠﹶﺄﹸ ﺃﹶ ﹾﻓﺘﺎ ﺍﹾﻟﻤﻬﺎﹶﺃﻳ ﻳﺎﺕﺎﺑﹺﺴﻳ
Artinya: “Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya),
"Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang
gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus
dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang
kering”. Hai orang-orang yang terkemuka: "Terangkanlah kepadaku
tentang ta`bir mimpiku itu jika kamu dapat mena`birkan mimpi” (Q.S.
Yûsuf [12]: 43).
ﺧﺮ ﺃﹸﻀﺮﹴ ﻭ
ﺧﻠﹶﺎﺕﻨﺒﺒﻊﹺ ﺳﺳ ﻭﺎﻑﺠ ﻋﺒﻊﻦ ﺳ ﻬ ﹾﺄﻛﹸﻠﹸ ﻳﺎﻥﺳﻤ ﺍﺕﻘﹶﺮﺒﻊﹺ ﺑﻲ ﺳﺎ ﻓﻨ ﺃﹶ ﹾﻓﺘﻳﻖﺪﺎ ﺍﻟﺼﻬ ﹶﺃﻳﻒﻮﺳﻳ
ﻮﻥﹶﻌﻠﹶﻤ ﻢ ﻳ ﻠﱠﻬﺎﺱﹺ ﻟﹶﻌ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﺍﻟﻨﺭﺟﹺﻊ ﻠﱢﻲ ﺃﹶ ﻟﹶﻌﺎﺕﺎﺑﹺﺴﻳ
Artinya: “(Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): "Yusuf, hai
orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh
ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi
betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan
(tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu,
agar mereka mengetahuinya.” (Q.S. Yûsuf [12]: 46).
tata cara bertanya yang baik dan bermanfaat bagi agamanya dan dunianya, serta
tidak bertanya apa-apa yang tidak bermanfaat baginya. Bertanyalah pada waktu
dan tempat yang tepat, serta tidak memperbanyak pertanyaan yang tidak perlu.52
Al-Qur’ân telah menceritakan kisah Bani Israil, saat Nabi mereka menyampaikan
perintah Allah.
52
Yusuf Qardawi, al-Qur’ân berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, h. 243
129
apa saja, namun sifat keras kepala telah menyelimuti akal sehat mereka sehingga
mereka terus bertanya tentang sapi itu, dan setiap pertanyaan makin membebani
kepala Bani Israil dan banyaknya pertanyaan mereka kepada Nabi mereka, maka
Seandainya mereka mengikuti perintah Allah pada awalnya, maka mereka tidak
maka dipersulit”.53
Larangan bertanya ini bukan untuk memudahkan Rasul, atau karena Allah
53
Ibnu Katsir: Tafsir al-Qur’ân al-Adzim, (Kairo: Dar al-Fikr, 1992), Jilid 1, h.110
54
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, h. 217
130
yakni tentang suatu yang berada dengan apa yang dilarang di atas di waktu al-
Qur’ân itu sedang diturunkan, yakni pada periode turunnya wahyu Allah niscaya
akan diterangkan kepada kamu. Allah mema’afkan (kamu) tentang hal-hal itu
yakni pertanyaan dan permintaan itu dan Allah maha pengampun atas kesalahan
dan dosa-dosa kamu lagi Maha Penyantun, sehingga Dia tidak segera
mereka oleh segolongan manusia sebelum kamu kepada Nabi mereka, yaitu
tidak melaksanakannya, karena apa yang mereka minta atau tanyakan itu tidak
sejalan dengan agama fitrah, tidak juga sesuai dengan naluri atau kemampuan
mereka. Karena itu, janganlah meminta atau jangan mengharamkan atas diri
kamu apa yang telah dihalalkan Allah, dengan tujuan ingin mendekatkan diri
131
diwajibkan oleh orang-orang Nasrani atas diri mereka. Karena ternyata mereka
hukum-hukum yang mereka tanyakan itu mereka tidak menaatinya, hal ini
senantiasa mengindahkan prinsip tersebut sehingga tidak ada satu pertanyaan pun
orang non-muslim baik kafir Makkah maupun bangsa Yahudi Madinah yang
orang yang ditanya. Pertanyaan seperti ini pun memiliki indikasi lain dalam
55
Rahbaniyyah adalah berlebih-lebihan dan beribadah, yaitu tidak beristeri atau tidak
bersuami dan mengurung diri dalam biara.
132
ﺎﻥﹶ ﺍﹾﻟﺈﹺﳝﻴﻜﹸﻢ ﹺﺇﻟﹶﺒﺐ ﺣﻦ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻟﹶﻜﻢ ﻭ ﻨﹺﺘﻣﺮﹺ ﻟﹶﻌ ﺍﹾﻟﺄﹶﻦﲑﹴ ﻣﻲ ﻛﹶﺜﻢ ﻓ ﻜﹸﻴﻌﻄﻮ ﻳ ﻟﹶﻮﻝﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳﻢ ﺭ ﻴﻜﹸﻮﺍ ﹶﺃﻥﱠ ﻓﻋﻠﹶﻤ ﺍﻭ
ﻭﻥﹶﺪﺍﺷ ﺍﻟﺮﻢ ﻫﻚﺎﻥﹶ ﺃﹸﻭﻟﹶﺌﺼﻴ
ﺍﹾﻟﻌ ﻭﻮﻕﺍﹾﻟﻔﹸﺴ ﻭ ﺍﹾﻟﻜﹸ ﹾﻔﺮﻴﻜﹸﻢ ﹺﺇﻟﹶﺮﻩ ﻛﹶﻢ ﻭ ﻲ ﻗﹸﻠﹸﻮﺑﹺﻜﹸ ﻓﻪﻳﻨﺯﻭ
Artinya: “Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah.
Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-
benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu
cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu
serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan
kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang
lurus.” (Q.S. al-Hujurât [49]: 7).
C. Etika Menjawab
dikehendaki pertanyaan. Hal ini untuk mengingatkan bahwa jawaban itulah yang
ﻦ ﻟﹶﻜﺎ ﻭﻮﺭﹺﻫﻦ ﻇﹸﻬ ﻣﻮﺕﻴﻮﺍ ﺍﹾﻟﺒ ﹾﺄﺗ ﺑﹺﺄﹶ ﹾﻥ ﺗ ﺍﹾﻟﺒﹺﺮﻴﺲ ﻟﹶﺞ ﻭ ﺍﹾﻟﺤﺎﺱﹺ ﻭﻠﻨ ﻟﻴﺖﺍﻗﻮ ﻣﻲ ﻗﹸﻞﹾ ﻫﻠﱠﺔﻦﹺ ﺍﹾﻟﺄﹶﻫ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ
ﻳ
ﻮﻥﹶﺤ ﹾﻔﻠﻢ ﺗ ﻠﱠﻜﹸ ﻟﹶﻌﺗﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪﺍﺎ ﻭﺍﺑﹺﻬﺑﻮﻦ ﹶﺃ ﻣﻮﺕﻴﻮﺍ ﺍﹾﻟﺒﹾﺃﺗﺗﻘﹶﻰ ﻭﻦﹺ ﺍﺮ ﻣ ﺍﹾﻟﺒﹺ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan
sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji;
Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya,
akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan
56
HR. Ahmad, Muslim dan Abu Awanâh yang bersumber dari Anas ra.
57
Imam Burhanuddin Muhammad bin Abdullah al-Zarkasyi,al-Burhan fi Ulum al-Qur’ân,
(Beirut: Daar al-Kutb al-Ilmiyyah, 1988), Cet. I, h. 50
134
mengapa bulan pada mulanya terlihat seperti sabit, kecil, tetapi dari malam ke
Seperti terlihat di atas, jawaban yang diberikan ini tidak sesuai dengan
ada yang lebih wajar ditanyakan dari pada yang telah diajukan. Memang al-
Pertanyaan seperti itu, tidak pada tempatnya jika diajukan kepada Nabi,
karena kedudukan Nabi adalah sebagai utusan Tuhan yang membimbing dan
membawa petunjuk agama. Nabi bukanlah ahli ilmu falak; sebab itu jawaban
yang diberikan sesuai dengan kewajibannya sebagai rasul, bahwa bulan sabit
adalah untuk menentukan waktu bagi manusia. Dengan bulan yang demikian
halnya manusia sesama manusia dapat menentukan janji. Dengan bulan demikian
135
mengandung. Dan dengan bulan itu pula dapat ditentukan waktu puasa sampai
waktu hari raya dan mengeluarkan zakat sekali setahun, sampai kepada waktu
mengerjakan haji.58
sebagaimana dijelaskan dalam astronomi, yakni keadaan bulan seperti itu akibat
peredaran bulan dan matahari, serta posisi masing-masing dalam memberi dan
menerima cahaya matahari. Tetapi bila jawaban ini yang disampaikan, maka
kitab hidayah, bukan kitab ilmiah. Di samping itu jawaban ilmiah berdasar
astronomi belum terjangkau oleh para penanya ketika itu. Demikian ayat ini
mengajarkan agar tidak menjawab persoalan yang tidak termasuk otoritas kita,
tidak juga memberi jawaban yang diduga tidak mengerti oleh penanya,
jawaban yang bermanfaat baginya di dunia dan akhirat. Yang lebih wajar mereka
ketahui adalah tujuan penciptaan bulan seperti itu dan manfaat yang harus
58
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), Juz I, h. 115
136
yang bermanfaat yang dapat anda mengerti, dan ajukan pertanyaan kepada siapa
mereka. Mereka memang wajar bertanya tentang hal itu, seperti yang
sebab mulai tampaknya bulan dalam keadaan kecil, kemudian membesar sedikit
demi sedikit hingga sempurna lalu kembali berkurang dan akhirnya hilang.
adalah adanya kegunaan bagi mereka, bila ditinjau bahwa bulan sabit itu menjadi
tanda waktu bagi mereka untuk mengetahui waktu-waktu shaum, haji, masa
menerangkan hakikat kejadian. Oleh sebab itu beliau tidak ditanya: bagaimana
pedapat al-Dîn tentang atom langit, lapisan bumi, kegunaan bulan atau Mars
untuk tempat tinggal, atau bagaimana pendapat al-Dîn tentang bulat atau tidak
bulatnya bumi, bagaimana hujan kilat dan petir itu terjadi. Semua itu telah
dibiarkan oleh Allah untuk dibahas oleh mausia dengan akalnya. Sedikitpun
137
tanam, berindustri, mengobati dan perkara lain yang telah diwakilkan oleh Allah
tidak dirinci dan diatur dalam tasyri’ Ilahi. Inilah yang dimaksud dengan Hadits
Rasul:
ﺴﺒﹺﻴﻞﹺ
ﺑﻦﹺ ﺍﻟﺍﲔﹺ ﻭﺎﻛﺴﺍﹾﻟﻤﻰ ﻭﺎﻣﺘﺍﹾﻟﻴ ﻭﺑﹺﲔﺍﹾﻟﺄﹶ ﹾﻗﺮﻳﻦﹺ ﻭﺪﺍﻟ ﹾﻠﻮﻴﺮﹴ ﻓﹶﻠﺧ ﻦ ﻢ ﻣ ﻧﻔﹶ ﹾﻘﺘﺎ ﺃﹶﻘﹸﻮﻥﹶ ﻗﹸﻞﹾ ﻣﻨﻔﺎﺫﹶﺍ ﻳ ﻣﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ
ﻳ
ﻴﻢﻠ ﻋ ﺑﹺﻪﻴﺮﹴ ﻓﹶﹺﺈﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪﺧ ﻦ ﻠﹸﻮﺍ ﻣ ﹾﻔﻌﺎ ﺗﻣﻭ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan.
Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan
kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja
kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha
Mengetahuinya” (Q.S. al-Baqarah [2]: 215).
Pertanyaan ini berasal dari Amru bin Jumuah, orang tua yang datang
banyak dan kepada siapa ia harus bersedekah. Pertanyaan yang ia ajukan bukan
sebenarnya bukan haya untuk dirinya sendiri tapi juga mewakili pertanyaan dari
59
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim.
138
orang lain, maka turunlah jawaban yang diperuntukkan bagi seluruh kaum
muslimin.
melukiskan betapa indah sikap batin mereka dan betapa baik pertanyaan ini.
Untuk itulah ayat ini menggunakan bentuk kata kerja masa kini (sekarang/sedang
berlangsung).
bahwa pada dasarnya mereka memahami dan menerima kewajiban infak, namun
mereka belum mengetahui apa yang harus mereka infaqkan. Maka jawaban yang
diturunkan Allah memberikan penjelasan secara jelas apa yang harus mereka
lakukan yaitu:
000ﺴﺒﹺﻴﻞﹺ
ﺑﻦﹺ ﺍﻟﺍﲔﹺ ﻭﺎﻛﺴﺍﹾﻟﻤﻰ ﻭﺎﻣﺘﺍﹾﻟﻴ ﻭﺑﹺﲔﺍﹾﻟﺄﹶ ﹾﻗﺮﻳﻦﹺ ﻭ ﺪﺍﻟ ﹾﻠﻮﻴﺮﹴ ﻓﹶﻠﺧ ﻦ ﻢ ﻣ ﻧﻔﹶ ﹾﻘﺘﺎ ﺃﹶﻣ000
Artinya: “… Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada
ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan…”. (Q.S. al-Baqarah [2]:
215).
dan judi yang menjadi materi pertanyaan yang diajudakan sahabat Nabi saw.
manfaat, artinya bukan masalah pembuatan komoditi khamr dan judi yang diberi
penjelasan dalam menanggapi pertanyaan, tetapi bahaya dan efek destruktif yang
139
ditekankan Allah sehingga konsumsi khamr dan permainan judi harus segera
ditinggalkan. Akan lebih positif, jika harta yang digunakan untuk mengkosumsi
sedekah, maka itu lebih bermanfaat, sebagaimana Firman Allah pada ayat-ayat
berikut:
ﺎ ﹺﻬﻤ ﹾﻔﻌﻦ ﻧ ﻣﺮﺎ ﹶﺃ ﹾﻛﺒﻬﻤ ﺇﹺﹾﺛﻤﺎﺱﹺ ﻭﻠﻨ ﻟﻊﺎﻓﻨﻣ ﻭ ﻛﹶﺒﹺﲑﺎ ﺇﹺﹾﺛﻢﻴ ﹺﻬﻤﻴﺴِﺮﹺ ﻗﹸﻞﹾ ﻓﺍﹾﻟﻤﻤﺮﹺ ﻭ ﻦﹺ ﺍﹾﻟﺨ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ
ﻳ
ﻭﻥﹶﻔﹶﻜﱠﺮﺘﻢ ﺗ ﻠﱠﻜﹸ ﻟﹶﻌﺎﺕ ﺍﻟﹾﺂﻳ ﻟﹶﻜﹸﻢ ﺍﻟﻠﱠﻪﻦﻴﺒ ﻳﻚ ﻛﹶﺬﹶﻟ ﹾﻔﻮﻘﹸﻮﻥﹶ ﻗﹸﻞﹺ ﺍﹾﻟﻌﻨﻔﺎﺫﹶﺍ ﻳ ﻣﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ
ﻳﻭ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar 60 dan judi. Katakanlah.
Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa`at bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya. Dan
mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:
Yang lebih dari keperluan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 219).
yang merupakan bagian dari ayat ini masih berkaitan dengan harta yakni mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: Yang lebih dari
keperluan yakni yang mudah dan yang diinfakkan tidak dengan berat hati.61
60
Khamr adalah segala minuman yang memabukkan, apapun bahan mentahnya.
Minuman yang berpotensi memabukkan bila diminum dengan kadar normal oleh seorang normal,
maka minuman itu adalah khamar sehingga haram hokum meminumnya.
61
Anak kalimat ayat di atas merupakan satu dari tiga macam pengeluaran harta yang
diajarkan al-Qur’an: pertama, wajib dan harus dikeluarkan, yaitu zakat. Kedua sesuatu yang bukan
zakat dan hati tidak berat mengeluarkannya. Ketiga tidak wajib tetapi hati berat mengeluarkannya.
140
wanita yang datang bulan, jenis-jenis makanan halal dari daging sebagaimana
ﺮﻥﹶ ﻓﹶﹺﺈﺫﹶﺍ ﻬ ﻄﹾﻰ ﻳﺘﻦ ﺣ ﻮﻫﺑ ﹾﻘﺮﻟﹶﺎ ﺗﻴﺾﹺ ﻭﺤﻲ ﺍﹾﻟﻤﺎﺀَ ﻓﺴﺰﹺﻟﹸﻮﺍ ﺍﻟﻨﻋﺘ ﹶﺃﺫﹰﻯ ﻓﹶﺎﻮﻴﺾﹺ ﻗﹸﻞﹾ ﻫﺤﻦﹺ ﺍﹾﻟﻤ ﻋﻚﺴﺄﹶﻟﹸﻮﻧ
ﻳﻭ
ﻬﺮﹺﻳﻦ ﻄﹶﺘ ﺍﹾﻟﻤﺐﺤﻳ ﻭﺍﺑﹺﲔﺘﻮ ﺍﻟﺐﺤ ﻳ ﹺﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺍﻟﻠﱠﻪﻛﹸﻢﺮﻴﺚﹸ ﹶﺃﻣﻦ ﺣ ﻦ ﻣ ﻮﻫﺮﻥﹶ ﻓﹶ ﹾﺄﺗ ﻬ ﻄﹶﺗ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu
adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari
wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum
mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di
tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri” (Q.S. al-Baqarah [2]: 222).
ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya
untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan
Allah kepadamu, Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu,
dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya).
Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-
Nya (Q.S. al-Mâ’idah [5]: 4).
Pertanyaan ini lebih bersifat penolakan dan tidak mengakui eksistensi hari
urusan Allah, penjelasan tentang peristiwa terjadinya hari yang menakutkan itu
berbentuk ekspresi langsung dari seorang ahli yang diminta, karena manusia
boleh saja menimba ilmu pengetahuan dari siapa saja yang mempunyai ilmu dan
bermanfaat bagi hidupnya di dunia dan akhirat kelak, sekalipun dari burung.
kepada Nabi Sulaiman as. apa yang tidak diketahui olehnya tentang kerajaan
ﻢ ﺎ ﻟﹶ ﺑﹺﻤﻄﺖ ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ ﹶﺃﺣﻴﺪﻌ ﺑﻴﺮﻜﹶﺚﹶ ﹶﻏ ﻓﹶﻤ0ﺒﹺﲔﹴ ﻣ ﹾﻠﻄﹶﺎﻥﻲ ﺑﹺﺴﻨﻴ ﹾﺄﺗﻭ ﻟﹶﻴ ﺃﹶﻨﻪﺤﻭ ﻟﹶﺄﹶ ﹾﺫﺑ ﺍ ﺃﹶﻳﺪﺪﺎ ﺷﺬﹶﺍﺑ ﻋﻨﻪﺬﱢﺑﻟﹶﺄﹸﻋ
ﺮﺵ ﺎ ﻋﻟﹶﻬﺀٍ ﻭﻲﻦ ﻛﹸ ﱢﻞ ﺷ ﻣﺖﻴﺃﹸﻭﺗﻢ ﻭ ﻜﹸﻬﻤﻠ ﹶﺃﺓﹰ ﺗﻣﺮ ﺍﺪﺕ ﺟﻲ ﻭ ﹺﺇﻧ0ﲔﹴﻘﺈﹴ ﻳﺒﺈﹴ ﺑﹺﻨﺳﺒ ﻦ ﻣﻚﺟﹺﹾﺌﺘ ﻭﻂﹾ ﺑﹺﻪﺤﺗ
ﻴﻢﻈﻋ
Artinya: “Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras
atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang
kepadaku dengan alasan yang terang”, Maka tidak lama kemudian
(datanglah hud-hud) lalu ia berkata, “Aku telah mengetahui sesuatu
yang kamu belum mengetahuinya, dan kubawa kepadamu dari negeri
Saba suatu berita penting yang diyakini. Sesungguhnya aku menjumpai
seorang wanita yang memerintah mereka dan dia dianugrahi segala
sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar” (Q.S. An-Naml [27]:
21-23).
Selain jawaban yang diperoleh dari burung Hud-hud dalam konteks kisah
Nabi Sulaiman as. terdapat pula jawaban yang diperoleh dari munculnya sebuah
62
Yusuf Qardhawi, al-Qur’ân Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, h. 254
143
proses perbuatan seekor burung gagak yang memberikan contoh konkrit terhadap
yang tengah dihadapinya sebagaimana dalam kisah anak-anak Adam as. Pada
ayat berikut di mana Allah memerintahkan seekor burung gagak sebagai solusi
jawaban.
ﺃﹶ ﹾﻥ ﹶﺃﻛﹸﻮﻥﹶﺰﺕ ﺠﺎ ﹶﺃﻋﻳﻠﹶﺘﺎﻭ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻳﻴﻪﻮﹶﺃﺓﹶ ﺃﹶﺧ ﺍﺭﹺﻱ ﺳﻮ ﻳﻴﻒ ﻛﹶﻪﺮﹺﻳﻴﺭﺽﹺ ﻟ ﻲ ﺍﹾﻟﺄﹶﺚﹸ ﻓﺒﺤﺎ ﻳﺍﺑ ﹸﻏﺮﺚﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪﻌﻓﹶﺒ
ﲔﻣﺎﺩ ﺍﻟﻨﻦ ﻣﺢﺻﺒ
ﻲ ﻓﹶﺄﹶﻮﹶﺃﺓﹶ ﺃﹶﺧ ﺳﺍﺭﹺﻱﺍﺏﹺ ﻓﹶﺄﹸﻭﻐﺮ ﺬﹶﺍ ﺍﹾﻟﺜﹾﻞﹶ ﻫﻣ
Artinya: “Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di
bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia
seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai
celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak
ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini Karena itu jadilah
dia seorang di antara orang-orang yang menyesal”. (Q.S. al-Mâ’idah
[5]: 31).
3. Jenis-jenis Jawaban
suatu kesimpulan bahwa shighat-shighat tanya jawab dalam al-Qur’ân terdiri dari
tiga shighat, yaitu; ﻳﺴﺘﻔﺘﻮﻧﻚ yang artinya mereka meminta fatwa kepadamu
tentang urusan-urusan dunia dan akhirat. Redaksi ini terdeapat pada dua tempat,
yakni pada surat an-Nisâ’ ayat 153 dan ayat 176. Sighat ﻳﺴﺌﻠﻚyang berarti “ia
bertanya kepadamu” terdapat pada dua tempat, yakni pada surat an-Nisâ’ ayat
153 dan surat al-Ahzâb ayat 63, sementara ﻳﺴﺌﻠﻮﻧﻚ, yang berarti “mereka
144
ditinjau dari aspek generalnya, dapat penulis garis awahi sebagai berikut:
2. Jawaban yang lugas dan langsung “to the point” terhadap materi. Abdullah
bin Amru bin al-Ash ra. Berkata: “Ada seseorang bertanya kepada Rasul
saw: Kelakuan apakah yang terbaik dalam Islam? “Jawab Nabi saw:
Memberi makanan pada orang yang kekurangan dan memberi salam pada
orang yang kau kenal dan yang belum kau kenal.” (HR. Bukhari dan
Muslim)63
3. Jawaban yang disampaikan dengan cara lelucon atau gaya yang di dalamnya
dapat dipetik pelajaran seperti yang diberikan kepada seorang nenek yang
bertanya kepada Nabi Muhammed saw. tentang apakah ia kelak akan masuk
dalam surga.
63
Shahih Bukhari.
145
kisah tentang seorang yang datang kepada Nabi Muhammad saw. dan
berulang-ulang. Misalnya dalam sebuah Hadits Abu Dzar ra. berkata: “Saya
datang kepada Nabi saw. sedang beliau tengah tidur berbaju putih, kemudian
saya datang kembali dan ia telah bangun, lalu bersabda: “Tiada seorang
hamba yang membaca: ﻻﺍﻟﻪ ﺍﻻ ﺍﷲ kemudian ia mati atas kalimat itu,
melainkan pasti masuk surga”. Saya bertanya: “Meskipun ia telah berzina dan
Saya bertanya: “Meskipun ia telah berzina dan mencuri?” Jawab Nabi saw.:
telah berzina dan mencuri?” Jawab Nabi saw.: “Meskipun ia pernah berzina
Jabal ra. Berkata: “Ketika saya sedang mengikuti di belaknag kendaraan Nabi
saw. tiada renggang antara aku dengan Nabi saw. kecuali belakang kendaraan
64
HR. Bukhari, Muslim
146
itu, tiba-tiba Nabi saw. memanggil: “Ya Mua’dz! “Jawabku: ”ﻟﺒﻴﻚ ﻭﺳﻌﺪﻳﻚ.
Kemudian terus berjalan sejenak, lalu memanggil “Ya mua’dz! “Jawabku:
“Jawabku: ﻟﺒﻴﻚ ﻭﺳﻌﺪﻳﻚ “Lalu bersabda: “Tahukah Anda apakah hak Allah
yang lebih mengetahui. “Maka sabda Nabi saw: “Hak Allah yang diwajibkan
perjalanan, lalu bertanya: “Ya Mua’dz bin Jabal! “Jawabku: ﻟﺒﻴﻚ ﻭﺳﻌﺪﻳﻚ
“Lalu ditanya: “Tahukah Anda apakah hak hamba jika mereka telah
lebih mengetahui. “Maka sabda Nabi saw: “Hak hamba atas Allah bahwa
7. Jawaban tidak selamanya dinyatakan dalam bentuk lisan, akan tetapi bisa juga
dengan diam atau dengan gerakan tubuh, misalnya dengan mengangguk dan
menggeleng atau dengan gerakan tangan dan sebagainya. Contoh dari Abi
65
Imam Abu Zakaria Yahya bin Syarf al-Nawawy, Terjemah Riyadh al-Shalihin. Ter.
H.Salim Bahresy, Jilid 1 ( Bandung : PT.al-Ma’arif, 1986, h. 487
147
“Diamnya”
saw. ditanya: “Apakah amal yang utama?” Jawab Nabi saw.: “Iman kepada
“Kemudian apakah?” Jawab Nabi saw: “Haji yang mabrur (diliputi amal
kebaikan)”66
ﻴﻒﺎﻝﹺ ﻛﹶﺠﺒ
ﹺﺇﻟﹶﻰ ﺍﹾﻟ ﹺ ﻭ0ﺖﻌﻓ ﺭﻴﻒﺎﺀِ ﻛﹶﺴﻤ
ﹺﺇﻟﹶﻰ ﺍﻟ ﻭ0ﻘﹶﺖﺧﻠ ﻴﻒﻭﻥﹶ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﺍﹾﻟﹺﺈﺑﹺﻞﹺ ﻛﹶﻨﻈﹸﺮﺃﹶﻓﹶﻠﹶﺎ ﻳ
ﺖﺤﻄ ﺳﻴﻒﺭﺽﹺ ﻛﹶ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﺍﹾﻟﺄﹶ ﻭ0ﺖﺒﺼﻧ
Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan, dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-
gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia
dihamparkan?”. (QS. al-Ghâsyiyah [88]: 17-20).
secara langsung oleh Nabi Muhammad kepada para sahabat yang menanyakan
66
HR. Bukhari dan Muslim
148
di atas, dapat dikatakan bahwa, al-Qur’ân yang berarti bacaan yang sempurna
dan dapat disebut sebagai miniatur ayatullah, himpunan firman Allah dan garis
besar terjemahan alam semesta, yang bersifat mukjizat ini bukanlah sekedar
dokumen histioris atau pedoman hidup dan tuntunan spiritual bagi sekalian
manusia, tetapi juga sebagai mitra dialog dan tempat mengadukan dan
Kitab suci, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yang lalu
disampaikannya kepada kita secara mutawatir dan ditulis dalam sebuah mushaf
Sebagai kitab suci yang banyak mengandung nasehat dan pelajaran bagi
manusia ini, konsep bertanya yang terdapat dalam banyak ayat memiliki banyak
mengajar. Konsep bertanya, bukan saja menjadi instrumen penting dalam rangka
persoalan agama, hukum, dan lain sebagainya bisa diketahui setelah adanya
pertanyaan ini.
149
yang dihadapi dapat diselesaikan atau persoalan yang belum diketahui, bisa
Dalam visi qur’âni, pencarian ilmu yang dilakukan dengan cara bertanya
tidak terbatas hanya pada ajaran khusus syari’ah, tapi juga berlaku untuk setiap
pengetahuan yang dapat menjadi alat dalam membawa manusia lebih dekat
kepada Tuhan. Setiap ilmu, apakah itu teologi atau fisika, adalah alat untuk
Islam untuk mencari dan menimba ilmu pengetahuan dari ahli-ahli yang
67
Mahdi Ghuslsyani, Filsafat-Sains Menurut al-Qur’ân, (Bandung: Mizan, Nopember
1998), h. 73
150
memiliki kedudukan derajat yang tinggi. Adalah tidak sama derajat kedudukan
Karena bertanya merupakan salah salah satu elemen penting dalam proses
menimba ilmu pengetahuan, maka Rasulullah saw. pun menghimbau umat Islam
harus ke negeri luar. Hal ini menunjukkan bahwa mencari ilmu memiliki
ketentuan hukum wajib bagi seorang muslim lelaki maupun perempuann, dan
ketentuan seperti ini berlaku dari usia kecil hingga tua, sejak lahir hingga
meninggal. Demikian penting arti sebuah ilmu, sehingga ayat pertama yang
satu sarana mencari ilmu pangetahuan. Oleh karenanya, jika suatu cabang ilmu
dan mengejarnya.
bijak kepada ilmunya.69 Juga ilmu adalah harta kekayaan orang mukmin
tertentu semisal al-Qur’ân, tajwid, syari’ah, harus belajar pada guru-guru tertentu
yang dianggap cakap dan ahli. Nabi pun mengajarkan olah raga dan keterampilan
dalam al-Qur’ân sebagaimana terdapat pada surah al-Nahl: 16 ayat 42, surah al-
Furqân: 25 ayat 59, dan surah al-Isrâ’: 17 ayat 101, serta surah al-Qolam: 68 ayat
40.
68
Muhammad Bagir Majlisi, Bihar Al-Anwar,(Tt., Tp., Tth.), Jilid 11, h. 105
69
Amidi, Ghurar Al-Hikam Wa Durl Al-Hikam“ (Taheran: Univ, Pres, Tth), Jilid 111, h.
408
70
Ibn Abd Al-Bar, Jami Al-Bayan Al-Ilm, Jilid 1, h. 121
71
Dr. Mahdi Ghuslsyani, Filsafat-Sains Menurut Al-Qur’an, h. 109
152
ujian akhir tahun merupakan barometer kenaikan seorang didik atau tidaknya
Kenyataan di atas telah eksis pada masa awal Islam, yaitu ketika Nabi
Musa as. sendiri mengajukan pertanyaan kepada Nabi Khidir as. tentang boleh
peristiwa perjalanan mencari ilmu pengetahuan antara Musa dan Khidir yang
72
Syeikh Muhammad Ali al-Shabuni,al-Safwat at-tafasir, h.199
153
Para pakar Tafsir menulis, bahwa redaksi ayat ini menunjukkan suatu
percakapan yang penuh dengan sopan santun dari seorang Nabi dan sikap seperti
ini hendaknya dicontoh dan diteladani oleh setiap orang yang hendak mencari
hendaknya mempergunakan bahasa yang halus dan sopan dan ketika proses
seorang peserta didik terhadap sang guru/pendidik. Metodologi seperti ini telah
menyerap segala ilmu yang disampaikan pendidik. Hal ini dijelaskan al-Qur’ân
akan memiliki dampak positif bagi perkembangan ilmu pendidikan dan ilmu
sedikitpun dan menjadi jelas dan tuntas tidak sebagaimana ketika munculnya
A. Kesimpulan
Sejalan dengan uraian-uraian pada bab-bab di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa:
1. Pada dasarnya secara redaksional, pertanyaan-pertanyaan yang
terkandung dalam al-Qur’ân tidak memiliki perbedaan yang signifikan
baik dalam maksud dan tujuannya dengan pertanyaan-pertanyaan lain di
luar struktur kalimat bertanya al-Qur’ân, yakni meminta klarifikasi
perihal materi-materi yang dipertanyakan sehubungan dengan belum
diketahuinya objek-objek yang menjadi bahan pertanyaan oleh pihak
penanya. Hal ini dapat ditemukan pada banyak ayat al-Qur’ân antara lain
pertanyaan tentang kedudukan dan fungsi bulan sebagaimana terdapat
dalam surah al-Baqarah: 2: 189, pertanyaan tentang bentuk infak dan
kelompok penerimanya seperti terdapat dalam surah yang sama ayat 215.
Demikian juga halnya dengan kedudukan bulan haram untuk berperang
pada ayat 217, serta dampak mengkosumsi minuman keras/minuman
beralkohol dan praktek-praktek perjudian, dan pertanyaan-pertanyaan
lainnya. Selain pertanyaan yang bertujuan mendapatkan jawaban yang
dikehendaki karena ketidaktahuan menyangkut suatu permasalahan yang
dipertanyakan, terdapat pula pertanyaan-pertanyaan yang memiliki
motivasi lain, yakni ingkari istib’adi yakni suatu pertanyaan yang
155
156
B. Saran-saran
1. Penulis menyarankan kepada para pembaca dan para peneliti agar
kiranya dapat mengimplementasikan konsep tuntunan al-Qur’ân dalam
perihal bertanya dengan tetap mengedepankan pertanyaan-pertanyaan
yang riil yang memang belum diketahui dan dipahami benar materi-
materi permasalahan yang dipertanyakan. Oleh karena esensi pertanyaan
yang sebenarnya haruslah bertolak dari apa yang belum diketahui,
bukan didasarkan pada motivasi lain yang tendensius seperti halnya
pertanyaan yang memiliki maksud penolakan, pencemoohan, atau
bahkan penghinaan dan cercaan yang bukan mencari suatu kebenaran.
Kondisi seperti ini bukan tradisi sikap ummat Islam melainkan kebiasaan
orang kafir quraisy dan orang-orang Yahudi. Selain saran di atas, penulis
juga menyarankan agar konsep metodologi bertanya kepada pakar-pakar
159
161
162
Katsir, Ibnu, Tafsir al-Qur’ân al-Adzim, Kairo: Dâr al-Fikr, 1992, Jilid 1
Muhammad bin Abdullah al-Zarkasyi, Imam Burhanuddin, al-Burhan fi
Ulum al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-Kutb al-Ilmiyyah, 1988, Cet. I
Munawwir,Ahmad Warson, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia,
Surabaya: Pustaka Progressif, 2002, Cet. ke-25
Musthafa al-Maraghiy, Ahmad, Tafsir al-Maraghiy, Semarang: CV. Toha
Putra, 1985, (Terj.)
Qardawi, Yusuf, al-Qur’ân berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan,
Jakarta: Gema Insani, 1998
Qutb, Muhammad, dalam bukunya Dr. H. Abuddin Nata, Perspektif Islam
Tentang Pola Hubungan Guru dan Murid, Jakarta: PT. Raja Grafindo,
2001, Cet. ke-1
Qutb, Sayyid, fi Dilalat al-Qur’ân, Mesir: Dâr al-Kitab al-Islam, Tth. Jilid I
Rahman, Fazlur, Islam, Bandung: Pustaka, 2000
Rida, Rasyid, Syeikh Muhammad, Tafsir al-Quran al-Karim al-Syahir bi al-
Tafsir al-Manar, Tt: Dâr al-Fikr, Tth., Juz 11
-------, al-Wahy al-Muhammadiy, Tt: al-Maktab al-Islamiy, Tth,
Shaleh,. Qomaruddin, KH, HAA. Dahlan dan M.D. Dahlan, Asbabun Nuzul;
Latar Belakang Historis Tururunnya Ayat-ayat al-Qur’ân, Bandung:
Penerbit CV. Diponegoro, 1990
Shihab, Quraish, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’ân, Jakarta: Lentera Hati, 2001, Vol. III
-------, Metode Penyusunan Tafsir yang berorientasi pada Sastra dan
Kemasyarakatan, Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1984
Suparta, Munzier, Drs. H. M.A, dan Harjani Hefni, Lc., Metode Dakwah,
Jakarta: Prenada Media, 2003
Syarif, M M., MA, Para Filosof Muslim, Bandung: Mizan, Oktober 1999,
(Terj.)
164
A. PRIBADI:
Nama : FAHIMA ABD. GANI
NIP : 150259000
Tempat/Tanggal Lahir : Ternate, 24 Oktober 1964
Pekerjaan : Dosen Tetap STAIN Ternate
Pangkat/Gol. Ruang : Penata Tk.I (III/b)
Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
Alamat Rumah : Jl. Pemuda, Kel. Toboleu, Ternate
( Maluku Utara ) Telp. (0921)3127363 / 3123371
Alamat Kantor : Jl. Dufa-Dufa Pantai, Kel. Dufa-Dufa,
Ternate (Maluku Utara) Telp. (0921) 3121426
B. KELUARGA:
Suami : Drs. Syahril Hi. Rauf
Anak : 1. M. Fadly S. Hi Rauf
2. Faris Zulkarnain S. Hi. Rauf
3. M. Shabri S. Hi. Rauf
4. Ahmad Khaidar S. Hi. Rauf
C. ORANG TUA:
Ayah : Abd. Gani Hi. Bakir
Ibu : Fatma Sula
D. RIWAYAT PENDIDIKAN:
SD : Madrasah Ibtidaiyah Al-Khairaat Ternate
SLTP : Madrasah Tsanawiyah Al-Khairaat Ternate
SLTA : Madrasah Aliyah Al-Khairaat Ternate
S.1 : Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin Cab. Ternate
S.2 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
E. KARYA TULIS:
1. Studi Tentang Sistem Pengembangan Madrasah Ibtidaiyah Al-Khairaat di
Maluku Utara.
2. Apendidikan Formal dan Ketenaga Kerjaan Perempuan
3. Isu Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Agenda Hak Asasi Manusia
4. Konsep Al-Su’al dalam Al-Qur’an